Laporan Pendahuluan Fraktur Lansia
Laporan Pendahuluan Fraktur Lansia
Laporan Pendahuluan Fraktur Lansia
Disusun Oleh :
Windi Syantika Sari
24.19.1335
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Fraktur
Menurut smelter 2002 dalam Arif Muttaqin (2012) fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan
tulang dan/tulang rawan yang umumnya di sebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2005 dalam Arif Muttaqin, 2012)
Berdasarkan batasan di atas dapat di simpulkan bahwa ,fraktur adalah
terputusnya kontuinitas tulang, retak / patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya di sebabkan oleh trauma / rudapaksa atau tenaga fisik yang di
tentukan jenis dan luasnya trauma.
Fraktur pada lansia terkait dengan jatuh dan penyakit yang telah ada,
seperti metastasis kanker, osteoporosis, dan penyakit skeletal lainnya.
Tempat fraktur paling sering adalah kaput femur, dengan insiden wanita
lebih tinggi dibandingkan pria. Fraktur tulang pada lansia lebih mudah
terjadi karena tulang mereka lebih rapuh. Tulang lansia juga sembuh lebih
lambat, yang meningkatkan risiko komplikasi akibat imobilitas.
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem, letih karena otot tidak
dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang.
Fraktur sering berhubungan dengan olahraga,pekerjaan,atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Pada orang tua, perempuan
lebih sering mengalami fraktur dari pada laki laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone
pada menopause (Reeves, 2001 dalam Arif Muttaqin, 2012)
3. Manifestasi Klinik
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan bai karena fungsi normal
otot bergantung ada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur tulang panjang ,terjadi pemendekan tulang yang sebenernya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi)
d. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan,teraba adanya detik tulang di
namakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
(Arif Muttaqin, 2012)
4. Komplikasi
a. Non-union, delayed union, atau mal-union tulang dapat terjadi, yang
menimbulkan deformitas atau hilang nya fungsi.
b. Sindrom kompartemen dapat terjadi. Sindrom kompartemen ditandai oleh
kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh
pembengkakan dan edema di daerah fraktur.
c. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang
panjang.
5. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi fraktur :
a. Faktor Ekstrinsik : Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang
yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik : Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi
dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
6. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi
tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih
bergantung sifat fraktur.
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
2. Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi
internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di
butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra
trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15
minggu.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
c. Memantau status neurologi.
d. Mengontrol kecemasan dan nyeri
e. Latihan isometrik dan setting otot
f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
g. Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
1. Imobilisasi fragmen tulang.
2. Kontak frgmen tulang minimal.
3. Asupan darah yang memadai.
4. Nutrisi yang baik.
5. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
6. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik.
7. Potensial listrik pada patahan tulang.
(Nurarif, 2013)
B. Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital:
a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri,
anxietas, atau hipotensi
b) Tachikardi (respon stres, hipovolemi)
c) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian
2) Kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
3) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
4) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
5) Kebas/ kesemutan (parastesis)
6) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
7) spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi
8) Agitasi, berhubungan dengan nyeri, anxietas atau trauma lain
9) Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi)
10) Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
11) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/ hati-hati)
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan
Ca dan P meengikat di dalam darah.
2) Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
(Nurarif, 2013)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
5) Risiko infeksi ditandai dengan kerusakan integritas kulit
(SDKI, 2016)
3. Intervensi keperawatan
Objektif
1. Tampa
k gelisah
2. Tampa
k tegang
3. Sulit
tidur
Kondisi Klinis
Terkait
1. Penya
kit kronis
progresif (mis.
Kanker,
penyakit
autoimun)
2. Penya
kit akut
3. Hospit
alisasi
4. Renca
na operasi
5. Kondi
si diagnosis
penyakit belum
jelas
6. Penya
kit neurologis
7. Tahap
tumbuh
kembang
Kondisi Klinis
Terkait
1. Imobil
isasi
2. Gagal
jantung
kongestif
3. Gagal
ginjal
4. Diabet
es mellitus
5. Imuno
defisiensi (mis.
AIDS)
Kondisi Klinis
Terkait:
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru
obstruksi kronis
4. Diabetes
mellitus
5. Tindakan
invasif
6. Kondisi
penggunaan
terapi steroid
7. Penyalahgunaa
n obat
8. Ketuban Pecah
Sebelum
Waktunya
(KPSW)
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan
fungsi hati
4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil pelayanan dengan tujuan
yang telah ditetapkan, menemukan faktor penghambat dalam pelaksanaan
pemberian pelayanan keperawatan (Sunaryo, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek. Gloria M. dkk . 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Ed.
Keenam. Singapore: Elsevier.
Maryam, Siti. dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jaksel: DPP PPNI