Kerajaan Kutai Dan Demak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

KLIPING

TENTANG

SEJARAH KERAJAAN KUTAI DAN

KERAJAAN DEMAK

OLEH

HANDOKO

KELAS VI C

SDN 009 SANGATTA UTARA

TAHUN PEMBELAJARAN 2019-2020


Sejarah Kerajaan Kutai
kerajaan kutai
Kerajaan Kutai (Kutai Martadipura) adalah kerajaan bercorak hindu yang terletak di muara
Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam. Kerajaan Kutai berdiri sekitar
abad ke-4. Nama kerajaan ini disesuaikan dengan nama daerah tempat penemuan prasasti,
yaitu daerah Kutai. Hal ini disebabkan, karena setiap prasasti yang ditemukan tidak ada yang
menyebutkan nama dari kerajaan tersebut. Wilayah Kerajaan Kutai mencakup wilayah yang
cukup luas, yaitu hampir menguasai seluruh wilayah Kalimantan Timur. Bahkan pada masa
kejayaannya Kerajaan Kutai hampir manguasai sebagian wilayah Kalimantan.

a. Sumber Sejarah

     Sumber yang mengatakan bahwa di Kalimantan telah berdiri dan berkembang Kerajaan
Kutai yang bercorak Hindu adalah beberapa penemuan peninggalan berupa tulisan (prasasti).
Tulisan itu ada pada tujuh tiang batu yang disebut yupa. Yupa tersebut adalah tugu batu yang
berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa
tersebut diketahui Raja Mulawarman yang memerintah Kerajaan Kutai pada saat itu. Nama
Mulawarman dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi
pada Kaum Brahmana.

b. Kehidupan Politik

       Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi
perubahan dalam kepemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan kepala suku yang
memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan. Berikut
beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:

- Raja Kudungga

    Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Dapat kita lihat, nama raja tersebut
masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa
pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja
Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia
mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja,
sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.

- Raja Aswawarman

    Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat.
Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan
dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara ini pernah
dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas
wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk
menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan tapak kaki kuda yang
nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan
Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai.
-Raja Mulawarman

     Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya.
Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya,
Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera
hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak.

c. Runtuhnya Kerajaan Kutai

          Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja
Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji
Mendapa. Kerajaan Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi Kerajaan Islam yang bernama
Kesultanan Kutai Kartanegara.

Peninggalan Kerajaan Kutai

Berikut ini beberapa peninggalan sejarah dari keajaan Kutai :


Prasasti Yupa

Prasasti yupa adalah peninggalan sejarah dari kerajaan Kutai yang tertua. Dari prastasi inilah
terdapat sumber sejarah tentang kerajaan Hindu yang terdapat di Muara Kaman, di tepi
Sungai Mahakam, Kalimantan.

Secara garis besar isi prastasi Yupa menceritakan tentang aspek kehidupan politik, sosial,
budaya di kerajaan Kutai saat itu. Prastasti yupa diyakini menggunakan bahasa sansekerta
dan huruf pallawa yang berasal dari India.

Ketopong Sultan

Ketopong adalah mahkota yang dipakai oleh Sultan di kerajaan Kutai yang terbuat dari emas
dilengkap dengan hiasan batu-batu permata, motif bungan, kijang dan burung. Ketopong
sultan ini memiliki berat emas sekitar 2kg.
Ketopong Sultan di temukan di Muara Kamai, Kutai Kartanegara pada tahun 1890.Kita dapat
melihat replika atau tiruan dari ketopong sultan ini di Monumen Nasional (Monas) Jakarta,
masih diabadikan sampai saat ini sebagai sumber sejarah yang langka.

 Kalung Ciwa

Kalung ciwa merupakan benda sejarah yang ditemukan ketika masa pemerintahan Sultan Aji
Muhammad Sulaiman. Kalung ciwa dinilai unik dan sangat mahal, karena terbuat dari emas.
Kalung ciwa pada awalnya ditemukan oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan Muara
Kaman pada tahun 1890, lalu diserahkan kepada Sultan.

Sejak saat itu kalung ciwa digunakan sebagai perhiasan kerajaan Kutai dan juga digunakan
setiap ada pesta penobatan sultan baru.

Kura-kura emas

Kura-kura emas yang berukuran sekepalan tangan ini ditemukan di Long Lalang, daerah yang
berada di sekitar hulu Sungai Mahakam. Dari sumber sejarah diketahui informasi, bahwa
kura-kura emas ini merupakan persembahan atau lamaran dari seorang pangeran di Cina
untuk Putri Raja Kutai, Aji Bidara Putih.

Benda bersejarah yang menjadi saksi awal pernikahan putri raja kutai ini masih tersimpan di
Museum Mulawarman dalam bentuk replika atau tiruannya.

Pedang sultan kutai


Pedang ini mempunyai ukiran yang unik, terdapat gambar harimau di gagang pedang dan
gambar buaya di ujung pedangnya. Seperti melambangkan, kegagahan dan keberanian sultan
kutai. Pedang sultan kutai sering menemani sultan dalam perperangan dan juga merupakan
pedang kesayangan sultan.

Sampai saat ini benda sejarahnya ini masih tersimpan di Museum Nasional Jakarta dalam
bentuk replika atau tiruannya yang masih diabadikan sebagai sumber sejarah.

Keris Bukit Kang

Keris Bukit Kang merupakan keris yang digunakan oleh istri raja yaitu Permaisuri Aji Putri
Karang Melenu, permaisuri dari Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan sejarah,
permaisuri ini merupakan bayi yang ditemukan dalam sebuah gong yang terhanyut di atas
bambu.

Di dalam gong yang ditemukan tersebut terdapat bayi perempuan, telur ayam dan sebuah
kering. Kering inilah diyakini oleh kebanyakan orang sebagai Keris Bukit Kang.

Singgasana Sultan

Singgasana Sultan merupakan benda sejarah yang masih terjaga sampai saat ini dan
diletakkan di Museum Mulawarman. Singgasana yang dilengkapi dengan payung serta
umbul-umbul ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman serta raja-raja sebelumnya
di kerajaan Kutai.

Di Museum Mulawarman, singgasana sultan ini dibentuk dan di modifikasi ulang dalam
bentuk replika atau tiruan yang masih tetap di abadikan.
Sejarah Kerajaan Demak

KERAJAAN DEMAK

A. Cikal Bakal Kerajaan Demak

Islam untuk pertama kali masuk ke Jawa pada abad ke-14, (tahun 1399 M) yang dibawa oleh
Maulana Malik Iibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di
Gresik. Beliau adalah orang arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada masa itu yang berkuasa
di Jawa adalah Kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit yang bernama Sri
Kertabhumi mempunyai istri yang beragama Islam bernama Putri Cempa. Kejadian tersebut
sangat berfaedah bagi dakwah Islam. Ternyata Putri Cempa melahirkan seorang putra yang
kemudian diberi nama Raden Fatah dan menjadi raja Islam yang pertama di Jawa (Demak).
Munculnya Kerajaan Islam pertama itu bukan karena agresi agama Islam terhadap agama
Hindu yang dipeluk oleh Kerajaan Majapahit, tetapi lebih disebabkakn karena kelemahan dan
kehancuran Majapahit setelah wafatnya Gajah Mada dan raja Hayam Wuruk. Demak mulai
dikenal sejak abad ke-15 sebagai kerajaan becorak Islam yang pertama di pulau Jawa. Namun
dari beberapa tradisi lisan dan Karya sastra daerah dapat dketahui bahwa daerah itu sudah
berperan beberapa puluh tahun sebelumnya. Tradisi itu antara lain mengatakan bahwa Raden
Patah, pendiri Kerajaan Demak, pada dasarnya masih mempunyai hubungan keluarga dengan
penguasa japahit. Letak Demak yang tidak terlalu jauh dari pantai menyebabkan kota ini
banyak dikunjungi oleh para pedagang (dan penyiar agama Islam), mungkin sudah sejak abad
ke-14. Namun sampai sekarang pengetahuan kita mengenai kota ini hanya sebatas pada
kedudukannya sebagai pusat politik kerajaan Islam pertama di Jawa. Mengenai apa dan
bagaimana sosok kota itu sendiri, sedemikian jauh belum banyak diungkapakan.

B. Letak Kerajaan

Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal
kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari bupati daerah pesisir Jawa Tengah
dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam. Pada masa sebelumnya Kerajaan Demak
bernama Bintaro yang merupakan daerah Vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. De Graaf
dan Pigeud (1989) dalam uraiannya menjelaskan bahwa Demak pada zaman dahulu terletak
di pantai selat yang memisahkan pegunungan Muria dari Jawa. Selat yang cukup lebar dan
dapat dilayari kapal-kapal dagang inilah yang memungkinkan Demak akhirnya menjadi satu
pelabuhan yang terkenal

C. Lapisan-lapisan Sosial

Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang tersedia, lapisan-lapisan sosial yang terdapat di


Demak dapat dikelompokkan kedalam 3 tingkatan, yaitu lapisan atas, lapisan tengah, dan
lapisan bawah. 1. Lapisan atas Kelompok masyarakat yang paling terpandang karena status
atau tingkat kehidupan ekonominya yang tinggi adalah (1). Raja dan keluarganya, (2).
Pejabat tinggi kerajaan dan (3). Para ulama besar/syekh. Raja adalah tokoh puncak dalam
piramida penduduk dan merupkan tokoh yang menjadi panutan utama baik didalam
kalangannya sendiri maupun bagi golongan-golongan masyarakat yang berada diluarnya.
Satu hal penting yang menjadikan raja sebagai tokoh panutan yang diterima adalah karena
raja yang menjadi pendiri suatu dinasti, merupakan penerus dari dinasti sebelumnya. Dalam
hal ini raja pertama Demak, terdapat cerita tradisi yang menghubungkan penguasany sebagai
keturunan dari raja-raja Majapahit. Disamping raja adalah para istri, anak-anak dan kerabat-
kerabat lain yang mempunyai pertalian darah maupun melalui hubungan perkawinan. Mereka
adalah golongan bangsawan yang memperoleh kedudukan yang penting karena telah
digariskan (ascribed status), bukan karena edudukan yang telah diperjuangkan (achievement
status). Masih dalam lapisan penguasa, adalah para pejabat tinggi kerajaan khususnya para
patih. Menurut catatan musafir Pires dapat disimpulkan bahwa raja-raja yang berkuasa di
Demak pada mulanya adalah seorang penguasa yang memiliki gelar Patih (pate). Disamping
pejabat karajaan yang mengurusi soal-soal yang bersifat keduniawian, juga terdapat pejabat
kerajaan ang terutama bekerja untuk masalah-masalah umum keagamaan dan hukum Islam,
mereka adalah para ulama dan imam besar kerajaan. Dalam kisah-kisah tradisi disebutkan
bahwa kerajaan Demak dikenal memiliki 5 imam, yaitu (1). Pangeran (Sunan) Bonang; (2).
Makdum Sampang; (3). Kiai Gedeng Pambayun ing Langgar; (4). Penghulu Rahmatullah dari
Undung; dan (5). Pangeran Kudus atau Pandita Rabani. Imam-imam tersebut sangat tunduk
kepada raja yang menjadi pelindung mereka, akan tetapi dapat terjadi mereka marasa bebas
bila pengaruh kekuasaan duniawinya semakin besar sehingga dimungkinkan bagi mereka
untuk mempunyai hubungan dengan pemimpin-pemimpin rohani yang lain. Bahkan pada
masa Mataram, posisi para iamam besra tersebut bisa sangat besar pengaruhnya terhadap
kekuasaan raja dan kerabatnya sebagaimana halnya para Brahmana terhadap raja-raja Hindu.
Hal menarik dalam kaitannya dengan para elit kerajaan Demak adalah bahwa mereka atau
nenek moyang mereka berasal dari negeri asing. Raja-raja Demak dapat diyakini sebagai
keturunan Cina sedangkan tokoh-tokoh ulama besar berasal dari negeri “di Atas Angin”,
yaitu dari Barat. Ini dapat ditafsirkan ai negeri-negeri Melayu,India atau Arab. 2. Lapisan
tengah Termasuk ke dalam kelompok ini adalah (1). Para imam dan santri; (2). Para prajurit
atau tentara; (3). Para pedagang menengah; (4). Para penjaga masjid dan makam suci; dan
(5). Para penulis kronik. Para imam ini pada awalnya mempunyai kekuasaan denga jalan
memimpin shalat wajib 5 waktu. Meskipun demikin kekuasaan mereka sesungguhnya tidak
hanya menyangkut hal-hal yang bersifat rohani, tetapi meluas sampai hal-hal yang bersifat
duniawi. Perlu ditekankan bahwa di dalam Islam pada asasnya tidak menenkankan perbedaan
antara hal-hal yang bersifat rohani dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Para imam masjid
ini selalu disebut “penghulu” yang dalam bahasa Melayu berarti “kepala” pada umumnya
tanpa ati khusus di bidang keagamaan. Pada lapisan ini juga terdapat pedagang menengah,
mungkin sekali pedagang-pedagang Cina dan bangsa-bangsa asing lainnya, terutama dari
Asia Barat. Dalam cerita tradisi tidak banyak diceritakan secara khusus mengenai golongan
ini, tetapi catatan-catatan musafir asing hampir selalu menceritakan posisi penting golongan
Cina dan Asia Barat ini, sebagai kelompok pedagang yang berhasil dikota-kota pelabuhan di
pesisir utara Jawa. Penjaga masjid dan makam orang-orang suci, mungkin sekali merupakan
pekerjaan yang hanya dimugkinan dengan seizin pejabat kerajaan atau bahkan diatur sendiri
oleh raja. Makam dan masjid memiliki arti yang sangat penting bagi kerajaan Islam sebagai
kekuatan yang besar. Menjaga masjid mungkin dapat diartikan dengan menjaga pilar negara
sedangkan menjaga makam orang-orang suci mungkin berarti melindungi dan melestarikan
legitimasi. 3. Lapisan bawah Termasuk ke dalam lapisan ini adalah (1). Para petani dan
nelayan; (2). Para tukang dan pengrajin; (3). Para pedagangkecil; dan (5). Para seniman.
Sesungguhnya sumber cerita-cerita tradisimaupun catatan-catatan berita asing sangat sedikit
menuliskan kelompok masyarakat kelas bawah ini. Namun berdasaran keterangn tidak
langsung dari cerita-cerita tradisi yang ada dapat diduga bahwa mereka dapat dikelompokkan
berdasarkan profesinya di masa lalu. Jumlah terbesar dari kelompok ini adalah petani dan
nelayan. Para tukang dan pengrajin adalah kelompok masyarakat yang melayani kebutuhan-
kebutuhan khusus dari kelompok masyarakat lain, baik yang menyangkut kebutuhan
peralatan rumah tangga seperti gerabah dan alat-alat masak dan perlengkapan yang
menyertainya; alat-alat pertanian seperti pacul, bajak; parang dan alat-alat tajam sejenisnya;
alat transportasi air seperti perahu denga berbagai jenis dan ukuran, serta alat-alat
penangkapan ikan. Tukang-tukang kayu dan bangunan pada umumnya termasuk ke dalam
kelompok ini. Para pedagang kecil adalah mereka yang melakukan usaha komersial bukan
dilakukan dengan organisasi yang baik dengan orientasi komersial yang jelas, tetapi
merupakan usaha pribadi atau keluarga yang dilakukan dengan skala kecil. Kelompok ini
biasanya merupakan pedagang ecer yang menjual sebagian barang milk tuannya, atau
menjual barang kelontong dalam partai-partai kecil dalam bentuk warung kecil. Masih
termasuk golongan bawah adalah para seniman. Kelompok ini pasti merupakan bagian dari
masyarakat yang cukup berperan. Cerita-cerita tradisi memberikan keterangan adanya
beberapa macam kesenian yang dikenal oleh orang Jawa pada masa Demak dan sesudahnya,
yaitu wayang orang, wayang topeng, gamelan, mocopatan. Semuanya ini tentu ada kelompok
khusus yang melestarikan dan mengembangkannya, mereka adalah kelas seniman.

D. Politik dan Agama

Elit politik dan elit agam menduduki tempat yang khusus dalam pemerintahan karajaan
Demak. Penyebutan gelar “Sultan” bagi raja-raja Demak sebagaimana diceritakan oleh
babad-babad tradisi, memberi petunjuk bahwa raja, selain sebagai pimpinan politik, juga
sebagai pimpinan agama. Perluasan politik kerajaan Demak ke Jawa Barat, Tengah dan
Timur selalu dibarengi dengan dakwah agama. Bahkan mungkin raja-raja Demak
menganggap masjid Demak merupakan lambang kerajaan Islam mereka. Tidak
mengherankan bahwa setelah beberapa abad kemudian masjid menjadi amat penting
dikalangan orang-orsng Jawa. Sebelum memasuki abad ke-16, Demak erupakan bagian dari
kekuasaan Majapahit yang beragama Hindu, tetapi wilayah kerajaan ini mulai kehilangan
kontrolnya terhadap wilayah Demak, agama Islam yang nampaknyasudah berkembang jauh
sebelum masa itu, mulai mendominasi kehdupan masyarakat Demak. Sumber tertulis yang
dapat dipercaya mengenai awal mula dan berkembangnya Islam di Demak tidak mudah untuk
diperoleh, namun kesusastraan Jawa abad ke-17 dan 18 banyak menceritakan kehidupan para
wali, yaitu orang-orang saleh yang dianggap menyabarkan Islam di Jawa. Cerita-cerita itu
biasanya menyebut jumlah para wali ada 9 orang ( De Graaf 1989:29-30).rganisasi Dengan
dibentuknya Walisanga ini, dakwah di Jawa semakin memperoleh bentuknya yan lwbih
mantab. Raden Fatah menjadi Raja adalah berdasarkan keputusn para Wali. Pada tahun 1476
Raden Fatah mendirikan sebuah pondok Pesantren Gelagah Arum yang menjadi kota Bintoro
serta mendirikan organisasi dakwah bernama Bayangkari Islam. Diantara kitab agama dari
peninggalan zaman itu ialah usul 6 Bis (Bismillah) Perimbon, Suluk Sunan Bonang, Suluk
Sunan Kalijaga dan Wasito Jati Sunan Geseng. Sebaliknya kerajaan Demak memberikan
bantuan yang besar kepada dakwah Islam yang dilakukan oleh para wali. I. Raja-raja Demak
1) Raden Patah Menurut cerrita rakyat Jawa Timur, Raden Patah merupakan keturunan raja
terakhir dari karajaan Majapahit, yaitu raja Brawijaya V. Setelah dewasa, Raden Patah
diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah.
Raden Patah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya
kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena memiliki daerah pertanian yang luas
sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu Kerajaan Demak menjadi
agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan
madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudra Pasai. Pada masa
pemerintahan Raden Patah, wilayah kekuasaan Kerajaan demak meliputi Jepara, Tuban,
Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Disamping itu Kerajaan
Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan
dan Gresik yang berkambang menjadi pelabuhan transito. Kerajaan Demak berkembang
sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Jasa para wali dalam
penyebaran agama Islam sangat besar, baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa, seperti
penyebaran agama Islam di Maluku dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur
dilakukan oleh seorang penghulu dari Kerajaan Demak yang bernama Tunggang Parangan.
Pada pemerintahan Raden Patah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunannya
dibantu oleh para Walisanga. Akan tetapi ketika Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis
pada tahun 1511 M, hubungan Demak dan Malaka terputus. Kerajaan Demak merasa
dirugikan oleh Portugis dalam aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, pada tahun 1513 M
Raden Patah memerintahkan Adipati Unus memimpin pasukan Demak untuk menyerang
Portugis di Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat dan
persenjataannya lengkap. Atas usahanya itu Adipati Unus mendapat julukan Pangeran
Sabrang Lor. 2) Adipati Unus Setelah Raden Patah wafat, tahta Kerajaan Demak dipegang
oleh Adipati Unus. Ia memerintah demak dari tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan
Adipati Unus tidak begitu lama karena ia meninggal dalam usia yang masih sangat muda dan
tidak meninggalkan seorang putra mahkota. Walaupun usia pemerintahannya tidak begitu
lama, namun namanya cukup dikenal sebagai pangliam perang yang memmpin pasukan
Demak menyerang Portugis di Malaka. Setelah Adipati Unus meninggal, tahta Kerajaan
Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana. 3) Sultan Trenggana
Sultan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya
Kerajaan Demak mencapai kejayaannya. Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah
kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada tahun 1522 M, Kerajaan Demak mengirim
pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan). Daerah-daerah yang
berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan pada daerah
ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan Pajajaran. Armada
Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak yang dipimpin Fatahillah. Dengan
kemenangan tersebut Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti
kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian
diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta. Dalam usaha usaha memperluas kekuasaannya ke
Jawa Timur Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa
Timur berhasil dikuasai seperti Madiun, Gresik, Tuban, dan Malang. Tetapi ketika
menyerang Pasuruan Sultan Trenggana gugur .

II. Walisanga

Kata wali berasal dari bahasa arab kekasih atau penguasa, dalam Al Quran, banyak terdapat
kata wali yang berarti kekasih. Misalnya : surah Yunus ayat 62-63, Al Baqarah ayat 257, Ali
Imran ayat 68, Al-Jatsiyah ayat 19, As sajadah ayat 94 dan lain sebaainya. Ayat-ayat tersebut
menggambarkan tentang adanya orang-orang yang sangat taat beribadah kepada Allah,
sehingga mereka disebut kekasih Allah. Kita dapat membayangkan bagaimana hubungan
antara pihak kekasih dengan yang mengasihi. Para Walisanga ditinjau dari kepribadian dan
perjuangan dakwahnya termasuk kekasih Allah. Jika ditinjau dari tugas dan fungsinya dalam
kerajaan Demak, mereka adalah para penguasa pemerintahan. Oleh karena itu mereka
mendapat gelar Susuhunan (Sunan), yaitu sebagai penasihat dan pembantu raja. Dengan
demikian, maka sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi rakyat umum dan kalangan
pemerintah. Umumnya orang hanya mengenal nama sembilan wali yang kenamaan saja, yaitu
:

1. Maulana Malik Ibrahim

2. Sunan Ampel

3. Sunan Bonang
4. Sunan Giri

5. Sunan Derajat

6. Sunan Kalijaga

7. Sunan Kudus

8. Sunan Muria

9. Sunan Gunung Jati

Padahal selain nama-nama wali tersebut di atas, ada pula nama-nama lain yang sebenarnya
termasuk pula ke dalam dewan Walisanga, dan ada pua makamnya yang sampai sekarang
masih sering diziarahi orang. Sebab apabila ada seorang wali meninggal dunia, maka
tempatnya digantikan oleh muballigh lain, yan kemudian diberi gelar wali pula.

Anda mungkin juga menyukai