Makalah METODE HARGA POKOK PESANAN Kel.2
Makalah METODE HARGA POKOK PESANAN Kel.2
Makalah METODE HARGA POKOK PESANAN Kel.2
Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
Josafat Benedict
M.Fachri Arifin
JURUSAN AKUNTANSI
2021
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak,
sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh
manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada Ibu Dosen yang telah
membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah berjudul “Metode
Harga Pokok Pesanan” ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah semoga apa yang telah
kelompok kami susun ini penuh manfaat.
Penyusun,
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
B. Pembahasan......................................................................................................5
1. Pendahuluan...........................................................................................6
2. Analisis dan Pembahasan......................................................................6
3. Kesimpulan dan Saran...........................................................................7
BAB III....................................................................................................................8
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN....................................................................8
A. Kelebihan...................................................................................................8
B. Kekurangan...............................................................................................8
BAB IV....................................................................................................................9
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................9
B. Saran..........................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Metode harga pokok pesanan adalah suatu metode pengumpulan biaya produksi untuk
menentukan harga pokok produk pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar
pesanan. Atau Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produk dengan
memasukkan seluruh komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya
overhead pabrik tetap. Di dalam metode full costing, biaya overhead pabrik yang bersifat
variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif yang
ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik
sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok
persediaan produk selesai yang belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga
pokok penjualan) apabila produk selesai tersebut tidak dijual.
BAB II
PEMBAHASAN
Tiap pekerjaan harus dapat diidentifikasikan menurut sifat fisiknya dan masing-
masing biayanya
Setiap pekerjaan harus dapat dibedakan secara fisik sehingga pembebanan biaya dapat
dibedakan dan dicata dengan tepat untuk pekerjaan yang bersangkutan
Permintaan atau pemakaian bahan baku dan biaya-biaya tenaga kerja langsung
diidentifikasikan menurut nomor dari masing masing pekerjaan (job number)
Overhead pabrik yang merupakan biaya produksi tidak langsung biasanya dibebankan
kepada masing-masing pekerjaan berdasarkan suatu tarif yang ditetapkan lebih dahulu
Setiap pekerjaan mempunyai daftar biaya atau kartu harga pokok yang menghimpun
dan mengikhtisarkan biaya-biaya yang dibebankan kepada masing-masing pekerjaan
yang bersangkutan
Laba atau rugi serta biaya atau harga pokok persatuan produk ditentukan untuk
masing-masing pekerjaan
Kartu Harga Pokok (Job Order Cost Sheet)
Kartu harga pokok adalah buku tambahan ( subsidiary ledger) dari akun barang dalam
proses.
Biaya produksi untuk mengerjakan pesanan tertentu dicatat secara rinci di dalam kartu harga
pokok pesanan yang bersangkutan.
Biaya produksi dipisahkan menjadi:
Biaya produksi langsung terhadap pesanan tertentu
Biaya produksi tidak langsung dalam hubungannya dengan pesanan tersebut.
Biaya produksi langsung dicatat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan secara
langsung. Sedangkan biaya produksi tidak langsung dicatat dalam kartu harga pokok
produksi berdasarkan tarif tertentu.
Dalam mencatat arus biaya produksi biasanya menggunakan akun buku besar dan buku
tambahan sebagai berikut :
Prosedur pencatatan pemakaian bahan baku dengan menggunakan metode mutasi persediaan.
Pada setiap pemakaian bahan baku harus diketahui pesanan mana yang menggunakannya,
dengan jurnal.
Pencatatan dan pembebanan biaya tenaga kerja untuk penentuan harga pokok dan pekerjaan
perkerjaan yang dilaksanakan. Pada dasarnya dilakukan dealam dua metode yaitu :
untuk tenaga kerja langsung ( direct labor) dan tenaga kerja tidak langsung (indirect labor)
yang dihimpun dari kartu kartu waktu (time cards). Kartu kartu waktu ini menyediakan data
atau catatan mengenai jumlah jam yang diperkerjakan oleh tenaga kerja dan dibayar
berdasarkan upah per jam.
Yaitu biaya tenaga kerja langsung dibebankan ke akun barang dalam proses dan tenaga kerja
tidak langsung dibebankan ke biaya overhead pabrik.. data dikumpulkan dari kupon-kupon
pwaktu pekerjaan (labor time tickets) dari masing masing tenaga kerja untuk vberbagai
pekerjaan. Jumlah jam dari kupon-kupon waktu tersebut dicocokkan dengan jumlah jam yang
dihimpun dari kartu waktu sehingga daftar gaji dan upah dapat ditentukan dengan akurat.
Dalam metode ini, BOP atau Biaya Overhead Pabrik harus dikenakan pada tiap pemesanan
menurut tarif yang ditentukan di muka. BOP yang terjadi selama periode satu tahun
dikumpulkan kemudian di akhir tahun dibandingkan dengan yang dibebankan pada produk
atas dasar tarif pencatatan BOP yang dibebankan kepada produk. Jurnal penutupan rekening
BOP yang dibebankan adalah:
Biaya produksi yang terdapat dalam kartu harga pokok dijumlahkan dan dikeluarkan dari
rekening Barang Dalam Proses dengan jurnal:
Perlakuan akuntansi untuk barang rusak dapat dapat dilakukan dengan cara :
A. Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan
kepada biaya overhead pabrik (factory overhead control). Perlakuan akuntansi seperti
ini dapat dilakukan apabila sifat kerusakannya adalah:
1. Normal, tetapi tidak terjadi pada tingkat yang sama untuk masing-masing
pekerjaan, dan
2. Abnormal, disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan yang sebetulnya
dapat dihindarkan, dengan demikian biaya kerusakan sudah diperhitungkan dalam
tarif biaya overhead pabrik yang ditetapkan dimuka (predetermined factory
overhead)
Sebagai ilustrasi: PT Restu selama bulan Juni 2011 menghasilkan 10.000 unit produk
berdasarkan pesanan dari pelanggan. Biaya bahan langsung Rp 600 per unit, biaya tenaga
kerja langsung Rp 400 per unit, dan biaya overhead pabrik yang dibebankan ke produksi
adalah 125% dari biaya tenaga kerja langsung. Hal ini berarti biaya per unit adalah Rp 1.500
(Rp600 + Rp400 + (Rp400 x 125%)). Dalam tarif biaya overhead pabrik ini sudah termasuk
taksiran biaya kerusakan sebesar Rp50 per unit produk. Pencatatan atas biaya-biaya pekerjaan
selama bulan Juni adalah sebagai berikut.
(Dr) Barang dalam Proses 15.000.000
Anggaplah terjadi kerusakan sejumlah 200 unit sebagai akibat dari kejadian kerugian yang
normal, namun demikian barang yang rusak ini diperkirakan masih dapat dijual dengan harga
Rp100 per unit. Maka pencatatan untuk kerugian atas barang yang rusak adalah sebagai
berikut.
Apabila harga jual dari barang rusak ini berbeda dengan taksiran harga persedian yang telah
dicatat, maka selisihnya akan ditambahkan atau dikurangi ke akun biaya overhead pabrik.
Sebagai contoh, seluruh barang rusak tersebut dijual secara tunai dengan harga Rp 22.000.
pencatatan dalam jurnal sebagai berikut.
Dari biaya produksi yang terjadi selama bulan Juni 2011 sebesar Rp 15.000.000, produk yang
selesai hanya 9.800 unit sebagai akibat adanya kerusakan sebanyak 200 unit. Dengan
demikian harga pokok produk menjadi Rp 14.700.000 setelah dikurangi dengan biaya
produksi dari 200 unit yang rusak. Pencatataan atas barang yang selesai adalah sebagai
berikut.
Dalam biaya dari jumlah unit yang selesai tersebut, terdapat biaya overhead pabrik yang
dibebankan atas unit yang rusak sebesar Rp 490.000 (9.800 x Rp 50). Apabila dilakukan
analisis biaya overhead, maka akan menghasilkan selisih yang menguntungkan sebesar
Rp250.000, maka dalam jumlah ini termasuk selisih yang diakibatkan oleh jumlah unit yang
rusak sebesar Rp210.000 (Rp280.000 – Rp490.000) yaitu selisih antara biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya dan biaya overhead pabrik yang dibebankan (applied).
B. Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan secara
langsung kepada pekerjaan yang bersangkutan. Perlakuan akuntansi seperti ini dapat
dilakukan jika sifat kerusakannya adalah sebagai berikut.
1. Normal, terjadi pada suatu tingkat yang sama dengan masing-masing pekerjaan.
Dalam kondisi ini, maka taksiran biaya kerusakan dapat diperhitungkan sebagai
elemen dari tarif biaya overhead pabrik yang ditetapkan di muka (the
predetermined overhead rate), dengan demikian masing-masing pekerjaan akan
dibebankan dengan biaya keusakan pada saat pembebanan biaya overhead kepada
pekerjaan-pekerjaan tersebut. Alternatif lain adalah tidak membebankan biaya
kerusakan dalam perhitungan overhead pabrik, hal ini untuk memudahkan
pengendalian biaya.
2. Disebabkan adanya persyaratan secara langsung oleh pelanggan, biaya-biaya
kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisasi untuk barang rusak
tersebut dibebankan kepada pekerjaan yang bersangkutan dan taksiran mengenai
biaya kerusakan juga tidak dimasukan dalam perhitungan tarif biaya overhead
pabrik.
Sebagai ilustrasi: PT Restu menerima pesanan khusus sejumlahh 800 unit produk dari PT
Hasta. Biaya bahan per unit produk adalah lebih mahal dari pada produksi yang biasa yaitu
sebesar Rp750 karena adanya permintaan atas kualitas yang lebih tinggi dari PT Hasta.
Spesifikasi pesanan ini memerlukan teknik produksi yang sulit sekali, dan karena
itukerusakan normal akan dibebankan kepada pesanan ini. Tarif biaya overhead pabrik
112,5% dari biaya tenaga kerja langsung atau Rp450, tidak termasuk biaya kerusakan per
unit. Berdasarkan uji coba yang dilakukan oleh PT Restu dari 10 unit produk yang
dihasilkann hanya bisa diperoleh 8 unit yang sesuai dengan pesanan khusus tersebut. Dengan
demikian, untuk memenuhi pesanan 800 unit harus dikeluarkan biaya untuk memproduksi
sebanyak 1.000 unit. Pencatatan dalam jurnal adalah sebagai berikut.
Untuk 200 unit yang tidak memenuhi spesifikasi pesanan dapat dijual dengan harga Rp400
per unit. Pencatatan untuk jumlah unit yang rusak adalah sebagai berikut.
Pekerjaan yang sudah selesai sebanyak 800 unit langsung dikirim ke PT Hasta. Pencatatan
dalam jurnal adalah sebagai berikut.
Biaya per unit produk dari pesanan PT Hasta menjadi lebih tinggi karena adanya pembebanan
kerugian dari unit yang rusak sebesar Rp240.000 (Rp320.000 – Rp80.000). Biaya per unit
produk selesai untuk pesanan PT Hasta adalah sebesar Rp1.900 (Rp1.520.00 : 800 unit).
Apabila persediaan barang rusak dijual dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah
daripada harga persediaan semula, maka selisih terssebut dalam ilustrasi ini dikredit atau
dibebankan ke akun beban pokok penjualan. Akan tetapi, apabila penjualan terjadi pada saat
pekerjaan belum selesai atau sudah selesai tetapi belum diserahkan ke pelanggan maka dapat
dikoreksi ke akun biaya overhead pebrik (factory overhead control) yang sesungguhnya.
Barang cacat (defective goods) adalah barang-barang yang tidak memenuhi standar produksi
karena kesalahan dalam bahan, tenaga kerja atau mesin dan harus diproses lebih lajut agar
memenuhi standar mutu yang ditentukan.
Dua metode akuntansi yang dapat digunakan untuk mencatat biaya tambahan atas proses
penyempurnaan unit-unit yang cacat dari suatu pekerjaan pesanan, adalah sebagai berikut.
1. Biaya tambahan untuk menyempurnakan unit-unit yang cacat dibebankan ke akun biaya
overhead pabrik (factory overhead control) jika sifat cacat barang adalah normal, tetapi
tidak terjadi pada tingkat yang sama antara pekerjaan yang yang satu dengan yang
lainnya atau kecacatan ini dikarekan oleh suatu kejadian luar biasa yang tidak diharapkan
akan terjadi lagi. Jika cacatnya bersifat normal maka berdasarkan pengalaman yang lalu
jumlah biaya tambahan tersebut dapat diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik.
Sebagai ilustrasi, anggaplah bahwa PT Wahana menerima pesanan dari yayasan Multi
Karya sebanyak 100 unit produk. Biaya bahan adalah Rp2.000 per unit, biaya tenaga
kerja langsung sebesar Rp1.500 per unit, sedangkan biaya overhead pabrik dibebankan ke
produksi dengan tarif 150% dari biaya tenaga kerja langsung. Dalam tarif ini sudah
dipertimbangkan biaya tambahan atas unit-unit yang cacat sebesar 10%. Selama
pengolahan pekerjaan pesanan ini ditemukan 8 unit yang cacat dan akan diolah kembali
dengan jumlah biaya bahan langsung dan tenaga kerja langsung sebesar Rp10.000 dan
Rp12.000 dan biaya overhead pabrik adalah 150% dari biaya tenaga kerja langsung.
Pencatatan dalam jurnal untuk transaksi-transaksi tersebut adalah sebagai berikut.
Pada saat terjadinya barang sisa tidak ada pencatatan pencatatan dalm jurnal. Pencatatan
hanya dilakuakan pada saat penjualan terjadi. Sebagai contoh, barang sisa dijual secara tunai
dengan harga Rp125.000 maka pencatatan dalam jurnal adalah sebagai berikut.
Apabila nilai penjualan dari barang sisa ini telah diperhitungkan dalam menentukan
tarif biaya overhead pabrik, maka pencatatan dalam jurnal dapat dilakukan sebagai berikut.
Apabila barang sisa berasal dari suatu pekerjaan atau departemen di mana taksiran
harga jual dari barang sisa diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik, maka
pencacatan dalam jurnal adalah ssebagai berikut.
1. Kartu yang hanya mencatat masuk dan keluarnya barang sisa dalam kuantitas saja.
Jenis kartu ini untuk dasar pencatatan dalam jurnal dan pengakuan pendapatan sesuai
dengan ilustrasi sebelumnya, yaitu pada saat barang sisa tersebut dijual.
2. Kartu yang mencatat kuantitas maupun nilai rupiah dari barang sisa. Jenis kartu yang
kedua ini menggunakan akun. Persediaan barang sisa sebagai akun pengendali
( controlling account). Untuk nilai dari persediaan barang sisa ditetapkan sesuai harga
pasar pada waktu barang sisa diterima dan dicatat oleh petugas gudang. Masih
menggunakan contoh sebelumnya, maka pencatatan dalam jurnal adalah sebagai
berikut.
Pada saat penerimaan barang sisa oleh gudang
(Dr) Persediaan Barang Sisa 125.000
(Cr) Pendapatan lain-lain 125.000
Pada saat pengakuan pendapatan (penjualan barang sisa)
(Dr) Kas 125.000
(Cr) Persediaan Barang Sisa 125.000
Akan tetapi, bila harga jual yang sesungguhnya berbeda dengan harga pasar pada waktu
pencatatan persediaan barang sisa, maka selisih harga tersebut akan dikoreksi tergantung
akun apa yang semula dikredit. Sebagai contoh, harga jual adalah Rp120.000. Pencatatan
dalam jurnal atas penjualan barang sisa tersebut adalah sebagai berikut.
Prosedur pencatatan dengan menggunkan akun persediaan barang sisa dan kartu-kartu
persediaan sebagai buku tambahan (subsidiary ledger) akan menjadi mahal, sehingga aspek
pengendalian ini menjadi tidak berarti terutama apabila barang sisa tersebut nilainya relatif
kecil.
Buku Pabrik
Yg dimaksud dengan buka pabrik disini adalah penyelengaraan pencatatan yang terpisah
disetiap pabrik. Hal ini dilakukan dalam kondisi dimana kantor pusat dan pabrik letak atau
lokasinya berjauhan satu sama lain atau dalam hal suatu perusahaan mempunyai beberapa
pabrik pada tempat yang berbeda, Maka fungsi dapat diselenggarakan secara desentralisasi.
Seiring Dengan kemajuan Teknologi Informasi maka bisa saja pencatatan akuntansi
dilakukan secara web -( Based berdasarkan jaringan ) Sehingga buku pabrik tidak lagi
diperlukan. Melalui Buku pabrik masing-Masing pabrik menyelenggarakan buku pabrik
secara terpisah dan pada akhir periode laporan yang dihasilkan oleh pabrik akan digabungkan
dengan laporan kantor pusat dalam rangka menghasilkan laporan keuangan secara
keseluruhan. Dengan adanya buku pabrik maka pencatatan dan pelaporan biaya dapat
dilaksanakan dengan segera, Sehingga laporan keuangan bisa selesai tepat waktu bergantung
pada organisasi dan operasi bisnis dari perusahaan yang bersangkutan Apabila Pabrik
melakukan fungsi produksi juga melakukan fungsi lainnya. Seperti penjualan dan personalia,
Maka kegiatan akuntansi yang dilakukan tentu akan Lebih banyak. Semakin luas
desentralisasi di mana kewenangan yang diberikan kepada pabrik maka meningkat pula
aktivitas fungsi akuntansi yang ada di Pabrik.
Bab 3
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Metode harga pokok pesanan adalah suatu system akuntansi biaya perpetual yang
menghimpun biaya menurut pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dalam metode ini biaya-biaya
produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok produksi per satuan dihitung
dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan
produk dalam pesanan yang bersangkutan. Pada pengumpulan harga pokok pesanan di mana
biaya yang dikumpulkan untuk setiap pesanan/kontrak/jasa secara terpisah dan setiap pesanan
dapat dipisahkan identitasnya. Transaksi-transaksi yang dicatat sebagai biaya produksi dalam
akun barang dalam proses ini biasanya berasal dari pemakaian bahan langsung,
pendistribusian dan pengalokasian biaya tenaga kerja ke pekerjaan-pekerjaan yang
bersangkutan,dan pembebanan biaya overhead pabrik dengan menggunakan tarif tertentu.
Dalam proses produksi memungkinkan timbulnya produk rusak. Jadi manajemen mengetahui
informasi produk rusak, apakah produk rusak tersebut sifatnya normal atau abnormal.
Sedangkan dari segi akuntansi biaya timbul masalah untuk perlakuan akuntansi atas produk
rusak dalam penentuan harga pokok produksi. Maka perusahaan perlu memperhitungkan
adanya unit ekuivalen untuk menentukan harga pokok produk selesai, harga pokok produk
dalam proses maupun harga pokok untuk produk rusak. Sehingga dapat menghasilkan
perhitungan ataupun informasi harga pokok produk yang akurat sesuai dengan metode harga
pokok produksi. Biaya produksi untuk mengerjakan pesanan tertentu dicatat secara rinci di
dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan. Dan semua data yang ada di kartu
harga pokok produksi masuk ke buku pabrik dan setelah satu periode buku pabrik di serahkan
ke kantor pusat dan kantor pusat akan mengevaluasi kinerja dari setiap parik.
Saran