BAB I-IV Filsha Dora

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan komunitas yang sangat penting dan tidak dapat

diabaikan, dari aspek kuantitas, jumlah dan proporsi remaja Indonesia saat ini

sangat besar. Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, ditemukan

tahun ini jumlah penduduk remaja (usia 10-24 tahun) di Indonesia

diproyeksikan mencapai 66,3 juta jiwa atau sekitar 25,6 persen dari total

jumlah penduduk Indonesia. Artinya, satu dari empat orang Indonesia adalah

remaja (BKKBN, 2018).

Indonesia akan menghadapi fenomena besarnya proporsi penduduk

usia produktif (15-60 tahun) dan penduduk usia muda (10-24 tahun) di sekitar

tahun 2030. Kondisi ini berdampak pada menurunnya angka ketergantungan

(dependency ratio) dan sangat berdampak positif pada pembangunan ekonomi

(BKKBN, 2016). Bangsa Indonesia memasuki masa yang disebut window of

opportunity, masa di mana dependensi rasio berada pada posisi sangat rendah.

Setelah tahun 2030, dependensi rasio akan kembali meningkat sehingga

Indonesia harus melakukan investasi secara efektif dan efisien dalam Sumber

Daya Manusia (SDM), terutama kelompok usia muda (10-24 tahun) di bidang

kesehatan (BKKBN, 2016).

1
2

Globalisasi mengakibatkan sulit untuk membendung arus kebudayaan

barat yang masuk ke Indonesia, berbagai aspek dan nilai-nilai ketimuran telah

banyak berubah digantikan oleh budaya barat, termasuk dalam hal perubahan

pola konsumsi makan. Penelitian yang dilakukan pada 65 remaja

menunjukkan bahwa 95,4% responden sering mengkonsumsi fast food dan

84,6% diantaranya kurang mengkonsumsi serat. Pola konsumsi gizi remaja

tersebut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara asupan dan

kebutuhan nutrisi sehingga dapat menimbulkan masalah gizi (Setyawati,

2016).

Masalah gizi pada remaja yang sering terjadi adalah anemia defisiensi

besi. Menurut WHO, angka kejadian anemia pada remaja putri di Negara-

negara berkembang sekitar 53,7%. Anemia sering menyerang remaja putri

disebabkan karena keadaan stress, haid, atau terlambat makan. Angka anemia

gizi besi di Indonesia sebanyak 72,3%. Kekurangan besi pada remaja

mengakibatkan pucat, lemah, letih, pusing, dan menurunnya konsentrasi

belajar. Penyebabnya, antara lain tingkat pendidikan orang tua, tingkat

ekonomi, tingkat pengetahuan tentang anemia dari remaja putri, konsumsi Fe,

Vitamin C, dan lamanya menstruasi (Yusuf, 2017).

Angka kejadian anemia di Sumatera Barat diatas rata-rata dengan

prevalensi nasional 14,8% menurut acuan SK Menkes prevalensi anemia

yaitu sebesar 29,8% perempuan dan 27,6% untuk laki-laki. Provinsi Sumatera

Barat menduduki posisi keempat teratas penderita anemia pada wanita setelah

Maluku, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo. Di Kabupaten Pasaman Barat


3

angka kejadian anemia pada remaja tidak diketahui secara pasti dikarenakan

adanya keterbatasan alat dan bahan dalam pelaksanaan pemeriksaan Hb pada

remaja (Dinkes Pasbar, 2019).

Untuk mencegah terjadinya anemia, Kementerian Kesehatan telah

menyusun Rencana Strategis (Renstra) tahun 2015-2019, tercantum

didalamnya sasaran Program Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak antara lain

meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang

bermutu bagi seluruh masyarakat. Indikator pembinaan perbaikan gizi

masyarakat adalah pemberian tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri

dengan target sebesar 30% pada tahun 2019 (Kemenkes RI, 2015).

Pemberian TTD dengan komposisi terdiri dari 60 mg zat besi elemental

(dalam bentuk sediaan Ferro Sulfat, Ferro Fumarat, atau Ferro Glukonat) dan

0,400 mg asam folat (Kemenkes RI, 2016).

Dinas Kesehatan Pasaman Barat melalui program di Puskesmas

memberikan tablet tambah darah bagi remaja yaitu pada remaja putri yang

duduk di bangku SMP dan SMA sederajat. Berdasarkan data tahun 2019,

maka cakupan konsumsi tablet tambah darah pada remaja putri hanya 49,7%.

Cakupan tertinggi adalah wilayah kerja Puskesmas Sukamenanti (98,6%) dan

Puskesmas Kajai (97%) dan terendah adalah wilayah Puskesmas Air Bangis

(1,5%) (Dinkes Pasbar, 2020).

Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat salah satu

SMP/sederajat yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. MTsN 1 Pasaman

Barat ini berada di wilayah kerja Puskesmas Air Bangis dengan jumlah siswa
4

putri sebanyak 202 orang yang terbagi atas 69 orang kelas VII, 56 orang kelas

VIII dan 77 orang kelas IX (Profil Mts N 01 Pasaman Barat).

Keterbatasan alat dan bahan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman

Barat menyebabkan penjaringan terhadap kejadian anemia remaja sulit untuk

dideteksi. Penanganan hanya dilakukan pada remaja bermasalah saja sehingga

tidak terlihat angka kejadian anemia pada remaja secara jelas. Untuk itu

penulis melakukan pemeriksaan kadar Hb pada 10 orang remaja putri di

MTsN 01 Pasaman Barat dan didapatkan hasil bahwa sebanyak 4 dari 10

orang remaja putri mengalami anemia ringan (kadar Hb 9-10 gr%), 2

mengalami anemia sedang kadar Hb (7-8 gr%) dan 3 orang remaja putri tidak

mengalami anemia kadar Hb (> 11 gr%).

Penelitian yang dilakukan oleh Risva, dkk (2016) tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan kebiasaan konsumsi tablet tambah

darahsebagai upaya pencegahan anemia pada remaja puteri menunjukkan

bahwa sikap, budaya dan dukungan lingkungan memiliki hubungan dengan

pemberian tablet tambah darah sedangkan pengetahuan, daya beli dan

ketersediaan tidak memiliki hubungan dengan kebiasaan konsumsi tablet

tambah dara pada remaja putri.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Amir dan Jokosudjono (2018)

dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi tablet tambah

darah pada remaja putri di Indonesia (literature review) menyatakan bahwa

dukungan guru, sikap, budaya, lingkungan (dukungan keluarga) memiliki

hubungan dengan konsumsi tablet tambah darah pada remaja putri sedangkan
5

pengetahuan, daya beli, penghasilan orang tua tidak berhubungan dengan

pemberian tablet tambah darah.

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan dengan mengajukan

pertanyaan kepada 10 orang siswi yang mendapatkan tablet Fe 8 diantaranya

menyatakan tidak meminum tablet Fe yang diberikan dikarenakan teman-

teman yang lain juga tidak mengkonsumsinya. Selain itu responden juga

menyatakan bahwa ia tidak mengetahui manfaat dari tablet Fe yang

dikonsumsinya. Selain itu dirumah juga tidak pernah di ingatkan oleh orang

tua dan tenaga kesehatan yang datang hanya membagikan dan menganjurkan

anak untuk meminum tablet fe yang diberikan tanpa dilakukan pemeriksaan.

Berdasarkan data tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Konsumsi Tablet

Tambah Darah pada Siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat

Tahun 2020.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi konsumsi tablet tambah darah pada siswi Madrasah

Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat Tahun 2020 ?


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi tablet tambah darah

pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahunya distribusi frekuensi pengetahuan siswi tentang tablet

tambah darah di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat

Tahun 2020.

b. Diketahuinya distribusi frekuensi Peran Teman Sebaya di Madrasah

Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat Tahun 2020.

c. Diketahuinya distribusi frekuensi peran orang tua di Madrasah

Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat Tahun 2020.

d. Diketahuinya distribusi frekuensi peran petugas kesehatan di

Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat Tahun 2020.

e. Diketahuinya distribusi frekuensi konsumsi tablet tambah darah pada

siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat Tahun 2020

f. Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan konsumsi tablet tambah

darah pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat

Tahun 2020.

g. Diketahuinya hubungan peran teman sebaya dengan konsumsi tablet

tambah darah pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman

Barat Tahun 2020.


7

h. Diketahuinya hubungan peran orang tua dengan konsumsi tablet

tambah darah Program Sekolah Peduli Kasus Anemia pada siswi

Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat Tahun 2020.

i. Diketahuinya hubungan peran petugas kesehatan dengan konsumsi

tablet tambah darah pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1

Pasaman Barat Tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Sebagai pengembangan wawasan dan kemampuan peneliti untuk

melakukan penelitian sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang telah

didapatkan di bangku perkuliahan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan untuk referensi bagi

mahasiswa Universitas Fort de Kock Bukittinggi yang akan melakukan

penelitian selanjutnya dengan mengembangkan variabel penelitian.

3. Bagi Tempat penelitian

Data dan hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi

bagi MTsN 1 Pasaman Barat dan Pemegang Program Gizi Puskesmas

Air Bangis untuk meningkatkan pelayanan kesehatan remaja.


8

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Konsumsi Tablet Tambah Darah pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1

Pasaman Barat Tahun 2020. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik,

dimana peneliti akan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

konsumsi tablet tambah darah di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman

Barat. Penelitian telah dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1

Pasaman Barat pada Februari-Maret 2021. Populasi Penelitian adalah semua

siswa perempuan kelas VII di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman

Barat sebanyak 69 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

total sampling, sehingga besar sampel adalah 69 orang. Pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara berdasarka kuesioner yang telah disusun

sebelumnya. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis

secara komputerisasi.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi

dewasa (Rolfes et al., 2009). Batasan usia remaja menurut World Health

Organization (WHO) adalah antara 10-19 tahun. Perubahan yang tampak

jelas pada masa remaja adalah pertumbuhan dan perkembangan fisik yang

sangat cepat (Nomate et al., 2017). Perkembangan fisik remaja ditandai

dengan adanya tanda-tanda pubertas. Pada remaja putri, mulai berfungsi

sistem reproduksi ditandai dengan datangnya menstruasi pertama yang juga

disebut dengan menarche, yang biasanya terjadi di usia 10-14 tahun

(Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Pertumbuhan remaja yang cepat

memerlukan zat gizi yang lebih banyak, hal tersebut merupakan satu dari

beberapa penyebab remaja ditempatkan pada kelompok rentan gizi. Zat gizi

yang dimaksud adalah zat besi, konsumsi zat besi yang kurang dapat

menimbulkan anemia pada remaja (Patimah, 2017).

2. Kebutuhan Gizi Remaja Putri

Remaja membutuhkan sumber energi dan zat gizi yang lebih besar

dari pada tahap sebelumnya dan sesudahnya kecuali masa kehamilan dan

menyusui (Rolfes et al., 2009).

9
10

Banyaknya aktivitas fisik pada remaja juga membutuhkan asupan

makanan yang cukup untuk dapat mempertahankan kesehatan dan status

gizi remaja (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016). Kebutuhan gizi remaja

didasarkan pada angka kecukupan gizi yang disusun berdasarkan usia

(Patimah, 2017). Kecukupan gizi remaja akan terpenuhi dengan pola makan

yang beragam dengan gizi seimbang (Marmi, 2014). Zat gizi yang penting

untuk membantu remaja mencapai tumbuh kembang optimal diantaranya,

adalah sebagai berikut

a. Energi

Kebutuhan energi pada remaja sangat besar dan bergantung pada

kecepatan pertumbuhan, jenis kelamin dan aktivitas fisiknya (Rolfes et

al., 2009). Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 remaja putri

usia 10-12 tahun membutuhkan energi sebesar 2000 kkal, 13-15 tahun

membutuhkan energi sebesar 2125 kkal, 16-18 tahun membutuhkan

energi sebesar 2125 kkal, dan 19 tahun membutuhkan energi sebesar

2250 kkal yang digunakan untuk metabolisme basal dan melakukan

aktivitas fisik (Almatsier, 2009).

b. Protein

Kebutuhan protein pada remaja putri juga meningkat, karena proses

pertumbuhan yang sedang terjadi. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi

(AKG) 2013 remaja putri usia 10-12 tahun membutuhkan protein sebesar

60 gram, 13-15 tahun membutuhkan protein sebesar 69 gram, 16-18

tahun membutuhkan protein sebesar 59 gram, dan 19 tahun


11

membutuhkan protein sebesar 56 gram. Protein dibutuhkan untuk

mengganti dan memelihara sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2009).

c. Lemak

Kebutuhan lemak pada remaja putri berdasarkan Angka Kecukupan

Gizi (AKG), remaja putri usia 10-12 tahun membutuhkan lemak total

sebesar 67 gram, 13-15 tahun membutuhkan lemak total sebesar 71 gram,

16-18 tahun membutuhkan lemak total sebesar 71 gram, dan 19 tahun

membutuhkan lemak total sebesar 75 gram. Lemak dibutuhkan untuk

sumber energi, melindungi organ tubuh, mengangkut vitamin larut

lemak, menghemat protein, melumasi untuk pengeluaran sisa

pencernaan, memelihara suhu tubuh, dan sumber asam lemak esensial

(Almatsier, 2009).

d. Karbohidrat

Kebutuhan karbohidrat pada remaja putri berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, remaja putri usia 10-12 tahun

membutuhkan karbohirat sebesar 275 gram, 13-15 tahun membutuhkan

karbohidrat sebesar 292 gram, 16-18 tahun membutuhkan karbohidrat

sebesar 292 gram, dan 19 tahun membutuhkan karbohidrat sebesar 309

gram. karbohidrat dibutuhkan untuk sumber energi, pengatur

metabolisme lemak, membantu pengeluaran sisa makanan (feses)

(Almatsier, 2009).
12

e. Vitamin

Beberapa vitamin yang direkomendasikan untuk dikonsumsi pada

masa remaja sama dengan pada dewasa, yakni rekomendasi untuk

pemenuhan vitamin D. Hal ini karena kecepatan pertumbuhan pada masa

remaja meningkat sehingga kebutuhan vitamin D untuk menguatkan

tulang juga meningkat (Rolfes et al., 2009). Selain vitamin D remaja juga

dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan vitamin C untuk mempermudah

penyerapan zat besi (Almatsier, 2009). Kebutuhan vitamin C pada remaja

putri berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, remaja

putri usia 10-12 tahun membutuhkan vitamin C sebesar 50 miligram, 13-

15 tahun membutuhkan vitamin C sebesar 65 miligram, 16-18 tahun

membutuhkan vitamin C sebesar 75 gram, dan 19 tahun membutuhkan

vitamin C sebesar 75 miligram.

f. Zat besi (Fe)

Remaja merupakan kelompok rawan terhadap defisiensi zat besi

karena pada masa remaja khususnya remaja putri mengalami menstruasi

(Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Ketidakcukupan konsumsi zat besi pada

remaja putri diakibatkan oleh kurangnya konsumsi makanan kaya akan

zat besi seperti daging, sehingga prevalensi tertinggi defisiensi zat besi

adalah pada remaja putri ( Rolfes et al., 2009). Sangat penting bagi

remaja untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi, berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, remaja putri usia 10-12 tahun

membutuhkan zat besi sebesar 20 miligram, 13-15 tahun membutuhkan


13

zat besi sebesar 26 miligram, 16-18 tahun membutuhkan zat besi sebesar

26 miligram, dan 19 tahun membutuhkan zat besi sebesar 26 miligram.

Zat besi dibutuhkan sebagai alat angkut elektron di dalam sel, bagian

penting dalam berbagai reaksi enzim di jaringan tubuh, dan alat angkut

oksigen (O2) seluruh tubuh (Almatsier, 2009)

g. Kalsium

Masa remaja merupakan masa yang penting pada pertumbuhan

tulang. Tidak tercukupinya konsumsi kalsium pada masa remaja dapat

menyebabkan pertumbuhan yang tidak optimal (Rolfes et al., 2009).

berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013, remaja putri

usia 10-12 tahun membutuhkan kalsium sebesar 1000 miligram, 13-15

tahun membutuhkan kalsium sebesar 1000 miligram, 16-18 tahun

membutuhkan kalsium sebesar 1000 gram, dan 19 tahun membutuhkan

kalsium sebesar 800 miligram.

B. Tablet Tambah Darah (TTD)

1. Pengertian Tablet Tambah Darah

Tablet Tambah Darah (TTD) merupakan salah satu suplemen

kesehatan yang juga disebut sebagai suplementasi zat besi. Suplemen

kesehatan merupakan produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih

zat yang bersifat atau mengandung nutrisi seperti vitamin, mineral, dan

asam amino. Berdasarkan pedoman pencegahan dan penanggulangan

anemia pada remaja putri dan Wanita Usia Subur (WUS) yang diterbitkan

oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2016 Tablet Tambah Darah (TTD)


14

merupakan suplemen gizi dengan kandungan zat besi setara 60 mg besi

elemental dan 400 mcg asam folat (Kemenkes RI, 2016).

2. Peran Tablet Tambah Darah untuk Kesehatan

Pada keadaan dimana tidak tercukupinya asupan zat besi dari

makanan yang dikonsumsi, zat besi perlu didapat dari suplementasi.

Pemberian suplemen TTD dilaksanakan secara rutin selama jangka waktu

tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah

secara cepat dan perlu dilanjutkan pemberiannya untuk dapat meningkatkan

cadangan zat besi di dalam tubuh. Suplementasi TTD pada remaja putri

merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk memenuhi

kebutuhan zat besi serta untuk mensukseskan periode 1000 Hari Pertama

Kehidupan (HPK) (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

3. Anjuran Konsumsi Tablet Tambah Darah

Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan program pemberian

suplemen TTD pada remaja putri dilakukan setiap satu kali per minggu dan

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88 Tahun 2014 tentang

Standart Tablet Tambah Darah Bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil.

Pemberian suplemen TTD untuk remaja putri diberikan secara blanket

approach atau seluruh remaja putri baik penderita anemia maupun tidak

diharuskan minum suplemen TTD untuk mencegah anemia serta

meningkatkan cadangan zat besi dalam tubuh tanpa dilakukan skrining awal

(Kementrian Kesehatan RI, 2016).


15

Rekomendasi global dalam pedoman pencegahan dan penanggulangan

anemia pada remaja putri dan Wanita Usia Subur (WUS) oleh Kementrian

Kesehatan RI (2016a:21) menganjurkan untuk daerah dengan prevalensi

anemia ≥ 40%, pemberian suplemen TTD pada rematri dan WUS terdiri dari

30-60 mg elemental iron dan diberikan setiap hari selama tiga bulan

berturut-turut dalam satu tahun. Sedangkan untuk daerah yang prevalensi

anemianya ≥ 20%, suplementasi terdiri dari 60 mg elemental iron dan 2800

mcg asam folat dan diberikan satu kali seminggu selama tiga bulan

diberikan dan tiga bulan selanjutnya tidak diberikan.

Pada pedoman pencegahan dan penanggulangan anemia remaja putri

dan Wanita Usia Subur (WUS) oleh Kementrian Kesehatan RI (2016)

Suplemen TTD sebaiknya dikonsumsi dengan makanan yang yang dapat

meningkatkan penyerapan zat besi, makanan yang dianjurkan adalah

sebagai berikut:

a. Makanan sumber vitamin C (jeruk, pepaya, mangga, jambu, sawi, dan

lain- lain).

b. Makanan sumber protein hewani, seperti hati, ikan, ayam dan daging.

Terdapat juga makanan yang dikenal sebagai inhibitor zat besi yang

sebaiknya menghindari konsumsi suplemen TTD bersamaan dengan :

a. Teh tanin yang dapat mengikat zat besi menjadi senyawa yang kompleks

sehingga tidak dapat diserap.

b. Kopi karena mengandung senyawa fitat yang dapat mengikat zat besi

menjadi senyawa yang kompleks sehingga tidak dapat diserap.


16

c. Tablet Kalsium (kalk) dosis yang tinggi dan susu, karena dapat

menghambat penyerapan zat besi.

C. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2015), pengetahuan adalah hasil dari kegiatan

mengetahui, sedangkan mengetahui artinya mempunyai bayangan tentang

sesuatu. Menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia

yang sekedar menjawab “what” sedangkan ilmu (sciense) bukan sekedar

menjawab “what” melainkan akan menjawab pertanyaan “why” dan “how”.

2. Dasar Pengetahuan

Pengetahuan merupakan dasar yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang dan tindakan yang didasari dengan

pengetahuan. Dalam pengetahuan seseorang melakukan penginderaan

terhadap suatu obyek yang melalui suatu proses penerimaan. Menurut

(Notoatmojo, 2015) mengemukakan teori tentang suatu pesan yang diterima

oleh setiap individu akan melalui 5 proses berurutan, yaitu:

a. Awarness (Kesadaran)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (obyek)

b. Interest (merasa tertarik)

Dimana seseorang mulai merasa tertarik terhadap stimulus/obyek

tersebut. Di sini sikap objek mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang – nimbang)


17

Dimana seseorang mulai menimbang – nimbang terhadap baik tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik.

d. Trial (Mencoba)

Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dengan sikapnya terhadap stimulus.

e. Adaptation

Dimana subjek mulai beradaptasi sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

3. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2015), pengetahuan yang dicakup dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah di

pelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan

sebagainya.
18

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham akan objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramal, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis (Analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk

menyunsun informasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.


19

f. Evaluasi (Evaluasion)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada.

4. Cara Memperoleh Pengetahuan

a. Cara tradisional atau non ilmiah

Diperoleh untuk memperoleh kebenaran pengetahuan cara ini meliputi:

1) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara paling tradisional yang digunakan manusia untuk

memperoleh pengetahuan dalam waktu yang cukup lama untuk

memecahkan berbagai masalah dan bila kemungkinan itu tidak

berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Yaitu pengetahuan yang diperoleh otoritas atau kepuasan baik

tradisi, otoritas pemerintah, agama, maupun ahli ilmu kebenarannya

berdasarkan fakta atau berdasarkan penalaran sendiri. Metode ini

berpendapat bahwa pemegang otoritas seperti pemimpin

pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada

prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan

pengetahuan sehingga orang lain menerima pendapat yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa menguji


20

terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan

fakta empiris maupun penalaran sendiri.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan. Kemampuan untuk menyimpulkan

pengetahuan, aturan dan membuat prediksi berdasarkan observasi

adalah penting untuk pola penalaran manusia. Upaya memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi

masa lalu.

b. Cara modern atau cara ilmiah

Pendekatan yang paling tepat untuk materi suatu kebenaran

karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis serta

dapat mengumpulkan dan menganalisa data yang didasarkan pada

prinsip rehabilitas dan reabilitas. Perlu adanya kombinasi yang logis

dengan mendekatkan induktif maupun deduktif mampu menciptakan

suatu pemecahan masalah lebih akurat dan tepat. Cara baru atau

modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan

ilmiah (Notoatmodjo, 2015 ).


21

5. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2015) pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara dan kuesioner yang menanyakan isi materi

yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Notoatmodjo

(2015) menjelaskan tingkat pengetahuan secara umum terdiri dari :

a. Tinggi

Pengetahuan tinggi di artikan seseorang sudah mampu mengetahui,

memahami, mengaplikasikan, menganalisa dan menghubungkan antara

suatu materi dengan materi lainnya (sintesis) serta kemampuan untuk

melakukan penelitian terhadap suatu objek (evaluasi). Pengetahuan

dikatakan tinggi apabila nilai : ≥ mean.

b. Rendah

Pengetahuan rendah diartikan apabila individu kurang mampu

untuk mengetahui, memahami, mengaplikasikan, mengevaluasikan dan

menghubungkan antara suatu materi atau objek. Pegetahuan rendah

diartikan apabila nilai : < mean.

D. Peran Teman Sebaya

1. Pengertian Teman Sebaya

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teman sebaya adalah kawan,

sahabat, atau orang yang sama-sama bekerja dan berbuat. Menurut Slavin,

sebagaimana yang dikutip oleh agus bahwa teman sebaya adalah suatu

interaksi dengan orang-orang yang mempunyai kesamaan dalam usia dan

status (Wahyudin, 2015). Jadi, kelompok teman sebaya merupakan adanya


22

kesamaan antara individu satu dengan individu lainnya yang mana dalam

kategori usia, jenjang pendidikan, dan status. Sedangkan, menurut Stelf

yang dikutip oleh eirene, bahwa teman sebaya merupakan suatu interaksi

yang terjadi oleh sekelompok orang, dan memiliki kecenderungan untuk

meniru satu sama lain (Sinay, 2017).

Teman sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang

menyiapkan panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain.

Pengaruh teman sebaya dapat menjadi hal yang positif dan negatif.

Seseorang yang salah dalam pergaulan maka akan berdampak negatif,

sebaliknya apabila bergaul dengan kelompok teman sebaya yang baik

maka akan berdampak positif (Nabila, 2015).

Jadi, dari beberapa pengertian teman sebaya diatas dapat

disimpulkan bahwa teman sebaya adalah orang-orang yang memiliki

kurang lebih kesamaan dan juga mempunyai kedekatan yang hampir mirip

seperti keluarga namun berbeda keturunan, dan memiliki kecenderungan

dalam meniru. Kedekatan itu menjadikan seseorang mampu terbuka dalam

hal apapun.

2. Fungsi Teman Sebaya

Menurut Santrock yang diambil oleh Nurul Isnaini (2016) ada

beberapa fungsi dari teman sebaya, diantaranya yaitu:

a. Mengajarkan kebudayaan masyarakatnya. Melalui kelompok teman

sebayanya itu anak-anak akan belajar standar moralitas oang dewasa,

seperti bermain secara baik, kejujuran, dan tanggung jawab. Sehingga


23

nantinya anak akan terbiasa melakukan hal tersebut dari bekal yang

sudah didapat dari kelompok teman sebayanya

b. Teman sebaya mengajarkan peranan-peranan sosial sesuai dengan jenis

kelamin. Seperti halnya ketika bermain anak yang berjenis kelamin

laki-laki akan berperan sebagai bapak dan juga akan memperankan juga

cara berpakaian yang digunakan oleh seorang laki-laki yang benar.

Kemudian juga sebaliknya anak yang berjenis wanita akan berperan

menjadi ibu yang nantinya pasti akan mengandung dan mempunyai

anak, dan juga akan memperankan cara berpakaian wanita pada

umumnya.

c. Teman sebaya membantu anak bebas dari orang dewasa. Dalam hal ini,

ketika anak sering berkumpul dengan teman seusianya pasti nanti

mampu menyeimbangkan perilaku yang ia perankan sesuai teman-

temannya. Dan sedikit atau banyak akan timbul adanya konflik dalam

pertemanan tersebut, sehingga ia mampu mengetahui cara mengatasi

konflik tersebut sendiri tanpa harus dihadapi bersama orang tua atau

kakaknya (orang dewasa).

3. Penolakan Kelompok Teman Sebaya

Adanya suatu penolakan pasti karena persyaratan yang tidak bisa

dicapai. Begitu pula dalam bergaul dengan teman sebaya, adanya

penolakan dari teman sebaya disebabkan berbagai hal yang tidak diterima

oleh kelompok teman sebayanya. Hal-hal yang menyebabkan seseorang

ditolak oleh teman sebaya diantaranya :


24

a. Penampilan dan perbuatan, meliputi: sering menantang, malu-malu, dan

senang menyendiri.

b. Kemampuan berpikir, meliputi: bodoh sekali, atau sering disebut

“tolol”.

c. Sikap dan sifat, meliputi: suka melanggar norma dan nilai-nilai dalam

kelompok, suka menguasai teman lain, suka curiga, dan suka

melaksanakan kemauan sendiri atau egois, sombong, dan pelit.

4. Solusi dari Penolakan Kelompok Teman Sebaya

Hal-hal pribadi yang membuat individu diterima dalam kelompok

teman sebaya (Sinay, 2017) adalah diantaranya sebagai berikut :

a. Penampilan dan perbuatan, meliputi: tampang yang bagus, rapi dalam

berpakaian dan aktif dalam urusan-urusan kelompok.

b. Kemampuan berpikir, meliputi: mempunyai inisiatif, memperhatikan

orang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam

keadaan yang tidak menyenangkan dirinya, suka menyumbangkan

pengetahuanya kepada orang lain terutama anggota kelompok yang

bersangkutan.

c. Sikap dan sifat, meliputi: jujur dan dapat dipercaya, bertanggungjawab

dan suka menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan

kelompok, mampu menyesuaikan diri secara tepat dalam berbagai

situasi dan pergaulan sosial, pemurah atau tidak pelit dan tidak kikir,

suka bekerja sama dan membantu anggota kelompok, dan yang paling

utama tidak sombong


25

5. Aspek Kelompok Teman Sebaya

Menurut (Sinay, 2017) ada tiga aspek yang ada pada kelompok

teman sebaya, yaitu diantaranya:

a. Keinginan meniru

Seseorang meniru orang lain dan menjadikan peniruan tersebut

menjadikan sebuah trend. Seseorang merasa harus mengikuti peniruan

tersebut, karena hal ini mampu meningkatkan rasa percaya diri.

b. Bergabung untuk menghindari konflik

Seseorang berusaha menghindari konflik, sehingga ia

memutuskan untuk mendekati kelompok teman. Jika telah berhasil

mendekati dan bergabung dengan kelompok tersebut. Maka, ia akan

cenderung menuruti kritik dan saran dari kelompok itu, dan

kemungkinan kecil akan timbulnya sebuah konflik.

c. Menjadi pengikut

Seseorang memutuskan untuk mengikuti kelompok lain

dikarenakan bingung harus berbuat apa, sehingga ia mencari dan

berusaha mendekati, serta menjadikan kelompok tersebut sebagai

pedoman. Kemudian apapun yang telah dilakukan oleh kelompok

tersebut dianggap sudah benar, dan seseorang tersebut menjadi

dikendalikan oleh orang lain.


26

E. Peran Orang Tua

I. Pengertian Peran Orang Tua

Orang tua yaitu terdiri dari ayah dan ibu. Orang tua memiliki peran

penting dalam membimbing dan mendampingi anak-anaknya baik dalam

pendidikan formal maupun non-formal. Peran orang tua itu sendiri dapat

mempengaruhi perkembangan anak dalam aspek kognitif, efektif, dan

psikmotor.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018) “peran yaitu

perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

berkedudukan dalam masyarakat. Sedangkan Hamalik (2011) menyatakan

bahwa“peran adalah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri

khas semua petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu”.

Menurut Lestari (2012) “peran orang tua merupakan cara yang

digunakan oleh orang tua berkaitan dengan pandangan mengenai tugas

yang harus dijalankan dalam mengasuh anak”. Hadi (2016) menyatakan

bahwa “orang tua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk

mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak”.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa peran

orang tua yaitu cara yang digunakan oleh orang tua atau keluarga dalam

menjalankan tugas dalam mengasuh, mendidik, melindungi, dan

mempersiapkan anak dalam keidupan bermasyarakat. Peran orang tua

sangat penting dalam perkembangan.


27

II. Peran Orang Tua dalam Keluarga

Peran orang tua dalam keluarga sangat penting terhadap

perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang sering

dijumpai anak. Lingkungan keluarga akan mempengaruhi perilaku anak.

Oleh karena itu, orang tua harus membimbing dan memberikan contoh

yang baik pada anak.

Menurut Hadi (2016) “keluarga merupakan ikatan lakilaki dan

perempuan berdasarkan hukum dan undang-undang perkawinan yang sah

dan pondasi utama dalam pendidikan selanjutnya”. Ki Hajar Dewantara

menyatakan bahwa “suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang

sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan individual maupun

pendidikan sosial”.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga

merupakan tempat terbaik untuk melakukan pendidikan dan dalam

keluarga terjadi interaksi pendidikan pertama dan utama. Keluarga terdiri

dari ayah, ibu dan anak. Setiap anggota keluarga memiliki peranan

masing-masing.

Peran keluarga menurut Jhonson (2010) sebagai berikut: “1) ayah

berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa

aman, serta sebagai kepala keluarga; 2) ibu berperan sebagai pengurus

rumah tangga, pelindung, pengasuh, dan pendidik anak-anaknya; 3) anak-

anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat

perkembangannya”.
28

Menurut Jhonson (2010) “fungsi keluarga terdiri dari fungsi

sosialisasi anak, fungsi afeksi, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi

protektif, fungsi rekreatif, fungsi ekonomis, dan fungsi status sosial”.

Sedangkan menurut Hadi (2016) “fungsi keluarga terdiri dari fungsi

biologis, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi protektif, fungsi sosialisasi

anak, dan fungsi rekreatif”.

Berikut penjelasan dari fungsi keluarga yaitu :

a. Fungsi sosialisasi anak : kelurga merupakan tempat untuk membentuk

kepribadian anak dan mempersiapkan anak menjadi anggota

masyarakat yang baik.

b. Fungsi afeksi : keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial

penuh kasih sayang dan rasa aman.

c. Fungsi edukatif : keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang

pertama dan utama bagi perkembangan kepribadian anak.

d. Fungsi religius : berkaitan dengan kewajiban orang tua untuk

mengenalkan, membimbing dan melibatkan anak mengenai nilai-nilai

dan kaidah-kaidah dan perilaku beragama.

e. Fungsi protektif : keluarga berfungsi merawat, memelihara dan

melindungi anak baik fisik maupun sosialnya.

f. Fungsi rekreatif : keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan

ketenangan, kegembiraan, dan melepas lelah

Berdasarkan penjelasan tentang peran dan fungsi keluarga diatas,

dapat disimpulkan bahwa orang tua memiliki posisi yang sangat


29

menentukan keberhasilan anak. Orang tua harus mampu menjalankan

peran dan fungsi keluarga sebaik mungkin. Orang tua juga harus

memberikan contoh yang baik kepada anaknya. Selain peran orang tua

dalam keluarga, orang tua juga berperan penting dalam pendidikan anak-

anaknya.

III. Peran Orang Tua pada Pemberian Tablet Tambah Darah

Peran Orang tua dalam konsumsi tablet tambah darah Savitry et al.

(2017) menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu

faktor yang penting untuk membentuk niat para remaja putri dalam

mengkonsumsi suplemen TTD. Dengan tingginya dukungan yang

diberikan remaja putri akan cenderung membentuk persepsi positif

terhadap konsumsi suplemen TTD. Sejalan dengan penelitian Juwita

(2018) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara

dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan konsumsi suplemen TTD.

Semakin besar peran atau dukungan keluarga mengenai konsumsi

suplemen TTD maka akan tinggi tingkat kepatuhan remaja putri dalam

mengkonsumsi suplemen TTD (Rusdiyanti et al., 2019:29). Dukungan

keluarga, yakni orangtua termasuk dalam upaya untuk mengingatkan

individu mengkonsumsi suplemen TTD sesuai anjuran atau secara teratur

(Rahmawati dan Subagio, 2012).

Salah satu dukungan keluarga berasal dari ibu, wujud dukungan ibu

terhadap anggota keluarga yakni dengan memberikan asupan makanan

yang bergizi seimbang dan beragam dan memantau kesehatan anggota


30

keluarga. Remaja putri dengan tingkat pendidikan ibu rendah lebih

berisiko sebesar 2,349 kali untuk menderita anemia (Listiana, 2016:458).

Sesuai dengan penelitian Setyowati et al. (2017) yang menyebutkan ada

hubungan yang bermakna antara dukungan ibu dengan perilaku makan

remaja putri dalam pencegahan anemia. Dukungan keluarga yang baik

menurunkan risiko sebesar 3,213 kali bagi remaja putri untuk terkena

anemia (Triyani dan Purbowati, 2016).

F. Peran Petugas Kesehatan

1. Pengertian Peran Petugas Kesehatan

Peran adalah keikutsertaan secara proaktif yang diberikan oleh

seseorang baik dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan. Peran petugas

kesehatan didefinisikan yaitu informasi verbal, saran, bantuan yang nyata

atau tingkah laku yang diberikan oleh tenaga kesehatan dengan subjek

didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal yang

dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku

penerimaannya (Mubarak, 2012).

2. Bentuk-Bentuk Peran Petugas Kesehatan

a. Komunikasi

Dalam profesi kedokteran dan tenaga kesehatan yang lain,

komunikasi dengan pasien merupakan salah satu bentuk kompetensi

yang harus dikuasai. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan

penyelesaian masalah kesehatan pasien. Pasien yang datang berkunjung

ke tenaga kesehatan mempunyai harapan yang besar, sehingga bila


31

harapan tersebut tidak tercapai dapat menimbulkan gugatan dan

tuntutan di meja hukum (Syaifudin,2016).

Komunikasi inilah yang akan memberikan ketenangan bagi

pasien dan keluarganya. Komunikasi yang baik akan efektif untuk

meredam emosi pasien dan keluarga sehingga setiap masalah kesehatan

pasien dapat didiskusikan rencana tindakan medis yang dibutuhkan

(Notoadmodjo, 2017).

Komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien berupa :

1) Sebelum pengobatan

Untuk membuat rencana pengobatan diperlukan informasi

klinis untuk membuat diagnosis yang tepat. Pastikan pasien mengerti

bahwa semua pertanyaan yang diajukan digunakan untuk

memberikan cara pengobatan yang terbaik baginya.

2) Selama prosedur klinik

Perhatian dan bantuan yang diberikan oleh tenaga kesehatan

dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami. Dialog yang disampaikan

secara lembut dan menenangkan dapat mengalihkan focus perhatian

pasien dan rasa kurang nyaman yang dialami.

3) Setelah tindakan

Tenangkan pasien dengan penjelasan tentang kondisi

kesehatannya dan hasil tindakan yang telah dilakukan. Berikan

informasi tentang langkah perawatan dan pemantaan lanjutan.

b. Dukungan Emosional dan psikologis


32

Dukungan emosional dan psikologis dapat diberikan oleh

petugas kesehatan kepada pasien dan keluarganya berupa :

1) Mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya

2) Tidak mengalihkan pembicaraan atau mengubah pokok pembicaraan

3) Berikan informasi yang cukup sehingga klien benar-benar

memahami keadaannya.

4) Jelaskan masalah dan langkah perawatan setelah pengobatan

dilakukan.

5) Membantu klien menuju rumah misalnya dengan mengantar pasien

sampai ke pintu (Syaifudin, 2016).

c. Sebagai Motivator

Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada

orang lain. Sementara motivasi diartikan sebagai dorongan untuk

bertindak agar mencapai suatu tujuan tertentu dan hasil dari dorongan

tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dilakukan

(Notoatmodjo, 2017). Menurut Syaifudin (2016) motivasi adalah

kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motif

adalah kebutuhan, keinginan, dan dorongan untuk melakukan sesuatu.

Peran tenaga kesehatan sebagai motivator tidak kalah penting

dari peran lainnya. Seorang tenaga kesehatan harus mampu

memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan dalam meningkatkan

kesadaran pihak yang dimotivasi agar tumbuh ke arah pencapaian

tujuan yang diinginkan (Mubarak, 2012). Tenaga kesehatan dalam


33

melakukan tugasnya sebagai motivator memiliki ciri-ciri yang perlu

diketahui, yaitu melakukan pendampingan, menyadarkan, dan

mendorong kelompok untuk mengenali masalah yang dihadapi, dan

dapat mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah tersebut

(Novita, 2011).

d. Sebagai Fasilitator

Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan

dalam menyediakan fasilitas bagi orang lain yang membutuhkan.

Tenaga kesehatan dilengkapi dengan buku pedoman pemberian tablet

zat besi dengan tujuan agar mampu melaksanakan pemberian tablet zat

besi tepat pada sasaran sebagai upaya dalam menurunkan angka

prevalensi anemia. Tenaga kesehatan juga harus membantu klien untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimal agar sesuai dengan tujuan

yang diharapkan (Santoso, 2014).

Peran sebagai seorang fasilitator dalam pemberian tablet Fe

kepada remaja, wanita usia subur dan ibu hamil juga harus dimiliki oleh

setiap tenaga kesehatan pada setiap kunjungan ke pusat kesehatan.

Fasilitator harus terampil mengintegritaskan tiga hal penting yakni

optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan optimalisasi

partisipasi, sehingga pada saat menjelang batas waktu yang sudah

ditetapkan pasien harus diberi kesempatan agar siap melanjutkan

program konsumsi tablet Fe secara mandiri (Novita, 2011).


34

Tenaga kesehatan harus mampu menjadi seorang pendamping

dalam suatu forum dan memberikan kesempatan pada pasien untuk

bertanya mengenai penjelasan yang kurang dimengerti. Menjadi

seorang fasilitator tidak hanya di waktu pertemuan atau proses

penyuluhan saja, tetapi seorang tenaga kesehatan juga harus mampu

menjadi seorang fasilitator secara khusus, seperti menyediakan waktu

dan tempat ketika pasien ingin bertanya secara lebih mendalam dan

tertutup (Sardiman, 2017)

e. Sebagai konselor

Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang

lain dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah

melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan

perasaan-perasaan klien (Kemenkes RI, 2016). Proses dari pemberian

bantuan tersebut disebut juga konseling. Tujuan umum dari pelaksanaan

konseling adalah membantu pasien agar mencapai perkembangan yang

optimal dalam menentukan batas-batas potensi yang dimiliki,

sedangkan secara khusus konseling bertujuan untuk mengarahkan

perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat, membimbing pasien

belajar membuat keputusan dan membimbing ibu hamil mencegah

timbulnya masalah selama proses kehamilan (Mandriwati, 2018).

Seorang konselor yang baik harus memiliki sifat peduli dan mau

mengajarkan melalui pengalaman, mampu menerima orang lain, mau

mendengarkan dengan sabar, optimis, terbuka terhadap pandangan


35

interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dapat menyimpan rahasia,

mendorong pengambilan keputusan, memberi dukungan, membentuk

dukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi, mengerti

perasaan dan kekhawatiran klien, serta mengerti keterbatasan yang

dimiliki oleh klien (Simatupang, 2018).

Konseling yang dilakukan antara tenaga kesehatan dan ibu

hamil memiliki beberapa unsur. Proses dari konseling terdiri dari empat

unsur kegiatan yaitu pembinaan hubungan baik antara tenaga kesehatan

dengan ibu hamil, penggalian informasi (identifikasi masalah,

kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dan sebagainya) dan pemberian

informasi mengenai tablet Fe sesuai kebutuhan, pengambilan keputusan

mengenai konsumsi tablet Fe, pemecahan masalah yang mungkin

nantinya akan dialami, serta perencanaan dalam menindak lanjuti

pertemuan yang telah dilakukan sebelumnya (Kemenkes RI, 2018).


36

G. Kerangka Teori

Teori perilaku L Green (Notoadmodjo, 2015), faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku diantaranya adalah faktor pedisposisi, faktor penguat dan

faktor pemungkin. .

Predisposisi factor
Usia
Paritas
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Motivasi
Pekerjaan
Sosial Ekonomi
Kepercayaan

Enabling factor
(faktor pendukung)
Fasilitas kesehatan Konsumsi Tablet Tambah
Sarana kesehatan Darah

Reinforcing factor
(faktor pendorong)
Dukungan keluarga
Pola Konsumsi
Peran Orang Tua
Peran Petugas Kesehatan
Peran Teman Sebaya

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Notoadmodjo (2015), Kemenkes RI (2016), Sinay (2017)


37

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan tentang variabel-

variabel yang dialami atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.

Oleh karena itu konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat

langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur

melalui konstruk atau yang telah dikenal dengan nama variabel. Jadi variabel

adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari

konsep (Notoadmojo, 2012). Untuk lebih jelasnya kerangka konsep penelitian

ini dapat dilihat dari bagan 3.1 berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Pengetahuan

Peran Teman
Sebayan
Konsumsi Tablet
Tambah Darah
Peran Orang Tua

Peran Tenaga
Kesehatan

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

37
38

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala


I. Independen
1 Tingkat Segala sesuatu Wawancara kuesioner Rendah : jika Ordinal
Pengetahuan yang diketahui nilai < mean
responden
tentang tablet tinggi : jika nilai
tambah darah > mean

2. Peran Teman Segala bentuk Wawancara kuesioner Kurang berperan : Ordinal


Sebaya dorongsn ysng jika nilai < mean
diberikan teman
sebaya dalam Berperan : jika nilai
konsumsi tablet >mean
fe
3 Peran Orang Tua Segala bentuk Wawancara Kuesioner Kurang berperan : ordinal
pengorbanan/moti jika nilai < mean
vasi dan dorongan
yang diberikan Berperan : jika nilai
orang tua untuk >mean
konsumsi tablet
tambah darah
4. Peran petugas Sikap proaktif Wawancara kuesioner Kurang berperan : Ordinal
kesehatan yang diberikan jika nilai < mean
petugas
kesehatan kepada Berperan : jika nilai
responden terkait >mean
konsumsi tablet
tambah darah

II. Dependen
1 Konsumsi tablet Responden Wawancara kuesioner Tidak teratur : Ordinal
tambah darah mengkonsumsi tidak konsumsi
tablet tambah tablet tambah
darah secara rutin darah 1
tablet/minggu
dalam 6 bulan
terakhir

Teratur :
konsumsi tablet
tambah darah 1
tablet/minggu
dalam 6 bulan
terakhir
39

C. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teoritis dan kerangka konsep
yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang akan diuji adalah :
1: Ada pengaruh pengetahuan terhadap konsumsi tablet tambah darah

pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat

2: Ada pengaruh peran teman sebaya terhadap konsumsi tablet tambah

darah pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat

3: Ada pengaruh peran orang tua terhadap konsumsi tablet tambah darah

pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat

4: Ada pengaruh peran petugas kesehatan terhadap konsumsi tablet

tambah darah pada siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman

Barat
40

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik, yaitu penelitian yang

menggambarkan hubungan variabel independen (pengetahuan, peran teman

sebaya, peran orang tua dan peran petugas kesehatan) dan variabel dependen

(konsumsi tablet tambah darah). Desain penelitian adalah cross sectional,

yaitu penelitian dilakukan pada sampel yang sama dan waktu yang bersamaan

(Notoatmodjo, 2015).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2021 di

Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

tersebut (Notoadmodjo, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah siswi

kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat sebanyak 69

orang.

40
41

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi(I ketut, 2015). Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel

dilakukan secara total sampling, yaitu pengambilan sampel terhadap

semua populasi, dengan jumlah 69 orang.

D. Instrument Penelitian

Pada penelitian ini, instrument penelitiannya adalah kuesioner sebagai

panduan dalam mendapatkan informasi tentang variabel pengetahuan, sikap,

dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan, serta variabel independen

konsumsi tablet tambah darah.

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

1. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan dari responden, yaitu

pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, peran petugas kesehatan dan

konsumsi tablet tambah darah.

a. Perencanaan Penelitian

1) Mengajukan surat permohonan izin penelitian pada institusi

pendidikan Universitas Fort De Kock Bukittinggi

2) Surat izin penelitian dari Universitas Fort De Kock Bukittinggi akan

diserahkan ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten

Pasaman Barat untuk mendapatkan rekomendasi penelitian.


42

Rekomendasi penelitian ini akan diteruskan ke Dinas Pendidikan

Pasaman Barat

3) Mengajukan surat permohonan izin ke Dinas Pendidikan Kabupaten

Pasaman Barat.

4) Setelah mendapat izin, peneliti mengunjungi MTsN 1 Pasaman

Barat. menjelaskan maksud penelitian kepada Kepala Sekolah dan

berkoordinasi dengan guru yang bersangkutan mengambil sampel

sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Pelaksanaan Penelitian

1) Sebelum kuesioner diberikan, peneliti memperkenalkan diri dan

menjelaskan tujuan penelitian kepada responden, serta meminta

persetujuan untuk menjadi responden

2) Responden diminta untuk membubuhkan tanda tangan pada

Informed Concent yang telah disediakan.

3) Responden diminta untuk menjawab pertanyaan yang ada pada

kuesioner.

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak kedua

yaitu data dari puskesmas Air Bangis, Dinas Kesehatan Pasaman Barat

Madrasah Tsanawiyah Ngeri 1 Pasaman Barat serta dari literature dan

tinjauan kepustakaan yang berhubungan dengan konsep kajian

penelitian ini. Metode pengumpulan data ini adalah wawancara.


43

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Editing Data

Data yang telah terkumpul dilakukan pemeriksaan terhadap

kelengkapan jawaban dari responden. Data yang belum diisi dengan

lengkap akan ditelusuri kembali ke responden untuk melengkapi

jawaban responden sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

b. Coding Data

Memberi kode pada setiap informasi yang terkumpulkan pada setiap

pertanyaan untuk mengolah data. Jawaban responden diberikan kode

sesuai dengan variabel penelitian yaitu:

c. Entry Data

Memproses data agar dapat dianalisa. Pemprosesan ini dilakukan

dengan cara memindahkan data dari kuesioner ke dalam tabel yang

telah disediakan. Data yang ientrikan adalah data yang sudah iberikan

kode sesuai masig-masing variabel.

d. Cleaning Data

Pengecekan kembali data yang telah dimaksudkan ke dalam master

tabel atau dientri ke dalam komputer untuk melihat apakah ada

kesalahan atau tidak. Pengecekan data dilakukan dengan cara

distribusi frekuensi dari variabel.


44

2. Analisa Data

a. Analisis Univariat

Data yang terkumpul diolah dan dianalisa dengan metode deskriptif

kuantitatif, menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dikelompokkan

sesuai sub variabel yang diteliti, yaitu : pengetahuan, peran teman

sebaya, peran oang tua, peran petugas kesehatan dan konsumsi tablet

tambah darah. Analisis data ini menggunakan system komputerisasi.

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dimaksudkan untuk melihat pengaruh antara variabel

independen dengan variabel dependen. Untuk menguji data tersebut

dilakukan secara komputerisasi dengan Uji Chi Square.

Cara pengambilan keputusan dengan tingkat kebenaran 95% dan

p value = 0,05 adalah :

1) Apabila p value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan pengetahuan, peran teman sevaya, peran orang tua dan

peran petugas kesehatan dengan konsumsi tablet tambah darah di

Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pasaman Barat.

2) Jika nilai p value > 0,05 maka tidak ada hubungan pengetahuan,

sikap, dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan dengan

konsumsi tablet tambah darah di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1

Pasaman Barat.

Anda mungkin juga menyukai