Konsep Dan Potensi Fraud Di Organisasi Sektor Publik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

KONSEP DAN POTENSI FRAUD DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Pengertian Fraud
Ada dua jenis salah saji yaitu kekeliruan (errors) dan kecurangan (fraud).
Kekeliruan adalah salah saji yang tidak disengaja sedangkan kecurangan
disengaja. Contoh kekeliruan adalah salah menghitung besarnya uang lembur
yang dihitung berdasarkan jam lembur pegawai.

Menurut IIA (Institute of Internal Auditors) dalam Standard Glossary


menjelaskan fraud dengan menyatakan bahwa :
Fraud encompasses an array of irregularities and ilegal acts characterized
by intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the
detriment of the organization and by persons outside as well as inside
organization.

Definisi fraud berdasarkan Webster’s New World Doactionary dalam Sudarmo et


al,(2008) yaitu :
Fraud adalah terminologi umum, yaitu mencakup beragam makna tentang
kecerdikan, akal bulus tipu daya manusia yang digunakan oleh seseorang, untuk
mendapatkan suatu keuntungan di atas orang lain melalui cara penyajian yang
salah. Tidak (ada) aturan baku dan pasti yang dapat digunakan sebagai kata yang
lebih tepat untuk memberikan makna lain tentang fraud, kecuali cara melakukan
tipu daya, secara tak wajar, dan cerdik sehingga orang lain menjadi terpedaya.
Satu-satunya yang dapat menjadi batasan tentang fraud adalah biasanya dilakukan
mereka yang tidak jujur/penuh tipu muslihat.

ASOSAI mendefenisikan kecurangan meliputi penyajian secara keliru dengan


sengaja, fakta dan atau informasi penting, untuk memperoleh keuntungan illegal
atau tidak semestinya.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara
umum kecurangan mencakup unsur-unsur:
a. Terdapat salah saji (misrepresentation)
b. Masa lampau (past) atau sekarang (present)
c. Fakta bersifat material (material fact)
d. Kesengajaan atau tanpa perhitungan (make knowingly or recklessly)
e. Dengan maksud (intent) menimbulkan reaksi dari suatu pihak
f. Pihak yang dirugikan harus bereaksi (acted) terhadap salah saji tersebut
g. Menimbulkan kerugian (detriment) suatu pihak.

Association of Certified Fraud Examiners, sebuah organisasi yang bergerak pada


pencegahan dan penanggulangan kecurangan di USA, mengkategorikan
kecurangan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Kecurangan Laporan Keuangan (fraudulent financial reporting)
adalah kecurangan yang dibuat oleh manajemen dalam bentuk salah saji
material laporan keuangan yang akan merugikan pengguna laporan
keuangan. Kecurangan laporan keuangan ini dapat bersifat keuangan
maupun non-keuangan. Kecurangan pelaporan keuangan membahayakan
pengguna informasi dengan menyediakan laporan keuangan yang tidak
benar untuk pengambilan keputusan pengguna informasi
Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti:
a) Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen
pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan
keuangan
b) Representasi yang salah dalam pelaporan keuangan atau penghilangan
dari laporan keuangan atas peristiwa, transaksi atau informasi yang
signifikan
c) Kesalahan penerapan prinsip akuntansi secara sengaja yang berkaitan
dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara
lembaga pemerintah (oknum) dengan auditor. Salah satu upaya untuk
mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi)
auditor dalam melakukan general audit suatu instansi pemerintah atau
BUMN/BUMD.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The
Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu:
1) Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi
terhadap integritas proses pelaporan keuangan (financial reporting).
2) Mengidentifi kasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke
fraudulent financial reporting.
3) Menilai resiko fraudulent fi nancial reporting di dalam institusi
perusahaan (dalam sektor publik: pemerintah/BUMN/BUMD).
4) Mendesain dan mengimplementasikan internal control yang memadai
untuk financial reporting.

2. Penyalahgunaan aset (misappropriation of asset)


Kecurangan ini terbagi ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas
persediaan dan aset lainnya. Contoh : seorang bendaharawan mengambil
gaji pegawai yang telah mengundurkan diri dari pegawai negeri sipil.
Di bawah ini diilustrasikan 3 (tiga) situasi di mana terjadi pencurian aktiva.
a) Aktiva dicuri dan pencurian itu ditutupi dengan menaikkan aktiva.
Sebagai contoh, kas yang berasal dari penagihan piutang dicuri dan
piutang tidak dikreditkan. Hal ini menyebabkan salah saji tidak
ditemukan.
b) Aktiva dicuri dan pencurian itu ditutupi dengan menurunkan
pendapatan atau menaikkan belanja. Sebagai contoh, kas dari
pendapatan dicuri dan transaksi ini tidak dicatat. Hal ini menyebabkan
salah saji tidak ditemukan.
c) Aktiva dicuri tetapi salah saji ini ditemukan. Laporan keuangan dan
catatan atas laporan keuangan yang berkaitan menjelaskan salah saji ini.

3. Korupsi
Kecurangan ini terdiri atas benturan kepentingan (conflict of interest), suap
(bribery), pemeberian hadiah tidak legal (illegal gratuity) dan pemerasan
(economic extortion).
Fraud Tree

Klasifikasi fraud tersebut dikenal dengan istilah “Fraud Tree” atau Uniform
Occupational Fraud Classification System. Selain itu, satu lagi tipologi fraud
yaitu cybercrime. Fraud jenis ini merupakan jenis fraud yang paling canggih dan
dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu
dimiliki oleh setiap orang. Cybercrime juga akan menjadi jenis fraud yang paling
ditakuti dimasa depan dimana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih.
Pengklasifikasian fraud menurut Simanjuntak (2008) dalam Putra (2010) dapat
dibagi beberapa jenis, yaitu:
 Berdasarkan Pencatatan, terdiri dari: pencurian aset yang tampak secara
terbuka pada buku (fraud open on-the-books), pencurian aset yang tampak
pada buku, namun tersembunyi di antara catatan akuntansi yang valid (fraud
hidden on-the-books), pencurian aset yang tidak tampak pada buku dan tidak
akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi (fraud off-the-
books).
 Berdasarkan Frekuensi, terdiri dari: tidak berulang (non-repeating fraud) dan
berulang (repeating fraud)
 Berdasarkan Konspirasi, terdiri dari: bona fide conspiracy (semua pihak sadar
akan adanya fraud) dan pseudo conspiracy (terdapat pihak-pihak yang tidak
mengetahui terjadinya fraud).
 Berdasarkan Keunikan, terdiri dari: kecurangan khusus (specialized fraud),
dan kecurangan umum (garden varieties of fraud).

Jenis-Jenis Fraud
Fraud Triangle

Selain beberapa klasifikasi tersebut, terdapat tiga faktor pendorong seseorang atau
kelompok dalam melakukan fraud yang dikenal dengan istilah “fraud triangle”,
yang terdiri dari :
1) Tekanan (pressure)
Tekanan inilah yang menyebabkan seseorang melakukan penipuan. Tekanan
dapat mencakup hampir semua hal termasuk tagihan medis, rasa mahal,
masalah kecanduan, dll. Seringkali, tekanan datang dari kebutuhan / masalah
finansial yang signifikan. Seringkali kebutuhan / masalah ini tidak dapat
dibagikan di mata penipu. Artinya, orang tersebut percaya, apa pun
alasannya, bahwa masalahnya harus diselesaikan secara rahasia. Namun,
beberapa penipuan dilakukan hanya karena keserakahan saja.
2) Peluang (opportunity)
Peluang adalah kemampuan untuk melakukan penipuan. Karena penipu tidak
ingin ditangkap, mereka juga harus yakin bahwa aktivitasnya tidak akan
terdeteksi. Peluang diciptakan oleh kontrol internal yang lemah, pengawasan
manajemen yang buruk, dan / atau melalui penggunaan posisi dan otoritas
seseorang. Kegagalan untuk menetapkan prosedur yang memadai untuk
mendeteksi aktivitas penipuan juga meningkatkan peluang terjadinya
penipuan. Dari ketiga elemen tersebut, peluang adalah kaki yang paling dapat
dikontrol oleh organisasi. Organisasi harus membangun proses, prosedur, dan
kontrol yang tidak perlu menempatkan karyawan pada posisi untuk
melakukan penipuan dan yang secara efektif mendeteksi aktivitas penipuan
jika itu terjadi.
3) Rasionalisasi (rationalization)
Beberapa rasionalisasi umum untuk melakukan penipuan adalah:
 Orang tersebut percaya bahwa melakukan penipuan dibenarkan untuk
menyelamatkan anggota keluarga atau orang yang dicintai;
 Orang tersebut percaya bahwa mereka akan kehilangan segalanya -
keluarga, rumah, mobil, dll. Jika mereka tidak mengambil uang;
 Orang tersebut percaya bahwa tidak ada bantuan yang tersedia dari luar;
 Orang tersebut memberi label pencurian sebagai "meminjam", dan
sepenuhnya bermaksud untuk membayar kembali uang yang dicuri
 Orang tersebut, karena ketidakpuasan kerja (gaji, lingkungan kerja,
perlakuan oleh manajer, dll.), percaya bahwa ada sesuatu yang berhutang
padanya;
 Orang tersebut tidak dapat memahami atau tidak peduli tentang
konsekuensi dari tindakan atau tindakannya

Fraud triangle biasanya digunakan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko


fraud. Simanjuntak (2008) dalam Putra (2010) menyatakan terdapat empat faktor
pendorong seseorang untuk melakukan fraud yang disebut juga dengan teori
GONE, yaitu: (1) Greed (keserakahan), (2) Opportunity (kesempatan), (3) Need
(kebutuhan), dan (4) Exposure (pengungkapan). Faktor greed dan need
merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku fraud (faktor
individual), sedangkan faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang
berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan fraud (faktor umum).

Fraud Diamond

Fraud diamond adalah perpanjangan dari fraud triangle yang diciptakan oleh
Wolfe dan Hermanson dalam CPA Journal (Desember 2004).
1) Intensif
2) Peluang
3) Rasionalisasi
4) Kapasitas
Posisi atau fungsi seseorang dalam perusahaan dapat memberinya
kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan peluang penipuan yang tidak
tersedia untuk orang lain. Wolfe dan Hermanson mengidentifikasi ciri-ciri
penting yang dapat diamati terkait dengan kapasitas individu untuk
melakukan penipuan.
Ancaman tersebut meliputi:
 posisi atau fungsi otoritatif dalam organisasi; misalnya, seorang CEO
mungkin memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan
melanggengkan penipuan karena posisinya dalam organisasi
 kecerdasan untuk memanfaatkan kelemahan sistem akuntansi dan
pengendalian internal untuk keuntungan terbesar dan memiliki
kemampuan untuk memahami cara kerja sistem
 ego dan keyakinan bahwa perilaku curang tidak akan terdeteksi, yang
akan berdampak pada proses pengambilan keputusan mereka; dengan
demikian, semakin yakin mereka, semakin besar kemungkinan mereka
akan melakukan penipuan
 kemampuan untuk secara efektif menangani stres akibat risiko tertangkap
dan mengelola penipuan dalam jangka waktu yang lama. Orang tersebut
juga harus berbohong secara efektif dan konsisten untuk menghindari
deteksi dan bahkan mungkin harus membujuk orang lain agar percaya
bahwa penipuan tidak terjadi.

Fraud Scale

Skala penipuan (Fraud Scale) dikembangkan melalui analisis dari 212


penipuan di awal 1980-an (Albrecht dkk. 1984). Penelitian ini didasarkan
pada data yang diperoleh dari auditor internal perusahaan yang menjadi
korban penipuan. Dalam mengoperasionalkan skala penipuan, tingkat risiko
penipuan ditentukan dengan mempertimbangkan tiga kriteria bersama
tekanan, peluang, dan integritas.
Manfaat dari pemeriksaan integritas adalah bahwa integritas individu dapat
disimpulkan dari perilaku masa lalu. Misalnya, integritas seseorang tercermin
dalam keputusannya serta dalam proses pengambilan keputusannya. Lebih
penting lagi, integritas pribadi memengaruhi kemungkinan bahwa seseorang
dapat merasionalisasi perilaku yang tidak pantas. Misalnya, orang dengan
integritas yang lebih tinggi akan cenderung membentuk rasionalisasi untuk
membenarkan perilaku yang tidak pantas. Dari perspektif tersebut, integritas
merupakan penyempurnaan dari konstruk rasionalisasi.

Fraud Pentagon

Teori ini dikemukakan oleh Crowe Howarth pada tahun 2011. Teori pentagon
penipuan merupakan perpanjangan dari teori segitiga penipuan sebelumnya
yang dikemukakan oleh Cressey, dalam teori tersebut menambahkan dua lagi
unsur penipuan yaitu kompetensi dan arogansi.
Komponen tambahan di Fraud Pentagon yang tidak ada di Fraud Triangle:
1) Tekanan (Pressure)
adanya motivasi untuk melakukan dan menyembunyikan tindakan fraud.
tekanan itu dapat berupa adanya kebutuhan mendesak yang harus
diselesaikan (tekanan keuangan).
2) Peluang (Opportunity)
kesempatan dikarenakan si pelaku percaya bahwa aktivitas mereka tidak
akan terdeteksi. Opportunity dalam suatu perusahaan disebabkan karena
kurangnya pengawasan internal perusahaan.
3) Rasionalisasi (Rasionalitation)
Rasionalisasi adalah suatu sikap pembenaran terhadap tindakan fraud
yang telah dilakukan. Fraud dilakukan berdasarkan rasionalisasi sesorang
artinya bahwa perbuatan tersebut bukan suatu pelanggaran.
4) Kompetensi (competence)
memiliki arti yang mirip dengan kapabilitas / kemampuan yang telah
dijelaskan sebelumnya dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan
Hermanson tahun 2014. Kompetensi / kapabilitas adalah kemampuan
karyawan untuk mengabaikan pengendalian internal, mengembangkan
strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan
pribadi (Crowe, 2011).
5) Arogansi
Menurut Crowe, adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan
merasa bahwa pengendalian atau kebijakan internal perusahaan tidak
berlaku baginya.

Fraud GONE

Teori GONE dikemukakan oleh seorang pemikir bernama Jack Bologne dimana
ada empat alasan penipuan. "GONE" yang merupakan singkatan dari huruf
pertama dari setiap faktor yang dikemukakan yaitu Greed, Opportunity, Need, dan
Exposure.
1) Gone (keserakahan)
adalah keinginan untuk selalu mendapatkan yang terbaik. Keserakahan
dikaitkan dengan moral individu.
2) Opportunity (peluang)
adalah keadaan yang bisa datang kapan saja. Selain itu, peluang sangat
bergantung pada posisi seseorang. Semakin tinggi posisi seseorang, semakin
besar kemungkinan terjadinya penipuan.
3) Need (Kebutuhan)
dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya aktivitas penipuan ketika
kebutuhan seseorang (bisa dikatakan) sangat mendesak. Tuntutan pemenuhan
inilah yang kemudian membuat seseorang mengambil jalan pintas untuk
bertindak curang.
4) Exsposure (Keterpaparan)
terkait hukuman pelaku penipuan. Dengan terkuaknya suatu kecurangan di
perusahaan tidak menutup kemungkinan terulangnya hal yang sama jika
diberi hukuman atau saksi yang lemah dan tidak menimbulkan sifat jera.

Gone (Keserakahan) dan Need (Kebutuhan) sering disebut sebagai faktor


individu, sedangkan Opportunity (peluang) dan Exposure (keterpaparan)
disebut sebagai faktor umum.

Bentuk korupsi menurut KPK


Bentuk Perbuatan Korupsi
Korupsi
Kerugian uang 1) Melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
negara suap sendiri.
menyuap 2) Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana.
3) Memberi atau menjanjikan sesuatu.
4) Memberi sesuata yang dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.
5) Memberi hadiah atau janji kepada pegawai.
6) Menerima pemberian atau janji.
7) Menerima hadiah atau janji dengan tujuan untuk
menggerakkan agar melakukan sesuatu atau tidak
melakukan dalam jabatannya.
8) Menerima hadiah, yang diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya.
9) Diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut
pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut
ada hubungan dengan jabatannya.
10) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim.
11) Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada advokat.
12) Hakim ynag menerima hadiah atau janji untuk
mempengaruhi putusan perkara.
Penggelapan 1) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
dalam Jabatan ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, menggelapkan
uang atau surat berharga yang disimpan karena
jabatannya.
2) Memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus
untuk pemeriksaan administrasi.
3) Menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan
untuk meyakinkan, atau membuktikan di muka pejabat
yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya.
4) Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat, atau daftar tersebut.
5) Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta, surat, atau daftar tersebut.
Pemerasan 1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan
maksud menguntukan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaan.
2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan
seolah-olah merupakan utang kepada dirinya.
3) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menjalankan tugas, meminta atau menerima atau
memotong pembayaran kepada kas umum, seolah-olah
mempunyai utang kepadanya.
Perbuatan 1) Pemborong yang melakukan perbuatan curang pada saat
Curang membuat bangunan atau penjualan bahan bangunan.
2) Pengawas bangunan yang sengaja melakukan perbuatan
curang.
3) Setiap orang yang menyerahkan keperluan TNI atau
Kepolisian Negara RI melakukan perbuatan curang.
4) Pengawas yang bertugas mengawasi penyerahan barang
keperluan TNI dan Kepolisian Negara RI dengan sengaja
melakukan perbuatan curang.
Benturan 1) Turut serta dengan sengaja secara langsung maupun tidak
kepentingan langsung dalam pemborongan, pengadaan, atau
dalam persewaan.
pengadaan 2) Pemberian suap yang berhubungan jabatannya dan
gratifikasi berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
Sumber : KPK (2006)

Potensi Fraud di Organisasi Sektor Publik


Perbuatan fraud dapat merugikan keuangan negara, keuangan perusahaan, dan
merusak sendi-sendi sosial budaya masyarakat. Sudarmo et al, (2008)
mengemukakan bahwa fraud hampir terdapat pada setiap lini pada suatu
organisasi, mulai dari jajaran manajemen atau pimpinan puncak sampai kepada
jajaran terdepan atau pelaksana bahkan bisa sampai ke pesuruh (office boy).
Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan oleh seorang pegawai yang
tampaknya jujur sekalipun. Di Indonesia kasus fraud yang terjadi secara jumlah
dan frekuensi dari tahun ke tahun terus meningkat, secara faktual (nyata) sulit
untuk menguantifikasi kerugian. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan fraud sulit
ditemukan dan diungkap secara tuntas.

Pengendalian Intern Untuk Mencegah KKN


Peranan auditor sering digambarkan sebagai pengawas (watchdog) terhadap
adanya indikasi KKN. Auditor harus waspada terhadap kemungkinan KKN dan
yang mencurigakan bukan dengan sengaja mencari KKN pada bidang-bidang
yang tidak menunjukkan indikasi KKN.
Pada sektor publik, peranan auditor sebagai pengawas atas indikasi KKN lebih
ditekankan daripada auditor pada sektor swasta. Auditor tidak saja waspada
terhadap kemungkinan KKN tetapi juga mempersiapkan langkah-langkah spesifik
untuk mencegah KKN, yang biasanya menjadi bagian dari evaluasi yang lebih
luas atas pengendalian intern. Ketika melakukan audit pada instansi pemerintahan,
auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya KKN ketika
merencanakan audit dan menelaah pengendalian intern. Auditor juga harus
memberi perhatian khusus terhadap praktik-praktik KKN dan langkah-langkah
yang diambil manajemen instansi untuk membatasi kemungkinan KKN. Hal ini
dipengaruhi oleh harapan dari masyarakat yang menunjukkan persoalan moral
yang lebih tinggi berkenaan dengan dana-dana publik yang hilang karena KKN.

Beberapa Pengendalian Intern Kunci


Setiap organisasi memiliki situasi dan kondisi yang berbeda-beda akan tetapi
mereka mempunyai beberapa pengendalian intern kunci yang sama dalam
mencegah KKN. Pengendalian-pengendalian tersebut adalah:
a) Pengendalian-pengendalian yang melibatkan lebih dari satu pejabat.
 Pemisahan tugas
sehingga tidak ada satu pegawai pun yang mengendalikan seluruh
proses dalam suatu transaksi atau kegiatan. Pada umumnya, ketika ada
risiko KKN, terutama penggelapan, tugas-tugas harus melibatkan
minimal dua pegawai.
 Supervisi langsung
untuk mengurangi kemungkinan dan godaan untuk melakukan KKN.
Pegawai yang dibiarkan sendiri untuk suatu periode yang panjang atau
periode yang dapat diprediksi dapat tergoda untuk melakukan KKN,
terutama apabila pegawai tersebut bertanggung jawab atas aset-aset
yang dapat dipindahkan dan berharga.
b) Pengendalian-pengendalian yang menggunakan rekonsiliasi
independen
Rekonsiliasi bank adalah contoh nyata pengendalian jenis ini. Rekonsiliasi
independen atas dua perangkat catatan seringkali dapat mencegah atau
menemukan kecurangan karena tidak semua pihak memiliki akses atas
semua catatan. Seringkali pelaksanaan rekonsiliasi, walaupun bukan
dengan maksud untuk menemukan kecurangan, dapat mencegah terjadinya
kecurangan karena pegawai yang mempersiapkan suatu catatan atau
laporan biasanya tidak mengetahui catatan/laporan lainnya yang
direkonsiliasikan dengan catatan atau laporannya. Rekonsiliasi antara
pegawai pada posisinya dengan catatan kepegawaian, misalnya mampu
mencegah adanya pembayaran-pembayaran kepada pegawai fiktif.
c) Pengendalian-pengendalian yang melibatkan penggunaan tanda
tangan
Para pelaku KKN potensial seringkali dapat dicegah melakukan KKN jika
mereka diharuskan memberikan tanda tangan pada pekerjaan mereka.
Bukti yang menunjukkan siapa yang mengerjakan suatu pekerjaan
biasanya merupakan prasyarat untuk mencapai suatu kualitas dan
keandalan kinerja yang baik. Pembayaran yang disertai tanda tangan
antara pejabat yang menerima dan yang memberi merupakan contoh
umum jenis pengendalian ini.
d) Pengendalian fisik
Kunci pada pintu, lemari brankas, halaman yang berpagar terkunci
merupakan contoh pengendalian yang membantu mencegah pencurian.
Pengendalian-pengendalian fisik umumnya membantu meminimalkan
risiko-risiko dan godaan-godaan.
e) Daftar kekayaan yang dimiliki pejabat
Daftar ini harus tersedia bagi politisi maupun pejabat yang memiliki
kepentingan terhadap pekerjaan organisasi.

Kegiatan-Kegiatan yang Rawan terhadap Kecurangan Kegiatan-kegiatan yang


rawan berbeda-beda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, tetapi
kegiatan-kegiatan ini memiliki kesamaan umum yang berkenaan dengan
pengeluaran-pengeluaran untuk:
a) Pembayaran tunjangan atau subsidi.
b) Pembayaran-pembayaran kontrak, terutama pekerjaan pembangunan.
c) Persediaan, termasuk perkakas-perkakas kantor yang berharga.
d) Pinjaman kepada pegawai, pinjaman mobil, dan sebagainya.
e) Pembayaran lembur, bonus dan honor-honor.
f) Pembayaran perjalanan dinas.
g) Barang-barang inventaris pada perumahan pegawai, penjara, rumah sakit,
dan sejenisnya.
h) Kas kecil.
i) Dana-dana tak resmi, seperti sumbangan-sumbangan.
j) Pembayaran kepada pegawai honorer.

Kegiatan-Kegiatan yang Rawan terhadap Korupsi


Beberapa kegiatan yang dapat menjadi rawan terhadap praktik-praktik korupsi
yang meluas adalah:
a) Pentenderan, pemberian dan penyelesaian kontrak, menyewa konsultan
atau staf sementara dari unit lain.
b) Penjualan dengan tekanan, seperti pemberian hadiah atau liburan bila
membeli suatu barang.
c) Jamuan.
d) Pemberian ijin/lisensi.
e) Pembelian barang-barang yang langsung dikirimkan ke lokasi gedung
bukannya ke gudang.
f) Konflik kepentingan yang timbul ketika politisi atau pejabat (atau teman
dan kerabat mereka) memiliki kepentingan-kepentingan finansial atas
pekerjaan yang diberikan oleh instansi publik.
g) Penggunaan peralatan khusus, seperti laptop dan mobil, untuk pekerjaan
pribadi.
h) Penghapusan atau penjualan barang-barang inventaris bekas.

Indikasi-Indikasi Terjadinya KKN


Daftar berikut berisi hal-hal yang patut dicurigai yang menunjukkan indikasi
terjadinya KKN bagi auditor:
a) Kesulitan bertemu pegawai tertentu yang penting bagi audit.
b) Kesulitan menemukan dokumen-dokumen.
c) Dokumen-dokumen yang telah diubah, terutama bila telah difotokopi atau
di-tipp-ex, kecuali ada paraf yang menunjukkan tanggung jawab
perubahan dan hal yang berubah masih terbaca.
d) Pos-pos yang belum diselesaikan untuk jangka waktu yang lama atau
saldo-saldo yang tidak dapat dijelaskan dalam pembukuan.
e) Keengganan pegawai/pejabat untuk mengambil cuti.
f) Gaya hidup yang mewah.
g) Kunjungan-kunjungan kepada kontraktor yang sering dan tidak biasa.
h) Keengganan untuk ditemani/disaksikan orang lain selama atau ketika
menangani hal-hal yang terkait dengan kas.
i) Upaya-upaya menawarkan informasi-informasi tertentu, seperti transaksi-
transaksi tertentu, kepada auditor.
j) Penawaran jamuan yang berlebihan, terutama bila jamuan ini kemudian
dapat dipandang sebagai penyuapan.
k) Komputer yang selalu bermasalah ketika auditor mencoba
menggunakannya.
l) Upaya-upaya memojokkan pegawai lain (baik benar ataupun tidak benar)
yang dapat dipandang sebagai cara-cara untuk mengalihkan perhatian
auditor kepada pihak ketiga yang tidak bersalah.

Satu indikasi dapat berkembang menjadi jauh, akan tetapi apabila hanya satu saja
dari indikasi-indikasi di atas kecil kemungkinan untuk memunculkan kecurigaan;
kombinasi dari beberapa indikasi di atas harus menjadi perhatian.

Sistem Pengendalian Sektor Publik terhadap Pencegahan KKN di Indonesia


Sistem pengendalian manajemen sektor publik yang diterapkan di Indonesia
selama ini telah bergulat sedemikian keras dalam memberantas praktik KKN yang
seakan berakar di negara kita. Sistem pengendalian yang efektif didukung oleh
struktur dan peraturan yang memadai. Pemerintah Indonesia telah menetapkan
beberapa peraturan terkait dengan praktik KKN, antara lain:
a) UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Undang- Undang ini memuat tentang definisi dan batasan penyelenggara
negara yang bersih dan bebas KKN, asas umum pemerintahan negara
(good governance), peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara
yang bersih serta keberadaan komisi pemeriksa kekayaan negara.
Keberadaan komisi pemeriksa tersebut sejalan dengan UU Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Pengelolaan Kekayaan
Negara yang dilakukan oleh BPK-RI selaku komite audit pemerintah. Hal
ini juga telah memenuhi kriteria penilaian risiko dalam COSO Framework.
Selain itu UU ini juga mengatur hak penyelenggaraan negara dan sanksi
bagi yang melanggar.
b) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi
UU ini mengatur tentang tindak korupsi, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan dalam pengadilan serta sanksi yang dikenakan. Struktur yang
mendukung pengendalian atas KKN juga harus diperhatikan. Sebagaimana
telah diatur dalam UU, struktur yang mendukung antara lain:
a) ITJEN sebagai pemeriksa internal tiap kementerian/lembaga
b) BPK-RI sebagai pemeriksa internal pemerintah
c) POLRI sebagai lembaga penegak hukum
d) Kejaksaan dan Kehakiman sebagai lembaga peradilan hukum

Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mendirikan beberapa badan independen
yang juga menangani masalah KKN, yakni KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi). Akan tetapi struktur
yang baik tidak akan berhasil tanpa sumber daya manusia yang berkualitas, baik
dari segi kemampuan maupun moral. Oleh karena itu pemerintah berupaya
menempatkan orang-orang yang tepat pada posisi-posisi tersebut. Meski saat ini
kinerja lembaga-lembaga pengendalian KKN telah menunjukkan sedikit
kemajuan, pemberantasan KKN masih merupakan agenda jangka panjang dan
memerlukan upaya peningkatan yang terus-menerus.
Daftar Pustaka

Murwanto, Rahmadi. et al. Audit Sektor Publik. Suatu Pengantar bagi


Pembangunan Akuntabilitas Instansi Pemerintah

Utary, Anis Rachma dan Muhammad Ikbal. Audit Sektor Publik. INTERPENA:
Yogyakarta

Aksa, Adi Faisal. 2018. Pencegahan dan Deteksi Kasus Korupsi pada Sektor
Publik dengan Fraud Triangle. Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi (JEBA).
Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Jenderal Soedirman. Purwakarta. Vol.
20 [4].

Anda mungkin juga menyukai