Infeksi Maternal Kel.1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 30

INFEKASI MATERNAL : PENYAKIT MENULAR SEKSUAL,INFEKSI

TORCH,INFEKSI TRAKTUS GENETALIA, INFEKSI PASCA PARTUM

Mata Kuliah : Maternitas II

Kelas : A

Disusun Oleh

Nadya Pontoh (19061031)

Sandra Denti (19061036)

Angel Dapi (19061032)

Nazjlia Turang (19061002)

Putri Pangajow (19061015)

Gabriela kosius (19061026)

Fakultas Keperawatan

Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Katolik De La Salle Manado

2021
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)
1. Definisi

Penyakit menular seksual atau PMS, kini dikenal dengan istilah infeksi menular seksual atau
IMS, adalah penyakit atau infeksi yang umumnya ditularkan melalui hubungan sexual dan cairan
tubuh lainnya. Selain itu, penyebaran tanpa hubungan seksual juga bisa terjadi dari seorang ibu
kepada bayinya, baik saat mengandung atau melahirkan. Pemakaian jarum suntik secara
berulang atau bergantian di antara beberapa orang juga berisiko menularkan infeksi. Berikut ini
adalah beberapa penyakit menular seksual yang umum terjadi.

2. Klasifikasi

Penyakit Menular Seksual yang Disebabkan oleh Bakteri

a) Sifilis
Sifilis atau raja singa adalah penyakit seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Treponema pallidum. Gejala awal sifilis adalah munculnya lesi atau luka pada alat kelamin
atau pada mulut. Luka ini mungkin tidak terasa sakit, tapi sangat mudah untuk menularkan
infeksi. Luka atau lesi ini akan bertahan antara 1-2.5 bulan.

Jika sifilis tidak ditangani, infeksi ini akan berlanjut ke tahap yang berikutnya. Pada tahap
berikutnya, ruam akan berlanjut dan gejala yang mirip gejala flu seperti demam, nyeri pada
persendian, dan sakit kepala akan muncul. Kerontokan rambut hingga pitak juga bisa
dialami penderita.

Jika dibiarkan, sifilis bisa menyebabkan kelumpuhan, kebutaan, demensia, impotensi,


masalah pendengaran dan bahkan kematian. Untuk memastikan diagnosis sifilis, tes darah
biasa bisa dilakukan. Terkadang gejala yang muncul sulit dikenali sebagai penyakit sifilis,
maka segera lakukan tes darah jika mencurigai diri berisiko terkena sifilis.
Antibiotik seperti suntikan penisilin digunakan untuk mengobati sifilis.

Jika sifilis diobati dengan benar, tahapan sifilis yang lebih parah bisa dicegah. Hindari
hubungan seksual sebelum memastikan infeksi sifilis benar-benar hilang. Pastikan juga
untuk memeriksakan kesehatan pasangan Anda saat ini atau orang yang pernah
berhubungan seksual dengan Anda jika Anda terdiagnosis sifilis.

b) Gonore atau kencing nanah

Gonore atau kencing nanah adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae. Beberapa penderita penyakit ini tidak menunjukkan
gejala apa pun sehingga bisa tidak diketahui sama sekali.
Gejala gonore pada pria:

 Pada ujung peniskeluar kotoran berwarna putih, kuning, atau hijau


 Rasa sakit atau sensasi terbakar saat buang air kecil

 Sering buang air kecil

 Rasa sakit di sekitar testikel

Gejala gonore pada wanita:

 Cairan vagina yang encer dan berwarna kuning atau hijau

 Sering buang air kecil

 Sensasi terbakar atau sakit saat buang air kecil

 Rasa sakit pada perut bagian bawah pada saat berhubungan seks atau setelahnya

 Pendarahan pada saat berhubungan seks atau setelahnya, atau pendarahan berlebihan
ketika mengalami menstruasi

 Siklus menstruasi yang terganggu


 Gatal di sekitar kelamin

 Demam

 Kelelahan

Infeksi gonore juga bisa berdampak pada bagian rektum, tenggorokan, atau mata.
Diagnosis untuk memastikan apakah Anda terinfeksi gonore adalah dengan melakukan
tes urin. Selain itu, pengambilan sampel cairan dari bagian yang terinfeksi juga bisa
dilakukan.

Sama seperti sifilis, infeksi gonore atau kencing nanah bisa dengan mudah diobati
dengan antibiotik. Sangat penting untuk minum obat antibiotik sesuai dosis dan jangka
waktu yang dianjurkan agar infeksi benar-benar lenyap. Jika tidak ditangani dengan baik,
gonore atau kencing nanah bisa menyebabkan kemandulan.

c) Klamidia

Klamidia adalah jenis penyakit seksual umum yang disebabkan oleh bakteri Klamidia
trachomatis. Beberapa orang tidak merasakan gejala sama sekali, jadi penularan bisa
terjadi tanpa disadari oleh orang yang sudah terinfeksi.
Gejala klamidia pada wanita:

 Cairan vagina tidak normal dan mengeluarkan bau yang tidak biasa

 Sensasi terbakar atau sakit saat buang air kecil

 Menstruasi yang sakit

 Sakit saat melakukan hubungan seksual

 Rasa gatal atau sensasi terbakar di sekitar vagina

Gejala klamidia pada pria:

 Pada ujung penis keluar kotoran berwarna jernih atau putih


 Sakit pada saat buang air kecil

 Rasa gatal atau panas sekitar lubang penis

 Rasa sakit dan pembengkakan di sekitar testikel

Infeksi klamidia juga bisa menyerang rektum, tenggorokan, atau mata. Untuk
mendiagnosis klamidia bisa dengan cara tes urin atau pengambilan sampel cairan dari
alat kelamin.

Pengobatan infeksi ini adalah dengan cara mengonsumsi antibiotik. Pastikan untuk
menghabiskan obat yang sudah diresepkan oleh dokter, meski kondisi terasa sudah
membaik. Lakukan tes urin atau sampel cairan alat kelamin sekali lagi setelah
pengobatan selesai untuk memastikan infeksi benar-benar telah sembuh.

Jika tidak dirawat pada wanita, klamidia bisa menyebabkan kemandulan dan juga
kelahiran prematur. Infeksi ini juga bisa ditularkan saat melahirkan. Bayi bisa mengalami
infeksi mata dan bahkan kebutaan. Sedangkan pada pria, klamidia bisa menyebabkan
peradangan pada saluran kencing, infeksi pada kandung kemih dan epididymitis, serta
infeksi pada rektum.

Penyakit Menular Seksual yang Disebabkan oleh Virus

1. Herpes Genital
Herpes genital adalah penyakit seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks atau sering
disebut HSV. Gejala herpes genital akan muncul beberapa hari setelah terinfeksi HSV. Luka
melepuh berwarna kemerahan serta rasa sakit pada wilayah genital menjadi gejala herpes awal
yang muncul. Mungkin akan terasa gatal atau sakit saat membuang air kecil.

Virus ini dapat bersifat dorman atau tidak aktif dan bersembunyi di dalam tubuh tanpa
menyebabkan gejala. Tapi ketika virus ini kembali aktif, luka akan muncul kembali. Tapi luka
yang terjadi biasanya lebih kecil dan tidak terlalu sakit karena tubuh telah menghasilkan antibodi
terhadap virus ini setelah pertama kali terinfeksi. Antibodi yang sudah ada akan melawan
kemunculan kembali virus ini.

Diagnosis herpes genital bisa dilakukan dengan pengambilan sampel cairan dari luka yang
muncul atau dengan melakukan tes darah. Hingga kini, belum ada obat yang bisa
menyembuhkan herpes genital. Tapi gejala yang terjadi bisa dikendalikan dengan obat-obatan
antivirus.

2.Kutil Kelamin
Kutil kelamin atau kutil genital adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus
yang dikenal sebagai human papillomavirus (HPV). Kutil kelamin adalah kutil yang muncul di
sekitar alat kelamin atau di area dubur. Kutil ini mungkin tidak menimbulkan rasa sakit, tapi
biasanya akan muncul rasa gatal-gatal, memerah dan bahkan bisa berdarah.
Kutil akan muncul sekitar satu hingga tiga bulan setelah terjadinya infeksi HPV. Tapi ada
sebagian orang yang sudah terinfeksi, tapi tidak pernah mengalami kemunculan kutil. Kutil
dapat muncul pada mulut atau tenggorokan orang yang melakukan seks oral. Jadi kutil tidak
hanya muncul di area genital atau dubur saja.

Penyebaran virus ini tidak hanya melalui hubungan seksual. HPV bisa menyebar melalui kontak
langsung dari kulit ke kulit. Untuk memastikan diagnosis apakah terdapat kutil kelamin, dokter
akan melakukan pemeriksaan fisik pada bagian yang terinfeksi. Selain itu bisa dilakukan tes
khusus untuk mendiagnosis HPV.

Tidak ada pengobatan atau penanganan yang bisa melenyapkan virus HPV dari tubuh
sepenuhnya. Kutil yang muncul di area kelamin atau dubur bisa ditangani dengan prosedur
pembekuan, terapi laser, atau memakai krim. Operasi juga bisa dilakukan untuk mengangkat
kutil yang besar.

Orang yang terinfeksi virus HPV lebih berisiko terkena kanker serviks, kanker penis, dan juga
kanker rektum. Meski tidak semua jenis virus HPV berkaitan dengan kanker, disarankan untuk
melakukan pemeriksaan sel kanker melalui secara teratur jika terinfeksi HPV.

3.HIV
HIV atau human immunodeficiency virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh.
Virus ini dapat tertular melalui hubungan seks yang tidak aman, berbagi alat suntik atau pun
jarum, dari ibu kepada bayinya, maupun melalui transfusi darah.
Sistem kekebalan tubuh akan melemah dan tidak mampu melawan infeksi maupun penyakit
akibat virus ini.

Hingga kini, belum ada obat untuk sepenuhnya melenyapkan HIV dari tubuh. Pengobatan
HIV umumnya dilakukan untuk memperpanjang usia dan meredakan gejala yang muncul akibat
HIV.

HIV tidak memiliki gejala yang jelas. Gejala awal yang terjadi adalah gejala flu ringan disertai
demam, sakit tenggorokan, maupun ruam. Seiring virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh,
tubuh penderita akan makin rentan terhadap berbagai infeksi.
Jika merasa berisiko terinfeksi virus HIV, satu-satunya cara untuk mengetahui diagnosisnya
adalah dengan melakukan tes HIV beserta konselingnya. Tes HIV bisa dilakukan di
klinik Voluntary Counseling and Testing atau VCT (KTS= Konseling dan Tes HIV Sukarela).
INFEKSI TORCH

1. Definisi

Torch adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi
yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini,
sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini, diagnosis untuk
penyakit infeksi telah berkembang antara lain ke arah pemeriksaan secara imunologis. Prinsip
dan pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik terhadap kuman
penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman antibodi
yang terburuk dapat berupa Imonoglobulin M (IgM) dan Imonoglobulin G (IgG).

A. PENGERTIAN
1.) Toxoplasma

Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada
umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira
hanya 10-20% kasu infeksi. Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala
influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan
masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil
terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau
keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada
Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan
telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitasi.

2.) Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila terjadi pada wanita hamil
muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya.jika infeksi terjadi pada bulan
pertama kehamilan maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi
terjadi trimester pertama maka resikonya menjadi 25% (menurut America College of
Obstatrician and Gvnecologists,1981).
3.) Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini termasuk golongan
virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal
secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang
berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu terinfeksi, maka
janin yang dikandung mempunyai resiko tertular sehingga mengalami gangguan
misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian retardasi mental, dan lain-
lain.
4.) Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes simpleks tipe II
(HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf
sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu
yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak
selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru
lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus).

B. ETIOLOGI
1.) Toxoplasma
Infeksi toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Tokoplasma gondi adalah protozoa yang dapat ditemukan pada pada hampir semua
hewan dan unggas berdarah panas. Akan tetapi kucing adalah inang primernya. Kotoran
kucing pada makanan yang berasal dari hewan yang kurang masak, yang mengandung
oocysts dari toxoplasma gondi dapat menjadi jalan penyebarannya. Contoh lainnya
adalah pada saat berkebun atau saat membenahi tanaman dipekarangan, kemudian
tangan yang masih belum dibersihkan melakukan kontak dengan mulut.
2.) Rubella
Virus ini pertama kali ditemukan di amerika pada tahun 1966, Rubella pernah
menjadi endemic di banyak negara di dunia, virus ini menyebar melalui droplet. Periode
inkubasinya adalah 14-21 hari.
3.) Cytomegalovirus
Penularan CMVakan terjadi jika ada kontak langsung dengan ciran tubuh penderita
seperti air seni, air ludah, air mata, sperma dan air susu ibu. Bisa juga terjadi karena
transplatasi organ.Kebanyakan penularan terjadi karena cairan tubuh penderita
menyentuh tangan individu yang rentan.Kemudian diabsorpsi melalui hidung dan
tangan.Teknik mencuci tangan dengan sederhana manggunakan sabun cukup efektif
untuk membuang virus dari tangan.Golongan sosial ekonomi rendah lebih rentan
terkena infeksi.Rumah sakit juga marupakan tempat penularan virus ini, terutama unit
dialisis, perawatan neonatal dan ruang anak.Penularan melalui hubungan seksual juga
dapat terjadi melalui cariran semen ataupun lendir endoserviks. Virus juga dapat
ditularkan pada bayi melalui sekresi vagina pada saat lahir atau pada ia menyusu.
Namun infeksi ini biasanya tidak menimbulkan tanda dan gejala klinis.Resiko infeksi
kongenital CMV paling besar terdapat pada wanita yang sebelumnya tidak pernah
terinfeksi dan mereka yang terinfeksi pertama kali ketika hamil.Meskipun jarang,
sitomegalovirus kongenital tetap dapat terulang pada ibu hamil yang pernah mempunyai
anak dengan sitomegalovirus kongenital pada kehamilan terdahulu.Penularan dapat
terjadi pada setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur kehamilan semakin
berat gejala pada janinnya.Infeksi CMV lebih sering terjadi di negara berkembang dan
di masyarakat denga status sosial ekonomi lebih rendah dan merupakan penyeirus
paling signifikan cacat lahir di negara-negara industri. CMV tampaknya memiliki
dampak besar pada parameter pada kekebalan tubuh di kemudian hari dan dapat
menyebabkan peningkatan morbiditas dan kematian.
4.) Herpes
Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus horminis DNA. Pembagian tipe
I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic, dan lokasi
klinis (tempat predileksi)

C. TANDA DAN GEJALA


1.) Toxoplasma
a. Pada ibu
Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala seperti gejala
influenza, timbul rasa lelah, malaise, dan demam.Akan tetapi umumnya tidak
menimbulkan masalah yang berarti.Pada umumnya, infeksi Toxoplasma tarjadi
tanpa disertai gejala yang spesifik. Walaupun demikian, ada beberapa gejala yang
mengkin ditemukan pada orang yang terinfeksi toksoplasma, gejala-gejala tersebut
adalah :
1. Pyrexia of unknow origin (PUO)
2. Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash,myalgia perasaan umum (
tidak nyaman atau gelisah)
3. Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
4. Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga dapat menyerang sel retina
mata.
5. Infeksi Toxoplasma berbahaya bils terjadi saat ibu sedang hamil atau pada
orang dengan system kekebalan tubuh tergantung (misalnya penderita AIDS,
pasien transpalasi organ yang mendapat obat penekan respon imun).
b. Pada janin
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi pada
janinnya adalah abortus spontan atau keguguran, lahir mati, atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan.Pada awal kehamilan infeksi toksoplasma dapat
menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi secara berulang.Namun jika kandungan
dapat dipertahankan, maka dapat mengakibatkan kondisi yang lebih buruk ketika
lahir. Diantaranya adalah :
1. Lahir mati (still birth)
2. Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
3. Anemia
4. Perdarahan
5. Radang paru
6. Penglihatan dan pendengaran kurang
7. Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian, seperti kelainan mata dan
telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis selain itu juga dapat
merusak otak janin. Resiko terbentuk dari terjangkitnya infeksi ini pada janin
adalah saat infeksi maternal akut terjadi di trimester ketiga
2.) Rubella
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik pada orang dewasa, ditandai
dengan cacar-seperti ruam,demam dan infeksi saluran pernafasan atas. Sebagian besar
Negara saat ini memiliki program vaksin rubella untuk bayi dan wanita usia subur dan
hal ini merupakan bagian dari screening prakonsepsi. Ibu hamil secara rutin diperiksa
untuk antibody rubella dan jika tidak memiliki kekebalan akan segera diberikan vaksin
rubella pada periode postnatal. Fakta-fakta terkini menganjurkan bahwa kahamilan
yang disertai dengan pemberian vaksin rubella tidak seberbahaya yang
dipikirkan.Infeksi terberat terjadi pada trimester pertama dengan lebih dari 85% bayi
ikut terinfeksi.Bayi mengalami vireamia, yang menghambat pembelahan sel dan
menyebabkan kerusakan perkembangan organ.Janin terinfeksi dalam 8 minggu pertama
kehamilan.Oleh karena itu memiliki resiko yang sangat tinggi untuk mengalami
multiple defek yang mempengaruhi mata, system kardiovaskuler, telinga, dan system
saraf.Arbosi spontan mungkin saja terjadi. Ketulian neurosensory seringkali dsebabkan
oleh infeksi setelah gestasi 14 minggu dan beresiko kerusakan janin sampai usia 24
minggu. Pada saat lahir, restriksi pertumbuhan intrauterine biasanya disertai hepatitis,
trombositopenia, dan penyakit nerologis seperti mikrosefali atau hidrosefali.

3.) Cytomegalovirus
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan biasanya mereka tidak akan
sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Namun jika ini merupakan infeksi primer, maka
janin biasanya juga beresiko terinfeksi.Infeksi tersebut baru dapat di kenali setelah bayi
lahir.Diantara bayi tersebut baru dapat dikenali setelah bayi lahir. Diantara bayi tersebut
hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam Rahim dan kurang dari 15% akan
menampakan gejala pada saat lahir. Hanya pada individu dengan penurunan daya tahan
dan pada masa pertumbuhan janin sitomegalovirus menampakan virulensinya pada
manusia. Pada wanita normal sebagian besar adalah asimptomatik atau subkliik, tetapi
bila menimbulkan gejala akan tampak gejala antara lain :Mononucleosis-like syndrome
yaitu demam selama 3 minggu. Secara klinis timbul gejala lethargi, malaise dan
kelainan hematologi yang sulit dibedakan dengan infeksi mononucleosis (tanpa
tonsillitis atau faringitis dan limfadenopati servikal). Kadang-kadang tampak gambaran
seperti hepatitis dan limfositosis atipik. Secara klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip
dengan infeksi virus Epstein – bar dan dibedakan dari hasil tes heterrofil yang negative.
Gejala ini biasanya self limitting tetapi komplikasi serius dapat pula terjadi seperti
hepatitis, peneumonitis, ensefalitis, miokarditis, dan lain-lain. Penting juga dibedakan
dengan tokso plasmosis dan hepatitis B yang juga mempunyai gejala serupa. Sendroma
post transfusi. Viremia terjadi 3-8 minggu setelah transfusi. Tanpak gambaran panas
kriptogenik, splenomegali, kelainan biokimia dan hematologi. Sindroma ini juga dapat
terjadi pada tranplantasi ginjal. Penyakit sistemik luas antara lain neomonits yang
mengancam jiwa yang dapat pasien dengan infeksi kronis dengan thymoma atau pasien
dengan kelainan sekunder dari proses imonologi ( seperti HIV tipe 1 atau 2)

4.) Herpes
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat
dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I) atau selama
periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi kelainan yang
serius. Juga didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi intrauterine
dengan embriopati. Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus dapat
menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR, klasifikasi intracranial pada ventrikel
lateral dan traktus olfaktoris, sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat
retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus, purpora trombositopeni, DIC. Infeksi
pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena
kegagalan pertumbuhan somatic atau pembentukan psikomotor.

D. KLASIFIKASI
Penularan dapat disebut penularan dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission). Infeksi yang dapat ditularkan vertical dapat disebut infeksi perinatal
(perinatal infaction) jika ditularkan pada periode perinatal, yaitu periode yang dimulai
pada masa gestasional 22 minggu sampai 28 ( dengan variasi regional untuk definisi) dan
berakhir tujuh hari penuh setelah kelahiran. Istilah infeksi kongenital (congenital
infection) dapat digunakan jika infeksi uang ditularkan vertical itu masih terus dialami
setelah melahirkan. Contoh : Beberapa infeksi yang ditularkan vertikel dimasukkan ke
dalam kompleks TORCH, yang merupakan singkatan dari:
T- Toxoplasmosis / toxoplasma gondii
O- Other infections (see below)
R- Rubella
C- Cytomegalovirus
H- Herpes simplex virus-2 atau neonatal herpes simplex

Huruf O nerujuk pada other agentsatau penyebab lain termasuk :


Coxsackievirus
Chickenpox atau cacar air disebabkan oleh varicella zoster virus
Parvovirus
Chlamydia
HIV
Human T-lymphotropic virus
Syphilis
Hepatitis B juga dapat digolongkan sebagai infeksi yang ditularkan vertikal,
tetapi virus hepatitis B berukuran besar dan tidak dapat menembus ke plasenta,
sehingga tidak dapat menginfeksi janin kecuali ada kebocoran pada barier ibu-
bayi, misalnya pada pendarahan pada waktu melahirkan atau amniocentesis

E. PATOFISIOLOGI
1.) Toxoplasma
Toxoplasma gondii mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Tiga fase ini terbagi lagi
menjadi 5 tingkat siklus : fase proliferatif, stadium kista, fase schizogoni,
gematogoni, dan fase ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium
kista.Fase ini dapat terjadi dalam bermacam-macam inang, sedangkan siklus seksual
secara spesifik hanya terdapat pada kucing. Kucing menjadi terinfeksi setelah ia
memakan mamalia, seperti tikus yang terinfeksi. Kista dalam tubuh kucing dapat
terbentuk setelah infeksi kronis yang berhubungan dengan imunutas tubuh.Kiista
terbentuk intraseldan kemudian terdapat secara bebas di dalam jaringan sebagai
stadium tidak aktif dan dapat menetap dalam jaringan tanpa menimbulkan reaksi
inflamasi.Kista pada binatang yang terinfeksi menjadi infeksius, jika termakan oleh
kornivora dan toksoplasma tersebut masuk melalui usus.Infeksi pada manusia dapat
terjadi saat makan daging yang kurang matang, sayur-sayuran yang tidak di masak,
makanan yang terkontaminasi kotoran kucing melalui lalat atau serangga.Juga ada
kemungkinan terinfeksi saat menghirup udara yang terdapat ookista yang
beterbangan. Cara penularang lain yang sangat penting adalah pada jalur
maternofetal. Ibu yang mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat
menularkannya pada janin melalui plasenta.Imunitas maternal tampaknya
memberikan perlindungan terhadap penularan transplasental parasite tersebut.Dengan
demikian, toxoplasmosis kongenital dapat terjadi jika ibu mendapatkan infeksi
tersebut selama kehamilannya.
2.) Rubella
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menyebabkan peradangan
pada mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar keseluruh tubuh. dari
saluran pernafasan inilah virus akan menyerang ke sekelilingnya. Pada infeksi rubella
yang diperoleh post natal virus rubella akan dieksresikan dari faring. pada rubella
yang kongenal saluran pernafasan dan urin akan tetap mengeksresikan virus sampai
usia 2 tahun. hal ini perlu diperhatikan dalam perawatan bayi di rumah sakit dan di
rumah untuk mencegah terjadinya penularan. Sesudah sembuh tubuh akan
membentuk kekebalan baik berupa antibodi maupun kekebalan seluler yang akan
mencegah terjadinya infeksi ulangan.
3.) Cytomegalovirus
Masa inkubasi CMV:
a. Setelah lahir 3-12 minggu
b. Setelah tranfusi 3-12 minggu
c. Setelah transplatasi 4 minggu – 4 bulan
d. Urin sering mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa tahun
setelah infeksi.Virus tersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi
masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini beluum ada imunisasi untuk
mencegah penyakit ini
4.) Herpes
HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada
mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata.HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui
hubungan seksual dan menyebabkan vegina terlihat seperti bercak dengan luka
mungkin muncul iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan
pada kulit (jaundice) dan kesulitan bernafas atau kejang.Biasanya hilang dalam 2
minggu infeksi, infeksi pertama HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah
masa inkubasi 4-6 hari.Gejala yang timbul meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan
pada kulit (eritema), dan diikuti dengan pembentukan gelembung-gelembung yang
berisi cairan bening yang selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah diikuti
dengan pembentukan keropeng atau kerang (scab).Setelah infeksi pertama, HSV
memiliki kemampuan unik untuk bermigrasi sampai pada syaraf sensorik tepi menuju
spinal ganglia dan berdormansi sampai diaktifasi kembali. Pengaktifan virus yang
berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress, depresi,
alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital, menstruasi, kurang tidur,
dan sinar ultraviolet.

F. PEMERIKSA DIAGNOSTIC
1.) Urinalisis,kulkur, dan sensitivitas : Bakteriuria asimtomatik mungkin muncul ; ISK
dapat disebabkan oleh GBS, gonore, atau IMS lain.
2.) Toksoplasmosis : serum untuk titer antibody dengan riwayat pemajaan; identifikasi
mikroskopik protozoa.
3.) Rubella : serum untuk titer antibody.
4.) CMV : serologi: titer virus positif; adanya CMV didalam urin
5.) HSV : pengkajian riwayat secara seksama tentang gejala atau lesi dimasalalu;
pemeriksaan fisik utuk limfadenopati dan lesi; diagnose ditegakkan oleh kultur
virus dari lesi aktif.
6.) Hepatitis A : serologi untuk mendekteksi antibodi imonogloblin M (IgM) dilakukan
guna memastikan infeksi yang dicurigai.
7.) Hepatitis B : serologi: semua ibu harus diskrining pada kunjungan prenatal
pertama,yang diulang kemudia pada kehamilan jika mereka mempunyai perilaku
resiko-tinggi atau berasal dari kelompok resiko-tinggi (misal, Orang Asia, Amerika
Tengah, Penduduk Asli Kepulauan Karibia).
8.) HIV : skrining serologi untuk semua ibu yang memiliki perilaku resiko-tinggi
(rujuk kerencana asuhan HIV/AIDS)
9.) GBS : semua ibu yang memiliki usia gestasi 36-37 minggu harus dikultur area
anorektal dan vaginanya.
10.) Klamidia : jika memungkinkan, kultur serviks, dan faringeal pada kunjungan
prenatal pertama ; ulangi pada trimester ketiga untuk klien resiko-tinggi.
11.) Sifilis : skrining ketika kunjungan prenatal pertama dan ulangi pada akhir trimester
ketiga ; VDRL atau RPR digunakn sebagai uji skrining, namun dapat memberikan
hasil positif-palsu; untuk memastikan hal yang positif: mikroskopi medan gelap
positif untuk Treponema pallidum dari eksudat syanker atau lesi sekunder; absorbs
antibody treponemal fluoresen (fluorescent treponemal antibody absorbed, FTA-
ABS) positif ; dan uji mikrohemaglutinasi untuk antiodi T. pallidum (MHA-TP).
12.) Human papilloma virus (HPV): inpeksi fisik vulva, perineum, anus, vagina dan
serviks bila lesi HPV dicurigai atau tampak pada suatu tempat; ibu dengan HPV
pada vulva atau pasangan dengan HPV harus menjalani Pap smear.

G. PELAKSANAAN MEDIS DAN PRINSIP PERAWATAN


Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya ada 2
petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan
tubuh sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG
negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama
pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi ditularkan ke
janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai (umumnya
pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika IgG positif dan IgM juga positif,maka
perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu
pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti di atas dan tunda
kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam pengobatan terjadi kehamilan, teruskan
kehamilan dan lanjutkan terapi sampai melahirkan.Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi
kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi
kondisi kehamilan bersama dokter kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan obat-
obatan seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir,
azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu pengobatannya
membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu, terdapat
pula cara pengobatan alternatif yang mampu menyembuhkan penyakit TORCH ini,
dengan tingkat kesembuhan mencapai 90 %.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat spiramisin
(spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan untuk menurunkan
dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun sayangnya obat-obatan tersebut
seringkali menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut. Sehingga perlu disiasati
dengan meminum obat-obatan tersebut sesudah atau pada waktu makan.
Berkaitan dengan pengobatan TORCH ini (terutama pengobatan TORCH untuk
menunjang kehamilan), menurut medis apabila IgG nya saja yang positif sementara IgM
negative, maka tidak perlu diobati. Sebaliknya apabila IgM nya positif (IgG bisa positif
atau negative), maka pasien baru perlu mendapatkan pengobatan.
INFEKSI TRAKTUS GENETALIA

1. Definisi
Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut dengan akibat

meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat

meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau

dari permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah pelviksitis,

serviksitis, adneksitis dan salpingitis.Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus

genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau

lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan.

A. MACAM-MACAM INFEKS TRAKTUS GENETALIA

1. Servisitis

a. Pengertian Servisitis

Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri. Infeksi uteri sering terjadi

karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena

hubungan seks. Servisitis yang akut sering dijumpai pada sebagian besar

wanita yang pernah melahirkan. Servisitis ialah radang dari selaput lendir

canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu

lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput

lendir vagina.

b. Etiologi

Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis,

kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen

vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus . Dapat juga

disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-

alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.

c. Manifestasi klinis

1) terdapatnya keputihan (leukorea)


2) mungkin terjadi kontak berdarah (saat hubungan seks terjadi perdarahan)

3) pada pemeriksaan terdapat perlukaan serviks yang berwarna merah

4) pada umur diatas 40 tahun perlu waspada terhadap keganasan serviks.

d. patofisiologi

Proses inflamasi atau peradangan merupakan bagian dari respons imun untuk

melawan agen penyebab infeksi atau zat berbahaya yang masuk ke dalam

tubuh. Proses ini melibatkan sel leukosit dan produk darah lain seperti protein

plasma. Migrasi sel leukosit ke tempat inflamasi diikuti dengan vasodilatasi

pembuluh darah serta peningkatan aliran darah.Aktivasi proses inflamasi

dimulai ketika reseptor yang berada di sel imun mendeteksi molekul patogen

yang diikuti dengan produksi mediator inflamasi seperti sitokin Interferon

(IFN)-tipe I. Setelah respon imun alamiah muncul, tubuh akan membentuk

respon imun adaptif yang lebih spesifik dengan melibatkan sel limfosit T dan

sel limfosit B. Berdasarkan jenis antigennya, limfosit T yang naif akan

berubah menjadi sel limfosit T helper (Th)-1,2 dan 17 atau sel limfosit T

sitotoksik. Sedangkan sel limfosit B akan membentuk antibodi yang dapat

melawan patogen atau zat berbahaya tersebut.Proses inflamasi akan mereda

setelah patogen atau zat berbahaya hilang. Namun, bila stimulus menetap,

proses inflamasi akan terjadi terus-menerus dan bersifat kronis.

e. Penatalaksanaan

Kauterisasi radial. Jaringan yang meradang dalam dua mingguan diganti

dengan jaringan sehat. Jika laserasi serviks agak luas perlu dilakukan

trakhelorania. Pinggir sobekan dan endoserviks diangkat, lalu luka baru

dijahit. Jika robekan dan infeksi sangat luas perlu dilakukan amputasi serviks

f. Faktor Resiko

Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:

1) Usia

2) Jumlah perkawinan
3) Hygiene dan sirkumsisi

4) Status sosial ekonomi

5) Pola seksual

6) Terpajan virus terutama virus HIV

7) Merokok

g. Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program

skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini

sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear.

Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui

suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam(Sarwono,

2012)

h. Komplikasi

1) Radang pinggul

2) Infertilitas

3) Kehamilan ektopik

4) Nyeri panggul kronik

2. Adnexitis

a. Pengertian adnexitis

Adnexitis adalah radang pada tuba fallopi dan ovarium yang biasanya

terjadi bersamaan.Adnexitis adalah suatu radang pada tuba fallopi dan radang

ovarium yang biasanya terjadi bersamaan. Radang ini kebanyakan akibat

infeksi yang menjalar keatas dari uterus, walaupun infeksi ini bisa datang dari

tempat ekstra vaginal lewat jalan darah atau menjalar dari jaringan

sekitarnya.Adnex tumor ini dapat berupa pyosalpinx atau hidrosalpinx karena

perisalpingitis dapat terjadi pelekatan dengan alat alat disekitarnya.


b. Etiologi

Peradangan pada adneksa rahim hampir 90 persen disebabkan oleh infeksi

beberapa organisme, biasanya adalah Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia

trachomatis. Melakukan aktifitas seks tanpa menggunakan kondom.

1) Ganti-ganti pasangan seks.

2) Pasangan seksnya menderita infeksi Chlamidia ataupun gonorrhea

(kencing nanah).

3) Sebelumnya sudah pernah terkena pelvic inflammatory disease.

4) Dengan demikian penyakit ini termasuk penyakit yang ditularkan melalui

aktifitas seksual. Meskipun tidak tertutup kemungkinan penderitanya

terinfeksi lewat cara lain.

c. Manifestasi Klinis.

1) Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan dengan

haid(bukan pre menstrual syndrome)

2) Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina.

3) Nyeri saat berhubungan intim

4) Demam

5) Nyeri punggung.

6) Keluhan saat buang air kecil

d. Patofisiologi

Organisme Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis naik ke rahim,

tuba fallopi, atau ovarium sebagai akibat dari hubungan seksual, melahirkan,

masa nifas, pemasangan IUD (alat KB), aborsi, kerokan, laparatomi dan

perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.

Sehingga menyebabkan infeksi atau radang pada adneksa rahim. Adneksa

adalah jaringan yang berada di sekitar rahim. Ini termasuk tuba fallopi dan

ovarium alias indung telur, tempat dimana sel telur diproduksi.


e. Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit ini disesuaikan dengan penyebabnya. Misalnya akibat

chlamydia, maka pengobatannya pun ditujukan untuk membasmi chlamydia.

Secara umum, pengobatan adnexitis ini umumnya berupa terapi antibiotik.

Jika dengan terapi ini tidak terjadi kemajuan, maka penderita perlu dibawa ke

rumah sakit untuk diberikan terapi lainnya. Rawat inap menjadi sangat

diperlukan apabila: a. keluar nanah dari tuba fallopi b. kesakitan yang amat

sangat (seperti: mual, muntah, dan demam tinggi) c. penurunan daya tahan

tubuh.

f. Komplikasi

1) Radang panggul berulang

2) Abses

3) Nyeri panggul jangka panjang

4) Kehamilan ektopik

5) inertilitas

g. Pencegahan

Pencegahan tidak hanya dari pihak wanita saja, pihak laki - laki juga perlu

membantu agar pasangan tidak tertular. Penangan ini antara lain dapat

dilakukan dengan :

1) Setia pada pasangan, penyakit ini sebagian besar ditularkan melalui

hubungan seks bebas.

2) Segera hubungi dokter apabila gejala - gejala penyakit ini muncul.

3) Rutin memriksakan diri dan pasangan ke dokter ahli kandungan

4) Penggunaan kondom saat berhubungan seksual.

5) Menjaga kebersihan organ genital(Sarwono, 2012).

3. Endometrisis

a. Pengertian endometrisis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).

Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi

tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Endometritis adalah

peradangan pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh partus.

Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari

endometrium.

b. Etiologi

Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio

plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.

Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa pathogen, radang terbatas

pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah

menjadi nekrotis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keeping-

keping nekrotis serta cairan Terjadinya infeksi endometrium pada saat

1) Persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka, terutama pada

persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan.

2) Pada saat terjadi keguguran.

3) Saat pemasangan alat rahim (IUD) yang kurang legeartis.

c. Manifestasi Klinis

1) Endometritis akut.

a) Demam.

b) Lochia berbau, pada endometritis postabortum kadang-kadang keluar

fluor yang purulent.

c) Lochia lama berdarah, malahan terjadi metrorrhagi.

d) Jika radang tidak menjalar ke parametrium atau perimetrium tidak ada

nyeri.

e) Nyeri pada palpasi abdomen (uterus) dan sekitarnya.

2) Endometritis Kronik

a) pada tuberkulosis.
b) jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus

c) jika terdapat korpus alienum di kavum uteri.

d) pada polip uterus dengan infeksi.

e) pada tumor ganas uterus.

f) pada salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvik.

g) Fluor albus yang keluar dari ostium

h) Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi

d. Patofiologi

Pada keadaan normal, kavum uterus dalam kondisi steril. Mekanisme alamiah

yang melindungi kavum uteri di antaranya adalah adanya sumbatan mukus

pada mulut rahim, komponen sistem imun alamiah (sel neutrofil, makrofag

dan sel natural kliller) dan peptida antimikrobial pada endometrium.Gangguan

pada sistem imun serta invasi bakteri patogen dapat menyebabkan

endometritis.

e. Komplikasi

1) Infertilitas

2) Kanker ovarium

3) Adhesi

4) Kista ovarium

f. Penatalaksanaan

1) Endometritis Akut

Terapi:

a) Pemberian uterotonika

b) Istirahat, posisi/letak Fowler

c) Pemberian antibiotika.

d) Endometritis senilis, perlu dikuret untuk mengesampingkan diagnosa

corpus carcinoma. Dapat diberi estrogen.


2) Endometritis Kronik Terapi: Perlu dilakukan kuretase untuk diferensial

diagnosa dengan carcinoma corpus uteri, polyp atau myoma submucosa.

Kadang-kadang dengan kuretase ditemukan emndometritis tuberkulosa.

Kuretase juga bersifat terapeutik(Sarwono, 2012).

4. Parametritis

a. Pengertian parametritis

Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig.latum. Radang

ini biasanya unilatelar. Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat

terjadi beberapa jalan.Secara rinci penyebaran infeksi sampai ke parametrium

memalui 3 cara yaitu:

1) Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari

endometritis.

2) Penyebaran langsung dari luka serviks yang meluas sampai ke dasar

ligamentum.

3) Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika. Proses ini dapat tinggal

terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke

semua jurusan. Jika menjalar ke atas , dapat diraba pada dinding perut

sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis, atau pada fossa iliaka.

b. Etiologi

Parametritis dapat terjadi:

1) Dari endometritis dengan 3 cara :

a) Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis.

b) Lymphogen.

c) Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis.

2) Dari robekan serviks.

3) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD)

c. Manifestasi klinik

1) Suhu tinggi dengan demam tinggi.


2) Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.

3) Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah.

d. Patofisiologi

Endometritis → Infeksi meluas → Lewat jalan limfe atau tromboflebitis →

Infeksi menyebar ke miometrium → Miometritis → Infeksi meluas lewat jalan

limfe/tromboflebitis → Parametritis

e. Komplikasi

1) Parametritis akut dapat menjadi kronis dengan eksa serbasi yang akut,

terjadi paritenitis ke rectum / ke kencing.

2) Dapat terjadi tromboflebitis pelvika dapat menimbulkan Emboli

3) Dapat timbul abses dalam parametrium

4) Kalau infeksi tidak segera diketahui bisa menyebabkan bertambah.

f. Penatalaksanaan.

1) Pencegahan

a) Selama kehamilan

Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus

diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan

factor penting, karenanya diet yang baik harusdiperhatikan. Coitus

pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan

pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.

b) Selama persalinan Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi

sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya

persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan

trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak.

Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut

dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan

harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu,
terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi

darah harus diberikan menurut keperluan.

c) Selama nifas Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat

pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar

luka- luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap

penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama

dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.

2) Pengobatan Antibiotika (antibiotik seperti benzilpenisilin ditambah

gentamisin dan metronidazol) memegang peranan yang sangat penting

dalam pengobatan infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini

memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu

hasilnya. Terapi pada parametritis yaitu dengan memberika antibiotika

berspektrum luas. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis

tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan

lain- lain.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sel darah putih

2. LED dan SDM

3. HB / HT

4. Kultur dari bahan intra uterus / intra servikal / drainase luka / perawatan gram

dari lochea servik dan uterus

5. Ultra sonografi

6. pemeriksaan biomanual
INFEKSI PASCA PARTUM

1. Definisi

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tubuh


manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ).
Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis
pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan(Bobak,2004).

2. Etiologi

Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh pada saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun saat
persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat
rahim. Jalan masuk lainnya adalah dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang
tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
Infeksi bisa timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina
(endogenus) atau akibat pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus) (Bobak,
2004). Namun biasanya infeksi ini tidak menimbulkan penyakit pada persalinan, kelahiran,
atau pascapersalinan. Hampir 30 bakteri telah diidentifikasi ada disaluran genital bawah
(vulva, vagina dan sevik) setiap saat (Faro 1990). Sementara beberapa dari padanya,
termasuk beberapa fungi, dianggap nonpatogenik dibawah kebanyakan lingkungan, dan
sekurang-kurangnya 20, termasuk e.coli, s. aureus, proteus mirabilis dan clebsiela
pneumonia, adalah patogenik (Tietjen, L; Bossemeyer, D, & McIntosh, N, 2004).
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen
(kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen
(dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus
anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen
(ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
2. Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi
di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini
biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi
umum.
3. Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada
perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab penting dari infeksi
traktus urinarius
4. Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini
lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar
rumah sakit.

3. Cara terjadinya infeksi pasca partum


Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam
atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam
jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal
dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh karena itu,
hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup dengan masker
dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
3. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-
penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara
kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci hama, dan yang digunakan untuk
merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila
mengakibatkan pecahnya ketuban.

4. Faktor predisposisi
Beberapa faktor dalam kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan infeksi
pascapersalinan antara lain :
1. Anemia
Kekurangan sel-sel darah merah akan meningkatkan kemungkinan infeksi. Hal ini juga
terjadi pada ibu yang kurang nutrisi sehingga respon sel darah putih kurang untuk
menghambat masuknya bakteri.
2. Ketuban pecah dini
Keluarnya cairan ketuban sebelum waktunya persalinan menjadi jembatan masuknya
kuman keorgan genital.
3. Trauma
Pembedahan, perlukaan atau robekan menjadi tempat masuknya kuman pathogen, seperti
operasi.
4. Kontaminasi bakteri
Bakteri yang sudah ada dalam vagina atau servik dapat terbawa ke rongga rahim. Selain
itu, pemasangan alat selama proses pemeriksaan vagina atau saat dilakukan tindakan
persalinan dapat menjadi salah satu jalan masuk bakteri. Tentunya, jika peralatan
tersebut tidak terjamin sterilisasinya.
5. Kehilangan darah
Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan
pengendalian pendarahan bersama-sama perbaikan jaringan luka, merupakan factor yang
dapat menjadi jalannya masuk kuman.

5. Manifestasi klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor
(benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga
terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan
reaksi umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung
(Sjamsuhidajat, R. 1997).

6. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada
infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi
ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat
antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus
berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab
pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan
difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma
berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul
dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk
flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).

7. Jenis-jenis infeksi post partum


1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi ini
dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda
asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi
pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami persalinan
melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi adalah
endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah
lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan
yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada
plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari luka pada leher
rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam, nyeri
yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina berbau
tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi karena
luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk,
pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-
kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu
setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri
abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat
terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar
rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat terjadi sepsis
(infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung
telur (Anonym, 2008).
Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi
plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan tindakan
pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis (Anonym,
2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban.
Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada
endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri perut
pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi
dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan
sudah normal kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini
tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh
lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera
diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk
menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.

b. Miometritis (infeksi otot rahim)


Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika
muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan nyeri
perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit
ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu
merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang
meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi
lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi
pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan ikat
akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr IV per 6
jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi
hasil konsepsi.

c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).


Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini
biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral
tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
1. Endometritis dengan 3 cara yaitu :
- Per continuitatum : endometritis → myometritis → parametitis
- Lymphogen
- Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis

2. Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan endotoksin,
bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama mereka yang menderita
diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada pada tingkat resiko
tinggi, demikian juga mereka yang menderita endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang serius. Ibu
yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun menjadi subnormal.
Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi menjadi cepat.
Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah menunjukian
bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative. Pemeriksaan tambahan
bisa menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati. Perubahan EKG
menunjukkan adanya perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti
hipoksia jantung, paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen untuk
menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps vascular.
Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat. Pengobatan yang
cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan
mortilitas maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi dan
DIC (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
3. Peritonitis
Pritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan
bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan
bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan
menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-
gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah
nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan
abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan
kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit
berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada
defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata
cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas
peritonitis umum tinggi.
4. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan
terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki
kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter yang
flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil untuk
menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama gonore
dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas 5%
nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30%
pada wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai pada
kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika
didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga
minggu, disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.

5. Septicemia dan piemia


Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran
darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan
jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada
vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar
ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari
tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap
kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah
ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan
mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan
piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih
mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah.
Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil.
Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi
cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai tujuh hari
postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.
Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan
suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta
menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum.
Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-
ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya
suhu. Ini terjadi pada saat dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun
timbul gejala abses pada paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula
menyebabkan abses-abses di beberapa tempat lain.

8. Komplikasi
Peritonitis (peradangan selaput rongga perut) Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di
dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner. Syok toksik akibat
tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa
menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.

9. Pencegahan dan penanganan


1. Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi
dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3. Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan
hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi
akan mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban
pecah lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut.
4. Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
5. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik
pervaginam maupun perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-
baiknya dan menjaga sterilitas.
6. Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus segera
diganti dengan tranfusi darah.
7. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar
bersalin.
8. Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
9. Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

Anda mungkin juga menyukai