Word Sejarah Pendidikan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PENDIDIKAN

 Sejarah Pendidikan Dunia


Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung, mulai dari zaman
Hellenisme (150 SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance
serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi (1600-an). Namun pendidikan pada zaman ini
belum memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang (Pidarta, 2009: 110). Oleh
karena itu, pendidikan pada zaman ini sedikit diragukan. Dan dalam PPTini kami akan
membahas sejarah pendidikan dunia yang meliputi zaman-zaman: (1) Realisme(2) Rasionalisme,
(3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5) Nasionalisme, (6) Liberalisme, Positivisme, dan
Individualisme, serta (7) Sosialisme.

1.      Zaman Realisme

Sejarah pendidikan dunia telah berlangsung lama sekitar 150 tahun sebelum Masehi. Menurut
Pidarta, (2007) dalam Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019), Realisme menghendaki
pemikiran yang praktis. Pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan
di dunia pula. Tokoh pendidikan pada zaman Realisme (abad ke-17) yang pertama
mengembangkan metode induktif adalah Francis Bacon. Prinsip pendidikan yang dirumuskan
oleh Bacon yaitu antara lain:
a.      Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran sebab mengembangkan semua kemampuan
manusia.
b.      Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri.
c.       Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan.
d.      Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak.
e.      Pelajaran harus diberikan satu per satu.
f.        Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi.
g.      Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.
( ini fotonya francis bacon)
 
Tokoh Realisme yang lain adalah Johann Amos Comenius.
 

Dikutip dari https://www.google.com/url?....


Tokoh ini terkenal karena bukunya Didactica Magna atau Buku Didaktik yang Besar, Tahun
1632. Ketika Comenius memegang keyakinan bahwa pansophy diperlukan untuk keselamatan
spiritual umat manusia, ia beralasan bahwa seorang pria yang baik (makhluk rasional yang
memahami Tuhan melalui alam), dan pada akhirnya masyarakat yang baik, hanya bisa diciptakan
jika semua orang memperoleh pengetahuan ensiklopedis. Untuk menjamin hal ini akan terjadi,
Comenius melukiskan metode pengajaran universal atau seperangkat postulat pedagogis standar
yang akan memfasilitasi komunikasi pengetahuan yang efektif antara guru dan siswa.
Menggambarkan empat tingkat sekolah yang masing-masing berlangsung enam tahun. Buku
yang lain adalah Janua Linguarum Reserata atau Pintu Terbuka bagi Bahasa, Tahun 1631, Orbis
Pictus atau Gambar Dunia, Tahun 1651.
 
Comenius adalah salah satu pendidik pertama yang merekomendasikan sistem pengajaran yang
koheren dan standar. Ia menyarankan bahwa universalitas alam menentukan bahwa semua orang
berbagi tahap perkembangan intelektual yang sama. Akibatnya, guru perlu mengidentifikasi
tahap perkembangan siswa mereka dan sesuai dengan tingkat instruksi yang sesuai. Pelajaran
harus dilanjutkan dari yang mudah ke rumit dengan langkah lambat dan disengaja. Lebih lanjut,
Comenius berpendapat bahwa perolehan materi baru dimulai melalui indera - sebuah ide yang
mencerminkan kebangkitan empirisme pada abad ketujuh belas. (Education Encyclopedia,)
 
2.      Zaman Rasionalisme
Aliran ini mulai muncul disaat masyarakat mampu menumbangkan kekuasaan absolute Raja
Perancis dengan menggunakan kekuatan akan pikirannya. Tokoh pendidikan pada masa ini
adalah John Locke. John Locke lahir 29 agustus pada tahun 1632 di Wrington Inggris dan wafat
28 0ktober pada tahun 1704 adalah seorang ahli filsafat dan politik Inggris.
Pandangan pendidikan John Locke yang terkenal adalah konsep TABULA RASA atau lembaran
kosong, yaitu antara lain:
a.      Anak adalah sebuah penerima pasif yang memperoleh pengetahuan dari pengalaman dan
menyerapnya melalui panca indera berbagai gagasan sederhana dan kemudian digabungkan atau
dihubungkan untuk membentuk suatu pemikiran yang berkaitan.
b.      Mendidik seperti menulis di atas kertas putih dengan kebebasan dan kekuatan akal yang
dimilikinya manusia digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
c.       Sasaran pendidikan itu sendiri adalah membentuk akan sehat dalam tubuh yang sehat dan
otak yang sehat dalam pikiran. Orang tua dan pembimbing harus menjadi contoh,
memperlihatkan sifat-sifat kepribadiannya yang prima.
d.      Pendidikan harus praktis, berguna, berarti, menyenangkan, anak harus dihormati,
“diperlakukan seperti orang dewasa”, dibiarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari
pengalaman, dan memperoleh berbagai kemampuan yang akan berguna baginya. 
e.      Pendidikan harus praktis, berguna, berarti, menyenangkan, anak harus dihormati,
“diperlakukan seperti orang dewasa”, dibiarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari
pengalaman, dan memperoleh berbagai kemampuan yang akan berguna baginya. 
f.        Lebih baik murid-murid itu dibiarkan mencari sendiri apa yang diinginkannya sehingga
berbagai pengalaman dapat dia dapatkan sendiri dan dapat dipahami.
(gambar john locke)

3.      Zaman Naturalisme
Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau.

Dikutip dari https://www.google.com/search? …


Rousseau mereaksi terhadap prinsip dari John Locke. Aliran Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi guru, sehingga
pendidikan dilaksanakan secara alamiah. Menurutnya dalam “keadaan primitif” (etat naturel)
manusia adalah otonom dan bahagia.
Menurut Mudyaharjo, (2008: 118), dalam Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019),
terdapat tiga asas mengajar, yaitu :
a.      Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anak-anak bertumbuh
secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif, yang akan memberikan
pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahuan mereka.
c.       Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas
masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya sendiri.
Rousseau menjelaskan tentang metode untuk anak usia dini dengan harapan meminimalkan
hambatan peradaban dan membawa manusia sedekat mungkin ke alam. Metode pendidikan bagi
anak-anak yang dianjurkan Rousseau adalah metode pendidikan negatif, di mana untuk menjadi
manusia berbahagia, anak harus dijauhkan dari kebudayaan. Rousseau menekankan suatu bentuk
pendidikan yang berkelanjutan, yang melalui tahap-tahapnya secara alamiah, di mana setiap
proses dalam tahapan pendidikan perlu disesuaikan secara hati-hati dengan kebutuhan
perkembangan setiap individu.
4.      Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall.

Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini
sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Friederich Wilhelm August Fröbel salah
satu tokohnya Lahir pada tanggal 21 April tahun 1782, di Oberweißbach, Jerman,
menyampaikan ada beberapa hal terkait aliran pendidikan developmentalisme, yaitu: teori nilai,
pengetahuan, pembelajaran, sosial, alamiah manusia, kesempatan, dan dan transmisi. Tujuan
pendidikan yaitu pencapaian keselarasan melalui kegiatan sendiri. Tujuan pendidikan Frobel
adalah mengembangkan semua potensi pada anak itu agar menjadi aktual dan agar berhasil baik
dibutuhkan kreativitas anak untuk mengembangkan dirinya.
 Tujuan pendidikan Stanly Hall adalah mengembangkan semua kekuatan yang ada sehingga
memperoleh kepribadian yang harmonis. Menurut Stanly kehidupan fisik dan mental berjalan
paralel, tingkat perkembangan mental anak mengikuti tingkat perkembangan jenis manusia.
Menurut Pestalozzi tujuan pendidikan adalah meningkatkan derajat sosial seluruh umat manusia,
untuk itu dikembangkan semua aspek individualnya yaitu otak, tangan dan hati mereka.
Sedangkan menurut Herbart, tujuan pendidikan adalah membentuk watak susila, melalui
pengembangan minat seluas-luasnya. Minat anak dikembangkan lewat pengajaran agar
memperoleh pengetahuan, sehingga anak mau melakukan sesuatu.

(biar singkatnya sih kalo mau abis kalimat yang gw biruin itu langsung ke kalimat ini, “ Konsep
pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:” baru deh nyebutin yang abcd nya )

Intinya  konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini adalah:


a.      Mengaktualisasikan semua potensi anak yang masih laten membentuk watak susila dan
kepribadian yang harmonis serta meningkatkan derajat social manusia
b.      Pengembangan ini sejalan dengan tingkat- tingkat perkembangan anak yang melalui
observasi dan eksperimen.
c.       Pendidikan adalah pengembangkan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik
(Martune)
d.      Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pendidikan
universal

(Friederich Wilhelm August Fröbel)

5.      Zaman Nasionalisme
Aliran ini muncul pada abad ke 19 dan merupakan upaya dalam membentuk patriot- patriot
bangsa dan mempertahankan kaum imperalis Tokohnya adalah La Chatolais (perancis), Johann
Gottlieb Fichte (Jerman) dan Jefferson (Amerika Serikat).
La Chotalais  (Perancis)

Menurut ilmu pengetahuan awal Fichte, manusia adalah makhluk yang bebas dan mandiri yang
menjadi seseorang bukan melalui kekuatan alam, dengan mengembangkan keterampilan dan
kemampuan bawaannya, atau melalui pengaruh luar, tetapi dengan kekuatannya sendiri. Peran
pendidik dapat ditangkap dari dasar-dasar ilmu pengetahuan. Jadi, untuk dapat menempatkan diri
kita sebagai makhluk bebas, kita membutuhkan makhluk lain yang memanggil kita. Panggilan
untuk melakukan aktivitas mandiri gratis adalah apa yang kita sebut pendidikan. (Tamás
Hankovszky, 2017, halm.1). Sementara itu, La Chatolais pada tahun 1763 menerbitkan "Esai
tentang Pendidikan Nasional" yang luar biasa, di mana ia mengusulkan program studi ilmiah
sebagai pengganti bagi mereka yang diajar oleh jesuits.
Konsep pendidikan yang ingin dikemukakan oleh aliran ini adalah :
a . Menjaga, memperkuat dan dan mempertinggi kedudukan negara
b. Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani dan kejuruan
Materi pelajarannya meliputi  bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan kewarganegaraan,
lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi negara dan pendidikan jasmani. Dampak negative
dari pendidikan ini adalah munculnya chaufiisme di Jerman yaitu kegilaan atau kecintaan
terhadap tanah air yang berlebihan di beberapa negara seperti: Jerman sehingga timbul perang
dunia ke I (Pidarta, 2007, dalam Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, 2019.

6.      Zaman Liberalisme, Positivisme dan Individualisme


Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan
penguasa/pemerintahan yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith.

Dikutip dari https://www.google.com/search?safe..
Menurutnya siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah
pada individualisme. Adam Smith berpikir bahwa setiap orang harus menerima pendidikan, dan
bahwa dana harus dibentuk untuk memenuhi keadilan dan untuk memberikan insentif produk
yang berkualitas tinggi. (Paul Mueller, 2015). Selanjutnya menurut Mueller (2015), Smith
berpikir tentang pendidikan dasar. Perhatian pertamanya adalah bagaimana mendanai itu:
“Lembaga-lembaga untuk pendidikan pemuda dapat, dengan cara yang sama, memberikan
pendapatan yang cukup untuk membiayai pengeluaran mereka sendiri. Biaya atau kehormatan
yang dibayarkan oleh sarjana kepada master secara alami merupakan pendapatan dari jenis ini.
"Pada tahun 1700-an siswa tidak membayar" sekolah "untuk pendidikan mereka. Sebaliknya,
mereka membayar guru mereka secara langsung — sama seperti yang dilakukan orang untuk les
privat atau pelajaran musik hari ini. Smith memuji pengaturan ini karena adil dan bermanfaat.
(halm.1)
$edangkan positivisme dengan tokohnya August Comte percaya kebenaran yang dapat
diamati/oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin lemah.  Itu sebabnya,
Comte mendefinisikan kemanusiaan, ia menjelaskan bahwa 'semua manusia' tidak dapat berarti
'semua manusia makhluk, tetapi hanya mereka yang mampu, sampai batas tertentu, untuk
mengambil bagian dari esensi kemanusiaan oleh kebajikan dari kontribusi mereka, apa pun
sifatnya, untuk tugas bersama. Manusia tidak bisa direduksi menjadi hewan, tetapi dasar
organiknya memberi mereka temperamen yang tidak bisa dihancurkan, meskipun lebih sering
daripada tidak sempurna. Oleh karena itu seorang individu jauh dari menjadi hasil sederhana dari
lingkungan. (Jacques Muglioni, 1999)
7.      Zaman Sosialisme
Aliran ini muncul pada abad ke 20, sebagai reaksi terhadap dampak aliran liberalisme,
positivisme dan individualsme. Tokoh- tokohnya adalah Paul Natrop, George Kerchensteiner dan
John Dewey. Menurut Pidarta, 2007 dalam Akhmad Sugianto (2013) aliran ini, masyarakat
memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila
tidak berwujud benda. Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial.
Dalam ilmu pendidikan, John Dewey menganjurkan adanya teori dan metode learning by doing 
(belajar sambil melakukan). Selain itu, John Dewey juga dikenal karena konsep pemikirannya
tentang pragmatisme, relativisme, dan active learner. John Dewey menganggap bahwa
pendidikan bisa berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan keberanian dan pembentukan
kemampuan inteligensi siswa. Konsep pendidikan yang John Dewey ini dikenal dengan
pendidikan progresifisme yaitu pendidikan yang dijalankan secara demokratis. Pada tataran
praktisnya, dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, peserta didik harus berperan aktif
dalam proses belajar ataupun dalam menentukan materi pelajaran..
John Dewey, pendidik perintis abad ke-20, membahas pemikiran pendidikannya, dan tulisan-
tulisannya, yang memberi arah baru pada pendidikan pada pergantian abad. Kontribusi Dewey
sangat besar dan luar biasa di bidang pendidikan, politik, humanisme, logika, dan estetika. Teori-
teori Dewey memadukan perhatian pada anak sebagai individu dengan hak dan klaimnya sendiri
dengan pengakuan jurang pemisah antara pengaturan pendidikan yang ketinggalan zaman dan
terdistorsi kelas yang diwarisi dari masa lalu dan persyaratan mendesak dari era baru. Sistem
pendidikan harus dirombak secara menyeluruh, katanya, karena perubahan mendalam dalam
peradaban Amerika. Di bawah kehidupan kolonial, agraris, kota kecil, anak itu mengambil
bagian dalam kegiatan rumah tangga, komunitas, dan produktif yang secara spontan memupuk
kapasitas untuk pengarahan diri sendiri, disiplin, kepemimpinan, dan penilaian independen.
Kualitas-kualitas bermanfaat seperti itu tidak dianjurkan dan terhambat oleh kondisi industri
baru, urbanisasi, yang dikabutkan yang telah menghancurkan keluarga dan melemahkan
pengaruh agama. (W. F. Warde (George Novack), 1960)
 Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu
telah ada sejak zaman kuno / tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama
Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka
(Pidarta, 2009.: 125). Mudyahardjo (2012) dan Nasution (2011) menguraikan masing-
masing zaman tersebut secara lebih terperinci akan diuraikan mulai dari perjalanan
sejarah pendidikan Indonesia.

( ini gw copy dari google , tapi keknya ada yang aneh kalimatnya , bgausnya gimana ya ??)

1.      Zaman pengaruh Hindu dan Budha (purba)


Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan
Budhisme merupakan dua agama yang berbeda. Di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan
sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber
Yang Maha Tinggi. Pendidikan di zaman itu pada agama Hindu dilakukan secara informal.
Untuk mencapai moksa, dibedakan yaitu:
a.      Kaum Brahmana : menguasai kitab suci.
b.      Golongan Ksatria : memiliki pengetahuan tentang pemerintahan
c.       Rakyat biasa : agar memiliki keterampilan
 
Bentuk lembaga pendidikan mereka adalah:
a.      Keluarga
b.      Untuk murid berpendidikan formal adalah Pecatrikan/Padepokan 
c.       Untuk putra dan putri raja adalah Pura   yang berada di sekitar istana
d.      Pertapaan untuk petapa yang memiliki pengetahuan kebatinan tinggi
Pada agama Budha terdiri dari agama Budha Mahayana dan agama Budha Hinayana.
Agama Budha Mahayana dominant di China, Jepang Korea, Tibet, dan Vietnam. Pada teks
Tripitaka yaiut Kitab Suci agama Budha, mereka menggunakan bahasa Sangsekerta. Agama
Budha Hinayana adalah aliran agama Buddha yang menekankan kemurnian dan keotentikkan
ajaran agama Buddha sesuai dengan yang diajarkan Buddha Siddharta Gautama. Kamboja, dan
Laos   Mereka menggunakan bahasa Pali dalam peribadatan dan teks Tripitaka. Dominasi agama
ini di Negara Srilanka, Bhutan, Myanmar, Thailand, Vietnam. Menurut Dewina (2012).
(Kalo menurut kalian gimana nihh, abis yang gw warnain tuh di atas , trus langsung ke
perbedaan aliran hinayana ama Mahayana gimana ?? atau harus pake penjelasan diatas juga ???)
Perbedaan aliran Hinayana dan Mahayana,yaitu:
a.      Jika aliran Buddhisme Hinayana pada dasarnya memandang manusia sebagai pribadi, yang
persamaan haknya tidak bergantung kepada penyelamatan orang lain, aliran Mahayana
berpendirian sebaliknya. Oleh karena kehidupan itu satu, nasib seseorang berkaitan dengan nasib
manusia seluruhnya. Mereka berpendapat bahwa hal ini terkandung dalam ajaran pokok Sang
Buddha tentang anatta yang seperti telah kita ketahui berarti bahwa semua makhluk dan semua
hal tidak mempunyai kemandirian.
b.      Aliran Hinayana berpendapat bahwa nasib manusia di alam semesta ini terletak di
tangannya sendiri. Tidak ada dewa-dewa ataupun kekuatan yang melebihi manusia untuk
membantunya mengatasi kesulitan hidup ini. Bagi Aliran Mahayana, adanya rahmat bagi semua
orang merupakan suatu kenyataan. Kedamaian yang ada di dalam hati semua manusia di
sebabkan karena adanya suatu kekuatan tanpa batas, yang berakar dalam Nirwana, yang tanpa
kecuali memperhatikan setiap jiwa dan berada dalam setiap jiwa itu, dan pada saatnya yang tepat
akan menarik setiap jiwa itu ke tujuan itu.
c.       Dalam Aliran Hinayana, kebajikan utama adalah bodhi, kearifan, yang lebih
mengutamakan perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri dari pada perbuatan aktif
mencari kebenaran. Aliran Mahayana menempatkan istilah lain sebagai pusat perhatiannya, yaitu
karuma, kasih sayang.
d.      Aliran Buddhisme Hinayana berpusat pada rahib. Biara-biara adalah pusat kehidupan
rohani negeri-negeri dimana aliran ini dianut oleh banyak orang yang mengingatkan semua orang
akan adanya kebenaran agung yang pada akhirnya memberi makna kepada kehidupan ini
merupakan pembenaran terakhir bagi dunia. Sebaliknya, aliran Buddha Mahayana merupakan
agama bagi orang awam. Bahkan para rahibnya diharapkan merupanyai perhatian utama
melayani perhatian utama untuk melayani orang awam. (halm.1)
 
2.      Zaman pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara
pada abad ke-16. Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.
Apalagi bila meruntut ke belakang mulai dari zaman Nabi diawali dengan pelaksanaan
pendidikan di rumah (informal), kuttab (lembaga pendidikan yang didirikan dekat masjid, tempat
untuk belajar membaca dan menulis Al-Quran ), kemudian pendidikan di masjid dengan
membentuk halaqoh-halaqoh ( lingkaran kecil, saling berkumpul dan transfer ilmu ), shallon
( sanggar-sanggar seni ; kemudian berkembang menjadi tepat tukar menukar keilmuan, transfer
pengetahuan), dari masjid berubah menjadi madrasah. (Mastuhu,1995 dalam Moh. Khoiruddin
2018).
Menurut Vina Serevina dan Sri Martini Meilanie, (2019), bentuk pendidikan islam ada 3 yaitu di
Langgar, Pesantren dan Madrasah.  Bentuk itulah sebernya awal terbentuknya pembelajaran
klasikal maupun individual di Indonesia.
a.      Langgar : merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang dipentingkan ialah
membaca dan menulis huruf arab. Pengajar berlangsung secara individual artinya seorang guru
mengajar satu anak
b.       Pendidikan pesantren : tempat pengajaran agama islam yang lebih lanjut dan lebih
mendalam ada di pesantren,pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang yaitu: agama, ilmu
pengetahuan dan keterampilan
c.       Pendidika Mandrasah: Pada madrasah guru- guru diperkenankan meneriman balasan jaya
atau berupa bentuk gaji. Pendidikan ini lebih menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan
umum, disamping ajaran agama islam. Pendidikan madrasah diatur berjenjang sejajar dengan
pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjangnya adalah:
1)      Tingkat TK: Bustanul
2)      Tingkat SD: Ibtidaiyah
3)      Tingkat SMP: Tsanawiyah
4)      Tingkat SMA: Aliyah
Beberapa karekteristik pendidikan Islam tradisional dikaji dari segi sistem pendidikannya, Abdul
Mun`im Ibrahim (    dalam Moh. Khoiruddin 2018 diantaranya:
a.      Orientasi Pendidikan Adalah Mengemban Misi Suci
b.      Melestarikan ajaran Islam
c.       Penguatan Doktrin Tauhid
d.      Terfokus pada Pendidikan Keilmuan Islam.
e.      Pendidikan Terpusat pada guru
f.        Sistem belajarnya memakai halaqoh, bekumpul, mengelompok setelah itu maju satu
persatu
g.      Metode yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode ceramah
 
 
3.      Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-
Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar
dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan 9Mudyahardjo,
2008: 242 dalam Dina Oktarina , 2012). Disamping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan
(gold) bangsa portugis datang ke timur termasuk Indonesia bermaksud menyebarkan agama yang
mereka anut, yakni khatolik (gospel).
Pada akhirnya pedagang portugis menetap dibagian timur Indonesia tempat rempah- rempah itu
dihasilkan. Namun kekuasaan portugis melemah akibat peperangan dengan raja – raja Indonesia
dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605 (Nasution,2008:4 dalam ,Vina Serevina,
dan Sri Martini Meilanie, 2019).
Dalam setiap operasi perdagangan mereka menyertakan paderi misionaris paderi yang terkenal di
Maluku sebagai salah satu pijakan portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus
Xaverius dari orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491- 1556) dan memiliki
tujuan yaitu segala sesuatu untuk  keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo,
2008:243 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019 ) yang dicapai dengan 3 cara :
memberi khotbah, memberi pelajaran dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi
pendidikan yang seragam sama dimana pun dan bebas untuk semua. Xaveriuos memandang
sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama (Nasution dalam Rohmawati, 2008 dalam
Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali
tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-
rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu
kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan
Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245 dalam Dina Oktarina 2012).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di
Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama
Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur
Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial.
Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan,
Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5, dalam Dina Oktarina 2012).
 
4.      Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda juga sama dengan bangsa spanyol dan portugis. Belanda mendirikan
sekolah- sekolah yang tidak hanya mengajarkan agama saja tetapi juga mengajarkan
pengetahuan umum. Sekolah- sekolah anyak didirikan di pulau Ambon, Ternate dan Bacam
(Maluku). Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu
mereka juga mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di ambon dan
di Jakarta (Rizal,2008 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019).
Pada masa Hindia Belanda, terdapat tiga jenjang sekolah, yaitu sekolah rendah, sekolah
menengah, dan sekolah tinggi. Jalur sekolah untuk anak Belanda adalah Europese Lagere School
(ELS) ke Lycea, HBS V dan atau HBS III. Dari sekolah Lycea dan HBS V dapat melanjutkan ke
sekolah tinggi (THS, GHS, atau RHS). Jalur sekolah bagi anak Belanda ini dapat juga dimasuki
oleh anak Bumiputera dan Tionghoa yang terpilih. Jalur sekolah Bumiputera adalah HIS dengan
lama belajar tujuh tahun. Setelah itu, mereka dapat melanjutkan ke MULO, AMS, atau ke
sekolah kejuruan Eropa dan Kweekschool. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya
mereka memilih jalur HCS (Hollandsche Chineesche School) dengan bahasa pengantar Belanda.
Sekolah untuk Bumiputera rendahan sendiri adalah Sekolah Desa (Volkschool) dan Sekolah
Kelas II (Tweede Inlandsche School). Dari sekolah ini mereka dapat melanjutkan ke Schakel
School (sekolah peralihan) agar dapat melanjutkan ke MULO, AMS, dan sekolah tinggi.
(Museum Pendidikan Nasional, 2016, halm.1)
Ada empat karakter pada zaman ini yaitu : Dualistis-diskriminatif, Gradualis, Konkordansi dan
Pengawasan yang sangat ketat. Belanda juga melaksanakan politik  pecah belah dan
mendeskriminisasikan dalam pendidikan antara bangsa Indonesia dengan mereka. Hal inilah
yang mendorong bangsa Indonesia merintis pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat
kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908
dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh
pendidik lainnya seperti Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki
Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan
Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak Indonesa bisa mandiri dengan jiwa
merdeka.
 
5.      Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan jepang teru  berlanjut sampai cita- cita
untuk merdeka tercapai. Pada zaman ini Jepang menghapuskan sistem dualis pendidikan dan
diganti dengan pendidikan yang sama, sehingga dalam pendidikan diberlakukan bahasa
Indonesia.
Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, (2019) menyatakan bahawa Sistem pendidikan pada
masa penjajahan jepang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.      Pendidikan/ sekolah rakyat, lama studi 6 tahun termaksud SR adalah seolah pertama yang
merupakan konversi dari sekolah Dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi pada masa Belanda
b.      Pendidikan Lanjutan, terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan
lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinngi) juga dengan lama studi 3
tahun
c.       Sekolah guru, ada macam sekolah guru:
1)      Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
2)      Sekolah Guru menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
3)      Sekolah guru tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
 
6.      Zaman Kemerdekaan Awal
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai disini karena
gangguan- gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia yang datang
silih berganti sehingga bidang pendidikan saat itu bukanlah prioritas utama. Hal tersebut terjadi
karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertaruhkan kemerdekaan yang
sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat. (Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie,
2019)
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undangundang yang mengatur pendidikan.
System persekolahan yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun
dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapkan bahkan banyak pendidikan
di daerah- daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para palajarannya. Di
samping itu banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga
tidak dapat bersekolah. (Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019)
 
7.      Zaman “Orde Lama”
Sistem pendidikan Indonesia terdiri atas : Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan
Pendidikan Tinggi. Pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara
yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-
tiap penduduk negara.
Pendidikan zaman “orde lama” adalah pendidikan yang diharapkan dapat membangun bangsa
yang mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik yang didalam maupun yang diluar,
pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber- Pancasila dan melaksanakan UUD
1945, Sosialisme Indonesia,Demokrasi, Terpimpin, Kepribadian Indonesia dengan Monopoli
yaitu : 1) Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai
Marauke 2) Menyelenggarakan Masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir-
batin, melenyapkan kolonialisme 3) Mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan
dan penghisaban, kearah perdamaian persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo,
2008:403 dalam Vina Serevina, dan Sri Martini Meilanie, 2019 )
 
8.      Zaman “Orde Baru”
Orde baru dimulai setelah penumpasan G-30SPKI pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya
melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Menurut Orde Baru, pendidikan adalah
usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga,
sekolah dan masyarakat (Mudyahardjo 422, 433 alam Dina Oktarina 2012). Pendidikan pada
masa memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalam Pancasila secara meluas di
masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan
(Mudyahardjo. : 434 dalam Dina Oktarina 2012).
Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan.
Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat. Namun
demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Buchori
dalam Pidarta (2008: 138-39 dalam Dina Oktarina 2012) mengemukakan beberapa kesenjangan,
yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan
akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-
hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik
dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan
temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
9.      Zaman ‘Reformasi’
Orde Baru jatuh pada tahun 1998. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat
mengejar kebebasan tanpa program yang jelas. Sementara itu, dalam bidang pendidikan ada
perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah
system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisas.  Kesejahteraan tenaga kependidikan
perlahan-lahan meningkat. sehingga memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya
MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total
Quality Management).
Undang- udang yang mengatur tentang system pendidikan di Indonesia yaitu UU RI No.20 Th.
2003, Bab.VI. diterbitka. Pemerintah berusaha menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-
baiknnya, setiap tahun dan setiap pergantian pemimpinnya selalu berupaya utuk
menyempurnakan kurikulum, pola dan strategi pembelajaran penyempurnaan terarah pada
pembinaan pada dan strategi pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada tahun 2005 diterbitkan pula UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam
Bab 1 tercantum :
1.      Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.      Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, tek:nologi, dan seni melalui
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat
3.       Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional
tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
Pendidikan Inklusif di Indonesia telah didukung secara yuridis yaitu melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 pada tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 2010 serta Salinan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2010. Peraturan Negara ini tidak saja untuk tingkatan SD sampai dengan
sampai tingkat perguruan tinggi, tetapi juga dimulai tingkatan PAUD.
Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif secara formal dideklarasikan pada tanggal 11 Agustus
2004 di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan
pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus. Hal ini diperkuat dengan adanya symposium
Internasional di Sumatera Barat pada bulan September tahun 2005 tentang “Inclusion and the
Removal of Barriers to learning, participation and development” yang diselenggarakan oleh
pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Luar Biasa. Berdasarkan hal itu maka pada tahun
2009 pemerintah mengeluarkan peraturan menteri nomor 70 tentang pendidikan Inklusif.
Berdasarkan Prosedur Operasi Standar Pendidikan Inklusi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa Direktorat Jenderal Mandikdasmen Departemen Pendidikan National Tahun 2007 landasan
filosofis pendidikan inklusif adalah:
1.      Setiap anak mempunyai hak mendasar untuk memperoleh pendidikan,
2.      Setiap anak mempunyai potensi, karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar
yang berbeda,
3.      Sistem pendidikan seyogyanya dirancang dan dilaksanakan dengan memperhatikan
keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan anak,
4.       Anak berkebutuhan khusus mempunyai hak untuk  memperoleh akses pendidikan di
sekolah umum.
5.      Sekolah umum dengan orientasi inklusi merupakan media untuk menghilangkan sikap
diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan
mencapai pendidikan bagi semua.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 70 tahun 2009 pasal 1 yang dimaksud
dengan pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.Dalam
konsep pendidikan Inklusif, pemisahan kelas dan unit dinilai tidak pantas. Ruang kelas harus
menjadi sebuah tempat dimana semua anak-anak, meskipun mereka memiliki kebutuhan belajar
yang berbeda, memiliki hak milik dan bicara, bekerja dan berbagi bersama.
Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan Inklusif adalah sistem
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik, termasuk yang
berkebutuhan khusus, yaitu yang memiliki hambatan atau gangguan dan potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya untuk mengembangkan
potensi, bakat dan minatnya dan mendapatkan layanan pendidikan individual sesuai dengan
kebutuhannya.

Anda mungkin juga menyukai