Resume Webinar Lelang
Resume Webinar Lelang
Resume Webinar Lelang
2006497094
Acara dimulai dengan kata sambutan, namun ditunda karena masalah koneksi pada moderator,
sehingga harus keluar dari ruangan zoom dan menunggu beberapa waktu untuk kemudian masuk
kembali.
Kemudian, acara dilanjutkan dengan kata pengantar dari moderator, kemudian moderator
mempersilahkan narasumber pertama dari 2 narasumber yang dihadirkan pada webinar:
Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Hak Kreditor dan Pemegang Hak Tanggungan
(Pengantar)
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada ha katas tanah berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan uang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lainnya (Pasal 1 Angka 1 UU HT)
- Jaminan kebendaan (tanah dan benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah)
- Untuk pelunasan hutang (yang muncul dari perjanjian pokok)
- Kedudukan Pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditor preferen.
Hak Tanggungan Merupakan perjanjian Accessoir /ikutan/tambahan dari perjanjian pokok yang
menimbulkan utang-piutang, artinya
• Lahir dan hapusnya Hak Tanggungan bergantung pada perjanjian pokoknya, namun tidak
sebaliknya.
• Apabila perjanjian pokok hapus, maka Hak Tanggungan hapus, namun apabila perjanjian
Hak Tanggungan hapus, perjanjian pokok tidak hapus
Urgensi Pengaturan UU Hak Tanggungan:
• Diperlukan lembaga jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi
semua pihak yang berkepentingan
Akibat dari UU Hak Tanggungan ialah timbulnya perbedaan pandangan dan penafsiran
mengenai berbagai masalah dalam pelaksanaan hukum jaminan atas tanah. Hal ini tidak bisa
dihindari terutama di dalam dunia akademisi.
Hukum Jaminan Nasional -> Jaminan Khusus -> Jaminan Kebendaan -> Hak Tanggungan
• Memastikan bahwa kreditor akan mendapatkan kembali haknya apabila debitor tidak
membayar;
• Jaminan harus dipandang sebagai hak kreditor dan untuk kepentingan kreditor;
• Namun demikian, debitor sebagai pemilik objek jaminan yang beritikad baik tetap
dilindungi secara hukum.
Perjanjian kredit adalah perjanjian penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersama-kan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga.
• Untuk memperoleh keyakinan bahwa debitur beritikad baik dan memiliki kemampuan
membayar, Bank wajib melakukan Analisa terhadap debitur ( the 5 C’s analysis of credit):
Character, Capital, Capacity, Collateral , condition of economic.
• Perlu kehati-hatian dan analisis karena yang dipinjamkan adalah Dana Pihak Ketiga
(DPK).
• Hak Milik
• Hak Guna Bangunan
• Hak Guna Usaha
• Hak Pakai atas Tanah Negara: 1) wajib didaftar; 2) menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan.
• Hak atas Tanah berikut Bangunan,tanaman, hasil karya, yang akan ada atau akan ada yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah tsb, milik pemegang hak atas tanah tsb, yang
pembebanannya dengan tegas dinanyatakan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT)
Lahirnya Hak Tanggungan (Pasal 13 UUHT)
• Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor
Pertanahan dengan membuatkan buku-tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam
buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan
tersebut pada sertipikat hak tas tanah yang bersangkutan.
• Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal
hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi
pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang
bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
• Kreditor dapat mengambil pelunasan utang melalui cara-cara yang diatur oleh UU HT
(eksekusi Hak Tanggungan).
Batal demi hukum perjanjian yang kreditur memiliki barang apabila debitur wanprestasi.
Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :
• Hak Pemegang Hak Tanggungan Pertama untuk menjual Objek Hak Tanggungan
berdasarkan Pasal 6 UU HT. Masih ada saja yang menafsirkan pelaksanaan Pasal 6 harus
dibuat janji terlebih dahulu. Padahal UU HT ingin memberi kekuatan lebih kuat, jadi tidak
usah diperjanjikan maupun pake fiat pengadilan, tapi di praktik tetap ada saja yang
diperjanjikan dan pakai fiat.
• Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 Ayat (2), objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut
tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang
pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.
Atas kesepakatan pemberi dan penerima Hak Tanggungan, penjualan dilakukan di bawah tangan
jika dengan demikian itu akan dapat memperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua
pihak.
Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan
ketentuan –ketentuan di atas, batal demi hukum.
Paling besar dalam lelang adalah lelang Hak Tanggungan (6-7 triliun rupiah) -> 20-23% dari omzet
lelang, kontribusinya sangat signifikan.
Hak Pemegang Hak Tanggungan PERTAMA Melelang Berdasarkan Janji dalam APHT:
“Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan hak pemegang HT PERTAMA untuk menjual
obyek HT sbgmn dimaksud dlm Pasal 6, obyek HT dijual melalui pelelangan umum … untuk
pelunasan piutang pemegang HT ….”
Pasal 6
“Apabila debitor cidera janji, pemegang HT PERTAMA mempunyai hak untuk menjual obyek
HT atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari
hasil penjualan tersebut.“
“Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain janji bahwa
pemegang HT PERTAMA mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek HT
apabila debitor cidera janji.”
“Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan titel eksekutorial yg terdapat dlm Sertipikat HT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek HT dijual melalui pelelangan umum …
untuk pelunasan piutang pemegang HT ….”
“Ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh Undang-undang
ini bagi para kreditor pemegang HT dlm hal harus dilakukan eksekusi.
Pada prinsipnya, setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, karena
dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek HT. Kreditor
berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek HT. Dalam hal hasil
penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai
tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi HT.”
Ketentuan Pasal 20 ayat (2 dan 3) terdapat dalam Bab V Eksekusi Hak Tanggungan, sehingga
masuk ke dalam ranah Eksekusi, baik dilakukan di bawah tangan maupun melalui lelang.
Dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasil-kan harga
tertinggi diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan dibawah tangan, asalkan hal
tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang HT
Ketentuan SE Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara No. SE-23/PN/2000 tgl 22 Nov
2000 ttg Petunjuk Pelaksanaan Lelang HT, angka 4 menyebutkan bahwa penjualan obyek HT yang
dilaksanakan di bawah tangan menurut Pasal 20 ayat (2) UU tidak boleh dilakukan secara lelang.
“bawah tangan” /kiasan/ tidak secara resmi atau umum (tentang penjualan, pelelangan, dan
sebagainya).
Arti bawah tangan menurut KBBI sangat luas, di dalamnya juga termasuk lelang.
Penjualan di Bawah Tangan sesuai Ketentuan Pasal 20 ayat (2 dan 3) UUHT merupakan opsi
pertama dalam eksekusi HT karena the quickest, simplest and cheapest non-judicial procedure dan
damai (karena kesepakatan para pihak)
Penjualan di bawah tangan sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) merupakan salah
satu opsi Eksekusi HT.
• Lelang Eksekusi adalah Lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan,
dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/ atau melaksanakan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan.
• Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan Barang yang
oleh peraturan perundang-undangan diharuskan melalui Lelang.
• Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan Barang milik
swasta, perorangan atau badan hukum/ badan usaha yang dilelang secara sukarela
sukarela/su·ka·re·la/ /sukaréla/ a 1 dengan kemauan sendiri; dengan rela hati: mereka itu bekerja
dengan --; 2 atas kehendak sendiri (tidak karena diwajibkan): pasukan --; pekerja --
• Apakah ini merupakan penjualan lelang barang milik swasta (perorangan atau badan
hukum/usaha)?
• Apakah bisa perluas pengertian “Bawah Tangan”?
• Apakah ini merupakan penjualan lelang sukarela (tidak diwajibkan peraturan perundang-
undangan)?
• Apakah pemohon lelang adalah pemilik obyek lelang atau kuasanya? Apabila yang lelang
pemiliknya bagaimana memastikan uang tersebut disetor kepada kreditor? Siapa yang akan
menentukan nilai limit?
• Apakah objek lelang free and clear (di luar lelang eksekusi dmn objek lelang umumnya
bermasalah)?
Kesimpulan:
a. Setidaknya dua unsur dari pengertian Lelang Noneksekusi Sukarela tidak terpenuhi.
Dengan demikian, apabila penjualan Pasal 20 ayat (2) UUHT dilaksanakan secara lelang,
lelang tersebut kiranya tetap termasuk dalam ranah Lelang Eksekusi.
b. Apabila penjualan Pasal 20 ayat (2) UUHT dikategorikan Lelang Sukarela, sesuai
pandangan MA di SEMA 4/2014, pengosongan obyek lelang dengan gugatan. (rawan
masalah hukum)
Saran:
a. Memperkuat Lelang Pasal 20 ayat (1) a jo. Pasal 6 UUHT, a.l. ketentuan pengosongan.
b. Berkoordinasi dengan OJK, perbankan, Ombudsman, dan YLKI untuk penyusunan aturan
lelang yang lebih memberi perhatian pada hak-hak debitor untuk mengurangi
permasalahan hukum Lelang Hak Tanggungan.
Apakah bisa diroya terlebih dahulu?
Tidak bisa, karena apabila diroya maka hak kreditur disini telah hilang terhadap barang tersebut,
sehingga tidak bisa lagi dikatakan sebagai lelang UU HT.
Apabila objek sudah didaftarkan lelang namun belum dilelang, kemudian akhirnya mau dibawah
tangan, bisa dilakukan, tapi akan dikenakan biaya pembatalan. Jadi, tidak ada batasan waktu
terhadap penjualan UU HT di bawah tangan.
Pada praktiknya, kreditur ada memegang sertifikat HT, jadi meskipun ada kepentingan publik
seperti pajak, harus tetap berdiskusi dengan pemegang HT, karena HT ini melekat kepada siapapun
walaupun telah dieksekusi. Di sini, harus ada kompromi.
Apabila penjualan di bawah tangan malah menghasilkan harga dibawah harga limit (lelang yang
belum laku) -> harus melihat kepada peraturan internal dari kreditur -> bisa digugat oleh debitur.