Makalah Strategi Pengembangan Profesi Guru (Kelompok X)
Makalah Strategi Pengembangan Profesi Guru (Kelompok X)
Makalah Strategi Pengembangan Profesi Guru (Kelompok X)
Makalah ini Disusun untuk memenuhi Tugas mata kuliah Profesi Guru
DOSEN PENGAMPU :
Kartika Retno
Siti Aisyah
Assalamu’alaikum Wr,Wb segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT,
karena berkat rahmat serta hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “strategi pengembangan profesi guru” dalam rangka untuk memenuhi tugas mata
kuliah Profesi Guru.
Dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan bagi kami.
Akhir kata kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami
mengucapkan banyak terima kasih.
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting, dengan pendidikan
manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, dapat mendorong peningkatan
kualitas manusia dalam bentuk meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun
psikomotor, dengan pendidikan manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai
kemungkinan yang akan terjadi.
Pendidikan merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta didik guna
memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi yang dapat bermanfaat bagi
kehidupan dirinya sendiri maupun masyarat. Dalam hal ini jelas menuntut kualitas
penyelenggaraan pendidikan yang baik serta pendidik (guru) yang profesional, agar kualitas
hasil pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu
pendidikan dituntut untuk selalu memperbaiki, mengembangkan diri dalam membangun
dunia pendidikan.
Profesi guru (pendidik) pada saat ini masih dianggap sebagai suatu profesi sampingan.
Hal ini terjadi bahwa guru tidak menunjukkan bahwa profesi seorang guru itu sangat
berperan dalam suatu Negara. Seandainya guru dapat menunjukkan keprofesionalannya
sebagai guru tentu profesi guru itu dapat dianggap sebagai profesi yang berperan di
Indonesia. Oleh karena itu hal inilah yang melatar belakangi penulis dalam menyusun
makalah ini, disamping sebagai tugas terstruktur mata kuliah Etika Profesi Keguruan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja pengembangan profesionalisasi guru?
2. Bagaimana mengenai model pengembangan guru?
3. Apa Tantangan dan problematik pengembangan profesionalisasi guru?
4. Bagaimana cara Implementasi program pengembangan profesionalisasi guru?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
pendekatan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan guru peserta pelatihan dan
permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah-tengah mereka. Dua variabel penentu
keberhasilan pelatihan yang terbukti memberi sumbangan hampir 62% menjadi prioritas
dalam pelatihan yaitu Elaborasi pengetahuan dan Cooperative-correlative. Ini berarti
bahwa Model Training and Development Personnel akan berhasil jika :
1) kurikulum atau kualitas materi dan metode pelatihan memungkinkan peserta membangun
pengetahuannya yang baru dan bermakna (elaborasi).
2) menerapkan kooperative learning yang mana materi pelatihan terkait dengan permasalahan
SD dimana guru bertugas. Temuan ini memperkokoh teori kunstruktivisme yang terbukti
efektif dalam pelatihan Model Training and Development Personnel. Model pelatihan yang
terdiri atas lima langkah kegiatan yang kemudian dimodifikasi menjadi
3) tahap ini memungkinkan guru peserta pelatihan dapat bukan hanya menyerap pengetahuan,
melakukan/terampil, berinteraksi memperdalam pengetahuan dan keterampilan mereka, serta
merefleksikan apa yang telah dipelajari, tetapi juga membangun pengetahuan yang baru dan
bermakna bagi kehidupan guru; dengan kata lain 5 hal tersebut merupakan syarat suatu
desain zpelatihan yang berhasil telah terpenuhi. Sehingga memang layak jika pelatihan ini
berhasil mengembangkan profesionalisme guru abad 21 sebagai agen perubahan yang
didukung oleh 2 variabel independen yang cukup berarti Elaborasi pengetahuan dan
Cooperative-correlative.
Seorang guru terlebih alumni program PJJ UKSW dengan visi pribadi yang “kuat”
senantiasa bertanya, dan bertanya lagi, untuk memperjelas intensi mengapa yang
bersangkutan sampai memilih profesi menjadi guru. Seorang guru akan mencintai perubahan
dan siap menghadapi tantangan abad 21, sehingga selalu mengperbaharui tugas paokok dan
fungsi sebagai guru yang profesional. Guru tersebut kalau mengikuti pelatihan dimana
pelatihan yang dijalani relevan dengan tugas pokok dan fungsinya beserta permasalahannya,
dilakukan secara kooperatif dengan dukungan materi yang memacu untuk membangun
pengetahuannya yang baru akan membantu mengembangkan kemampuan inspirasinya
sebagai agen perubahan. Apalagi didukung oleh kemampuan berpikir kritis dan kreatif; Jika
tugas-tugas pelatihan yang diikuti berkualitas maka wajar jika berpengaruh cukup tinggi
terhadap kemampuan profesionalisme guru abad 21.
Secara konvensional peningkatan keprofesionalan guru dilakukan melalui pelatihan.
Guru-guru direkrut kemudian dilakukan pelatihan dalam waktu tertentu, kadang-kadang
dilaksanakan di hotel. Umumnya pelatihan semacam ini tidak berbasis permasalahan di
sekolah. Juga pendekatan yang dilakukan bersifat top-down karena materi pelatihan sudah
ditetapkan oleh pusat. Padahal kebutuhan dan permasalahan guru belum tentu sama dari satu
3
daerah ke daerah lain. Pelatihan guru sering dilakukan oleh berbagai lembaga namun kurang
sistematik dan tidak berkelanjutan. Artinya, seorang guru bisa mengikuti berbagai pelatihan
sementara guru lain belum pernah mengikuti pelatihan. Selain itu, peningkatan
keprofesionalan guru melalui pola ini tidak ada jaminan pasca pelatihan untuk menerapkan
hasil pelatihan di sekolah masing-masing dan penyebaran hasil pelatihan kepada guru-guru
lain.
Dengan demikian kegiatan pelatihan guru konvensional ini kurang berdampak
Secarakonvensional peningkatan keprofesionalan guru dilakukan melalui pelatihan. Guru-
guru direkrut kemudian dilakukan pelatihan dalam waktu tertentu, kadang-kadang
dilaksanakan di hotel. Umumnya pelatihan semacam ini tidak berbasis permasalahan di
sekolah. Juga pendekatan yang dilakukan bersifat top-down karena materi pelatihan sudah
ditetapkan oleh pusat. Padahal kebutuhan dan permasalahan guru belum tentu sama dari satu
daerah ke daerah lain. Pelatihan guru sering dilakukan oleh berbagai lembaga namun kurang
sistematik dan tidak berkelanjutan. Artinya, seorang guru bisa mengikuti berbagai pelatihan
sementara guru lain belum pernah mengikuti pelatihan.
Selain itu, peningkatan keprofesionalan guru melalui pola ini tidak ada jaminan pasca
pelatihan untuk menerapkan hasil pelatihan di sekolah masing-masing dan penyebaran hasil
pelatihan kepada guru-guru lain. Dengan demikian kegiatan pelatihan guru konvensional ini
kurang berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan dalam rangka menghasilkan anak
bangsa yang cerdas dan berkepribadian.Adakah model alternatif peningkatan keprofesionalan
guru sebagai solusi terhadap model konvensional? Model pembinaan keprofesionalan guru
melalui lesson study merupakan alternatif peningkatan keprofesionalan guru dan
menawarkan solusi terhadap permasalahan pelatihan konvensional. Hal ini disebabkan lesson
study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara
kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning
untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu
Plan (merencanakan), Do(melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan
kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah
berakhir (continous improvement).
Langkah Pertama. Pelatihan guru melalui Lesson Study dimulai dari tahap
perencanaan (Plan) yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat
membelajarkan siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi dilakukan bersama,
beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru dan dosen dapat pula berkolaborasi untuk
4
memperkaya ide-ide. Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam
pembelajaran.
Langkah kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran
untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam
perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan
mengimplementasikan pembelajaran. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas
model pembelajaran yang telah dirancang. Guru-guru lain bertindak sebagai pengamat
(observer) pembelajaran. Juga dosen-dosen melakukan pengamatan dalam pembelajaran
tersebut. Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan memandu kegiatan ini.
Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk
menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan
mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggukegiatan
pembelajaran tetapi mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran.
Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi (See). Setelah selesai
pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh
kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali
diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya
pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson learnt dari pembelajaran terutama
berkenaan dengan aktivitas siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan secara
bijak demi perbaikan pembelajaran. Sebaliknya, guru harus dapat menerima masukan dari
pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini
dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya Sebelum menguraikan definisi
Pengembangan profesi keguruan, terlebih dahulu kita mengetahui apa sebenarnya definisi
dari ketiga kata tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengembangan bisadiartikan dengan
proses atau perbuatan mengembangkan.Sedangkan menurut UU no 18 tahun 2002
Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan
memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk
meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada,
atau menghasilkan teknologi baru.Profesional merujuk pada dua hal yaitu orang yang
menyandang suatu profesi dan kinerja dalam melakukan pekerjaan yang sesuai denga
profesinya. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi
yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Sedangkan
profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota
5
penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau
perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.
6
b. Pengembangan nilai-nilai demokrasi
Demokrasi dalam bidang pendidikan adalah membangun nilai-nilai demokratis, yaitu
kesamaan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dan juga
kewajiban yang sama bagi masyarakat untuk membangun pendidikan yang bermutu. Dalam
pengertian ini, guru sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan itu sendiri
mempunyai tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri peserta didik menjadi
manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan tidak sekedar menjadi manusia yang
selalu mengekor seperti bebek yang hanya menerima petunjuk dari atasan dalam
mewujudkan pendidikan yang demokratis, perlu dilakukan berbagai penyesuaian dalam
sistem pendidikan nasional.
Sejalan dengan itu, pemberlakuan otonomi daerah memberikan peluang melakukan
berbagai perubahan dalam penataan sistem pendidikan yang pada hakekatnya adalah
memberikan kesempatan lebih besar kepad adaerah dan sekolah untuk mengembangkan
proses pendidikan yang bermutu sesuai dengan potensi yang dimilikinya, termasuk potensi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu meningkatkan mutu
pendidikan.
Pendidikan berbasis masyarakat dan manajemen berbasis sekolah merupakan
perwujudan nyata dari demokrasi dan desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk lebih
memberdayakan sekolah dan masyarakat dalam proses pendidikan demi mencapai prestasi
sesuai kemampuannya. Guru memiliki peran strategis dalam rangka mewujudkan prestasi
bagi peserta didiknya. Untuk itu, tantangan bagi guru dalam wacana desentralisasi pendidikan
adalah bagaimana melakukan inovasi pembelajaran sehingga dapat membimbing dan
menuntun peserta didik mencapai prestasi yang diharapkan.
7
Masyarakat yang demikian menuntut adanya pelayanan yang profesional dari para
pelakunya dan guru adalah seorang profesional dalam masyarakat seperti itu. Dengan kata
lain, guru dituntut untuk berperlaku dan memiliki karakteristik profesional oleh karena
tuntutan dan sifat pekerjaanya dan bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Dalam
masyarakat abad 21, hanya akan menerima seoran gyang profesional dalam bidang
pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat abad 21 adalah bagaimana menjadi seorang
guru yang profesional untuk membangun masyarakat yang mandiri, memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi, berprestasi, saling menghormati atas dasar kemampuan
individual, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan mematuhi nilai-nilai hukum yang
berlaku dan disepakati bersama.
8
Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat tergantikan,
misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan kepribadian atau membina
hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan lain-lain. Teknologi informasi hanya
mungkin menjadi pengganti fungsi penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber
bahan ajar. Bahan ajar yang semula disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah
menjadi pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan internet yang dapat diakses
oleh siapapun dari manapun secara individu. Inilah tantangan profesi guru. Apakah perannya
akan digantikan oleh teknologi informasi, atau guru yang memanfaatkan teknologi informasi
untuk menunjang peran profesinya.
Melalui penerapan dan pemilihan teknologi informasi yang tepat (sebagai bagian dari
teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang berkelanjutan dapat diharapkan. Perbaikan
yang berlangsung terus menerus secara konsisten akan mendorong orientasi pada perubahan
untuk memperbaiki secara terus menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat
menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan.
Sebaliknya, hal ini akan menjadi peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu
menyikapi dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologi informasi yang
tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan. Pemilihan jenis media sebagai bentuk
aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilih secara tepat, cermat dan sesuai kebutuhan,
serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan kita.
e. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan
Kini, paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke paradigma
desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah maka
menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula dikelola secara
sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo, bahwa salah satu tujuan dari desentralisasi adalah
untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan
dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan
berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan pendidikan)
harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.
Bergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik telah mengubah cara
pandang penyelenggara negara dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.
Pembangunan harus di pandang sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan
bukan semata kepentingan negara. Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa
manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari
solusi dan meraih hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih
9
luas. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian
mengatasi masalah yang dihadapinya, baik secara individual maupun secara kolektif.
Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan peran
serta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru akan
terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi masyarakat haruslah
menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi. Peran
serta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol
rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan
pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan
urutan prioritas pembangunan bagi dirinya atau kelompoknya. Dalam desentralisasi
pendidikan, pemerintah pusat lebih berperan dalam menghasilkan kebijaksanaan mendasar
(menetapkan standar mutu pendidikan secara nasional), sementara kebijaksanaan operasional
yang menyangkut variasi keadaan daerah didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan
sekolah.
Kurikulum dan proses pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, ada bagian yang
perlu dibakukan secara nasional, tetapi hanya terbatas pada beberapa aspek pokok, yaitu: (1)
Substansi pendidikan yang berada dibawah tanggung jawab pemerintah, seperti PKN,
Sejarah Nasional, Pendidikan Agama, dan Bahasa Indonesia; (2) Pengendalian mutu
pendidikan, berdasarkan standar kompetensi minimum; (3) Kandungan minimal kompeteten
setiap bidang studi, khususnya yang menyangkut ilmu-ilmu dasar; (4) Standar-standar teknis
yang ditetapkan berdasarkan standar mutu pendidikan. Dengan berbagai hal diatas tentunya
sistem desentralisasi merupakan suatu gagasan yang masih perlu dikaji lebih lanjut. Dalam
berbagai kasus mungkin bisa diterapkan akan tetapi belum tentu di kasus lain serupa bahkan
akan memperumit kasus tersebut.
10
diperlukan mutu individu yang kreatif dan inovatif. Kemampuan individu untuk bersaing
seperti itu, hanya dapat dibentuk oleh suatu sistem pendidikan yang kondusif dan memiliki
guru yang profesional dalam bidangnya.
Untuk itu, tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah bagaimana
guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu pengetahuan dan
teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan
demikian par asisiwa mempunyai bekal yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian
yang kuat sebagai bangsa Indonesia.
11
2.Melaksanakan pelatihan kepada guru guru senior agar mampu menyusun karya tulis
ilmiah.
3.Menghimbau perguruan tinggi dan “Pembina guru” serta widyaiswara untuk membantu
guru dalam menyusun karya ilmiah
4.Menghimbau guru agar mau melaksanakan pengembangan profesi(karya tulis ilmiah)sejak
dini(sebelum mencapai golongan IV A).
5.Menghimbau guru agar memilih jenis pengembangan profesi yang di kuasai oleh guru.
Pengembangan profesi yang menekankan kepada kemampuan guru dalam membuat
karya tulis ilmiah kini semakin penting dan perlu.Hal ini di sebab kan di samping karya tulis
ilmiah di jadikan unsur dalam kenaikan pangkat atau golongan,juga di pergunakan dalam
sertifikasi guru.Dalam permendiknas republic Indonesia no 18 tahun 2007 tentang
sertifikasi bagi guru dalam jabatan,komponen portofolio ada 10 dan salah satu nya adealah
karya pengembangan profesi,yaitu suatu karya yang menunjukkan ada nya upaya dan hasil
pengembangan profesi yang di lakukan.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Guru sebagai suatu profesi di Indonesia baru dalam taraf sedang tumbuh (emerging
proffesion) yang tingkat kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh profesi-
profesi lainnya sehingga guru dikatakan sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi
profesional. Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal.
Pengembangan guru sebagai profesi dapat dikembangkan melalui: (1) sistem pendidikan; (2)
sistem penjaminan mutu; (3) sistem manajemen; (4) sistem remunerasi; dan (5) sistem
pendukung profesi guru.
Tujuan pengembangan profesional guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga
kebutuhan: (1) kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang
efisien dan manusiawi; (2) kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staf
pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas; (3) kebutuhan untuk
mengembangkan dan mendorong keinginan guru.
Dalam mengembangkan profesi guru dapat dilakukan melalui berbagai strategi baik
dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun bukan pelatihan (diklat).
Pengembangan profesi guru di pedesaan diharapkan dapat membangun aktivitas-aktivitas
pengembangan staf melalui pembuatan keputusan kolaboratif dan penilaian kebutuhan lokal.
Dalam pengembangan profesi tenaga pendidik sebagai perancang masa depan hal
yang paling penting adalah membangun kemandirian di kalangan pendidik, sehingga dapat
lebih mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan pendidikan berkualitas.
Menjadi guru yang profesional diperlukan beberapa literatur dan pengembangan dalam diri
seorang guru yaitu dapat bersikap inovatif dalam melaksanakan peran dan tugasnya mendidik
peserta didik menuju kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.
13
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi, D. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
14
15