Laporan Neuropati

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Neuropati adalah gangguan saraf perifer yang meliputi kelemahan motorik, gangguan
sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon yang dapat bersifat akut atau kronik.
Beberapa saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf spinalis, sel ganglion radiks
dorsalis, semua saraf perifer dengan semua cabang terminalnya, susunan saraf autonom, dan
saraf otak kecuali saraf optikus dan olfaktorius. .

Adapun etiologi dari neuropati adalah sebagai berikut:

1. Metabolik : Diabetes, penyakit ginjal, porfiria


2. Nutrisional : Defisiensi B1, B6, B12 dan asam folat Defisiensi tiamin, asam nikotinat dan
asam pentotenat mempengaruhi metabolisme neuronal dengan menghalangi
oksidasii glukosa. Defisiensi ini dapat terjadi pada kasus malnutrisi, muntah-
muntah, kebutuhan meningkat seperti pada masa kehamilan, atau pada
alkoholisme.
3. Toksik (bahan metal dan obat-obatan) : Arsenik, merkuri, kloramfenikol dan
metronidazol,
karbamazepin, phenytoin. Timah dan logam berat akan menghambat aktivasi
enzim dalam proses aktifitas oksidasi glukosa sehingga mengakibatkan
neuropati yang sulit dibedakan dengan defisiensi vitamin B. 5
4. Keganasan
5. Trauma : neuropati jebakan
6. Infeksi-inflamasi : Lepra, Difteri3,2
7. Autoimun : immune-mediated demyelinating disorders

Epidemiologi

Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus
didunia. Telah terbukti bahwa komplikasi kronis pada DM umumnya terjadi akibat gangguan
pembuluh darah (angiopati) dan kelainan pada saraf (neuropati). Laki-laki relatif lebih
banyak dari pada perempuan. Prevalensinya 2400/100.000 (2,4 %) meningkat seiring
bertambahnya usia 8000/100.000 (8%).

Kerusakan saraf perifer dialami oleh 2,4% populasi di dunia. Prevalensi ini akan
meningkat 8% seiring bertambahnya usia. Penyebab polineuropati yang paling sering
dijumpai adalah polineuropati sensorimotor diabetik, dimana 66% penderita DM tipe 1 dan
59% penderita DM tipe 2 mengalami polineuropati. Sedangkan polineuropati genetic yang
paling sering adalah akibat Charcot-MarieTooth type 1a, dimana 30 dari 100.000 populasi
mengalaminya. Mononeuropati terbanyak disebabkan oleh carpal tunnel syndrome yang
prevalensinya 3% - 5% dari populasi orang dewasa.
Klasifikasi

Polineuropati

Neuropati jenis ini menyebabkan kerusakan fungsional yang simetris, biasanya


disebabkan oleh kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer,
seperti gangguan metabolik keracunan, keadaan defisiensi, dan reaksi imunoalergik. Bila
gangguan hanya mengenai akar saraf spinalis maka disebut poliradikulopati dan bila saraf
spinalis juga ikut terganggu maka disebut poliradikuloneuropati. Gangguan saraf tepi
terutama bagian distal tungkai dan lengan, sensorik dan motorik. Gangguan distal lebih
dahulu berupa gangguan sensibilitas berupa gambaran kaus kaki dan sarung tangan (glove
and stocking pattern). Tungkai terkena lebih dahulu. Gangguan saraf otak dapat terjadi pada
polineuropati yang berat seperti kelumpuhan nervus fasialis bilateral dan saraf-saraf bulbar
misalnya poliradikuloneuropati (Sndrom Guillain Barre). Pasien dapat menunjukkan gejala
parestesia atau nyeri pada bagian distal. Gejala motorik meliputi kelemahan dan distal atrofi
otot. Neuropati jangka panjang dapat menyebabkan deformitas pada kaki dan tangan (Pes
cavus, tangan cakar) dan gangguan sensorik berat dapat menyebabkan ulserasi neuropati dan
derfomitas sendi dan dapat pula disertai gejala otonom. Tanda-tanda klinisnya adalah
keterlibatan luas LMN distal dengan atrofi, kelemahan otot, serta arefleksia tendon.
Hilangnya sensasi posisi distal dapat menyebabkan ataksia sensorik. Dapat terjadi hilangnya
sensasi nyeri, suhu, dan raba dengan distribusi glove and stocking. Dapat terjadi penebalan
saraf perifer

Patomekanisme dan gambaran klinik

Patomekanisme

Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer,


ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan
distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan
eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap
munculnya nyeri neuropatik spontan.

Kerusakan jaringan dapat berupa rangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor


disebut nyeri inflamasi akut atau nyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut
saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan
direspon oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti
bradikinin, prostaglandin, histamin, dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi
nosiseptor yang menyebabkan munculnya nyeri spontan, atau membuat nosiseptor lebih
sensitif (sensitasi) secara langsung maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor
menyebabkan munculnya hiperalgesia. Trauma atau lesi serabut saraf di perifer atau sentral
dapat memacu terjadinya remodelling atau hipereksibilitas membran sel. Di bagian
proksimal lesi yang masih berhubungan dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari,
tumbuh tunas-tunas baru(sprouting).
Baik nyeri neuropatik perifer maupun sentral berawal dari sensitisasi neuron sebagai
stimulus noksious melalui jaras nyeri sampai ke sentral. Bagian dari jaras ini dimulai dari
kornu dorsalis, traktus spinotalamikus (struktur somatik) dan kolum dorsalis (untuk viseral),
sampai talamus sensomotorik, limbik, korteks prefrontal dan korteks insula. Karakteristik
sensitisasi neuron bergantung pada: meningkatnya aktivitas neuron; rendahnya ambang bata
stimulus terhadap aktivitas neuron itu sendiri misalnya terhadap stimulus yang non noksious,
dan luasnya penyebaran areal yang mengandung reseptor yang mengakibatkan peningkatan
letupan-letupan dari berbagai neuron.

Gambar. Mekanisme Nyeri Neuropatik Dibandingkan Nyeri


Nosiseptif. (Cohen dkk., 2014).
Neuropati Perifer Diabetik

A. Definisi
Neuropati merupakan terminologi yang sangat luas, dimana saraf tepi mengalami
gangguan fungsi atau perubahan patologi yang disebabkan berbagai faktor.
Menurut konsensus internasional pada tahun 1998, neuropati diabetik adalah
keadaan dimana saraf tepi mengalami gangguan fungsi akibat kerusakan seluler
maupun molekuler yang etiologinya karena penyakit DM (PERDOSSI, 2011;
Boulton & Voleykite, 2011). Definisi nyeri neuropatik menurut Kelompok Studi
Nyeri PERDOSSI tahun 2011 dan International Association for the Study of Pain
(IASP) tahun 2015 yaitu nyeri yang ditimbulkan atau disebabkan oleh lesi atau
gangguan primer pada susunan saraf somatosensoris. Definisi NND untuk
praktek klinis cukup sederhana yaitu adanya nyeri yang disebabkan langsung oleh
disfungsi saraf perifer pada penderita DM tanpa adanya penyebab lain (Tesfaye
dkk., 2010; Boulton & Voleykite, 2011; PERDOSSI, 2011; Hanpaa dkk., 2015).

B. Gejala Klinis
Rasa nyeri merupakan sensasi yang dirasakan bersifat individual, dan penderita
menyatakan gejala nyeri yang dirasakan dengan cara yang berbeda-beda. Nyeri
adalah pengalaman psikologis individual yang menimbulkan rasa tidak nyaman.
Neuropati perifer merupakan komplikasi paling sering yang dialami penderita
DM, diperkirakan dialami oleh sekitar 50% penderita DM. Gejala khas dari
neuropati perifer yaitu nyeri, penurunan secara signifikan pada rasa raba, getar,
proprioseptif pada tungkai dan adanya kinestesia. Timbulnya gejala ini
disebabkan adanya lesi pada sel saraf berupa apoptosis dan inhibisi regenerasi
saraf (Boulton & Voleykite, 2011; Feldman, 2015).
Nyeri neuropati diabetik merupakan bagian dari neuropati perifer, lebih
sering terjadi pada penderita DM tipe 2 dibanding tipe 1. Awitan NND berbeda
dengan nyeri nosiseptif, yaitu NND memiliki awitan yang tidak jelas dan
perkembangan keluhannya memberat secara bertahap (Azhari dkk., 2010).
Ada 3 gejala khas pada NND yaitu disestesia, parestesia dan nyeri otot.
Disestesia merupakan rasa tidak nyaman yang abnormal, terjadi baik secara
spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus. Alodinia, hiperalgesia dan
nyeri spontan merupakan bagian dari disestesia. Alodinia yaitu nyeri yang timbul
akibat stimulus yang normalnya tidak menyakitkan. Hiperalgesia yaitu rasa nyeri
yang meningkat setelah mendapat rangsangan yang normalnya menyakitkan.
Nyeri spontan yaitu adanya rasa nyeri walau tanpa adanya stimulus yang
menyebabkan nyeri. Disestesia merupakan keluhan dengan rasa seperti terbakar
yang berat dan rasa gatal. Parestesia merupakan rasa abnormal baik spontan
maupun dicetuskan, keluhannya berupa seperti tertusuk jarum, tersetrum listrik
dan teriris benda tajam. Nyeri otot yang kerap 10 dirasakan penderita berupa
nyeri yang dalam dan terasa tumpul disertai rasa kaku atau kram pada otot
(PERDOSSI, 2011; Kirby, 2013; Yoo dkk., 2013).

C. Tanda dan Gejala


Ciri-ciri utama nyeri neuropatik adalah gejala hiperalgesia, alodinia dan nyeri
spontan. Keluhan NND yang sering dikeluhkan penderita yaitu sensasi tidak
menyenangkan seperti tersetrum listrik, terbakar, terasa panas, tertembak,
ditusuk, ditikam, disobek, diikat, alodinia, hiperalgesia dan disestesia (Kirkman,
2012).

Umumnya penderita NND segera mengeluh tentang gejala yang


dirasakannya, tetapi banyak pula yang tidak mengeluhkan gejala NND sampai
nyeri dirasakan cukup keras. Rasa nyeri dapat timbul menetap atau paroksismal.
Rasa nyeri meningkat saat malam hari, saat berjalan, Berdiri, dan dalam kondisi
kelelahan fisik dan psikis. Rasa nyeri berkurang jika beristirahat. Bila diberikan
stimulus berulang maka rasa nyeri akan tetap dirasakan walaupun stimulus sudah
tidak ada lagi. Nyeri neuropati diabetik bersifat kronik, kualitas dan kuantitas
nyeri yang dirasakan makin lama akan makin meningkat seiring dengan lamanya
penyakit, hiperglikemia tidak terkontrol, adanya gangguan metabolik seperti
obesitas, hipertensi, dislipidemia dan kemungkinan rendahnya kadar vitamin D
serum (Huizinga, 2007; Herrmann dkk., 2015).
Lebih dari setengah penderita NND mengalami rasa nyeri dan tidak
nyaman yang berlokasi pada ekstremitas terutama ekstemitas bawah yaitu jari-jari
kaki sampai lutut, simetris kanan dan kiri serta dapat juga dirasakan pada jari-jari
tangan secara simetris pula. Distribusi keluhan menyerupai gambaran kaos kaki
dan sarung tangan (stocking and gloves) atau dikenal sebagai distal symmetrical
polyneuropathy. 11 Distribusi lokasi nyeri yang khas ini terjadi karena lesi saraf
perifer terjadi pertama kali pada akson saraf sensoris terpanjang yang melayani
kaki (Gow & Moore, 2014).
Gambar. Distal symmetrical polyneuropathy
(Tanenberg, 2009)

Gejala NND yang sangat mengganggu dapat meningkatkan kecemasan, depresi,

gangguan tidur dan disabilitas dalam mobilisasi. Sekitar sepertiga penderita NND

dengan keluhan yang berat memerlukan alat bantu dalam berjalan seperti tongkat dan

kursi roda. Risiko jatuh juga lebih tinggi pada penderita NND daripada tanpa NND.

Pada akhirnya NND menurunkan kualitas hidup, meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Angka mortalitas yang tinggi disebabkan karena adanya infeksi pada

ulkus, risiko jatuh yang lebih tinggi, dosis obat analgetik yang berlebihan dan

kemungkinan terjadi bunuh diri akibat depresi berat (Ziegler, 2009; Yoo dkk., 2013).
D. Patofisiologi terjadinya NND pada penderita DM melalui beberapa jalur yaitu:

1. Hiperglikemia kronis dan abnormalitas metabolik Sel saraf membutuhkan glukosa


dalam jumlah yang besar, terutama konsentrasi glukosa ekstraseluler.
Hiperglikemia pada DM menyebabkan peningkatan kadar glukosa pada saraf 4 kali
lipat yang terjadi secara persisten dan reguler, selanjutnya terjadi peningkatan
metabolisme glukosa intrasel yang akhirnya menyebabkan kerusakan serat saraf.
Fenomena ini disebut sebagai neurotoksisitas glukosa dengan manifestasi klinis
berupa neuropati diabetik (Kirkman, 2012).
2. Mekanisme sistem imun menyebabkan disfungsi saraf
Peranan sistem imun terhadap disfungsi saraf disebabkan oleh adanya degenerasi
sistem saraf otonom, termasuk adanya sirkulasi antibodi antineuron pada serum
penderita DM. Sirkulasi auto antibodi ini secara langsung melawan serat saraf
motorik dan sensorik. Hal ini dapat diketahui secara tidak langsung melalui
pemeriksaan imunoflouresen dan ditemukan penumpukan auto antibodi pada saraf
suralis, saraf skiatika, saraf vagus dan saraf simpatis pascaganglion (Yoo dkk.,
2013; Zoppini dkk., 2014).
3. Dislipidemia
Dari beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara dislipidemia dengan
komplikasi mikrovaskular termasuk NND, namun mekanisme lipid plasma
menyebabkan cedera saraf belum jelas diketahui. Mekanisme metabolik yang
menyebabkan terjadinya cedera saraf adalah sebagai berikut (Vincent dkk., 2009;
Smith & Singleton, 2013) :
a. Asam lemak bebas Asam lemak bebas menyebabkan lipotoksik pada sel
saraf dan sel Schwann. Efek sistemik dari asam lemak bebas yaitu
meningkatkan pelepasan sitokin proinflamasi sehingga terjadi inflamasi
pada serat saraf perifer. b. Oksidasi dan glikasi LDL Plasma lipoprotein
mengalami oksidasi lalu terbentuklah trigliserida dan asam lemak yang
berperan sebagai faktor inflamasi. Selanjutnya terjadi reaksi 20 stres
oksidatif akibat aktivasi NADPH oksidase yang menghasilkan radikal
superoksidase.
b. Oksisterol Oksidasi kolesterol menjadi oksisterol menyebabkan
neurotoksik melalui jalur sel mediasi pada mitokondria.
4. Jalur Poli ADP-ribose polimerase (PARP)
Poli ADP-ribose polimerase adalah enzim yang terdapat pada sel Schwann,
sel endotel dan saraf sensoris. Poli ADP-ribose polimerase distimulasi oleh
radikal bebas dan oksidan, lalu terbentuklah stres oksidatif, sehingga
menyebabkan penurunan kecepatan konduksi saraf, neuropati pada serat
saraf kecil, abnormalitas neurovaskular, retinopati, hiperalgesia, dan
alodinia (Huizinga, 2007).
5. Gangguan mikrovaskular
Gangguan mikrovaskular menyebabkan asupan nutrisi berkurang pada serat
saraf perifer, sehingga terjadi hipoksia pada saraf dan iskemia absolut atau
relatif pada pembuluh darah endoneural dan atau epineural. Secara
histopatologi mikroangiopati epineural berupa penebalan dinding pembuluh
darah atau terjadi oklusi. Penebalan membran kapiler lebih banyak terjadi
pada saraf dibandingkan pada kulit atau otot pada penderita DM, sehingga
mikroangiopati lebih sering terjadi pada saraf. Mikroangiopati merupakan
ciri dari NND. Mikroangiopati menyebabkan penurunan aliran darah pada
saraf, meningkatkan resistensi vaskular, penurunan tekanan oksigen, dan
perubahan permeabilitas vaskular, yang 21 pada akhinya menyebabkan
penurunan fungsi saraf (Azhary dkk., 2009; Tesfaye dkk., 2010).
6. Defisiensi faktor pertumbuhan
Faktor pertumbuhan berfungsi untuk memelihara pertumbuhan dan daya
tahan neuron. Terjadinya degenerasi neuron pada NND, disebabkan adanya
defisiensi faktor pertumbuhan seperti nerve growth factor (NGF), insulin
like growth factors (IGFs), dan Neurotrophin 3 (NT-3) (Ziegler, 2009; Gow
& Moore, 2014).

Defisiensi NGF menyebabkan neuropati pada serat saraf kecil.


Defisiensi NT-3 menyebabkan neuropati serat saraf besar bermielin,
sedangkan defisiensi IGFs menyebabkan neuropati otonom. Serat saraf kecil
berperan dalam sensasi panas dan nyeri, serat saraf besar berperan dalam
proprioseptif, vibrasi dan fungsi motorik. Neurotropin lain yang berperan
dalam patogenesis neuropati yaitu laminin, saposins, sitokin, dan faktor
pertumbuhan lainnya (Arnson dkk., 2009; Kauffman, 2009).
Nerve growth factor berperan dalam pertumbuhan dan menjaga daya
tahan saraf simpatis dan dorsal root ganglion (DRG). Nerve growth factor
juga penting dalam regulasi sintesis SP pada neuron DRG dewasa.
Substance P ditemukan pada saraf simpatis dan neuron DRG, berperan
dalam vasodilatasi, motilitas usus dan nosiseptif, yang semuanya terganggu
pada neuropati diabetik. Pada penderita NND kadar NGF akan berkurang
sehingga menyebabkan disfungsi saraf sensoris dan otonom. Kadar NGF
juga berkurang pada epidermis kulit, hal ini diyakini sebagai patogenesis
neuropati perifer pada saraf yang melayani kulit. Insulin like growth factors
memegang peranan dalam terjadinya NND, yaitu dalam menjaga
pertumbuhan dan diferensiasi sel neuron, dimana kadarnya akan berkurang
pada penderita DM (Tanenberg, 2009; Tesfaye dkk., 2010).
7. Inflamasi
Faktor inflamasi seperti C-reactive protein (CRP) dan tumor necrosis
factorα (TNF-α) terdapat dengan kadar yang tinggi pada penderita DM, hal
ini berkorelasi dengan insiden neuropati diabetik. Reaksi proinflamasi
menyebabkan pelepasan sitokin, terhambatnya produksi neurotropin dan
adanya migrasi makrofag (Kirkman, 2012).

Anda mungkin juga menyukai