Pert-2 Islam SBG Agama

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

ISLAM SEBAGAI AGAMA

1. PENGERTIAN SECARA SEMANTIS DAN TERMINOLOGI


Kata Agama dalam bahasa Indonesia =religion ( Inggris) = religie ( Belanda). Baik Relegion
maupun religie berasal dari bahasa induknya (Latin) : relegere. Dalam percakapan sehari hari
kita menyebut religi, relegius dan relegiusitas, untuk menjelaskan pengertian agama, sikap
beragama dan keberagamaan, sedang dalam bahasa Arab , agama disebut ad-din/Din ( kadang
juga disebut Millah)
Beberapa rumusan/ pengertian religi/ relegion sebagaimana dikutip dalam Dienul Islam oleh Drs
Nasruddin Razak *1)
a. Religi adalah kepercayaan dan penyembahan kepada Tuhan atau kepada Yang Maha
Mengetahui ( dalam : “The Holt Intermediate Dictionary of American English “);
b. Relegion/Agama adalah mempercayai adanya kekuatan kodrat yang maha mengatasi,
menguasai, menciptakan dan mengawasi alam semesta dan yang telah menganugerahkan
kepada manusia watak rohani, supaya manusia dapat hidup terus menerus setelah mati
tubuhnya ( dari : “ The Advanced Leaner’s Dictionary of current English “
c. Religi dalam kamus “ An English-Reader’s Dictionary “ ialah :
1) Kepercayaan kepada Tuhan sebagai pencipta dan pengawas alam semesta
2) Sistem kepercayaan dan penyembahan didasarkan atas keyakinan tertentu
d. Drs. Sidi Gazalba mendefinisikan : “ Relegi adalah kepercayaan pada dan hubungan manusia
dengan yang kudus, dihayati sebagai yang gaib, hubungan mana menyatakan diri dalam
bentuk serta sistem kultus dan sikap hidup, berdasarkan doktrin tertentu “.

Adapun pengikut dari Karl Max mendefinisikan relegion sebagai “ The opiate of the people “ ( candu
bagi rakyat *2) ) inilah keyakinan dasar orang orang komunis yang ateis

Sedangkan kata Din atau Ad-Din mengandung arti :

a. Dalam kamus Al-Mujid menerangkan arti kata Din sbb :


1) Al-Jaza wa’l-Mukaffah ( balasan dan pahala)
2) Al-Qadha ( ketentuan)
3) Al-Malik/Al-Muluk was-sulthan (kekuasaan)
4) Al-Tadbir ( pengaturan)
5) Al-Hisab (perhitungan)
Lafal ad-Din, jamak : Adyn
b. H. Moenawar Chailil menjelaskan :
Ad-Din, al-Millah dan al-Madzhab bersamaan dalam materinya, perbedaan terletak dalam
kesannya. Ad-Din dinisbahkan kepada Allah, umpamanya dinullah =Din Allah, Din yang
diturunkan Allah
Al-Millah dinisbahkan kepada nabi tertentu, misalnya Millati Ibrahim, Din yang dibawa oleh
Nabi Ibrahim. Al-Madzhab dinisbahkan kepada Mujtahid tertentu, contohnya Madzhab as-
Syafi’i ( Din menurut faham Imam Syafi’i)
Dalam Al-Qur’an kata Din dipergunakan baik untuk Islam maupun selain Islam , termasuk juga
kepercayaan berhala yang sangat sederhana seperti kepercayaan orang Hijas di awal nubuwwah
Muhammad saw. Kita jumpai dalam Al-Qur’an pemakaian kata Din al:

a. QS Al-Kafirun , 109 : 6 ( Lakum diinukum wa liya din = untukmu agamamu, dan untukku
agamaku)
b. QS, As-Shaf , 61 : 9 ( Huwallazii arsala rasulahuu bil-huda wa diini-lhaqqi liyuzhirahuu ‘ aladdiini
kullihii wa lau karihal- musyrikuun = Dia-lah yang mengutus Rasul-nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang benar agar dia memenangkannya di atas segala agama meskipun
orang orang musrik membencinya)
c. QS. Al-An’am, 6 : 161 ( Diinan qayyiman millata Ibrahhiima haniifa =agama yang benar, agama
Ibrahim yang lurus )

Kata Agama sering diartikan <a =tidak ; gama = Kacau > pemberian arti semacam ini dari segi
etimologi, menurut H Bahrum Rangkuti,seorang linguist yang pernah duduk sebagai sekjen Agama,
adalah tidak ilmiah. Penuturan bliau dikutip dalam buku agama dan kebudayaan tersebut di atas
sbb :

“ agama “ memang satu istilah yang menjadi milik bahasa Indonesia, tetapi untuk mengetahui
intinya, baiklah kita tuliskan dahulu ; aslinya bahasa sanksekerta < a- ga-ma. Sering kali saya baca
di buku karangan tentang ‘agama’ mereka mengatakan bahwa agama itu artinya : a = tidak , gama
=kacau; jadi agama berarti tidak kacau. Hal ini tidak ilmiah, mungkin tidak tahu bahasa sanksekert.
Memang a dalam bahasa kita tidak, yaitu aneka, A=tidak, eka =satu , aneka = tidak satu; aneka
=serba bagai, gevarieerd, gashijdend. Tetapi a panjang a-gama, artinya a=cara, jalan, the way; gama
mulanya gam adalah bahasa indo Germania = bahasa Inggris to go = jalan; cara cara berjalan . cara
cara sampai pada keredhaan Tuhan

Sutan Muhammad Zain, dalam kamusnya menerangkan arti agamma sbb : “Agama (Skr),
kepercayaan kepada kesaktian, ruh nenek moyang, dewa, Tuhan .

W.J,S Poerwadarminta dalam kamusnya menerangkan “ Agama “ segenap kepercayaan (kepada


Tuhan, Dewa dsb) serta dengan ajaran, kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
itu “

Dalam Ensiklopedia Indonesia diuraikan tentang agama sbb :

Agama (umum), manusia mengakui dalam agama adanya yang suci, manusia itu snsaf, bahwa ada
suatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi yang ada. Tentang kekuasaan ini yang dianggap
sebagai asal atau khalik segala yang ada . Tentang kekuasaan ini bermacam macam bayangan yang
terdapat pada manusia , demikian pula cara membayangkannya. Demikian Tuhan dianggap oleh
manusia sebagai tenaga gaib ini dapat menjelma antara lain dalam alam (animisme), dalam buku
suci (Torat) atau dalam manusia ( kristen)
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada nabi sebagai petunjuk bagi manusia , dan
hukum hukum sempurna untuk digunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang
nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah, dirinya sebagai hamba
Allah, manusia dan masyarakat serta alam sekitarnya.Agama sebagai sumber sistem nilai merupakan
petunjuk, pedoman dan petunjuk bagi manusia utuk memecahkan berbagai masalah hidup, seperti
dalam ilmu, agama, politik, ekonomi, budaya, sehingga terbentuk motivasi, tujuan hidup dan
perilaku manusia yang menuju kepada keridlaan Allah.

Dua pernyataan tersebut menggambarkan ruang lingkup agama. Adapun pengertian agama Islam
menurut Tim Penulis Buku Dasar Agama Islam, Prof. Dr. Zakiah Daradjat dkk, sbb :

“Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk diteruskan
kepada seluruh umat manusia, yang mengandung ketentuan ketentuan keimanan (aqidah) dan
ketentuan ketentuan ibadah dan mu’amalah (syari’ah), yang menentukan proses berpikir, merasa
dan berbuat dan proses terbentuknya kata hati . *6)

Kata Islam menurut Etimologi berasal dari bahasa Arab, dari akar kata Salima =selamat sentosa. Dari
asal kata itu terbentuk kata Aslama =memelihara dalam keadaan selamat sentosa, tunduk, patuh
dan taat. Kata Aslama itulah yang menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang
terkandung dalam arti pokoknya; sebab itu orang yang melakukan aslama atau masuk islam,
dinamakan Muslimin, berarti orang itu telah menyatakan dirinya telah taat, menyerah diri dan patuh
kepada Allah SWT. Dengan melakukan aslama , selanjutnya oirang itu sepanjang berbuat kebaikian
dan kebenaran terjamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. Allah berfirman pada Al-
baqarah : 112 yang artinya :

“Bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka
bersedih hati “.

Berbeda dengan agama lain, Islam sebagai suatu agama tidak terkait dengan nama seseorang,
golongan manusia, atau nama suatu negeri. Hal tersebut karena nama Islam diberikan langsung oleh
Allah SWT, Diantara ayat Qur’an yang menyebut Islam sebagai nama agama adalah :

a. QS. Ali Imran , 3 : 19


Innad-diina ‘indallaahil Islaam = sesungguhnya agama ( yang diridloi) di sisi Allah ialah Islam
b. QS. Ali Imran, 3 : 85
Wa may yabtagi gairal-Islaami diinan fa lay yuqbala minh, wa huwa fil aakhirati minal-
khaasiriin = Dan barang siapa mencari agama selain islam, maka tidak akan diterima (agama
itu) dan di akhirat dia termasuk orang yang merugi.
c. QS. Al Maidah , 5 : 3
....Al-yauma akmaltu lakum diinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’matii wa radliitu lakumul Islama
diinaa = pada hari telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu ni’matku dan telah ku-ridlai Islam itu jadi agama bagimu
Sesungguhnya Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia, agama seluruh nabi dan rasul yang
pernah diutus oleh Allah SWT kepada bangsa bangsa dan kelompok kelompok manusia. Islam adalah
agama Nabi Adam, nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi Musa, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi Isa sampai
Nabi Muhammad SAW

Perhatikan firman Allah :

a. QS Al-Hajj, 22 : 78
“Dan tidak dijadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan , (ikutilah agama arang tuamu
Ibrahim. Dia( Allah) telah menamai kamu sekalian orang orang muslim dari dahulu”
b. QS. Al-Baqarah, 2 : 132
“Nabi Ibrahim telah berwasiat kepada anak anaknya, demikian pula Ya’kub (Ibrahim berkata ) :
Hai anak anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu
mati kecuali dalam memeluk agama Islam”
c. QS. Ali Imran, 3 : 67
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi Dia seorang yang
lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali kali dia bukanlah orang yang musrik”
d. QS. Yusuf . 2 : 101
“ Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan
telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta’bir mimpi. (Ya Tuhan), pencipta langit dan bumi,
Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan islam dan
gabungkanlah aku dengan orang orang yang saleh “
e. QS. Ali Imran, 3 : 52
“Maka tatkala Isa mengetahui keinginan dari mereka (Bani Israil) berkatalah Dia : “ Siapa yang
akan menjadi penolong penolongku untuk (menegakkan agama) Allah ? para Hawariyyin
(shabat sahabat setia ) menjawab : “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada
Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang orang yang menyerahkan diri
(muslim)
2. KERANGKA AGAMA ISLAM
Agama Islam mengandung tiga unsur :
a. Iman , keyakinan kepada
1) Allah
2) Malaikat
3) Kitab
4) Rasul
5) Hari Akhir
6) Qadha dan Qadar
b. Islam, menyadari diri sepenuhnya kepada ketentuan Allah yaitu :
1) Syahadatain
2) Shalat
3) Zakat
4) Puasa
5) Hajji
c. Ihsan, beraqlak mulia dalam pendekatan pelaksanaan ibadah kepada Allah dan
bermu’amalah dengan sesama makluk dengan penuh keiklasan, seakan akan menyaksikan
Allah ( meskipun dia tidak melihat Allah), atau merasa disaksikan Allah.
1) Bermu’amalah dengan sesama manusia
a) Hubungan dengan Rasul
(1) Mentaati
(2) Meniru/ittiba’
(3) Mencintai
(4) Mendoakan/bershalawat
b) Hungan dengan diri pribadi
(1) Merawat kesehatan jasmani dan rohani
(2) Menyiapkan diri agar hubungan dengan Allah, sesama manusia dan alam sekitar
berkualitas
(3) Beraqlak mulia dan berhubungan dengan Allah , sesama manusia dan alam
sekitar
c) Hubungan dengan keluarga, masyarakat, bangsa dan antar bangsa
2) Hubungan dengan alam sekitar: tumbuh tumbuhan, hewan dan benda (organik maupun
unorganik)

Dengan demikian , karena manusia muslim mematuhi tuntunan/aturan Allah, maka disamping berbuat
kebajikan dan menjauhi kemungkaran, tetapi juga mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Bahkan Islam menyebabkan manusia memiliki :

a. Sifat Kompetitif dalam kebaikan ( QS. Al-Maidah, 5 : 48)


....maka berlomba –lombalah berbuat kebajikan .....
b. Sifat Futuristik, yaitu berpandangan jauh ke depan dalam pengembangan dan pemecahan
masalah terus menerus demi tercapainya tujuan, mardhatillah.
QS. Al-Hasyr, 59 : 18
“Wahai orfang orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”
Ar-Rahman, 55 : 33
“Wahai golongan jin dan manusia ! Jika kamu sanggup menembus(melintasi) penjuru langit dan
bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan
(Allah)”
Al-Mulk, 67 : 2 )
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun”
3. KLASIFIKASI AGAMA
Dijelaskan dalam buku agama dan Kebudayaan, bahwa ada berbagai klasifikasi yang dibuat para
ahli tentang agama. Ahmad Abdullah Al-Masdoosi dalam bukunya Living Religions of the word
menulis :
Religion can also be classified on the following grounds :
a. Revealed and non –revealed
b. Misionary and non-misionary
c. Geoghraphical-racial and universal

a. Agama Wahyu dan Agama Ra’yu


Yang dimaksud dengan revealed religion (agama wahyu) ialah agama yang menghendaki
iman kepada Tuhan, keada para Rasul-Nya dan pada Kitab-kitabNya serta pesannya untuk
disebarkan kepada segenap umat manusia. Seangkan sebaliknyan Non revealed (agama
bukan wahyu ) adalah agama yang tidak memandang esensiil penyerahan manusia kepada
tata aturan Illahi. Yang termasuk agama wahyu menurut Al-Masdoosi ialah Judaisme, Kristen
dan Islam. Sebaliknya agama bukan wahyu (agama ra’yu atau agama budaya ). Agama
wahyu disebut juga agama samawi atau sama’i bersangkutan dengan ras Semetik. Agama
bukan wahyu tidak ada sangkut pautnya apa apa dengan ras Semetik
Lebih lanjut dikemukakan perbedaan antara agama wahyu dan agama bukan wahyu :
1) Agama wahyu berpokok kepada konsep keesaan Tuhan, sedangkan agama bukan
wahyu tidak demikian
2) Agama wahyu beriman kepada Nabi, sedangkan agama bukan wahyu tidak
3) Agama wahyu bersumber utama tuntunan dan ukuran baik dan buruk adalah kitab suci
yang diwahyukan, agama bukan wahyu tidak
4) Semua agama wahyu lahir di timur tengah, sedangkan agama bukan wahyu kecuali
paganisme, lahir di luar timur tengah
5) Agama wahyu timbul di daerah yang historis di bawah pengaruh ras Semetik, walaupun
kemudian agama tersebut berhasil menyebar keluar wilayah pengaruh Semetik
tersebut
6) Sesuai dengan ajaran dan atau tradisi historisnya maka agama wahyu adalah agama
misionary
7) Ajaran agama wahyu tegas dan jelas. Agama bukan wahyu kabur dan sangat elastis
8) Ajaran agama wahyu memberikan arah dan jalan yang lengkap kepada pemeluknya.
Para pemeluknya berpegang , baik pada aspek duniawi ( wordly) maupun pada aspek
bukan duniawi (Un-Wordly) atau aspek spiritual hidup ini. Tidaklah demikian dengan
agama bukan wahyu. Taoisme lebih menitikberatkan pada aspek hidup spiritual.
Sementara itu Confusianisme lebih menekankan pada aspek duniawi.
b. Agama missionary dan agama non-missionary
Diuraikan pada buku agama dan kebudayaan, pendapat Sir Thomas Arnold dalam bukunya
The Preaching of Islam tentang agama Missionary sbb :
“ Sejak Prof . Max Muller menyampaikan kuliahnya di Wesminster Abbey pada hari
intercessian of missions, bulan Desemberrr 1873, telah lazim dalam penulisan, bahwa enam
agama besar di diunia dapat dibagi atas missionary dan non missionary.
Sir T.W Arnold memasukkan Budhisme, Kristen dan Islam pada golongan agama missionary,
sedangkan judaisme, Brahmanisme dan Zoroasterianisme dimasukkan ke dalam golongan
non-missionary
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Al-Masdoosi al memberikan catatan bahwa
menurut pendapatnya, baik agama Nasrani maupun Budhissme, ditinjau dari segi ajaran
yang asli, bukanlah tergolong agama missionary sebagaimana agama lainnya (selain Islam).
Jadi menurut Al-Masddoosi hanya Islam sajalah menurut ajarannya yang asli merupakan
agama missionnarry. Namun dalam perkembangannya ternyata kemudian bahwa baik
aganma Nasrani maupun Bhudisme menjadi agama Missionarry.
c. Klasifikasi Rasial dan Geografikal
Ditinjau dari segi rasial dan geografikal, agama agama di dunia dibagi atas :
1) Semitik
2) Arya
3) Monggolian

Yang termasuk Agama Semitik adalah : Agama Yahudi, Agama Islam, sedangkan Arya :
Hinduisme dan Janisme, Sikhisme, Zoroastrianisme. Agama Monggolian : Confusianisme,
Taoisme , dan Shintoisme.

Budhisme menurut Al-Masdoosi adalah campuran antara Arya dan Mongolian.

Memperhatikan ulasan tentang agama tersebut di atas dapat disimpulkan :

1) Agama adalah suatu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan ) atas adanya
suatu yang mutlak di luar manusia
2) Agama adalah suatu sistem ritus (tata peribadatan) manusia terhadap yang dianggap
Yang Mutlak itu
3) Agama adalah suatu sistem norma (tata kaidah), yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama, dan hubungan dengan alam lainnya, sejalan dengan tata keimanan dan
tata peribadatan .

Ditinjau dari segi sumbernya, agama dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Agama Samawi ( agama langit, agama wahyu, agama profetis, revealed religions, Din as
samawi)
2) Agama Budaya (agama bumi, agama ra’yu, agama filsafat, natural religion, non revealed
religion, Din at thabi’i Din al-ardli)

Yang termasuk agama samawi hanyalah Islam. Sedangkan yang lain kecuali Nasrani dan
Yahudi , termasuk agama budaya. Sedang Nasrani dan Yahudi dalam bentuk sekarang tidak
dapat sepenuhnya dianggap agama samawi, semi samawi, karena masing masing kitabnya
telah disisipi karangan/tangan manusia. Demikian menurut Al-Qur’an, Al-Baqarah , 2 :
75,79 ; Ali Imran 3 : 46-48, begitupun kesaksian ilmu pengetahuan (Agama dan Kebudayaan ,
H. Endang Saifuddin Anshari )
Al-baqarah : 75,79

“Maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
sedang segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah
memahaminya, padahal mereka mengetahuinya” ( QS 2:75)

“Maka celakalah orang orang yang menulis kitab dengan tangan mereka(sendiri), kemudian
berkata “ini dari Allah,” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka
celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang
mereka perbuat”QS 2 :79

Surat Ali Imran ( 3 : 46-48)

“ Dan dia berbicara dengan manusia (sewaktu) dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan
dia termasuk di antara orang orang saleh” (QS 3:46)

“ ..... apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya “ Jadilah
“maka jadilah sesuatu itu “ QS 3:47

“ Dan Dia (Allah) mengajarkan kepadanya (Isa) Kitab, Hikmah, Taurat Dan Injil “ QS 3 :48

4. SUMBER AJARAN ISLAM


Sebagai agama wahyu, sumber utama ajaran Islam adalah Kitab Suci. Kitab Suci adalah
kumpulan wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai rasul terakhir bagi seluruh alam
yang dikenal dengan Al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai sumber utama, membutuhkan tafsir dan contoh dari Rasulullah. Perbuatan,
ucapan, dan ketetapan atau persetujuan Nabi disebut Sunnah atau Hadits menjadi sumber
ajaran Islam ke-dua.Dengan menyebarnya agama Islam, sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan kondisi sosial dan alam yang berbeda, dimungkinkan penyesuaian dan
penyimpulan hukum tersendiri. Untuk itu Islam memberi jalan keluar dengn cara Ijtihad.
Ijtihad adalah usaha yang sungguh sungguh (dari yang berkompeten/ahli agama islam dan di
bidang terkait) dalam menentukan hukum suatu perkara yang belum ada hukumnya, dengan
berpegang kepada ketentuan /petunjuk yang ada dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Contoh Sunnah, dalam hal pelaksanaan Sholat. Perintah melaksanakan Shalat dalam Al-Qur’an
sangat ringkas : “Dirikanlah Shalat “ (QS. Al-Ankabut, 29 : 45; Al-Baqarah , 2 : 43 ). Kemudian
pertanyaan apa saja bacaannya, bagaimana gerakannya, maka Nabi memberi contoh dan
mengambil dalil sabda Nabi “ Shalluu kamaa roaitumuuni ushallii = shalatlah kamu sekalian,
sebagaimana kamu lihat bagaimana aku shalat”.)
Adapun Ijtihad bisa diberi contoh :
Dibolehkannya tranfusi darah pada saat sakit dan dokter memerintahkan tranfusi, cara shalat di
pesawat terbang, melaksanakan zakat fitrah dengan beras (bukan gandum seperti pada masa
Nabi SAW)
Tiga sumber ajaran Islam sudah dipraktekkan sahabat sejak jaman Nabi .Perhatikan dialog
Rasulullah dengan sahabat Mu’adfz bin Jabbal. Ketika Rasulullah mengutus Mu’adz bin Jabbal
ke Yaman, Nabi bertanya kepada Mu’adz : Dengan pedoman apa anda memutuskan suatu
urusan ?
Mu’adz : Dengan Kitabullah
Rasul : Kalau tidak ada dalam Al-Qur’an ?
Mu’adz : Dengan Sunnah Rasul
Rasul : Kalau dalam Sunnah juga tidak ada ?
Mu’adz : Saya ber-Ijtihad dengan pikiran saya
Rasul : Maha suci Allah yang telah memberikan bimbingan kepada utusan RasulNya, dengan
satu sikap yang disetujui RasulNya. ( H.R. Abu Dawud dan Turmudzi)
Dari dialog tersebut dapat diambil kesimpulan tentang sumber ajaran /nilai Islam, yaitu Al-
Qur’an, Sunnah dan Ijtihad. Ayat ayat Al-Qur’an yang mendukung bahwa Al-Qur’an, Sunnah dan
Ijtihad nerupakan nilai dan sumber nilai seorang muslim, misal pada QS An Nisa, 4 : 59
Kesimpulan lain yang dapat diambil dari dialog tersebut di atas ialah bahwa penggunaan tiga
sumber nilai itu hendaknya diprioritaskan yang pertama, kemudian yang kedua, baru yang
ketiga. Konsekuensinya adalah ialah apabila bertentangan satu dengan yang lain maka
hendaknya dipilih Al-Qur’an terlebih dahulu kemudian yang kediua Hadits.
Yang perlu dicatat adalah sekalipun ketiganya sumber, akan tetapi antara satu dengan yang lain
ada tingkatan dan kualitas yang berbeda, maka dipakai urutan prioritas dari pertama-kedua dan
baru ketiga.
a. AL-QUR’AN
1) Fungsi dan Peranan Al Qur’an
Al Qur’an adalah wahyu Allah ( QS Al A’raf, 7 : 2 ) yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi
Rasulullah Muhammad SAW (QS Al Isra, 17 : 88; Yunus , 10 :38), sebagai pedoman hidup
bagi setiap muslim ( QS An Nisa, 4 : 105 ; Al Maidah , 5 : 49, 50 ; Al Jatsiah . 45 : 20 ) dan
sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya ( QS Al
Maidah, 5 : 48 , 15 ; An-Nahl , 16 : 64 ) dan bernilai abadi.
Sebagai Mu’jizat Al Qur’an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang
orang Arab di jaman rasulullah ke dalam agama Islam. Dan menjadi sebab penting pula
bagi masuknya orang orang sekarang, dan insya Allah pada masa masa yang akan datang
Ayat ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa
Al Qur’an adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia, bukan pula
ciptaan nabi Muhammad yang ummi (QS Al A’raf, 7 : 158 ) yang hidup pada awal abad
ke enam masehi ( 571-632 M)
Ayat ayat ilmu pengetahuan itu diantaranya :
QS, 39 : 6 ‘ 6 : 125 ; 23 : 12 , 13, 14 ; 51 : 49; 44 : 11-14; 21 : 30 ; 51 : 7, 41 dll
Demikian juga ayat ayat yang berhubungan dengan sejarah, seperti tentang kekuasaan
di Mesir, negeri Saba’, Tsamud, ‘Ad, Yusuf, Sulaiman, Dawud, Musa dll, dapat memberi
keyakinan kepada kita bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia.
Ayat ayat yang berhubungan dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian
dibuktikan oleh sejarah, seperti tentang Bangsa Romawi, berpecah belahnya Kristen dll.
Juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah ( QS.40 : 2, 3, 4
; 5 : 14)
Bahasa Al Qur’an adalah Mu’jizat besar sepanjang masa, keindahan bahasa dan
kerapihan susunan lafalnya, tidak dapat ditemukan pada buku buku bahasa Arab
lainnya. Gaya bahasa yang tinggi tapi mudah dimengerti merupakan ciri dari gaya
bahasa Al Qur’an.
Karena gaya bahasa yang demikian itulah Umar bin Khatab masuk Islam setelah
mendengan Al Qur’an awal surat Thaha yang dibaca adiknya Fatimah. Abul Walid
diplomat Quraisy terpaksa cepat pulang begitu mendengar beberapa ayat dari surat
Fushilat yang dikemukakan Rasulullah sebagai jawaban atas usaha-usaha bujukan dan
diplomasinya. Bahkan Abu Jahal musuh besar Rasulullah, tidak jadi membunuh Nabi
karena mendengar S Ad Dhuha yang dibaca Nabi.
Tepat apa yang dinyatakan Al Qur’an, bahwa sebab seorang tidak menerima kebenaran
Al Qur’an sebagai wahyu Illahi ialah salah satu dari dua sebab berikut
a) Tidak berfikir dengan jujur dan sungguh sungguh
b) Tidak sempat mendengar dan mengetahui Al Qur’an secara baik ( QS. 67: 10)

Oleh Al Qur’an disebut Al – Maghdhub (dimurkai Allah ), karena tahu kebenaran tetapi
tidak menerima kebenaran itu, dan ad-dhollin ( orang sesat) karena tidak menemukan
kebenaran. Sebagai jaminan bahwa Al Qur’an itu wahyu Allah, maka Al Qur’aan sendiri
menantang tiap manusia untuk membuat satu surat saja yang senilai dengan Al
Qur’an ( 2:23,24)

Sebagai pedoman hidup, Al Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip


prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah, dalam
hubungan antara manusia dengan manusia dan dengan makluk lain

Di dalamnya terdapat aturan seperti :

(1) Beribadah langsung kepada Allah ( QS 2; 43,183,184,196, 197 ; 11 : 114)


(2) Berkeluarga (QS 4 : 3, 4, 15, 19, 20, 25 ; 2 : 221 ; 24 : 32 ; 60 : 110, 11 )
(3) Bermasyarakat ( 4 : 58 ; 49 : 10 ; 13 : 13 ; 23 : 52 ; 8 : 46 ; 5 : 3 ; 2 : 143 )
(4) Berdagang ( QS 2 ; 275, 276, 280 ; 4 : 29 )
(5) Utang-piutang ( QS 2 : 282 )
(6) Kewarisan ( QS 2 : 180 ; 4 : 7-12, 176 ; 5 : 106 )
(7) Pendidikan dan Pengajaran ( QS 3 : 159 ; 4 : 9 ; 6 : 27, 123 ; 26 : 39,40 )

Dan aspek aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan dapat
sesuai pada setiap ytempat dan setiap waktu ( QS 7 : 1568 ; 24 : 28 ; 21 : 107 )

Melaksanakan isi kandungan Al Qur’an dinilai ibadah ( QS 4 : 69 ; 24 :52 ; 33 : 71 ) ,


memperjuangkan dinilai sebagai perjuangan suci ( QS 61 : 10-13 ;9 : 41 ), mati karenanya
dinilai sahid ( 3 : 157, 169 ) ; Hijrah karena memperjuangkan dinilai sebagai pengabdi
yang tinggi ( QS 4 : 100 ; 3 : 195 ) dan tidak mau melaksanakan dinilai sebagai Zhalim,
fasik dan kafir.

2) Ilmu ilimu yang membahas hal hal yang berhubungan dengan Al- Qur’an antara lain :
(a) Ilmu Mawathin : membahas tentang tempat turunnya Al Qur’an
(b) Ilmu Asbabun : membahas sebab sebab turunnya Al Qur’an
(c) Ilmu Tajwid : membahsa tentang teknik membaca Al Qur’an
(d) Gharibil Qur’an : membahas tentang perumpamaan dalam Al Qur’an
(e) Ilmu Amtsalil Qur’an : membahas tentang perumpamaan dalam Al Qur’an
(f) Ilmu Wajuh Wanadhar : membahas kalimat yang mempunyai banyak arti dan
makna apa yang dikehendaki oleh suatu ayat dalam Al Qur’an
(g) Ilmu Aqsamil Qur’an : mempelajari tentang maksud-maksud sumpah Tuhan
dalam Al Qur’an
(h) Dan lain lain
b. AS-SUNNAH/ AL HADITS
1) Dasar Pengertian
Secara etimologis hadits berarti :
(a) Baru, seperti pada kalimat : “ Allah Qadim mustahil Hadits :
(b) Dekat, seperti : “ Haditsul ahli bil Islam “
(c) Khabar, seperti : “ Falya’tu bi haditsin mitslihi “

Dalam tradisi hukum Islam, Haditsn berarti , segala perbuatan, perkataan dan
keizinan/persetujuan Nabi Muhammad SAW ( Af’al, Aqwal dan Taqrir).

Pengertian Hadits sebagaimana tersebut di atas adalah identik dengan sunnah, yang
secara etimologi berarti jalan atau tradisi, sebagaimana dalam Al Qur’an : Sunnata man
qad arsalna ( QS Al Isra : 77 )

Menurut Al Munawar Chalil, Hadits juga berqarti :

(a) Undang -undang atau peraturan yang tetap berlaku


(b) Cara yang diadakan
(c) Jalan yang telah dijalani
(d) Keterangan

Ada yang berpendapat bahwa antara sunnah dan hadits tersebut berbeda. Akan tetapi
dalam kebiasaan hukum Islam antara hadits dan sunnah tersebut hanyalah berbeda
dalam segi penggunaan saja, tidak dalam tujuannya.

2) Sunnah adalah sumber hukum Islam (Pedoman Hidup Kaum Muslimin) yang ke dua
setelah Al Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman kepada Al Qur’an sebagai sumber
hukum, maka secara otomatis harus percaya bahwa sunnah sebagai sumber hukum
juga. Ayat-ayat Al Qur’an cukup banyak untuk dijadikan alasan yang pasti tentang hal ini,
seperti :
(a) Setiap mukmin harus taat kepada Allah dan RasulNya ( Al Anfal : 20 ; Muhammad :
33 ; An Nisa : 59 ; Ali Imran : 32 ; Al Mujadallah : 13 ; An Nur : 54 ; Al Maidah : 92 )
(b) Kepatuhan kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah ( QS . An Nisa : 80 ; Ali
Imran : 31 )
(c) Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa ( QS. Al Anfal : 13 ) ; Al
Mujadallah : 5 ; An Nisa : 115 )
(d) Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang beriman ( QS An Nisa : 65 )

Kemudian perhatikan ayat ayat An Nur : 52; Al Hasyir : 42 , Al Mujadallah : 20 , An Nisa :


64 dan 69, Al Ahdzab 36 dan 71; Al Hujurat : 1 ; Al Hasyir 7 dll

Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum , maka kaum muslimin akan
menghadapi kesulitan kesulitan dalam hal cara shalat, kadar ketentuan zakat, cara haji
dsbnya. Sebab ayat ayat Al Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global
dan umum, dan yang menjelaskan secara terperinci adalah sunnah rasulullah. Selain itu
juga akan mendapatkan kesukaran kesukaran dalam hal menafsirkan ayat ayat yang
musytarak, muhtamal dsbnya yang memerlukan sunnah untuk menjelaskannya. Dan
apabila penafsiran penafsiran didasarkan pertimbangan rasio sudah barang tentu akan
melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

3) Hubungan As-Sunnah dan Al Qur’an


Dalam hubugan dengan Al Qur’an , maka sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah
dan penjelas dari ayat-ayat tertentu.
Apabila disimpulkan fungsi as-sunnah dalam hubungannya dengan Al Qur’an adalah
sbb :
(a) Bayan Tafsir, menerangkan ayat yang umum, mujmal dan musytarak, seperti
Hadits : “ Shalluu kamaara-aitumuunii ushallii “ merupakan tafsir ayat “ Aqimus
shalaata “ ( kerjakan shalat ). Demikian pula Hadits “ Khudzuu annii manaasikakum “
(ambilah dariku perbuatan hajiku ) adalah tafsir ayat “ wa atimmul hajja “ ( dan
sempurnakanlah hajimu)
(b) Bayan Taqrir, sunnah berfungsi memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al
Qur’an. Seperti Hadits “ Sauumuliru’yatihi, wafthiruu liru’yathimi “ (berpuasalah
karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya ) adalah memperkokoh
ayat Al-Qur’an dalam S Al Baqarah , 2 : 185 )
(c) Bayan Taudhih, menerangkan maksud dan tujuan suatu ayat seperti pernyataan
Nabi “ Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik hartamu yang
sudah dizakati “ adalah taudhah (penjelasan ) terhadap ayat At Taubah 34 “ Dan
orang orang yang menyimpan emas dan perak kemudian tidak membelanjakan di
jalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih “. Pada waktu ayat
ini turun, maka mereka bertanya kepada Nabi, yang kemudian dijawab dengan
hadits tersebut.
4) Perbedaan Al Qur’an dan hadits sebagai sumber hukum
Sekalipun Al-Qur’an dan As-Sunnah/Al-Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam,
namun antara keduanya terdapat perbedaan yang cukup prinsipil
Perbedaan tersebut al :
a) Al-Qur’an nilai kebenarannya adalah qath’i ( absolute), sedangkan Hadits nilai
kebenarannya dzanni ( kecuali hadits mutawatir)
b) Seluruh ayat Al-Qur’an dijadikan sebagai pedoman hidup, tetapi tidak semua hadits
mesti dijadikan sebagai pedoman hidup, karena disamping ada sunnah yang tasyri’
ada juga sunnah yang ghairu tasyri’; disamping hadits yang shahih, ada juga hadits
yang dla’if.
c) Al Qur’an sudah pasti otentik lafadz dan maknanya, sedangkan hadits tidak
d) Apabila Al Qur’an berbicara tentang masalah aqidah atau hal hal yang ghaib, maka
setiap muslim wajib mengimaninya, tetapi tidak demikian apabila apabila masalah
tersebut diungkapkan oleh hadits.
5) Sejarah singkat perkembangan Hadits
Para Ulama membagi perkembangan hadits ada 7 periode, yaitu :
a) Masa wahyu dan pembentukan hukum ( pada Zaman rasul : 13-11 Sebelum Hijrah)
b) Masa pembatasan riwayat (masa Khulafaur-rasyidin : 12-40 Hijrah )
c) Masa pencarian Hadits (pada masa generasi Tabi’in dan shahabat –shahabat muda :
41 H-akhir abad 1 H)
d) Masa pembukuan Hadits (permulaan abad 2 H )
e) Masa penyaringan dan seleksi ketat (awal abad 3 H ) sd selesai
f) Masa penyusunan kitab kitab koleksi (awal abad 4 H awal abad4 H –jatuhnya
Baghdad pada tahun 656 H )
g) Masa pembuatan Kitab Syarah Hadits, Kitab-Kitab Tahrij dan penyusunan Kitab
Kitab koleksi yang lebih umum ( 656 H hingga seterusnya)

Pada Zaman Rasulullah : Al Hadits belum pernah dituliskan, disebabkan :

a) Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali sahabat sahabat tertentu yang diizinkan
sebagai catatan pribadi
b) Rasulullah berada di tengah tengah umat Islam sehingga tidak perlu ditulis
c) Kemampuan tulis baca di kalangan sahabat terbatas
d) Umat Islam difokuskan kepada Al Qur’an
e) Kesibukan umat Islam luar biasa dalam menghadapi perjuangan da’wah yang
sangat penting.

Pada zaman-zaman berikutnya ternyata Al Hadits belum sempat dibukukan karena


sebab sebab tertentu. Baru pada zaman Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke 8 dari Dinasti
Bani Umayyah ( 99-101 H ) timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan
Hadits. Sebelumnya hadits hadits hanya disampaikan melalui hafalan-hafalan pra
sahabat yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat pada saat generasi Tabi’in
mencari hadits hadits itu.
Diantara shahabat shahabat yang meriwayatkan Hadits itu adalah :

a) Abu hurairah , 5374 hdits


b) Abdullah bin Umar Bin Khattab , 2630 Hadits
c) Anas bin Malik , 2286 Hadits
d) Abdullah bin Abbas , 1160 Hadits
e) ‘Aisyah Ummul Mukminin , 2210 Hadits
f) Jabir bin ‘Abdillah , 1540 hadits
g) Abu Sa’ad Al Hudri , 1170 Hadits

Mengapa Hadits kemudian dikodifikasikan ?

Kodifikasi Hadits dilatarbelakangi adanya usaha membuat dan menyebarluaskan hadits


palsu di kalangan umat Islam, baik yang dibuat oleh umat Islam sendiri karena maksud
maksud tertentu, maupun oleh orang luar yang sengaja untuk menghancurkan Islam
dari dalam. Sampai saat ini masih banyak hadits palsu bertebaran dalam beberapa
literatur kaum Muslimin.

Disamping itu tidak sedikit kesalahan yang berkembang di kalangan masyarakat Islam ,
anggapan terhadap pepatah pepatah dalam bahasa Arab yang dinilai sebagai Hadits.
Walaupun ditinjau dari dari segi isi materinya tidak bertentangan dengan prinsip prinsip
pokok ajaran Islam, tetapi kita tetap tidak boleh mengatakan bahwa sesuatu ucapan itu
sebagai ucapan Rasulullah, kalau memang bukan sabda Rasul. Rasulullah bersabda : “
Barang siapa berdusta atas namaku, maka siap siap saja tempatnya di neraka “.

Alhamdulillah, berkat jasa jasa dari ulama ulama yang shalih, hadits hadits itu kemudian
sempat dibukukan dalam berbagai macam buku, serta diadakan seleksi seleksi ketat
oleh mereka sampai melahirkan satu disiplin ilmu tersendiri yang disebut ilmu
Musthalah Hadits.

Walaupun usaha mereka belum bisa membendung penyebaran hadits palsu dan
lemah, namun dilahirkan norma norma dan pedoman khusus untuk seleksi hadits yang
dituangkan dalam ilmu Musthalah Hadits tersebut. Dengan pedoman itu umat Islam
dapat mengadakann seleksi seperlunya. Nama nama seperti Ishaq bin Rahawih, Imam
Bukhari, imam Muslim, ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini, Ibnu Shalah dan banyak lagi
ulama shalih lainnya adalah rentetan nama nama yang besar jasanya dalam usaha
penyelamatan hadits hadits dari kepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.

6) Menurut penyelidikan para ulama ahli hadits, secara garis besar tingkatan kitab hadits
bisa dibagi sbb :
a) Ash-Shahih, kitab hadits yang menghimpun hadits hadits yang shahih saja
b) Sunan, kitab hadits menghimpun hadits yang tidak sampai pada derajat munkar,
masih dimasukkan hadits yang dha’if tetapi mereka jelaskan kedhaifannya.
c) Musnad, kitab hadits yang memamsukkan hadits dha’if tanpa penyaringan yang
teliti. Oleh karena itu di dalamnya bercampur antara hadits shahih, dan dha’if dan
yang lebih rendah lagi. Adapun kitab kitab yang lain disejajarkan dengan al-Musnad
ini

Diantara kitab kitab Hadits yang ada, maka Shahih Bukhari adalah Kitab Hadits yang
terbaik dan menjadi sumber ke-dua setelah Al-Qur’an, dan kemudian menyusul Shahih
Muslim :

7) Kitab Kitab Shahih selain Bukhari Muslim


Ada bebarapa ulama yang telah berusaha menghimpun hadits-hadits Shahih
sebagaimana yang telah ditempuh oleh bukhari dan muslim, akan tetapi menurut
penyelidikan ahli-ahli hadits, ternyata kitab kitab mereka sampai pada tingkat kualitas
kitab kitab Bukhari dan muslim.
Para ulama yang menyusun Kitab Shahih tersebut ialah :
a) Ibnu Huzaimah dalam kitab ash-Shahih
b) Abu Awanah dalam kitab ash-Shahih
c) Ibnu hiban dalam kitab at-Taqsim Walarba
d) Al Hakim dalam kitab al-Mustadrak
e) Ibnu Hiban dalam kitab al-Muntaqa
f) Ibnu Abdil Wahid al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mukhtarah

Menurut sebagian besar para ulama hadits, diantara kitab kitab hadits ada 7 kitab
hadits yang dinilai terbaik yaitu :

a) Ash-Shahih Bukahari
b) Ash-Shahih Muslim
c) As-Sunan Abu Dawud
d) As-Sunan Nasai
e) As-Sunan Tirmidzi
f) As-Sunan Ibnu Majah
g) Al-musnad Imam Ahmad
8) Seleksi Hadits :
Dengan menggunakan berbagai macam ilmu Hadits ( seperti : Musthalah hadits, yang
secara garis besar terdiri dari ilmu hadits dirayatkan yaitu yang membahas diterima
tidaknya suatu hadits; dan ilmu hadits riwayatan yaitu yang membahas materi hadits.
Ilmu lainnya : Rijalul hadits, membahas tokoh tokoh yang berperan dalam periwayatan
hadits; Ilmu Gharibil Hadits, membahas kalimat yang sulit dalam Hadits, dan masih
banyak yang lain ), maka timbulah berbagai macam nama hadits, yang disepakati oleh
para ulama yang sekaligus dapat menunjukkan jenis, sifat, bentuk dan kualitas dari
suatu hadits.
Yang paling penting untuk diketahui adalah pembagian hadits itu atas dasar kualitasnya
yaitu :
a) Maqbul (dapat diterima sebagai pedoman), yang mencakup hadits shahih dan hadits
hasan
b) Mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman), yang mencakup hadits
dha’if/lemah dan maudlu/palsu.

Usaha Seleksi itu diarahkan pada 3 unsur hadits, yaitu :

a) Materi hadits dinilai baik apabila tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits
lain yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan realita, tidak bertentangan dengan
fakta sejarah, tidak bertentangan dengan prinsip prinsip pokok ajaran Islam
Contohnya Hadits yang dinilai baik, tetapi bertentangan isi materinya dengan Al
Qur’an :
(1) Hadits yang mengatakan bahwa “ Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan
karena ratapan ahli warisnya “; adalah bertentangan dengan firman Allah
“Walaa taziru waaziratan wizra ukhra “ =dan seseorang tidak akan memikul
dosa orang lain ( Al-An’am : 164)
(2) Hadits “ Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan punya hutang
puasa, hendaklah dipuasakan oleh walinya” bertentangan dengan Firman Allah
“ Waan laisa lil insaani illaa maa sa’aa “ =dan seseorang tidak akan
mendapatkan pahala apa apa kecuali dari apa yang ia kerjakan sendiri ( An-Najm
: 39 )

Ada satu norma yang disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu apabila Al Qur’an dan
hadits bertentangan maka ambillah Qur’an

b) Sanad (persambungan antara pembawa dan penerima hadits )


Suatu persambungan hadits dapat dinilai baik, apabila antara pembawa dan
penerima hadits benar benar bertemu, bahkan dalam batas tertentu berguru. Tidak
boleh ada orang lain yang berperan dalam membawakan hadits tapi tidak nampak
dalam susunan pembawa hadits itu.
Apabila ada suatu kaitan yang diragukan antara pembawa dan penerima hadits ,
maka hadits itu tidak dapat dimasukkan dalam kriteria hadits yang maqbul.
c) Rawi ( orang orang yang membawakan hadits )
Seorang yang dapat diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat :
(1) Adil, yaitu orang baliqh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan
dusta
(2) Hafidz, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan kriteria seleksi tersebut, maka jumhur (mayoritas) ulama berpendirian


bahwa kitab ash-shahih Bukhari dan Kitab ash-Shahih Muslim dapat dijamin
kesahihannya ditinjau dari segi sanad dan rawi. Sedang dari segi matan, kita dapat
memberikan seleksinya dengan pedoman pedoman di atas.
Beberapa langkah praktis dalam usaha seleksi, apakah hadits itu maqbul atau tidak,
adalah :

(1) Perhatikan matannya sesuai dengan norma di atas


(2) Perhatikan kitab pengambilannya ( rowahu =diriwayatkan, atau
ahrajahu=dikeluarkan). Apabila matannya baik, diriwayatkan oleh Bukhari atau
Muslim, maka dapat dinilai bahwa Hadits itu Shahih atau paling rendah hasan

Dengan demikian dapat dikatakan shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama
diberi kata kata :

(1) Diriwayatkan /dikeluarkan oleh jam’ah


(2) Diriwayatkan /dikeluarkan oleh Imam 7
(3) Diriwayatkan /dikeluarkan oleh Imam 6
(4) Diriwayatkan /dikeluarkan oleh dua syeh ( Bukhari dan Muslim)
(5) Disepakati oleh Bukhari dan Muslim ( Mutaffakun ‘alaih)
(6) Diriwayatkan oleh Bukhari saja, atau oleh Muslim saja
(7) Diriwayatkan oleh ... dan disahkan oleh Bukhari atau Muslim
(8) Diriwayatkan oleh .... dengan syarat Bukhari atau Muslim
9) Masalah Hadits –Hadits Palsu ( Maudlu)
Perpecahan di bidang politik di kalangan umat islam yang memuncak dengan peristiwa
terbunuhnya “Utsman Bin Affan” Khalifah ke 3 dari Khulafaur Rasyidin, dan bentrok
senjata antara kelompok pendukung Ali Bin Abi Thalib dengan pendukung Muawiah bin
Abbu Sufyan, telah mempunyai pengaruh yang cukup besar ke arah timbulnya usaha
usaha sebagian umat Islam membuat Hadits Hadits palsu guna kepentingan politik.
Golongan Syiah sebagai pendukung setia Ali Bin Abi Thalib dan keturunannya yang
kemudian tersingkirkan dari kekuasaan politik , telah terlibat dalam penyajian hadits
hadits palsu untuk membela pendirian politiknya.
Golongan ini yang paling pertama dalam usaha membuat hadits hadits palsu yang
kemudian disusul oleh banyak kelompok umat islam yang tidak sadar akan bahaya
usaha yang demikian. Golongan Rafidhah (salah satu sekte Syi’ah) dinilai oleh sejarah
sebagai golongan yang paling banyak membuat hadits palsu. Diantara hadits palsu yang
membahayakan bagi kemurnian ajaran Islam, yang pertama dibuat oleh orang jahat
yang sengaja mengotori ajaran islam dan menyesatkan umatnya.
Kemudian yang kedua dibuat oleh umat Islam sendiri yang maksudnya baik, untuk
mendorong umat Islam beribadah lebih rajin dll, tetapi lupa akan dasar yang lebih
pokok dan prinsipil dalam agama. Dengan demikian motif motif pembuatan hadits
hadits palsu dapat disimpulkan :
a) Politik dan kepemimpinan
b) Fanatisme golongan dan bahasa
c) Kejahatan sengaja untuk mengotori ajaran Islam
d) Golongan berbuat baik tetapi mengabaikan kaidah agama
e) Keanehan keanehan sejarah
f) Soal-soal fiqih dan pendapat dalam ilmu kalam
g) Dll

Keadaan demikian telah mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan berusaha
mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun niorma niorma dalam memilih hadits
hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits hadits yang palsu.

Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama orang yang baik dan sejumlah nama
orang yang biasa membuat hadits palsu. Mereka menyusun kitab kitab khusus yang
membahas hadits hadits yang baik.

Untuk mengetahui bahwa suatu hadits palsu, kita dapat mengenali beberapa ciri :

a) Pengakuan pembuatnya
Di dalam catatan sejarah sering terjadi para pembuat hadits palsu berterus terang
atas perbuatan jahatnya. Baik karena terpaksa maupun karena sadar dan taubat.
Abu Ismah Huh bin Maryam ( bergelar Nuh Al –Jami) telah berterus terang
mengakui perbuatannya dalam membuat hadits hadits palsu yang berhubungan
dengan keutamaan keutamaan surat Al-Qur’an. Ia sandarkan hadits hadits itu
kepada Ibnu Abas. Maisarah bin Abdi Rabbih al-farisi, juga telah berterus terang
mengakui perbuatannya membuat hadits hadits palsu tentang keutamaan Al
Qur’an dan keutamaan Ali Bin Abi Thalib
Dalam hal ini memang perlu kita catat bahwa tidak semua pengakuan itu lantas
harus secara otomatis kita percayai, sebab mungkin saja pengakuan itu justru dusta
atau palsu.
b) Perawinya sudah terkenal sebagai pembuat hadits maudhu, dan hadits atau
keterangan lain yang baik, tidak ada sama sekali. (dalam permasalahan yang sama)
c) Isi atau materinya bertentangan dengan akal pikiran yang sehat. Sebagai contoh
hadits sbb :
(1) “Sesungguhnya perahu Nuh bertawaf tujuh kali mengelilingi Ka’bah dan shalat
di maqam Ibrahim dua rakaat”
(2) “Sesungguhnya Allah ketika menciptakan huruf, maka bersujudlah ba dan
tegaklah Alif “
d) Isinya bertentangan dengan ketentuan agama, Aqidah islam
Contoh :
(1) “Aku adalah penghabisan Nabi Nabi. Tidak ada Nabi sesudahku, kecuali bila
dikehendaki Allah”
(2) Allah menciptakan Malaikat dari rambut tangan dan dada “
e) Isinya bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i, seperti hadits
berikut :
(1) “ Anak zina tidak masuk surga hingga tujuh keturunan “
(2) “Barang siapa yang memperoleh anak , dan diberi nama Muhammad, maka dia
dan anaknya masuk surga “
f) Isinya mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sederhana
Contah :
(1) “Barang siapa membaca La ilaaha illallah, maka Allah menjadikannya seekor
burung yang mempunyai tujuh puluh lidah. Pada tiap tiap lidah tujuh puluh ribu
bahasa yang memohon ampun kepada Allah untuk orang tersebut “
(2) Barang siapa menafkahkan satu kali untuk mauludku, maka aku akan menjadi
penolong di yaumil kiyamah”
g) Isinya mengandung kultus individu
Contoh :
(1) “ Di tengah umatku kelak akan ada orang yang diberi nama Abu Hanifah an
Nu’man, ia adalah pelita umatku “
(2) “Abbas itu adalah wasiatku dan ahli warisku “
h) Isinya bertentangan dengan fakta sejarah
Seperti hadits hadits yang menerangkan bahwa Nabi pernah diberi semacam buah
dari surga pada saat Mi’raj, kemudian bergaul dengan Khadijah maka lahirlah
Fatimah dan seterusnya
Hadits ini bertentangan dengan fakta sejarah sebab Mi’raj itu terjadi setelah
wafatnya Khadijah dan setelah Fatimah lahir
10) Contoh contoh Hadits Maudhu berdasarkan motifnya
a) Motif Politik dan Kepemimpinan
(1) Apabila kamu melihat Muawiyah di atas mimbarku, maka bunuhlah “
(2) Orang yang berkepercayaan hanyalah tiga, Aku, Jibril, Mu’awiyah
b) Motif Zindik ( Untuk mencemarkan agama Islam)
(1) Melihat muka yang cantik adalah ibadah
(2) Rasulullah ditanya : Dari apakah Tuhan kita itu ?; jawabnya : Tuhan itu dari air
yang mengalir bukan dari tanah dan bukan dari langit. Tuhan menciptakan kuda
kemudian dijalankannya sampai berkeringat, Maka Allah menciptakan dirinya
dari keringat tersebut
c) Motif Ta’assuf dan fanatisme
(1) Sesungguhnya Allah apabila marah, maka menurunkan wahyu dalam bahasa
Arab. Dan apabila tidak marah menurunkan dalam bahasa Persi .
(2) Di kalangan umatku akan ada seorang yang diberi nama Muhammad bin Idris.
Ia adalah yang menyesatkan umatku lebih dari pada Iblis
(3) Di tengah umatku kelak akan ada orang yang diberi nama Abu Hanifah an
Nu’man, ia adalah pelita umatku
d) Motif Faham Fiqih
(1) Barang siapa mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, maka tidak syah
shalatnya
(2) Berkumur dan menghisap air bagi junub tiga kali-tiga kali adalah wajib
(3) Jibril mengimamiku di depan Ka’bah dan mengeraskan bacaan Bismillah
e) Motif senang kepada kebaikan tetapi bodoh tentang agama
(1) Barang siapa menafkahkan satu tali untuk maulidku, maka aku akan jadi
penolongnya di yaumil akhir
(2) Seperti hadits hadits tentang fadhilah surat surat Al Qur’an obral pahala dsbnya
f) Motif Penjilatan kepada pemimpin
(1) Ghiyas bin Ibrahim an-Nakha’ al –Kufi pernah masuk ke rumah Mahdi ( salah
seorang penguadsa) yang senang sekali kepada burung merpati. Salah seorang
penguasa) yang senang sekali kepada buriung merpati, Salah seorang berkata
padanya : coba terangkan pada Amirul Mukminin tentang suatu hadits, maka
berkatalah Ghiyas : “ Tidak ada taruhan melainkan pada anak panah, atau unta,
atau kuda, atau burung “
g) Ceramah ceramah agama di tengah tengah masyarakat Islam sampai sekarang
masih sering menyajikan hadits palsu
Pada peringatan Isra’ Mi’raj masih disajikan dongeng tentang gambaran kendaraan
Rasulullah, Buraq, digambarkan sebagai berwajah wanita, berbadan seperti kuda,
sayapnya pada paha dsbnya
Sirathal mustaqim yang terdapat dalam surat Al-Fatihah , dilukiskan sebagai
jembatan yang sangat kecil seperti rambut dibelah tujuh, lebih tajam daripada
pedang yang paling tajam dan seterusnya
Selain itu populer di kalangan umat islam, pepatah pepatah dari orang orang
tertentu, atau kata kata hikmat dalam bahasa Arab, yang dinilai dan populer sebagai
sabda Nabi SAW
Mungkin karena isinya baik, masyarakat Islam menilainya sebagai sabda Rasulullah,
misalnya :
(1) Cinta tanah air itu sebagian dari iman
(2) Islam tidak akan ada tanpa adanya organisasi, organisasi tidak akan ada tanpa
pemimpin, Pemimpin tidak akan ada tanpa adanya kepatuhan
(3) Agama itu akal pikiran, tidak ada agama bagi yang tidak berakal pikiran
(4) Engkau lihat kotoran nyamuk pada muka orang lain, dan engkau tidak melihat
kotoran unta yang ada pada mukamu sendiri
(5) Terkadang kefakiran itu mendorong kepada kekufuran
c. MEMAHAMI PENGERTIAN DAN FUNGSI IJTIHAD
1) Definisi dan Fungsi Ijtihad
Secara bahasa Ijtihad berarti pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan
sesuatu. Yaitu menggunakan akal sekuat mungkin untuk menemukan suatu keputusan
hukum tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit dalam Al qur’an dan as-Sunnah
Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Abdullah bin Mas’ud sbb :
“berukumlah engkau dengan Al Qur’an dan as Sunnah, apabila suatu persoalan itu
engkau temukan pada dua sumber tersebut tapi apabila engkau tidak menemukannya
pada dua sumber itu maka berijtihadlah “.
Kepada Ali bin abi Thalib beliau pernah menyatakan :
“ Apabila engkau berijtihad dan ijtihadmu betul, naka engkau mendapatkan dua pahala.
Tetapi apabila ijtihadmu salah maka engkau hanya mendapatkan satu pahala “
Muhammad Iqbal menamakan ijtihad itu principle of movement.
Mah,mud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang disebut arro’yu mencakup 2
pengertian :
a) Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditetapkan secara
eksplisit dalam al Qur’an damn as-Sunnah
b) Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan
dari suatu ayat atau hadits

Adapun dasar dari keharusan berijtihad ialah antara lain terdapat pada Al-Qur’an surat
An-Nisa ayat 59

2) Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan Al Qur’an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan sbb :
a) Pada dasarnya yang ditetapkan ileh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang
mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal fikiran manusia yang relatif.
Sebagai produk fikiran manusia yang relatif, maka keputusan dari pada ijtihad pun
adalah relatif
b) Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang,
tapi tidk berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk suatu masa/tempat tapi tidak
berlaku bagi suatu masa /tempat lain
c) Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdlah. Sebab urusan
ibadah mahdlah hanya diatur oleh Allah dan Rasul-Nya
d) Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan as-Sunnah
e) Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor : motivasi,
akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai nilai yang menjadi ciri
jiwa dari ajaran islam
3) Cara Berijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat metode metode antara lain :
a) Qiyas – Reasoning by analogy
Menetapkan suatu hukum dari suatu hal yang belum diterangkan dalam Al-Qutr’an
dan as-Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah
diteranhgkan hukumnya oleh Al-Qur’an dan as-Sunnah karena ada sebab yang sama
Contoh :
Menurut Al Qur’an S Al-Jum’ah : 9; seseorang dilarang jual beli pada saat
mendengar adzan jum;ah. Bagaimana hukumnya perbuatan perbuatan lain (selain
jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum’at
Dalam Al Qur’an maupun Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad
dengan jalan analogi, yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum;ah
dilarang, maka demikian pula perbuatan uang lain, yang dapat menggangu shalat
Jum’ah juga dilarang
Contoh lain :
Menurut S Al _Isra: 17 : 23 , seseorang tidak boleh berkata uf (cis) kepada orang tua.
Maka hukum memukul, menyakiti dll terhadap orang tua juga dilarang. Atas dasar
analogi terhadap hukum cis tadi, karena sama sama menyakiti orang tua.
Pada Zaman Rasulullah SAW, pernah diberikan contoh dalam menentukan hukum
dengan dasar qiyas tersebut. Yaitu ketika Umar bin Khattab berkata kepada
Rasulullah : hari ini saya telah melakukan pelanggaran, yaitu saya telah mencium
isteri saya, sedangkan saya sedang dalam keadaa berpuasa, tanya Rasul :
bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa ?
Jawab Umar : Tidak apa apa
Sabda Rasul : kalau begitu teruskanlah puasamu
b) Ijma =Konsensus =Ijtihad Kolektif ;
Persepakatan ulama dalam menentukan suatu masalah ijtihadiyah
Ketika Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan
adanya suatu masalah yang tidak dibicarakan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka
Rasul mengatakan : “ Kumpulkan orang orang yang berilmu, kemudian jadikan
persoalan itu sebagai bahan musyawarah “
Yang menjadi persoalan untuk saat ini adalah kemungkinan untuk dapat dicapai
atau tidaknya Ijma tersebut, karena umat Islam sudah begitu besar / banyak dan
berada di seluruh pelosok bumi, termasuk para ulamanya.
c) Istihasan = preference
Menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan Ijtihadiyah atas dasar prinsip-
prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan , kasih sayang dan lain lain. Oleh para
ulama Istihasan disebut Qiyas Hofi ( analogi amat samar) atau disebut sebagai “
pengalihan hukum yang diperoleh dengan qiyas kepada hukum lain atas
pertimbangan kemaslahatan umum “
Apabila kita dihadapkan dengan keharusan memilih salah satu di antara dua
persoalan yang sama jelek , maka kita harus mengambil yang lebih ringan
kejelekannya. Dasar Istihsan antara lain QS. Az-Zumar, 39 : 18

d) Mashalihul Maursalah = Utility


Menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan
kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at “
Perbedaan antara Istihsan dengan Mashalhul Mursalah adalah :
-Istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahatan (kebaikan) itu dengan disertai dlil
Al Qur’an / Al-Hadits yang umum, sedang
-Mashalihul Mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan
dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis eksplisit da;am Al-Qur’an / al-Hadits.

Anda mungkin juga menyukai