Makalah Diet Dan Gizi (Kelompok 4)
Makalah Diet Dan Gizi (Kelompok 4)
Makalah Diet Dan Gizi (Kelompok 4)
Lutfianti (2020011388)
DIII KEPERAWATAN
AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA
SEMARANG 2020/2021
BAB II
PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Seperti gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, penyakit ginjal tahap akhir (gagal ginjal
terminal), sindroma nefrotik dan batu ginjal. Mengingat fungsi ginjal telah terganggu,
penatalaksanaan diet difokuskan pada pengaturan dan pengendalian asupan energy, protein,
cairan,dan elektrolit natrium, kalium, kalsium, dan fosfor.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Dapat mengetahui pengertian gagal ginjal
Dapat mengetahui penyebab malnutrisi pada gagal ginjal
Dapat mengetahui diet pada gagal ginjal
2. Tujuan Khusus
Dapat menjelaskan tujuan dan syarat diet pada gagal ginjal
Dapat mengetahui jenis diet dan indikasi pemberian
Dapat mengetahui diet sindroma nefrotik
BAB II
PEMBAHASAN
Gagal ginjal dapat terjadi secara langsung (akut) atau dalam jangka waktu yang lama
(kronis). Gagal ginjal akut terjadi akibat penurunan fungsi glomerular dan tubular yang
terjadi secara mendadak, berakibat pada kegagalan ginjal untuk mengekskresikan produk sisa
nitrogen dan menjaga homeostasis cairan dan elektrolit.
Gagal ginjal akyt dapat disebabkan karena terjadinya penurunan aliran darah, yang
dapat merupakan akibat dari infeksi yang parah (serios injury), dehidrasi, daya pompa jantng
menurun (kegagalan ginjal), tekanan darah yang sangat rendah (shock), atau kegagalan hati
(sindroma hepatorenalis).
Berdasarkan penyebabnya, gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi prerenal, intrarenal,
dan postrenal. Klasifikasi faktor penyebab preneral adalah akibat turunnya aliran darah yang
mendadak ke ginjal seperti gagal jantung, shock atau kehilangan darah akibat lesi atau
trauma. Faktor intrarenal yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut antara lain infeksi,
racun, obat atau trauma langsung yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan ginjal.
Sedangkan faktor postrenal yang dapat menyebabkan gagal ginjal akut adalah berbagai faktor
yang dapat mencegah pengeluaran urine (retensi urine) akibat dari obstruksi (sumbatan) pada
saluran kencing.
Pada pasien dengan gagal ginjal Kronis akan terjadi beberapa kelainan metabolik
seperti:
Tingginya angka prevalensi malnutrisi terjadi pada pasien dengan gagal ginjal.
Penyebab malnutrisi ini disebabkan oleh intake makanan yang kurang. Indikator status gizi
seperti turunnya intake makanan dan masa otot merupakan salah satu penyebab secara
independen terhadap kematian 12 bulan lebih dini.
Penurunan masa otot atau protein serum dapat menyebabkan respon fase akut yang
berhubungan dengan kondisi kesakitan. Kondisi kesakitan dapat menyebabkan meningkatnya
sitokin penyebab inflamasi dan menyebabkan malnutrisi serta peningkatan angka kematian.
Pengaturan diet yang terlalu ketat pada pasien gagal ginjal dapat menyebabkan
malnutrisi pada pasien gagal ginjal. Diet ginjal; yang membatasi asupan protein, garam,
kalium, fosfor, dan air semakin menyebabkan malnutrisi dan rendahnya intake makanan.
Intervensi diet seharusnya tidak terlalu ketat sebelum status gizi dan kebiasaan makan
diketahui serta pasien gagal ginjal sudah jelas membutuhkan pembatasan diet.
Malnutrisi pada pasien gagal ginjal juga dapat disebabkan karena aktivitas bakteri
pada usus dan meingkatnya katabolisme tubuh. Asidosis merupakan faktor tambahan yang
menggambarkan katabolisme dalam tubuh pasien. Asidosis pada pasien gagal ginjal akan
menghambat aktivitas osteoblast dan meningkatkan aktivitas osteoclast yang menyebabkan
osteodystrophy pada pasien gagal ginjal.
Dialisis atau cuci darah merupakan salah satu metode untuk memperlama umur
pasien gagal ginjal. Selain itu, dialysis dapat dignakan untuk memperlama waktu pasien
gagal ginjal sebelum dilakukan transplantasi ginjal. Dialisis juga dapat mengembalikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Dialisis bekerja dengan cara menyingkirkan kelebihan
cairan dan sampah dari darah melalui proses difusi, osmosis, dan uktrafiltrasi.
Pada hemodialisis, sebuah tabung kecil yang dapat membawa darah ke dalam sebah
alat yang disebut dengan dialyzer yang dibuat dari material yang berfungsi sebagai membran
semipermeable. Pada peritoneal dialysis, membran semipermeabel ini diganti oleh peritoneal
membran pada tubuh yang banyak mengandung pembuluh darah dan dapat digunakan untuk
menyaring darah. Cara kerja dari hemodialisis peritoneal ini adalah dialysate diinfuskan ke
dalam kateter yang akan masuk ke dalam rangan peritoneal.
Pada dialysis dengan menggunakan dialyzer, efek merugikan yang dapat ditimbulkan
antara lain infeksi pada pembuluh darah, penjendalan darah, hipotensi akibat aliran darah
ditarik keluar menuju dialyzer, kram pada otot terutama pada tangan, kaki, dan ltt. Selain it,
anemia jga dapat terjadi pada pasien dengan homedialisis akibat hilangnya darah di dalam
dialyzer. Efek merugikan lainnya adalah beberapa pasien merasa pusing, lemah, nausea,
vomiting, dan berkunang-kunang.
Menurut National Kidney Fondation’s, kebutuhan kalori pada pasien gagal ginjal
pada hemodialisis dalam kondisi metabolik yang seimbang adalah 30 sampai 35
kalori/Kg. Rumus untuk mengetahui berat badan perkiraan adalah sebagai berikut:
2. Kebutuhan Protein
Kebutuhan protein pada pasien gagal ginjal sangat bergantung pada jenis yang
gagal ginjal yang dialami oleh pasien dan jenis dialysis yang dilakukan oleh pasien. Pada
pasien dewasa dengan gagal ginjal kronis yang tidak menerima dialysis, maka konsumsi
nitrogen perkilogram bahan makanan adalah 0,6 gram apabila kebutuhan kalori terpenuhi
dan protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein dengan nilai biologis yang tinggi.
Kebutuhan protein pada pasien gagal ginjal akut adalah sekitar 0,6-0,8 gram per
kilogram berat badan tubuh apabila fungsi ginjal sudah menurun dan tidak mengalami
dialysis. Sedangkan apabila fungsi gagal ginjal sudah membaik dan terdapat perlakuan
dialysis maka kebutuhan protein adalah 1,2-1,3 gram per kilogram berat badan.
3. Kebutuhan Vitamin
Pasien dengan gagal ginjal sangat riskan untuk defisiensi beberapa mikronutient.
Pasien dengan dialysis dapat kehilangan vitamin larut air seperti thiamine, asam folate,
pyridoxine dan asam askorbat (vitamin C). Akan tetapi, pasien yang gagal ginjal akan
menyebabkan turunnya ekskresi vitamin A dan menyebabkan hypervitaminosis A.
Sehingga konsumsi vitamin A perlu mendapat perhatian. Konsumsi vitamin E sangat
dibutuhkan sebagai antioxidant sehingga mencegah asidosis pada pasien. Konsmsi vitamin
E sebesar 300-800 I dapat mencegah oksidasi pada sel. Akan tetapi, hal ini masih menjadi
sesat yang controversial.
Vitamin Rekomendasi
Thiamin 1,1-1,2 mg/hari
Riboflavin 1,1-1,3 mg/hari
Niacin 14-16 mg/hari
Asam pantotenat 5 mg/hari
Piridoksin 10 mg/hari
Sianokobalamin 2,4 mg/hari
Biotin 30 mcg/hari
Asam askorbat 75-90 mg/hari
Asam Folat 1 mg/hari
Zink 15 mg/hari
4. Kebutuhan Mineral
a. Kalsium
Kalsium adalah mineral yang sangat penting untuk pembentukan tulang yang
kuat. Namun makanan yang mengandung kadar kalium yang baik biasanya juga
mengandung kadar fosfat yang tinggi.
b. Fosfat
Seperti juga Uremi, ginjal yang rusak tidak lagi mampu untuk membuang fosfat
dari darah yang menyebabkan tingginya kadar fosfat dalam darah. Kadar fosfat yang
tinggi dapat menyebabkan tubuh kehilangan kalsium dalam darah. Jenis makanan yang
mengandung kadar fosfat sebagai berikut:
- Produk susu seperti susu, keju, puding, yogurt, dan ice cream
- Kacang-kacangan, selai kacang
- Minuman seperti bir, cola maupun jenis soft drink lainnya.
c. Kalium
Kalium merupakan salah satu mineral yang penting bagi tubuh kita terutama
untuk membantu otot dan jantung bekerja dengan baik. Kalium dengan kadar yang
cukup tinggi banyak ditemukan pada makanan seperti:
Sedangkan makanan yang mengandung protein yang tinggi seperti daging sapi,
daging babi, dan ikan.
d. Sodium
Apabila pasien makan per oral, semua bahan makanan boleh diberikan; batasi
penambahan garam apabila ada hipertensi, edema, dan asites, serta batasi makan sayur
dan buah tinggi kalium bila ada hyperkalemia.
- Gagal Ginjal Kronis
Ada tiga jenis diet yang diberikan menurut berat badan pasien, yaitu:
1) Diet Protein Rendah I : 30g protein. Diberikan pada pasien dengan berat badan 50
kg.
2) Diet Protein Rendah II : 35g protein. Diberikan pada pasien dengan berat badan 60
kg.
3) Diet Protein Rendah III : 40g protein. Diberikan pada pasien dengan berat badan 65
kg.
F. Diet Sindroma Nefrotik
1. Pengertian Sindroma Nefrotik
Sindroma Nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh
proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m luas permukaan tubuh per hari),
hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria,
hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer
(idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak
diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Saat ini gangguan
imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung
oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin
urine serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah Perifer pasien SN yang mencerminkan
kelainan imunitas yang diperantarai sel T.
Pada anak-anak (<>(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% <> (30%-
50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2:1. Kejadian
SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun, sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.
Sindrom Nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes
melitus.
Pada SN primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau melakukan
biopsi ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi.
a) Tujuan Diet
o Tujuan Diet Sindroma Nefrotik adalah untuk:
o Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
o Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
o Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigiserida.
o Mengontrol hipertensi.
o Mengatasi anoreksia.
b) Syarat Diet
o Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif, yaitu 35
kkal/kgBB per hari.
o Protein sedang, yaitu 1,0 g/kg BB, atau 0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein
yang dikeluarkan melalui urine. Utamakan penggunaan protein bernilai biologik
tinggi.
o Lemak sedang, yaitu 15-30% dari kebutuhan energi total.
o Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energi.
o Natrium dibatasi, yaitu 1-4 g sehari, tergantung berat ringannya edema.
o Kolesterol dibatasi <>
o Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urine
ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.
c) Jenis Diet dan Cara Pemberian
Karena gejala penyakit bersifat individual, diet disusun secara individual pula
dengan menyatakan banyak protein dan natrium yang dibutuhkan di dalam diet.
o Pendidikan pasien
o Prinsip diet tinggi protein, rendah natrium dan diet rasional
Pasien harus dianjurkan untuk makan daging, ikan, ayam atau leguminosa.
Pasien juga harus diterangkan bahwa keinginan akan makanan asin akan menurun
setelah 3 bulan mengikuti diet dengan pembatasan natrium.
o Pemantauan retensi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Malnutrisi
pada penderita gagal ginjal disebabkan oleh intake makanan yang kurang. Diet yang
dilakukan berbeda-beda tergantung tingkat penyakit gagal ginjal yang dialami. Pemberian
diet pada penderita gagal ginjal yang baik juga dapat mempercepat proses penyembuhan.
B. Saran
1) Diet dipantau oleh ahli gizi dan juga dokter.
2) Perhatikan kadar kalsium, protein dan kolesterol pada penderita gagal ginjal.
3) Selama proses penyembuhan penderita gagal ginjal banyak mengkonsumsi air putih.
Daftar Pustaka
Almatsier, S. Penuntun Diet. Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2005.
budiboga.blogspot.com/.../diet-bagi-penderita-penyakit-ginjal.html
Burgess DN, Bakris GL. Rental and electrolyte disorders. In: Stein JH (Ed). Internal Medicine.
Fauci, A.S., Kasper, D. L., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., et Al.
harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/.../gagal-ginjal-kronik
Moore M.C. Buku Pedoman Terapi Diet dat dan Nutrisi. Edisi II. Jakarta : Hipokrates, 1997.
Nahas AM. Chronic Kidney Disease: the global challenge. Lancer 2005, p. 365:331-340.
Orth SR, Ritz E. The nephrotic syndrome. N Engl J Med 1998; 338: 1202-10.
tsuki.files.wordpress.com/2007/01/nefrologi-6-ggapgk.ppt
www.ygdi.org/kidney-disease/.../diet-rendah-protein.html