Telaah Kasus PFS Zahira

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

TELAAH KASUS

PIT AND FISSURE SEALANT

Oleh :

Raudatul Agva Zahira

2041412032

Pembimbing :

drg. Aria Fransiska, MDSc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
TELAAH KASUS

Pit and Fissure Sealent

Nama Operator : Raudatul Agva Zahira


No. BP : 2041412032
Perseptor : drg. Aria Fransiska, MDSc
TandaTangan :

A. Data Pasien
Nama Pasien : L.L
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 11 Tahun
Alamat : Jati Baru
No. Rekam Medik :-
Elemen Gigi : 14 dan 25

B. Pemeriksaan Subjektif
1. Chief Complain
Pasien datang ke klinik dokter gigi karena ingin kontrol gigi rutin.
2. Present Illness
Dari hasil pemeriksaan ditemukan pit dan fissure yang dalam pada gigi P1 kanan dan
P2 kiri atas
3. Past Dental History
Pasien pernah ke dokter gigi bersama orangtuanya untuk kontrol gigi rutin 6 bulan
yang lalu. Pasien menyikat gigi 2 kali sehari (pagi setelah makan dan malam sebelum
tidur), pasien kadang-kadang menyikat lidahnya. Pasien tidak memiliki kebiasaan
buruk seperti, mengunyah satu sisi, bruxism, bernafas melalui mulut dll. Pasien tidak
memiliki keluhan di rongga mulutnya.
4. Past Medical History
Pasien tidak dicurigai menderita penyakit sistemik, tidak mengonsumsi obat-obatan
jangka panjang, sedang tidak mengonsumsi obat, memiliki alergi terhadap makanan
dan obat.
5. Family History
Ayah, ibu, dan keluarga sedarah pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
6. Social History
Pasien seorang pelajar sekolah dasar kelas VI dan pasien tinggal bersama kedua
orangtua. Pasien makan 3 kali sehari, konsumsi buah dan sayur cukup, minum sekitar
8 gelas perhari, dan tidur 7-8 jam per hari.

C. Pemeriksaan Objektif
Elemen Gigi : 14 dan 25
Sondasi :-
Perkusi :-
Palpasi :-
Termal :+
Adanya pit dan fissure yang dalam.
Gambar Klinis Gigi

D. Diagnosa
Pulpa normal dengan pit dan fissure yang dalam
E. Rencana Perawatan
Pit fissure sealent
F. Prognosis
Baik
PROSEDUR KERJA
A. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Diagnostic Set Etching
Light cure Flowable Resin
Microbrush Articulating Paper
Bur Poles Komposit / White stone bur Cotton Roll
Low Speed handpiece Pumice dan brush

B. Tahap Pekerjaan

1. Lakukan oral profilaksis di seluruh permukaan gigi yang akan di aplikasikan pit dan
fissure sealant menggunakan brush dan pumice. Tujuannya untuk menghilangkan plak
dan debris yang akan menghambat proses etsa.
2. Bersihkan permukaan gigi dari sisa pumice dengan semprotan air dan udara.
3. Isolasi gigi menggunakan cotton roll
4. Aplikasikan etsa pada email, etsa dilakukan paling lama 1 menit. Perluas daerah etsa
sampai keujung cusp atau radius 3- 4 mm sekitar pit.
5. Cuci dan keringkan permukaan email dengan air dan udara selama 20-30 detik. Pasien
tidak boleh berkumur dan menelan.
6. Enamel yang dietsa harus tampak berwarna putih kabut.
7. Aplikasikan bahan flowable resin pada fissure dan biarkan mengalir ke seluruh fissure.
8. Light curing selama 20 detik. Ujung light cure harus sedekat mungkin dengan
permukaan sealant tanpa menyentuhnya. Ketika telah setting, sealant akan menjadi
keras, opaque, berwarna kuning.
9. Periksa dengan ujung sonde diatas permukaan resin untuk memastikan apakah seluruh
fissure sudah tertutup resin.
10. Cek oklusi menggunakan articulating paper.
11. Jika masih terdapat permukaan yang tidak rata, poles dengan white stone bur
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pit Fissure Sealent
Pit adalah bagian dari permukaan gigi yang berupa titik terdalam yang berada pada

pertemuan antar beberapa groove atau akhir dari groove. Istilah pit sering berkaitan

dengan fisur. Fisur adalah garis berupa celah yang dalam pada permukaan gigi. Pit dan

fisur yang dalam memungkinkan permukaan gigi lebih rentan terhadap karies karena pit

dan fisur yang dalam memudahkan retensi partikel makanan, plak yang tidak mudah untuk

dibersihkan. Bentuk pit dan fisur beragam, akan tetapi bentuk umumnya adalah sempit,

melipat dan tidak teratur. Hal ini memungkinkan bakteri dan sisa makanan menumpuk di

daerah tersebut.

Klasifikasi bentuk fisur :

 Tipe U: Lebar pada puncak hampir sama dengan lebar pada dasar fisur. Dangkal dan
lebar, cenderung mudah dibersihkan serta resisten terhadap karies.
 Tipe V: Lebar pada puncaknya dan menyempit pada dasar fisur. Dangkal dan lebar,
cenderung mudah dibersihkan serta resisten terhadap karies.
 Tipe I: Fisur dengan celah yang sempit. Dalam, sempit dan sedikit konstriksi
menyerupai leher pada botol, rentan terhadap karies.
 Tipe IK: dimana terdapat saluran yang sangat sempit, kemudian terdapat celah lebar
pada dasarnya
 Tipe Y: Menyerupai huruf ‘y’ terbalik dengan bifurkasi pada dasar fisur
. Pit and fissure sealant adalah metode yang paling efektif untuk mencegah karies pada

permukaan oklusal. Hal ini didasarkan pada isolasi fissure yang ketat dari lingkungan luar

yang bersifat kariogenik. Tujuan dari aplikasi pit dan fissure sealant adalah untuk menutup

area pit dan fisur yang dalam pada permukaan email gigi. Dengan demikian, area tersebut

tertutup dari aktivitas bakteri.

Indikasi Pit dan fisur sealent :

a. Gigi yang baru erupsi dengan fissure yang dalam dan secara klinis bebas karies

b. Pasien dengan disabilitas motorik yang menyebabkan kesulitan dalam menjaga oral

hygiene

c. Pasien dewasa yang sedang dalam perawatan medis yang menyebabkan

menurunnya aliran saliva.

d. Tidak ada karies proksimal.

e. Memungkinkan isolasi adekuat terhadap kontaminasi saliva

f. Seluruh gigi molar permanen pada anak dengan resiko karies gigi medium dan

tinggi. Gigi premolar juga diberikan bahan sealant pada anak dengan resiko karies

gigi tinggi.

g. Anak dengan resiko karies gigi rendah namun memiliki fissure yang dalam dan
retentive.

h. Gigi desidui posterior pada anak dengan resiko karies gigi tinggi.

i. Umur gigi erupsi kurang dari 4 tahun

Kontraindikasi pit dan fissure sealent :

a. Fisur yang lebar dan self cleansing baik

b. Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproksimal ataupun

oklusal pada gigi yang sama yang memerlukan perawatan dan restorasi.

c. Pit dan fisur gigi sudah pernah dilakukan restorasi.

d. Gigi erupsi sebagian dan tidak dapat dilakukan isolasi dengan teknik apapun.

e. Pasien tidak kooperatif untuk dilakukan isolasi selama prosedur tindakan.

Pemilihan Usia dan Gigi untuk Aplikasi Sealant

1) Usia 3-4 tahun: gigi molar desidui


2) Usia 6-7 tahun: gigi molar pertama permanen
3) Usia 11-13 tahun: molar pertama dan kedua juga seluruh premolar

permanen

B. Bahan Sealent

Karakteristik Sealant
Karakteristik ideal pit fissure sealant menurut Brauer (1978) sebagai berikut:

1) Mampu berpenetrasi ke fisur yang dalam dan sempit.


2) Memiliki kemampuan adekuat untuk mengalir dan mengisi permukaan.
3) Working time yang adekuat.
4) Curing cepat.
5) Daya larut rendah pada saliva.
6) Memperpanjang daya adhesi pada permukaan enamel.
7) Aksinya harus bersifat kariostatik dan mengiritasi minimal pada jaringan
(biokompatibel).
Beberapa macam bahan yang sering digunakan sebagai bahan pit and fissure sealent,

yaitu diantaranya bahan Glass Ionomer cement (GIC) dan bahan berbasis resin atau Resin
komposit (RK). Pada bahan-bahan ini dikatakan bahwa GIC memiliki efek fluoridasi

sehingga diharapkan dapat lebih baik untuk mencegah terjadinya karies, namun memiliki

retensi yang lebih rendah dibanding resin-based sealant. Pada penelitian lain dikatakan bahwa

GIC dan Resin-based Sealant/Resin Komposit(RK) tidak terjadi peningkatan karies yang

berarti setelah dievaluasi selama 6 bulan. Dan dikatakan juga bahwa resin-based sealant

lebih retentif dibandingkan dengan bahan GIC

1. Resin-based sealant

Sealant berbahan dasar resin biasanya berupa monomer urethane dimethacrylate

(UDMA) atau bisphenol A-glycidyl methacrylate (bis-GMA) yang dipolimerisasi baik

oleh aktivator dan inisiator kimia atau cahaya dengan panjang gelombang dan

intensitas tertentu. Sealant ini biasanya resin yang bersifat unfilled, tidak berwarna,

atau transparan atau dapat berupa resin filled, opak, sewarna gigi, atau putih.

Prosedur pengaplikasian dimulai dengan profilaksis pit dan fisur, pengetsaan asam

dan isolasi sampai sealant dibersihkan. Literatur menyarankan teknik tambahan,

seperti penggunaan bonding, daripada preparasi enamel secara mekanis. Setelah

selesai, retensi harus diperiksa dengan probe setelah polimerisasi untuk menilai

apakah sealant tersebut efektif.

2. Glass ionomer (GI) sealant

Glass ionomer sealant adalah sealant yang dikembangkan dan digunakan karena

sifatnya yang dapat melepas fluor, yang berasal dari reaksi asam basa antara bubuk

kaca fluoraluminosilikat dan larutan asam poliakrilat berbasis air.

Masalah utama dengan penggunaan GIC sebagai bahan sealant adalah kerapuhan

material saat digunakan pada bagian tipis di atas permukaan oklusal. Namun, telah

dibuktikan bahwa meskipun tingkat retensi sangat rendah, kejadian karies di bawah
sealant GIC rendah, dalam jangka panjang mirip dengan retensi sealant berbasis

resin.

a. Polyacid-modified resin sealant

Sealant resin yang dimodifikasi dengan polyacid, atau juga disebut sebagai

kompomer ini menggabungkan bahan berbasis resin yang ditemukan dalam sealant

berbasis resin tradisional dengan sifat pelepasan dan adhesi fluor dari sealant GI.

Bahan ini tidak mengandung air, bersifat hidrofobik dan dapat dipolimerisasi setelah

mengaplikasikan bonding, dan melepaskan fluorida, meskipun dalam jumlah yang

jauh lebih kecil.

b. Resin-modified GI sealant

Sealant ini pada dasarnya adalah sealant GI dengan komponen resin. Resin

digabungkan dengan GI untuk meningkatkan karakteristik fisik material. Jenis sealant

ini memiliki sifat pelepasan fluor yang sama dengan GI, tetapi memiliki waktu kerja

yang lebih lama dan sensitivitas air yang lebih rendah daripada sealant GI tradisional.

Sealant ini mengalami setting melalui reaksi asam basa dan sebagian melalui reaksi

polimerisasi foto-kimia.

D. Teknik Aplikasi Sealent

1. Teknik invasif minimal tanpa enameloplasti

2. Teknik enameloplasti minimal menggunakan bur atau laser


C. Prosedur Pit Fissure Sealant
1. Brushing Permukaan Gigi
Menurut T.R. Pitt Ford (1993) permukaaan oklusal harus dibersihkan dari plak

dengan menggunakan pumice kemudian dietsa. Pembersihan menggunakan sedikit

pumice dan air dengan sikat berkecepatan rendah untuk membersihkan fissure dan

permukaan gigi sekitarnya (Anlaw dan Rock, 1992). Syarat pumice adalah memiliki

kemampuan abrasif ringan, tidak mengandung minyak, tidak mengandung flour, memiliki

kemampuan poles yang bagus, tidak ada pencampur bahan perasa, mampu membersihkan

dan menghilangkan debris, plak dan stain (Kervanto, 2009). Pumice dicuci bersih dengan

semprotan air (air non-mineral atau air suling tanpa kontaminan), lalu sonde yang tajam

diseretkan sepanjang fissure. Cara ini akan menghilangkan plak pada daerah yang lebih

dalam yang tidak dapat dibersihkan dengan penyikatan. Kemudian gigi dicuci lagi dan

dikeringkan dengan menggunakan udara bersih tanpa kelembapan (Kidd dan Bechal,

1991).

2. Etsa Asam

Berikan asam fosfat 30-50% dengan gulungan kapas kecil atau spon, atau kuas kecil.

Perluas daerah etsa melewati fissure sampai ujung cups atau sampai radius 3-4 mm

sekitar pit. Jaga email tetap basah oleh asam selama 1 menit (Andlaw dan Rock, 1992).

Bahan etsa yang dipakai umumnya terdiri dari larutan asam fosfat 37% dalam air.

Beberapa etsa merupakan gel asam fosfat. Sebelum dietsa, permukaan email dibersihkan

dengan pumice. Asam fosfat diaplikasikan pada bagian tengah fissure dari permukaan

oklusal dengan kapas pellet kecil yang dipegang dengan pinset atau sikat halus. Larutan

didiamkan pada gigi selama 60 detik sebelum pembilasan permukaan dengan sejumlah air

selama 15 detik. Pembilasan penting dilakukan karena sisa-sisa asam fosfat dapat

mempengaruhi ikatan fissure sealant terhadap email. Apabila gigi yang telah dietsa

tersebut terkontaminasi saliva, maka prosedur etsa harus diulang (Craig, 1997). Menurut
Baum dkk (1997) asam yang menyerang email meninggalkan permukaan mikroskopis

yang tidak teratur. Jadi, bahan etsa membentuk microporosity pada email, yang

memungkinkan resin terkunci secara mekanis pada permukaan mikroskopis tersebut.

Resin tag kemudian menghasilkan suatu perbaikan ikatan resin pada gigi. Menurut

Kennedy (1992), akibat etsa pada email ada dua. Pertama, etsa menghilangkan debris,

plak serta lapisan email tipis di permukaan superfisial, termasuk kristal-kristal kecil yang

secara kimia terikat dalam email. Kedua, etsa akan menyebabkan email menjadi lebih

porus.

3. Pencucian

Air yang digunakan untuk melakukan pencucian memiliki syarat tertentu, yaitu: air

tersebut harus bersih, tidak mengandung mineral, dan tidak mengandung bahan

kontaminan (Kervanto, 2009). Menurut Kidd dan Bechal (1991), sesudah 60 detik, asam

dicuci bersih. Pertama menggunakan semprotan air dari semprit tripel agar sebagian besar

asam terbuang. Setelah itu diberikan semprotan air sebanyak 20ml dan udara secara kuat

selama 15-20 detik. Jika menggunakan asam fosfat dalam bentuk gel, lama pencucian dan

volume air harus ditambah, paling sedikit 30 detik untuk lebih memastikan bahwa gel dan

produk hasil reaksi asam sudah bersih. Pencucian yang tidak memadai atau kontaminasi

permukaan etsa oleh saliva akan mengganggu ikatan resin dengan email (Andlaw dan

Rock, 1992). Proses pencucian yang paling baik menggunakan air suling. Air suling tidak

mengandung bahan mineral dan bahan kontaminan lainnya, sehingga tidak menggangu

masuknya resin ke dalam celah-celah email gigi setelah dietsa.

4. Pengeringan

Email yang telah dietsa dikeringkan dengan menggunakan aliran air compressor yang

bebas dari kontaminasi minyak (Finn,1973; McDonald dan Avery, 1994; Koch, 1991).

Menurut Kidd dan Bechal (1991), fase ini sangat penting karena setiap kelembapan pada
permukaan yang sudah teretsa akan menghalangi penetrasi resin ke email. Lama

pengeringan yang dianjurkan minimal 15 detik. Syarat udara yang digunakan adalah,

udara harus kering, udara tidak membawa air (tidak lembab), udara tidak mengadung

minyak, dan udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung

ke permukaan gigi (Kervanto, 2009). Pada tahap ini daerah yang telah dietsa harus

terlihat jelas dan buram. Pengeringan bisa menggunakan air compressor yang tergabung

dalam dental unit atau dengan menggunakan oksigen murni yang terpisah dengan dental

unit. Apabila pengeringan menggunakan air compressor, dianjurkan untuk selalu

mengecek apakah saluran udara dari air compressor tidak tercemar oleh air dan minyak

(Kidd dan Bechal, 1991). Hal ini bisa dilihat dengan menyemprotkan pada permukaan

kaca yang bersih (Sularso, 2000). Adanya kelembapan atau minyak yang berasal dari

saluran angin akan menggagalkan penggunaan fissure sealant ini (Hicks, dkk., 2000).

Proses pengeringan paling baik menggunakan oksigen murni atau hembusan udara dari

chip blower yang dilakukan diatas lampu spiritus. Kedua cara ini menghasilkan udara

yang bersifat kering, tidak lembab dan tidak mengandung minyak sehingga tidak akan

menghalangi penetrasi resin ke permukaan email.

5. Isolasi

Isolasi gigi idealnya dengan rubber dam, dapat juga dengan gulungan kapas atau

kapas penyerap. Gunakan saliva ejector sewaktu merawat gigi bawah. Keringkan

permukaan gigi dengan tiupan udara. Pertahankan posisi ejector, kapas dan kasa sampai

perawatan selesai (Andlaw dan Rock, 1992). Isolasi dari gigi mungkin ideal digunakan

rubber dam, tetapi pada gigi yang masih baru tumbuh, cengkeram mungkin berbahaya

bagi gingival dan menyebabkan rasa sakit bagi anak-anak. Penggunaan cotton roll atau

absorben balok dan kombinasi saliva ejector mungkin bisa dilakukan. Cara ini sangat
penting untuk mengontrol dari pergerakan lidah dan pipi, yang dapat menggeser cotton

roll dan saliva ejector (Koch, 1991). Dalam kaitannya dengan keberhasilan atau

kegagalan upaya fissure sealant, isolasi mungkin merupakan tahap yang paling kritis. Jika

pori yang dibuat oleh etsa tertutupi saliva maka ikatan yang terbentuk akan menjadi

lemah. Isolator karet merupakan cara isolasi yang dapat diandalkan dan disukai daripada

pemakaian gulungan kapas dan penyedot ludah. Cara yang terakhir ini sukar dilakukan

dengan baik, karena gigi yang dietsa harus dicuci dengan bersih. Biasanya kapas isolator

tidak dapat dihindari sehingga harus diganti. Pada saat penggantian ini, sangat mudah

sekali permukaan gigi yang teretsa itu terbasahi oleh saliva dan kontaminasi ini akan

merusak ikatan antara fissure sealant dengan email (Kidd dan Bechal, 1991). Menurut

Octarina (2003), tidak ada perbedaan yang bermakna antara pemakainan rubber dam

dengan gulungan kapas terhadap retensi fissure sealant, yakni dengan rubber dam retensi

penuh fissure sealant antara 97 % setelah 6 bulan sampai 96 % setelah 24 bulan.

Sedangkan dengan gulungan kapas retensi sealant rata-rata 99 % untuk 6 bulan sampai 88

% untuk 24 bulan.

6. Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin

Koch (1991) menyatakan bahwa fissure sealant diaplikasikan dengan instrumen kuas,

atau aplikator lain berdasarkan fissure sealant dan pengalaman operator. Semua area dengan

fissure harus ditutup, dan tepi harus di bounding rapat pada email yang telah dietsa untuk

mencegah kebocoran tepi. Pada fissure sealant polimerisasi secara kimia penambahan katalis

dan basis secara cepat akan memulai polimerisasi bahan (McDonald, 1994). Menurut Craig

(1997) karena jumlah bahan yang sedikit, harus diperhatikan bahwa bahan harus dicampur

semua dan menggunakan gerakan yang pelan untuk mengurangi penyatuan udara. Penyatuan

udara selama pencampuran dan pemasangan secara klinik akan menimbulkan ruang kosong

yang dapat berubah warna dan menjadi retensi plak. Fissure sealant harus diaplikasikan cepat
setelah pencampuran selama waktu optimum dengan viskositas rendah untuk memastikan

penetrasi. Berdasarkan viskositasnya dan setting time, ini baiknya diaplikasikan

menggunakan kuas kecil atau syringe. Manipulasi yang terlambat saat reaksi setting dapat

mengganggu polimerisasi dan mempengaruhi bond strength. Pada fissure sealant polimerisasi

cahaya, waktu kerja lebih lama daripada polimerisasi secara kimia. Fissure sealant

diaplikasikan pada gigi yang telah dipersiapkan dan dioleskan dengan kuas ke dalam fissure.

Jika polomerisasi pada permukaan yang lebar, tempatkan cahaya langsung pada tiap area

pada permukaan oklusal sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Bahan ini lebih sedikit terjadi

gelembung udara (McDonald, 1994). Menurut Kidd dan Bechal (1991), jika memakai resin

sinar, sinar harus diletakkan langsung diatas bahan penutup, tetapi tidak boleh menyentuh.

Sumber sinar berjarak 1-2mm dari permukaan (Craig, 1997). Selanjutnya Kidd dan Bechal

(1991) menyatakan penyinaran dengan sinar biasa memerlukan waktu selama 60 detik.

Penting sekali untuk menyinari selama waktu yang ditentukan, karena pengerasan yang tidak

lengkap akan menyebabkan kegagalan. Pada gigi molar, penyinaran dilakukan pada oklusal

sisi distal dan mesial masing-masing 60 detik. Hal tersebut sesuai pendapat Andlaw dan Rock

(1992) yang menyatakan bahwa tiap sumber sinar akan mempolimerisasi resin dalam waktu

60 detik. Sebagian besar resin swapolimer (auto polimerisasi) mengeras dalam 1-3 menit.

Lapisan luar tiap bahan tidak akan mengadakan polimerisasi karena efek inhibisi oksigen di

atmosfir. Dengan demikian, sesudah polimerisasi fissure sealant berbasis resin ini akan selalu

tampak dilapisi minyak (Kidd dan Bechal, 1991).

7. Pengecekan Oklusi

Menurut Andlaw dan Rock (1992) pemeriksaan lebih lanjut dilakukan dengan

melewatkan sonde diatas permukaan resin untuk memeriksa apakah fissure sudah tertutup

semua. Jika ada bagian yang belum tertutup fissure sealant, tambahkan resin segera dan
biarkan berpolimerisasi. Pengecekan oklusi dengan kertas artikulasi dan penyesuaian oklusi

dilakukan jika diperlukan. Selain itu dilakukan pembuangan bahan fissure sealant yang

berlebihan yang mungkin meluber ke marginal ridge atau pada daerah servikal. Pembuangan

dilakukan dengan menggunakan round end kecil low speed (McDonald, 1994). Sedangkan

menurut Kidd dan Bechal (1991) menyatakan bagian yang meninggi itu dihilangkan dengan

menggunakan bur intan kecil yang dipasang pada hand piece.

8. Pemeriksaan Ulang (Finishing)

Mc Donald (1994) menyatakan bahwa sangat penting untuk mengenali bahwa gigi yang

ditutup harus diobservasi secara klinik pada kunjungan periodik untuk menentukan

keefektifan dari fissure sealant. Jika fissure sealant sebagian atau seluruhnya hilang, terjadi

perubahan warna atau fissure sealant lama yang rusak harus dibuang dan gigi harus

dievaluasi, sehingga fissure sealant baru dapat diaplikasikan sesuai dengan metode

sebelumnya. Menurut Andlaw dan Rock (1992) menyatakan setiap 6 bulan sekali gigi

diisolasi dengan gulungan kapas, dikeringkan dan fissure sealant diperiksa sacara visual.

Setiap perubahan warna pada resin, tepi-tepi atau email dibawahnya harus dicurigai sebagai

adanya bagian yang bocor. Craig (1997) menyatakan bahwa perawatan ulang terbesar rata-

rata terjadi 6 bulan (18 %), tetapi setiap waktu pemanggilan ulang paling sedikit dua gigi

(kira-kira 4 %) membutuhkan aplikasi ulang.

E. Microleakage (Marginal Gap)

Microleakage merupakan celah mikroskopik antara dinding kavitas dan tumpatan yang

dapat dilalui mikroorganisme, cairan, molekul dan. Microleakage dapat disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu, penyusutan akibat polimerisasi, kontraksi termal, penyerapan air,

rongga mulut yang asam, mekanikal stress dan perubahan dimensi pada struktur gigi.

Microleakage yang terbentuk pada tepi restorasi dapat dicegah dengan beberapa cara :
a. GIC

1) Tahap conditioning gigi dengan asam tanik, asam poliakrilik atau asam sitrat akan

meningkatkan kekuatan ikat antara bahan restorasi dan permukaan gigi serta dapat

mengurangi pembentukan microleakage

2) Tahap finishing dengan menggunakan instrumen putar (bur) diperlukan untuk

menghasilkan tepi restorasi yang baik

3) Aplikasi vaselin atau petroleum jelly pada restorasi GIC diperlukan ketika

melakukan finishing untuk menjaga restorasi agar tidak terkontaminasi oleh saliva

yang dapat menyebabkan timbulnya microleakage

b. Resin Komposit

1) Pemilihan ukuran filler: resin komposit microfilled memiliki microleakage yang

lebih sedikit dibandingkan dengan resin komposit macrofilled

2) Etsa dan bonding : proses pengetsaan pada enamel yang tebal dapat meningkatkan

ikatan interlocking secara micromechanical yang akan menurunkan pembentukan

microleakage. Aplikasi bonding akan meningkatkan kekuatan ikat antara resin

komposit dan permukaan gigi

3) Teknik aplikasi incremental: aplikasi resin komposit dengan menggunakan teknik

incremental akan mempermudah operator dalam mengkontrol polymerization

shrinkage sehingga mengurangi timbulnya microleakage. Resin komposit

diaplikasikan ke dalam kavitas dengan ketebalan 1,0 hingga 1,5 mm

4) Penambahan filler ke dalam resin matrik dapat menurunkan polimerisasi shrinkage

sehingga pembentukan microleakage dapat diminimalkan.


TUGAS TELAAH KASUS IKGA

PIT AND FISSURE SEALANT

A. Bonding Agent

Bonding agent merupakan bahan yang digunakan untuk mengikat bahan restorasi

dengan permukaan enamel dan dentin. Bonding agent terdiri dari mekanisme fisik, kimia, dan

mekanik yang kompleks yang memungkinkan terjadinya perlekatan dan pengikatan antara

bahan restoratif dan permukaan gigi. Bonding agent memiliki 3 fungsi utama, yaitu :

a. Meningkatkan retensi terhadap enamel dan dentin dengan bahan restoratif.

b. Mendistribusikan tekanan ke seluruh permukaan.

c. Mencegah terjadinya mikrolaekage.

Keberhasilan perlekatan antara struktur gigi dan bahan komposit dapat dilihat dari :

a. Terdapat mechanical interlocking

b. Terjadinya kopolimerisasi pada matriks resin komposit

Komposisi bonding agent :

a. Etsa

Etsa dengan pH 1-2 mampu menghilangkan smear layer dan melarutkan mineral

sehingga terbantuknya mechanical interlocking pada email dan dentin. Konsentreasi

asam phosprik yang aman digunakan dan tidak mengeritasi pulpa adalah 37%.

b. Primer

Bahan primer diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa air pada kolagen fibril

yang akan menganggu proses penetrasi monomer hidrofobik. Primer merupakan

larutan yang mengandung monomer hidrofilik yang dilarutkan dalam pelarut

acetone, etanol atau air. Monomer yang bersifat hidrofilik adalah phosphate,

carboxilyc acid, alcohol, HEMA. HEMA merupaka monomer hidrofilik yang

digunakan secara luas karena dapat larut secara alami.


c. Solvents / bahan pelarut

Bahan pelarut memiliki peran penting dalam sistem primiring. Air, ethanol, dan

acetone adalah bahan yang biasanya digunakan sebagai pelarut. Untuk

meningkatkan kelembapan pada dentin, biasanya setiap bahan pelarut mempunyai

fungsinya masing-masing. Air bisa mengionisasi monomer asam. Ethanol dan

acetone memiliki kelarutan yang baik dan memiliki sifat “water-chasing”.

d. Bahan Adhesif

Bahan adesif berfungsi untuk mencegah terjadinya leakage pada tepi restorasi.

Bahan adesif harus bersifat hidrofobik agar cairan tidak bisa masuk ke lapisan

perantara. Namun, bahan adesif juga jarus memiliki sifat hidrofilik agar bisa

berdifusi ke dalam dentin yang lembab. Kompenen hidrofobik pada bahan adesif

adalah bis-GMA, TEGDMA, dan UDMA. Kompenen hidrofilik pada bahan adesif

adalah HEMA.

e. Inisiator

Polimerisasi dapat diinisiasi melalui system photoinisiator (champorquinon),

inistaor kimia (benzoil peroksida), atau sistem inisiator dual-cure.

f. Bahan Pengisi (Filler)

Penambahan silica pada bahan adesif untuk menghasilkan ikatan yang lebih kuat,

namun hal ini belum dapat dipastikan karena untuk mendapatkan ikatan yang lebih

kuat, partikel silica harus bisa berpenetrasi ke dalam serabut kolagen dentin.

Namun, ukuran silica lebih besar (40nm) dibandingkan dengan ukuran interfibrillar

space (20nm). Tujuan lain dari penambahan filler agar viskositas bonding

meningkat dan berkonsistensi seperti pasta. Bonding yang berkonsistensi seperti

pasta dapat meningkatkan ikatan dan mencegah terjadinya shrinkage.


g. Bahan Lain

Beberapa bahan ditambahkan ke dalam bonding untuk beberapa tujuan.

Glutaraldehid berfungsi sebagai desensitizer, paraben berfungsi sebagai anti

mikroba, fluoride berfungsi untuk mencegah karies sekunder, dan chlorhexidine

berfungsi untuk mencegah degradasi kolagen.

B. Pemakaian Bonding Pada PFS

Bahan primer dari bonding dapat membantu mengeringkan permukaan gigi yang yang

lembab setelah pengaplikasian etsa. Bahan primer mengandung alcohol dan acetone yang

memiliki sifat “water-chasing” dan dapat menguapkan sisa-sisa air pada permukaan gigi.

Pemakaian bonding dapat dilakukan pada pasien anak yang hipersalivasi dan sulit untuk

diisolasi. Pada restorasi kavitas pengaplikasian bonding dapat meningkatkan retensi secara

signifikan karena pada restotasi kavitas terdapat tindakan invasif (menghilangkan struktur

gigi), hal ini mengurangi jumlah jaringan gigi sehat yang tersisa. Oleh karena itu dibutuhkan

bonding untuk meningkatkan ikatan antara jaringan gigi dan bahan restorasi. Namun, pada

pelaksanaan pit and fissure sealant tidak dilakukan pembuangan jaringan gigi, sehingga

bonding yang berfungsi untuk meningkatkan retensi yang signifikan tidak terlalu diperlukan.

Retensi antara permukaan gigi dengan bahan restorasi didapat dari bentuk pit dan fisur gigi.

Bentuk fisur I, IK, dan Y memiliki dasar fisur yang sempit. Hal ini dapat menambah retensi

bahan restorasi terhadap gigi. Perluasan aplikasi sealant radius 3-4mm juga dapat

meningkatkan retensi.

C. Klasifikasi GIC

GIC merupakan bahan restorasi water-based cement yang terbentuk antara flouroamino

silikat glass (powder) dan polyacid (liquid). Menurut penggunaanya GIC dikalsifikasikan

menjadi III type :


a. Type I (Luting)

Tipe I digunakan untuk sementasi crown, bridges, inlays dan orthodontic.

Perbandingan powder : liquid saat manipulasi adalah 1,5 : 1. Waktu setting yang

cepat dan resisten terhadap air dan aktivitas cahaya. Bersifat radiopak.

b. Type II (Restoratif)

II.I :Restoratif (aesthetic)

Tipe II.1 ini digunakan untuk restorasi yang memerlukan ke estetikan yang tinggi

dan sedikit tekanan kunyah. Perbandingan powder : liquid untuk GIC tipe ini adalah

3 : 1. GIC tipe II.1 memiliki translusensi yang baik, auto-cure cement, namun

memiliki waktu setting yang lama dan dapat dipengaruhi oleh kontaminasi air

selama 24 jam pertama. Oleh karena itu, diperlukan proteksi yang adekuat terhadap

permukaan bahan restorasi.

Tipe II.2 : Restoratif Material

Tipe ini digunakan pada daerah yang tidak memerlukan estetik yang tinggi. GIC

tipe ini memiliki waktu setting yang cepat dan memiliki sifat fisik yang lebih baik.

Perbandingan powder : liquid adalah 3 : 1 sampai 4 : 1. GIC tipe ini resisten

terhadap air dan bisa dipoles setelah inisal setting.

c. Type III (Lining/ base)

Bisa digunakan sebagai liner atau base tergantung dari perbandingan powder :

liquid saat manipulasi. Powder : liquid untuk liner adalah 1,5 : 1 dan 3 : 1 untuk

base. Bersifat radiopak.


DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, J, K., Chiayi, S., Ralph., R., 2021. Phillips’ Science Of Dental Material. New
York.
Anwar, Ayub Irmadani. 2016. Tingkat kebutuhan fissure sealant gigi molar pertama
permanen pada murid sekolah dasar usia 6-7 tahun Kecamatan Mariso, Kota
Makassar Dent J. 5(2): 51-57

Avinash, J., Marya, CM., Dhingra, S., 2010. Pit and Fissure Sealants: An Unused Caries
Prevention Tool. JOHCD. 4(1) : 1-6

Dendeng, S., Setiawan, A. 2018. Penggunaan laser pada pit dan fissure sealant di kedokteran
gigi anak. Journal of Indonesian Dental Association. 1(1): 47-50
Galdwin, M., Micheal, B. 2013. Clinical Apects Of Dental Material. Philadelphia

Godhane et al. 2015. Use of Pit and Fissure Sealant in Prevention of Dental Caries in
Pediatric Dentistry and Recent Advancement: A Review. Int J Dent Med Res. 1(6):
220-223.
Hesti WJE, Agus A, 2019. Perbedaan Efektivitas Retensi dan Preventif Karies Bahan Pit dan
Fissure Sealant. ODONTO Dental Journal. 6(2): 1-9.

Anda mungkin juga menyukai