Sejarah Bilangan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH BILANGAN

Disusun untuk Memenuhi


Tugas Matakuliah Matematika dalam Islam

Oleh
Farah Rahmatika Putri
Vinka Daniya Salsabila

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
Sejarah Bilangan
Farah Rahmatika Putri (NIM.18190038), Vinka Daniyah Salsabila
(NIM.18190036)

Abstrak
Bilangan merupakan aspek penting dalam kehidupan diberbagai bidang. Bermula pada masyarakat
zaman Purbakala yang hendak mengatasi banjir, sehingga mereka membutuhkan pengetahuan
teknik. Seiring perkembangan zaman, para pakar menambahkan pembendaharaan simbol dan kata-
kata yang tepat untuk mendefinisikan bilangan pada matematika. Perkembangan terjadi pada masa
Babylonia, masa Maya di Amerika, masa Mesir Kuno, masa Yunani, China, Hidu-Arab dan
Romawi. Al-Qur’an yang merupakan Kalamulloh yang bersifat terdahulu sudah membahas
tentang bilangan. Bilangan-bilangan yang dibahas didalam Al-Qur’an meliputi bilangan kardinal,
ordinal, dan juga bilangan pecahan.

Kata kunci:
Sejarah bilangan, Perkembangan bilangan, Sejarah Bilangan dalam Islam

Pendahuluan
Pada mulanya di zaman purbakala banyak bangsa-bangsa yang bermukim
sepanjang sungai-sungai besar. Bangsa Mesir sepanjang sungai Nil di Afrika,
bangsa Babilonia sepanjang sungai Tigris dan Eufrat, bangsa Hindu sepanjang
sungai Indus dan Gangga, bangsa Cina sepanjang sungai Huang Ho dan Yang
Tze. Bangsa-bangsa itu memerlukan keterampilan untuk mengendalikan banjir,
mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi untuk mengolah tanah sepanjang
sungai menjadi daerah pertanian untuk itu diperlukan pengetahuan praktis, yaitu
pengetahuan teknik dan matematika bersama-sama. Sejarah menunjukkan bahwa
permulaan Matematika berasal dari bangsa yang bermukim sepanjang aliran
sungai tersebut. Mereka memerlukan perhitungan, penanggalan yang bisa dipakai
sesuai dengan perubahan musim. Diperlukan alat-alat pengukur untuk mengukur
persil-persil tanah yang dimiliki. Peningkatan peradaban memerlukan cara menilai
kegiatan perdagangan, keuangan dan pemungutan pajak. Untuk keperluan praktis
itu diperlukan bilangan-bilangan.
Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk mengingat jumlah, namun
dalam perkembangannya setelah para pakar matematika menambahkan
perbendaharaan simbol dan kata-kata yang tepat untuk mendefenisikan bilangan
maka matematika menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan dan tak bisa
kita pungkiri bahwa dalam kehidupan keseharian kita akan selalu bertemu dengan
yang namanya bilangan, karena bilangan selalu dibutuhkan baik dalam teknologi,
sains, ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi dan hiburan serta banyak
aspek kehidupan lainnya.
Pembahasan
Bilangan selalu dibutuhkan dalam berbagai bidang di kehidupan seperti
teknologi, sains, ekonomi, musik, filosofi, dan banyak aspek kehidupan lainnya.
Secara gramatikal, angka dan bilangan merupakan dua kata yang mempunyai
pengertian yang berbeda. Angka adalah kombinasi simbol digit yang digunakan
untuk melambangkan suatu nilai bilangan. Angka dalam bahasa inggris disebut
dengan "numeral". Bilangan adalah ekspresi matematika yang telah didefinisikan
dan digunakan untuk melakukan perhitungan. Bilangan dalam bahasa inggris
disebut dengan "number" artinya jumlah yang disebutkan. Dalam sejarahnya
bilangan mengalami perkembangan yang luar biasa.
1. Masa Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang
dikembangkan
oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga
permulaan peradaban helenistik. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika
Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk
membangkitkan
Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia,
terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika
Islam. Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir,
pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih dari pada 400
lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Bukti terdini matematika
tertulis adalah karya bangsa Sumeria yang membangun peradaban kuno di
Mesopotamia.Mereka mengembangkan sistem rumit metrology sejak tahun
3000SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel
perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan
geometri dan soal pembagian. Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah
diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik
pecahan aljabar, persamaan kuadrat, dan kubik, dan perhitungan bilangan
regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga
meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linier dan
persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran
bagi √ 2 yang akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal
(basis-60). Melalui keunggulan orang Babylonia pada bidang astronomi, sistem
perhitungan berbasis 60 mereka masih ada sampai sekarang, yakni dengan
diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk
satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga
penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan
pecahan derajat.

Gambar 1. Lambang bilangan Babylonia

2. Masa Maya (500 M)


Sistem Maya menggunakan kombinasi dua simbol. (.) Titik digunakan
untuk mewakili unit (satu sampai empat) dan sejumput (-) digunakan untuk
mewakili lima. Bangsa Maya menulis jumlah mereka secara vertikal sebagai
lawan horizontal dengan denominasi terendah di bagian bawah. Sistem mereka
didirikan sehingga lima pertama nilai tempat didasarkan pada kelipatan 20.
Mereka adalah 1 (200), 20 (201), 400 (202), 8.000 (203, dan 160.000 (20. Dalam
bentuk bahasa Arab kita menggunakan nilai tempat dari 1,, 10 100, 1.000, dan
10.000.
Bangsa Maya juga yang pertama untuk melambangkan konsep apa-apa
(atau nol). Simbol yang paling umum adalah bahwa dari shell () tapi ada
beberapa symbol lainnya (misalnya kepala). Sangat menarik untuk mengetahui
bahwa dengan semua matematikawan besar dan ilmuwan yang berada di
sekitar di Yunani kuno dan Roma, itu adalah orang-orang Indian Maya yang
independen datang dengan simbol yang biasanya berarti selesai sebagai lawan
nol atau tidak ada.
Perhitungan 360 hari kalender juga datang dari bangsa Maya yang benar-
benar menggunakan basis 18 ketika berhadapan dengan kalender. Setiap bulan
berisi 20 hari dengan 18 bulan sampai satu tahun. Kiri lima hari ini pada akhir
tahun yang merupakan bulan dalam dirinya sendiri yang penuh dengan bahaya
dan nasib buruk. Dengan cara ini, bangsa Maya telah menemukan kalender
365 hari yang berkisar tata surya.

Gambar 2 Angka suku Maya


3. Mesir Kuno
Di Mesir, sejak sekitar 3000 tahun sebelum masehi, bukti sejarah bilangan
yang ditemukan pada tulisan-tulisan pada batu, dinding, tembikar, plak kapur
dan monument menyebutkan bahwa satu disimbolkan sebagai garis vertikal,
sedangkan 10 diwakilkan oleh lambang ^. Orang mesir menulis dari kanan ke
kiri, jadi bilangan dua puluh tiga disimbolkan menjadi |||^^. Simbol Mesir
untuk angka besar seperti 100.000, adalah suatu simbol yang seperti burung,
tetapi angka-angka yang lebih kecil dilambangkan dengan garis lurus dan
melengkung.

Gambar 3 Lambang bilangan dalam Matematika Mesir

Gambar 4 nomor simbol

Tabel 1
Penulisan Bilangan oleh Bangsa Mesir Kuno (Hieroglyphs)
Lambang-lambang Mesir Lambang-lambang saat ini
1 1
11 2
111 3
1111 4
111 5
11
111 6
111
1111 7
111
1111 8
1111 9
10
100
1000
10 000
100 000
1 000 000

4. Masa Yunani
Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang
dikembangkan oleh kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah
matematika pra-Yunani yang masih terpelihara menunjukkan penggunaan
penalaran induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang yang digunakan
untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani
menggunakan penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika untuk
menurunkan simpulan dari definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan
matematika untuk membuktikannya.
Matematika Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira
624 sampai 546 SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507
SM). Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan, mereka
mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut legenda,
Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika, geometri, dan
astronomi dari pendeta Mesir. Thales menggunakan geometri untuk
menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian piramida dan jarak perahu dari
garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan penalaran
deduktif untuk diterapkan pada geometri. Pythagoraslah yang menggulirkan
istilah "matematika", dan merekalah yang memulakan pengkajian matematika.
Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu bukti pertama teorema
Pythagoras, meskipun diketahui bahwa teorema itu memiliki sejarah yang
panjang, bahkan dengan bukti keujudan bilangan irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM) mengembangkan metoda
kelelahan, sebuah rintisan dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira 384 SM
sampai 322 SM) mulai menulis hukum logika. Euklides (kira-kira 300 SM)
adalah contoh terdini dari format yang masih digunakan oleh matematika saat
ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji kerucut.
Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat terdidik di Barat hingga
pertengahan abad ke-20. Selain teorema geometri yang terkenal,
seperti teorem Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar kuadrat dari
dua adalah irasional dan terdapat tak-hingga banyaknya bilangan prima.
Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM) digunakan untuk menemukan
bilangan prima.
Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari Syracuse
menggunakan metoda kelelahan untuk menghitung luas di bawah busur
parabola dengan penjumlahan barisan tak hingga, dan memberikan hampiran
yang cukup akurat terhadap Pi. Dia juga mengkaji spiral yang mengharumkan
namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem rintisan untuk
menyatakan bilangan yang sangat besar.
5. China
Matematika Cina permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan
yang berasal dari belahan dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap
sebagai hasil pengembangan yang mandiri. Tulisan matematika yang dianggap
tertua dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching, berangka tahun antara 1200 SM
sampai 100 SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup masuk akal. Karya
tertua yang masih terawat mengenai geometri di Cina berasal dari
peraturan kanonik filsafat Mohisme kira-kira tahun 330 SM, yang disusun oleh
para pengikut Mozi (470–390 SM). Mo Jing menjelaskan berbagai aspek dari
banyak disiplin yang berkaitan dengan ilmu fisika, dan juga memberikan
sedikit kekayaan informasi matematika.Yang terpenting dari semua ini adalah
Sembilan Bab tentang Seni Matematika, judul lengkap yang muncul dari tahun
179 M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang berbeda. Ia terdiri dari
246 soal kata yang melibatkan pertanian, perdagangan, pengerjaan geometri
yang menggambarkan rentang ketinggian dan perbandingan dimensi untuk
menara pagoda Cina, teknik, survey, dan bahan-bahan segitiga siku-siku dan π.
Ia juga menggunakan prinsip Cavalieri tentang volume lebih dari seribu tahun
sebelum Cavalieri mengajukannya di Barat. Ia menciptakan bukti
matematika untuk teorema Pythagoras, dan rumus matematika untuk eliminasi
Gauss. Liu Hui memberikan komentarnya pada karya ini pada abad ke-3 M.
6. Hindu-Arab (300M – sekarang)

Gambar 5 Lambang bilangan


Orang India menggunakan lingkaran kecil saat tempat pada angka tidak
mempunyai nilai, mereka menamainya dengan sunya, diambil dari Bahasa
Sansekerta yang artinya “kosong”. Orang Arab menggunakan titik sebagai
simbol kosong yang diberi nama sifr. Dalam Bahasa Eropa modern disebut
zero dalam Bahasa Indonesia sendiri disebut nol.
7. Bangsa Romawi

Gambar 6 Simbol Romawi


Angka romawi menggunakan sistem bilangan berbasis 5. Angka I dan V
dalam angka romawi terinspirasi dari bentuk tangan, yang merupakan alat
hitung alami.
Sedangkan angka X/ lambang dari 10, adalah gabungan dua garis miring yang
melambangkan 5. Dan L, C, D,dan M, yang secara urut mewakili 50, 100, 500,
dan 1.000, merupakan modifikasi dari simbol V dan X .

Sejarah Bilangan dalam Islam


Pada masa sebelum Islam, Bangsa Mesir kuno telah menggunakan jari manusia
dalam perhitungan. Sistem penghitungan menggunakan jari inilah yang kita
gunakan dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Tidak hanya berhenti dalam
penghitungan bilangan satuan karena keterbatasan jari manusia, Bangsa Mesir
kuno juga menggunakan sepuluh jari manusia dalam penghitungan bilangan
puluhan, ratusan bahkan desimal. Dan mereka juga mempermudah
penghitungannya tersebut dengan membuat kolom penghitungan satuan, puluhan
serta ratusan.
Terlepas dari sejarah bilangan dan angka sebelum memasuki masa Islam, jauh
sebelum itu Al-Qur’an yang merupakan Kalamulloh yang bersifat terdahulu sudah
membahas tentang bilangan. Bilangan-bilangan yang dibahas didalam Al-Qur’an
meliputi bilangan kardinal, ordinal, dan juga bilangan pecahan 1. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, bilangan cardinal yaitu bilangan yang menyatakan
banyaknya anggota suatu himpunan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia bilangan ordinal yaitu bilangan yang menyebutkan suatu urutan. Dan

a
bilangan pecahan sendiri yaitu bilangan yang bebentuk dengan b ≠ 0, dan b
b
bukan pembagi dari a. Bilangan pecahan yang disebutkan didalam Al-Qur’an
ialah pecahan biasa.
Al-Qur’an juga sudah memperkenalkan operasi aljabar. Seperti operasi
penjumlahan yang disebutkan didalam firman Allah Surat Al-Kahfi ayat 252 :
َ ‫ فِ ْي َك ْهفِ ِه ْم ثَاَل‬h‫َولَبِثُوْ ا‬
ْ ‫ث ِمائَ ٍة ِسنِ ْينَ َو‬
‫ازدَا ُدوْ تِ ْسعًا‬
“dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun
lagi”.
Dari ayat tersebut, terlihat dengan jelas bahwa Al-Qur’an juga berbicara tentang
matematika dan menghendaki ummat islam untuk mempelajari ilmu matematika
untuk dapat menemukan jawaban bahwa Ashabul Kahfi berada didalam gua
selama tiga ratus sembilan tahun.
Selanjutnya operasi pengurangan juga disebutkan dalam Al-Qur’an dalam surat
Al-Ankabut ayat 143 :
‫م ْألفَ َسنَ ٍة إاَّل خَ ْم ِس ْينَ عَا ًما فَأَخَ َذهُ ُم الطّوْ فَانُ َوهُ ْم‬hْ ‫ث فِ ْي ِه‬
َ ِ‫َولَقَ ْد أَرْ َس ْلنَا نُوْ حًا إِلَى قَوْ ِم ِه فَلَب‬
‫ظَالِ ُموْ ن‬
1
Abdussakir. 2005. Matematika Dan Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press
2
Ibid
3
Ibid
“Dan seseungguhnya Kami telah mengutus Nabi Nuh kepada kaumnya, maka ia
tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka
ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang dzolim”.
Tidak hanya operasi penjumlahan dan pembagian yang disebutkan didalam Al-
Qur’an, namun juga operasi perkalian dan pembagian.
Karena didalam Al-Qur’an terdapat penyebutan angka puluhan dan ratusan,
ribuan, jutaan hingga puluhan juta yang mana angka-angka tersebut tak bisa lepas
dari angka nol dibelakangnya. Banyak yang mengira bahwa angka nol ditemukan
oleh ilmuwan Eropa, padahal angka nol ditemukan oleh ilmuan muslim yang
bernama Abu Ja’far Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi atau yang biasa kita
kenal dengan nama Al-Khwarizmi.
Al-Khawarizmi lahir di Uzbekistan pada tahun 194 H/780 M. Semua bermula
saat setelah Islam masuk ke Persia dan Baghdad menjadi pusat ilmu serta
perdagangan. Saat itu banyak sekali pedagang serta ilmuwan Cina dan India yang
mendatangi kota tersebut, termasuk Al-Khwarizmi. Di Persia, beliau juga
menjadi bagian dari para Ilmuwan yang bekerja di Bayt al-Hikmah. Bayt Al-
Hikmah (Rumah Kebijaksanaan) merupakan sebuah lembaga penelitian yang
didirikan oleh Ma’mun Ar-Rasyid, yang merupakan khalifah ketujuh pada masa
Dinasti Abbasiyah. Pada masa tersebut, Bayt Al-Hikmah disebut sebagai institusi
pendidikan Islam tertinggi di dunia Islam dan juga Barat oleh guru besar Studi
Islam Temple University AS, Mahmoud Ayoub. Di lembaga tersebut, Al-
Khawarizm belajar ilmu alam dan matematika, juga terjemahan manuskrip
Sansekerta dan Yunani.
Sebelum Al-Khawarizmi memperkenalkan penemuannya, yakni angka nol,
para Ilmuwan lainnya menggunakan daftar yang membedakan bilangan satuan,
bilangan puluhan, bilangan ratusan dan seterusnya. Daftar yang digunakan para
Ilmuwan tersebut dikenal dengan nama abakus. Fungsinya, untuk menjaga supaya
setiap angka dalam bilangan tersebut tidak tertukar dari tempat atau posisi
mereka.
Abakus digunakan hingga abad ke-12 M, ketika para ilmuwan Barat mulai
memilih menggunakan raqm al-binji (angka Arab) dalam sistem bilangan mereka.
Raqm al-binji menggunakan angka “nol” yang diadopsi dari angka India, yang
akhirnya menghadirkan sistem penomoran desimal yang belum pernah digunakan
sebelumnya.
Kita mengenal Al-Khawarizmi sebagai penemu aljabar. Dalam buku
pertamanya yang berjudul Al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa Al-Muqabalah
(Ringkasan Perhitungan Aljabar dan Perbandingan), Al-Khawarizmi
memperkenalkan angka nol yang dalam bahasa Arab yang disebut shifr. Karya
monumental tersebut juga membahas solusi sistematik dari linear dan notasi
kuadrat.
Buku Al-Khawarizmi tersebut diterjemahkan di London pada 1831 oleh
matematikawan Inggris, Fredrick Rosen, dan selanjutnya diedit dalam bahasa
Arab pada tahun 1939 oleh dua Ahli Matematika dari Mesir, yakni Ali Mustafa
Musyarrafa dan Muhammad Mursi Ahmad. Pada abad 12 karya Al-Khawarizmi
tersebut juga diterjemahkan oleh seorang matematikawan asal Chester, Inggris,
Robert dengan judul Algebras et Al-Mucabola. Ini berarti buku pertama karangan
Al-Khawarizmi yang berisi penemuannya memperkenalkan angka nol dan yang
lainnya begitu laris dikalangan ilmuwan luar.
Di abad 12 juga, buku berbahasa latin tersebut kemudian diedit oleh
matematikawan aal New York, LC Karpinski. Versi keduanya De Jebra et
Almucabola, yang ditulis oleh Gerard da Cremona (114-1187), yang merupakan
matematikawan dan penerjemah asal Italia. Buku terjemahan yang ditulis oleh
Gerard itu dianggap lebih baik dan bahkan mengungguli buku yang diterjemahkan
oleh Fredrick Rosen.
Dari beberapa linimasa diatas, penelitian Al-Khawarizmi yang telah
diperkenalkan mulai pertengahan pertama abad ke-9, angka nol baru dikenal dan
digunakan oleh kalangan ilmuwan Barat dua setengah abad kemudian. Setelah itu,
angka nol digunakan sebagai pemegang tempat dalam notasi berbaris posisi,
Masih dalam abad yang sama, yakni abad ke-12, matematikawan muslim asal
Spanyol, Ibrahim Ibn Meir Ibn Ezra, menulis tiga risalah mengenai angka yang
membawa simbol-simbol India dan pecahan desimal ke Eropa hingga
mendapatkan perhatian dari beberapa ilmuwan di Eropa. Risalah berjudul The
Book of The Number itu menjelaskan tentang sistem desimal untuk bilangan bulat
dengan nilai tempat dari kiri ke kanan. Ibn Ezra menggunakan nol dengan sebutan
galgal (yang berarti roda atau lingkaran).
Selanjutnya, pada 1247, matematikawan Cina yang bernama Ch’in Chiu-Shao,
menulis Mathematical Treaties in Nine Section yang menggunakan simbol 0
untuk angka nol. Dan pada 1303, Zhu Shijie menggunakan simbol yang sama
untuk nol dalam karyanya Jade mirror of the Four Elements. Sistem angka
tersebut selanjutnya uga berkembang di Eropa.
Al-Khawarizmi yang merupakan ilmuwan muslim pada abad ke-9, yang berada
dibalik penemuan besar matematika mengenai aljabar dan sebagainya itu wafat di
Baghdad pada tahun 850M4.
Penutup
Berdasarkan uraian diatas, sejarah bilangan telah ditulis dalam Al-Qur’an yang
merupakan Kalamulloh di lauh mahfudz jauh sebelum bangsa-bangsa di dunia
menemukannya. Dan juga, salah satu angka terpenting dalam deret bilangan yakni
angka nol, juga ditemukan oleh matematikawan muslim yaitu Al-Khawarizmi.
Oleh karena itu, matematika seutuhnya bukan ditemukan oleh Ilmuwan Barat.
Namun ilmuwan Barat lah yang mengadopsi beberapa penemuan dalam
matematika dari ilmuwan Islam. Maka, seyogyanya kita sebagai umat Islam harus
mempelajari matematika sebagai bekal dikehidupan sehari-hari baik untuk
pengetahuan dunia maupun agama.

Daftar Rujukan
Abdussakir. (2005). Matematika dan Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press.
Hashim, Talib Hasan. (2005). Perkembangan Sistem Bilangan pada Masa Sebelum Islam. Kaunia:
Integretion and Interconection Islam and Science, 1(2) Oktober 2005.

4
Heri Ruslan, “Al-Khawarizmi dan Angka Nol”
(https://republika.co.id/berita/m64kh5/alkhawarizmi-dan-angka-nol, Diakses pada 30 September
2020, 18:45)

Anda mungkin juga menyukai