Laporan Jurnal Restrain Teratai Sardjito

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN ANALISA ARTIKEL ILMIAH

Restraint Guidelines for Mental Health Services in India

Tugas Mandiri
Stase Praktik Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:
Alifvia Nuritansari (20/469758/KU/22696)
Bestari Intan K (20/469762/KU/22700)
Jihan Siti Lathifa L (20/469767/KU/22705)
Mellinda Widyamukti (20/469770/KU/22708)
Ussi Khairani Frestiarizka 20/469780/KU/22718

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Restrain merupakan pengikatan fisik yang digunakan untuk membatasi gerak
pasien yang mengalami amuk dan berisiko perilaku kekerasan dan sulit untuk
dikendalikan. Restrain termasuk ke dalam patient safety dimana pada proses
dilakukannya restrain harus dimonitor untuk mencegah adanya cidera akibat restrain.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu gejala yang mungkin timbul pada pasien
gangguan jiwa. Perilaku kekerasan berbahaya untuk diri pasien, orang lain dan
lingkungan. Restrain merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menangani
pasien dengan risiko perilaku kekerasan.
Pasien bisa memiliki trauma berupa trauma fisik dan psikologis akibat
dilakukannya restrain (Haimowits, Urff & Huckshorn, 2006). Cedera fisik yang dialami
oleh pasien adalah ketidaknyamanan fisik, lecet pada area restrin, peningkatan
inkontinensia, sirkulasi tidak efektif, meningkatnya risiko kontraktur, dan iritasi kulit
(Pambudi, 2014).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan teknik pemasangan yang
tepat serta melakukan pengawasan selama restrain. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
keamanan dan kenyamanan pasien selaam restrain dan mencegah terjadinya kejadian
yang tidak diharapkan.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana teknik dan monitoring pemasangan restrain pada pasien agar tidak
menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan?
C. TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami konsep restrain saat hospitalisasi
2. Mengetahui intervensi yang harus dilkaukan untuk mencegah timbulnya luka
pada pasien yang dilakukan restrain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Restrain adalah tindakan pembatasan atau pencegahan pergerakan bagian tubuh
pada orang lain. Restrain ditujukan untuk meminimalisir pergerakan sehingga didapatkan
dampak ketenangan pasien. Restrain merupakan salah satu teknik dan manajemen krisis
pada pasien dengan gangguan jiwa.
B. JENIS
1. Physical restraint / Restrain Fisik/ Manual Restraint
Setiap kontak fisik yang bertujuan untuk mencegah, membatasi, pergerakan tubuh
atau bagian dari tubuh orang lain. Contoh restrain fisik adalah memegang.
Memegang seseorang dilakukan tidak boleh lebih dari 10 menit. Memegang
seseorang tidak boleh pada bagian tulang rusuk, leher, atau perut, menutup mata,
hidung, dan telinga. Hal terpenting yaitu memegang seseorang tidak
diperkenankan membuat orang tersebut kesulitan bernapas, kesulitan melihat,
bicara, bahkan membuat gangguan pada sirkulasi darah.
2. Mechanical restraint/ Restrain mekanik
Jenis ini menggunakan alat seperti borgol atau alat lain yang tersedia. Jenis ini
digunakan di banyak rumah sakit. Tujuan penggunaan alat ini adalah untuk
mencegah, membatasi, atau menaklukkan gerakan dari bagian tubuh seseorang.
Tujuan utamanya adalah untuk mengendalikan perilaku.
3. Chemical restraint / Restrain Kimia
Penggunaan obat yang diresepkan untuk mengendalikan atau menaklukkan
perilaku seseorang. Penggunaan obat dilakukan untuk memberikan efek tenang
dan sedikit tersedasi. Dengan keadaan yang tenang dan tersedasi, agitasi dan
agresi pasien akan cenderung menurun.
4. Seclusion/ Seklusi
Menempatkan pasien dalam suatu ruangan isolasi dengan pengawasan, pasien
dipisahkan dari pasien lainnya, ruangan yang tidak memiliki celah untuk pasien
pergi. Hal ini dilakukan untuk pasien dengan risiko melakukan kekerasan
terhadap orang lain.
C. INDIKASI
1. Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan
atau orang lain
2. Pasien dengan perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan
3. Tahanan pemerintah (yang legal / sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit
4. Pasien dengan penurunan kesadaran disertai gelisah
5. Pasien yang memerlukan pengawasan dan penjagaan ketat di ruangan yang aman
6. Restraint atau isolasi digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif
tidak berhasil /tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari
ancaman bahaya.
D. KONTRAINDIKASI
Pada pasien dengan kondisi klinis tertentu, misalnya:
1. Status medis yang tidak stabil (contohnya: delirium)
2. Pasien diketahui atau diduga intoleransi terhadap imobilitas
3. Kondisi dimana posisi pengekangan/restrain merupakan kontraindikasi
4. Restrain dilakukan sebagai bentuk hukuman
5. Chronic obstructive pulmonary disease
6. Cardiomyopathy
7. Epilepsy
BAB III
PEMBAHASAN
A. PICO
P: Management/monitoring restraint among patient with mental disorder
I: Restraint procedure
C: -
O: Safety restraint
Kemudian dari PICO tersebut, kami menyusun kata kunci untuk mencari artikel ilmiah.
Kami menggunakan kata kunci “management or monitoring restraint among patient with
mental disorder AND restraint procedure AND safety restraint” untuk mencari artikel
ilmiah di beberapa database yaitu Pubmed dan Science Direct. Setelah dilakukan
pencarian dengan kata kunci tersebut ditemukan 485 artikel ilmiah pada Pubmed dan
1.589 artikel ilmiah pada Science Direct. Kemudian dilakukan limitasi dengan memilih
artikel yang dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir, artikel free full text, dan artikel yang
memuat pengawasan restraint. Setelah dilakukan limitasi terdapat 41 artikel ilmiah,
kemudian kami melakukan screening judul mengenai beberapa artikel yang dapat
menjawab pertanyaan klinis kami, penelitian sederhana, dan sekiranya dapat diterpakan
dengan mudah dalam pelayanan keperawatan. Setelah screening judul didapatkan 2
artikel ilmiah lalu kami melakukan screening abstrak dan isi. Setelah melakukan langkah-
langkah tersebut kami memilih artikel ilmiah yang berjudul “Restraint Guidelines for
Mental Health Services in India”
B. IDENTITAS ARTIKEL ILMIAH

Judul: Restraint guidelines for mental health services in India

Penulis: Bevinahalli Nanjegowda dan Peter Lepping

Tahun terbit: 2019

Nama Jurnal: Indian Journal of Psychiatry


C. ANALISIS JURNAL
Jurnal ini bertujuan untuk memberikan panduan tentang penggunaan restrain di India.
Panduan ini dikembangkan untuk layanan kesehatan mental di India setelah satu dekade
bekerjasama dalam penelitian kolaboratif antara India dan tenaga profesional kesehatan
mental Eropa.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Prinsip umum penggunaan restrain :
1. Keamanan dan martabat pasien harus dipastikan
2. Keamanan dan kesejahteraan staf merupakan prioritas
3. Pencegahan kekerasan merupakan kunci
4. Sebelum dilakukan restrain, wajib melakukan de-escalation
5. Restrain digunakan dalam periode singkat
6. Semua tindakan yang dilakukan oleh staf baik, pantas, dan berimbang untuk
perilaku pasien
7. Restrain yang digunakan harus yang paling tidak mengekang demi keamanan
8. Pasien harus dimonitor secara ketat, dengan begitu kondisi fisik pasien tercatat
dan dapat diberikan manajemen dengan baik.
9. Hanya staf yang terlatih yang dapat melakukan intervensi restrictive/pembatasan
dalam hal ini restrain
Pertimbangan restrain:
1. Restrain fisik melibatkan kontak fisik secara langsung antar orang. Hal ini
dilakukan untuk membatasi pergerakan atau mobilitas atau untuk menghindarkan
dari perilaku berbahaya yang ditunjukkan oleh seseorang
2. Restrain kimia melibatkan penggunaan obat untuk melakukan pembatasan. Tipe
ini tidak memiliki tujuan terapeutik secara langsung akan tetapi untuk
mengendalikan perilaku yang tidak diinginkan
3. Restrain mekanik melibatkan penggunaan alat-alat. Misalnya penggunaan sabuk
agar pasien tidak lepas dari kursi roda atau penggunaan bedrails untuk mencegah
seseorang pergi dari tempat tidur.
4. Restrain lingkungan yaitu bangunan yang didesain khusus untuk mencegah atau
membatasi pergerakan seseorang misalnya penguncian pintu, electronic keypad,
double door handles
5. Seklusi merupakan bagian dari restrain lingkungan yaitu menempatkan seseorang
sendiri di dalam ruangan dengan pintu tertutup untuk mencegah orang tersebut
keluar
6. Restrain psikologis merupakan bentuk pembatasan dengan contoh melarang
seseorang melakukan sesuatu, tidak memperbolehkan seseorang melakukan
sesuatu yang mereka suka, atau mengatakan bahwa hal tersebut terlalu berbahaya.
7. Secara garis besar, terdapat dua macam restrain fisik yaitu restrain fisik terencana
dan restrain fisik tidak terencana. Restrain fisik terencana dilakukan dengan
menyusun rencana berdasarkan pengkajian risiko, terstruktur, dan terdokumentasi.
Sedangkan restrain fisik yang tidak terencana terjadi saat ada keadaan yang
mendadak, mendesak, dan tidak disangka.
8. Alat yang digunakan untuk restrain :
a. Manual restrain yaitu dengan menggunakan tangan atau menggunakan
badan
b. Sabuk tangan dan pinggang yang terbuat dari kulit, nylon, vynil
c. Kamisol dari kanvas bisa digunakan sebagai pengganti sabuk tangan dan
pinggang
d. Restrain kaki yang terbuat dari kulit, nilon, vinil dengan tali penghubung
e. Helm pelindung yaitu pelindung kepala yang digunakan pada pasien
dengan risiko kekerasan terhadap diri sendiri seperti membenturkan kepala
ke tembok
f. Five-point restraint yaitu teknik dimana lengan dan kaki diikat keempat
sisi dengan posisi pasien supinasi dan juga digunakan sabuk pinggang agar
mengurangi pergerakan
g. Kursi restrain yaitu kursi yang didesain khusus untuk pasien dengan risiko
menyakiti diri sendiri atau orang lain selama episode agitasi yang parah
h. Tali dari kulit, vinil, atau plastik untuk pengganti borgol
i. Borgol dan rantai merupakan alat yang dilarang
Standar yang harus dipenuhi:
1. Setiap fasilitas harus menyediakan lingkungan terapeutik yang mendukung
pemulihan. Petugas harus sangat peka terhadap pasien dengan riwayat trauma dan
menggunakan perawatan berdasarkan informasi trauma.
2. Memastikan keselamatan dan martabat pasien serta keselamatan petugas menjadi
prioritas saat mengantisipasi atau memanajemen kekerasan dan agresi.
3. Pasien idealnya tidak di restrain dalam posisi tengkurap. Restrain harus digunakan
hanya jika diperlukan dalam situasi darurat untuk mencegah cedera serius yang
mungkin terjadi pada pasien atau orang lain. Untuk mengurangi risiko asfiksia,
pasien harus direposisi ke posisi duduk, berdiri, atau terlentang secepat mungkin.
Petugas harus memperhatikan fungsi pernapasan pasien selama restrain
4. Restrain seharusnya tidak pernah digunakan sebagai hukuman, untuk kenyamanan
petugas atau sebagai pengganti program perawatan
5. Benda tidak boleh diletakkan di depan wajah pasien. Perlu dilakukan tindakan
pencegahan untuk melindungi perugas dari gigitan dan ludah, petugas harus
mengenakan sarung tangan, masker, atau pelindung wajah yang bila
memungkinkan untuk tujuan pengendalian infeksi.
6. Tangan pasien tidak boleh diletakkan di belakang punggung selama restrain. Jika
perlu, petugas harus berada dalam jangkauan lengan, untuk mencegah jatuh atau
cedera.
7. Restrain boleh dilepas apabila tujuan sudah tercapai yaitu bahwa pasien tidak lagi
menunjukkan bahaya untuk diri sendiri atau orang lain. Setiap pasien yang
direstrain harus diberikan informasi tentang perilaku yang menyebabkan
dilakukan restrain dan kondisi yang menunjukkan restrain boleh dilepas. Pasien
harus dibebaskan dari restrain segera setelah dia tidak lagi membahayakan diri
sendiri atau orang lain.
Persyaratan Pelatihan
1. Strategi yang dirancang untuk mengurangi konfrontasi dan untuk menenangkan
dan menghibur orang- orang, termasuk pengembangan dan penggunaan rencana
keselamatan pribadi
2. Penggunaan keterampilan intervensi nonfisik serta kontrol tubuh dan teknik
manajemen fisik berdasarkan pendekatan tim
3. Pemasangan yang aman dan penggunaan semua jenis perangkat pengekangan
4. Mengamati dan menanggapi tanda-tanda tekanan fisik dan psikologis
5. Memantau kesejahteraan fisik dan psikologis pasien yang tertahan, termasuk tidak
terbatas pada: status pernapasan dan peredaran darah, integritas kulit, tanda-tanda
vital, dan persyaratan yang ditentukan oleh kebijakan fasilitas yang terkait dengan
evaluasi tatap muka
6. Identifikasi klinis perubahan perilaku tertentu yang menunjukkan bahwa
pengekangan tidak lagi diperlukan
7. Penggunaan teknik pertolongan pertama
8. Sertifikasi dalam penggunaan resusitasi kardiopulmoner, termasuk sertifikasi
ulang berkala yang diperlukan.
Tahap kerja restrain
1. Pemeriksaan pasien harus dilakukan dan harus mencakup:
a. Penilaian status mental dan fisik pasien secara langsung
b. Melihat rekam medis untuk setiap diagnosis medis yang sudah ada
sebelumnya dan / atau kondisi fisik yang mungkin merupakan kontraindikasi
penggunaan restrain
c. Mengecek rekam medis terkait pengobatan pasien
d. Keputusan terkait melanjutkan atau menghentikan restrain
e. Keputusan bahwa risiko penggunaan restrain lebih kecil dibandingkan tidak
menggunakan restrain
2. Sebelum merestrain pasien, pasien harus digeledah untuk mencari benda-benda
yang berpotensi membahayakan atau selundupan. Setiap benda yang berpotensi
berbahaya / selundupan harus disingkirkan dan didokumentasikan dalam rekam
medis pasien
3. Pasien harus mengenakan pakaian yang sesuai dan pasien tidak boleh direstrain
dalam keadaan telanjang atau setengah telanjang
4. Untuk pasien di bawah usia 18 tahun, petugas harus memberi informasi ke orang
tua atau wali resmi tentang pasien yang telah direstrain sesegera mungkin, tetapi
tidak lebih dari 24 jam setelah setiap restrain dilakukan. Pemberitahuan ini harus
didokumentasikan dalam rekam medis pasien, termasuk tanggal dan waktu
memberikan informasi serta nama petugas yang memberikan informasi
5. Selama proses restrain, petugas tidak boleh menindih badan pasien dengan lutut,
siku, atau bagian tubuh yang lainnya
6. Selama proses restrain, semua petugas yang terlibat harus mengawasi dan
mengamati pernapasan pasien, perubahan warna tubuh, dan tanda-tanda lainnya
dan segera merespon apabila pasien mengeluh sesak napas, atau tampak tidak bisa
bernapas.
7. Saat restrain dimulai, perawat harus mengkaji pasien sesegera mungkin, termasuk
memeriksa sirkulasi dan tanda vital pasien. Pasien harus diobservasi dan dikaji
(termasuk pernapasan dan tanda vital lainnya) oleh perawat dalam waktu 15 menit
setelah restrain dan setidaknya setiap jam setelahnya.
Pengawasan pasien saat restrain:
1. Pasien yang di restrain harus selalu di observasi setidaknya setiap 15 menit, hal
yang harus diobservasi adalah perilaku pasien, potensi cedera, sirkulasi, dan
respirasi.
2. Pasien yang di restrain harus selalu di monitor dan memastikan kebutuhan pasien
terpenuhi, pasien dalam keadaan aman, nyaman dan tertangani dengan benar.
Pasien harus diberi kesempatan untuk minum, BAK/BAB, selain itu diberikan
range of motion jika membutuhkan untuk meningkatkan kenyamanan. Perawat
atau petugas yang melakukan pengawasan harus memahami tanda-tanda adanya
gangguan pada fisik atau psikologis pasien.
3. Hal-hal yang harus didokumentasikan saat restrain pasien antara lain:
- Situasi darurat yang menyebabkan diharuskan menggunakan restrain
- Alternatif intervensi lain tidak bisa dilakukan dengan aman
- Nama dari petugas yang melakukan restrain
- Waktu dan tanggal pemasangan restrain dan kapan restrain dilepaskan
- Respon pasien saat dilakukan restrain
- Memberikan alasan kepada pasien kenapa harus dilakukan restrain dan
apa yang bisa membuat tidak di restrain lagi
4. Pasien yang di restrain harus ditempatkan di area yang tidak bisa dilihat pasien
yang lain dan tempat dimana pasien tidak berpotensi untuk mengalami cedera
oleh pasien yang lain
Pembebasan pasien dari restrain:
1. Seorang pasien harus dibebaskan dari restrain segera setelah tampak tidak akan
menimbulkan bahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain dan memenuhi
kriteria perilaku untuk penghentiannya. Setiap pasien yang direstrain harus diberi
tahu tentang perilaku yang menyebabkan direstrain dan perilaku yang diperlukan
untuk pelepasannnya. Dokumentasi pelepasan restrain juga harus tertera nama dan
gelar staf yang membebaskan pasien, serta tanggal dan waktu rilis.
2. Setelah pasien dibebaskan dari restrain, perawat harus mengamati, mengevaluasi,
serta mendokumentasikan kondisi fisik dan psikologis pasien
3. Setelah dilakukan restrain, harus dilakukan penjelasan kepada pasien untuk
mengurangi kemungkinanan direstrain lagi di masa depan dan memberikan
dukungan pada pasien. Setiap tindakan restrain harus memperhatikan hal-hal
berikut:
● Review kejadian dengan pasien yang direstrain. Pasien harus diberi
kesempatan untuk memproses peristiwa direstrain sesegera mungkin dan
tidak melebihi 24 jam setelah dilepaskan.
● Peninjauan insiden dengan semua tenaga kesehatan yang terlibat.
4. Setiap tindakan yang menggunakan prosedur restrain harus menggunakan standar
yang ditetapkan oleh Restraint Oversight Committee yang isinya termasuk
tenaga kesehatan harus melakukan setidaknya tinjauan mingguan dari setiap
penggunaan restrain dan memantau pola penggunaan, untuk memastikan tindakan
restrain terbatas penggunaanya guna mencegah atau mengurangi frekuensi dan
durasi penggunaan dengan pasien. Meski tidak ditentukan dalam MHCA 2017,
hal itu akan memberikan kredibilitas bagi pembentukan kesehatan mental.
BAB IV
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Perawat dapat memahami indikasi dan kontraindikasi restrain
2. Perawat dapat memahami hal-hal yang harus dikaji dan diobservasi selama pemasangan
restrain sehingga pasien aman dari bahaya dan tetap nyaman

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Restrain merupakan tindakan pembatasan atau pencegahan pergerakan bagian
tubuh pada orang lain. Restrain ditujukan untuk meminimalisir pergerakan sehingga
didapatkan dampak ketenangan pasien. Restrain merupakan salah satu teknik dan
manajemen krisis pada pasien dengan gangguan jiwa. Tindakan pemasangan restrain
sendiri memiliki standar yang harus dilaksanakan mulai dari indikasi pemasangan restrain
hingga pelepasan restrain. Selanjutnya, diharapkan perawat dapat melakukan standar
pemasangan sampai dengan pelepasan restrain dengan benar dan tepat pada pasien
dengan gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Gale Springer, R. (2015). When and how to use restraints Learn about possible indications
for restraint , types of restraints ,. American Nurse Today, 10(1), 26–27.
Guerrero, P., & Mycyk, M. B. (2020). Physical and Chemical Restraints (an Update).
Emergency Medicine Clinics of North America, 38(2), 437–451.
https://doi.org/10.1016/j.emc.2020.02.002
Health, O. of C. P. S. (2019). Guide to review of restraint & seclusion. Mentall Health
Restraint & Seclusion Toolkit Fact Sheet 5, 1–8. Retrieved from
https://www.sahealth.sa.gov.au/wps/wcm/connect/8867bb804903bbc99808ff0e3d7ae4
ad/MH+R
%26S+Fact+Sheet+5+Guide+to+Review+to+Review+of+Restraint+and+Seclusion+an
d+Audit+Tools.pdf?MOD=AJPERES&CACHEID=ROOTWORKSPACE-
8867bb804903bbc99808ff0e3d7ae4ad-mN5SxFw
Kandar, Prabawati setyo Pambudi. (2014). Efektifitas Tindakan Restrain Pada Pasien
Perilaku Kekerasan Yang Menjalani Perawatan Di Unit Perawatan Intensif Psikiatri
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, Prosiding Konferensi Nasional Ikatan
Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia.
Mind. (2015). Restraint in mental health services. What the Guidance Says. Retrieved from
www.mind.org.uk/media/3352178/restraintguidanceweb.pdf
MIND. (2013). Mental health crisis care: physical restraint in crisis, (June), 32. Retrieved
from
https://www.mind.org.uk/media/197120/physical_restraint_final_web_version.pdf
Raveesh, B. N., & Lepping, P. (2018). Major depressive disorder comorbid severe
hydrocephalus caused by Arnold – Chiari malformation Does exposure to a seclusion
and restraint event during clerkship influence medical student ’ s attitudes toward
psychiatry ? Indian Journal of Psychiatry, 59(4), 2017–2018.
https://doi.org/10.4103/psychiatry.IndianJPsychiatry
Sethi, F., Parkes, J., Baskind, E., Paterson, B., & O’Brien, A. (2018). Restraint in mental
health settings: Is it time to declare a position. British Journal of Psychiatry, 212(3),
137–141. https://doi.org/10.1192/bjp.2017.31

Anda mungkin juga menyukai