Makalah K.5
Makalah K.5
Makalah K.5
Dosen Pengampuh :
Oleh :
I FAKULTAS PERTANIAN
MEDAN
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
Pemanenan merupakan salah satu hal yang paling penting untuk diperhatikan pada
budidaya padi. Oleh karena itu pemanenan harus dilakukan dengan baik dan benar
dengan tujuan untuk menekan serendah mungkin masalah kehilangan padi yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada tinggi rendahnya hasil produktifitas padi.
Pemanenan padi merupakan semua proses yang dilakukan dilahan (on farm) yang
dimulai dengan pemotongan bulir padi siap panen dari batang pohon, kemudian
dilanjutkan dengan perontokan yaitu proses pemisahan antara gabah dengan malainya.
Semua kegiatan ini bisa dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan menggunkan alat
atau bisa dilakukan secara modern yaitu dengan dibantu mesin.
Di jaman yang serbah canggih ini semua kegiatan mulai didukung dengan
teknologi. Sejalan dengan berkembangnya teknologi dari waktu-kewaktu cara
pemanenan hasil pertanian juga ikut mengalami perkembangan sesuai kebutuhan.
Banyak sekali teknologi-teknologi baru yang mulai muncul sehingga memudahkan para
petani untuk melakukan kegiatan budidaya.(Ali, 2015)
Tujuan dari sistem pemanenan padi secara tradisional maupun modern sejatinya
sama kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional maupun lokal. Jadi bisa kita
simpulkan bahwa sistem panen padi tetap sama, yang membedakan yaitu proses didalam
sistem tersebut yang mengikuti kamajuan teknologi. Dilain pihak pengembangan
budidaya padi skala besar (rice estate) di Indonesia harus terus diupayakan dengan
menggunakan teknologi modern di lahan-lahan di luar pulau jawa. Dan tentu saja akan
membutuhkan dukungan berupa investasi yang cukup besar untuk mempersiapkan sarana
dan prasarananya (Sulistiaji, 2007).
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tahun 1979 FAO menyatakan bahwa panen dan pasca panen dinyatakan oleh
FAO sebagai masalah besar kedua dalam sistem agribisnis karena terjadi kehilangan
hasil yang besar baik itu secara kualitatif maupun secara kuantitatif dalam proses
penyediaan pangan (Mentri Pertanian RI, 2013). Oleh karea itu perlu adanya terobosan
baru meminimalisir maslaah tersebut
Alat dan mesin pertanian atau yang biasanya disingkat dengan Alsintan merupakan
alat-alatyang digunakan dalam bidang pertanian untuk melancarkan dan
mempermudah petani dalammengolah lahan dan hasil-hasil pertanian Alat dan mesin
pertanian sangat lah berperan pentingdalam berbagai kegiatan pertanian diantaranya
adalah menyediakan tenaga untuk daerah yangkekurangan tenaga kerja Antisipasi
minat kerja di bidang pertanian yang terus menurun,meningkatkan kapasitas
kerja sehingga luas tanam dan intensitas tanam dapat meningkat,meningkatkan
kualitas sehingga ketepatan dan keseragaman proses dan hasil dapat diandalkan
sertamutu terjamin, meningkatkan kenyamanan dan keamanan sehingga menambah
produktivitas kerja,mengerjakan tugas khusus atau sulit dikerjakan oleh manusia
dan memberikan peran dalampertumbuhan di sektor non pertanian (Anonim, 2011)
PEMBAHASAN
2.1 Ani-ani
Hingga saat ini panen padi Tradisional cara ani-ani masih eksis dan terus
berlangsung terutama terjadi di daerah pedalaman (Banten, Sumatera, Kalimantan, Papua)
yaitu di daerah yang menanam padi varietas lokal berumur panjang (6 bulan), kapasitas
kerja cara ani-ani berkisar antara 10 sampai 15 kg malai/jam dengan susut hasil (losses)
berkisar antara 3,2 %.
Cara panen Tradisional ani-ani merupakan suatu “System” panen yang akrab dengan
kelestarian lingkungan dan terbukti mampu mengatasi ketahanan pangan rumah tangga
petani (lokal), dimana seluruh proses sejak padi di tanam (pra panen) hingga proses gabah
menjadi beras (pasca panen), secara keseluruhan ditangani oleh petani dan nilai tambah
padi menjadi beras adalah milik petani, tanpa menimbulkan kerusakan alam dan
pencemaran lingkungan, seluruh tubuh tanaman padi termanfaatkan mulai dari berasnya
hingga jeraminya.
Tahapan proses panen padi cara Tradisional ani-ani berbeda dengan proses pada
cara Modern. Pada cara ani-ani (Gambar 1), padi dipanen dalam bentuk malai kemudian
diangkut untuk dijemur (proses pengeringan) kemudian disimpan di lumbung (proses
penyimpanan). Pelaksanaan proses perontokan dan pemberasan dilakukan sewaktu-waktu
petani membutuhkan beras, mempergunakan alat tradisional (lesung) ataupun
menggunakan mesin perotok Thresher untuk proses perontokannya dan Rice Milling Unit
(RMU) untuk pemberasan.
2.2 Alat Sabit
Sabit (Gambar 4), merupakan alat umum yang dipakai oleh petani, baik dalam
bentuk sabit bergerigi maupun sabit tidak bergerigi (biasa), dimana cara kegiatan panen dan
perontokan merupakan satu paket (on farm) dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Apabila proses perontokan dilakukan dengan cara di-iles (foot trampling), maka
malai padi dipotong pendek (jerami plus malai ± 30 cm), tetapi apabila perontokan
dilakukan dengan cara dibanting (gebot), padi dipotong panjang (jerami plus malai
± 75 cm). Untuk metode potong pendek masih akan dibutuhkan tambahan pekerjaan
pembersihan tegakan jerami yang masih tertinggal di lapangan.
2. Apabila dipakai mesin perontok Thresher, metode potong panjang dilakukan untuk
thresher dengan cara “hold on” (batang padi dipegang oleh tangan dan yang
dirontok bagaian malainya). Sedangkan metode potong pendek digunakan untuk
thresher dengan cara “throw in” (seluruh batang padi diumpankan masuk ke mesin
thresher tanpa dipegang oleh tangan).
3. Letak lokasi sawah, jauh dekatnya dengan rumah petani, akan menjadi
pertimbangan apakah padi akan dirontok di sawah atau akan dirontok di rumah.
4. Dikenal ada dua cara pembayaran ongkos tenaga kerja pemanen, yaitu kerja harian
(dibayar dengan uang plus konsumsi) dan kerja borongan atau “bawon” (dibayar
berdasarkan persentase gabah yang dihasilkan). Pada kerja borongan (bawon)
dikenal istilah 1 banding 7, artinya untuk sejumlah 7 kaleng gabah, maka enam
kaleng gabah untuk pemilik, satu kaleng untuk upah kerja borongan (bawon).
Berdasarkan variasi jumlah gerigi pada bilah pisau, sabit bergerigi dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) yaitu : (a) Gerigi halus, lebih dari 16 gerigi dalam 1 inchi ; (b) Gerigi
sedang, 14 s/d 16 gerigi dalam 1 inchi ; (c) Gerigi kasar, kurang dari 14 gerigi dalam 1
inchi.
Uji Kinerja mesin sabit (mower) dilaksanakan pada kecepatan rata-rata pemanenan padi
9.07 m/min ( 0.57 km/jam). Dengan lebar kerja 100 cm (4 alur x 25 cm) dengan arah tegak
lurus baris alur tanaman padi, didapatkan kapasitas kerja 9,50 m2/min (0.054 ha/jam atau 18
jam/ha). Lebar kerja optimum yang disarankan alur padi yang akan dipotong adalah 4 baris
alur tanaman padi.
Tabel 1. Kapasitas kerja mesin sabit (Mower) pada 3 dan 4 baris pemotongan
Jumlah Alur Tanaman 3 Baris 4 Baris
Handel tuas kopling sebelah kanan dipakai untuk mengkontrol gerak roda. Handel
tuas kopling sebelah kiri dipakai untuk mengkontrol gerak pisau reaper. Jenis ini sudah
diproduksi oleh fabrikan besar lokal.
Dari aspek ekonomi, reaper dapat bersaing dengan mesin sabit Mower, sehingga
ada kemungkinan aplikasi teknologi mesin reaper akan bergeser dari fungsi utamanya
(panen padi) menjadi panen jerami (batang tanaman), karena jerami mempunyai nilai jual
yang tinggi untuk bahan baku industri papan (board).
Pada Tabel 5 dibawah disajikan kapasitas panen dan prosentase susut panen mesin
Stripper IRRI-SG 800 dibandingkan dengan cara panen lainnya yang diteliti pada tahun
1995.
Tabel 5 : Kapasitas panen dan prosentase susut pada berbagai cara panen
Susut Susut Mutu (%)
Sistem panen Kapasitas Tercecer (%) Butir rusak Butir retak
Sabit + Gebot 55 s/d 60 kg/jam/orang 8,1 s/d 9,4 0,7 s/d 2,3 1,6 s/d 5,4
Reaper + Thresher 0,261 ton/jam 6,1 s/d 6,7 1,2 s/d 1,9 2,0 s/d 4,0
SG 800 + Thresher 0,229 s/d 0,343 ton/jam 2,0 s/d 2,5 0,8 2,2 s/d 3,9
*) Sumber : Hadi.K. Purwadaria, Seminar Pengembangan Mesin Pemanen Padi tipe sisir,
Bogor, 27 Nopember 1996
Kondisi saat pelaksanaan uji adalah: Varietas Padi: IR 64, Kadar air 23,5 s/d 24,1
%, Panen Musim Kemarau, Produksi rata-rata 6,2 ton/ha, Kapasitas kerja lapang mesin SG
800 7,2 jam/ha (termasuk pembersihan gabah menggunakan mesin Thresher) atau 4,2
jam/ha (tanpa pembersihan). Dari tabel tersebut terlihat bahwa susut tercecer untuk SG 800
masih lebih tinggi dari spesifikasi mesin karena disatukan dengan susut tercecer mesin
perontok, tidak diperoleh penjelasan tentang penyebab losses diatas 1 % ini.
Susut tercecer panen padi menggunakan Stripper “Chandue” mencapai 2,9 % (tidak
jauh beda dengan stripper SG 800), angka tersebut tidak dijadikan masalah bagi petani
setempat dikarenakan sulitnya mencari tenaga kerja panen, serta resiko yang diakibatkan
apabila padi tidak terpanen dan rontok di lahan atau dimakan burung yang berakibat angka
susut akan menjadi lebih besar lagi. Hasil panen harus dirontok dan dibersihkan lagi,
karena masih sangat kotor dan banyak malai padi yang belum terontok.
Kinerja mesin dalam keadaan stationary seperti terlihat pada Gambar 44, dilakukan
untuk mengatasi keterbatasan kondisi lahan yang berlumpur dalam atau lahan yang
tergenang air (lahan rawa atau lebak) dimana mesin Stripper Gunung Biru tidak dapat
dioperasikan, takut terperosok, dan mesin beroperasi secara stationary di pinggir lahan,
sementara panen padi dilakukan menggunakan sabit atau mesin sabit (mower), hasil
potongan Mower yaitu jerami plus malai padi direbahkan diatas papan pengumpul untuk
selanjutnya dibawa di pinggir lahan untuk dirontok menggunakan Stripper Gunung Biru.
Kinerja mesin Stripper Gunung Biru secara stationary dikombinasi dengan dua
buah mesin Mower akan mampu mempercepat waktu panen dan menekan losses hingga
kurang dari 2 %, akan tetapi waktu panen akan lebih cepat lagi menjadi 7,5 jam per hektar
apabila Stripper Gunung Biru langsung beroperasi panen secara mandiri di lahan.
Di Indonesia Mesin Combine Harvester lebih cocok dipakai di Rice Estate (PT
Shang Hyang Sri, Jawa Barat) atau Plantation (di Propinsi Sumatera Selatan) dengan
petakan lahan yang luas dan sarana jalan menuju sawah telah dipersiapkan untuk itu (Land
Development). Tidak menutup kemungkinan di tahun tahun mendatang Combine Harvester
akan berkembang penggunaanya di Asia terutama di Indonesia, karena Cina telah
mempersiapkan jenis teknologi ini dengan memproduksi secara besar besaran
Combine Harvester tipe medium yang mampu bekerja di lahan lahan sempit (Gambar 47).
Tabel 6. Kapasitas kerja dan kebutuhan bahan bakar dari berbagai cara dan alat panen
Kebutuhan jam total
Cara / alat panen Bahan bakar (lt/jam)
(jam/ha)
Manual (sabit-gebot) 252 -
Pada Tabel 5 dibawah disajikan kapasitas panen dan prosentase susut panen mesin
Stripper IRRI-SG 800 dibandingkan dengan cara panen lainnya yang diteliti pada tahun
1995.
Tabel 5 : Kapasitas panen dan prosentase susut pada berbagai cara panen
Susut Susut Mutu (%)
Sistem panen Kapasitas Tercecer (%) Butir rusak Butir retak
Sabit + Gebot 55 s/d 60 kg/jam/orang 8,1 s/d 9,4 0,7 s/d 2,3 1,6 s/d 5,4
Reaper + Thresher 0,261 ton/jam 6,1 s/d 6,7 1,2 s/d 1,9 2,0 s/d 4,0
SG 800 + Thresher 0,229 s/d 0,343 ton/jam 2,0 s/d 2,5 0,8 2,2 s/d 3,9
*) Sumber : Hadi.K. Purwadaria, Seminar Pengembangan Mesin Pemanen Padi tipe sisir,
Bogor, 27 Nopember 1996
Kondisi saat pelaksanaan uji adalah: Varietas Padi: IR 64, Kadar air 23,5 s/d 24,1
%, Panen Musim Kemarau, Produksi rata-rata 6,2 ton/ha, Kapasitas kerja lapang mesin SG
800 7,2 jam/ha (termasuk pembersihan gabah menggunakan mesin Thresher) atau 4,2
jam/ha (tanpa pembersihan). Dari tabel tersebut terlihat bahwa susut tercecer untuk SG 800
masih lebih tinggi dari spesifikasi mesin karena disatukan dengan susut tercecer mesin
perontok, tidak diperoleh penjelasan tentang penyebab losses diatas 1 % ini.
Susut tercecer panen padi menggunakan Stripper “Chandue” mencapai 2,9 % (tidak
jauh beda dengan stripper SG 800), angka tersebut tidak dijadikan masalah bagi petani
setempat dikarenakan sulitnya mencari tenaga kerja panen, serta resiko yang diakibatkan
apabila padi tidak terpanen dan rontok di lahan atau dimakan burung yang berakibat angka
susut akan menjadi lebih besar lagi. Hasil panen harus dirontok dan dibersihkan lagi,
karena masih sangat kotor dan banyak malai padi yang belum terontok.
Kinerja mesin dalam keadaan stationary seperti terlihat pada Gambar 44, dilakukan
untuk mengatasi keterbatasan kondisi lahan yang berlumpur dalam atau lahan yang
tergenang air (lahan rawa atau lebak) dimana mesin Stripper Gunung Biru tidak dapat
dioperasikan, takut terperosok, dan mesin beroperasi secara stationary di pinggir lahan,
sementara panen padi dilakukan menggunakan sabit atau mesin sabit (mower), hasil
potongan Mower yaitu jerami plus malai padi direbahkan diatas papan pengumpul untuk
selanjutnya dibawa di pinggir lahan untuk dirontok menggunakan Stripper Gunung Biru.
Kinerja mesin Stripper Gunung Biru secara stationary dikombinasi dengan dua
buah mesin Mower akan mampu mempercepat waktu panen dan menekan losses hingga
kurang dari 2 %, akan tetapi waktu panen akan lebih cepat lagi menjadi 7,5 jam per hektar
apabila Stripper Gunung Biru langsung beroperasi panen secara mandiri di lahan.
Di Indonesia Mesin Combine Harvester lebih cocok dipakai di Rice Estate (PT
Shang Hyang Sri, Jawa Barat) atau Plantation (di Propinsi Sumatera Selatan) dengan
petakan lahan yang luas dan sarana jalan menuju sawah telah dipersiapkan untuk itu (Land
Development). Tidak menutup kemungkinan di tahun tahun mendatang Combine Harvester
akan berkembang penggunaanya di Asia terutama di Indonesia, karena Cina telah
mempersiapkan jenis teknologi ini dengan memproduksi secara besar besaran
Combine Harvester tipe medium yang mampu bekerja di lahan lahan sempit (Gambar 47).
Tabel 6. Kapasitas kerja dan kebutuhan bahan bakar dari berbagai cara dan alat panen
Kebutuhan jam total
Cara / alat panen Bahan bakar (lt/jam)
(jam/ha)
Manual (sabit-gebot) 252 -
Alat dan mesin pertanian atau yang biasa disingkat dengan ALSINTAN merupakan
alat-alat yang digunakan dalam bidang pertania yang bertujuan utuk memudahkan dalam
proses budidaya dimulai dari persiapan lahan sampai dengan pemanenan maupun pasac
panen. Alat dan mesin pertanian sangatlah berperan penting dalam berbagai kegiatan
pertanian diantaranya adalah menjadikan tenaga untuk daerah yang kekurangn tenaga kerja
yaitu untuk mengantisipasi minat kerja dibidang pertanian yang terus menurun,
meningkatkan kapasitas kerja sehingga luas tanam dan intensitas tanam dapat meningkat,
meningkatkan kualitassehingga ketepatan dan keseragaman prose dan hasil dapat
diandalkan serta mutu bisa terjamin, meningkatkan keamanan dan kenyamanan sehingga
menambah produktifitas kerja, dan meminimalisir kehilangan hasil panen pada waktu
proses pemanenan.
DAFTAR PUSTAKA