0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
228 tayangan

LP Demam Typoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi, menyerang saluran pencernaan dan organ lain. Gejalanya antara lain demam berkepanjangan, gangguan pencernaan, dan penurunan kesadaran. Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap dan biakan bakteri dapat membantu diagnosis. Pengobatan utamanya adalah antibiotik seperti kloramfenikol beserta istirahat yang memadai.

Diunggah oleh

Abby Zuhari
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
228 tayangan

LP Demam Typoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi, menyerang saluran pencernaan dan organ lain. Gejalanya antara lain demam berkepanjangan, gangguan pencernaan, dan penurunan kesadaran. Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap dan biakan bakteri dapat membantu diagnosis. Pengobatan utamanya adalah antibiotik seperti kloramfenikol beserta istirahat yang memadai.

Diunggah oleh

Abby Zuhari
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TYPHOID

A. Pengertian
Typhus abdominalis /demam typhoid adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari
7hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak
menyerang pada anak usia 12 – 13tahun (70% - 80% ), pada usia 30 - 40tahun
( 10%-20% ) dan juga diatas usia pada anak 12-13 ahun sebanyak (5%-10%).
(Mansjoer, Arif. 2010).
B. . Etiologi
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa.
Seseorang yang sering menderita penyakit demam typhoid menandakan
bahwa ia mengonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri
ini.
C. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu: pankreas, hati dan
kandung empedu.
D. Manifestasi Klinis
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam,
nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. ( Widodo Djoko,
2009 )
E. Patofisiologis
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi
melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.
Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat
melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak
dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium
distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus,
bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah
mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak
menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri
meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan
bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit
infeksi sistemik.
F. Manifestasi Klinik
Menurut Ngastiyah (2005, hal: 237) Gambaran klinik demam tifoid
pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa
tunasnya 10-20 hari, tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
9 mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang.
Gambaran klinik yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah (2005, hal: 237)
adalah:
1. Demam Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam
minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada
minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga
2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau
tidak sedap, bibir kering, dan pecahpecah (ragaden), lidah tertutup
selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan,
jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar disertai nyeri pada
perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat terjadi
diare atau normal.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam
yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan. Di
samping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-
bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat
ditemukan pada minggu pertama yaitu demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardi dan epitaksis pada anak dewasa
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus
abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi
pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya
sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya
basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan
tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan
fibrosis.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suriadi & Yuliani (2006, hal: 256) pemeriksaan penunjang demam
tifoid adalah:
1. Pemeriksaan darah tepi Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia,
anemia, trombositopenia
2. Pemeriksaan sumsum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif
sumsum tulang
3. Biakan empedu Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja.
Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan
basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan
betulbetul sembuh
4. Pemeriksaan widal Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200
atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan
tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karema titer H
dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah
lama sembuh.
H. Komplikasi
Menurut ( Widodo Djoko, 2009 ) Komplikasi dari demam tifoid dapat
digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal.
1. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
a) Perdarahan Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu
pertama dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai
dengan peningkatan denyut nadi.
b) Perforasi usus
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh
perdarahan berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum
ditandai dengan nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan gejala
peritonitis.
2. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :
a) Sepsis Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobic.
b) Hepatitis dan kholesistitis Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati,
pada pemeriksaan amilase serum menunjukkan peningkatan sebagai
petunjuk adanya komplikasi pankreatitis.
c) Pneumonia atau bronkhitis Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak
10 %, umumnya disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh
salmonella.
d) Miokarditis toksik Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan
perubahan segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai
infiltrasi lemak dan nekrosis.
e) Trombosis dan flebitis Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang
menimbulkan gejala residual yaitu termasuk tekanan intrakranial
meningkat, trombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara,
tuna rungu, mielitis tranversal, dan psikosis.
f) Komplikasi lain Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang,
nefritis, sindrom nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis,
osteomilitis, dan artritis.
I. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2005, hal: 239) & Ranuh (2013, hal: 184-185) pasien
yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap
dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan
pengobatan sebagai berikut :
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan .
4. Diet Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien
menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan
nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
5. Pemberian antibiotik Dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang sering digunakan adalah :
a) Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oral atau dengan
dosis 75 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis.
Chloramphenicol dapat menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse
terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut dapat memberikan efek
samping yang serius.
b) Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 6
dosis. Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan chloramphenicol.
c) Amoxicillin dengan dosis 100 mg/kg/24 jam per os dalam 3 dosis.
d) Trimethroprim-sulfamethoxazole masing-masing dengan dosis 50 mg
SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis, merupakan pengobatan klinik
yang efisien.
e) Kotrimoksazol dengan dosis 2x2 tablet (satu tablet mengandung 400
mg sulfamethoxazole dan 800 mg trimethroprim. Efektivitas obat ini
hampir sama dengan chloramphenicol.
J. Pencegahan Demam Typhoid
Cara mencegah demam tifoid yang dapat Anda lakukan meliputi:
 Menjalani vaksinasi tifoid.
 Jangan mengonsumsi makanan mentah atau tidak dimasak hingga matang.
 Hanya mengonsumsi air minum dengan kebersihan yang sudah terjamin. Bila
tidak tersedia, konsumsilah air minum dalam kemasan dengan segel yang
masih utuh atau masak dulu air hingga mendidih sebelum diminum.
 Cucilah tangan dengan air bersih dan sabun, misalnya sebelum makan, setelah
ke toilet, dan sesudah bepergian atau berkebun.
 Hindari konsumsi makanan dengan kebersihan yang tidak terjaga, misalnya
makanan yang dijual di pinggir jalan.
 Konsumsi buah yang bisa dikupas, seperti jeruk dan pisang.

B. Asuhan Keperawatan
1. Menurut Nursalam (2008, hal: 154-155) adalah sebagai berikut:
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
Perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan
kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama selama
masa inkubasi).
c. Suhu tubuh
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu,
bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik tiap harinya,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan
demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun berapa dalam,
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah
(kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat
gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak terdapat reseola,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
yang ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardi dan epitaksis pada anak besar.
2. Pemeriksaan fisik
a. Mulut
Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih, sementara
ujung dan tepinya bewarna kemerahan, dan jarang disertai tremor
b. Abdomen
Dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus), bisa
terjadi konstipasi atau mungkin diare atau normal
c. Hati dan Limfe
Membesar disertai nyeri pada perabaan
3. Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori
 Sistem persyarafan: kesadaran.
 Sistem pernafasan
 Sistem kardiovaskuler
 Sistem gastrointestinal
 Sistem integument
 Sistem perkemihan
b. Pada fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
 Pola nutrisi dan metabolism.
 Pola eliminasi
 Pola aktivitas dan latihan
 Pola tidur dan istirahat
 Pola kognitif dan perseptual
 Pola toleransi dan koping stress
 Pola nilai dan keyakinan
 Pola hubungan dan peran
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
 Pada pameriksaan darah tepi terdapat gambaran
leukopenia, limfositosis, relatif pada permukaan sakit
 Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
 Biakan empedu hasil salmonella typhi dapat ditemukan
dalam darah pasien pada minggu pertama sakit, selanjutnya
lebih sering ditemukan dalam feces dan urine
b. Foto rontgent
c. USG, endoskopi atau scanning
d. Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah
titer zat anti terhadap antigen 0, titer yang bernilai 1/200 atau lebih
menunjukkan kenaikan yang progresif.
5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasanya muncul pada demam tifoid menurut
(Carpenito,2014) adalah sebagai berikut:
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan
tidak adekuat
c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
malabsorbsi nutrien
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
6. Intervensi
Rencana keperawatan pada anak demam thypoid menurut Nurarif
(2015) sesuai tabel 2.1 berikut:
Diagnosa Kriteria dan Hasil Intervensi
(NOC) (NIC)
1, Hipertermia Setelah dilakukan Fever treatment
berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Monitir suhu sesering
proses infeksi, proses selam 3x24 jam klien mungkin
penyakit. menunjukkan b. Monitor IWL
temperatur dalam c. Monitor warna dan
batas normal dengan suhu kulit
kriteria hasil: d. Monitor tekanan darah,
a. Suhu Tubuh nadi dan RR
dalam batas e. Monitor penurunan
normal (36,50 tingkat kesadaran
- 37,50 c) f. Monitor WBC, HB dan
b. Nadi dalam HCT g. Monitor intake
batas normal dan output
14thn : 60-100 g. Kolaborasikan
Respirasi dbn pemberian antipiretik
BBL : 30-50 h. Berikan pengobatan
x/m Anak- untuk mengatasi
anak : 15- 30 penyebab demam
x/m Dewasa : i. Selimuti pasien
12-20 x/m j. Berikan cairan
intravena
k. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
l. Tingkatkan sirkulasi
udara
m. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation
a. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
b. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
c. Monitor TD, nadi dan
RR
d. Monitor warna dan
suhu kulit
e. Monitor tandatanda
hipertermi dan
hipotermi
f. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
g. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
h. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negative dari
kedinginan i. Berikan
antipiretik bila perlu
Vital Sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi,
suhu dan RR
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor VS pada saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
d. Monitor TD , nadi,
RR, sebelum, selama
dan sesudah aktivitas
e. Monitor kualitas dari
nadi
f. Monitor frekuensi dan
irama dari pernafasan
g. Monitor suara paru h.
Monitor pola
pernafasan abnormal
i. Monitor warna,
suhu dan kelembaban
kulit j. Monitor
sianosis perifer
h. Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
i. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
2. Kekurangan volume Setelah dilakukan a. Monitor tanda-tanda
cairan berhubungan tindakan keperawatan vital
dengan intake cairan selama 3x24 jam b. Kaji pemasukan dan
tidak adekuat volume cairan pengeluaran cairan
terpenuhi dengan c. Kaji status dehidrasi
kriteria hasil: d. Beri banyak minum
a. status cairan
tubuh adekuat
b. membran
mukosa
lembab
c. turgor kulit
elastis
d. tanda-tanda
vital normal

3. Nyeri akut Setelah dilakukan a. Kaji tingkat, frekuensi,


berhubungan dengan tindakan keperawatan intensitas, dan reaksi
agens cedera biologis. selama 3x 24 jam nyeri.
nyeri berkurang atau b. Ajarkan teknik distraksi
hilang dengan kriteria dan relaksasi nafas

hasil: dalam

Terlihat tenang dan c. Libatkan keluarga dalam


rileks dan tidak ada tata laksana nyeri

keluhan nyeri. dengan memberikan


kompres hangat
d. Atur posisi pasien
senyaman mungkin
sesuai keinginan pasien
e. Kolaborasi pemberian
obat analgetik sesuai
indikasi
4. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan Nutrition management:
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan a. Kaji adanya alergi
berhubungan selama 3x24 jam makanan
denganmalabsorbsi nutrisi adekuat dengan b. Kolaborasi dengan
nutrient. kriteria hasil: ahli gizi untuk
a. Adanya menentukanjumlah
peningkatan berat kalori dan nutrisi yang
badan dibutuhkan
b. Berat badan ideal c. Berikan substansi gula
sesuai dengan d. Berikan makanan
tinggi badan yang terpilih (sudah
c. Tidak ada dikonsultasikan
tandatanda dengan ahli gizi)
malnutrisi e. Monitor jumlah nutrisi
d. Menunjukkan dan kandungan kalori
peningkatan fungsi Nutrition monitoring
pengecapan dari a. BB pasien Dalam
menelan batas normal
e. Tidak terjadi b. Monitor adanya
penurunan berat penurunan berat badan
badan yang berarti c. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
d. Monitor turgor kulit
e. Monitor mual muntah
f. Monitor kekeringan,
rambut kusam dan
mudah patah

7. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan yang
lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan
yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan lain.
8. Evaluasi Keperawatan
Merupakan penilaian dari hasil implementasi keperawatan yang
berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta :


EGC. Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika.
Internasional, NANDA,(2012). Diagnosis Keperawatan Difinisi dan
Klasifikasi(2012- 2014). Jakarta : EGC
Maharani, Sabrina, 2012, Hingga Pertengahan Februari 485 Warga
Jepara Terkena Demam Tifoid, Diakses pada Tanggal 23
Februari 2015, http://rlisafmjepara.com/2015/02.html.
Manjsoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta:
EGC.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC Nurarif. A.H.
& Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2
dan 3. Yogyakarta. Media Action.
Nursalam, R. S. & Utami, S. 2008,Asuhan Keperawtan Bayi dan Anak
( Untuk Perawatan dan Anak), Jakarta:Salemba Medika
Widodo Joko. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai