1a. SKRIPSI MULYANA Revisi Sidang 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 133

LEMBAR JUDUL

HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN KESIAPSIAGAAN


BENCANA PADA LANSIA YANG BERTEMPAT
TINGGAL DI DAERAH RAWAN BENCANA
BANJIR BANDANG DI DESA RATAWALI
KABUPATEN ACEH TENGAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

MULYANA SASTRI
1612101010019

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2020
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun

dirujuk dalam penulisan skripsi ini saya nyatakan dengan benar telah sesuai

dengan kaidah-kaidah penulis ilmiah. Bila dikemudian hari skripsi ini diketahui

fiktif dan atau hasil plagiat baik sebahagian atau keseluruhan, maka saya bersedia

gelar Sarjana Keperawatan yang telah melekat pada diri saya dicabut oleh

Universitas Syiah Kuala sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Nama : Mulyana Sastri

NIM : 1612101010019

Tempat/Waktu : Banda Aceh, 30 September 2020

Tanda Tangan :

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA


PADA LANSIA YANG BERTEMPAT TINGGAL DI DAERAH
RAWAN BENCANA BANJIR BANDANG DI DESA
RATAWALI KABUPATEN ACEH TENGAH

Oleh :
MULYANA SASTRI
1612101010019

Telah dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi


Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh, 30 September 2020

Mengesahkan,

Penguji I : Dr. Teuku Tahlil, S.Kp., MS., Ph.D


NIP. 19720204 200112 1 001 1. …………....

Penguji II : Ns. Yuni Arnita, M.Kep


NIP. 19870105 201903 2 009 2..…………....

Pembimbing/ : Ns. Budi Satria, S.Kep., MNS


Penguji III NIP. 19811110 201404 1 001 3

Dekan, Koordinator,
Fakultas Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan

Dr. Hajjul Kamil, S.Kp., M.Kep Ns. Hasmila Sari., M.Kep., Sp.Kep.J
NIP. 19680307 199002 1 001 NIP. 19801110 201012 2 003

iv
LEMBAR PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah yang Maha Kuasa lagi Maha Penyayang pada seluruh
hamba-Nya, yang telah menuntun Langkah ini untuk tetap bertahan dan berjuang
dalam setiap tantangan hidup. Sholawat beriring salam menjadi persembahan
penuh kerinduan pada sang pejuang Islam, pembangunan peradaban manusia
Rasulullah Muhammad S.A.W

“Sesungguhnya Bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Asy-Syarh:9)

Ya Allah, terima kasih atas karunia-Mu, hari ini Engkau hadiahkan suatu
keberhasilan untukku, atas langkah yang penuh perjuangan, segala keluh kesah,
tetes air mata, ketakutan, kecemasan dan keputusasaan yang pernah hadir di hati
ini kini Engkau gantikan menjadi tangisan penuh kebahagaiaan dan rasa syukur.

Ananda persembahkan karya tulis ini kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Adnan
dan ibunda Murniati. Terima kasih Ananda sampaikan karena telah menjadi
bagian hidup yang sangat berharga untuk Ananda, yang selalu memberikan ridha
dan doa di setiap langkah, yang telah berjuang agar Ananda bisa meraih cita-cita.

Terima kasih untuk ketulusan hatinya, kasih sayangnya, kebaikannya, dan


pengorbanannya. Hanya doa di setiap sujud yang dapat Ananda panjatkan pada-
Nya untuk kedua orang terhebat dalam kehidupan ini. Teruntuk Bang Yandi dan
kakakku tercinta, terima kasih telah memberikan dukungan, doa dan semangat di
setiap langkah perjuangan ini. Teruntuk sabahat-sahabatku serta teman-teman
Fkep Angkatan 2016 terima kasih untuk semangat, dukungan, kasih dan sayang
yang telah kalian berikan untukku.

Ucapan terima kasih dan penghormatan sebanyak-banyaknya kepada pembimbing


Ns. Budi Satria, MNS yang telah memberikan begitu banyak ilmu, dukungan,
pengalaman, kesabaran, dan bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing
saya dalam menyelesaikan karya tulis ini. Semoga bapak selalu diberikan
kesehatan, keselamatan, dan selalu berada dalam lindungan-Nya.

Mulyana Sastri, S. Kep

v
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
FAKULTAS KEPERAWATAN

SKRIPSI
30 September 2020

xv + VI BAB + 82 halaman + 14 tabel + 1 skema + 12 lampiran

MULYANA SASTRI
1612101010019

HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA


PADA LANSIA YANG BERTEMPAT TINGGAL DI DAERAH
RAWAN BENCANA BANJIR BANDANG DI DESA RATAWALI
KABUPATEN ACEH TENGAH

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara kepulauan yang menyebabkan perubahan iklim kerap
terjadi. Hal ini meningkatkan potensi terjadinya bencana hidrometeorologi, salah satunya
banjir bandang. Lansia termasuk pada kelompok yang rentan saat terjadi bencana alam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan
bencana pada lansia yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di
Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain
cross sectional study. Populasi penelitian sebanyak 35 lansia dengan jumlah sampel 32
responden direkrut menggunakan metode snow ball sampling. Pengumpulan data
dilakukan via telepon untuk tetap mematuhi protokol kesehatan pada masa Pandemi
COVID-19. Metode pengumpulan data adalah angket yang dibantu pengisiannya oleh
peneliti untuk memudahkan lansia menjawab. Alat pengumpulan data adalah kuesioner
baku dalam bentuk skala likert yang terdiri dari 23 item pertanyaan untuk resiliensi dan
27 pertanyaan untuk kesiapsiagaan bencana. Analisa data menggunakan IBM SPSS
Statistics 23 dengan uji Chi Square. Hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara
resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia (p-value 0.001; nilai x 14.7), adanya
hubungan antara resiliensi dengan indeks pengetahuan bencana (p-value 0.021; nilai x
9.739), adanya hubungan antara resiliensi dengan rencana kesiapsiagaan keluarga (p-
value 0.002; nilai x 14.984), adanya hubungan antara resiliensi dengan peringatan
bencana (p-value 0.002; nilai x 17.159), dan adanya hubungan antara resiliensi dengan
mobilisasi sumber daya keluarga (p-value 0,0001; nilai x 20.128). Kesimpulan pada
penelitian ini adalah resiliensi pada lansia berhubungan dengan kemampuan lansia
terhadap kesiapsiagaan menghadapi bencana terutama pada lansia yang berada di daerah
rawan bencana banjir bandang. Direkomendasikan kepada pemerintah setempat untuk
membuat program khusus pemberdayaa lansia sehingga mereka lebih dapat
meningkatkan resiliensi dan lebih siap dalam menghadapi bencana khususnya bencana
banjir bandang.

Kata Kunci : Banjir bandang, Bencana, Kesiapsiagaan, Lansia

vi
Sumber Bacaan : 19 buku, 29 artikel, 1 prosiding, 5 halaman internet (2006-
2020)
MINISTRY OF RESEARCH, TECHNOLOGY, AND HIGHER
EDUCATION
SYIAH KUALA UNIVERSITY
FACULTY OF NURSING

SCRIPT/UNDERGRADUATE THESIS
Sept 30, 2020

xv + VI chapters + 81 pages + 14 tables + 1 scheme + 12 appendices

MULYANA SASTRI
1612101010019

THE RELATIONSHIP BETWEEN RESILIENCE AND DISASTER


PREPAREDNESS AMONG ELDERLY IN FLASH FLOODS PRONE
AREA, RATAWALI VILLAGE, ACEH TENGAH

ABSTRACT
Indonesia is an archipelago country that causes frequent climate change. This condition
increases the hydrometeorological disaster potential risks, such as flash floods. The
elderly is included into the vulnerable group when natural disasters occur. This study
aimed to determine the relationship between resilience and disaster preparedness among
elderly who live in flash floods prone area, Ratawali Village, Aceh Tengah. This
quantitative study used a cross sectional study design. The study population was 35
elderly and the sample size was 32 respondents recruited using snowball sampling
method. Data collection was carried out by telephone to adhere the health protocols
during COVID-19 pandemic. The data collection method was a questionnaire and the
researcher helped respondents to filled the questionnaire to make it easier for them to
answer. Data collection tool was a standardized questionnaire with Likert scale consisting
of 23 items for resilience and 27 items for disaster preparedness. Data analysis used IBM
SPSS Statistics 23 with Chi Square test. The results showed that there was a relationship
between resilience and disaster preparedness among elderly (p-value 0.001; x-value
14.7), there was a relationship between resilience and knowledge index (p-value 0.021; x-
value 9.739), there was a relationship between resilience and emergency planning index
(p-value 0.002; x-value 14,984), there was a relationship between resilience and disaster
warning system index (p-value 0.002; x-value 17.159), and there was a relationship
between resilience and mobilization of family resources (p-value 0.0001; x-value
20.128 ). The conclusion in this study was the resilience is related to the ability of the
elderly to be prepared for disasters, especially for them who live in flash floods prone
areas. It is recommended to the local government to make an empowerment program for
the elderly so they can increase their resilience and are better prepared for flash floods
disaster.

Keywords : Disaster, Elderly, Flash floods, Preparedness

vii
References : 19 books, 29 articles, 1 proceeding, 5 internet homepages (2006-
2020)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, berkat

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Hubungan

Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana pada Lansia yang Bertempat

Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa Ratawali

Kabupaten Aceh Tengah” ini dapat dibuat dan terselesaikan. Shalawat beserta

salam juga tak lupa disampaikan keharibaan Nabi Muhammad SAW, yang telah

membawa umat manusia ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada Ns. Budi Satria, S. Kep., MNS., selaku dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan

bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya ucapan

terima kasih penulis kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

1. Dr. Hajjul Kamil, S.Kp., M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Syiah Kuala.

2. Ns. Syarifah Rauzatul Jannah, S.Kep., MNS., Ph.D selaku Ketua Jurusan

Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala.

3. Ns. Hasmila Sari, M.Kep., Sp.Kep.J selaku Koordinator Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala.

viii
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala yang

ikut membantu penulis dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

5. Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberikan semangat, bantuan moril,

materil dan mendoakan keberhasilan serta keselamatan selama menempuh

pendidikan.

6. Saudara-saudara penulis yang selalu memberikan semangat bagi penulis

dalam proses pembuatan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis serta seluruh teman-teman Fakultas

Keperawatan angkatan 2016 Program Reguler A yang telah memberikan

bantuan dan semangat bagi penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan dalam

penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini di masa yang akan

datang.

Banda Aceh, 30 September 2020

Mulyana Sastri

ix
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR JUDUL...................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...................................ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN......................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iv
ABSTRAK.............................................................................................................vi
ABSTRACT..........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR........................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
DAFTAR SKEMA..............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................6
D. Manfaat Penelitian........................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9


A. Konsep Lansia...............................................................................................9
B. Konsep Resiliensi........................................................................................14
C. Konsep Bencana..........................................................................................20
D. Konsep Bencana Banjir Bandang...............................................................25
E. Konsep Kesiapsiagaan Bencana..................................................................28

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN..............................................32


A. Kerangka Konsep Penelitian.......................................................................32
B. Hipotesa Penelitian.....................................................................................33
C. Definisi Operasional...................................................................................34

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN..........................................................37


A. Jenis dan Desain Penelitian.........................................................................37
B. Populasi dan Sampel...................................................................................37
C. Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................................39
D. Alat Pengumpulan Data..............................................................................39
E. Etika Penelitian...........................................................................................41

x
F. Uji Instrumen..............................................................................................42
G. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................43
H. Pengolahan Data.........................................................................................45
I. Analisa Data................................................................................................46

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................................50


A. Hasil Penelitian...........................................................................................50
B. Pembahasan.................................................................................................60
C. Keterbatasan Penelitian...............................................................................78

BAB VI PENUTUP..............................................................................................80
A. Kesimpulan.................................................................................................80
B. Saran............................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian...................................... 34

Tabel 4.1 Indeks Tingkat Kesiapsiagaan....................................................... 48

Tabel 5.1 Distribusi Data Demografi Lansia di Desa Ratawali


Kabupaten Aceh Tengah (n=32) ................................................... 50

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Resiliensi Pada Lansia di Desa Ratawali


Kabupaten Aceh Tengah (n=32).................................................... 51

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi Indeks Pengetahuan Bencana (KAP) Pada


Lansia di Desa ratawali Kabupaten Aceh Tengah (n=32)............. 52

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Indeks Rencana kesiapsiagaan Keluarga


Dari Bencana (EP) Pada Lansia di Desa Ratawali Kabupaten
Aceh Tengah (n=32)...................................................................... 53

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Indeks Peringatan Bencana (WS) Pada


Lansia di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah (n=32) ........... 53

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Indeks Mobilisasi Sumber Daya (RMC)


Pada Lansia di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah
(n=32).............................................................................................
54

Tabel 5.7 Indeks Kesiapsiagaan Bencana Pada Lansia di Desa Ratawali


Kabupaten Aceh Tengah (n=32).................................................... 55

Tabel 5.8 Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana pada


Lansia yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana
Banjir Bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah ........ 55

Tabel 5.9 Hubungan Resiliensi dengan Indeks Pengetahuan tentang


Bencana pada Lansia yang Bertempat Tinggal di Daerah
Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa Ratawali Kabupaten
Aceh Tengah.................................................................................. 56

Tabel 5.10 Hubungan Resiliensi dengan Indeks Kesiapsiagaan Keluarga


dari Bencana pada Lansia yang Bertempat Tinggal di Daerah
Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa Ratawali Kabupaten
Aceh Tengah.................................................................................. 57

xii
Tabel 5.11 Hubungan Resiliensi dengan Indeks Peringatan Bencana pada
Lansia yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana
Banjir Bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah......... 58

Tabel 5.12 Hubungan Resiliensi dengan Indeks Mobilisasi Sumber Daya


pada Lansia yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan
Bencana Banjir Bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh
Tengah .......................................................................................... 59

xiii
DAFTAR SKEMA

Halaman
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian....................................................... 32

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 2 Rincian Anggaran Biaya Penelitian

Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 4 Lembaran Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 5 Lembaran Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 6 Lembar Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 Lembar Persetujuan Etik

Lampiran 8 Surat Pengantar Pengumpulan Data dari Fakultas Keperawatan


Universitas Syiah Kuala

Lampiran 9 Surat Izin Penelitian dari Geuchik Desa Ratawali Kabupaten Aceh
Tengah

Lampiran 10 Surat Selesai Penelitian dari Geuchik Desa Ratawali Kabupaten


Aceh Tengah

Lampiran 11 Master Tabel Hasil Penelitian

Lampiran 12 Hasil Uji Olah Data Penelitian

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana alam merupakan suatu fenomena yang tidak dapat diprediksi

waktu terjadinya dan menyebabkan berbagai efek yang mengganggu

kehidupan masyarakat terdampak (Pahleviannur, 2019). Seluruh negara

termasuk negara berpenghasilan rendah, negara berkembang, dan negara

maju akan memiliki risiko terkena bencana (Maulida, 2020). Emergency

Events Database (EM-DAT, 2014 dalam Nurhidayati & Ratnawati, 2018)

mencatat sejak tahun 1994 hingga 2013 telah terjadi bencana alam di seluruh

dunia sebanyak 6.873 bencana dan wilayah Asia dilanda sebanyak 2.778

bencana selama 20 periode terakhir.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa

Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Posisinya yang terletak di garis

katulistiwa dan berbentuk kepulauan serta fenomena perubahan iklim yang

meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi, salah satunya banjir

bandang. Hal ini didukung oleh laporan Kepala Pusat Data Informasi dan

Humas BNPB bahwa lebih dari 98% bencana yang terjadi pada tahun 2019 di

Indonesia adalah bencana hidrometeorologi (BNPB, 2019). Menurut Adi

(2013, dalam Nurlatifah & Purwaningsih, 2018), Indonesia berpotensi

mengalami banjir bandang disebabkan karena intensitas curah hujan ekstrem

1
2

disertai dengan longsor yang menyumbat aliran sungai dan membentuk

bendungan.

Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) melaporkan bahwa Aceh

merupakan salah satu provinsi yang tercatat memiliki kejadian bencana yang

paling banyak memakan korban, salah satunya di tahun 2019 terjadi banjir

genangan dan banjir bandang di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara yang

merendam 2.171 rumah dan berdampak pada 8.378 jiwa dan disertai dengan

kerugian ekonomi dalam jumlah sangat besar (BPBA, 2019). Keadan ini

semakin menyadarkan bahwa bencana alam memberikan dampak yang sangat

signifikan terhadap fisik, psikologis, dan sosial bagi masyarakat terdampak.

Kejadian bencana mengakibatkan trauma kepada korban bencana. Goncangan

bathin yang dirasakan korban seyogyanya dihilangkan dengan segera.

Upaya masyarakat yang sudah pernah mengalami bencana dan mulai

bangkit dari keterpurukan disebut dengan resiliensi (Satria & Sari, 2017).

Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk mempertahankan stabilitas

psikologis dalam menghadapi stres (Keye & Pidgeon, 2013 dalam Utami dan

Helmi, 2017). Mereka akan mengembangkan cara untuk mengubah keadaan

yang penuh tekanan menjadi sebuah kesempatan untuk pengembangan diri

pribadi (Utami & Helmi, 2017). Menurut Reivich dan Shate (2002) dalam

Satria & Sari (2007)), tujuh kemampuan yang membentuk resiliensi, yaitu

regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, causal analysis,

efikasi diri, dan reaching out.


3

Salah satu cara agar individu dapat mempergunakan dan memaksimalkan

faktor-faktor pembentuk resiliensi tersebut adalah dengan meningkatkan

kewaspadaan dalam menghadapi situasi yang sulit. Namun, saat ini

masyarakat masih memiliki tingkat kewaspadaan yang rendah dalam

menghadapi bencana. Tingkat kewaspadaan yang rendah pada masyarakat

terjadi karena kurangnya kesiapsiagaan masyarakat tentang bencana (Satria &

Sari, 2017). Kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari

kegiatan pengendalian bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi

bencana. Kesiapsiagaan adalah kunci untuk bertahan pada saat darurat dan

mengelola kekacauan yang terjadi sesudahnya (BNPB, 2018). Kegiatan

penanggulangan bencana pada tahap pra bencana selama ini banyak

dilupakan, padahal justru pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena

apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam

menghadapi bencana dan pasca bencana (Kusumasari, 2014 dalam

Setyaningrum & Rumagutawan, 2018).

Kesiapsiagaan pada bencana merupakan perlindungan pada anggota

keluarga yang rentan saat bencana. Lansia merupakan kelompok rentan dalam

situasi bencana (Nurhidayati & Ratnawati, 2018). Pada situasi bencana,

kelompok lansia rentan mengalami luka yang lebih parah, perawatan yang

berkepanjangan di rumah sakit, memiliki kualitas hidup secara fisik, psikis

dan kesejahteraan yang lebih rendah, proses pemulihan yang lebih lambat,

dan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia

muda (Ashkenazi, et al, 2016 dalam Sri-on, et al, 2019). Bagian Perlindungan
4

Sipil dan Pertahanan mengkategorikan populasi lansia sebagai populasi yang

memerlukan protokol khusus dalam memenuhi kebutuhan dan kemampuan

terutama saat terjadi bencana. Hal ini dikarenakan saat bencana terjadi

kondisi lansia menjadi lebih rentan terhadap penyakit kronis dan

ketidakmampuan akibat penurunan kapasitas fungsional tubuh (Bodstein,

Lima & Barros, 2014).

Penelitian oleh Sri-on et al. (2019) menunjukkan responden lansia

dominan memiliki pengetahuan kesiapsiagaan bencana dalam kategori baik,

yaitu sebanyak 66,8%. Pada kesiapsiagaan yang dimiliki lansia, sebanyak

19,8% lansia mengetahui lokasi khusus untuk penampungan saat kondisi

darurat, 81,1% memiliki penyakit yang memerlukan pengobatan jangka

panjang Namun, hanya 25,1% lansia yang memiliki peralatan darurat untuk

bencana dan terdapat 65,4% lansia tidak mengetahui nomor telepon darurat

ambulans. Penelitian lainnya oleh Nurhidayati dan Ratnawati (2018)

menunjukkan sebanyak 54,9% lansia berada pada tingkat kesiapsiagaan siap

dan 45,3% lansia berada pada tingkat kesiapsiagaan kurang siap, sedangkan

ditinjau dari parameter kesiapsiagaan bencana dari segi pengetahuan dan

sikap sebanyak 54,9% lansia dalam kategori siap dan 45,1% lansia dalam

kategori kurang siap. Masih terdapatnya angka yang rendah pada parameter

pengetahuan dan sikap dikarenakan tingkat pendidikan rendah yang dimiliki

keluarga dengan lansia.

Berdasarkan data awal yang diperoleh peneliti melalui wawancara dengan

5 orang lansia yang berada di Desa Kajhu, Kecamatan Baitussalam,


5

Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa mereka semua hanya dapat

menyebutkan jenis-jenis bencana alam, namun tidak mengetahui definisi dari

bencana itu sendiri, kelima lansia tersebut menyatakan bahwa bencana yang

pernah terjadi di desa mereka adalah gempa bumi dan tsunami beberapa tahun

silam, 1 dari 5 lansia mengatakan bahwa mengetahui jalur evakuasi untuk

menyelamatkan diri jika terjadi bencana dan tidak ada lansia yang

mempunyai persiapan untuk menghadapi bencana. Selain itu, peneliti juga

melakukan pengambilan data awal Di Desa Pantan Sile, Kabupaten Aceh

Tengah. Lansia di desa tersebut mengatakan bencana yang pernah terjadi di

daerah mereka adalah banjir yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Dari 5

orang lansia yang diwawancara, hanya terdapat 2 orang yang mengetahui arah

evakuasi jika bencana ini terjadi lagi dan mengetahui rencana persiapan yang

harus dilakukan. Hal ini menjadi penting karena berdasarkan data terbaru,

telah terjadinya bencana banjir bandang pada pertengahan bulan Mei 2020 di

Kabupaten Aceh Tengah yang disebabkan oleh curah hujan yang ekstrem.

Bencana tersebut merendam sejumlah rumah di kawasan Kota Takengon dan

menyebabkan kepanikan pada warga akibat kehilangan sebagian harta benda

(Serambinews.com, 2020).

Kesiapsiagaan terhadap bencana banjir bandang dan kemampuan

resiliensi sudah seharusnya didapatkan oleh masyarakat terutama pada lansia

sebagai kelompok yang rentan saat bencana. Berdasarkan uraian diatas, maka

peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang hubungan resiliensi dengan


6

kesiapsiagaan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di daerah rawan

bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat disimpulkan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah hubungan resiliensi

dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di daerah

rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana

pada lansia yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir

bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana

ditinjau dari indeks pengetahuan tentang bencana pada lansia yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

b. Untuk mengetahui hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana

ditinjau dari indeks rencana kesiapsiagaan keluarga dari bencana pada

lansia yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang

di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.


7

c. Untuk mengetahui hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana

ditinjau dari indeks peringatan bencana pada lansia yang bertempat

tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali

Kabupaten Aceh Tengah.

d. Untuk mengetahui hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana

ditinjau dari indeks mobilisasi sumber daya pada lansia yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

pengalaman peneliti dalam melaksanakan penelitian serta mendapatkan

informasi tentang tingkat pengetahuan lansia tentang hubungan resiliensi

dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan

dapat digunakan sebagai bahan referensi/bacaan mahasiswa terutama

dalam pengembangan ilmu keperawatan bencana di komunitas.

3. Bagi Praktisi Kesehatan


8

Hasil penelitian ini dapat menjadi evidence based bagi praktisi

kesehatan untuk memberikan pedoman kepada masyarakat khususnya

lansia terkait resiliensi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapakan dapat menambah ilmu pengetahuan

dan memberi informasi pada masyarakat khususnya keluarga yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana yang memiliki lansia tentang

pentingnya resiliensi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana.

5. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penelitian lebih

lanjut pada bidang keperawatan bencana di komunitas khususnya

mengenai resiliensi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang

berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan

proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan

dari dalam dan luar tubuh. Banyak diantara usia lansia ini yang masih

produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial

lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai

keagamaan dan budaya bangsa (Kholifah, 2016).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai

sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah

yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak,

dewasa dan tua (Kholifah, 2016).

2. Batasan Lansia

a. Menurut Kemenkes RI (2016), batasan lansia adalah sebagai

berikut:

9
10

1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun

2) Usia tua (old) antara usia 75-90 tahun

3) Usia sangat tua (very old) antara usia > 90 tahun

b. Depkes RI (2005 dalam Kholifah, 2016) menjelaskan bahwa

batasan lansia dibagi menjadi tiga ketegori, yaitu:

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun

2) Usia lanjut yaitu antara usia 60 tahun ke atas

3) Usia lanjut beresiko yaitu antara usia 70 tahun ke atas atau usia

60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan

3. Ciri-Ciri Lansia

Ciri-ciri lansia menurut Kholifah (2016) adalah sebagai berikut:

a. Lansia merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan

faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam

kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi

yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat

proses kemunduran fisik. aAkan tetapi ada juga lansia yang

memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia

akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak

menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang

kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan


11

pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif.

Tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada

orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami

kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia

sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar

tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial

di masyarakat sebagai ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak

memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung

mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat

memperhatikan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari

perlakukan yang buruk itu membuat penyesuaian dari lansia

menjadi buruk pula. Contoh: Lansia yang tinggal bersama keluarga

sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena

dianggap pola pikirnya kuno. Kondisi inilah yang menyebabkan

lansia manarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan

memiliki harga diri yang rendah.

4. Perkembangan Lansia

Menurut Kholifah (2016), usia lanjut merupakan usia yang

mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai


12

dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap

akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses

menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup

manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami

kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga

tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan).

Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,

termasuk tubuh, jaringan dan sel yang mengalami penurunan kapasitas

fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan

degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru,

saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang

terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindrom dan

kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan

penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun

para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak

ditemukan pada faktor genetik.

5. Perubahan Pada Lansia

Menurut Kholifah (2016) terjadi perubahan pada lansia dalam

kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah, antara lain:

a. Masalah fisik

Masalah yang dihadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai

melemah, sering terjadi radang persendian ketika melakukan

aktivitas yang cukup berat, indera penglihatan yang mulai kabur,


13

indera pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh

yang menurun sehingga sering sakit.

b. Masalah kognitif (intelektual)

Masalah yang dihadapi lansia terkait dengan perkembangan

kognitif adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal

(pikun) dan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.

c. Masalah emosional

Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan emosional

adalah rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga

tingkat perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar.

Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang

sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah

ekonomi yang kurang terpenuhi.

d. Masalah spiritual

Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual

adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang

mulai menurun, merasa kurang tenang katika mengetahui anggota

keluarganya belum mengerjakan ibadah dan merasa gelisah ketika

menemui permasalahan hidup yang cukup serius.


14

B. Konsep Resiliensi

1. Definisi Resiliensi

Istilah resiliensi pertama kali digunakan dalam ekologi, dimana

ketahanan mengacu pada kemampuan ekosistem untuk bangkit

kembali setelah guncangan besar (Merk & Jax, 2007; Adger, 2000,

dalam Ifdi & Taufik, 2012). Resiliensi adalah kemampuan untuk

mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat dirasakan atau

masalah besar yang terjadi dalam kehidupan. Individu berusaha

bertahan dalam keadaan tertekan dan bahkan berhadapan dengan

kesulitan (adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannya

(Reivich & Shatte, 2002 dalam Ifdi & Taufik, 2012).

2. Aspek-Aspek Resiliensi

Menurut Reivich & Shatte (2002 dalam Ifdil & Taufik, 2012),

tujuan kemampuan yang membentuk resiliensi adalah sebagai berikut:

a. Emotion Regulation

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah

kondisi yang menekan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang

yang kurang memiliki kemampuan untuk mengatur emosi

mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan

dengan orang lain.

Reivich dan Shatte juga mengungkapkan dua jenis

keterampilan yang dapat memudahkan individu untuk melakukan

regulasi emosi, yaitu tenang (calming) dan fokus (focusing). Dua


15

jenis keterampilan ini akan membantu individu untuk mengontrol

emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika

banyak hal-hal yang mengganggu, serta mengurangi stres yang

dialami oleh individu.

b. Impluse Control

Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk

mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang

muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki kemampuan

pengendalian implus yang rendah, cepat mengalami perubahan

emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku

mereka. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan

kesabaran, implusif, dan berperilaku agresif. Tentunya perilaku

yang ditampakkan ini akan membuat orang disekitarnya merasa

kurang nyaman sehingga berakibat pada buruknya hubungan sosial

individu dengan orang lain.

c. Optimism

Optimisme adalah kemampuan melihat bahwa masa depan

yang cemerlang. Optimisme yang dimiliki oleh seseorang individu

menandakan bahwa individu tersebut percaya bahwa dirinya

memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin

terjadi di masa depan. Hal ini juga merefleksikan self-efficacy yang

dimiliki oleh seseorang, yaitu kepercayaan individu bahwa ia

mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan mengendalikan


16

hidupnya. Optimisme akan menjadi hal yang sangat bermanfaat

untuk individu bila dirinya memiliki self-efficacy karena dengan

optimisme yang ada seseorang individu terus didorong untuk

menemukan solusi dan permasalahnnya dan terus berkerja keras

demi kondisi yang lebih baik.

d. Causal Analysis

Causal Analysis merujuk pada kemampuan individu untuk

mengindentifikasi secara akurat penyebab dari permasalahan yang

mereka hadapi. Individu yang tidak mampu mengindentifikasi

penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, akan

terus menerus berbuat kesalahan yang sama.

Individu yang resilien adalah individu yang memiliki

fleksibilitas kognitif. Mereka mampu mengidentifikasi semua

penyebab kemalangan yang menimpa mereka, tanpa terjebak pada

salah satu gaya berpikir explanatory. Mereka tidak mengabaikan

faktor permanen mampun pervasif. Individu yang resilien tidak

akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang meraka perbuat

demi menjaga self-esteem mereka atau membebaskan mereka dari

rasa bersalah.

e. Empathy

Empati sangat erat kaitannya dengan kemampuan individu

untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis

orang lain. Beberapa individu memiliki kemampuan yang cukup


17

mahir dalam menginterpretasikan bahasa-bahasa nonverbal yang

ditunjukkan oleh orang lain, seperti ekspresi wajah, intonasi suara,

bahasa tubuh dan mampu menangkap apa yang dipikirkan dan

dirasakan orang lain. Oleh karena itu, seseorang yang punya

kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang

positif.

Ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan

dalam hubungan sosial. Individu yang tidak membangun

kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda nonverbal tersebut

tidak dapat menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan

apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari

orang lain.

f. Self-efficacy

Self-efficacy adalah kesuksesan dalam pemecahan masalah,

self-efficacy merepersentasikan sebuah keyakinan bahwa kita

mampu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai

kesuksesan.

Self-efficacy merupakan salah satu faktor kognitif yang

menentukan sikap dan perilaku seseorang dalam sebuah

permasalahan. Dengan self-efficacy yang tinggi, maka individu

akan melakukan berbagai usaha dalam menyelesaikan sebuah

permasalahan. Dengan keyakinan akan kemampuan dalam

menyelesaikan permasalahan, individu akan dapat mencari


18

penyelesaian masalah yang ada dan tidak mudah menyerah

terhadap berbagai kesulitan.

g. Reaching out

Kemampuan individu keluar dan meraih aspek positif dari

kehidupan setelah kemalangan yang menimpa. Banyak individu

yang tidak mampu melakukan reaching out. Hal ini dikarenakan

mereka telah diajarkan sejak kecil untuk sedapat mungkin

menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka

adalah individu-individu yang lebih memilih kehidupan standar

dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus berhadapan

dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat. Hal ini

menunjukkan kecenderungan individu untuk berlebih-lebihan

(overestimate) dalam memandang kemungkinan hal-hal buruk yang

dapat terjadi di masa mendatang. Individu-individu ini memiliki

rasa ketakutan untuk mengoptimalkan kemampuan mereka hingga

batas akhir.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Menurut Everall, et al (2006, dalam Ifdil & Taufik, 2012) terdapat

sejumlah faktor yang mempengaruhi resiliensi, antara lain:

a. Faktor individu

Faktor individu yang mempengaruhi resiliensi meliputi

kemampuan kognitif individu, konsep diri, harga diri, dan

kompetensi sosial yang dimiliki individu. Keterampilan kognitif


19

berpengaruh penting pada resiliensi individu. Melalui kemampuan

kognitif individu dapat berpikir bahwa sebab terjadinya bencana

bukan hanya karena kelalaian namun juga atas kehendak Tuhan

Yang Maha Kuasa. Begitu juga akibatnya, individu akan berpikir

untuk tidak menyesali apa yang terjadi dan berusaha memaknainya

serta berusaha menumbuh kembangkan semangat dan optimalisasi

kemampuan berpikir untuk menjadi pulih seperti sedia kala. Untuk

kembali pulih diperlukan tingkat inteligensi minimal, yaitu pada

tingkat rata-rata.

Dengan demikian diyakini bahwa individu yang memiliki

intelegensi yang tinggi memiliki resiliensi yang lebih tinggi juga

dibandingkan dengan individu yang berintelegensi rendah.

b. Faktor keluarga

Faktor keluarga meliputi dukungan orang tua, yaitu bagaimana

cara orang tua memperlakukan dan melayani anak. Keterkaitan

emosional dan batin antara anggota keluarga sangat diperlukan

dalam mendukung pemulihan individu-individu yang mengalami

stres dan trauma. Keterkaitan para anggota keluarga amat

berpengaruh dalam pemberian dukungan terhadap anggota keluarga

yang mengalami musibah untuk dapat pulih dan memandang

kejadian tersebut secara objektif. Begitu juga dalam rangka

menumbuhkan dan meningkatkan resiliensi.


20

Selain dukungan dari orang tua, struktur keluarga juga berperan

penting bagi individu. Struktur keluarga yang lengkap terdiri dari

ayah, ibu dan anak akan mudah menumbuhkan resiliensi dan

sebaliknya keluarga yang tidak utuh dapat menghambat tumbuh

kembang resiliensi.

c. Faktor komunitas

Faktor komunitas meliputi kemiskinan dan keterbatasan

kesempatan kerja. Terdapat dua hal yang berkaitan dengan faktor

komunitas, yaitu:

1) Gender

Gender memberikan kontribusi bagi resiliensi individu.

Resiko kerentanan terhadap tekanan emosional, perlindungan

terhadap situasi yang mengandung resiko, dan respon terhadap

kesulitan yang dihadapi dipengaruhi oleh gender.

2) Keterkaitan dengan kebudayaan

Keterkaitan dengan budaya meliputi keterlibatan seseorang

dalam aktivitas-aktivitas terkait dengan budaya setempat

berikut ketaatan terhadap nilai-nilai yang diyakini dalam

kebudayaan tersebut. Resiliensi dipengaruhi secara kuat oleh

kebudayaan, baik sikap-sikap yang diyakini dalam suatu

budaya, nilai-nilai, dan standar kebaikan dalam suatu

masyarakat.
21

C. Konsep Bencana

1. Definisi Bencana

Bencana alam menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007

merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor alam, non

alam, maupun akibat ulah manusia sehingga menimbulkan korban

jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologis. Bencana alam yaitu berupa gempa bumi, tsunami, gunung

meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor,

sedangkan kegagalan teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan

wabah penyakit digolongkan sebagai bencana non alam.

Menurut Internasional Starategy for Disaster Reduction (ISDR)

dalam Joko (2011) menjelaskan bahwa bencana adalah suatu

gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga

menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari

segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan

masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasinya dengan

menggunakan sumber daya mereka sendiri.

2. Jenis Bencana

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1,

berdasarkan penyebab kejadiannya, bencana dibagi menjadi 3, yaitu

bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.


22

a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain

berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,

angin topan, dan tanah longsor.

b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa

atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal

teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa

atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang

meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas

masyarakat dan teror.

3. Dampak Bencana

Menurut Veenema (2007), dampak bencana terhadap kesehatan

diantaranya:

a. Kematian, luka dan kesakitan pada komunitas yang terkena.

b. Merusak infrastruktur pelayanan kesehatan yang berdampak pada

ketidakmampuan merespon terhadap keadaan darurat.

c. Menyebabkan ketidakseimbangan pada lingkungan seperti

peningkatan resiko berkembangnya penyakit serta bahaya

lingkungan.

d. Berdampak pada psikologis, emosional, dan hubungan sosial dari

populasi yang terkena dampak bencana. Respon yang ditampakkan


23

seperti takut, cemas, depresi, bahkan dapat bertambah berat hingga

tahap panik dan teror.

e. Menyebabkan perpindahan suatu populasi (mengungsi) dan

menyebabkan penambahan beban pada populasi atau komunitas

kesehatan lainnya.

4. Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK)

a. Definisi PRBBK

Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK)

adalah suatu proses pengelolaan risiko bencana yang melibatkan

secara aktif masyarakat yang berisiko dalam mengkaji,

menganalisis, menangani, memantau dan mengevaluasi risiko

bencana untuk mengurangi kerentanannya dan meningkatkan

kemampuannya. PRBBK merupakan proses internalisasi PRB

ditingkat komunitas rentan yang dirancang secara partisipatoris

dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal.

Dilakukan untuk membangun pondasi rasa aman yang segala

kegiatannya mendorong untuk ketercukupan kebutuhan dasar

serta membangun berbagai perangkat dan kegiatan untuk

pengurangan risiko bencana. Dibentuk sebagai proses yang

berkelanjutan sebagai bagian dari proses pembangunan.

b. Tujuan pengurangan resiko bencana berbasis komunitas

Tujuan Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas

(PRBBK) adalah mengurangi kerentanan dan memperkuat


24

kapasitas komunitas untuk menghadapi risiko bencana yang

mereka hadapi. Beberapa penulis membedakan antaranya

keikutsertaan komunitas dengan keterlibatan komunitas. Oleh

karena itu, maka keduanya digunakan secara bergantian, yang

berarti bahwa komunitas bertanggung jawab untuk semua tahapan

program termasuk perencanaan dan pelaksanaan.

c. Prinsip-prinsip pengurangan resiko bencana bebasis komunitas

Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan PRBBK

dirumuskan sebagai berikut:

1) Masyarakat berisiko atau terteka bencana adalah pelaku aktif

untuk membangun kehidupannya.

2) Menghindari munculnya kerentanan baru dan ketergantungan

komunitas di kawasan rawan bencana pada pihak luar.

3) Penanggulangan risiko bencana merupakan bagian tak

terpisahkan dari proses pembangunan dan pengelolaan

sumberdaya alam untuk keberlanjutan kehidupan komunitas di

kawasan rawan bencana.

4) Pendekatan multisektor, multidisiplin, dan multibudaya.

5) Pendekatan yang holistik (melalui keseluruhan tahapan

menajemen risiko bencana) dan integratif (menautkan program

dan kebutuhan lain).

6) Penanggulangan bencana adalah tanggung jawab semua orang.


25

7) Sasaran adalah mengurangi kerentanan panjang dan

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menanggani

bencana yang lebih baik.

D. Konsep Bencana Banjir Bandang

1. Pengertian Banjir Bandang

Banjir bandang (flash flood) adalah penggenangan akibat

limpasan keluar alur sungai karena debit sungai yang membesar tiba-

tiba melampaui kapasitas aliran. Hal ini disebabkan karena curah hujan

yang tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa daratan rendah

hingga cekung. Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air

lantaran curah hujan yang di atas normal, perubahan suhu,

tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, sehingga

terhambatnya aliran air di tempat lain (Mulyanto, Parikesit & Utomo,

2012).

Banjir ini cukup memberikan dampak kerusakan cukup parah.

Banjir bandang biasanya terjadi akibat gundulnya hutan dan rentan

terjadi di daerah pegunungan (Mulyanto, Parikesit & Utomo, 2012).

2. Jenis-Jenis Banjir

Menurut Mulyanto, Parikesit & Utomo (2012), banjir dibedakan

menjadi lima tipe antara lain sebagai berikut:

a. Banjir bandang
26

Banjir bandang yaitu banjir yang sangat berbahaya karena bisa

mengangkut apa saja. Banjir ini cukup memberikan dampak

kerusakan cukup parah. Banjir bandang biasanya terjadi akibat

gundulnya hutan dan rentan terjadi di daerah pergunungan.

b. Banjir air

Banjir air merupakan jenis banjir yang sangat umum terjadi

biasanya banjir ini terjadi akibat meluapnya air sungai, danau, atau

selokan. Karena intensitas banyak sehingga air tidak tertampung

dan meluap sehingga disebut banjir air.

c. Banjir lumpur

Banjir lumpur merupakan banjir yang mirip dengan banjir bandang

tapi banjir lumpur merupakan banjir yang keluar dalam bumi yang

sampai ke daratan. Banjir lumpur mengandung bahan yang

berbahaya dan bahan gas yang mempengaruhi kesehatan makhluk

hidup lainnya.

d. Banjir rob (banjir laut air pasang)

Banjir rob adalah banjir yang terjadi akibat air laut. Biasanya banjir

ini menerjang kawasan di wilayah sekitar pesisir pantai.

e. Banjir cileunang
27

Banjir cileunang mempunyai kemiripan dengan banjir air, tapi

banjir cileunang terjadi akibat deras hujan sehingga tidak

tertampung.

3. Penyebab Banjir Bandang

Menurut Mulyanto, Parikesit & Utomo (2012), pada umumnya

banjir bandang disebabkan oleh salah satu dari kejadian-kejadian di

bawah ini antara lain:

a. Hujan lebat

1) Hujan lebat yang terjadi di suatu daerah aliran sungai yang

tidak terlalu luas dan terkonsentrasi dengan cepat ke dalam

alur sungai pematusnya.

2) Hujan topik yang lebat, berlangsung cepat pada daerah yang

sudah jenuh oleh jatuhnya hujan sebelumnya, atau mempunyai

kapasitan resep yang kecil dan runoffnya cepat terkonsentrasi

ke dalam alur sungai pematusnya.

b. Rusak/ pecahnya tanggul

Banjir bandang juga dapat terjadi pada daerah bantaran ruas sungai

alluvial oleh pecahnya tanggul pelindung pada saat terjadi aliran

dengan evaluasi di atas bantaran sungai, karena suatu penyebab,

atau kegagalan sebuah bendungan buatan.

c. Penyebab alami
28

Penyebab banjir secara alami adalah sebagai berikut:

1) Curah hujan

2) Pengaruh fisiologis

3) Erosi dan sedimentasi

4) Kapasitas sungai

5) Kapasitas drainasi yang tidak memadai

6) Pengaruh air pasang

d. Akibat aktivitas manusia

1) Perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS)

2) Kawasan kumuh sampah

3) Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian

4) Kerusakan bangunan pengendali air

5) Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

6) Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami)

E. Konsep Kesiapsiagaan Bencana

1. Definisi Kesiapsiagaan

Menurut Nick Carter dalam LIPI-UNESCO/ISDR (2006),

kesiapsiagaan adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan

pemerintahan, organisasi-organisasi, masyarakat, komunitas dan

individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat

dan tepat guna. Tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana


29

penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan

personil.

2. Tujuan Kesiapsiagaan

Menurut Gregg dalam Dodon (2013) kesiapsiagaan bertujuan

untuk meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan

pencegahan yang efektif, tepat waktu, memadai, efisiensi untuk

tindakan tanggap darurat dan bantuan saat bencana.

3. Sifat Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan suatu komunitas selalu tidak terlepas sari aspek-

aspek lainnya dari kegiatan pengelolaan bencana (tanggap darurat,

pemulihan dan rekonstruksi, pencegahan dan mitigasi). Untuk

menjamin tercapainya suatu kegiatan kesiapsiagaan tertentu,

diperlukan berbagai langkah persiapan pra-bencana, sedangkan

keefektifan dari kesiapsiagaan masyarakat dapat dilihat dari

implementasi kegiatan tanggap darurat dan rekonstruksi pasca

bencana, harus dibangun juga mekanisme kesiapsiagaan dalam

menghadapi kemungkinan bencana berikutnya (LIPI-UNESCO/ISDR,

2006).

Selain itu juga perlu diperhatikan sifat kedinamisan dari suatu

kondisi kesiapsiagaan suatu komunitas. Tingkat kesiapsiagaan suatu


30

komunitas dapat menurun setiap data dengan berjedanya waktu dan

dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial-budaya, politik dan

ekonomi dari suatu masyarakat. Kerena itu sangat diperlukan untuk

selalu memantau dan mengetahui kondisi kesiapsiagaan suatu

masyarakat dan melakukan usaha-usaha untuk selalu menjaga dan

meningkatkan tingkat kesiapsiagaan tersebut (LIPI-UNESCO/ISDR,

2006).

4. Indikator Penilaian Kesiapsiagaan

Indikator yang akan digunakan untuk menilai kesiapsiagaan

bencana pada masyarakat diturunkan dari 4 parameter menurut LIPI-

UNESCO/ISDR (2006), yaitu:

a. Pengetahuan tentang bencana

Parameter pertama adalah pengetahuan dan kebijakan

terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama

dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang

dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian

masyarakat untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana,

terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah pesisir

yang rentan terhadap bencana alam.

b. Rencana kesiapsiagaan keluarga dari bencana

Parameter kedua adalah rencana untuk keadaan darurat

bencana alam. Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam

kesiapsiagaan tertentu berkaitan dengan evakuasi, pertolongan


31

dan penyelamatan, agar korban bencana dapat diminimalkan.

Upaya ini sangat konkrit, tertentu pada saat terjadi bencana dan

hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari

pemerintahan dan dari pihak luar datang.

c. Peringatan bencana

Paremeter ke tiga berkaitan dengan sistem peringatan

bencana. Sistem ini meliputi tanda peringatan dan distribusi

informasi akan terjadinya bencana. Dengan peringatan bencana

ini, masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat untuk

mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan.

Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi, apa yang harus

dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana

harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan

lokasi dimana masyarakat sedang berada saat terjadinya

peringatan.

d. Mobilisasi sumber daya

Parameter ke empat yaitu mobilisasi sumber daya. Sumber

daya yang tersedia, baik sumber daya manusia (SDM), maupun

pendanaan dan sarana prasarana penting untuk keadaan darurat

merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya

menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu,

mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial.


BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini disusun berdasarkan konsep resiliensi pada

lansia untuk variabel independen. Sedangkan variabel dependen, yaitu konsep

kesiapsiagaan bencana oleh LIPI-UNESCO/ISDR (2006) yang menyebutkan

bahwa indikator kesiapsiagaan bencana pada individu/rumah tangga terdiri

dari pengetahuan tentang bencana, rencana kesiapsiagaan keluarga dari

bencana, peringatan bencana, dan mobilisasi sumber daya.

Berdasarkan uraian diatas, kerangka konsep dalam penelitian ini dapat

dilihat pada skema berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Resiliensi pada Lansia Kesiapsiagaan Bencana:


1. Pengetahuan tentang bencana
2. Rencana kesiapsiagaan keluarga
dari bencana
3. Peringatan bencana
4. Mobilisasi sumber daya

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

32
33

B. Hipotesa Penelitian

1. Ho: Tidak ada hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana pada

lansia yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di

Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

2. Ho: Tidak ada hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau

dari indeks pengetahuan tentang bencana pada lansia yang bertempat

tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali

Kabupaten Aceh Tengah.

3. Ho: Tidak ada hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau

dari indeks rencana kesiapsiagaan keluarga dari bencana pada lansia yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

4. Ho: Tidak ada hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau

dari indeks peringatan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah.

5. Ho: Tidak ada hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau

dari indeks mobilisasi sumber daya pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah.
34

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel/ Definisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil Ukur


Sub Variabel Operasional Ukur

1. Resiliensi Kemampuan lansia Kuesioner Angket Ordinal Tinggi


pada Lansia untuk mengatasi Elderly x ≥ 79
dan beradaptasi Resilience
terhadap bencana Scale yang Rendah
yang pernah terdiri dari x < 79
dirasakan dalam 23
kehidupan lansia. pertanyaan
dalam
bentuk
skala likert.

2. Kesiapsia- Tindakan-tindakan Kuesioner Angket Ordinal Sangat


gaan Bencana persiapan yang oleh LIPI siaga
dilakukan lansia UNESCO/I 80-100
untuk mengurangi SDR (2006)
risiko bencana dan yang terdiri Siaga
mampu dari 27 65-79
menanggapi suatu pertanyaan.
situasi bencana Hampir
secara cepat dan siaga
tepat guna, yang 55-64
meliputi
pengetahuan, Kurang
perencanaan, sistem siaga
peringatan bencana, 40-54
dan kemampuan
mobilisasi sumber Belum siaga
daya pada lansia. 0-39

Pengetahuan Segala sesuai yang Kuesioner Angket Ordinal Sangat siap


tentang dipahami oleh oleh LIPI 80-100
bencana lansia mengenai UNESCO/I
bencana khususnya SDR (2006) Siap
banjir bandang, yang terdiri 65-79
meliputi definisi, dari 14
penyebab, akibat, pertanyaan Hampir siap
ciri-ciri, tindakan, 55-64
gejala munculnya
bencana, dan
35

No Variabel/ Definisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil Ukur


Sub Variabel Operasional Ukur

sumber informasi Kurang siap


terkait bencana. 40-54

Belum siap
0-39

Rencana Persiapan yang Kuesioner Angket Ordinal Sangat siap


kesiapsiagaan dilakukan lansia oleh LIPI 80-100
keluarga dari dan keluarga dalam UNESCO/I
bencana menghadapi SDR (2006) Siap
keadaan darurat yang terdiri 65-79
bencana khususnya dari 3
banjir bandang, pertanyaan Hampir siap
meliputi peralatan 55-64
dan perlengkapan,
mengikuti simulasi Kurang siap
dan pelatihan 40-54
penyelamatan diri,
mempelajari alur Belum siap
atau arah evakuasi. 0-39

Sistem Kemampuan lansia Kuesioner Angket Ordinal Sangat siap


peringatan dalam mengetahui oleh LIPI 80-100
bencana adanya tanda atau UNESCO/I
peringatan bahwa SDR (2006) Siap
akan terjadi yang terdiri 65-79
bencana khususnya dari 5
banjir bandang pertanyaan Hampir siap
yang bersumber 55-64
dari televisi, radio,
internet, dan media Kurang siap
lainnya. 40-54

Belum siap
0-39

Mobilisasi Segala upaya lansia Kuesioner Angket Ordinal Sangat siap


sumber daya untuk oleh LIPI 80-100
meningkatkan UNESCO/I
kemampuan SDR (2006) Siap
mobilisasi sumber yang terdiri 65-79
daya saat terjadi dari 5
bencana khususnya pertanyaan Hampir siap
banjir bandang,
36

No Variabel/ Definisi Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil Ukur


Sub Variabel Operasional Ukur

meliputi sosialisasi 55-64


kesiapsiagaan,
pelatihan, dan Kurang siap
adanya simpanan 40-54
yang dimiliki oleh
lansia atau Belum siap
keluarga. 0-39
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif

korelatif yaitu penelitian atau penelaahan hubungan antar dua variabel pada

sekelompok subjek (Notoatmodjo, 2010). Tujuannya penelitian ini adalah

untuk melihat hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia

yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional study, yaitu penelitian dimana pengambilan data terhadap variabel

penelitian dilakukan hanya pada satu waktu (Dharma, 2011).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada di suatu wilayah

dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian

(Sugiyono, 2011). Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah

seluruh lansia yaitu sebanyak 35 orang yang bertempat tinggal di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

37
38

2. Sampel

a. Jumlah Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili populasi (Riyanto, 2013). Perhitungan jumlah sampel dalam

penelitian ini menggunakan rumus Slovin yang dikutip dari Riyanto

(2013) sebagai berikut:

N
n= 2
1+ N ( d )

Keterangan:

N : jumlah populasi

d : derajat presisi (error level 5% = 0.05)

n : jumlah sampel

maka,

N
n= 2
1+ N ( d )

35
n= 2
1+35 (0,05 )

35
n=
1+35 (0,0025)

35
n=
1,0875

n=32,1

n=32

Jadi, total sampel dalam penelitian ini adalah 32 responden.


39

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini

yaitu metode snow ball sampling, dimana sampel diperoleh melalui

proses bergulir dari satu responden ke responden lainnya, yakni 32

orang lansia yang ada di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:

1) Lansia berusia ≥ 60 tahun.

2) Bersedia menjadi responden.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

Pengumpulan data penelitian dilakukan pada tanggal 25 Agustus – 1

September 2020.

D. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan metode angket. Akan

tetapi, mengingat responden yang disertakan dalam penelitian ini adalah

lansia, maka peneliti berinisiatif untuk membacakan isi kuesioner kepada

lansia dengan maksud mempermudah lansia untuk menjawab pertanyaan.

Peneliti tetap bersifat netral dan tidak mengarahkan jawaban responden.

Adapun kuesioner tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu:


40

1. Bagian A merupakan alat pengumpulan data karakteristik responden yang

terdiri dari data demografi responden lansia di Desa Ratawali Kabupaten

Aceh Tengah yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,

pekerjaan, dan status perkawinan.

2. Bagian B merupakan kuesioner Elderly Resilience Scale oleh Maneerat

dalam Satria, Isaramalai dan Komjakraphan (2017) untuk mengukur

variabel resiliensi pada lansia. Kuesioner ini merupakan alat ukur baku

yang terdiri dari 23 pernyataan positif dalam bentuk skala likert, yaitu

dengan 4 pilihan jawaban diantaranya sangat setuju dengan skor 4,

lumayan setuju dengan skor 3, setengah setuju dengan skor 2 dan tidak

setuju dengan skor 1.

3. Bagian C merupakan kuesioner dari LIPI-UNESCO/ISDR (2006) untuk

mengukur variabel kesiapsiagaan bencana pada lansia. Kuesioner ini

merupakan alat ukur baku yang terdiri dari 27 pertanyaan positif.

Kuesioner kesiapsiagaan bencana tersebut mengandung empat indeks

meliputi indeks pengetahuan tentang bencana berjumlah 14 pertanyaan

(nomor 1-14), indeks rencana kesiapsiagaan keluarga dari bencana

berjumlah 3 pertanyaan (nomor 15-17), indeks peringatan bencana

berjumlah 5 pertanyaan (nomor 18-22), dan indeks mobilisasi sumber daya

berjumlah 5 pertanyaan (nomor 23-27). Pada sebagian pertanyaan terdapat

tiga pilihan jawaban, yaitu “ya” yang diberikan skor 2, “tidak” yang

diberikan skor 1 dan “tidak tahu” yang diberikan skor 0. Sebagian


41

pertanyaan lagi terdapat dua pilihan jawaban, yaitu “ya” yang diberikan

skor 2 dan “tidak” diberikan skor 1.

E. Etika Penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak manusia selama dan

setelah melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melindungi hak-

hak responden sebagai seorang manusia dengan mempertimbangkan prinsip-

prinsip etik dalam penelitian. Polit dan Beck (2011) menyebutkan bahwa, ada 3

prinsip etik yang harus dipenuhi oleh seorang peneliti, yaitu:

1. Beneficience

Prinsip ini memberi makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat serta tidak merugikan subjek penelitian.

Penelitian ini tidak akan memberikan penderitaan maupun kerugian bagi

responden. Semua informasi tidak dibeberkan secara terbuka kepada orang

lain dengan tetap menjaga kerahasiaan. Untuk menjaga kerahasiaan,

peneliti tidak menuliskan nama responden di lembar kuesioner, cukup

dengan diberikan kode saja.

2. Human dignity

Peneliti tetap menghormati hak responden untuk menentukan keikut

sertaannya dalam mengisi kuesioner. Sebelum proses pengumpulan data

dilakukan, diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang penelitian yang

akan dilakukan kepada responden. Setelah responden bersedia untuk

berpartisipasi dalam penelitian, peneliti akan menconteng lembar

kesediaan menjadi responden sebagai bukti kesediaan menjadi responden.


42

3. Justice

Prinsip ini diterapkan dengan cara memperlakukan setiap responden

sama. Semua lansia di Desa Ratawali memiliki hak yang sama untuk

menjadi responden. Dalam penelitian ini, peneliti sangat memperhatikan

keadilan antar responden dari segi informasi yang disampaikan. Selain itu,

pertanyaan dan penjelasan yang diberikan ke responden juga sama

jumlahnya sehingga responden mendapatkan informasi yang merata.

F. Uji Instrumen

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang

digunakan dapat mengukur hal yang ingin diukur atau tidak (Notoadmojo,

2010). Suatu item pertanyaan/instrumen dikatakan valid apabila r hitung≥r

tabel, sebaliknya bila r hitung < r tabel maka pernyataan tersebut tidak

valid (Priyanto, 2008). Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji

validitas pada kedua kuesioner yang digunakan. Hal ini dikarenakan kedua

kuesioner telah baku. Kuesioner kesiapsiagaan masyarakat oleh LIPI

UNESCO/ISDR (2006) sendiri telah diuji di tiga wilayah di Sumatera,

yaitu di Kabupaten Aceh Besar, Kota Padang, dan Kota Bengkulu

sehingga sudah dikatakan valid. Sedangkan kuesioner Elderly Resilience

Scale yang digunakan pada penelitian ini sebelumnya juga sudah


43

digunakan pada penelitian lain dan telah dilakukan uji validitas konten

oleh 3 orang ahli (Satria, Isaramalai, dan Komjakraphan, 2018).

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi alat ukur,

apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika

pengukuran tersebut diulang. Suatu instrumen/kuesioner dapat dikatakan

reliable bila nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari r kritis product

moment (r tabel) (Priyanto, 2008). Kuesioner Elderly Resilience Scale

merupakan instrumen baku yang sudah reliable dengan nilai Cronbach’s

Alpha 0.94 (Maneerat, Isaramalai & Boonyasopun, 2019). Sedangkan

kuesioner Kesiapsiagaan Bencana juga merupakan instrumen baku yang

sudah reliable dengan nilai Cronbach’s Alpha 0.8 (LIPI-UNESCO/ISDR,

2006).

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Tahap persiapan pengumpulan data

Sebelum proses pengumpulan data dilakukan, terlebih dahulu

dilakukan uji etik untuk memastikan penelitian yang dilakukan sesuai

dengan prinsip etik. Uji etik dilakukan oleh Komite Etik Fakultas

Keperawatan Universitas Syiah Kuala dan diterbitikan dengan nomor/kode

penelitian 111019120820.
44

Setelah penelitian ini lulus uji etik, penyelesaian proses administrasi

dilakukan dengan cara mendapatkan surat izin dari Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Syiah Kuala dan izin dari Geuchik Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

2. Tahap melakukan pengumpulan data

Setelah mendapatkan izin dari Geuchik Desa Ratawali dan meminta

bantuan kader untuk memudahkan peneliti menjumpai responden, peneliti

melakukan pengumpulan data terhadap responden dengan tahap sebagai

berikut:

a. Peneliti menghubungi calon responden via telepon genggam, dimana

nomor telepon responden yang pertama dihubungi diperoleh dari kader

dan nomor telepon responden berikutnya diperoleh dari responden

sebelumnya yang dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

Metode ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mematuhi protokol

kesehatan di masa pandemi COVID-19 sehingga peneliti mencegah

aktivitas berkumpul dan bertemu lansia yang kondisi imunitas

tubuhnya juga sudah mengalami penurunan. Peneliti kemudian

memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan penelitian kepada calon

responden dan menerangkan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan

resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun

psikis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan

tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian, serta


45

data-data yang diperoleh dari responden hanya akan digunakan untuk

kepentingan penelitian.

b. Setelah memberikan penjelasan tentang tujuan dari penelitian ini,

selanjutnya peneliti akan meminta kesediaan lansia tersebut untuk

menjadi responden dengan membacakan lembar permohonan menjadi

responden via telepon. Bila responden setuju, maka peneliti

mencentang tanda setuju pada lembar persetujuan / informed consent

yang telah disediakan.

c. Setelah surat persetujuan penelitian telah dicentang, selanjutnya

peneliti melakukan pengumpulan data dengan metode angket secara

daring melalui telepon pada responden untuk melakukan pengisian

kuesioner.

d. Setelah kuesioner terisi seluruhnya, kemudian peneliti memeriksa

kembali kelengkapan data kuesioner penelitian. Bila ada data yang

tidak lengkap, peneliti kembali menanyakan kepada responden untuk

melengkapi data tersebut.

e. Selanjutnya, peneliti bertanya kepada responden terkait nomor telepon

lansia lain yang ada di desa tersebut sesuai dengan kriteria inklusi yang

digunakan pada penelitian ini. Lalu peneliti kembali menghubungi

calon responden selanjutnya dan melakukan langkah dan metode yang

sama.

f. Setelah penelitian dilakukan dan seluruh data terkumpul, selanjutnya

peneliti akan melaporkan kembali kepada Geuchik Desa Ratawali


46

untuk mendapatkan surat keterangan telah selesai melakukan

penelitian.

H. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2010), pengolahan data dapat dilakukan melalui

beberapa tahap, yaitu:

1. Editing

Setelah data terkumpulkan, maka perlu dilakukan pemeriksaan

kembali terhadap instrumen pengumpulan data (lembar kuesioner), yang

meliputi kelengkapan identitas responden dan memastikan semua item

pernyataan kuesioner sudah diisi secara lengkap.

2. Coding

Untuk memperoleh pengolahan, semua jawaban yang telah diisi

diberikan kode. Kode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kode responden yang diawali dengan kode 01 untuk responden pertama

dan seterusnya.

3. Transferring

Kode data akan disusun secara berurutan dari responden pertama

sampai dengan responden yang terakhir untuk dimasukkan ke dalam tabel

sesuai dengan sub-variabel yang diteliti.

4. Tabulating
47

Jawaban responden kemudian dikelompokkan berdasarkan domain

yang telah dibuat untuk setiap sub-variabel yang diukur dan selanjutnya

dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi.

I. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisa

univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari setiap

variabel (Notoatmodjo, 2010). Jadi dalam analisa univariat ini akan

diperoleh distribusi frekuensi dan persentase dari variabel resiliensi pada

lansia dan kesiapsiagaan bencana. Untuk menentukan frekuensi setiap

variabel dengan menggunakan rumus berikut:

fi
P= x 100 %
n

Keterangan:

P : Persentase

fi : Frekuensi teramati

n : Jumlah responden yang telah menjadi sampel

Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), analisis setiap subvariabel

kesiapsiagaan bencana pada penelitian ini menggunakan indeks. Indeks

merupakan angka perbandingan antara satu bilangan dengan bilangan lain

yang berisi informasi tentang suatu karakteristik tertentu pada waktu dan
48

tempat yang sama atau berlanan. Agar lebih sederhana, nilai perbandingan

tersebut dikalikan 100. Angka indeks dalam penelitian ini meliputi indeks

per parameter/per sub variabel. Semakin tinggi indeks, semakin tinggi pula

tingkatan kesiapsiagaan dari subjek yang diteliti. Tingkat kesiapsiagaan

lansia dalam kajian ini dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu:

Tabel 4.1
Indeks Tingkat Kesiapsiagaan

No Nilai Indeks Kategori


.
1 80-100 Sangat siaga
2 65-79 Siaga
3 55-64 Hampir siaga
4 40-54 Kurang siaga
5 0-39 Belum siaga

Penentuan nilai indeks untuk setiap parameter dihitung berdasarkan rumu

yang dikembangkan oleh LIPI-UNESCO/ISDR (2006), yaitu sebagai

berikut:

Total skor riil parameter


Indeks = x 100
Skor maksimum parameter

Setelah dihitung indeks parameter kemudian dapat ditentukan nilai indeks

gabungan parameter. Indeks gabungan dihitung menggunakan rumus:

I = 0,45*indeksKA + 0,35*indeksEP + 0,15*indeksRMC +

0,05*indeksWS

Keterangan:
49

I : Indeks

KA : Pengetahuan tentang bencana

EP : Rencana tanggap darurat

WS : Mobilisasi sumberdaya

RMC : Sistem peringatan bencana

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menilai hubungan variabel

dependen dengan variabel independen. Uji chi square dilakukan untuk

melakukan analisis hubungan variabel kategorik dengan variabel

kategorik, dimana variabel kategorik merupakan hasil

klasifikasi/penggolongan (Hastono, 2017). Dalam perhitungan statistik,

analisa variabel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program

komputer yang diinterpretasikan dalam nilai probabilitas (p-value).

Menurut Dahlan (2012), nilai p dapat digunakan untuk keputusan uji

statistik dengan cara membandingkan nilai p dengan nilai∝(alpha).

Ketentuan yang berlaku, yaitu:

a. Bila p-value > 0,05 maka Ho diterima.

b. Bila p-value ≤0,05 maka Ho ditolak.

Menurut Hastono (2017) terdapat beberapa ketentuan dalam uji chi

square yaitu:

a. Bila pada tabel kontigensi lebih dari 2x2, misalnya 2x3, 3x3 dan

seterusnya, maka digunakan nilai “Pearson Chi-Square”.


50

b. Bila pada tabel kontigensi 2x2, tidak dijumpai nilai e (harapan) < 5

lebih dari 20%, maka digunakan nilai “Continuity Correction”.

c. Bila pada tabel kontigensi 2x2, dijumpai nilai e (harapan) < 5 lebih

dari 20%, maka digunakan nilai “Fisher’s Exact Test”.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan selama tujuh hari yang

dimulai dari 25 Agustus 2020 – 1 September 2020 di Desa Ratawali

Kabupaten Aceh Tengah yang melibatkan 32 responden dari 35 populasi

lansia. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner

baku yang telah dikembangkan dari kuesioner Elderly Resilience Scale oleh

Maneerat dalam Satria, Isaramalai, dan Komjakraphan (2018) serta kuesioner

Kesiapsiagaan Bencana oleh LIPI-UNESCO/ISDR (2006). Hasil penelitian

yang didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik Responden Penelitian

Distribusi data demografi responden pada penelitian ini diklasifikasikan

berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan dan status

perkawinan sebagaimana yang tergambar pada tabel berikut.

Tabel 5.1
Distribusi Data Demografi Lansia di Desa Ratawali
Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020 (n=32)

No Kategori Frekuensi Persentase


1 Usia
1) Usia lanjut (60-74 29 90.6
Tahun) 3 9.4
2) Usia tua (75-90 Tahun) 32 100
Total
2 Jenis kelamin
1) Laki-laki 15 46.9
2) Perempuan 17 53.1
52

No Kategori Frekuensi Persentase


Total 32 100

3 Pendidikan terakhir
1) SD/Sederajat 8 25
2) SMP/Sederajat 15 46.9
3) SMA/Sederajat 9 28.1
Total 32 100
4 Pekerjaan
1) Petani/Buruh 7 21.9
2) Wiraswasta 3 9.4
3) Pensiunan 8 25
4) Ibu Rumah Tangga (IRT) 11 34.4
5) Lainnya 3 9.4
Total 32 100
5 Status Perkawinan
Kawin 32 100
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.1 diatas, diketahui mayoritas responden berusia

pada kategori usia lanjut (90.6%) dan sebagian dari responden berjenis

kelamin perempuan (53.1%). Sebanyak 46.9% responden dalam

penelitian ini memiliki pendidikan terakhir pada tingkatan

SMP/sederajat, sebanyak 34.4% berprofesi sebagai ibu rumah tangga,

dan seluruh responden memiliki status perkawinan kawin (100%).

2. Gambaran Tingkat Resiliensi Lansia di Desa Ratawati Kabupaten Aceh

Tengah Tahun 2020

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Resiliensi pada Lansia di Desa Ratawali
Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020 (n=32)

No Kategori Frekuensi Persentase


1 Tinggi 23 71.9
2 Rendah 9 28.1
Total 32 100
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)
53

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dapat diketahui mayoritas responden

memiliki tingkat resiliensi pada kategori tinggi yaitu sebanyak 23 orang

(71.9%).

3. Gambaran Indeks Pengetahuan Bencana pada Lansia di Desa Ratawali

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Indeks Pengetahuan Bencana (KAP)
pada Lansia di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah
Tahun 2020 (n=32)

No Kategori Frekuensi Persentase


1 Sangat siap 5 15.6
2 Siap 16 50
3 Hampir siap 8 25
4 Kurang siap 3 9.4
5 Belum siap 0 0
Total 32 100
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat diketahui bahwa sebagian

responden memiliki pengetahuan tentang bencana pada kategori siap

yaitu sebanyak 16 orang (50%) dan sebanyak 3 orang (9.4%) dalam

kategori kurang siap. Diketahui juga nilai indeks rata-rata untuk

pengetahuan terkait bencana sebesar 68.04% dalam kategori siap.


54

4. Gambaran Indeks Rencana Kesiapsiagaan Keluarga dari Bencana pada

Lansia di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Indeks Rencana Kesiapsiagaan Keluarga
dari Bencana (EP) pada Lansia di Desa Ratawali
Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020 (n=32)

No Kategori Frekuensi Persentase


1 Sangat siap 8 25
2 Siap 17 53.1
3 Hampir siap 5 15.6
4 Kurang siap 2 6.3
5 Belum siap 0 0
Total 32 100
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat diketahui sebagian responden

pada penelitian ini memiliki rencana kesiapsiagaan keluarga dari bencana

pada kategori siap yaitu sebanyak 17 responden (53.1%). Diketahui juga

nilai indeks rata-rata untuk rencana kesiapsiagaan keluarga dari bencana

sebesar 73.44% dalam kategori siap.

5. Gambaran Indeks Peringatan Bencana pada Lansia di Desa Ratawali

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Indeks Peringatan Bencana (WS) pada
Lansia di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020
(n=32)

No Kategori Frekuensi Persentase


1 Sangat siap 9 28.1
2 Siap 12 37.5
3 Hampir siap 6 18.8
4 Kurang siap 4 12.5
5 Belum siap 1 3.1
Total 32 100
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)
55

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 12

responden (37.5%) memiliki indeks peringatan bencana pada kategori

siap dan hanya 1 responden (3.1%) pada kategori belum siap. Diketahui

nilai indeks rata-rata untuk peringatan bencana sebesar 71.1% dalam

kategori siap.

6. Gambaran Indeks Mobilisasi Sumber Daya pada Lansia di Desa Ratawali

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Indeks Mobilisasi Sumber Daya (RMC) pada
Lansia di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020
(n=32)

No Kategori Frekuensi Persentase


1 Sangat siap 7 21.9
2 Siap 12 37.5
3 Hampir siap 10 31.3
4 Kurang siap 3 9.4
5 Belum siap 0 0
Total 32 100
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 12

responden (37.5%) memiliki indeks mobilisasi sumber daya pada

kategori siap. Selanjutnya, diketahui nilai indeks rata-rata untuk

mobilisasi sumber daya sebesar 68.6% dalam kategori siap.


56

7. Gambaran Indeks Kesiapsiagaan Bencana pada Lansia di Desa Ratawali

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020

Tabel 5.7
Indeks Kesiapsiagaan Bencana pada Lansia di Desa Ratawali
Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2020 (n=32)

No Kategori Frekuensi Persentase


1 Siaga 25 78.1
2 Hampir siaga 7 21.9
Total 32 100
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas

responden dalam penelitian ini memiliki kesiapsiagaan bencana pada

kategori siaga yaitu sebanyak 25 orang (78.1%). Penelitan ini juga

mendapatkan nilai indeks rata-rata untuk kesiapsiagaan bencana sebesar

70.2% dalam kategori siaga.

8. Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana pada Lansia yang

Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Tabel 5.8
Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana pada Lansia
yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang
di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Kesiapsiagaan Bencana
p-
No Resiliensi pada Lansia Siaga Hampir Siaga Total x2
value
f % f %
1 Rendah 3 33.3 6 66.7 9
14.7 0.001
2 Tinggi 22 95.7 1 4.3 23
Total 25 78.1 7 21.9 32
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)
57

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa dari hasil uji hipotesis yang

dilakukan, didapatkan p-value = 0.001 di mana nilai tersebut < α,

sehingga secara statistik dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak. Nilai chi

square hitung = 14.7 dimana nilai tersebut > chi squre tabel (3.84),

sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hasil

tersebut, dapat disampaikan bahwa ada hubungan antara resiliensi

dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten

Aceh Tengah.

9. Hubungan Resiliensi dengan Indeks Pengetahuan tentang Bencana pada Lansia

yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Tabel 5.9
Hubungan Resiliensi dengan Indeks Pengetahuan tentang Bencana
pada Lansia yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana
Banjir Bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Indeks Pengetahuan tentang Bencana p-


Resiliensi Total
No Sangat Siap Siap Hampir Siap Kurang Siap value
pada Lansia
f % f % f % f %
1 Rendah 0 0 4 44.5 2 22.2 3 33.3 9
0.021
2 Tinggi 5 21.7 12 52.2 6 26.1 0 0 23
Total 5 15.6 16 50.0 8 25.0 3 9.4 32
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari hasil uji hipotesis

didapatkan p-value = 0.021 di mana nilai tersebut < α, sehingga secara

statistik dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Nilai chi square hitung =

9.739 dimana nilai tersebut > chi square tabel (7.81), sehingga dapat
58

disimpulkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut, dapat

disampaikan bahwa ada hubungan antara resiliensi dengan

kesiapsiagaan bencana ditinjau dari indeks pengetahuan tentang

bencana pada lansia yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana

banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.

10. Hubungan Resiliensi dengan Indeks Rencana Kesiapsiagaan Keluarga dari

Bencana pada Lansia yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana

Banjir Bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Tabel 5.10
Hubungan Resiliensi dengan Indeks Rencana Kesiapsiagaan
Keluarga dari Bencana pada Lansia yang Bertempat Tinggal di
Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa Ratawali
Kabupaten Aceh Tengah

Indeks Rencana Kesiapsiagaan Keluarga p-


Resiliensi Total
No Sangat Siap Siap Hampir Siap Kurang Siap value
pada Lansia
f % f % f % f %
1 Rendah 1 11.1 2 22.2 4 44.5 2 22.2 9
0.002
2 Tinggi 7 30.5 15 65.2 1 4.3 0 0 23
Total 8 25.0 17 53.1 5 15.6 2 6.3 32
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa dari hasil uji hipotesis

yang dilakukan, didapatkan p-value = 0.002 di mana nilai tersebut < α,

sehingga secara statistik dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak. Nilai chi

square hitung = 14.984 dimana nilai tersebut > chi square tabel (7.81),

sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hasil

tersebut, dapat disampaikan bahwa ada hubungan resiliensi dengan

kesiapsiagaan bencana ditinjau dari indeks rencana kesiapsiagaan


59

keluarga dari bencana pada lansia yang bertempat tinggal di daerah

rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah.

11. Hubungan Resiliensi dengan Indeks Peringatan Bencana pada Lansia yang

Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Tabel 5.11
Hubungan Resiliensi dengan Indeks Peringatan Bencana pada Lansia
yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang
di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

p-
Indeks Peringatan Bencana Total
value
Resiliensi
No Sangat Siap Hampir Kurang Belum Siap
pada Lansia
Siap Siap Siap
f % f % f % f % f %
1 Rendah 0 0 1 22.2 4 44.4 3 33.3 1 11.1 9
0.002
2 Tinggi 9 39.1 11 47.8 2 8.7 1 4.4 0 0 23
Total 9 28.1 12 37.5 6 18.8 4 12.5 1 3.1 32

Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa dari hasil uji hipotesis

didapatkan p-value = 0.002 di mana nilai tersebut < α, sehingga secara

statistik dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Nilai chi square hitung =

17.159 dimana nilai tersebut > chi square tabel (9.49), sehingga dapat

disimpulkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut, dapat

disampaikan bahwa ada hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan

bencana ditinjau dari indeks peringatan bencana pada lansia yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.


60

12. Hubungan Resiliensi dengan Indeks Mobilisasi Sumber Daya pada Lansia

yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Tabel 5.12
Hubungan Resiliensi dengan Indeks Mobilisasi Sumber Daya pada
Lansia yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir
Bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

p-
Indeks Mobilisasi Sumber Daya Total
value
Resiliensi
No
pada Lansia Sangat Siap Siap Hampir Siap Kurang Siap
f % f % f % f %
1 Rendah 0 0 0 0 6 66.7 3 33.3 9
0.0001
2 Tinggi 7 30.4 12 52.2 4 17.4 0 0 23
Total 7 21.9 12 37.5 10 31.3 3 9.4 32
Sumber: Data Primer (Diolah, 2020)

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa dari hasil uji hipotesis

didapatkan p-value = 0.0001 di mana nilai tersebut < α, sehingga secara

statistik dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Nilai chi square hitung =

20.128 dimana nilai tersebut > chi squre tabel (7.81), sehingga dapat

disimpulkan bahwa H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut, dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan

bencana ditinjau dari indeks mobilisasi sumber daya pada lansia yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah.


61

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengumpulan data, maka pembahasan hubungan

resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah tahun 2020 adalah sebagai berikut:

1. Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana pada Lansia


yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang
di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Pada penelitian ini, didapatkan 6 dari 9 responden lansia yang

memiliki resiliensi pada kategori rendah memiliki tingkat kesiapsiagaan

bencana pada kategori hampir siaga dan dari total 23 responden dengan

tingkat resiliensi tinggi, 22 diantaranya memiliki tingkat kesiapsiagaan

bencana pada kateogri siaga. Hasil uji statistik didapatkan terdapat

hubungan antara resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia

yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah (p-value 0.001).

Resiliensi merupakan kapasitas personal yang mempengaruhi

kemampuan untuk pulih dari kesulitan atau kemalangan sehingga secara

ideal dapat beradaptasi dengan positif untuk kembali kepada kehidupan

yang memuaskan setelah menghadapi situasi yang sulit (McClain, Gullat

& Lee, 2018). Meningkatkan resiliensi merupakan hal yang penting

karena dapat memberikan pengalaman yang baik bagi manusia dalam


62

menghadapi tantangan dan kesulitan hidup. Hasil positif yang terkait

dengan resiliensi adalah berkurangnaya efek negatif dari stres,

peningkatan kemampuan beradaptasi, dan yang terpenting adalah

pengembangan koping yang lebih efektif untuk menghadapi perubahan

dan kesulitan pada masa kini dan masa mendatang (Utami & Helmi,

2017).

Resiliensi yang baik perlu dimiliki oleh lansia sebagai kelompok

khusus yang sangat rentan mengalami keterpurukan. Secara biologis,

lansia akan mengalami perubahan dan sel-sel tubuhnya akan mengalami

penuaan. Proses ini juga diikuti dengan penurunan kualitas fisik, mental,

moral, kesehatan dan potensi diri. Akan tetapi, penelitian ini menemukan

bahwa lansia memiliki tingkat resiliensi yang tinggi. Hasil ini juga

didukung oleh penelitian lainnya dimana penelitian tersebut mendapatkan

banyak lansia yang memiliki tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup

yang baik, tingkat stres yang rendah, mudah pulih dari kesulitan, dan

menganggap diri mereka menua dengan proses yang baik meskipun

mengalami kondisi kronis (MacLeod, Musich, Hawkins, Alsgaard &

Wicker, 2016). Sebuah tulisan yang digarap oleh Edwards, Hall & Zautra

(2015) juga menyatakan pada kenyataannya, seorang lansia memiliki

tingkat kesejahteraan subjektif dengan tingkat yang lebih tinggi daripada

individu dengan kelompok usia lainnya. Hal ini dikarenakan lansia lebih

memiliki kesempatan untuk memiliki pemikiran resiliensi (resilience

thinking) sehingga memberi kemampuan bagi mereka untuk pulih dari


63

kemalangan dan memberikan kesempatan untuk terus mencapai tujuan

berkelanjutan.

Pada penelitian ini, peneliti meyakini bahwa tingginya tingkat

resiliensi yang dimiliki lansia pada penelitian ini tidak luput dari adanya

kepercayaan spiritual yang tinggi dari lansia tersebut sebagai kekuatan

yang menjadi tempat mereka bertahan dari permasalahan yang dihadapi.

Hal ini dibuktikan dengan terdapat 96.9% lansia yang sangat setuju

bahwa mereka sering berdoa untuk kehidupan yang bahagia, 43.8%

lumayan setuju bahwa mereka sering ikut serta dalam praktik keagamaan

secara teratur, 71.9% sangat setuju bahwa mereka selalu mengandalkan

kepercayaan spiritual, dan 62.5% lumayan setuju bahwa mereka sering

menggunakan doktrin agama dalam memecahkan masalah. Hal ini juga

didukung oleh data bahwa keseluruhan responden dalam penelitian ini

juga beragama Islam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Manning (2013) dimana penelitian tersebut membuktikan bahwa

individu kerap kali menggunakan aspek spiritual di diri mereka sebagai

alat untuk memelihara resiliensi di dalam diri mereka. Selain itu, lansia

yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas berada pada usia

lanjut (60-74 tahun) yaitu sebanyak 90.6% sehingga masih

memungkinkan untuk mereka berpikir rasional dan meningkatkan

kemampuan untuk beresiliensi.

Penelitian ini juga menemukan bahwa resiliensi pada lansia yang

tinggal di kawasan rawan bencana banjir bandang berhubungan dengan


64

kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Sebuah tulisan oleh National

Research Council (2012) menyatakan bahwa meningkatkan resiliensi

dapat memungkinkan seseorang memiliki kemampuan lebih untuk

mengantisipasi bencana dan membuat perencanaan yang lebih baik

sehingga dapat mengurangi kerugian akibat bencana. Meskipun bencana

akan terus terjadi, terlebih pada individu yang tinggal di kawasan rawan

bencana, namun dengan meningkatkan resiliensi dapat mengurangi

banyak beban personal, sosial, dan ekonomi yang dapat muncul akibat

bencana. Dengan meningkatkan resiliensi diri, seseorang individu dapat

mempersiapkan, merencanakan, bahkan beradaptasi dengan lebih optimal

pada kejadian buruk yang mungkin dialami.

Peneliti berpendapat bahwa adanya hubungan antara resiliensi dengan

kesiapsiagaan bencana pada lansia di kawasan rawan bencana banjir

bandang dapat terjadi ketika seorang individu telah memiliki resiliensi

yang baik, maka individu tersebut akan memiliki kemampuan yang lebih

tinggi untuk mempersiapkan kondisi buruk yang akan terjadi dan mampu

beradaptasi terhadap hal tersebut. Ketika keyakinan ini sudah muncul di

dalam diri, maka akan lebih mudah bagi seorang individu untuk

memahami dan melakukan persiapan-persiapan sebelum kondisi buruk

itu terjadi, termasuk bencana banjir bandang yang dapat terjadi secara

tiba-tiba tanpa gejala bumi yang spesifik. Oleh karena itu, walaupun

lansia merupakan kelompok yang rentan ketika terjadi bencana, namun

jika lansia tersebut memiliki tingkat resiliensi yang tinggi, lansia juga
65

dapat berdaya dalam mempersiapkan diri mereka bahkan keluarganya

untuk bersiap menghadapi bencana terutama banjir bandang dan juga

bencana-bencana lainnya.

2. Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana Ditinjau dari


Indeks Pengetahuan tentang Bencana pada Lansia yang Bertempat
Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa
Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

Pada penelitian ini, didapatkan 4 dari 9 responden lansia memiliki

tingkat resiliensi pada kategori rendah dan memiliki indeks pengetahuan

tentang bencana pada kategori siap, sedangkan dari total 23 responden

yang memiliki ringkat resiliensi pada kategori tinggi sebanyak 12

responden yang memiliki indeks pengetahuan tentang bencana pada

kategori siap. Hasil uji statistik didapatkan terdapat hubungan antara

resiliensi dengan indeks pengetahuan tentang bencana pada lansia yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah (p-value 0.021).

Pengetahuan kebencanaan merupakan kemampuan seseorang dalam

mengingat suatu peristiwa yang dapat mengancam dan mengganggu

kehidupan yang disebabkan oleh faktor alam atau faktor non alam serta

dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, kehilangan harta

benda, menimbulkan korban jiwa serta dapat memberikan dampak

psikologis bagi korban. Pengetahuan ini sangat dibutuhkan agar

masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana dapat mengetahui


66

berbagai informasi mengenai jenis bencana, cara menghadapi bencana

yang dapat mengancam mereka, bagaimana cara menyelamatkan diri dari

bencana, mengetahui tempat yang disarankan untuk mengungsi, serta

informasi lainnya yang mungkin dibutuhkan masyarakat baik sebelum

terjadinya bencana, saat terjadinya bencana dan pasca terjadinya bencana

guna meminimalkan resiko bencana (Adiwijaya, 2017).

Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 68.04% dari responden

memiliki indeks pengetahuan tentang bencana dalam kategori siap. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Suwarningsih et al (2019) dimana sebanyak 53.8% responden lansia pada

penelitian tersebut memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang

bencana dengan p-value yang dihasilkan adalah 0.0004 yang artinya

terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap dalam menghadapi

bencana pada lansia.

Penelitian ini juga menemukan bahwa rata-rata lansia yang berada di

wilayah rawan bencana banjir bandang memiliki kemampuan causal

analysis yang baik terkait bencana banjir bandang. Hal ini dibuktikan

dengan terdapat 96.9% lansia mengetahui bahwa banjir bandang

diakibatkan oleh hujan lebat dan 93.8% lansia mengetahui bahwa banjir

bandang diakibatkan oleh rusak/pecahnya tanggul. Hasil penelitian ini

didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nufus &

Husna (2017) tentang resiliensi masyarakat pasca bencana banjir yang

mendapatkan bahwa dari 157 responden, terdapat 85 responden (54.1%)


67

yang memiliki kemampuan causal analysis yang baik dengan kata lain

kemampuan resiliensi masyarakat pasca banjir di Gampong Buga

Kecamatan Seulimum Aceh Besar berada pada kategori baik.

Kemampuan causal analysis ini merupakan kemampuan yang dimiliki

oleh individu untuk mengidentifikasi secara akurat penyebab dari

permasalahan yang terjadi. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa

masyarakat yang ada di daerah tersebut mampu mengidentifikasi segala

permasalahan yang terjadi sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki

tidak membuat mereka terus menerus melakukan hal yang salah ketika

terjadinya banjir. Kemampuan yang dimiliki oleh lansia pada penelitian

ini juga didukung oleh latar belakang pendidikan formal yang dimiliki

oleh responden dalam penelitian ini, dimana sebanyak 46.9% responden

memiliki pendidikan terakhir SMP/sederajat dan 28.1% pada jenjang

SMA/sederajat sehingga hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada

kemampuan lansia untuk berpikir dan mencari penyebab suatu kejadian

terjadi.

Penelitian ini juga mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara

resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau dari aspek pengetahuan

tentang bencana. Hasil ini didukung oleh penelitian lain yang dilakukan

oleh Lestari, Sonhaji, dan Baru (2019) yang dilakukan pada lansia yang

ditinggal meninggal oleh pasangan hidupnya di wilayah kerja Puskesmas

Rowosari Kota Semarang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan

antara pengetahuan dengan resiliensi pada lansia yang ditinggal


68

meninggal oleh pasangan hidupnya dengan p-value fisher exact < 0.05.

Artinya, lansia yang sebelumnya telah memiliki pengetahuan tentang

cara mengatasi dan beradaptasi dengan kejadian sulit yang menimpa

hidupnya akan lebih mudah untuk bangkit dan menjalani hidupnya

kembali. Hal itu pula yang terjadi pada lansia dalam menghadapi

bencana. Peneliti berpendapat bahwa ketika lansia telah membekali

dirinya dengan pengetahuan yang cukup terkait bencana yang mungkin

terjadi di wilayahnya akan menyebabkan lansia tersebut lebih siap dan

lebih mudah untuk beradaptasi dengan kejadian tersebut.

Peneliti juga meyakini bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh lansia

terkait bencana dapat disebabkan karena adanya pengalaman masa lalu

dimana wilayah ini dan Aceh pada umumnya sudah pernah mengalami

bencana banjir bandang dan juga gempa/tsunami sehingga informasi itu

lebih mudah beredar di masyarakat termasuk pada lansia. Menurut

peneliti, meningkatkan pengetahuan lansia sangat penting karena dengan

meningkatkan pengetahuan tersebut dapat membantu lansia untuk lebih

siap dalam menghadapi bencana sehingga ketika terjadi bencana lansia

sudah memiliki kemampuan dan kesadaran terhadap apa yang harus

dilakukannya.

3. Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana Ditinjau dari


Indeks Rencana Kesiapsiagaan Keluarga dari Bencana pada Lansia
yang Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang
di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah
69

Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 4 dari 9 responden memiliki

tingkat resiliensi dalam kategori rendah dan memiliki indeks rencana

kesiapsiagaan keluarga dari bencana pada kategori hampir siap,

sedangkan dari total 23 responden yang memiliki tingkat resiliensi pada

kategori tinggi, sebanyak 15 responden memiliki indeks rencana

kesiapsiagaan pada kategori siap. Hasil uji statistik didapatkan terdapat

hubungan antara resiliesi dengan indeks rencana kesiapsiagaan bencana

pada lansia yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir

bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah (p-value 0.002).

Rencana tanggap darurat menjadi bagian yang penting dalam suatu

proses kesiapsiagaan, terutama yang terkait dengan evakuasi dan

penyelamatan agar korban bencana dapat diminimalkan. Pada penelitian

ini, ditemukan bahwa lansia di wilayah rawan bencana banjir bandang di

Desa Ratawali, Kecamatan Aceh Tengah ini telah memiliki rencana

kesiapsiagaan yang baik namun masih belum maksimal. Hal ini

dibuktikan dengan terdapat 65.6% lansia yang telah mempersiapkan

tindakan yang harus dilakukan anggota keluarga ketika terjadi bencana,

53.1% telah menyepakati tempat pengungsian, 81.3% telah menyiapkan

dokumen penting dan bernilai, 78.1% telah menyiapkan kebutuhan

khusus/darurat keluarga, namun terdapat 96.9% responden yang tidak

menyiapkan foto keluarga sebagai dokumen penting.

Pada dasarnya, terdapat tiga jenis tindakan tanggap darurat yang

paling penting dimiliki oleh individu atau komunitas, yaitu memodifikasi


70

tempat tinggal, menyediakan perlengkapan P3K serta obat-obatan dan

menyediakan alat penerangan alternatif (Erlia et al., 2017). Namun, tetap

penting bagi lansia dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan

tentang apa saja yang perlu dipersiapkan dan direncanakan sebagai upaya

siap siaga terhadap bencana.

Pada indeks rencana kesiapsiagaan dari bencana, penelitian ini

menunjukkan bahwa 53.1% lansia memiliki rencana kesiapsiagaan

keluarga dari bencana dalam kategori siap dan 25% lainnya sangat siap.

Lansia pada penelitian ini juga mengatakan telah menambah pengetahuan

tentang bencana, membuat rencana pengungsian, merencanakan akan

mengungsi ke rumah saudara yang aman, di tenda/posko yang

disediakan, lapangan terbuka, dan tempat ibadah. Hasil penelitian ini

didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Noviyanti

(2016) yang menujukkan tingkat kesiapsiagaan untuk rencana keadaan

darurat termasuk dalam kategori sangat siap. Penduduk mempunyai

rencana untuk menyiapkan pertolongan pertama dan tempat pengungsian

dan banyak penduduk setuju bahwa posko bencana sebagai tujuan utama

saat mengungsi.

Pada penelitian ini ditemukan terdapat hubungan antara resiliensi

dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau dari indeks rencana kesiapsiagaan

keluarga dari bencana pada lansia yang bertempat tinggal di wilayah

rawan bencana banjir bandang. Hal ini sedikit banyak juga berhubungan

dengan pengetahuan yang dimiliki oleh lansia. Lansia akan memiliki


71

resiliensi yang tinggi ketika mereka memiliki pengetahuan yang cukup

tentang suatu hal, termasuk cara menghadapi bencana dan apa yang harus

dilakukan. Ketika pengetahuan itu telah dimiliki secara adekuat, maka

lansia akan melakukan dan merencanakan tindakan yang sesuai dengan

apa yang dipikirkannya dan diyakininya. Selain itu, lansia yang berdaya

dan memiliki kemampuan untuk memfokuskan diri pada keadaan saat ini

dan merencanakan suatu hal akan berpengaruh pada kemampuan

psikologis lansia, menimbulkan rasa percaya diri, membangkitkan

perasaan puas, dan memupuk keberhargaan diri yang baik, sehingga hal

tersebut akan berdampak terciptanya resiliensi yang baik pada lansia

tersebut (Ralampi & Soetjiningsih, 2019).

Selanjutnya, penulis berpendapat bahwa lansia yang memiliki

resiliensi tinggi akan sangat bermanfaat untuk dirinya sendiri bahkan

bagi anggota keluarganya. Hal ini juga didukung oleh temuan data

demografis pada penelitian ini dimana 34.4% responden merupakan ibu

rumah tangga dan 21.9% merupakan petani/buruh yang memang tinggal

dan menghabiskan mayoritas waktunya bersama keluarga. Keadaan ini

akan membuat lansia lebih berdaya dalam menentukan tindakan bagi diri

dan keluarganya untuk menetapkan keputusan terkait rencana keluarga

dalam menghadapi bencana, terutama bagi mereka yang tinggal di

kawasan rawan bencana salah satunya banjir bandang.

4. Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana Ditinjau dari


Indeks Peringatan Bencana pada Lansia yang Bertempat Tinggal di
72

Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa Ratawali


Kabupaten Aceh Tengah

Dari total 9 orang lansia yang memiliki tingkat resiliensi pada

kategori rendah, sebanyak 3 orang kurang siap pada kesiapsiagaan

bencana ditinjau dari indeks peringatan bencana. Sedangkan dari total 23

orang lansia dengan tingkat resiliensi tinggi, sebanyak 11 orang siap dan

9 orang sangat siap terkait kesiapsiagaan bencana ditinjau dari indeks

peringatan bencana. Pada penelitian ini juga didapatkan adanya

hubungan antara resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau dari

indeks peringatan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di daerah

rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

(p-value 0.002).

Sistem peringatan bencana atau yang dikenal dengan warning system

merupakan bagian yang penting dari kesiapsiagaan individu dalam

menghadapi bencana, termasuk bencana banjir bandang. Tanda yang

diberikan dari sistem peringatan akan disampaikan kepada masyarakat

sehingga masyarakat dapat merespon peringatan dengan mengambil

tindakan yang tepat untuk menghadapi bencana tersebut. Sistem

peringatan yang efektif sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk

menghindari diri dari bahaya yang mungkin terjadi (LIPI-

UNESCO/ISDR, 2006). Sistem peringatan dini menjadi bagian yang

penting dari kesiapsiagaan bencana. Hal ini dikarenakan peringatan

menjadi faktor kunci penting yang menjadi penghubung antara

kesiapsiagaan dengan tahap tanggap darurat. Secara konsep, bila


73

peringatan disampaikan tepat waktu, maka dampak negatif dari suatu

bencana dahsyat dari suatu peristiwa akan dapat diperkecil (BNPB, BPS

& UNFPA, 2013).

Pada lansia yang bertempat tinggal di Desa Ratawali, Kabupaten

Aceh Tengah, didapatkan bahwa mereka telah memiliki kesiapsiagaan

sistem peringatan bencana pada kategori siap. Terbukti dengan sebagian

besar lansia yaitu 12 orang (37.5%) berada pada kategori siap dan 9

orang (28.1%) berada pada kategori sangat siap. Walaupun pada

penelitian ini ditemukan bahwa mayoritas respondennya berada pada

kategori usia lanjut (90.6%), akan tetapi hal ini tidak mengurangi

kemampuan lansia untuk dapat siap siaga dalam menghadapi bencana

khususnya terkait sistem peringatan bencana.

Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Syafrizal (2013) di Padang yang mengemukakan bahwa penduduk Kota

Padang memiliki kesiapsiagaan yang tinggi terhadap bencana gempa dan

tsunami, yaitu sebanyak 72% dan terendah adalah 7%. Hal ini

dikarenakan Kota Padang sudah pernah mengalami gempa bumi

sebelumnya sehingga mereka telah memiliki persiapan kebutuhan jika

peringatan bencana telah diinformasikan. Kebutuhan yang dipersiapkan

jika bencana itu benar-benar terjadi adalah makanan siap saji, minuman

kaleng, pakaian, dan dokumen berharga. Begitu pula halnya dengan yang

terjadi pada masyarakat di Desa Ratawali, Kabupaten Aceh Tengah

terkait dengan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi, tsunami,


74

dan bahkan banjir bandang. Hal ini dikarenakan Aceh pernah dilanda

gempa bumi dan tsunami yang sangat dahsyat pada tahun 2004 dan Aceh

Tengah juga dilanda banjir bandang pada beberapa bulan yang lalu.

Pengalaman tentang bencana ini menjadi dasar bagi masyarakat termasuk

lansia untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang bencana dan

mulai menyadari tentang peringatan bencana yang harus didengar serta

kebutuhan-kebutuhan yang harus dipersiapkan ketika bencana itu datang.

Penelitian ini juga mendapatkan bahwa indeks peringatan bencana

berhubungan dengan resiliensi pada lansia di kawasan rawan bencana

banjir bandang ini. Hal ini dikarenakan lansia yang resilien akan lebih

kuat beradaptasi dengan situasi sulit termasuk menghadapi bencana

sehingga tidak mudah untuk panik dan stres. Pernyataan ini juga sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2014) dimana penelitian

tersebut menemukan terdapat korelasi yang signifikan antara resiliensi

dengan tingkat stres pada lansia. Sebuah tulisan oleh MacLeod, Musich,

Hawkins, Alsgaard & Wicker (2016) menemukan bahwa seorang lansia

dengan resiliensi yang tinggi melaporkan hasil psikologis yang baik

mencakup kebahagiaan, kesejahteraan, kepuasan terkait kehidupan,

kemampuan untuk bertahan pada situasi stres, dan tingkat depresi yang

rendah. Hal ini memungkinkan lansia untuk tetap berfikir rasional dan

tidak panik dalam menghadapi bencana, mengetahui tentang sistem

peringatan bencana yang harus didengarkan, dan turut berdaya dalam


75

mempersiapkan dan melakukan tindakan untuk menolong diri dan orang

disekitarnya.

5. Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana Ditinjau dari


Indeks Mobilisasi Sumbr Daya pada Lansia yang Bertempat Tinggal
di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa Ratawali
Kabupaten Aceh Tengah

Dari total 9 orang lansia yang memiliki tingkat resiliensi pada

kategori rendah, sebanyak 3 orang kurang siap pada kesiapsiagaan

bencana ditinjau dari indeks mobilisasi sumber daya. Sedangkan dari

total 23 orang lansia dengan tingkat resiliensi tinggi, sebanyak 12 orang

siap dan 7 orang sangat siap terkait kesiapsiagaan bencana ditinjau dari

indeks mobilisasi sumber daya. Pada penelitian ini juga didapatkan

adanya hubungan antara resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau

dari indeks mobilisasi sumber daya pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah (p-value 0.0001).

Mobilisasi sumber daya merupakan salah satu indikator

kesiapsiagaan bencana yang mencakup beberapa aspek penting di

dalamnya, yaitu mencakup keikutsertaan individu dalam seminar atau

pertemuan terkait kesiapsiagaan bencana, latihan dan keterampian


76

kebencanaan, investasi terkait bencana, ketersediaan keluarga/kerabat

yang membantu, dan persiapan apabila terdapat dampak dari bencana

tersebut (Hanifah et al., 2017). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh

Lestari & Husna (2017) mengemukakan bahwa mobilisasi sumber daya

merupakan salah satu indikator yang sangat krusial, mengingat aspek

yang terdapat di dalamnya seperti pendanaan, sarana, dan prasarana dapat

mendukung proses kesiapsiagaan bencana atau malah sebaliknya menjadi

kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam sehingga diharapkan seorang

individu atau komunitas dapat memobilisasi semua kekuatan dan sumber

daya ini dengan baik.

Pada lansia yang bertempat tinggal di Kabupaten Aceh Tengah,

didapatkan bahwa mereka telah memiliki kesiapsiagaan mobilisasi

sumber daya pada saat bencana dalam kategori siap. Terbukti bahwa

sebanyak 12 orang lansia (37.5%) berada pada kategori siap dan 10 orang

(31.3%) berada pada kategori hampir siap. Sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Murbawan, Ma'ruf, & Manan (2017) yang meneliti

tentang kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana banjir

di daerah aliran Sungai Wanggu mendapatkan terdapat 55.8% responden

memiliki mobilisasi sumber daya pada kategori hampir siap. Nilai indeks

ini dipengaruhi juga oleh kapasitas individu dalam menggerakkan

sumber daya pada saat terjadinya bencana.

Penelitian ini juga menemukan terdapat 53.1% responden

mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengikuti pelatihan


77

tentang kesiapsiagaan mengahapi bencana banjir bandang. Hal ini

mengindikasikan bahwa masyarakat di Desa Ratawali, Kabupaten Aceh

Tengah sebelumnya belum pernah terpapar dengan informasi tentang

kesiapsiagaan bencana bahkan setelah banjir bandang itu terjadi di sekitar

kawasan desa tersebut. Hasil penelitian lain yang ditemukan dalam

penelitian ini juga mendapatkan bahwa keberadaan tabungan dan

asuransi sebagai bagian dari sumber daya juga belum dapat dikatakan

memadai. Hal ini dikarenakan mayoritas rumah tangga tidak memiliki

aset/investasi yang dapat dimanfaatkan untuk kewaspadaan keluarga

terhadap kemungkinan terjadinya bencana banjir bandang. Hanya

terdapat 53.1% responden yang mengatakan adanya tabungan yang

dipersiapkan untuk hal-hal yang tidak terduga seperti bencana banjir

bandang yang mungkin terjadi dan sebanyak 71.9% responden

mengatakan tidak memiliki rumah/tanah di tempat lain yang relatif lebih

aman dari bencana. Menurut peneliti, hal ini dapat diakibatkan oleh

kurangnya kesadaran masayarakat di daerah rawan bencana tentang

pentingnya mempersiapkan aset/investasi yang mana dapat digunakan

untuk kelangsungan hidup jika bencana itu terjadi.

Namun demikian, ada satu kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat

sebagai bentuk solidaritas yang dapat mendukung dalam menghadapi

bencana ini, dimana sebanyak 65.6% responden mengatakan bahwa

mereka memiliki kerabat/teman yang siap membantu bila terjadi

bencana. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
78

Murbawan, Ma'ruf, & Manan (2017) yang juga menemukan bahwa

100% responden dalam penelitian tersebut memiliki teman/kerabat yang

dapat diminta bantuan ketika terjadi bencana. Kebiasaan tolong

menolong antar kerabat ini sangat baik untuk menutupi celah kekurangan

dari sumber daya yang lain. Hal ini juga dapat mengurangi beban dan

risiko terdampak dari bencana termasuk banjir bandang yang kerap

terjadi di daerah rawan bencana tersebut. Menurut peneliti, menjadi

penting bagi individu yang tinggal di lokasi rawan bencana untuk

memiliki kerabat di wilayah lain yang bisa membantu sehingga individu

tersebut memiliki tempat dan sarana untuk evakuasi sementara ketika

bencana terjadi. Pentingnya menjalin hubungan tolong menolong antar

sesama ini harus dijalin sejak dini sebelum bencana itu terjadi sehingga

keyakinan bahwa akan memiliki pertolongan dari pihak lain akan

menguatkan dan mengurangi stressor berlebihan pada lansia ketika

bencana itu terjadi.

Penelitian ini juga mendapatkan bahwa indeks mobilisasi sumber

daya berhubungan dengan resiliensi pada lansia di kawasan rawan

bencana banjir bandang ini. Hal ini diakibatkan oleh lansia yang resilien

akan lebih mungkin untuk mencari informasi dan melakukan suatu

tindakan untuk meminimalkan dampak dari bencana yang mungkin

terjadi di kemudian hari, termasuk mencari cara untuk memobilisasi

sumber daya yang ada melalui berbagai tindakan yang dapat dilakukan.

Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh seorang individu untuk
79

memobilisasi sumber daya adalah dengan meningkatkan pengetahuan

akan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Walaupun dalam

penelitian ini ditemukan bahwa anggota rumah tangga mayoritas belum

mendapatkan pelatihan tentang kesiapsiagaan bencana, namun penelitian

ini membuktikan bahwa sebanyak 56.3% lansia sangat setuju bahwa

mereka senang berbicara dengan orang lain, 46.9% sangat setuju bahwa

mereka memiliki kesempatan untuk bergabung dalam aktivitas kelompok

dengan orang lain, dan 56.3% lansia lumayan setuju bahwa mereka

memiliki kesempatan untuk berbicara dengan orang lain dalam kegiatan

sehari-hari. Hal ini menjadi suatu pembuktian bahwa melalui resiliensi

yang tinggi lansia dapat berdaya dan mudah berinteraksi dengan orang

lain sehingga memungkinkan mereka untuk menyerap informasi penting

termasuk cara untuk siap siaga dalam menghadapi bencana.

Dalam interaksi yang dilakukan, sangat memungkinkan lansia untuk

mendapatkan informasi tentang segala hal, termasuk isu-isu yang sedang

terjadi di sekitar mereka seperti bencana banjir bandang yang mungkin

terjadi di wilayah mereka. Hal ini menyebabkan lansia dapat

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka untuk siaga terhadap

bencana termasuk pada aspek melakukan mobilisasi sumber daya.

Pemikiran ini turut didukung oleh sebuah tulisan yang dibuat oleh Centre

for Policy on Ageing (2014) mengemukakan bahwa resiliensi di usia tua

erat kaitannya dengan ketersediaan jaringan sosial, dukungan dan

integrasi sosial, dan keterhubungan dengan komunitas. Hal ini semakin


80

menguatkan bahwa lansia yang hidup dengan tingkat resiliensi yang

tinggi dapat berdaya dalam segala aspek, termasuk dalam memobilisasi

sumber daya dengan segala kemampuan yang dimilikinya.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada sebuah penelitian merupakan kelemahan atau hambatan

yang ditemukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian. Adapun

keterbatasan dalam penelitian ini adalah karena pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan pada masa pandemi COVID-19 dan peneliti harus

mematuhi protokol kesehatan COVID-19, sehingga menjadi sulit pada proses

pengumpulan data untuk menanyakan pertanyaan menggunakan via telepon

genggam. Kesulitan yang didapatkan adalah terkait dengan adanya kendala

sinyal dan sulitnya lansia untuk berkomunikasi menggunakan telepon

genggam.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan mengenai hubungan

resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah, adapun kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana pada

lansia yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di

Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah (p-value 0.001).

2. Terdapat hubungan antara resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana

ditinjau dari indeks pengetahuan tentang bencana pada lansia yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah (p-value 0.021).

3. Terdapat hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau dari

indeks rencana kesiapsiagaan keluarga dari bencana pada lansia yang

bertempat tinggal di daerah rawan bencana banjir bandang di Desa

Ratawali Kabupaten Aceh Tengah (p-value 0.002).

4. Terdapat hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau dari

indeks peringatan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di daerah

rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah

(p-value 0.002).
82

5. Terdapat hubungan resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana ditinjau dari

indeks mobilisasi sumber daya pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah (p-value 0.0001).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas, maka penulis

merekomendasikan beberapa hal berikut sehubungan dengan topik hubungan

resiliensi dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang di Desa Ratawali Kabupaten Aceh

Tengah:

1. Bagi mahasiswa keperawatan dapat menjadi bahan bacaan terhadap ilmu

keperawatan komunitas, khususnya terkait dengan hubungan resiliensi

dengan kesiapsiagaan bencana pada lansia yang bertempat tinggal di

daerah rawan bencana banjir bandang sehingga dapat bermanfaat untuk

pengembangan wawasan keperawatan terhadap pengetahuan tentang

kebencanaan serta resiliensi pada lansia dan dapat menjadi landasan

dalam menetapkan topik penelitian selanjutnya.

2. Dapat dijadikan informasi bagi masayarakat di daerah rawan bencana

khususnya bencana banjir bandang untuk menyusun langkah strategis

dalam meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana

khususnya banjir bandang.


83

3. Bagi pemerintah sebaiknya dapat memberikan pelatihan atau simulasi

tentang kebencanaan khususnya bencana banjir bandang kepada

masyarakat di wilayah rawan bencana sehingga dapat meningkatkan

kemampuan dan kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi bencana dan

meminimalisir timbulnya korban dan kerugian akibat dampak bencana

tersebut.

4. Bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti intervensi yang dapat digunakan

untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana pada masyarakat terutama

lansia di wilayah rawan bencana.


DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya, C. (2017). Pengaruh Pengetahuan Kebencanaan dan Sikap Masyarakat


Terhadap Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Tanah Longsor (Studi di
Kelurahan Lawanggintung, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor). Jurnal
Prodi Manajemen Bencana, 3(2), 81–101.

BNPB. (2019). Data Bencana BNPB pada 2019, 1.538 Kejadian dan 325 Korban
Meninggal. Diakses dari https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/
nasional/read/2019/04/30/19322341/data-bencana-bnpb-pada-2019-1538-
kejadian-dan-325-korban-meninggal pada tanggal 20 Mei 2020.

BNPB, BPS, & UNFPA. (2013). Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Kota


Padang 2013. Pilot Survei Pengetahuan, Sikap dan Perilaku. Pusdatin
Humas BNPB.

BNPB. (2019). Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019. Jakarta:


BNPB.

BNPB. (2018). Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana. Jakarta: Pusat


Data Informasi dan Humas BNPB.

Bodstein, A., Lima, V. V. A. D., & Barros, A. M. A. D. (2014). The Vulnerability


of The Elderly in Disasters: The Need for an Effective Resilience Policy.
Ambiente & Sociedade Sao Paulo, 17(2), 171-188.

BPBA. (2019). Bencana di Aceh Sejak Januari Hingga April 2019 Mencapai 208
Kali. Diakses dari https://bpba.acheprov.go.id/index.php/news/read/
2019/05/03/338/bencana-di-aceh-sejak-januari-hingga-april-2019-mencapai
-208-kali.html pada tanggal 20 Mei 2020.

Budimanto, Mudatsir & Tahlil, T. (2017). Hubungan Pengetahuan, Sikap


Bencana dan Keterampilan Basic Life Support dengan Kesiapsiagaan
Bencana Gempa Bumi Pada Mahasiswa Keperawatan Poltekkes Banda
Aceh. Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA) Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala, 4(2), 53-58.

Centre for Policy on Ageing. (2014). Resilience on older age. May, 1–45.
http://www.cpa.org.uk/information/reviews/CPA-Rapid-Review-Resilience-
and-recovery.pdf%0A
http://www.psychology.org.au/publications/inpsych/resilience/

Dahlan, M. S. (2012). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif,


Bivariat, dan Multivariat Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta: Trans Info
Media.

Dodon. (2013). Indikator dan Perilaku Kesiapsiagaan Masyarakat di


Permukiman Padat Penduduk dalam Antisipasi Berbagai Fase Bencana
Banjir. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 24(2), 125-140.

Edwards, E. S., Hall, J., & Zautra, A. (2015). Resilience in Aging. Elder Care: A
Resource for Interprofessional Providers, 3–4.

Erlia, D., Kumalawati, R., & Aristin, N. (2017). Analisis Kesiapsiagaan


Masyarakat dan Pemerintah Menghadapi Bencana Banjir di Kecamatan
Martapura Barat Kabupaten Banjar. Jurnal Pendidikan Geografi, 4(3), 15–
24.

Hanifah, L., Susilowati, S. A., Sasmita, D. A., Dermawan, A., Zain, F., &
Fitrianto, H. F. (2017). Tingkat pengetahuan, mobilisasi sumberdaya dan
kesiapsiagaan keluarga terhadap bencana gempa bumi di Desa Tangkil,
Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen. Prosiding Seminar Nasional Geotik,
278–284.

Hastono, S. P. (2017). Analisa Data pada Bidang Kesehatan. Raja Grafin: Depok.

Hidayati, D., Widayatun, Hartana, P., Triyono, & Kusumawati, T. (2017).


Panduan Mengukur Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat dan Komunitas
Sekolah. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

Ifdil & Taufik. (2012). Urgensi Peningkatan dan Pengembangan Resiliensi Siswa
di Sumantera Barat. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 12(2), 115-121.

Joko, Christanto. (2011). Gempa Bumi, Kerusakan Lingkungan, Kebijakan dan


Strategi Pengelolaan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.

Kusumasari, B. (2014). Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal.


Yogyakarta: Gaya Media.

Lestari, A. W., & Husna, C. (2017). Sistem peringatan bencana dan mobilisasi
sumber daya dalam menghadapi bencana gempa bumi Dan tsunami. Idea
Nursing Journal, 8(2), 23–29.

Lestari, S. P., Sonhaji, & Baru, R. A. (2019). Tingkat pengetahuan lansia


berhubungan dengan resiliensi pada lansia yang di tinggal meninggal
pasangan hidupnya. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 191.
https://doi.org/10.26714/jkj.7.2.2019.193-198

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)-UNESCO/ISDR. (2006). Kajian


Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi
dan Tsunami. Jakarta: Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian.

MacLeod, S., Musich, S., Hawkins, K., Alsgaard, K., & Wicker, E. R. (2016). The
impact of resilience among older adults. Geriatric Nursing, 37(4), 266–272.
https://doi.org/10.1016/j.gerinurse.2016.02.014

Maneerat, S., Isaramalai, S. A., & Boonyasopun, U. (2019). Development of the


Thai Elderly Resilience Sclae: TERS, 7(1), 40-56.

Manning, L. K. (2013). Navigating hardships in old age: Exploring the


relationship between spirituality and resilience in later life. Qualitative
Health Research, 23(4), 568–575.
https://doi.org/10.1177/1049732312471730

McClain, J., Gullatt, K., & Lee, C. (2018). Resilience and protective factors in
older adults. In Graduate Master’s Theses, Capstone, and Culminating
Projects. https://doi.org/10.33015/dominican.edu/2018.OT.11

Mulyanto, D., Parikesit, N. A., & Utomo, H. (2012). Petunjuk Tindakan dan
Sistem Mitigasi Banjir Bandang. Semarang: JICA.

Murbawan, I., Ma’ruf, A., & Manan, A. (2017). Kesiapsiagaan Rumah Tangga
Dalam Mengantisipasi Bencana Banjir Di Daerah Aliran Sungai (Das)
Wanggu (Studi Bencana Banjir Di Kelurahan Lepo-Lepo Kota Kendari).
Ecogreen, 3(2), 59–69.

National Research Council. (2012). Disaster Resilience: A National Imperative.


Washington, DC: The National Academics Press.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Noviyanti. (2016). Kesiapsiagaan Penduduk Dalam Menghadapi Bencana


Tsunami di Wilayah Pesisir Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen. 1, 6–
8. https://doi.org/10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004

Nufus, R., & Husna, C. (2017). Resiliensi Masyarakat Pasca Bencana Banjir.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 102, 1–11.

Nurhidayati & Ratnawati, E. (2018). Kesiapsiagaan Keluarga dengan Lanjut Usia


pada Kejadian Letusan Merapi di Desa Belerante Kecamatan Kemalang.
Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama, 7(1), 20-
31.

Nurlathifah, A. & Purwaningsih, A. (2018). Korban Banjir Bandang di Bima


Menggunakan Data GSMAP (Study of Flash Flood in Bima GSMAP Data).
Berita Dirgantara, 19(1), 7-12.

Polit, D. F. & Beck, C. T. (2011). Nursing Research: Principles and Methods, 7th
Edition. Philadelphia: S. B. Lippincott.

Priyanto, D. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: MediaKom.

Ralampi, D. A., & Soetjiningsih, C. H. (2019). Keberhargaan Diri Dan Resiliensi


Sebagai Prediktor Successful Aging Pada Lansia Di Panti Wreda. Jurnal
Psikologi Ulayat, 6, 102–116. https://doi.org/10.24854/jpu02019-216

Riyanto, A. (2013). Statistik Deskriptif. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rini, E. P. (2017). Tingkat Pemahaman Kesiapsiagaan Kepala Keluarga dalam


Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Dusun Potrobayan Desa Srihardono
Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta.

Sari, D. P. & Satria, B. (2018). Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi dan


Tsunami Pada Keluarga dengan Anak Disabilitas. JIM FKEP. 3(3), 215-
222.

Satria, B., Isaramalai, S. A., & Komjakraphan, P. (2017). The Effect of a


Community-Based Spiritual Life Review Program on Indonesian Elders’
Resilience, 27(1), 55-60.

Satria, B. & Sari, M. (2017). Tingkat Resiliensi Masyarakat di Area Rawan


Bencana. Idea Nursing Journal, 8(2), 30-34.

Serambinews.com. (2020). Breaking News: Banjir Bandang Terjang Kota


Takengon Aceh Tengah. Diakses dari https://aceh.tribunnews.com/amp/
2020//05/13/breaking-news-banjir-bandang-terjang-kota-takengon-aceh-
tengah pada tanggal 20 Mei 2020.

Setyaningrum, N. & Rumagutawan, R. (2018). Tingkat Pengetahuan


Penanggulangan Bencana dan Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi Pada
Kepala Keluarga di Dusun Kiringan Canden Jetis Bantul Yogyakarta.
Health Sciences ang Pharmacy Journal.Vol. 2,No.3, 103-110.

Sri-on, J., Vanichkulbodee, A., Sinsuwan, N., Rojsaengroeng, R., Kamson, A., &
Liu, S. W. (2019). Disaster Preparedness Among Thai Elderly Emergency
Department Patients: A Survey of Patients’ Perspective. BMC Emergency
Medicine, 19(58), 1-7.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Suwarningsih, Nurwidiasmara, L., & Mujahidah, Z. (2019). Lansia Dalam


Menghadapi Bencana Di Kota Bogor. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 11(2), 134–
146. https://doi.org/10.37012/jik.v11i2.78

Syafrizal. (2013). Tingkat pengetahuan, kesiapsiagaan dan partisipasi masyarakat


dalam pembangunan jalur evakuasi tsunami di Kota Padang. Jurnal
Pendidikan Geografi, 1(1), 1–7.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang


Penanggulangan Bencana. Diakses dari https://bnpb.go.id pada tanggal 13
Desember 2019.

Utami, C. T. & Helmi, A. F. (2017). Self-Efficacy dan Resiliensi Sebuah Tinjauan


Meta-Analisis. Buletin Psikologi, 25(1), 54-65.

Veenema, T. G. (2007). Disaster Nursing and Emergency Preparedness for


Chemical, Biological and Radiological Terrorism and Other Hazard, 2nd
Ed. New York: Springer.

Wardani, R. S. (2014). Hubungan antara resiliensi dengan stres pada lansia yang
berada di panti wreda. Naskah Publikasi, 1–24.

Yusuf, Z. K. & Mangile, K. (2019). Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat


Pengetahuan Masyarakat Menghadapi Bencana Banjir. Jambura Nursing
Journal, 1(2), 48-55.
Lampiran 2

Anggaran Penelitian

HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN KESIAPSIAGAAN


BENCANA PADA LANSIA YANG BERTEMPAT TINGGAL DI
DAERAH RAWAN BENCANA BANJIR BANDANG DI DESA
RATAWALI KABUPATEN ACEH TENGAH

No. Uraian Jumlah (Rp)


1. Biaya Penyusunan Proposal
1. Biaya Print Proposal Rp 100.000,00
2. 3 Rim Kertas A4 Rp 135.000,00
3. Biaya Fotocopy Proposal Rp 100.000,00
2. Biaya Pelaksanaan Penelitian
4. Kuota Internet Rp 150.000,00
5. Souvenir Rp 320.000,00
3. Biaya Cetak Skripsi Rp 300.000,00
Total Rp 805.000,00

Mengetahui Banda Aceh, 30 September 2020


Pembimbing Penulis

Mulyana Sastri
Ns. Budi Satria, S. Kep., MNS NIM. 1612101010019
NIP. 19811110 201404 1 001
Lampiran 3

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi
1. Nama : Mulyana Sastri
2. NIM : 1612101010019
3. Tempat/Tanggal Lahir : Belang Gele, 04 April 1998
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Status : Anak ke-2 dari 3 (tiga) bersaudara
6. Agama : Islam
7. Pekerjaan : Mahasiswa
8. Alamat : Lr. LAJR, Peurada Kecamatan Syiah Kuala,
Kota Banda Aceh
9. Email : [email protected]
10. No Tlp/Hp : 082217270167

B. Identitas Orang Tua


1. Ayah:
a. Nama : Adnan
b. Pekerjaan : Tani
2. Ibu:
a. Nama : Murniati
b. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
3. Alamat : Desa Ratawali, Kecamatan Kute Panang,
Kabupaten Aceh Tengah
C. Riwayat Pendidikan:
1. TK : TK Ratawali Tahun : 2003
2. SD/MIN : MIS Ratawali Tahun : 2010
3. SMP/MTsN/Sederajat : SMPN 7 Takengon Tahun : 2013
4. SMU/MA/Sederajat : SMAN 8 Takengon Tahun : 2016
5. Perguruan Tinggi : Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala
Lampiran 4

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,
Calon responden penelitian
Di
Tempat

Dengan hormat
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Mulyana Sastri
NIM : 1612101010019
Alamat : Desa Ratawali Kabupaten Aceh Tengah
Adalah mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala yang
akan mengadakan penelitian untuk menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan. Adapun penelitian ini berjudul
“Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana pada Lansia yang
Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa
Ratawali Kabupaten Aceh Tengah”.
Saya berharap siswa ikut berpartisipasi menjadi responden pada penelitian
ini. Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada masyarakat. Bila siswa setuju terlibat dalam penelitian ini,
mohon menandatangani lembar persetujuan menjadi responden yang telah
disediakan. Penelitian tidak menimbulkan kerugian pada siswa dan kerahasiaan
informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian. Saya sangat mengharapkan jawaban yang sejujur-jujurnya demi
keabsahan data yang diperoleh.
Atas kesediaan dan partisipasi saya ucapkan terima kasih.

Banda Aceh, Agustus 2020


Hormat saya,

Mulyana Sastri
1612101010019
Lampiran 5

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Syiah Kuala yang bernama Mulyana Sastri, NIM 1612101010019, yang
berjudul “Hubungan Resiliensi dengan Kesiapsiagaan Bencana pada Lansia yang
Bertempat Tinggal di Daerah Rawan Bencana Banjir Bandang di Desa Ratawali
Kabupaten Aceh Tengah”.
Saya mengetahui informasi yang saya berikan ini sangat besar manfaatnya bagi
peningkatan dan pengembangan bidang ilmu keperawatan di masa yang akan datang.
Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi pada saya. Apabila ada
pertanyaan yang menimbulkan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif
pada saya, saya berhak menghentikan atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa
adanya sanksi atau kehilangan hak.
Saya mengerti bahwa catatan/data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua
berkas yang mencantumkan identitas subjek penelitian hanya dipergunakan untuk pengolahan
data pada penelitian ini saja.
Demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya berperan
serta dalam penelitian ini.

Banda Aceh, Agustus 2020

Responden

Setuju Tidak Setuju


Lampiran 6

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN RESILIENSI DENGAN KESIAPSIAGAAN BENCANA PADA LANSIA


YANG BERTEMPAT TINGGAL DI DAERAH RAWAN BENCANA BANJIR
BANDANG DI DESA RATAWALI
KABUPATEN ACEH TENGAH

Nama Peneliti : Mulyana Sastri


Tanggal Penelitian :
Kode Responden : *diisi oleh peneliti

ii. DATA KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Usia : ….. tahun


2. Jenis kelamin : Laki Laki
Perempuan

3. Pendidikan terakhir : Tidak sekolah


SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Pendidikan Tinggi

4. Pekerjaan : Petani/buruh
Wiraswasta
Pensiunan
IRT
Lainnya ….. (sebutkan)

5. Status Perkawinan : Kawin


Tidak Kawin
A. Kuesioner Resiliensi
Bacalah setiap pernyataan lalu berikan tanda (√) pada kolom yang

menurut anda sesuai dengan kondisi anda berdasarkan setiap item dibawah

ini.

Pilihlah jawaban dibawah ini dengan keterangan:

SS : Sangat Setuju

LS : Lumayan Setuju

SS : Setengah Setuju

TS : Tidak Setuju

Pernyataan SS LS SS TS
Mampu Bergabung Dengan Orang Lain
a. Saya senang berbicara dengan orang lain.
b. Saya memiliki kesempatan untuk bergabung
dalam aktivitas kelompok bersama orang lain.
c. Saya tidak pernah kehilangan rasa humor walau
sedang menderita.
d. Saya memiliki kesempatan untuk berbicara
dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
e. Saya memiliki kesempatan untuk membantu
orang lain.
f. Saya suka berpartisipasi dalam aktivitas
kelompok dengan orang lain.
Percaya diri dalam kehidupan
a. Hidup saya berharga.

b. Saya sabar saat menghadapi kesulitan.

c. Saya merasa percaya diri dalam menghadapi


masalah hidup.

d. Saya merasa puas terhadap kondisi kehidupan


saya.

e. Saya merasa bangga dengan diri saya sendiri.

Adanya Dukungan Sosial


a. Saya memiliki paling tidak satu orang anggota
keluarga yang saya percayai.

b. Saya memiliki seseorang yang dapat


memberikan saya bantuan finansial saat saya
butuhkan.

c. Saya memiliki jaringan atau kelompok yang


memberikan dukungan sosial.

Hidup Dengan Keamanan Spiritual


a. Saya sering berdoa agar hidup bahagia.

b. Saya ikut serta dalam praktik keagamaan secara


teratur.

c. Saya selalu mengandalkan kepercayaan spiritual.

d. Saya sering menggunakan doktrin agama dalam


memecahkan masalah.

Mampu Mengurangi Stress Dan Mengelola Masalah


a. Saya sering berbicara positif sendiri saat sedang
menderita.

b. Saya sering belajar untuk bertahan dari peristiwa


hidup sebelumnya yang buruk.

c. Saya sering menghilangkan stres dari masalah


sehari-hari sendiri

d. Saya memiliki kotrol emosional pada saat saat


sulit

e. Saya sering membagi perasaan menderita dengan


orang-orang terpercaya
B. Kuesioner Kesiapsiagaan Bencana LIPI UNESCO/ISDR

I. PENGETAHUAN TENTANG BENCANA (KAP)

1. Menurut ibu/bapak/sdr, apa yang dimaksud dengan bencana alam? (Pilih salah
satu jawaban untuk setiap poin, yaitu Ya, Tidak atau Tidak Tahu)

a. Kejadian alam yang mengganggu kehidupan Ya Tidak Tidak tahu


manusia
b. Perilaku manusia yang menyebabkan Ya Tidak Tidak tahu
kerusakan alam
c. Bencana akibat kerusuhan sosial/politik Ya Tidak Tidak tahu

d. Bencana akibat kebakaran hutan/serangan Ya Tidak Tidak tahu


hama
2. Menurut ibu/bapak/sdr, kejadian alam apa saja yang dapat menimbulkan bencana?

a. Gempa Bumi Ya Tidak Tidak tahu


b. Tsunami Ya Tidak Tidak tahu
c. Banjir Ya Tidak Tidak tahu
d. Tanah Longsor Ya Tidak Tidak tahu
e. Letusan Gunung Berapi Ya Tidak Tidak tahu
f. Badai Ya Tidak Tidak tahu
3. Menurut ibu/bapak/sdr, apa saja penyebab terjadinya gempa bumi?

a. Pergesaran Kerak Bumi Ya Tidak Tidak tahu


b. Gunung Meletus Ya Tidak Tidak tahu
c. Tanah Longsor Ya Tidak Tidak tahu
d. Angin Topan dan Halilintar Ya Tidak Tidak tahu
e. Pengeboran Minyak Ya Tidak Tidak tahu
4. Menurut ibu/bapak/sdr, apa saja penyebab terjadinya banjir bandang?
a. Hujan lebat Ya Tidak Tidak tahu
b. Rusak/pecahnya tanggul Ya Tidak Tidak tahu
c. Daerah penuh sampah Ya Tidak Tidak tahu
d. Rusaknya hutan Ya Tidak Tidak tahu
5. Bencana alam apa saja yang dapat diakibatkan oleh gempa?
a. Tsunami Ya Tidak Tidak tahu
b. Tanah Longsor Ya Tidak Tidak tahu
c. Banjir Ya Tidak Tidak tahu
d. Kebakaran Ya Tidak Tidak tahu
e. Amblasan Tanah Ya Tidak Tidak tahu
f. Gunung Meletus Ya Tidak Tidak tahu

6. Menurut ibu/bapak/sdr, apakah gempa Ya Tidak Tidak tahu


bumi dapat diperkirakan kapan
terjadinya?

7.. Menurut ibu/bapak/sdr, apakah banjir


Ya Tidak Tidak tahu
bandang dapat diperkirakan kapan
terjadinya?
8. Menurut ibu/bapak/sdr, apa saja ciri-ciri gempa kuat?
a. Gempa membuat pusing/limbung Ya Tidak Tidak tahu

b. Gempa menyebabkan goyangan yang Ya Tidak Tidak tahu


kencang/keras sehingga orang tidak bisa
berdiri

c. Getaran gempa terjadi cukup lama dan Ya Tidak Tidak tahu


diikuti oleh gempa- gempa susulan yang
lebih kecil
d. Bangunan retak atau roboh Ya Tidak Tidak tahu
9. Menurut pengetahuan ibu/bapak/sdr, apa saja yang akan dilakukan apabila terjadi
gempa?

a. Berlindung ditempat yang aman (misal Ya Tidak Tidak tahu


bawah meja yang kokoh)
b. Melindungi kepala Ya Tidak Tidak tahu
c. Langsung berlari menuju dataran Ya Tidak Tidak tahu
tinggi/bukit

10. Menurut ibu/bapak/sdr, apakah setiap gempa Ya Tidak Tidak tahu


bumi dapat menyebabkan tsunami?

11. Menurut pengetahuan ibu/bapak/sdr, apakah kejadian berikut ini bisa


menyebabkan terjadinya tsunami?

a. Gempa bumi di bawah laut Ya Tidak Tidak tahu


b. Gunung meletus di bawah laut Ya Tidak Tidak tahu
c. Longsoran di bawah laut Ya Tidak Tidak tahu
d. Badai/puting beliung Ya Tidak Tidak tahu
12. Apa saja tanda-tanda/gejala tsunami yang ibu/bapak/sdr ketahui?

a. Gempa lemah yang dirasakan seperti


mengayun tapi cukup lama, lebih dari 2 Ya Tidak Tidak tahu
menit

b. Gempa menyebabkan goyangan yang


kencang/keras sehingga orang tidak bisa Ya Tidak Tidak tahu
berdiri
c. Air laut tiba-tiba surut Ya Tidak Tidak tahu

d. Gelombang besar di cakrawala Ya Tidak Tidak tahu

e. Bunyi yang keras seperti ledakan dan/atau


bunyi gemuruh seperti pesawat terbang Ya Tidak Tidak tahu

13. Menurut ibu/bapak/sdr, apa saja ciri-ciri bangunan/rumah yang tahan tsunami?

a. Rumah bertingkat yang kokoh Ya Tidak Tidak tahu

b. Adanya ruang-ruang kosong untuk jalannya Ya Tidak Tidak tahu


air

c. Bangunan yang bagian panjangnya tegak Ya Tidak Tidak tahu


lurus dengan garis pantai
14. Darimana saja ibu/bapak/sdr mendapat informasi tentang bencana banjir bandang?
a. Radio Ya Tidak
b. TV Ya Tidak
c. Koran, majalah, buletin Ya Tidak
Buku saku, poster, leaflet, billboard, rambu
e. Sosialisasi, seminar, pertemuan Ya Tidak
f. Saudara, kerabat, teman, tetangga Ya Tidak
g. Petugas pemerintah Ya Tidak
h. LSM dan lembaga non pemerintah lainnya Ya Tidak
II. RENCANA KESIAPSIAGAAN KELUARGA DARI BENCANA (EP)

15. Untuk kewaspadaan keluarga terhadap kemungkinan terjadinya bencana banjir


bandang, apakah keluarga ini sudah mempunyai rencana sebagai berikut?

a. Menyiapkan tindakan yang harus Ya Tidak


dilakukan oleh anggota rumah tangga jika
terjadi banjir bandang

b. Menyepakati tempat tempat Ya Tidak


pengungsian/evakuasi keluarga
c. Menyiapkan peta dan rute pengungsian Ya Tidak

d. Menyiapkan makanan siap santap yang Ya Tidak


tahan lama seperlunya
e. Menyiapkan kotak pertolongan pertama Ya Tidak
(PP/kota obat)
f. Menyiapkan dokumen-dokumen penting dan Ya Tidak
bernilai

g. Menyiapkan pakaian, uang tunai dan Ya Tidak


kebutuhan khusus/darurat keluarga

h. Menyiapkan foto keluarga sebagai bagian Ya Tidak


dari dokumen penting

i. Menyiapkan alat komunikasi alternatif Ya Tidak


(HT/Radio/HP)

j. Menyiapkan alamat-alamat/nomor telepon Ya Tidak


yang penting
(rumah sakit, Polres, Kebakaran, PLN)
k. Mengikuti latihan/simulasi evakuasi Ya Tidak

16. Tindakan apa saja yang dilakukan oleh keluarga untuk menyelamatkan diri dari
bencana banjir bandang?

a. Menambah pengetahuan tentang banjir Ya Tidak


bandang
b. Membuat rencana pengungsian/evakuasi Ya Tidak
keluarga
c. Melakukan latihan simulasi evakuasi Ya Tidak
keluarga
d. Membangun rumah tahan terhadap banjir Ya Tidak

e. Pindah rumah ke tempat yang lebih aman Ya Tidak

17. Dimana saja tempat menyelamatkan diri keluarga ini apabila terjadi bencana banjir
bandang?

a. Rumah saudara/famili/kerabat/teman Ya Tidak


terdekat yang aman
b. Tenda/posko bencana yang disediakan Ya Tidak

c. Gedung/bangunan terdekat yang aman Ya Tidak

d. Lapangan terbuka yang aman Ya Tidak


e. Tempat ibadah Ya Tidak

III. PERINGATAN BENCANA (WS)

18. Apakah ibu/bapak/sdr mengetahui adanya tanda/cara peringatan bencana banjir


bandang di daerah ini?
a. Tradisional/kesepakatan lokal Ya Tidak Tidak tahu

b. Sistem peringatan nasional Ya Tidak Tidak tahu

19. Jika salah satu jawaban di atas ya, darimana sumber informasi tersebut?

a. Pemerintah kota/kabupaten/desa Ya Tidak


b. Polisi dan aparat keamanan Ya Tidak

c. RRI dan Radio Swasta Ya Tidak


d. TVRI dan TV swasta Ya Tidak
e. Media cetak seperti koran, majalah Ya Tidak
f. Masjid, mushola, langgar, gereja, kelenteng Ya Tidak
g. RAPI, ORARI, PMI dan Ornop lain Ya Tidak
h. Tokoh masyarakat/cerita rakyat/turun Ya Tidak
temurun/
pengalaman
Apabila pribadi
mendengar peringatan atau tanda bahaya bencana, apakah ibu/bapak/sdr
20.
akan melakukan hal-hal berikut?

a. Bergegas menuju tempat Ya Tidak Tidak tahu


penyelamatan/pengungsian/
evakuasi
b. Membawa tas/kota/kantong siaga bencana
yang berisi
1. Makanan Ya Tidak Tidak tahu
2. Pakaian Ya Tidak Tidak tahu
3. Obat-obatan Ya Tidak Tidak tahu
4. Dokumen penting Ya Tidak Tidak tahu
5. Senter/baterai Ya Tidak Tidak tahu
c. Membantu anak-anak, ibu hamil, orang tua Ya Tidak Tidak tahu
dan orang cacat keluar rumah menuju ke
tempat aman sementara
d. Menenangkan diri/tidak panik Ya Tidak Tidak tahu
e. Mematikan listri, kompor, tungku, gas di Ya Tidak Tidak tahu
rumah
f. Mengunci pintu sebelum meninggalkan Ya Tidak Tidak tahu
rumah

Apabila ibu/bapak/sdr mengetahui adanya


21. pembatalan peringatan terjadinya bencana Ya Tidak
(tidak akan terjadi bencana) yang dinyatakan
oleh Satlak/BPBD atau pemerintah setempat?

Apakah ibu/bapak/sdr mengetahui adanya tanda


22. atau informasi bahwa keadaan sudah aman/ Ya Tidak
bencana sudah berakhir setelah terjadinya
bencana yang dinyatakan oleh BPBD atau
pemerintah setempat?

IV. MOBILISASI SUMBER DAYA (RMC)


Apakah ada anggota rumah tangga ini yang pernah
23. mengikuti pelatihan, seminaratau pertemuan yang Ya Tidak
berkaitan dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana
banjir bandang?

24. Jika ya, latihan dan keterampilan apa saja yang sudah diikuti oleh anggota rumah tangga
ini?

a. Pertolongan pertama Ya Tidak


b. Evakuasi korban Ya Tidak
c. Kepramukaan (tali temali, memasang tenda dan Ya Tidak
membuat tandu)
d. Pengolahan air bersih Ya Tidak
e. Pengolahan makanan Ya Tidak
25. Apakah rumah tangga ini mempunyai aset/investasi berikut ini yang dapat
dimanfaatkan untuk kewaspadaan keluarga terhadap kemunginan terjadinya bencana
banjir bandang?
a. Tabungan Ya Tidak
b. Asuransi jiwa/harta/benda Ya Tidak
c. Tanah/rumah di tempat lain yang relatif aman Ya Tidak
dari bencana

26. Apabila terjadi bencana, apakah keluarga Ya Tidak Tidak tahu


ibu/bapak/sdr mempunyai kerabat/teman yang siap
membantu?
27. Apa yang sudah disiapkan Bapak/Ibu untuk menghadapi kemungkinan terjadi bencana
banjir bandang?

a. Membuat bangunan/rumah dari material yang aman Ya Tidak

Membangun pondok sementara untuk mengungsi,


b. di tempat aman/daerah bukit/tempat yang lebih Ya Tidak
aman
Menyiapkan persediaan makanan dan pakaian
c. secukupnya Ya Tidak
Menyiapkan persediaan cadangan (uang, modal,
d. tanah) yang disimpan di tempat aman untuk Ya Tidak
menghadapi kemungkinan hilangnya pekerjaan
akibat bencana banjir bandang?
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 12

Hasil Uji Olah Data Penelitian

Analisa Univariat

Data Demografi

Statistics
Jenis Status
Usia Kelamin Pendidikan Pekerjaan Perkawinan
N Valid
32 32 32 32 32

Missing
0 0 0 0 0

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Usia Lanjut 29 90.6 90.6 90.6
Usia Tua 3 9.4 9.4 100.0
Total 32 100.0 100.0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 15 46.9 46.9 46.9
Perempuan 17 53.1 53.1 100.0
Total 32 100.0 100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD/Sederajat 8 25.0 25.0 25.0
SMP/Sederajat 15 46.9 46.9 71.9
SMA/Sederajat 9 28.1 28.1 100.0
Total 32 100.0 100.0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Petani/Buruh 7 21.9 21.9 21.9
Wiraswasta 3 9.4 9.4 31.3
Pensiunan 8 25.0 25.0 56.3
Ibu Rumah Tangga 11 34.4 34.4 90.6
Lainnya 3 9.4 9.4 100.0
Total 32 100.0 100.0

Status Perkawinan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 12

Valid Kawin 32 100.0 100.0 100.0


Analisa Univariat

Resiliensi pada Lansia


HASIL RESILIENSI PADA LANSIA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 9 28.1 28.1 28.1
Tinggi 23 71.9 71.9 100.0
Total 32 100.0 100.0

Analisa Univartiat

Pengetahuan tentang Bencana (KA)

Frequencies

Statistics
KAT_KAP
N Valid 32
Missing 0

HASIL PENGETAHUAN TENTANG BENCANA (KA)


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Siap 5 15.6 15.6 15.6
Siap 16 50.0 50.0 65.6
Hampir Siap 8 25.0 25.0 90.6
Kurang Siap 3 9.4 9.4 100.0
Total 32 100.0 100.0

Rencana Kesiapsiagaan Keluarga dari Bencana (EP)


Frequencies
Statistics
KAT_EP
N Valid 32
Missing 0

HASIL RENCANA KESIAPSIAGAAN KELUARGA DARI BENCANA (EP)


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Siap 8 25.0 25.0 25.0
Siap 17 53.1 53.1 78.1
Hampir Siap 5 15.6 15.6 93.8
Kurang Siap 2 6.3 6.3 100.0
Total 32 100.0 100.0
Peringatan Bencana (WS)
Frequencies
Statistics
KAT_WS
N Valid 32
Missing 0

HASIL PERINGATAN BENCANA (WS)


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Siap 9 28.1 28.1 28.1
Siap 12 37.5 37.5 65.6
Hampir Siap 6 18.8 18.8 84.4
Kurang Siap 4 12.5 12.5 96.9
Belum Siap 1 3.1 3.1 100.0
Total 32 100.0 100.0

Analisa Univariat

Mobilisasi Sumber Daya (RMC)

Frequencies
Statistics
KAT_RMC
N Valid 32
Missing 0

HASIL MOBILISASI SUMBER DAYA (RMC)


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat Siap 7 21.9 21.9 21.9
Siap 12 37.5 37.5 59.4
Hampir Siap 10 31.3 31.3 90.6
Kurang Siap 3 9.4 9.4 100.0
Total 32 100.0 100.0

Frequencies

Statistics
KAT_SIAGA
N Valid 32
Missing 0

KAT_KESIAPSIAGAAAN BENCANA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Siaga 25 78.1 78.1 78.1
Hampir Siaga 7 21.9 21.9 100.0
Total 32 100.0 100.0

INDEKS KESIAPSIAGAAN BENCANA


Statistics
KAP EP WS RMC
N Valid 32 32 32 32
Missing 0 0 0 0
Mean 68.0344 73.4438 71.0969 68.6281

Analisa Bivariat

Crosstabs
Resiliensi*KA

KAT_RES * KAT_KA Crosstabulation

KAT_KA Total
Sangat Hampir Kurang
Siap Siap Siap Siap
KAT_RES Rendah
0 4 2 3 9

Tinggi
5 12 6 0 23
Total
5 16 8 3 32

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 9.739a 3 .021
Likelihood Ratio 11.032 3 .012
Linear-by-Linear Association 6.379 1 .012
N of Valid Cases 32
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .84.
Crosstabs
Resiliensi*EP
KAT_RES * KAT_EP Crosstabulation
KAT_EP Total
Sangat Kurang
Siap Siap Hampir Siap Siap
KAT_RES Rendah 1 2 4 2 9
Tinggi 7 15 1 0 23
Total 8 17 5 2 32

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 14.984a 3 .002
Likelihood Ratio 14.677 3 .002
Linear-by-Linear Association 10.317 1 .001
N of Valid Cases 32
a. 6 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .56.

Crosstabs
Resiliensi*WS
KAT_RES * KAT_WS Crosstabulation
KAT_WS Total
Sangat Hampir Kurang Belum
Siap Siap Siap Siap Siap
KAT_RES Rendah 0 1 4 3 1 9
Tinggi 9 11 2 1 0 23
Total 9 12 6 4 1 32

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 17.159a 4 .002
Likelihood Ratio 19.003 4 .001
Linear-by-Linear Association 14.574 1 .000
N of Valid Cases 32
a. 8 cells (80.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .28.

Crosstabs
Resiliensi*RMC
KAT_RES * KAT_RMC Crosstabulation
KAT_RMC Total
Sangat
Siap Siap Hampir Siap Kurang Siap
KAT_RES Rendah 0 0 6 3 9
Tinggi 7 12 4 0 23
Total 7 12 10 3 32

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 20.128a 3 .000
Likelihood Ratio 24.564 3 .000
Linear-by-Linear Association 16.233 1 .000
N of Valid Cases 32
a. 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is .84.

Crosstabs
Resiliensi*Kesiapsiagaan
KAT_RES * KAT_SIAGA Crosstabulation
KAT_SIAGA
Siaga Hampir Siaga Total
KAT_RES Rendah 3 6 9
Tinggi 22 1 23
Total 25 7 32

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value Df sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square
14.700a 1 .000
b
Continuity Correction
11.280 1 .001
Likelihood Ratio
13.936 1 .000
Fisher's Exact Test
.001 .001
Linear-by-Linear Association
14.241 1 .000
N of Valid Cases
32

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.97.
b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai