Pendekatan Supervisi Pendidika1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Pendekatan Supervisi Pendidikan

By Dapur Ilmiah 3 komentar:

Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh seorang supervisor, hal ini tentu
lebih memudahkan supervisor ketika mensupervisi bawahannya, supervisor dapat memilih
pendekatan mana yang akan digunakan sesuai dengan kondisi lembaga yang bersangkutan,
karena setiap pendekatan dalam supervisi pendidikan memiliki karakteristik yang berbeda.
Pemilihan yang tepat bergantung pada masalah yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Piet A. Suhertian, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
supervisi yaitu pendekatan direktif, pendekatan non-direktif dan pendekatan kolaboratif, ketiga
pendekatan tersebut bertitik tolak pada teori psikologi belajar, berikut ini penjelasan ketiga
pendekatan tersebut.

1.      Pendekatan Direktif (langsung).


a.       Pengertian Pendekatan Direktif (langsung)
Pendekatan ini lahir dari teori psikologi behaviorisme yaitu segala perbuatan berasal dari
rileks, atau respons terhadap rangsangan/stimulus. Maka dari itu guru yang mempunyai
kekurangan perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi dengan
penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Adapun yang dimaksud dengan
pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor
memberikan arahan langsung, dengan tujuan agar guru yang mengalami problem perlu diberi
rangsangan langsung agar ia bisa bereaksi
Adapun langkah-langkah pendekatan direktif  yaitu : menjelaskan, menyajikan,
mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolok ukur, dan menguatkan. Dan disimpulkan oleh
Sri Banun Muslim dengan istilah prilaku
supervisiyaitu: demonstrating (menunjukkan), directing (mengarahkan), standizing (mempersia
pkan) dan reinforcing (memperkuat).
Dengan demikian, Supervisor menjadi central yang menentukan perbaikan pada guru,
supervisor harus aktif, kreatif, dan inovatif dalam memperbaiki cara mengajar guru, sehingga
guru tidak merasa di dikte dalan mengembangkan kemampuannya dan kreativitasnya.
Pada dasarnya supervisi pendidikan Islam adalah usaha pembinaan pendidik Islam untuk
meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan Islam serta profesionalismenya. Maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan supervisi pendidikan Islam adalah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan Islam yang hal itu dilakukan dengan memperbaiki pengajaran. Untuk mencapai
tujuan tersebut secara efektif, Sri Banun mengemukakan, bahwa supervisi bukan hanya
menyangkut penggunaan metode dan teknik supervisi tetapi juga menyangkut pilihan pola yang
tepat yang tergambar dari pendekatan supervisi yang dipergunakan.
Maka dari itu, terdapat pendekatan yang salah satunya adalah pendekatan direktif.
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung.
Pendekatan ini berangkat dari landasan psikologi behavioristik. Dalam pandangan psikologi ini,
belajar dilakukan dengan kontrol instrumental lingkungan. Dengan demikian, menurut
pandangan psikologi ini, seseorang akan belajar dan berhasil belajarnya, manakala senantiasa
dikondisikan dengan baik dalam lingkungan tertentu. Jadi manusia diberi stimulus agar dapat
memberikan respon.
Pandangan behavioristik supervisi pengajaran sebenarnya juga dikembangkan dari
pandangan behavioristik tentang belajar. Jika tanggung jawab guru dalam mengembangkan
dirinya sendiri sangat rendah, dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari supervisor. Atau dengan
kata lain,, tanggung jawab supervisor haruslah tinggi. Dengan demikian, guru akan dapat
dikondisikan sedemikian, sehingga mereka dapat mengembangkan dirinya dengan baik.
Dalam statemen lain, pendekatan direktif ini cocok untuk diterapkan dalam guru yang
mempunyai prototipe tidak bermutu. Maksudnya guru tersebut mempunyai daya abstrak rendah
dan komitmen rendah. Apabila guru sudah dalam keadaan yang demikian ini, dan hal ini hampir
mayoritas terjadi pada guru-guru madrasah yang berada di daerah terpencil, maka supervisi yang
diterapkan adalah supervisi pendidikan Islam dengan pendekatan direktif.
Hal yang membedakan dari supervisi pendidikan Islam dengan pendekatan direktif adalah
supervisi ini tidak mengambil titik tolak dari psikologi behavioristik akan tetapi dari al-Qur’an
dan al-hadits. Supervisi ini mencontoh perilaku Rasulullah saw dalam mengajari sahabatnya
secara langsung. Misalnya perilaku Rasulullah dalam mengajari sahabatnya masalah shalat,
makan, tata krama, akhlak dan kegiatan sehari-hari. Rasulullah menumbuhkan lingkungan yang
harmonis agar para sahabat tekun beribadah selain dirinya sendiri sebagai contoh.
Demikian juga dalam supervisi pendidikan Islam, penerapan pendekatan direktif ini juga
diberlakukan dengan membutuhkan keterlibatan tinggi dari seorang supervisor atau seorang
kepala lembaga pendidikan Islam untuk membina guru agar dapat meningkatkan kualitas
kinerjanya.

b.  Perilaku Pokok Supervisi Dengan Pendekatan Direktif


Supervisi dengan pendekatan ini, menuntut supervisor yang banyak bicara dan
berkomentar. Supervisor sedikit sekali memberikan pujian dan semangat yang mendorong guru.
Supervisi dengan pendekatan ini didasarkan asumsi bahwa mengajar terdiri dari beberapa
ketrampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah ditetapkan. Menurut Glickman,
seperti yang dikutip Sahertian, adalah sebagai berikut:
1)   Menjelaskan
2)   Menyajikan
3)   Mengarahkan
4)   Memberi contoh
5)   Menetapkan tolok ukur
6)   Menguatkan.
Pada pendekatan ini, supervisor mengarahkan kegiatan untuk perbaikan pengajaran dan
menetapkan standar perbaikan pengajaran dan penggunaan standar tersebut harus diikuti oleh
guru. Tanggung jawab proses sepenuhnya berada ditangan supervisi, sedangkan tanggung jawab
guru rendah. Sehingga biasanya supervisor mengeluarkan perintah kepada guru untuk lebih
meningkatkan profesionalitasnya dan mendiskusikannya apabila mengalami masalah.
Madhi menyatakan tata cara mengeluarkan perintah ada dua cara: Pertama, memberikan
perintah dengan keyakinan tanpa keraguan yang berdampak pada kecepatan merespon dan
melaksanakan tugas; dan kedua, menggunakan ungkapan positif (itsbat) lebih efektif daripada
ungkapan negatif (nafy).  Tata cara perintah yang pertama memantapkan langkah para guru
untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas, sedangkan tata cara perintah kedua itu
memastikan pekerjaan/tugas yang harus dikerjakan guru lantaran
menggunakan itsbat. Sebaliknya penggunaan ungkapan negatif (nafy)seringkali mengaburkan
pemahaman para guru. Misalnya penggunaan itsbat adalah lakukan pekerjaan ini dalam waktu
satu minggu. Sedangkan penggunaan nafy  dapat dicontohkan, lakukan pekerjaan ini tidak boleh
lebih dari satu minggu. Kedua perintah ini memberi kesan yang berbeda. Contoh perintah
pertama mengesankan suatu keharusan sedang pada contoh perintah kedua masih mengesankan
adanya anjuran.
Perilaku supervisor sebagaimana yang dijelaskan Glikcman dan diperkuat oleh Madhi
tersebut dilakukan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam, bahwa perubahan itu
hendaknya dilakukan dengan bertahap. Proses pentahapan pembinaan tersebut dalam Islam
terjadi ketika seorang pendidik membimbing anak yang sudah masuk usia shalat. Tahapan
pembinaan anak ketika anak sudah masuk usia tujuh tahun sama dengan pelaksanaan supervisi
direktif, dan dilanjutkan ketika anak berumur 10 tahun, yaitu ketika anak meninggalkan shalat
anak dipukul atau diberi hukuman. Hal tersebut juga sama ketika seorang guru berhasil
meningkatkan profesionalitasnya, maka guru tersebut diberi reward dan sebaliknya jika guru
tetap dalam ketidakmampuannya melakukan inovasi pembelajaran, guru diberi punishment.
Namun, punishment disini adalah yang mampu mendidik guru untuk lebih giat berusaha
meningkatkan profesionalitasnya.
Hal yang perlu dicatat adalah umat Islam itu mempunyai banyak bahan, namun miskin
teori, karena miskin metodologi atau epistemologi. Sebenarnya sudah banyak bahan yang
tersebar, dan penulis hanya mengqiyaskan salah satunya supaya menjadi teori supervisi
pendidikan Islam.

c.    Aplikasi Supervisi Pendekatan Direktif Dalam Supervisi Klinik


Supervisi klinis disebut juga supervisi kelas adalah “suatu bentuk bimbingan atau bantuan
profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhan guru melalui siklus yang
sistematis untuk meningkatkan proses belajar mengajar”. Pelaksanaannya didesain dengan
praktis serta rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data
mengenai kegiatan-kegiatan di kelas.
Dalam pelaksanaan supervisi klinis, terdapat tujuan-tujuan yang dirumuskan, antara lain:
1)        Membantu guru meningkatkan kemampuan mengajarnya, terutama kepercayaan atas
kemampuannya serta kemampuan menerapkan ketrampilan dasar mengajar.
2)        Memberi balikan yang obyektif atas perilaku guru dalam mengajar di kelas.
3)        Membantu guru menganalisis, mendiagnosis serta mencari alternatif pemecahan masalah yang
dihadapi guru di kelas.
4)        Membantu guru meningkatkan kemampuan dan sikap positifnya secara terus menerus dan
berkelanjutan.
5)        Sebagai dasar menilai kemampuan guru dalam rangka promosi jabatan atau pekerjaannya.
Terdapat berbagai faktor yang mendorong dikembangkannya supervisi klinis, antara lain
sebagaimana dikemukakan oleh Mufidah:
1)        Dalam kenyataan yang dikerjakan supervisi ialah mengadakan evaluasi guru-guru semata. Di
akhir satu semester guru-guru mengisi skala penilaian yang diisi peserta didik mengenai cara
mengajar guru. Hasil penilaian diberikan kepada guru-guru, tapi tidak dianalisis mengapa sampai
guru-guru dalam mengajar hanya mencapai tingkat penampilan seperti itu. Cara ini
menyebabkan ketidakpuasan guru secara tersembunyi.
2)        Pusat pelaksanaan supervisi adalah supervisi, bukan berpusat pada apa yang dibutuhkan guru,
baik kebutuhan profesional sehingga guru-guru tidak merasa memperoleh sesuatu yang berguna
bagi pertumbuhan profesinya.
3)        Dengan menggunakan merit rating (alat penilaian kemampuan guru), maka aspek-aspek yang
diukur terlalu umum. Sukar sekali untuk mendeskripsikan tingkah laku guru yang paling
mendasar seperti yang mereka rasakan, karena diagnosisnya tidak mendalam, tapi sangat bersifat
umum dan abstrak.
4)        Umpan balik yang diperoleh dari pendekatan sifatnya memberi arahan, petunjuk, instruksi, tidak
menyentuh masalah manusia yang terdalam yang dirasakan guru-guru, sehingga hanya bersifat di
permukaan.
5)        Tidak diciptakan hubungan identifikasi dan analisis diri, sehingga guru-guru melihat konsep
dirinya.
6)        Melalui diagnosis dan analisis dirinya sendiri guru menemukan dirinya. Ia akan sadar
kemampuan dirinya dengan menerima dirinya dan timbul motivasi dari dalam dirinya sendiri 
untuk memperbaiki dirinya sendiri. Praktek-praktek supervisi yang tidak manusiawi itu
menyebabkan kegagalan dalam pemberian supervisi klinis.
Prinsip-prinsip supervisi klinis, antara lain:
1)             Supervisi klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan inisiatif dari para guru lebih dahulu.
Perilaku supervisor harus demikian taktis sehingga guru-guru terdorong untuk berusaha meminta
bantuan dari supervisor.
2)             Ciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan
3)             Ciptakan suasana bebas dimana setiap orang bebas mengemukakan apa yang dialaminya.
Supervisor berusaha untuk apa yang diharapkan guru.
4)             Objek kajian adalah kebutuhan profesional guru yang riil yang mereka sungguh alami.
5)             Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk diperbaiki.
Sebenarnya dari sekian banyak model supervisi pendidikan yang sesuai dan layak
diterapkan dalam pendidikan Islam adalah model supervisi klinis. Hal tersebut karena
sebenarnya supervisi model klinis tersebut sudah ada dalam ajaran Islam yaitu dalam hadits.
Dalam masalah menjawab jawaban orang yang bertanya, dalam satu pertanyaan yang dilontarkan
oleh orang yang berbeda, Nabi menjawabnya dengan berbeda-beda juga. Hal tersebut karena
Nabi memperhatikan keadaan orang yang minta wasiat, dan beliau memberikan sesuatu yang
lebih dibutuhkan oleh orang yang minta wasiat tersebut. Maka keadaannya sama dengan keadaan
dokter dan pasiennya, pasien diberi obat yang dibutuhkannya. Konsep Islam ini sebenarnya
merupakan konsep yang sudah ada sejak zaman Nabi yang publikasinya sudah lebih dahulu dari
konsep supervisi pendidikan klinis. Namun umat Islam tidak menyadari akan adanya hal tersebut
karena miskin epistemologi.
Sebenarnya konsep supervisi pendidikan Islam dengan pendekatan direktif akan lebih
bagus hasilnya jika diterapkan dengan menggunakan model klinis, yang sesuai dengan ajaran
Islam. Proses penerapan pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
1)        Tahap pre conference, supervisor menerima aduan dari guru yang bermasalah kemudian
mengklarifikasikan dan membicarakan bersama, dan supervisor memberikan contoh atau
gagasan yang dipresentasikan di depan guru tersebut.
2)        Tahap observasi, supervisor melakukan observasi untuk melihat kerja guru untuk meneliti
apakah guru ini mengadakan perubahan atau peningkatan.
3)        Tahap post conference, supervisor melakukan feetback atas hasil observasi dan
mendemonstrasikan jika masih ada yang kurang, kemudian menetapkan standar dan memberikan
insentif atau menyatakan bahwa guru tersebut telah berhasil apabila hasil observasi sudah
memuaskan dan positif.
Dengan melakukan tahap-tahap di atas, dan dilakukan dengan penuh kesabaran tanpa
adanya amarah dan demi mengharap ridho dan pertolongan Allah, maka insya Allah supervisi
dengan pendekatan direktif dalam lembaga pendidikan Islam mampu diterapkan dengan baik.
Semuanya bergantung pada peran kepala madrasah atau kepala lembaga yang bertindak sebagai
supervisor. Jadi supervisor harus mempunyai jiwa rekonstruksi dan selalu bertaqwa kepada
Allah.
Demikian rekonstruksi konsep pembinaan guru dalam pendidikan Islam  dengan
pendekatan direktif yang dapat penulis kemukakan. Apabila terdapat ketidaksetujuan atau saran,
penulis menerimanya dengan hati terbuka.

2.      Pendekatan Non-direktif (tidak Langsung).


a.       Pengertian Pendekatan Non-direktif (tidak Langsung)
Pendekatan ini lahir dari pemahaman psikologi humanistik, yang sangat menghargai orang
yang akan dibantu, dengan mendengar permasalahan. Dengan demikian pendekatan non-direktif
yaitu cara pendekatan terhadap permasalahan yang bersifat tidak langsung. Supervisor tidak
secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa
yang dikemukakan guru. Supervisor memberikan sebanyak mungkin kepada guru untuk
mengemukakan permasalahan yang dialami, oleh karena itu kepribadian guru yang dibina begitu
dihormati. Selain itu menurut Sri Banun Muslim, bahwa guru harus mampu memecahkan
masalahnya sendiri. Peranan supervisor disini adalah mendorong/membangkitkan kesadaran
sendiri dan pengalaman-pengalaman guru diklasifikasikan. Pendekatan ini dilebih tepat
digunakan terhadap guru yang proesional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada
pendekatan non-direktif ini guru menjadi central yang menentukan perbaikan pada dirinya
sendiri. Supervisor hanya membantu, mendorong guru agar mampu mengembangkan
kemampuannya dan kreativitasnya.
Adapun langkah-langkah pendekatan non-direktif  yaitu : mendengarkan, memberikan
penguatan, menjelaskan, menyajikan dan memecahkan masalah. Dan disimpulkan oleh Sri
Banun Muslim dengan istilah prilaku supervisi, yaitu
meliputi: listenning (mendengarkan), clarifying (mengklarifikasi), encouriging (mendorong), pr
esenting  (menyajikan), problem solving (memecahkan
masalah), negotiating (negosiasi), demonstrating (menunjukkan), directing (mengarahkan), stan
dadizing (menyiapkan) dan reinforcing (memperkuat).
Secara etimologi pendekatan memiliki arti usaha mendekati. Sedangkan supervisi
pendidikan secara terminologi didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk membantu
personel sekolah dalam meningkatkan kemampuannya sehingga lebih mampu mempertahankan
dan melakukan perubahan penyelenggaraan sekolah dalam rangka meningkatkan pencapaian
tujuan sekolah. Sedangkan kata non direktif bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia artinya
tidak langsung.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan supervisi non direktif adalah cara pendekatan
terhadap masalah yang sifatnya tidak langsung.. Pendekatan tidak langsung (non direktif) adalah
cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Sehingga perilaku
supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan
secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru.
Mengacu pada definisi supervisi non direktif diatas, apabila kita kaitkan dengan konsep
Islam, maka sesungguhnya Islam telah mewajibkan setiap individu untuk mengevaluasi proses
pembentukan pribadi dan perbaikannya, dengan seluruh tindakannya. Islampun telah
menetapkan bahwa dialah yang pertama harus bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
Rasulullah saw bersabda “Evaluasilah diri kalian sebelum kalian dimintai pertanggungjawaban
(oleh Allah)…”.
Adapun prinsip psikologi yang melandasi pendekatan supervisi non direktif adalah
psikologis humanistik, dimana psikologi ini sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh
karena pribadi guru yang dibina begitu dihargai, maka supervisor lebih banyak mendengarkan
permasalahan yang dihadapi guru. Dan karena bersifat tidak langsung maka supervisor tidak
langsung menunjukkan permasalahan, tetapi memberikan ruang dan kesempatan yang luas bagi
guru untuk menceritakan keberhasilan, keluhan dan masalah yang mereka alami. Baru kemudian
memberikan stimulus untuk kebaikan ke depannya. Sehingga guru menjadi subjek yang
dominan.

b.   Sasaran Supervisi Non Direktif


Sasaran supervisi non direktif adalah bergantung pada prototipe guru. Adapun teori yang
membahas pembagian prototipe guru adalah teori yang dikemukakan oleh  Glickman. Glickman
memilah-milah guru menjadi empat prototipe dengan mengemukakan bahwa setiap guru
memiliki dua kemampuan dasar yaitu, berfikir abstrak dan komitmen. Dari pembagian guru
inilah kemudian kita akan mengetahui pendekatan apa yang tepat diberikan kepada guru tersebut.
Berikut bagan pembagian prototipe guru menurut Glickman.
Dari bagan Glickman di atas diperoleh informasi bahwa:
1)      Pada kuadaran I:
Daya Abstaksi (A+) dan Komitmen (K+) artinya guru tersebut terkategori professional dan
berhak mendapatkan supervisi non direktif.
2)      Pada kudran II:
Abstaksi (A+) dan Komitmen (K-) artinya guru tersebut suka mengkritik sehingga layak
mendapatkan supervisi kolaburatif.
3)      Pada kuadran III:
Abstaksi (A-) dan Komitmen (K+) artinya guru tersebut guru yang sibuk dan layak mendapatkan
supervisi kolaburatif.
4)      Pada kuadran IV:
Abstaksi (A-) dan Komitmen (K-) artinya guru tersebut tidak bermutu dan tepatnya diberi
supervisi direktif.
 Dari keterangan di atas jelaslah bahwa sasaran pendekatan supervisi non direktif ini
adalah guru pada kuadran I yaitu guru profesioanal. Berdasarkan prototipe ini maka munculnya
kasus guru senior yang cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu
karena menganggap dirinya telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih dapat
dihindarkan. Karena semua guru mendapatkan jatah supervisi masing-masing dengan pendekatan
dan teknik supervisi yang berbeda.

3.      Pendekatan Kolaboratif.


a.       Pengertian Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif ini lahir dari psikologi kognitif, yang beranggapan bahwa
belajar adalah hasil paduan antara kegiatan individu dan lingkungan pada gilirannya nanti
berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan kolaboratif
adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif. Pada
pendekatan ini Supervisor dan guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses
dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi, pendekatan
kolaboratif ini mengunakan kumunikasi dua arah, dari atas ke bawah dan dari bawah ke
atas. Pendekatan ini dilebih tepat digunakan terhadap guru tukang kritik atau terlalu sibuk. Tugas
supervisor adalah meminta penjelasan kepada guru apabila ada hal-hal yang diungkapkannya
kurang dipahami, kemudian mendorong guru untuk mengaktualisasikannya inisiatif yang
dipikirkannya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya atau meningkatkan
pengajarannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada pendekatan kolaboratif ini,
yang menjadi central adalah supervisor dan guru. Keduanya saling mengisi untuk menentukan
perbaikan  dan pengembangan kemampuan dan kreativitas guru.
Adapun langkah-langkah pendekatan non-direktif  yaitu : menyajikan, menjelaskan,
mendengarkan, memecahkan masalah dan negosiasi. Dan disimpulkan oleh Sri Banun Muslim
dengan istilah prilaku supervisi, yaitu meliputi : presenting (menyajikan), problem
solving (pemecahan masalah), dan negotiating (negosiasi).
Yang dimaksud dengan pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang
memadukan cara pendekatan direktif dan non–direktif menjadi pendekatan baru. Pada
pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan
struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang
dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif
beranggapan bahwa belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan lingkungan
pada gilirannya nanti berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian
pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke
atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut:
(1). Menyajikan
(2). Menjelaskan
(3). Mendengarkan
(4). Memecahkan masalah
(5). Negosiasi
Ketiga macam pendekatan sudah dikemukakan, yaitu pendekatan langsung (direktif),
pendekatan tidak langsung (non-direktif), dan pendekatan kolaboratif. Sudah tentu pendekatan
itu diterapkan melalui tahap-tahap kegiatan pemberian supervisi sebagai berikut:
1)   Percakapan awal (pre –conference), Supervisor bertemu dengan guru atau sebaliknya. Mereka
membicarakan masalah yang dihadapi guru
2)   Observasi, Dalam observasi digunakan alat pencatatan data. Dalam percakapan awal supervisor
berjanji akan mengobservasi kelas atau sebaliknya guru mengundang supervisi untuk
mengadakan observasi di kelas.
3)   Analisis / interpretasi, Dalam observasi digunakan alat pencatatan data. Data dianalisis dan
ditafsir.
4)   Percakapan akhir (past conference), Setelah data dianalisis lalu dibahas bersama dalam suatu
percakapan.
5)   Analisis akhir, Hasil percakapan yang dibahas bersama untuk ditindaklanjuti.
6)   Diskusi, Tahap akhir diadakan diskusi.
Dalam proses pemberian supervisi, ingatlah pendekatan, perilaku supervisor dan teknik
pemberian supervisi yang dikemukakan dapat diterapkan.

b.   Analisis Supervisi dengan Pendekatan Kolaboratif berdasarkan Sikap dan Peranan Supervisor


dalam Proses Supervisi.
Pendekatan kolaboratif ini diaplikasikan pada guru yang termasuk kategori guru energik
dan guru konseptor dalam proses supervisi.
Guru yang terlalu sibuk/energik , guru ini mempunyai tanggung jawab dan komitmen
yang tinggi , tetapi tingkat abstraksinya rendah . Guru ini energik punya kemauan keras, dan
antusias dalam bekerja. Cita-citanya tinggi, ingin berprestasi melalui kerja keras dalam membina
para siswa belajar, bermaksud melakukan inovasi dalam pembelajaran agar lulusannya
meningkat. Para siswa sering diberi tugas rumah yang banyak dengan harapan prestasi mereka
meningkat. Tetapi kemauan besar dan niat baik itu terganjal oleh kemampuan umum guru ini
yang kurang bagus, yang mengakibatkan jarang sekali ia dapat mewujudkan niat baiknya.
Terlalu banyak yang ingin digapai tidak sesuai dengan kemampuannya yang rendah , membuat
banyak pekerjaannya terbengkelai.
Guru tukang kritik/konseptor, guru ini pandai membuat konsep-konsep baru tentang
pembelajaran maupun sekolah, tetapi tidak mampu mewujudkan konsep itu. Hal ini disebabkan
rasa tanggung jawab dan komitmennya rendah, walaupun ia memiliki tingkat abstraksi yang
tinggi. Dalam tugas sehari-hari ia sering mengemukakan ide-ide yang bagus yang sifatnya
inovatif. Ia dapat menjelaskan ide-ide itu dengan rasionalitas yang relative tepat beserta langkah-
langkah mewujudkan program itu. Namun bila ia disuruh untuk mewujudkan cita-cita itu,
memelopori hal-hal yang ia pandang inovatif, ia selalu menolak. Ia tidak mau berkorban waktu,
tenaga maupun pikiran untuk merealisasi cita-cita itu. Ia tidak punya komitmen untuk melakukan
sesuatu.
Kolaborasi adalah kerja sama antara guru dan supervisor . pendekatan ini berasal dari
psikologi kognitif. Kerja sama dilakukan dalam banyak hal untuk memajukan kedua guru ini.
Bagi guru yang terlalu sibuk/energik kerja sama ini dilakukan untuk membantu guru
dalam melaksanakan ide dan cita-citanya yang besar. Supervisor mengajak guru ini agar tidak
berhenti di tengah jalan melainkan memberi dorongan dan bantuan agar proyek-proyeknya dapat
ia selesaikan.
Sementara itu bagi guru tukang kritik/konseptor kerja supervisor memberi dorongan dan
fasilitas agar guru ini bersedia menjadi ketua pelaksana ide yang ia ciptakan agar buah ide itu
dapat dinikmati oleh warga sekolah , terutama para siswa.
Dalam pendekatan kolaboratif ini dapat dilakukan metode berdasarkan kontrak, yaitu
suatu strategi yang dibuat oleh supervisor untuk memberi semacam paksaan kepada kedua guru
ini sebagai suatu ikatan . Kontrak yang ditandatangani atau hanya kesepakatan lisan ini secara
psikologis akan memberi pengaruh kepada itikad guru untuk mengisi dan menyelesaikan kontrak
itu . Bagi guru energik diharapkan akan dapat memenuhi kemauan keras dan cita-cita yang tinggi
bisa diwujudkan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati . Demikian pula dengan guru
konseptor, diharapkan tidak hanya mampu membuat konsep saja melainkan juga mampu
mewujudkan konsep itu dalam praktek sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai