Konsep Dan Potensi Fraud Di Organisasi Sektor Publik
Konsep Dan Potensi Fraud Di Organisasi Sektor Publik
Konsep Dan Potensi Fraud Di Organisasi Sektor Publik
Pengertian Fraud
Ada dua jenis salah saji yaitu kekeliruan (errors) dan kecurangan (fraud).
Kekeliruan adalah salah saji yang tidak disengaja sedangkan kecurangan
disengaja. Contoh kekeliruan adalah salah menghitung besarnya uang lembur
yang dihitung berdasarkan jam lembur pegawai.
3. Korupsi
Kecurangan ini terdiri atas benturan kepentingan (conflict of interest), suap
(bribery), pemeberian hadiah tidak legal (illegal gratuity) dan pemerasan
(economic extortion).
Fraud Tree
Klasifikasi fraud tersebut dikenal dengan istilah “Fraud Tree” atau Uniform
Occupational Fraud Classification System. Selain itu, satu lagi tipologi fraud
yaitu cybercrime. Fraud jenis ini merupakan jenis fraud yang paling canggih dan
dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu
dimiliki oleh setiap orang. Cybercrime juga akan menjadi jenis fraud yang paling
ditakuti dimasa depan dimana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih.
Pengklasifikasian fraud menurut Simanjuntak (2008) dalam Putra (2010) dapat
dibagi beberapa jenis, yaitu:
Berdasarkan Pencatatan, terdiri dari: pencurian aset yang tampak secara
terbuka pada buku (fraud open on-the-books), pencurian aset yang tampak
pada buku, namun tersembunyi di antara catatan akuntansi yang valid (fraud
hidden on-the-books), pencurian aset yang tidak tampak pada buku dan tidak
akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi (fraud off-the-
books).
Berdasarkan Frekuensi, terdiri dari: tidak berulang (non-repeating fraud) dan
berulang (repeating fraud)
Berdasarkan Konspirasi, terdiri dari: bona fide conspiracy (semua pihak sadar
akan adanya fraud) dan pseudo conspiracy (terdapat pihak-pihak yang tidak
mengetahui terjadinya fraud).
Berdasarkan Keunikan, terdiri dari: kecurangan khusus (specialized fraud),
dan kecurangan umum (garden varieties of fraud).
Jenis-Jenis Fraud
Fraud Triangle
Selain beberapa klasifikasi tersebut, terdapat tiga faktor pendorong seseorang atau
kelompok dalam melakukan fraud yang dikenal dengan istilah “fraud triangle”,
yang terdiri dari :
1) Tekanan (pressure)
Tekanan inilah yang menyebabkan seseorang melakukan penipuan. Tekanan
dapat mencakup hampir semua hal termasuk tagihan medis, rasa mahal,
masalah kecanduan, dll. Seringkali, tekanan datang dari kebutuhan / masalah
finansial yang signifikan. Seringkali kebutuhan / masalah ini tidak dapat
dibagikan di mata penipu. Artinya, orang tersebut percaya, apa pun
alasannya, bahwa masalahnya harus diselesaikan secara rahasia. Namun,
beberapa penipuan dilakukan hanya karena keserakahan saja.
2) Peluang (opportunity)
Peluang adalah kemampuan untuk melakukan penipuan. Karena penipu tidak
ingin ditangkap, mereka juga harus yakin bahwa aktivitasnya tidak akan
terdeteksi. Peluang diciptakan oleh kontrol internal yang lemah, pengawasan
manajemen yang buruk, dan / atau melalui penggunaan posisi dan otoritas
seseorang. Kegagalan untuk menetapkan prosedur yang memadai untuk
mendeteksi aktivitas penipuan juga meningkatkan peluang terjadinya
penipuan. Dari ketiga elemen tersebut, peluang adalah kaki yang paling dapat
dikontrol oleh organisasi. Organisasi harus membangun proses, prosedur, dan
kontrol yang tidak perlu menempatkan karyawan pada posisi untuk
melakukan penipuan dan yang secara efektif mendeteksi aktivitas penipuan
jika itu terjadi.
3) Rasionalisasi (rationalization)
Beberapa rasionalisasi umum untuk melakukan penipuan adalah:
Orang tersebut percaya bahwa melakukan penipuan dibenarkan untuk
menyelamatkan anggota keluarga atau orang yang dicintai;
Orang tersebut percaya bahwa mereka akan kehilangan segalanya -
keluarga, rumah, mobil, dll. Jika mereka tidak mengambil uang;
Orang tersebut percaya bahwa tidak ada bantuan yang tersedia dari luar;
Orang tersebut memberi label pencurian sebagai "meminjam", dan
sepenuhnya bermaksud untuk membayar kembali uang yang dicuri
Orang tersebut, karena ketidakpuasan kerja (gaji, lingkungan kerja,
perlakuan oleh manajer, dll.), percaya bahwa ada sesuatu yang berhutang
padanya;
Orang tersebut tidak dapat memahami atau tidak peduli tentang
konsekuensi dari tindakan atau tindakannya
Fraud Diamond
Fraud diamond adalah perpanjangan dari fraud triangle yang diciptakan oleh
Wolfe dan Hermanson dalam CPA Journal (Desember 2004).
1) Intensif
2) Peluang
3) Rasionalisasi
4) Kapasitas
Posisi atau fungsi seseorang dalam perusahaan dapat memberinya
kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan peluang penipuan yang tidak
tersedia untuk orang lain. Wolfe dan Hermanson mengidentifikasi ciri-ciri
penting yang dapat diamati terkait dengan kapasitas individu untuk
melakukan penipuan.
Ancaman tersebut meliputi:
posisi atau fungsi otoritatif dalam organisasi; misalnya, seorang CEO
mungkin memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan
melanggengkan penipuan karena posisinya dalam organisasi
kecerdasan untuk memanfaatkan kelemahan sistem akuntansi dan
pengendalian internal untuk keuntungan terbesar dan memiliki
kemampuan untuk memahami cara kerja sistem
ego dan keyakinan bahwa perilaku curang tidak akan terdeteksi, yang
akan berdampak pada proses pengambilan keputusan mereka; dengan
demikian, semakin yakin mereka, semakin besar kemungkinan mereka
akan melakukan penipuan
kemampuan untuk secara efektif menangani stres akibat risiko tertangkap
dan mengelola penipuan dalam jangka waktu yang lama. Orang tersebut
juga harus berbohong secara efektif dan konsisten untuk menghindari
deteksi dan bahkan mungkin harus membujuk orang lain agar percaya
bahwa penipuan tidak terjadi.
Fraud Scale
Fraud Pentagon
Teori ini dikemukakan oleh Crowe Howarth pada tahun 2011. Teori pentagon
penipuan merupakan perpanjangan dari teori segitiga penipuan sebelumnya
yang dikemukakan oleh Cressey, dalam teori tersebut menambahkan dua lagi
unsur penipuan yaitu kompetensi dan arogansi.
Komponen tambahan di Fraud Pentagon yang tidak ada di Fraud Triangle:
1) Tekanan (Pressure)
adanya motivasi untuk melakukan dan menyembunyikan tindakan fraud.
tekanan itu dapat berupa adanya kebutuhan mendesak yang harus
diselesaikan (tekanan keuangan).
2) Peluang (Opportunity)
kesempatan dikarenakan si pelaku percaya bahwa aktivitas mereka tidak
akan terdeteksi. Opportunity dalam suatu perusahaan disebabkan karena
kurangnya pengawasan internal perusahaan.
3) Rasionalisasi (Rasionalitation)
Rasionalisasi adalah suatu sikap pembenaran terhadap tindakan fraud
yang telah dilakukan. Fraud dilakukan berdasarkan rasionalisasi sesorang
artinya bahwa perbuatan tersebut bukan suatu pelanggaran.
4) Kompetensi (competence)
memiliki arti yang mirip dengan kapabilitas / kemampuan yang telah
dijelaskan sebelumnya dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan
Hermanson tahun 2014. Kompetensi / kapabilitas adalah kemampuan
karyawan untuk mengabaikan pengendalian internal, mengembangkan
strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan
pribadi (Crowe, 2011).
5) Arogansi
Menurut Crowe, adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan
merasa bahwa pengendalian atau kebijakan internal perusahaan tidak
berlaku baginya.
Fraud GONE
Teori GONE dikemukakan oleh seorang pemikir bernama Jack Bologne dimana
ada empat alasan penipuan. "GONE" yang merupakan singkatan dari huruf
pertama dari setiap faktor yang dikemukakan yaitu Greed, Opportunity, Need, dan
Exposure.
1) Gone (keserakahan)
adalah keinginan untuk selalu mendapatkan yang terbaik. Keserakahan
dikaitkan dengan moral individu.
2) Opportunity (peluang)
adalah keadaan yang bisa datang kapan saja. Selain itu, peluang sangat
bergantung pada posisi seseorang. Semakin tinggi posisi seseorang, semakin
besar kemungkinan terjadinya penipuan.
3) Need (Kebutuhan)
dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya aktivitas penipuan ketika
kebutuhan seseorang (bisa dikatakan) sangat mendesak. Tuntutan pemenuhan
inilah yang kemudian membuat seseorang mengambil jalan pintas untuk
bertindak curang.
4) Exsposure (Keterpaparan)
terkait hukuman pelaku penipuan. Dengan terkuaknya suatu kecurangan di
perusahaan tidak menutup kemungkinan terulangnya hal yang sama jika
diberi hukuman atau saksi yang lemah dan tidak menimbulkan sifat jera.
Satu indikasi dapat berkembang menjadi jauh, akan tetapi apabila hanya satu saja
dari indikasi-indikasi di atas kecil kemungkinan untuk memunculkan kecurigaan;
kombinasi dari beberapa indikasi di atas harus menjadi perhatian.
Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mendirikan beberapa badan independen
yang juga menangani masalah KKN, yakni KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi). Akan tetapi struktur
yang baik tidak akan berhasil tanpa sumber daya manusia yang berkualitas, baik
dari segi kemampuan maupun moral. Oleh karena itu pemerintah berupaya
menempatkan orang-orang yang tepat pada posisi-posisi tersebut. Meski saat ini
kinerja lembaga-lembaga pengendalian KKN telah menunjukkan sedikit
kemajuan, pemberantasan KKN masih merupakan agenda jangka panjang dan
memerlukan upaya peningkatan yang terus-menerus.
Daftar Pustaka
Utary, Anis Rachma dan Muhammad Ikbal. Audit Sektor Publik. INTERPENA:
Yogyakarta
Aksa, Adi Faisal. 2018. Pencegahan dan Deteksi Kasus Korupsi pada Sektor
Publik dengan Fraud Triangle. Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi (JEBA).
Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Jenderal Soedirman. Purwakarta. Vol.
20 [4].