7044 19818 2 PB

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............

Suparto

TEORI PEMISAHAN KEKUASAAN DAN KONSTITUSI


MENURUT NEGARA BARAT DAN ISLAM

SUPARTO
Fakultas Hukum Universitas Islam Riau
Jl. Kaharuddin Nasution 113 Marpoyan Damai Pekanbaru 24288
Email : [email protected]

ABSTRACT
Separations of Powers theory had just been developed by John Locke and
Montesquieu circa 17 A.C. Theory of Constitution had also just been emerged
circa 18 A.C., even though in old Greece many people had already discussed
about this theory. whereas Islam has recognized the separation of powers and
constitutions long before that, namely when Rasulullah SAW rule Madinah and
Madinah Constitution circa 7 A.C..

Keywords : Separations of Powers, Constitution

ABSTRAK
Teori Pemisahan Kekuasaan yang dikembangkan oleh John Locke dan
Montesquieu baru muncul sekitar abad ke 17, demikian juga dengan munculnya
teori dan hukum Konstitusi baru berkembang sekitar abad ke 18, walaupun
sebelumnya pada masa Yunani kuno Konstitusi telah banyak dibicarakan.
Sedangkan Islam telah mengenal adanya Pemisahan Kekuasaan dan Konstitusi
jauh sebelum itu yaitu pada masa pemerintahan Rasulullah SAW di Negara
Madinah dan Konstitusi Madinah yaitu pada abad ke 7.

Kata kunci : Pemisahan Kekuasaan, Konstitusi

134
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

PENDAHULUAN

Prinsip pemisahan kekuasaan dikembangkan oleh dua pemikir besar dari


Inggris dan Perancis, John Locke dan Montesquieu. Konsep pemisahan kekuasaan
yang dikemukakan oleh dua pemikir besar tersebut kemudian dikenal dengan teori
Trias Politica. Menurut John Locke kekuasaan itu dibagi dalam tiga kekuasaan,
yaitu :1

a. Kekuasaan legislatif, bertugas untuk membuat peraturan dan undang-


undang.
b. Kekuasaan eksekutif, bertugas untuk melaksanakan undang-undang yang
ada di dalamnya termasuk kekuasaan untuk mengadili.
c. Kekuasaan federatif, tugasnya meliputi segala tindakan untuk menjaga
keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti membuat
aliansi dan sebagainya (dewasa ini disebut hubungan luar negeri).
Sementara itu Montesquieu dalam masalah pemisahan kekuasaan
membedakannya dalam tiga bagian pula meskipun ada perbedaan dengan konsep
yang disampaikan John Locke, yaitu :

a. Kekuasaan legislatif, bertugas untuk membuat undang-undang.


b. Kekuasaan eksekutif, bertugas untuk menyelenggarakan undang-undang
(tetapi oleh Montesquieu diutamakan tindakan di bidang politik luar
negeri).
c. Kekuasaan yudikatif, bertugas untuk mengadili atas pelanggaran undang-
undang.
Dari dua pendapat ini ada perbedaan pemikiran antara John Locke dengan
Montesquieu. John Locke memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasaan
eksekutif, sementara Montesquieu memandang kekuasaan pengadilan (yudikatif)
itu sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri. 2 Menurut Montesquieu dalam setiap
pemerintahan tiga jenis kekuasaan itu mesti terpisah satu sama lainnya, baik
mengenai tugas (functie) maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang

1
Miriam Budiardjo, 2002, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia), hlm .150.
2
Ibid

135
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

melakukannya. Menurut ajaran ini tidak dibenarkan adanya campur tangan atau
pengaruh-mempengaruhi, antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu
ajaran Montesquieu disebut pemisahan kekuasaan artinya ketiga kekuasaan itu
masing-masing harus terpisah baik lembaganya maupun orang yang
menanganinya. 3 Terkait dengan teori pemisahan, Montesquieu membuat analisis
atas pemerintahan Inggris dan ia menyatakan ; ketika kekuasaan legislatif dan
eksekutif disatukan pada orang yang sama, atau pada lembaga tinggi yang sama,
maka tidak ada kebebasan. Sekali lagi tidak akan ada kebebasan, jika kekuasaan
kehakiman tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan eksekutif. Dan pada
akhirnya akan menjadi hal yang sangat menyedihkan bila orang yang sama atau
lembaga yang sama menjalankan ketiga kekuasaan itu, yaitu menetapkan hukum,
manjalankan keputusan-keputusan publik dan mengadili kejahatan atau
perselisihan para individu. 4

Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara diatur dalam hukum dasar dari
suatu negara yaitu Undang-Undang Dasar atau Konstitusi. Konstitusi atau UUD
merupakan dokumen negara yang memuat hal-hal pokok penyelenggaraan negara.
Moh. Mahfud MD berpendapat bahwa pada dasarnya konstitusi mengandung hal-
hal sebagai berikut ; Pertama, public authority hanya dapat dilegitimasi menurut
ketentuan konstitusi; Kedua, pelaksanaan kedaulatan rakyat (melalui perwakilan)
harus dilakukan dengan menggunakan prinsip universal and equal suffrage dan
pengangkatan eksekutif harus melalui pemilihan yang demokratis; Ketiga, adanya
pemisahan atau pembagian kekuasaan serta pembatasan wewenang; Keempat,
adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri yang dapat menegakkan hukum dan
keadilan baik terhadap rakyat maupun terhadap penguasa; Kelima, adanya sistem
kontrol terhadap militer dan kepolisian untuk menegakkan hukum dan
menghormati hak-hak rakyat; Keenam, adanya jaminan perlindungan atas HAM. 5

3
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, (Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI), hlm. 141.
4
Baron de Montesquieu, tt, The Spirit of Laws ; Dasar-Dasar Ilmu Hukum dan Politik
diterjemahkan oleh M. Khoiril Anam, (Bandung : Nusa Media), hlm. 62.
5
Moh. Mahfud MD, 2000, Demokrasi dan Konstitusi Indonesia :Studi Tentang Interaksi
Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, (Jakarta : Rineka Cipta), hlm. 421.

136
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

Islampun juga mempunyai pemikiran tentang pentingnya pemisahan


kekuasaan tersebut jauh sebelum dunia Barat (Eropa) menggagasnya, karena
biasanya golongan yang memerintah sebagai pemegang kekuasaan, cenderung
menyalahgunakan kekuasaannya, apalagi bila kekuasaan itu terkumpul dalam satu
tangan atau badan sehingga diperlukan adanya pemisahan kekuasaan. Demikian
juga dengan Konstitusi atau Undang-Undang Dasar, pada masa Negara Madinah
sudah mempunyai Konstitusi yaitu Konstitusi Madinah. Dalam tulisan ini, penulis
akan mengulas tentang Perbandingan Teori Pemisahan Kekuasaan dan Konstitusi
menurut Negara Barat dan Islam.

TEORI PEMISAHAN KEKUASAAN DAN KONSTITUSI MENURUT


NEGARA BARAT DAN ISLAM

A. Teori Pemisahan Kekuasaan Menurut Negara Barat Dan Islam


Teori pemisahan kekuasaan pertama kali dipopulerkan secara ilmiah oleh
John Locke seorang filosof berkebangsaan Inggris (1632-1704) dalam bukunya
Two Treatises of Government, yang terbit tahun 1690. John Locke membagi
kekuasaan dalam Negara menjadi tiga yaitu : pertama, kekuasaan membentuk
undang-undang (legislatif); kedua, kekuasaan melaksanakan undang-undang
(eksekutif); dan ketiga, kekuasaan mengenai perang dan damai, membuat
perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-
badan di luar negari (federatif). 6

Pemikiran ini lahir sebagai bentuk reaksi terhadap absolutisme dengan


mendukung pembatasan kekuasaan politik raja. John Locke, berpendapat bahwa
alasan mengapa manusia memasuki suatu “social contract” adalah untuk
mempertahankan kehidupan, kebebasan dan hak untuk memiliki. Ketiga model

6
Ismail Suny, 1982, Pembagian Kekuasaan Negara, (Jakarta : Aksara Baru), hlm. 1-2.

137
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

dasar itu dipandang sebagai “milik” (property). Milik inilah yang memberikan
kepada manusia status politik. 7

Berkaitan dengan fungsi negara, John Locke membedakannya ke dalam


empat fungsi. Keempat fungsi negara tersebut adalah pembentukan undang-
undang (legislating), membuat keputusan (judging), menggunakan kekuatan
secara internal dalam melaksanakan undang-undang (employing forces internally
in the execution of the laws) dan menggunakan kekuatan-kekuatan tersebut di luar
negeri, dalam membela masyarakat. Locke menamakan fungsi pertama
”legislative powers”, fungsi ketiga dinamakan dengan ”executive powers”. Fungsi
keempat disebutnya dengan ”federative powers”, yang meliputi kekuasaan perang
dan damai serta kekuasaan luar negeri. Sedangkan fungsi kedua yaitu membuat
keputusan (the function of judging) dianggapnya bukan sebagai kekuasaan. Oleh
karena itu menurutnya tidak perlu mengindividualisir kekuasaan membuat
keputusan (the powers of judging) secara tersendiri dalam bagian terpisah karena
fungsi ini merupakan fungsi negara tradisional. Lebih lanjut John Locke
beranggapan bahwa bila kekuasaan diletakkan pada tangan yang berbeda dapat
dicapai suatu keseimbangan.8

Pemikiran John Locke, ternyata mempengaruhi ahli hukum Perancis


bernama Montesquieu (1689-1755) untuk lebih menyempurnakan konsep
pemisahan kekuasaan. Montesquieu dalam bukunya berjudul De L’Esprit des Lois
terbit tahun 1748, mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara.
Montesquieu menyatakan bahwa kekuasaan dalam negara harus dipisahkan dalam
tiga kekuasaan, yaitu : pertama, kekuasaan legislatif (la puissance legislative)
yang membentuk undang-undang; kedua, kekuasaan eksekutif (la puissance
executive) yang melaksanakan undang-undang; dan ketiga, kekuasaan yudikatif
(la puissance de juger), yang menjalankan kekuasaan kehakiman. 9

7
Brewer Carias dalam Efik Yusdiansyah, 2010, Implikasi Keberadaan Mahkamah
Konstitusi Terhadap Pembentukan Hukum Nasional Dalam Kerangka Negara Hukum, (Bandung :
Lubuk Agung), hlm. 24.
8
Ibid., hlm. 24-25.
9
Ibid., hlm. 25.

138
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

Islampun juga mempunyai pemikiran tentang pentingnya pemisahan


kekuasaan tersebut jauh sebelum dunia Barat (Eropa) menggagasnya, karena
biasanya golongan yang memerintah sebagai pemegang kekuasaan, cenderung
menyalahgunakan kekuasaannya, apalagi bila kekuasaan itu terkumpul dalam satu
tangan atau badan sehingga diperlukan adanya pemisahan kekuasaan.

Pada masa Rasulullah SAW sudah berada di Madinah, Allah SWT memberi
isyarat tentang adanya fungsi-fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif di dalam
suatu negara. Hal itu diisyaratkan oleh Allah SWT di dalam salah satu surah
Madaniyyah yang berbunyi sebagai berikut:

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-


bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan
besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi
manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui
siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. Al-Hadiid
57:25).

Menurut Muhammad Alim bahwa makna ayat diatas adalah, Rasulullah


SAW yang tugasnya menyampaikan hukum-hukum Allah SWT melambangkan
eksekutif, Al Kitab melambangkan perundang-undangan (legislatif), dan neraca
melambangkan peradilan (yudikatif). 10

10
Muhammad Alim, 2008, Trias Politica Dalam Negara Madinah, (Jakarta :
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI), hlm. 62-63.

139
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

Dalam piagam Madinah Nabi Muhammad SAW diakui sebagai pemimpin


tertinggi yang berarti pemegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Tapi
walaupun pada masa itu orang belum mengenal teori pemisahan atau pembagian
kekuasaan, namun dalam prakteknya beliau mendelegasikan tugas-tugas eksekutif
dan yudikatif kepada para sahabat yang dianggap cakap dan mampu.

Untuk pemerintahan di Madinah, Nabi menunjuk beberapa sahabat sebagai


pembantu beliau, sebagai katib (sekretaris), sebagai amil (pengelola zakat) dan
sebagai qadhi (hakim). Untuk pemerintahan di daerah, Nabi mengangkat seorang
wali, seorang qadhi dan seorang amil untuk setiap daerah atau propinsi. Pada
masa Rasulullah Negara Madinah terdiri dari sejumlah propinsi, yaitu Madinah,
Tayma, al-Janad, daerah Banu Kindah, Mekkah, Naj-ran, Yaman, Hadramaut,
Oman dan Bahrain. Masing-masing pejabat memiliki kewenangan sendiri dalam
melaksanakan tugasnya. Seorang qadhi diberi beberapa kebebasan penuh dalam
memutuskan setiap perkara, karena secara struktural ia tidak berada di bawah
wali. Ali bin Abi Thalib dan Muaz bin Jabal adalah dua orang qadhi yang
diangkat Nabi, yang bertugas di dua propinsi berbeda. 11

Terkait dengan pemisahan kekuasaan menurut Islam dalam arti secara


horizontal, hal tersebut sudah dilaksanakan yaitu ketika Negara Madinah dipimpin
oleh Umar bin Khattab. Dalam rangka pemencaran kekuasaan ia menyerahkan
kekuasaan Yudikatif kepada pejabat lain. Untuk itu diangkatlah para hakim yang
diberi gelar Qadi. Untuk hakim di Madinah diangkat Abu ad Darba, untuk Kufah
diangkat Syuraih, di Basrah bertugas Abu Musa al Asy‟ari dan setelah Mesir
dibebaskan oleh tentara Islam Madinah maka diangkatlah Qais bin al As Sahmi
sebagai hakim di sana. Para hakim yang diangkat oleh Umar bin Khattab bebas
memutuskan perkara dalam batas-batas Kitabullah dan Sunah Rasulullah SAW

11
Muhammad A. Al-Burey, 1986, Islam Landasan Alternatif Administrasi Pembangunan,
(Jakarta : Rajawali Pers), hal. 254-255 dikutip J. Suyuti Pulungan, 1999, Fiqh Siyasah ; Ajaran,
Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm. 97-98.

140
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

atau syariah. Dengan pengangkatan para hakim untuk mengadili perkara berarti
kekuasaan yudikatif tidak lagi seluruhnya menyatu dengan kekuasaan eksekutif. 12

Sementara itu, dalam Negara Madinah telah ada institusi yang disebut
Majelis Syura atau Majelis Sahabat atau Majelis Syuyukh yang anggota-
anggotanya terdiri dari para pemuka sahabat, para pemuka rakyat di ibukota
Madinah dan para kepala kabilah atau kepala suku. Majelis inilah yang menjadi
semacam dewan perwakilan rakyat atau parlemen dalam Negara Madinah. Namun
demikian Majelis ini belum berfungsi sebagaimana lazimnya parlemen yaitu
membuat undang-undang. 13 Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dalam praktik,
bukan lagi dalam tataran teori, Negara Madinah pada masa pemerintahan Umar
bin Khattab (634-644) telah melakukan pembagian kekuasaan secara horizontal.
Telah ada lembaga eksekutif yaitu Khalifah dan stafnya, ada lembaga legislatif
yakni yang disebut Majelis Syura sebagai Dewan Perwakilan Rakyat yang
dikemudian hari untuk otoritas menetapkan hukum dilakukan oleh ahl al hall wa
al aqd, bersama-sama dengan Khalifah dan juga sudah ada lembaga yudikatif
yang dilakukan oleh para hakim atau Qadi. Adapun pembagian kekuasaan secara
vertikal pada zaman Rasulullah SAW masih hidup beliau telah membagi
kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, yakni dengan para Gubernur. 14

B. Teori Konstitusi Menurut Negara Barat Dan Islam


Dalam Ilmu Negara dan Hukum Tata Negara, Konstitusi diberi arti yang
berubah-ubah sejalan dengan perkembangan kedua ilmu tersebut. Pertama,
pengertian konstitusi pada masa pemerintahan-pemerintahan kuno (ancient
regime). Kedua, pengertian konstitusi menurut tafsiran modern yakni sejak
kelahiran dokumen konstitusi pertama di dunia yang dikenal dengan nama
Virginia Bill of Rights (1776).15

12
Ibid., hlm. 91.
13
Abdul Qadim Zallum, 2002, Sistem Pemerintahan Islam, Diterjemahkan oleh M.
Maghfur W, (Bangil : Al-Izzah), hlm. 280-281.
14
Muhammad Alim, 2009, Konstitusi Negara Dalam Perspektif Islam, (Jakarta :
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia), hlm. 85-88.
15
Ubaidillah A dkk, 2000, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan
Masyarakat Madani, (Jakarta : IAIN Jakarta Press), hlm. 82.

141
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

K.C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan sistem


ketatanegaraan dari suatu negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang
membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
Peraturan disini merupakan gabungan antara ketentuan-ketentuan yang memiliki
sifat hukum (legal) dan yang tidak memiliki sifat hukum (non legal).16
Sementara itu istilah UUD merupakan terjemahan dari perkataan Belanda
Grondwet. Dalam kepustakaan Belanda, selain Grondwet juga digunakan istilah
Constitutie. Kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama. 17
Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis beserta nilai-nilai dan
norma hukum dasar tidak tertulis yang hidup sebagai konvensi ketatanegaraan
dalam praktek penyelenggaraan negara sehari-hari, termasuk ke dalam pengertian
konstitusi atau hukum dasar (droit constitusionnel) suatu negara.18
Pada umumnya para pakar hukum tata negara di Indonesia berpendapat
bahwa konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar, seperti Sri Soemantri, G.L.
Wolhoff, Usep Ranawidjaja, dll. Konstitusi dapat digunakan dalam dua arti.
Pertama, untuk menunjuk seluruh ketentuan yang mengatur organisasi negara.
Kedua, untuk menunjuk satu atau beberapa dokumen yang memuat ketentuan-
ketentuan pokok tentang organisasi negara. 19
Menurut Sri Soemantri istilah Konstitusi berasal dari perkataan
constitution.20 Dalam bahasa Indonesia dijumpai istilah hukum yang lain, yaitu

16
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi & Ni‟matul Huda, 2006, Teori dan Hukum Konstitusi,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm. 13.
17
Sri Soemantri, UUD 1945 Kedudukan dan Artinya dalam Kehidupan
Bernegara, Jurnal Demokrasi & HAM, Vol.1 No.4, September-Nopember 2001, hlm. 47.
18
Jimly Asshiddiqie, 2005, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta :
Konpress, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia), hal. 35. Lihat juga Bagir Manan, 1995,
Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, (Bandung : Mandar Maju), hlm. 5-6.
19
Iriyanto A. Baso Ence, 2008, Negara Hukum dan Hak Uji Konstitusionalitas
Mahkamah Konstitusi (Telaah Terhadap Kewenangan Mahkamah Konstitusi), (Bandung :
Alumni), hlm. 20.
20
Menurut Rukmana Amanwinata dalam Ellydar Chaidir, Hukum dan Teori Konstitusi,
2007, (Yogyakarta : Kreasi Total Media), hal. 20-21. Istilah ”konstitusi” dalam bahasa
Indonesia antara lain berpadanan dengan kata ”constitution” (bahasa Inggris), ”constitutie”
(bahasa Belanda), ”constitutionel” (bahasa Perancis), ”Verfassung” (bahasa Jerman), ”constitutio”
(bahasa Latin) dan Fundamental Laws (Amerika Serikat). Istilah konstitusi menurut Wirjono
Prodjodikoro dalam Bukunya Asas-Asas Hukum Tata Negara Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta,
1989. hlm. 10. Berasal dari kata kerja ”constituer” (Perancis) yang berarti membentuk, jadi

142
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

undang-undang dasar dan/atau hukum dasar. Dalam perkembangannya istilah


konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian yang luas dan pengertian
yang sempit. 21 Konstitusi (atau UUD) merupakan hukum dasar yang menjadi
pegangan para warga (the citizen) dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Konstitusi tidak hanya memuat norma tertinggi (een hoogste normen) tetapi
merupakan pula pedoman konstitusional (een constitutionale richtsnoer) bagi para
warga negara.22
Sri Soemantri menyebutkan bahwa pada umumnya konstitusi sebagai
hukum dasar berisi 3 hal pokok :
(1)Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara
(2)Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental
(3)Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga
bersifat fundamental. 23
Jauh sebelum pemikir-pemikir Barat mengemukakan kemauan mereka atas
berbagai konstitusi di Yunani, sejarah Islam telah mencatat bahwa sejak zaman
Rasulullah, telah lahir konstitusi tertulis yang pertama, yang kemudian dikenal
dengan Konstitusi Madinah atau ada juga yang menyebut sebagai Piagam
Madinah. Sejarah menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW. dan umat Islam
selama kurang lebih 13 tahun di Mekah terhitung sejak pengangkatan Muhammad
SAW. sebagai Rosul, belum mempunyai kekuatan dan kesatuan politik yang
menguasai suatu wilayah. Umat Islam menjadi komunitas yang bebas dan

konstitusi berarti pembentukan. Dalam hal ini yang dibentuk adalah suatu negara, maka konstitusi
mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara.
21
Sri Soemantri dalam Sumbodo Tikok, 1992, Hukum Tata Negara, (Bandung :
Eresco), hlm. 115-116. Lihat juga dalam Ellydar Chaidir, 2008, Sistem Pemerintahan Negara RI
Pasca Perubahan UUD 1945, (Yogyakarta : Total Media), hal. 102. Perhatikan juga dalam Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.Cit., hlm.64. disebutkan bahwa Konstitusi berasal dari istilah
constitution (Bhs. Inggris), constitutio (Bahasa Latin) atau Verfassung (Bahasa Belanda) memiliki
perbedaan dari undang-undang dasar Grundgesetz. Jika ada kesamaan itu merupakan kekhilafan
pandangan di Negara-negara modern. Kekhilafan tersebut disebabkan oleh pengaruh paham
kodifikasi yang menghendaki setiap peraturan harus tertulis, demi mencapai kesatuan hukum,
kesederhanaan hukum dan kepastian hukum.
22
H. M. Laica Marzuki, Kesadaran Berkonstitusi dalam Kaitan
Konstitusionalisme, Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi R I, Volume 6, Nomor 3, September
2009
23
Sri Soemantri dalam Astim Riyanto, Hukum Konstitusi Sebagai Suatu Ilmu, Jurnal
Hukum dan Pembangunan, Tahun ke 39 No.1 Januari – Maret 2009.

143
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

merdeka setelah pada tahun 622 M hijrah ke Madinah, kota yang sebelumnya
disebut Yasrib. 24
Tidak lama sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad SAW. membuat suatu
piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh
berbagai macam golongan.25 Ia memandang perlu meletakkan aturan pokok tata
kehidupan bersama di Madinah, agar terbentuk kesatuan hidup diantara seluruh
penghuninya. Di tengah kemajemukan penghuni kota Madinah itu, Muhammad
SAW. berusaha membangun tatanan hidup bersama, mencakup semua golongan
yang ada di kota Madinah. Sebagai langkah awal ia ‟mempersaudarakan‟ antara
para Muslim pandatang dan Muslim Madinah. Persaudaraan itu bukan hanya
tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari, tetapi demikian mendalam sampai
ke tingkat mewarisi. Kemudian diadakan perjanjian hidup bersama secara damai
diantara berbagai golongan yang ada di Madinah, baik diantara golongan-
golongan Islam, maupun dengan golongan-golongan Yahudi itu, secara formal
ditulis dalam suatu naskah yang disebut Shahifah. Kesatuan hidup yang baru
dibentuk itu dipimpin oleh Muhammad SAW. sendiri dan menjadi Negara
berdaulat. Dengan demikian, di Madinah Nabi Muhammad SAW. bukan hanya
mempunyai sifat Rosul Allah, tetapi juga mempunyai sifat Kepala Negara. 26
Ditetapkannya piagam tersebut merupakan salah satu siasat Rosul sesudah
hijrah ke Madinah, yang dimaksudkan untuk membina kesatuan hidup berbagai

24
Ni‟matul Huda, 2007, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, (Yogyakarta :
UII Press) hlm. 1. Lihat juga dalam Munawir Sjazali, 2003, Islam dan Tata Negara; Ajaran,
Sejarah dan Pemikiran, Edisi Kelima, (Jakarta : UI Press), hlm. 9.
25
Muhammad Jamal al-Din Surur,1997, Qiyam al - Dawlah al Arabiyah al Islamiyah fi
Hayati Muhammad SAW, (Al Qahirah : Dar al Fikr al Araby), hal. 95 dikutip oleh Ahmad
Sukardja, 1995, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta : UI Press), hal. 2.
Sebagaimana diketahui bahwa penduduk Madinah terdiri dari tiga golongan besar, yaitu Muslimin,
Musyrikin dan Yahudi. Muslimin terdiri dari golongan Muhajirin dan Anshar. Golongan Muhajirin
adalah pendatang yang hijrah dari Mekah. Mereka adalah orang-orang Quraysi yang telah masuk
Islam yang terdiri dari beberapa kelompok, diantaranya Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Kabilah
„Aws dan Khazraj merupakan unsur utama golongan Anshar yang masing-masing terdiri dari
kelompok-kelompok suku yang banyak. Golongan Musrykin adalah orang-orang Arab yang masih
menyembah berhala (paganisme). Golongan Yahudi terdiri dari keturunan Yahudi, pendatang dan
keturunan Arab yang masuk agama Yahudi atau kawin dengan orang Yahudi pendatang. Tiga
kelompok besar keturunan Yahudi pendatang adalah Banu Nadir, Banu Qaynuqa dan Banu
Qurayshah.
26
Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta :
Universitas Indonesia Press), Cetakan kelima, hlm. 92.

144
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

golongan warga Madinah. Dalam piagam tersebut dirumuskan kebebasan


beragama, hubungan antar kelompok, kewajiban mempertahankan kesatuan
hidup, dan lain-lain. Berdasarkan isi Piagam Madinah itulah warga Madinah yang
majemuk, secara politis dibina dibawah pimpinan Muhammad SAW. Dalam
berbagai tulisan yang disusun oleh para ilmuwan muslim dan non muslim, adanya
Piagam Madinah itu tampaknya telah diakui W. Montgomery Watt menyatakan
bahwa “dokumen ini secara umum diakui autentik”. Ia menambahkan dokumen
tersebut merupakan sumber ide yang mendasari negara Islam pada awal
pembentukannya. 27
Apakah Shahifah atau Piagam Madinah telah memenuhi syarat untuk
disebut konstitusi, Marduke Pickthal, H.A.R. Gibb, Wensinck, dan Watt
menyebut Shahifah sebagai konstitusi. 28 Namun, masih perlu dikaji lebih jauh
apakah Shahifah memenuhi syarat untuk sebuah konstitusi.
Pada umumnya konstitusi suatu negara adalah hukum tertinggi dalam
negara tersebut. Mengacu kepada konstitusi sebagai hukum tertinggi, maka Al
Quran sebagai hukum tertinggi dalam tata urutan Hukum Islam, adalah konstitusi.
Sebelum tahun 1992, Undang-Undang Dasar Arab Saudi adalah Al Quran dan
Sunnah Rasulullah SAW (syariah). Tahun 1992 Arab Saudi melakukan reformasi
sekaligus mengumumkan Undang-Undang Dasar (Basic Law). Seperti halnya di
Arab Saudi, Ahmad Azhar Basyir dan Moh Mahfud MD berpendapat bahwa
Konstitusi Islam itu adalah Al Quran dan Sunnah, maka Piagam Madinah yang
dibuat oleh Rasulullah SAW pada Tahun 1 H (622 M) merupakan pula bagian dari
Konstitusi Islam. 29
Kalau dibandingkan dengan Konstitusi sebagai hukum tertinggi dalam suatu
negara misalnya di Indonesia dan Amerika serikat yang menetapkan konstitusinya
sebagai konstitusi derajat tinggi (supreme constitution), maka dalam Negara
Madinah sebagai negara Islam, sumber-sumber hukumnya, termasuk sumber
hukum konstitusinya berurut dari yang tertinggi adalah (1) Al Quran, (2) Al

27
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah....Op. Cit., hlm. 35.
28
J. Suyuti Pulungan, 1994, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah
Ditinjau dari Pandangan Al Quran, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm. 115.
29
Muhammad Alim, 2009, Konstitusi Negara...Op.Cit.,, hlm. 25.

145
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

Sunnah, (3) Konvensi-konvensi Khulafa ur Rasyidin dan (4) Ketentuan para ahli
hukum (fukaha) ternama. Khalid Ibrahim Jindan sebagaimana dikutip Muhammad
Alim juga menulis bahwa Al Quran, Al Sunnah dan praktek kehidupan Al
Khulafa’ ar Rasyidun adalah sumber Konstitusi Islam. Sejalan dengan hal tersebut
Abdul Wahab Khallaf sebagaimana dikutip Muhammad Alim berpendapat bahwa
Konstitusi dalam Negara Islam adalah Al Quran dan Hadist Sahih. 30
Berdasarkan uraian tersebut, penulis berpendapat bahwa Konstitusi
Madinah adalah bagian dari Konstitusi Islam, karena kalau dilihat dari segi
substansinya telah memenuhi syarat-syarat dari sebuah Konstitusi akan tetapi
masih ada Konstitusi Islam yang merupakan hukum tertinggi yaitu Al-Qur‟an dan
Hadist.

PENUTUP

Teori pemisahan kekuasaan pertama kali dipopulerkan secara ilmiah oleh


John Locke seorang filosof berkebangsaan Inggris (1632-1704) dalam bukunya
Two Treatises of Government, yang terbit tahun 1690. John Locke membagi
kekuasaan dalam Negara menjadi tiga yaitu : pertama, kekuasaan membentuk
undang-undang (legislatif); kedua, kekuasaan melaksanakan undang-undang
(eksekutif); dan ketiga, kekuasaan mengenai perang dan damai, membuat
perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-
badan di luar negari (federatif). Pemikiran John Locke, ternyata mempengaruhi
ahli hukum Perancis bernama Montesquieu (1689-1755) untuk lebih
menyempurnakan konsep pemisahan kekuasaan. Montesquieu dalam bukunya
berjudul De L’Esprit des Lois terbit tahun 1748, mengemukakan teori pemisahan
kekuasaan negara. Montesquieu menyatakan bahwa kekuasaan dalam negara
harus dipisahkan dalam tiga kekuasaan, yaitu : pertama, kekuasaan legislatif (la
puissance legislative) yang membentuk undang-undang; kedua, kekuasaan
eksekutif (la puissance executive) yang melaksanakan undang-undang; dan ketiga,

30
Ibid., hlm. 28-29.

146
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

kekuasaan yudikatif (la puissance de juger), yang menjalankan kekuasaan


kehakiman.

Dalam piagam Madinah Nabi Muhammad SAW diakui sebagai pemimpin


tertinggi yang berarti pemegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Tapi
walaupun pada masa itu orang belum mengenal teori pemisahan atau pembagian
kekuasaan, namun dalam prakteknya beliau telah menjalankannya yaitu dengan
cara mendelegasikan tugas-tugas legislatif, eksekutif dan yudikatif kepada para
sahabat yang dianggap cakap dan mampu. Dibidang peradilan (yudikatif) di dunia
Islam, sudah ada sejak negara Madinah. Pada masa-masa awal Islam, kekuasaan
institusi peradilan dengan kompetensi masing-masing dapat dibagi atas tiga
macam, yaitu : Pertama, pengadilan yang dipimpin oleh Qadi yang
kompetensinya meyelesaikan perkara-perkara perdata. Kedua, pengadilan yang
dipimpin Muhtasib (pengawas) yang berwenang mengadili urusan-urusan umum,
urusan pidana (jinayat) uqubah, dan sebagainya. Dalam urusan perkara pidana,
biasanya perkara yang kecil-kecil seperti penganiayaan dan sebagainya. Ketiga,
Pengadilan yang dipimpin oleh Khalifah atau Gubernur yaitu mengadili perkara
pidana yang berat, apalagi yang dilakukan oleh keluarga pejabat atau pejabat
pemerintahan, majelisnya dipimpin oleh Khalifah atau Gubernur.

Teori Pemisahan Kekuasaan yang dikembangkan oleh John Locke dan


Montesquieu baru muncul sekitar abad ke 17 dan 18 yaitu dengan diterbitkannya
buku Two Treatises of Government tahun 1690 (John Locke) dan buku De L’
Esprit des Lois yang terbit tahun 1748 (Montesquieu), dan pada intinya
menyebutkan bahwa kekuasaan dalam negara harus dipisahkan dalam tiga
kekuasaan. Selain dipisah, kekuasaan negara itu harus dibatasi, pemisahan dan
pembatasan kekuasaan negara biasanya diatur dalam hukum dasar dari suatu
negara yaitu Undang-Undang Dasar atau Konstitusi. Konstitusi atau Undang-
Undang Dasar merupakan dokumen negara yang memuat hal-hal pokok
penyelenggaraan negara. Konstitusi tertulis didunia baru berkembang sekitar abad
ke 18, walaupun sebelumnya pada masa Yunani Kuno, konstitusi telah banyak
dibicarakan.

147
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

Sedangkan Islam sendiri telah mengenal adanya Pemisahan Kekuasaan dan


Konstitusi jauh sebelum dunia barat (eropa) mempopulerkannya, yaitu pada awal
abad ke 7 ketika masa pemerintahan Rasulullah Muhammad SAW di Negara
Madinah.

Daftar Pustaka
A. Buku

Alim, Muhammad, (2008), Trias Politica Dalam Negara Madinah, Jakarta


: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
Alim, Muhammad, (2009), Konstitusi Negara Dalam Perspektif Islam, Jakarta :
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Asshiddiqie, Jimly, (2005), Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta


: Konpress Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Budiardjo, Miriam, (2002), Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia.
Chaidir, Ellydar, (2007), Hukum dan Teori Konstitusi, Yogyakarta : Kreasi Total
Media.

De Montesquieu, Baron, tt, The Spirit of Laws ; Dasar-Dasar Ilmu Hukum dan
Politik (diterjemahkan oleh M. Khoiril Anam), Bandung : Nusa Media.

Ence, Iriyanto A. Baso, (2008), Negara Hukum dan Hak Uji Konstitusionalitas
Mahkamah Konstitusi (Telaah Terhadap Kewenangan Mahkamah
Konstitusi), Bandung : Alumni.
Huda, Ni‟matul, (2007), Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi,
Yogyakarta : UII Press.

Kusnardi, Moh., & Harmaily Ibrahim, (1983), Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI.

Manan, Bagir, (1995), Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,


Bandung : Mandar Maju.
Mahfud MD, Moh., (2000), Demokrasi dan Konstitusi Indonesia : Studi tentang
Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta : Rineka Cipta.

Nasution, Harun, (1985), Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta :


Universitas Indonesia Press, Cetakan kelima.

148
Hukum Islam, Vol XIX No. 1 Juni 2019 Teori Pemisahan……….…..............Suparto

Pulungan, Suyuti J., (1994), Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam


Madinah Ditinjau dari Pandangan Al Quran, Jakarta : Raja Grafindo
Persada.

--------------------------, (1999), Fiqh Siyasah ; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,


Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sjazali, Munawir, (2003), Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan
Pemikiran, Edisi Kelima, Jakarta : UI Press.

Sukardja, Ahmad, (1995), Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945,


Jakarta : UI Press.

Suny, Ismail, (1982), Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta : Aksara Baru

Thaib, Dahlan, Jazim Hamidi dan Ni‟matul Huda, (2006), Teori dan Hukum
Konstitusi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Tikok, Sumbodo, (1992), Hukum Tata Negara, Bandung : Eresco.

Ubaidillah A dkk, (2000), Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM,


&Masyarakat Madani, Jakarta : IAIN Jakarta Press.

Yusdiansyah, Efik, (2010), Implikasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi


Terhadap Pembentukan Hukum Nasional Dalam Kerangka Negara Hukum,
Bandung : Lubuk Agung.
Zallum, Abdul Qadim, (2002), Sistem Pemerintahan Islam, Diterjemahkan oleh
M. Maghfur W., Bangil : Al-Izzah.

B. Jurnal, Makalah

Marzuki, H. M.Laica, Kesadaran Berkonstitusi dalam Kaitan Konstitusionalisme,


Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi R I, Volume 6, Nomor 3,
September 2009

Riyanto, Astim, Hukum Konstitusi Sebagai Suatu Ilmu, Jurnal Hukum dan
Pembangunan Tahun ke 39 No.1 Januari – Maret 2009.

Soemantri, Sri, UUD 1945 Kedudukan dan Artinya dalam Kehidupan


Bernegara, Jurnal Demokrasi & HAM, Vol.1 No.4, September-Nopember
2001.

149

Anda mungkin juga menyukai