Pert-2 Islam SBG Agama
Pert-2 Islam SBG Agama
Pert-2 Islam SBG Agama
Adapun pengikut dari Karl Max mendefinisikan relegion sebagai “ The opiate of the people “ ( candu
bagi rakyat *2) ) inilah keyakinan dasar orang orang komunis yang ateis
a. QS Al-Kafirun , 109 : 6 ( Lakum diinukum wa liya din = untukmu agamamu, dan untukku
agamaku)
b. QS, As-Shaf , 61 : 9 ( Huwallazii arsala rasulahuu bil-huda wa diini-lhaqqi liyuzhirahuu ‘ aladdiini
kullihii wa lau karihal- musyrikuun = Dia-lah yang mengutus Rasul-nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang benar agar dia memenangkannya di atas segala agama meskipun
orang orang musrik membencinya)
c. QS. Al-An’am, 6 : 161 ( Diinan qayyiman millata Ibrahhiima haniifa =agama yang benar, agama
Ibrahim yang lurus )
Kata Agama sering diartikan <a =tidak ; gama = Kacau > pemberian arti semacam ini dari segi
etimologi, menurut H Bahrum Rangkuti,seorang linguist yang pernah duduk sebagai sekjen Agama,
adalah tidak ilmiah. Penuturan bliau dikutip dalam buku agama dan kebudayaan tersebut di atas
sbb :
“ agama “ memang satu istilah yang menjadi milik bahasa Indonesia, tetapi untuk mengetahui
intinya, baiklah kita tuliskan dahulu ; aslinya bahasa sanksekerta < a- ga-ma. Sering kali saya baca
di buku karangan tentang ‘agama’ mereka mengatakan bahwa agama itu artinya : a = tidak , gama
=kacau; jadi agama berarti tidak kacau. Hal ini tidak ilmiah, mungkin tidak tahu bahasa sanksekert.
Memang a dalam bahasa kita tidak, yaitu aneka, A=tidak, eka =satu , aneka = tidak satu; aneka
=serba bagai, gevarieerd, gashijdend. Tetapi a panjang a-gama, artinya a=cara, jalan, the way; gama
mulanya gam adalah bahasa indo Germania = bahasa Inggris to go = jalan; cara cara berjalan . cara
cara sampai pada keredhaan Tuhan
Sutan Muhammad Zain, dalam kamusnya menerangkan arti agamma sbb : “Agama (Skr),
kepercayaan kepada kesaktian, ruh nenek moyang, dewa, Tuhan .
Agama (umum), manusia mengakui dalam agama adanya yang suci, manusia itu snsaf, bahwa ada
suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi yang ada. Tentang kekuasaan ini yang dianggap
sebagai asal atau khalik segala yang ada . Tentang kekuasaan ini bermacam macam bayangan yang
terdapat pada manusia , demikian pula cara membayangkannya. Demikian Tuhan dianggap oleh
manusia sebagai tenaga gaib ini dapat menjelma antara lain dalam alam (animisme), dalam buku
suci (Torat) atau dalam manusia ( kristen)
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada nabi sebagai petunjuk bagi manusia , dan
hukum hukum sempurna untuk digunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang
nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah, dirinya sebagai hamba
Allah, manusia dan masyarakat serta alam sekitarnya.Agama sebagai sumber sistem nilai merupakan
petunjuk, pedoman dan petunjuk bagi manusia utuk memecahkan berbagai masalah hidup, seperti
dalam ilmu, agama, politik, ekonomi, budaya, sehingga terbentuk motivasi, tujuan hidup dan
perilaku manusia yang menuju kepada keridlaan Allah.
Dua pernyataan tersebut menggambarkan ruang lingkup agama. Adapun pengertian agama Islam
menurut Tim Penulis Buku Dasar Agama Islam, Prof. Dr. Zakiah Daradjat dkk, sbb :
“Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk diteruskan
kepada seluruh umat manusia, yang mengandung ketentuan ketentuan keimanan (aqidah) dan
ketentuan ketentuan ibadah dan mu’amalah (syari’ah), yang menentukan proses berpikir, merasa
dan berbuat dan proses terbentuknya kata hati . *6)
Kata Islam menurut Etimologi berasal dari bahasa Arab, dari akar kata Salima =selamat sentosa. Dari
asal kata itu terbentuk kata Aslama =memelihara dalam keadaan selamat sentosa, tunduk, patuh
dan taat. Kata Aslama itulah yang menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang
terkandung dalam arti pokoknya; sebab itu orang yang melakukan aslama atau masuk islam,
dinamakan Muslimin, berarti orang itu telah menyatakan dirinya telah taat, menyerah diri dan patuh
kepada Allah SWT. Dengan melakukan aslama , selanjutnya oirang itu sepanjang berbuat kebaikian
dan kebenaran terjamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. Allah berfirman pada Al-
baqarah : 112 yang artinya :
“Bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka
bersedih hati “.
Berbeda dengan agama lain, Islam sebagai suatu agama tidak terkait dengan nama seseorang,
golongan manusia, atau nama suatu negeri. Hal tersebut karena nama Islam diberikan langsung oleh
Allah SWT, Diantara ayat Qur’an yang menyebut Islam sebagai nama agama adalah :
a. QS Al-Hajj, 22 : 78
“Dan tidak dijadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan , (ikutilah agama arang tuamu
Ibrahim. Dia( Allah) telah menamai kamu sekalian orang orang muslim dari dahulu”
b. QS. Al-Baqarah, 2 : 132
“Nabi Ibrahim telah berwasiat kepada anak anaknya, demikian pula Ya’kub (Ibrahim berkata ) :
Hai anak anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu
mati kecuali dalam memeluk agama Islam”
c. QS. Ali Imran, 3 : 67
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi Dia seorang yang
lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali kali dia bukanlah orang yang musrik”
d. QS. Yusuf . 2 : 101
“ Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan
telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi. (Ya Tuhan), pencipta langit dan bumi,
Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan islam dan
gabungkanlah aku dengan orang orang yang saleh “
e. QS. Ali Imran, 3 : 52
“Maka tatkala Isa mengetahui keinginan dari mereka (Bani Israil) berkatalah Dia : “ Siapa yang
akan menjadi penolong penolongku untuk (menegakkan agama) Allah ? para Hawariyyin
(shabat sahabat setia ) menjawab : “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada
Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang orang yang menyerahkan diri
(muslim)
2. KERANGKA AGAMA ISLAM
Agama Islam mengandung tiga unsur :
a. Iman , keyakinan kepada
1) Allah
2) Malaikat
3) Kitab
4) Rasul
5) Hari Akhir
6) Qadha dan Qadar
b. Islam, menyadari diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah yaitu :
1) Syahadatain
2) Shalat
3) Zakat
4) Puasa
5) Hajji
c. Ihsan, beraqlak mulia dalam pendekatan pelaksanaan ibadah kepada Allah dan
bermu’amalah dengan sesama makluk dengan penuh keiklasan, seakan akan menyaksikan
Allah ( meskipun dia tidak melihat Allah), atau merasa disaksikan Allah.
1) Bermu’amalah dengan sesama manusia
a) Hubungan dengan Rasul
(1) Mentaati
(2) Meniru/ittiba’
(3) Mencintai
(4) Mendoakan/bershalawat
b) Hungan dengan diri pribadi
(1) Merawat kesehatan jasmani dan rohani
(2) Menyiapkan diri agar hubungan dengan Allah, sesama manusia dan alam sekitar
berkualitas
(3) Beraqlak mulia dan berhubungan dengan Allah , sesama manusia dan alam
sekitar
c) Hubungan dengan keluarga, masyarakat, bangsa dan antar bangsa
2) Hubungan dengan alam sekitar: tumbuh tumbuhan, hewan dan benda (organik maupun
unorganik)
Dengan demikian , karena manusia muslim mematuhi tuntunan/aturan Allah, maka disamping berbuat
kebajikan dan menjauhi kemungkaran, tetapi juga mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Bahkan Islam menyebabkan manusia memiliki :
Yang termasuk Agama Semitik adalah : Agama Yahudi, Agama Islam, sedangkan Arya :
Hinduisme dan Janisme, Sikhisme, Zoroastrianisme. Agama Monggolian : Confusianisme,
Taoisme , dan Shintoisme.
1) Agama adalah suatu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan ) atas adanya
suatu yang mutlak di luar manusia
2) Agama adalah suatu sistem ritus (tata peribadatan) manusia terhadap yang dianggap
Yang Mutlak itu
3) Agama adalah suatu sistem norma (tata kaidah), yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama, dan hubungan dengan alam lainnya, sejalan dengan tata keimanan dan
tata peribadatan .
Ditinjau dari segi sumbernya, agama dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Agama Samawi ( agama langit, agama wahyu, agama profetis, revealed religions, Din as
samawi)
2) Agama Budaya (agama bumi, agama ra’yu, agama filsafat, natural religion, non revealed
religion, Din at thabi’i Din al-ardli)
Yang termasuk agama samawi hanyalah Islam. Sedangkan yang lain kecuali Nasrani dan
Yahudi , termasuk agama budaya. Sedang Nasrani dan Yahudi dalam bentuk sekarang tidak
dapat sepenuhnya dianggap agama samawi, semi samawi, karena masing masing kitabnya
telah disisipi karangan/tangan manusia. Demikian menurut Al-Qur’an, Al-Baqarah , 2 :
75,79 ; Ali Imran 3 : 46-48, begitupun kesaksian ilmu pengetahuan (Agama dan Kebudayaan ,
H. Endang Saifuddin Anshari )
Al-baqarah : 75,79
“Maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
sedang segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah
memahaminya, padahal mereka mengetahuinya” ( QS 2:75)
“Maka celakalah orang orang yang menulis kitab dengan tangan mereka(sendiri), kemudian
berkata “ini dari Allah,” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka
celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang
mereka perbuat”QS 2 :79
“ Dan dia berbicara dengan manusia (sewaktu) dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan
dia termasuk di antara orang orang saleh” (QS 3:46)
“ ..... apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya “ Jadilah
“maka jadilah sesuatu itu “ QS 3:47
“ Dan Dia (Allah) mengajarkan kepadanya (Isa) Kitab, Hikmah, Taurat Dan Injil “ QS 3 :48
Oleh Al Qur’an disebut Al – Maghdhub (dimurkai Allah ), karena tahu kebenaran tetapi
tidak menerima kebenaran itu, dan ad-dhollin ( orang sesat) karena tidak menemukan
kebenaran. Sebagai jaminan bahwa Al Qur’an itu wahyu Allah, maka Al Qur’aan sendiri
menantang tiap manusia untuk membuat satu surat saja yang senilai dengan Al
Qur’an ( 2:23,24)
Dan aspek aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan dapat
sesuai pada setiap ytempat dan setiap waktu ( QS 7 : 1568 ; 24 : 28 ; 21 : 107 )
2) Ilmu ilimu yang membahas hal hal yang berhubungan dengan Al- Qur’an antara lain :
(a) Ilmu Mawathin : membahas tentang tempat turunnya Al Qur’an
(b) Ilmu Asbabun : membahas sebab sebab turunnya Al Qur’an
(c) Ilmu Tajwid : membahsa tentang teknik membaca Al Qur’an
(d) Gharibil Qur’an : membahas tentang perumpamaan dalam Al Qur’an
(e) Ilmu Amtsalil Qur’an : membahas tentang perumpamaan dalam Al Qur’an
(f) Ilmu Wajuh Wanadhar : membahas kalimat yang mempunyai banyak arti dan
makna apa yang dikehendaki oleh suatu ayat dalam Al Qur’an
(g) Ilmu Aqsamil Qur’an : mempelajari tentang maksud-maksud sumpah Tuhan
dalam Al Qur’an
(h) Dan lain lain
b. AS-SUNNAH/ AL HADITS
1) Dasar Pengertian
Secara etimologis hadits berarti :
(a) Baru, seperti pada kalimat : “ Allah Qadim mustahil Hadits :
(b) Dekat, seperti : “ Haditsul ahli bil Islam “
(c) Khabar, seperti : “ Falya’tu bi haditsin mitslihi “
Dalam tradisi hukum Islam, Haditsn berarti , segala perbuatan, perkataan dan
keizinan/persetujuan Nabi Muhammad SAW ( Af’al, Aqwal dan Taqrir).
Pengertian Hadits sebagaimana tersebut di atas adalah identik dengan sunnah, yang
secara etimologi berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam Al Qur’an : Sunnata man
qad arsalna ( QS Al Isra : 77 )
Ada yang berpendapat bahwa antara sunnah dan hadits tersebut berbeda. Akan tetapi
dalam kebiasaan hukum Islam antara hadits dan sunnah tersebut hanyalah berbeda
dalam segi penggunaan saja, tidak dalam tujuannya.
2) Sunnah adalah sumber hukum Islam (Pedoman Hidup Kaum Muslimin) yang ke dua
setelah Al Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al Qur’an sebagai sumber
hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa sunnah sebagai sumber hukum
juga. Ayat-ayat Al Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini,
seperti :
(a) Setiap mukmin harus taat kepada Allah dan RasulNya ( Al Anfal : 20 ; Muhammad :
33 ; An Nisa : 59 ; Ali Imran : 32 ; Al Mujadallah : 13 ; An Nur : 54 ; Al Maidah : 92 )
(b) Kepatuhan kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah ( QS . An Nisa : 80 ; Ali
Imran : 31 )
(c) Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa ( QS. Al Anfal : 13 ) ; Al
Mujadallah : 5 ; An Nisa : 115 )
(d) Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang beriman ( QS An Nisa : 65 )
Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum , maka kaum muslimin akan
menghadapi kesulitan kesulitan dalam hal cara shalat, kadar ketentuan zakat, cara haji
dsbnya. Sebab ayat ayat Al Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global
dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci adalah sunnah rasulullah. Selain itu
juga akan mendapatkan kesukaran kesukaran dalam hal menafsirkan ayat ayat yang
musytarak, muhtamal dsbnya yang memerlukan sunnah untuk menjelaskannya. Dan
apabila penafsiran penafsiran didasarkan pertimbangan rasio sudah barang tentu akan
melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
a) Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali sahabat sahabat tertentu yang diizinkan
sebagai catatan pribadi
b) Rasulullah berada di tengah tengah umat Islam sehingga tidak perlu ditulis
c) Kemampuan tulis baca di kalangan sahabat terbatas
d) Umat Islam difokuskan kepada Al Qur’an
e) Kesibukan umat Islam luar biasa dalam menghadapi perjuangan da’wah yang
sangat penting.
Disamping itu tidak sedikit kesalahan yang berkembang di kalangan masyarakat Islam ,
anggapan terhadap pepatah pepatah dalam bahasa Arab yang dinilai sebagai Hadits.
Walaupun ditinjau dari dari segi isi materinya tidak bertentangan dengan prinsip prinsip
pokok ajaran Islam, tetapi kita tetap tidak boleh mengatakan bahwa sesuatu ucapan itu
sebagai ucapan Rasulullah, kalau memang bukan sabda Rasul. Rasulullah bersabda : “
Barang siapa berdusta atas namaku, maka siap siap saja tempatnya di neraka “.
Alhamdulillah, berkat jasa jasa dari ulama ulama yang shalih, hadits hadits itu kemudian
sempat dibukukan dalam berbagai macam buku, serta diadakan seleksi seleksi ketat
oleh mereka sampai melahirkan satu disiplin ilmu tersendiri yang disebut ilmu
Musthalah Hadits.
Walaupun usaha mereka belum bisa membendung penyebaran hadits palsu dan
lemah, namun dilahirkan norma norma dan pedoman khusus untuk seleksi hadits yang
dituangkan dalam ilmu Musthalah Hadits tersebut. Dengan pedoman itu umat Islam
dapat mengadakann seleksi seperlunya. Nama nama seperti Ishaq bin Rahawih, Imam
Bukhari, imam Muslim, ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini, Ibnu Shalah dan banyak lagi
ulama shalih lainnya adalah rentetan nama nama yang besar jasanya dalam usaha
penyelamatan hadits hadits dari kepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.
6) Menurut penyelidikan para ulama ahli hadits, secara garis besar tingkatan kitab hadits
bisa dibagi sbb :
a) Ash-Shahih, kitab hadits yang menghimpun hadits hadits yang shahih saja
b) Sunan, kitab hadits menghimpun hadits yang tidak sampai pada derajat munkar,
masih dimasukkan hadits yang dha’if tetapi mereka jelaskan kedhaifannya.
c) Musnad, kitab hadits yang memamsukkan hadits dha’if tanpa penyaringan yang
teliti. Oleh karena itu di dalamnya bercampur antara hadits shahih, dan dha’if dan
yang lebih rendah lagi. Adapun kitab kitab yang lain disejajarkan dengan al-Musnad
ini
Diantara kitab kitab Hadits yang ada, maka Shahih Bukhari adalah Kitab Hadits yang
terbaik dan menjadi sumber ke-dua setelah Al-Qur’an, dan kemudian menyusul Shahih
Muslim :
Menurut sebagian besar para ulama hadits, diantara kitab kitab hadits ada 7 kitab
hadits yang dinilai terbaik yaitu :
a) Ash-Shahih Bukahari
b) Ash-Shahih Muslim
c) As-Sunan Abu Dawud
d) As-Sunan Nasai
e) As-Sunan Tirmidzi
f) As-Sunan Ibnu Majah
g) Al-musnad Imam Ahmad
8) Seleksi Hadits :
Dengan menggunakan berbagai macam ilmu Hadits ( seperti : Musthalah hadits, yang
secara garis besar terdiri dari ilmu hadits dirayatkan yaitu yang membahas diterima
tidaknya suatu hadits; dan ilmu hadits riwayatan yaitu yang membahas materi hadits.
Ilmu lainnya : Rijalul hadits, membahas tokoh tokoh yang berperan dalam periwayatan
hadits; Ilmu Gharibil Hadits, membahas kalimat yang sulit dalam Hadits, dan masih
banyak yang lain ), maka timbulah berbagai macam nama hadits, yang disepakati oleh
para ulama yang sekaligus dapat menunjukkan jenis, sifat, bentuk dan kualitas dari
suatu hadits.
Yang paling penting untuk diketahui adalah pembagian hadits itu atas dasar kualitasnya
yaitu :
a) Maqbul (dapat diterima sebagai pedoman), yang mencakup hadits shahih dan hadits
hasan
b) Mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman), yang mencakup hadits
dha’if/lemah dan maudlu/palsu.
a) Materi hadits dinilai baik apabila tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits
lain yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan realita, tidak bertentangan dengan
fakta sejarah, tidak bertentangan dengan prinsip prinsip pokok ajaran Islam
Contohnya Hadits yang dinilai baik, tetapi bertentangan isi materinya dengan Al
Qur’an :
(1) Hadits yang mengatakan bahwa “ Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan
karena ratapan ahli warisnya “; adalah bertentangan dengan firman Allah
“Walaa taziru waaziratan wizra ukhra “ =dan seseorang tidak akan memikul
dosa orang lain ( Al-An’am : 164)
(2) Hadits “ Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan punya hutang
puasa, hendaklah dipuasakan oleh walinya” bertentangan dengan Firman Allah
“ Waan laisa lil insaani illaa maa sa’aa “ =dan seseorang tidak akan
mendapatkan pahala apa apa kecuali dari apa yang ia kerjakan sendiri ( An-Najm
: 39 )
Ada satu norma yang disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu apabila Al Qur’an dan
hadits bertentangan maka ambillah Qur’an
Dengan demikian dapat dikatakan shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama
diberi kata kata :
Keadaan demikian telah mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan berusaha
mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun niorma niorma dalam memilih hadits
hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits hadits yang palsu.
Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama orang yang baik dan sejumlah nama
orang yang biasa membuat hadits palsu. Mereka menyusun kitab kitab khusus yang
membahas hadits hadits yang baik.
Untuk mengetahui bahwa suatu hadits palsu, kita dapat mengenali beberapa ciri :
a) Pengakuan pembuatnya
Di dalam catatan sejarah sering terjadi para pembuat hadits palsu berterus terang
atas perbuatan jahatnya. Baik karena terpaksa maupun karena sadar dan taubat.
Abu Ismah Huh bin Maryam ( bergelar Nuh Al –Jami) telah berterus terang
mengakui perbuatannya dalam membuat hadits hadits palsu yang berhubungan
dengan keutamaan keutamaan surat Al-Qur’an. Ia sandarkan hadits hadits itu
kepada Ibnu Abas. Maisarah bin Abdi Rabbih al-farisi, juga telah berterus terang
mengakui perbuatannya membuat hadits hadits palsu tentang keutamaan Al
Qur’an dan keutamaan Ali Bin Abi Thalib
Dalam hal ini memang perlu kita catat bahwa tidak semua pengakuan itu lantas
harus secara otomatis kita percayai, sebab mungkin saja pengakuan itu justru dusta
atau palsu.
b) Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadits maudhu, dan hadits atau
keterangan lain yang baik, tidak ada sama sekali. (dalam permasalahan yang sama)
c) Isi atau materinya bertentangan dengan akal pikiran yang sehat. Sebagai contoh
hadits sbb :
(1) “Sesungguhnya perahu Nuh bertawaf tujuh kali mengelilingi Ka’bah dan shalat
di maqam Ibrahim dua rakaat”
(2) “Sesungguhnya Allah ketika menciptakan huruf, maka bersujudlah ba dan
tegaklah Alif “
d) Isinya bertentangan dengan ketentuan agama, Aqidah islam
Contoh :
(1) “Aku adalah penghabisan Nabi Nabi. Tidak ada Nabi sesudahku, kecuali bila
dikehendaki Allah”
(2) Allah menciptakan Malaikat dari rambut tangan dan dada “
e) Isinya bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i, seperti hadits
berikut :
(1) “ Anak zina tidak masuk surga hingga tujuh keturunan “
(2) “Barang siapa yang memperoleh anak , dan diberi nama Muhammad, maka dia
dan anaknya masuk surga “
f) Isinya mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sederhana
Contah :
(1) “Barang siapa membaca La ilaaha illallah, maka Allah menjadikannya seekor
burung yang mempunyai tujuh puluh lidah. Pada tiap tiap lidah tujuh puluh ribu
bahasa yang memohon ampun kepada Allah untuk orang tersebut “
(2) Barang siapa menafkahkan satu kali untuk mauludku, maka aku akan menjadi
penolong di yaumil kiyamah”
g) Isinya mengandung kultus individu
Contoh :
(1) “ Di tengah umatku kelak akan ada orang yang diberi nama Abu Hanifah an
Nu’man, ia adalah pelita umatku “
(2) “Abbas itu adalah wasiatku dan ahli warisku “
h) Isinya bertentangan dengan fakta sejarah
Seperti hadits hadits yang menerangkan bahwa Nabi pernah diberi semacam buah
dari surga pada saat Mi’raj, kemudian bergaul dengan Khadijah maka lahirlah
Fatimah dan seterusnya
Hadits ini bertentangan dengan fakta sejarah sebab Mi’raj itu terjadi setelah
wafatnya Khadijah dan setelah Fatimah lahir
10) Contoh contoh Hadits Maudhu berdasarkan motifnya
a) Motif Politik dan Kepemimpinan
(1) Apabila kamu melihat Muawiyah di atas mimbarku, maka bunuhlah “
(2) Orang yang berkepercayaan hanyalah tiga, Aku, Jibril, Mu’awiyah
b) Motif Zindik ( Untuk mencemarkan agama Islam)
(1) Melihat muka yang cantik adalah ibadah
(2) Rasulullah ditanya : Dari apakah Tuhan kita itu ?; jawabnya : Tuhan itu dari air
yang mengalir bukan dari tanah dan bukan dari langit. Tuhan menciptakan kuda
kemudian dijalankannya sampai berkeringat, Maka Allah menciptakan dirinya
dari keringat tersebut
c) Motif Ta’assuf dan fanatisme
(1) Sesungguhnya Allah apabila marah, maka menurunkan wahyu dalam bahasa
Arab. Dan apabila tidak marah menurunkan dalam bahasa Persi .
(2) Di kalangan umatku akan ada seorang yang diberi nama Muhammad bin Idris.
Ia adalah yang menyesatkan umatku lebih dari pada Iblis
(3) Di tengah umatku kelak akan ada orang yang diberi nama Abu Hanifah an
Nu’man, ia adalah pelita umatku
d) Motif Faham Fiqih
(1) Barang siapa mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, maka tidak syah
shalatnya
(2) Berkumur dan menghisap air bagi junub tiga kali-tiga kali adalah wajib
(3) Jibril mengimamiku di depan Ka’bah dan mengeraskan bacaan Bismillah
e) Motif senang kepada kebaikan tetapi bodoh tentang agama
(1) Barang siapa menafkahkan satu tali untuk maulidku, maka aku akan jadi
penolongnya di yaumil akhir
(2) Seperti hadits hadits tentang fadhilah surat surat Al Qur’an obral pahala dsbnya
f) Motif Penjilatan kepada pemimpin
(1) Ghiyas bin Ibrahim an-Nakha’ al –Kufi pernah masuk ke rumah Mahdi ( salah
seorang penguadsa) yang senang sekali kepada burung merpati. Salah seorang
penguasa) yang senang sekali kepada buriung merpati, Salah seorang berkata
padanya : coba terangkan pada Amirul Mukminin tentang suatu hadits, maka
berkatalah Ghiyas : “ Tidak ada taruhan melainkan pada anak panah, atau unta,
atau kuda, atau burung “
g) Ceramah ceramah agama di tengah tengah masyarakat Islam sampai sekarang
masih sering menyajikan hadits palsu
Pada peringatan Isra’ Mi’raj masih disajikan dongeng tentang gambaran kendaraan
Rasulullah, Buraq, digambarkan sebagai berwajah wanita, berbadan seperti kuda,
sayapnya pada paha dsbnya
Sirathal mustaqim yang terdapat dalam surat Al-Fatihah , dilukiskan sebagai
jembatan yang sangat kecil seperti rambut dibelah tujuh, lebih tajam daripada
pedang yang paling tajam dan seterusnya
Selain itu populer di kalangan umat islam, pepatah pepatah dari orang orang
tertentu, atau kata kata hikmat dalam bahasa Arab, yang dinilai dan populer sebagai
sabda Nabi SAW
Mungkin karena isinya baik, masyarakat Islam menilainya sebagai sabda Rasulullah,
misalnya :
(1) Cinta tanah air itu sebagian dari iman
(2) Islam tidak akan ada tanpa adanya organisasi, organisasi tidak akan ada tanpa
pemimpin, Pemimpin tidak akan ada tanpa adanya kepatuhan
(3) Agama itu akal pikiran, tidak ada agama bagi yang tidak berakal pikiran
(4) Engkau lihat kotoran nyamuk pada muka orang lain, dan engkau tidak melihat
kotoran unta yang ada pada mukamu sendiri
(5) Terkadang kefakiran itu mendorong kepada kekufuran
c. MEMAHAMI PENGERTIAN DAN FUNGSI IJTIHAD
1) Definisi dan Fungsi Ijtihad
Secara bahasa Ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan
sesuatu. Yaitu menggunakan akal sekuat mungkin untuk menemukan suatu keputusan
hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam Al qur’an dan as-Sunnah
Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud sbb :
“berukumlah engkau dengan Al Qur’an dan as Sunnah, apabila suatu persoalan itu
engkau temukan pada dua sumber tersebut tapi apabila engkau tidak menemukannya
pada dua sumber itu maka berijtihadlah “.
Kepada Ali bin abi Thalib beliau pernah menyatakan :
“ Apabila engkau berijtihad dan ijtihadmu betul, naka engkau mendapatkan dua pahala.
Tetapi apabila ijtihadmu salah maka engkau hanya mendapatkan satu pahala “
Muhammad Iqbal menamakan ijtihad itu principle of movement.
Mah,mud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang disebut arro’yu mencakup 2
pengertian :
a) Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditetapkan secara
eksplisit dalam al Qur’an damn as-Sunnah
b) Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan
dari suatu ayat atau hadits
Adapun dasar dari keharusan berijtihad ialah antara lain terdapat pada Al-Qur’an surat
An-Nisa ayat 59
2) Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan Al Qur’an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan sbb :
a) Pada dasarnya yang ditetapkan ileh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang
mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal fikiran manusia yang relatif.
Sebagai produk fikiran manusia yang relatif, maka keputusan dari pada ijtihad pun
adalah relatif
b) Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang,
tapi tidk berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk suatu masa/tempat tapi tidak
berlaku bagi suatu masa /tempat lain
c) Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdlah. Sebab urusan
ibadah mahdlah hanya diatur oleh Allah dan Rasul-Nya
d) Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan as-Sunnah
e) Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor : motivasi,
akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai nilai yang menjadi ciri
jiwa dari ajaran islam
3) Cara Berijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat metode metode antara lain :
a) Qiyas – Reasoning by analogy
Menetapkan suatu hukum dari suatu hal yang belum diterangkan dalam Al-Qutr’an
dan as-Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah
diteranhgkan hukumnya oleh Al-Qur’an dan as-Sunnah karena ada sebab yang sama
Contoh :
Menurut Al Qur’an S Al-Jum’ah : 9; seseorang dilarang jual beli pada saat
mendengar adzan jum;ah. Bagaimana hukumnya perbuatan perbuatan lain (selain
jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum’at
Dalam Al Qur’an maupun Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad
dengan jalan analogi, yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum;ah
dilarang, maka demikian pula perbuatan uang lain, yang dapat menggangu shalat
Jum’ah juga dilarang
Contoh lain :
Menurut S Al _Isra: 17 : 23 , seseorang tidak boleh berkata uf (cis) kepada orang tua.
Maka hukum memukul, menyakiti dll terhadap orang tua juga dilarang. Atas dasar
analogi terhadap hukum cis tadi, karena sama sama menyakiti orang tua.
Pada Zaman Rasulullah SAW, pernah diberikan contoh dalam menentukan hukum
dengan dasar qiyas tersebut. Yaitu ketika Umar bin Khattab berkata kepada
Rasulullah : hari ini saya telah melakukan pelanggaran, yaitu saya telah mencium
isteri saya, sedangkan saya sedang dalam keadaa berpuasa, tanya Rasul :
bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa ?
Jawab Umar : Tidak apa apa
Sabda Rasul : kalau begitu teruskanlah puasamu
b) Ijma =Konsensus =Ijtihad Kolektif ;
Persepakatan ulama dalam menentukan suatu masalah ijtihadiyah
Ketika Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan
adanya suatu masalah yang tidak dibicarakan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka
Rasul mengatakan : “ Kumpulkan orang orang yang berilmu, kemudian jadikan
persoalan itu sebagai bahan musyawarah “
Yang menjadi persoalan untuk saat ini adalah kemungkinan untuk dapat dicapai
atau tidaknya Ijma tersebut, karena umat Islam sudah begitu besar / banyak dan
berada di seluruh pelosok bumi, termasuk para ulamanya.
c) Istihasan = preference
Menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan Ijtihadiyah atas dasar prinsip-
prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan , kasih sayang dan lain lain. Oleh para
ulama Istihasan disebut Qiyas Hofi ( analogi amat samar) atau disebut sebagai “
pengalihan hukum yang diperoleh dengan qiyas kepada hukum lain atas
pertimbangan kemaslahatan umum “
Apabila kita dihadapkan dengan keharusan memilih salah satu di antara dua
persoalan yang sama jelek , maka kita harus mengambil yang lebih ringan
kejelekannya. Dasar Istihsan antara lain QS. Az-Zumar, 39 : 18