Implementasi Metode Elemen Hingga

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 53

IMPLEMENTASI METODE ELEMEN HINGGA

PADA PERPINDAHAN PANAS

SKRIPSI

JONATHAN LIVIERA MARPAUNG


150803048

PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


IMPLEMENTASI METODE ELEMEN HINGGA
PADA PERPINDAHAN PANAS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

JONATHAN LIVIERA MARPAUNG


150803048

PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN ORISINALITAS

IMPLEMENTASI METODE ELEMEN HINGGA


PADA PERPINDAHAN PANAS

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2019

Jonathan Liviera Marpaung


150803048

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Implementasi Metode Elemen Hingga pada


Perpindahan Panas
Kategori : Skripsi
Nama : Jonathan Liviera Marpaung
Nomor Induk Mahasiswa : 150803048
Program Studi : Sarjana S-1 Matematika
Fakultas : MIPA-Universitas Sumatera Utara

Disusun di
Medan, April 2019

Ketua Program Studi Pembimbing,

Dr. Suyanto, M.Kom Prof. Dr. Tulus. Vor.Dipl.Math., M.Si., Ph.D


NIP. 19590813 198601 1 002 NIP. 19620901 198803 1 002

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IMPLEMENTASI METODE ELEMEN HINGGA
PADA PERPINDAHAN PANAS

ABSTRAK

Metode elemen hingga adalah salah satu metode yang digunakan dalam analisa
struktur dan non struktur. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui implementasi
metode elemen hingga pada permasalahan non struktur yaitu perpindahan panas secara
konduksi dan konveksi. Media yang digunakan adalah knalpot sepeda motor yang
dimodelkan dengan software COMSOL Multiphysics 5.4 dengan mengkombinasikan
material stainless steel 405 annealed dengan 3 material berbeda yaitu stainless steel
chrome 35% steel, Titanium Beta-21s dan C (diamond) tipe II sebagai tabung besar
pada model knalpot. Hasil yang diperoleh yaitu besar nilai perpindahan panas paling
rendah adalah pada material C (diamond) tipe II dengan besar perpindahan panas
sebesar 325 K.

Kata Kunci: Konduksi, Konveksi, Metode elemen hingga, Perpindahan panas

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IMPLEMENTATION OF FINITE ELEMEN METHOD
IN HEAT TRANSFER

ABSTRACT

The finite element method is one method used in structural and non structural analysis.
This paper aims to determine the implementation of the finite element method on non
structural problems namely conduction and convection heat transfer. The media used
is a motorcycle exhaust modeled with COMSOL Multiphysics 5.4 software by
combining annealed stainless steel 405 material with 3 different materials, 35%
chrome stainless steel, Beta-21s Titanium and Carbon II type as a large tube on the
exhaust model. The results obtained are that the lowest heat transfer value is in
Carbon II material type with a heat transfer rate of 325 K.

Keywords: Conduction, Convection, Finite element method, Heat transfer

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan
limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul
IMPLEMENTASI METODE ELEMEN HINGGA PADA PERPINDAHAN
PANAS.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan membimbing Penulis dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih Penulis
sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku rektor Universitas Sumatera
Utara dan seluruh jajaran rektorat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S selaku dekan FMIPA USU, Ibu Dr. Nursahara
Pasaribu, M.Sc selaku wakil dekan I FMIPA USU, Bapak Drs. Gim Tarigan, M.Si
selaku wakil dekan II FMIPA USU dan Bapak Saharman Gea, Ph.D selaku wakil
dekan III FMIPA USU.
3. Bapak Dr. Suyanto, M.Kom dan Bapak Drs. Rosman Siregar, M.Si selaku ketua
program studi dan sekretaris program studi Matematika FMIPA USU, Dosen
program studi Matematika FMIPA USU, Pegawai dan Rekan-rekan kuliah.
4. Bapak Prof. Dr. Tulus. Vor.Dipl.Math., M.Si., Ph.D selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan dan bimbingan selama
penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Dr. Elvina Herawati, M.Si dan Bapak Ujian Sinulingga, M.Si selaku dosen
penguji atas segala masukan dan saran yang diberikan selama proses penyelesaian
skripsi ini.
6. Ayahanda H. Marpaung dan Ibunda Y. F. Br Pangaribuan, Abangda Fernando
Benri Marpaung, Yohanes Aprianus Marpaung (+), Frengki Apec Marpaung,
Adinda Maria Arta Lestari Marpaung dan Januari Ramdan Damelo Marpaung dan
seluruh keluarga besar Opung Fernando atas kehangatan yang diberikan kepada
penulis sebagai anugerah terindah yang Tuhan berikan dalam kehidupan keluarga
Penulis.
7. Abangda Tulus Joseph Marpaung, M.Si, Yuegilion Purba, M.Si, Yan Batara, M.Si

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan seluruh tim futsal alumni matematika FMIPA USU serta kakanda Endang
Tampubolon, S.Si dan Helena Isti Nababan, S.Si yang telah membantu Penulis
dalam segi materi dan moral.
8. Teman-teman terhebat dan terkasih Muhammad Shiddiq, Erick Martin Agustinus,
Apnesia Feronika Nainggolan, Anna Stefany, Malindo Carry Name Tampubolon,
Denny Setiawan, Filo Zeno, Roma Rio Simbolon, Dessy R N Siahaan, Erwin
Jontua Sitohan, Rio Budianto Pasaribu, Muhammad Yogi, Risky Yohanes Zebua,
Hans Ghabel, Rachma Srifani Siregar, Aprilia Malau, Irma Mega Panjaitan, Kiki
Pernanda Kaban, Herman Basuki Lumbantobing dan seluruh mahasiswa
matematika FMIPA USU Stambuk 2015, 2016, 2017 dan 2018 yang telah
memberikan cerita selama kehidupan kampus berlangsung.
9. Kepada terkasih Shella Melati Saragih yang telah menjadi penyemangat dan
motivasi Penulis.
10. Semua teman kelompok KKN Tematik PUPR Serbalawan, Simalungun, Rasyid,
Nopal, Ica, Khai, Irak, Ira suster, Yuke, Nurin, Elita, Andriani, Ayu, Kiwe, Fitri,
Artha dan Fitria Melisa yang menjadi sahabat seperjuangan di kegiatan KKN
selama 35 hari, yang selalu memberikan semangat dan motivasi bahkan doa
kepada Penulis, semoga Tuhan senantiasa menyertai rekan-rekan dalam
perkuliahannya.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam Penulisan skripsi
ini. Maka Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaan skripsi ini.

Medan, April 2019


Penulis

Jonathan Liviera Marpaung


150803048

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Kontribusi Penelitian 3
1.6 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Metode Elemen Hingga 4
2.2 Tipe Elemen pada Metode Elemen Hingga 5
2.2.1 Mesh 7
2.3 Matriks Kekakuan Lokal 8
2.4 Tahapan Metode Elemen Hingga 9
2.5 Metode Galerkin pada Metode Elemen Hingga 13
2.6 Aliran Laminar dan Turbulen 14
2.7 Perpindahan Panas (Heat Transfer) 14
2.8 Formulasi Persamaan Panas 2 Dimensi 22

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Studi Pendahuluan 26
3.2 Teknik Analisis Data 26
3.3 Komponen Model Knalpot pada COMSOL Multiphysics 5.4 27
3.4 Material Knalpot Sepeda Motor 27
3.5 COMSOL Multiphysics 5.4 28
3.6 Diagram Alir Penelitian 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Komputasi dengan COMSOL Multiphysics 5.4 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 40
5.2 Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN 40

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Komponen model knalpot dengan COMSOL Multyphysics 5.4 27

Tabel 3.2 Komponen Mesh Model Knalpot 29

Tabel 3.3 Properties Material 4 jenis knalpot 29

Tabel 4. 1 Hasil simulasi COMSOL Multiphysics 5.4 37

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Aproksimasi solusi total diperoleh dari gabungan solusi elemen 5

Gambar 2. 2 Tipe elemen 1 dimensi 5

Gambar 2. 3 Contoh elemen 2 dimensi sebuah segitiga 6

Gambar 2. 4 Contoh elemen 3 dimensi bentuk balok 6

Gambar 2. 5 Terbentuknya benda axisymetri karena segitiga diputar 7

Gambar 2. 6 Mesh teratur (1) dan mesh tidak teratur (2) 7

Gambar 2. 7 Meshing dari benda 2 dmensi dan kesalahannya (atas) 8

Gambar 2. 8 A dan B merupakan titik dan x merupakan garis 8

Gambar 2. 9 Elemen batang panjang dan sistem pegas linier 9

Gambar 2. 10 Aliran turbulen dan laminar 14

Gambar 2. 11 Ilustrasi perpindahan panas dalam volume control 15

Gambar 2. 12 Perpindahan panas konduksi dengan konveksi 18

Gambar 2. 13 Analisa elemen temperatur sebuah batang 20

Gambar 2. 14 Elemen segitiga dengan 3 titik 22

Gambar 3. 1 Model Knalpot Supra X 125 D 2009 26

Gambar 3. 2 Model Knalpot di COMSOL Multiphysics 5.4 28

Gambar 3. 3 Mesh Model Knalpot 29

Gambar 3. 4 Model Knalpot Stainless steel 405 Annealed di COMSOL 30

Gambar 3. 5 Model knalpot silinder besar 30

Gambar 3. 12 Diagram Alir Penelitian 31

Gambar 4. 1 Suhu permukaan knalpot menggunakan material C (diamond) tipe II 34

Gambar 4. 2 Grafik perpindahan panas pada material material C (diamond) tipe II 35

Gambar 4. 3 Suhu permukaan knalpot menggunakan material Titanium Beta-21S 35

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4. 4 Grafik perpindahan panas pada material Titanium Beta-21S 36

Gambar 4. 5 Suhu permukaan knalpot menggunakan material Stainless Steel 36

Gambar 4. 6 Grafik perpindahan panas pada material Stainless Steel 37

Gambar 4. 7 Grafik perpindahan panas 3 material silinder besar knalpot 38

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel koefisien perpindahan panas 41

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebatang besi yang dipanaskan pada salah satu ujungnya akan mengalirkan
panas yang mengakibatkan seluruh permukaan besi menjadi panas. Fenomena ini
dikenal dengan perpindahan panas (Heat Transfer). Perpindahan panas adalah ilmu
untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi akibat perbedaan suhu pada benda
atau material. Proses perpindahan panas dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu
perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi.
Berdasarkan hukum kekekalan energi bahwa “energi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan, tetapi energi dapat dipindahkan” maka energi panas dapat mengalami
perpindahan. Sehingga perpindahan panas pada suatu benda, misalnya knalpot pada
sepeda motor, merupakan salah satu fenomena yang menarik untuk dilakukan
penelitian. Biasanya dalam penyelesaian fenomena perpindahan panas dilakukan
secara analisis maupun numerik supaya mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Perpindahan panas merupakan aplikasi dari persamaan diferensial parsial
sehingga dibutuhkan simulasi agar sifat dan karakteristik dari laju perpindahan panas
dapat diketahui. Dalam penelitian ini, fenomena tentang perpindahan panas akan
diselesaikan secara numerik. Ada tiga metode dalam menentukan solusi numerik yang
dapat digunakan yaitu metode elemen hingga, metode beda hingga dan metode volume
hingga. Penulis dalam hal ini menggunakan metode yaitu metode elemen hingga.
Selanjutnya solusi yang didapat akan disimulasikan secara komputasi dengan
menggunakan software COMSOL Multiphysics 5.4 yang berbasis metode elemen
hingga untuk mengetahui laju perpindahan panas.
Metode elemen hingga (MEH) merupakan salah satu metode yang sering
digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial pada permasalahan
ilmu rekayasa dan matematika fisik seperti perpindahan panas, analisis struktur, aliran
fluida, transportasi massa dan potensial elektromagnetik. Metode elemen hingga
sendiri akan membagi masalah yang kompleks menjadi elemen-elemen yang lebih
sederhana supaya lebih mudah mendapatkan solusi. Solusi dari setiap elemen
kemudian digabungkan sehingga menjadi solusi masalah secara keseluruhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Penelitian mengenai perpindahan panas pernah dilakukan oleh Tulus et al.


(2018) yang berjudul “Heat transfer problem analysis in three dimension tromol brake
system problem”. Penelitian tersebut menjelaskan analisis elemen hingga pada
perhitungan numerik perpindahan panas sebuah rem tromol kendaraan. Selanjutnya
implementasi lainnya mengenai metode elemen hingga juga pernah dilakukan oleh
Marpaung T.J. (2015) dalam penelitiannya tentang aliran fluida menggunakan solusi
numerik metode elemen hingga dan mensimulasikan pergerakan fluida dalam tabung
dengan program COMSOL Multiphysic 4.2
Berdasarkan uraian di atas Penulis tertarik untuk menerapkan metode elemen
hingga dalam menyelesaikan masalah perpindahan panas pada knalpot sepeda motor
sehingga Penulis memilih judul skripsi “Implementasi Metode Elemen Hingga pada
Perpindahan Panas”.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan Penulis teliti adalah
bagaimana implementasi metode elemen hingga pada perpindahan panas terhadap
beberapa bahan penyusun benda yang akan disimulasikan dalam program COMSOL
Multiphysics 5.4.

1.3 Batasan Masalah


Dalam penulisan skripsi ini, Penulis memberikan batasan masalah yaitu:

1. Memfokuskan pada perubahan suhu panas dari inlet ke outlet knalpot.


2. Material knalpot silinder dalam yaitu Stainless steel 405 Annealed untuk setiap
model knalpot.
3. Material knalpot silinder luar besar masing-masing yaitu Stainless Steel Chrome
35% Steel, Titanium Beta-21S dan C (diamond) tipe II.
4. Kecepatan mesin dianggap konstan dengan suhu inlet sebesar 373 K.
5. Tidak diperhitungkan laju fluida dalam volume kontrol.
6. Tidak diperhitungkan frekuensi bunyi dan suhu sambungan benda.
7. Model knalpot adalah knalpot sepeda motor Supra X 125 D 2009.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk menentukan solusi numerik berupa besar suhu akhir
pada perpindahan panas dari inlet ke outlet dengan perubahan material knalpot pada
silinder besar knalpot .

1.5 Kontribusi Penelitian


Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk melakukan
penelitian perpindahan panas secara numerik lebih lanjut terutama pada suatu knalpot.

1.6 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam implementasi metode elemen
hingga pada perpindahan panas khususnya dalam membandingkan besar
perpindahan panas dengan perbedaan material.
2. Bagi Universitas
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi jurnal dan bacaan
kepada mahasiswa/i yang tertarik dalam penerapan metode elemen hingga pada
perpindahan panas atau jenis penelitian yang serupa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Elemen Hingga


Metode Elemen Hingga adalah prosedur numerik untuk mendapatkan solusi
persamaan diferensial, dapat berupa persamaan diferensial biasa (Ordinary
Differential Equation) atau persamaan diferensial parsial (Partial Differential
Equation) dalam permasalahan teknik maupun permasalahan fisika dalam kehidupan
sehari-hari. Tipe permasalahan dalam metode elemen hingga yang dapat diselesaikan
terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok masalah analisa struktur dan kelompok
masalah non struktur.

a. Kelompok masalah Analisa Struktur


1. Analisa tegangan/Stress, meliputi analisa Truss dan frame serta permasalahan
yang terkait dengan tegangan yang terkonsentrasi.
2. Buckling.
3. Analisa getaran.

b. Kelompok masalah non struktur


1. Perpindahan panas dan massa.
2. Mekanika fluida, termasuk aliran fluida lewat media porous.
3. Distribusi dari potensial listrik dan potensial magnet.

Pada awalnya metode elemen hingga dikembangkan untuk keperluan industri


pesawat terbang pada tahun 1950-an oleh Boeing dan Bell Aerospace. Artikel jurnal
pertama tentang metode elemen hingga ditulis oleh Turner et al.(1950) Dalam
tulisannya Turner menjabarkan bagaimana formulasi elemen ditentukan dan model
matriks dibentuk. Proses inti dari metode elemen hingga adalah membagi
permasalahan yang rumit menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana sehingga dari
pembagian elemen-elemen tersebut dapat ditentukan solusi dari masing-masing
elemen sehingga dengan penggabungan kembali dari pembagian elemen akan
didapatkan solusi numerik dari permasalahan yang ada. Untuk mendapatkan solusi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

elemen, metode elemen hingga menggunakan fungsi interpolasi untuk


mengaproksimasi solusi elemen.

Fungsi interpolasi

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Gambar 2. 1 Aproksimasi solusi total diperoleh dari gabungan solusi elemen

2.2 Tipe Elemen pada Metode Elemen Hingga


Dalam Metode Elemen Hingga terdapat 3 tipe elemen yang tergolong analisis
struktur yaitu elemen 1 dimensi, 2 dimensi dan 3 dimensi. Penentuan tipe elemen
tergantung bagaimana struktur yang akan dianalisis, penentuan tipe elemen juga harus
memperhatikan koordinat yang digunakan didalam kasus yang akan dianalisis.

a. Elemen 1 Dimensi

Elemen 1 dimensi adalah tipe elemen paling sederhana, dimana bentuk dari elemen 1
dimensi hanya berupa garis lurus yang berada pada sumbu-x atau sumbu-y dengan
dipengaruhi oleh komponen lainnya dimana elemen satu dimensi hanya memiliki 2
titik yaitu di kedua ujung garis lurus atau dapat dikatakan elemen garis linier. Jenis
elemen 1 dimensi lainnya dengan titik lebih tinggi adalah elemen kuadratik 1 dimensi
dengan 3 titik dan elemen 1 dimensi kubik dengan 4 titik.

(1) (2) (3)

Gambar 2. 2 Tipe elemen 1 dimensi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

b. Elemen 2 dimensi

Elemen 2 dimensi adalah tipe elemen yang memiliki jumlah titik lebih banyak dari
pada elemen 1 dimensi yaitu dengan menggunakan koordinat pada sumbu-x dan
sumbu-y. Elemen 2 dimensi dapat membentuk sebuah segitiga ataupun berbentuk
trapesium dan bentuk lainnya dengan titik dan garis yang membentuk sebuah
struktur 2 dimensi.

Gambar 2. 3 Contoh elemen 2 dimensi sebuah segitiga

c. Elemen 3 Dimensi

Elemen 3 dimensi adalah tipe elemen yang sangat rumit karena menggunakan 3
koordinat yaitu sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z, koordinat pada ketiga sumbu
akan membentuk sebuah bangun ruang dengan berbagai bentuk baik yang teratur
maupun bentuk sebarang.

Gambar 2. 4 Contoh elemen 3 dimensi bentuk balok

d. Elemen Axisymetri

Elemen terakhir dalam Metode Elemen Hingga adalah elemen axisymetri. Elemen
ini terbentuk karena suatu luasan dari benda yang diputar disekitar sumbu yang
sama. Jika benda dengan luasan segitiga diputar pada sumbu z maka luasan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

segitiga tersebut akan membentuk benda axisymetri yaitu bentuk toroid atau
kerucut terpancung.

Gambar 2. 5 Terbentuknya benda axisymetri karena segitiga diputar

2.2.1 Mesh
Inti dari Metode Elemen Hingga adalah pembagian elemen yang kompleks
menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana atau yang dinamakan mesh. Meshing
adalah proses pembagian elemen pada benda, jenis mesh terbagi menjadi dua yaitu
mesh segi empat dan mesh segitiga. Secara struktur mesh terbagi menjadi dua yaitu
mesh teratur dan tak teratur. Mesh teratur memiliki susunan yang memiliki pola
sedangkan mesh tak teratur tidak memiliki pola.

(2)
(1)

Gambar 2. 6 Mesh teratur (1) dan mesh tidak teratur (2)

Dalam proses meshing semakin banyak garis dan titik yang digunakan maka
tingkat error dari perhitungan akan semakin kecil tetapi dalam perhitungan akan
membutuhkan waktu yang sangat lama karena harus menghitung nilai masing-masing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

dari elemen. Dalam proses meshing ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan,
yaitu:

1. Conforming yaitu sebuah titik atau titik tidak diperbolehkan berada dalam elemen
dalam geometri.
2. Garis dari domain geometri harus saling terhubung dengan garis elemen lainnya
tidak boleh terpotong.
3. Memiliki rentang sudut antara 450-900

Tidak sesuai
domain

Tidak sesuai domain


Berbentuk jarum

Gambar 2. 7 Meshing dari benda 2 dmensi dan kesalahannya (atas)

A B
Gambar 2. 8 A dan B merupakan titik dan x merupakan garis

2.3 Matriks Kekakuan Lokal


Matriks kekakuan adalah matriks yang dibentuk dari elemen yang memiliki
hubungan antara gaya (𝐹) yang diberikan dengan perpindahan yang dihasilkan (𝑑)
berdasarkan persamaan:

{𝐹} = [𝑘]{𝑑} (2.1)

Pemotongan batang panjang menjadi elemen yang sederhana dianggap ekuivalen


dengan sebuah sistem pegas linier dalam memberikan respon gaya konservatif yang
diberikan kepadanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Gambar 2. 9 Elemen batang panjang dan sistem pegas linier


Berdasarkan persamaan kekakuan lokal, maka dapat dibentuk persamaan
kesetimbangan yang bekerja dari sebuah batang panjang dan sebuah pegas linier:

𝐹1𝑥 = 𝑘 (𝑑1𝑥 − 𝑑2𝑥 )


(2.2)
𝐹2𝑥 = 𝑘 (𝑑2𝑥 − 𝑑1𝑥 )
Dari persamaan kesetimbangan yang telah dibentuk, selanjutnya akan disusun matriks
persamaan kesetimbangan (2.3)

𝐹1𝑥 𝑘 −𝑘 𝑑1𝑥
{ }=[ ]{ } (2.3)
𝐹2𝑥 −𝑘 𝑘 𝑑2𝑥

Matriks persamaan (2.3) merupakan matriks kekakuan lokal elemen.

2.4 Tahapan Metode Elemen Hingga


Secara umum dalam penyelesaian persoalan dengan metode elemen hingga perlu
melakukan dan memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 : Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi.
Tahap pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengamati benda atau struktur
yang akan dianalisa apakah merupakan benda satu dimensi (contoh batang panjang),
dua dimensi (plate datar) atau tiga dimensi (seperti balok).

Langkah 2 : Pemilihan fungsi pemindah/interpolasi.


Beberapa jenis fungsi yang sering digunakan adalah fungsi linier, fungsi kuadratik,
fungsi kubik atau fungsi polynomial derajat tinggi.

Langkah 3 : Mencari hubungan antara tegangan dan regangan.


Persamaan umum dalam elastisitas adalah hubungan antara tegangan dan regangan,
berlaku:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

𝑑𝑢
∈𝑥 = dan 𝜎𝑥 = 𝐸 ∈𝑥 (2.4)
𝑑𝑥

dimana: ∈𝑥 = Strain

𝜎𝑥 =Stress

𝐸 = Modulus Elastisitas

u = Perpindahan

Langkah 4 : Menghitung matriks kekakuan dari elemen yang dibuat

Untuk benda yang terdiri dari beberapa buah elemen, lakukan penggabungan dari
matriks kekakuan elemen menjadi matriks kekakuan global yang berlaku untuk
seluruh benda atau struktur.

Langkah 5 : Gunakan persamaan kesetimbangan {𝑭} = [𝒌]{𝒅}

Dengan persamaan kesetimbangan masukkan syarat batas yang diketahui dalam soal.

Langkah 6 : Menghitung Strain dan Stress dari tiap elemen.

Langkah 7 : Menginterpretasikan kembali hasil-hasil perhitungan yang


dihasilkan.

Contoh penyelesaian

Dari gambar sistem pegas, diberikan 4 titik yaitu titik 1, 2, 3, 4. Jika pada titik 4
diberikan gaya P = 5000 Lb dan konsanta pegas 𝑘1 , 𝑘2 , 𝑘3 , 𝑘4 masing-masing adalah
1.000 Lb/in, 2.000 Lb/in, 3.000 Lb/in. Maka tentukan matriks kekakuan global,
perpindahan titik 3 dan 4, dan besar gaya yang bekerja pada masing-masing pegas.

Penyelesaian:

Struktur sistem pegas terdiri dari 4 titik dan 3 elemen yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Elemen 1 berbatas titik 1 dan 3

Elemen 2 berbatas titik 3 dan 4

Elemen 3 berbatas titik 4 dan 2

Elemen 1 :

Matriks kekakuan elemen 1 adalah:

F1x 𝑘1 − 𝑘1 d1x
{ }=[ ]{ }
F3x −𝑘1 𝑘1 d3x

Elemen 2:

Matriks kekakuan elemen 2 adalah:

F3x 𝑘 −𝑘2 d3x


{ }=[ 2 ]{ }
F4x −𝑘2 𝑘2 d4x

Elemen 3:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Matriks kekakuan elemen 3 adalah:

𝐹4𝑥 𝑘3 − 𝑘3 𝑑4𝑥
{ }=[ ]{ }
𝐹2𝑥 −𝑘3 𝑘3 𝑑2𝑥

Setelah matriks kekakuan masing-masing elemen sudah ditentukan maka matriks


kekakuan global dapat disusun dengan menggabungkan seluruh matriks kekakuan
lokal. Selanjutnya matriks kekakuan global sebagai berikut:

𝐹1𝑥 𝑘1 0 −𝑘1 0 𝑑1𝑥


𝐹2𝑥 0 𝑘3 0 −𝑘3 𝑑2𝑥
{ }=[ ]{ }
𝐹3𝑥 −𝑘1 0 𝑘1 + 𝑘2 −𝑘2 𝑑3𝑥
𝐹4𝑥 0 −𝑘3 −𝑘2 𝑘2 + 𝑘3 𝑑4𝑥

Selanjutnya substitusikan nilai 𝑘 yang diketahui kedalam matriks kekakuan global,


maka diperoleh persamaan:

𝐹1x 1.000 0 −1.000 0 𝑑1𝑥


𝐹2x 3.000 ] {𝑑2𝑥 }
{ }=[ 0 3.000 0
𝐹3x −1.000 0 3.000 −2.000 𝑑3𝑥
𝐹4𝑥 0 −3.000 −2.000 5.000 𝑑4𝑥

Matriks di atas merupakan matriks kekakuan global. Perlu diketahui bahwa sistem
pegas adalah terikat disetiap ujung pegas, maka titik 1 dan 2 masing-masing tidak
mengalami perpindahan posisi, sehingga perpindahan masing-masing titik 1 dan 2
adalah 0 atau 𝑑1𝑥 = 𝑑2𝑥 = 0.

Lakukan pembagian matriks menjadi sub matriks yang lebih sederhana. Perhatikan
garis bagi dari matriks kekakuan global di bawah ini

𝐹1x 1.000 0 −1.000 0 0


𝐹2x 3.000 ] { 0 }
{ }=[ 0 3.000 0
𝑑3𝑥
𝐹3x −1.000 0 3.000 −2.000
𝐹4𝑥 0 −3.000 −2.000 5.000 𝑑4𝑥

dengan pembagian matriks yang telah dilakukan maka sub matriks yang dapat
diselesaikan adalah:

𝐹 −1.000 0 0 3.000 −2.000 𝑑3𝑥


{ 3x } = [ ]{ } + [ ]{ }
𝐹4𝑥 0 −3.000 0 −2.000 5.000 𝑑4𝑥

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

dengan harga 𝐹3x = 0 dan 𝐹4x = 5.000, substitusikan nilai tersebut kedalam persamaan
matriks yang telah menjadi sub matriks sehingga dihasilkan:

10 15
𝑑3x = 𝑖𝑛 ; 𝑑4x = 𝑖𝑛
11 11

Untuk menghitung besar gaya masing-masing pegas dapat menggunakan sub matriks
lain dari pembagian matriks di atas, maka:

𝐹1x 1.000 0 0 −1.000 0 𝑑


{ }=[ ]{ }+[ ] { 1𝑥 }
𝐹2𝑥 0 3.000 0 0 −3.000 𝑑2𝑥

Maka besar gaya masing-masing pegas adalah:

10.000 45.000
𝐹1x = − 𝐿𝑏 ; 𝐹2x = − 𝐿𝑏
11 11

2.5 Metode Galerkin pada Metode Elemen Hingga


Metode galerkin merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam
menghitung residual pemberat. Dalam menentukan pendekatan solusi berupa
persamaan diferensial perlu ditentukan karakteristik dari fungsi dasar yang terdiri dari
kombinasi linier suatu fungsi independen (fungsi dasar).

𝑛
Fungsi dasar:
𝑢 = ∑ 𝑎𝑗 𝐺𝑗 , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑗 = 1, 2, 3, 4, … , 𝑛 (2.5)
𝑖=1

dimana : 𝑎𝑖 = koefisien yang diasumsikan

𝐺𝑖 = fungsi independen

𝑛 = range dari koefisien

Metode ini merupakan metode yang menghitung dan menentukan fungsi pemberat
untuk masing-masing elemen bagi setiap 𝑎, sehingga persamaan umum dari metode
galerkin adalah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

𝜕𝑢 (2.5a)
𝑊𝑖 = = 𝐺𝑖 , 𝑖 = 1, 2, 3, . . . , 𝑛
𝜕𝑎𝑖

atau ∫𝑥 𝐺𝑖 𝐸 𝑑𝑥 = 0, 𝑖 = 1, 2, 3, . . . , 𝑛 (2.5b)

dimana: 𝑊𝑖 = fungsi pemberat

𝑢̅ = fungsi dasar

𝐸 = nilai residu

2.6 Aliran Laminar dan Turbulen


Bentuk aliran dalam pergerakan fluida dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu aliran
laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar adalah aliran fluida dengan kecepatan
rendah dan/atau kekentalan fluida yang cukup besar sehingga aliran laminar cenderung
stabil tanda banyak riak atau gelombang. Pada aliran turbulen kecepatan gerak partikel
zat cukup besar dan/atau kekentalan fluida yang cukup kecil sehingga mengakibatkan
bentuk gerakan fluida menjadi tidak teratur dan banyak gelombang. (Triatmodjo,
1993).

Gambar 2. 10 Aliran turbulen dan laminar

2.7 Perpindahan Panas (Heat Transfer)


Perpindahan panas atau Heat Transfer merupakan salah satu permasalahan non
struktur yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga. Dalam hal ini metode
elemen hingga berperan sebagai alat formulasi dalam menentukan persamaan
distribusi panas dalam suatu benda, persamaan yang akan dihasilkan adalah persamaan
diferensial parsial karena dalam perpindahan panas yang akan dibahas merupakan
benda 3 dimensi yaitu knalpot sepeda motor. Persamaan diferensial parsial elliptik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

sering digunakan untuk menganalisis berbagai permasalahan rekayasa. Persamaan


umum dari persamaan diferensial parsial elliptik adalah:

𝜕 2𝑇 𝜕 2𝑇 𝜕 2𝑇
(𝑥, 𝑦, 𝑧) + 2 (𝑥, 𝑦, 𝑧) + 2 (𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝒬(𝑥, 𝑦, 𝑧) (2.6)
𝑑𝑥 2 𝑑𝑦 𝑑𝑧
Persamaan (2.6) juga dikenal sebagai persamaan Poisson. Tetapi apabila hasil
persamaan (2.6) 𝒬(x, y, z) = 0 maka persamaan ini tergolong kategori persamaan
diferensial eliptik dan dikenal sebagai persamaan Laplace, dengan persamaan umum:

𝜕 2𝑇 𝜕 2𝑇 𝜕 2𝑇
(𝑥, 𝑦, 𝑧) + (𝑥, 𝑦, 𝑧) + (𝑥, 𝑦, 𝑧) = 0 (2.7)
𝑑𝑥 2 𝑑𝑦 2 𝑑𝑧 2

a. Konduksi Panas 1 Dimensi


Dalam perpindahan panas secara konduksi diasumsikan dalam sebuah ruang
volume kontrol benda diberikan pembatas volume kontrol supaya panas merambat
hanya dalam sumbu x.
Bidang volume
kontrol

𝑞𝑥+𝑑𝑥
𝑄𝑥

𝑑𝑥
Gambar 2. 11 Ilustrasi perpindahan panas dalam volume control
Secara umum perubahan energi yang tersimpan pada konduksi panas 1 dimensi adalah:

𝑞𝑥 + 𝒬 = ∆𝑈 (2.8)

dimana:
𝑞𝑥 = konduksi panas masuk pada sisi x (KW/m2)
Q = sumber panas pada volume kontrol (KW/m2)

∆𝑈= perubahan energi dalam (KWh)


Dalam perpindahan panas dalam ruang 1 dimensi dijelaskan dengan penerapan
persamaan Fourier yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

𝑑𝑇
𝑞𝑥 = −𝐾𝑥𝑥 (2.9)
𝑑𝑥
dimana: 𝐾𝑥𝑥 = konduktivitas panas arah x (KW/m0C)

𝑇 = Temperatur (0C atau 0F)


𝑑𝑇
= gradien temperatur (0C/m atau 0F/ft)
𝑑𝑥

Dapat diperhatikan pada persamaan (2.9) nilai fluks panas memiliki nilai yang
sebanding dengan gradien temperatur pada arah 𝑥, selanjutnya apabila akan dihitung
besar rambatan fluks panas pada sisi 𝑥 + 𝑑𝑥 dari volume kontrol maka persamaan
Fourier menjadi:

𝑑𝑇
𝑞𝑥+𝑑𝑥 = −𝐾𝑥𝑥 | (2.10)
𝑑𝑥 𝑥 + 𝑑𝑥
𝑑𝑇
gradien temperatur yang menyatakan adalah dihitung pada sisi 𝑥 + 𝑑𝑥. Apabila
𝑑𝑥

panas secara kontinu mengalir pada volume kontrol dengan sisi volume kontrol tetap
maka laju perubahan temperatur akan mengikuti pada fungsi deret taylor yaitu dari
suatu fungsi 𝑓(𝑥) disekitar titik 𝑥 + 𝑑𝑥 adalah:

𝑑𝑥 𝜕𝑓 (𝑑𝑥)2 𝜕 2 𝑓 (𝑑𝑥)3 𝜕 3 𝑓 (𝑑𝑥)𝑛 𝜕 𝑛 𝑓


𝑓𝑥+𝑑𝑥 = 𝑓𝑥 + + + + . . . + (2.11)
1! 𝜕𝑥 2! 𝜕𝑥 2 3! 𝜕𝑥 3 𝑛! 𝜕𝑥 𝑛
dengan menggunakan persamaan (2.10) apabila dihubungkan dengan persamaan
(2.11) yang bertujuan menghitung rambatan fluks panas pada sisi 𝑥 + 𝑑𝑥 maka
persamaan baru akan didapatkan yaitu:

𝑑𝑇 𝜕 𝑑𝑇
𝑞𝑥+𝑑𝑥 = − [𝐾𝑥𝑥 + 𝑑𝑥 (𝐾𝑥𝑥 )] (2.12)
𝑑𝑥 𝜕𝑥 𝑑𝑥
selanjutnya dari persamaan perubahan energi yang tersimpan dapat dirumuskan
dengan persamaan:

∆𝑈 = 𝐶 𝜌 𝐴 𝑑𝑥 𝑑𝑇 (2.13)
Dimana: 𝐶 = kapasitas panas (𝐾𝑊ℎ/𝐾𝑔°𝑐)

𝜌 = Rapat massa (𝑘𝑔/𝑚3 )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

apabila persamaan (2.9), (2.10), dan (2.13) disubstitusikan kepersamaan (2.8) dan
dibagi dengan 𝐴 𝑑𝑥 maka akan menghasilkan persamaan baru yaitu:

𝜕 𝜕𝑇 𝜕𝑇
[𝐾𝑥𝑥 ] + 𝒬 = 𝜌 𝐶 (2.14)
𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥
untuk kondisi benda pada keadaan tetap, maka diferensial terhadap waktu bernilai nol,
hal ini dikarenakan dalam keadaan tetap kondisi sistem tidak berubah dengan
berjalannya waktu atau konstan, kondisi ini berakibat untuk setiap properti 𝜌 dari
sistem turunan parsial terhadap waktu adalah nol, maka:

𝜕 𝜕𝑇
[𝐾𝑥𝑥 ] + 𝒬 = 0 (2.15)
𝜕𝑥 𝜕𝑥
Tetapi apabila kondisi material adalah dengan konduktivitas panas konstan (tetap) dan
berada dalam keadaan tetap, maka persamaan (2.15) ditulis:

𝑑2𝑇
𝐾𝑥𝑥 +𝒬 =0 (2.16)
𝑑𝑥 2

b. Perpindahan Panas Konduksi dengan Konveksi


Secara umum ada 3 jenis perambatan panas yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.
Dalam hal ini akan dijelaskan bagaimana perpindahan secara konduksi bersamaan
dengan perambatan panas secara konveksi. Dalam ruang tertutup volume kontrol yang
memiliki padatan dengan temperatur tinggi dari pada fluida yang akan dipindahkan
dimana fluida bergerak disekitar padatan dari volume kontrol, akan menimbulkan
proses perpindahan panas dari padatan volume kontrol ke fluida yang bergerak
ataupun yang berada disekitarnya dengan cara konveksi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

𝑞ℎ

ℎ, 𝑇
𝑞𝑥 𝑞𝑥+𝑑𝑥

𝑞ℎ

Gambar 2. 12 Perpindahan panas konduksi dengan konveksi


pada persamaan (2.8) dituliskan persamaan umum dan perubahan energi yang
tersimpan dalam volume kontrol 1 dimensi secara konduksi, pada kondisi seperti
gambar 2.12 akan diturunkan persamaan diferensial dasar dari proses konduksi 1
dimensi bersamaan dengan proses konveksi pada volume kontrol.

Fluks panas pada proses konveksi:

𝑞ℎ = ℎ (𝑇 − 𝑇∞ ) (2.17)

persamaan umum kekekalan energi:

𝑞𝑥 𝐴 𝑑𝑡 + 𝒬 𝐴 𝑑𝑥 𝑑𝑡 = 𝐶(𝜌 𝐴 𝑑𝑥)𝑑𝑇 + 𝑞𝑥+𝑑𝑥 𝐴 𝑑𝑇 + 𝑞ℎ 𝑃 𝑑𝑥 𝑑𝑡 (2.18)

dimana: ℎ = koefisien perpindahan panas secara konveksi (𝐾𝑊/𝑚2 0𝐶 )


𝑇 = Temperatur antara volume kontrol dan fluida ( 0 𝐶 )
T∞ = Temperatur fluida ( 0𝐶 )
𝑃 = Perimeter bidang A, yang bersinggungan dengan fluida
𝑞ℎ = kalor yang mengalir secara konveksi (KW/m2)

akan disubstitusikan hasil dari persamaan (2.10) sampai dengan persamaan (2.13) ke
persamaan (2.17) selanjutnya akan dibagi dengan 𝐴 𝑑𝑥 𝑑𝑡, maka hasil yang
didapatkan adalah persamaan perpindahan panas secara konduksi bersamaan dengan
perpindahan panas secara konveksi sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

𝜕 𝜕𝑇 𝜕𝑇 ℎ 𝑃
[𝐾𝑥𝑥 ] + 𝒬 = 𝜌 𝐶 + (𝑇 − 𝑇∞ ) (2.19)
𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝐴
perpindahan panas pada bidang volume kontrol dianggap konstan dengan besar kalor
𝑑𝑇
adalah 𝑞 = −𝐾𝑥𝑥 𝑑𝑥 kemudian akan kehilangan panas secara konveksi pada bidang

yang tidak terisolasi dalam arah 1 dimensi. Aliran panas dari permukaan padat ke
fluida sekitar (padatan yang bersinggungan dengan fluida) adalah:

𝑑𝑇
−𝐾𝑥𝑥 = ℎ (𝑇 − 𝑇∞ ) (2.20)
𝑑𝑥
dalam formulasi persamaan Elemen hingga untuk perpindahan panas digunakan
metode residual dari galerkin. Asumsikan 𝒬 = 0 dan diperoleh keadaan tetap,
sehingga diferensial terhadap waktu akan sama dengan 0. Nilai residu 𝑅 diberikan
dalam persamaan:

𝑑 𝑑𝑇 𝑚 𝑐 𝑑𝑇 ℎ𝑝
𝑅(𝑇) = − (𝐾𝑥𝑥 , ) + + ℎ. (ℎ. 𝑃 (𝑇 − 𝑇∞ )) (2.21)
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝐴 𝑑𝑥 𝐴
Kriteria Galerkin:

∭ 𝑅. 𝑁𝑖 . 𝑑𝑉 = 0, 𝑖 = 1, 2, 3, … , 𝑛 (2.22)
𝑉

dengan melakukan substitusi persamaan (2.22) pada persamaan (2.21) akan


didapatkan persamaan yang selanjutnya akan diselesaikan dengan integrasi parsial
untuk mendapatkan persamaan pertama untuk elemen hingga

𝐿
𝑑 𝑑𝑇 𝑚 𝑐 𝑑𝑇 ℎ𝑝
∫[ (𝐾𝑥𝑥 , ) + + ℎ. (ℎ. 𝑃 (𝑇 − 𝑇∞ ))] 𝑁𝑖 𝑑𝑥 (2.23)
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝐴 𝑑𝑥 𝐴
0

penerapan integrasi parsial pada persamaan (2.23) akan menghasilkan karakteristik


dari persamaan pertama metode elemen hingga dengan mengambil

𝑑𝑁𝑖
𝑈 = 𝑁𝑖 dan 𝑑𝑈 = 𝑑𝑥 maka
𝑑𝑥

𝑑 𝑑𝑇 𝑑𝑇
𝑑𝑉 = − 𝑑𝑥 (𝐾𝑥𝑥 ) 𝑑𝑥 dan 𝑣 = −𝐾𝑥𝑥 𝑑𝑥
𝑑𝑥

selanjutnya persamaan (2.23) dapat diintegralkan secara parsial menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

𝐿 𝐿
𝑑𝑇 𝑑𝑇 𝑑𝑇 𝐿 𝑑𝑇 𝑑𝑁𝑖
∫ [− (𝐾𝑥𝑥 ) 𝑁𝑖 𝑑𝑥 = −𝐾𝑥𝑥 𝑁𝑖 | + ∫ 𝐾𝑥𝑥 𝑑𝑥] (2.24)
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥 0 𝑑𝑥 𝑑𝑥
0 0

persamaan (2.23) disubstitusi ke persamaan (2.24) maka akan diperoleh

𝐿 𝐿
𝑑𝑇 𝑑𝑁𝑖 𝑚 𝑐 𝑑𝑇 ℎ 𝑝 𝑑𝑇 𝐿
∫ (𝐾𝑥𝑥 ) 𝑑𝑥 + ∫ [ + (𝑇 − 𝑇∞ )𝑁𝑖 𝑑𝑥 = 𝐾𝑥𝑥 𝑁𝑖 ] (2.25)
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝐴 𝑑𝑥 𝐴 𝑑𝑥 0
0 0

dari persamaan shape function dalam fungsi temperatur (fungsi perpindahan dalam
analisa stress) berbentuk linier yaitu:

𝑇 = 𝑁1 𝑡1 + 𝑁2 𝑡2 (2.26)

dimana 𝑡1 dan 𝑡2 adalah temperatur titik dan 𝑁1 dan 𝑁2 adalah shape function karena
dalam sebuah batang dimodelkan sebagai berikut

𝑥̅

1 2
……………… L ………………

Gambar 2. 13 Analisa elemen temperatur sebuah batang

dari model analisa elemen temperatur sebuah batang didapatkan bahwa

x x
N1  1  𝑛 N2  (2.27)
L L

Maka matriks shape function adalah:

x x
[𝑁] = [ 1  ] (2.28)
L L

dari persamaan (2.26) dan (2.27) akan diperoleh

𝑑𝑇 𝑡1 𝑡2
=− + (2.29)
𝑑𝑥 𝐿 𝐿
dan 𝑑𝑁1 1 𝑑𝑁2 1
=− , = (2.30)
𝑑𝑥 𝐿 𝑑𝑥 𝐿

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

x
dari persamaan (2.27) bahwa Ni = N 1  1 
dan substitusikan persamaan (2.29) dan
L
(2.30) pada persamaan (2.25) untuk memperoleh persamaan pertama pada elemen
hingga

𝐿 𝐿
x x x
∫ 𝐾𝑥𝑥 (−
𝑡1 𝑡2
𝐿
1
+ ) (− ) 𝑑𝑥 + ∫
𝐿 𝐿
𝑚𝑐
𝐴
𝑡1 𝑡2
(− + ) 𝑑𝑥 +
𝐿 𝐿
ℎ𝑝
𝐴
1 𝑡1 + 𝑡2 − 𝑇∞ 1 𝑑𝑥 = 𝑞∗𝑥1 (2.31)
0 0 L L L
[( ) ( ) ]

𝑑𝑇
dengan nilai 𝑞x = −𝐾𝑥𝑥 𝑑𝑥 , pada persamaan (2.25) diketahui bahwa memiliki
persamaan bahwa 𝑞 ∗ x pada 𝑥 = 0. Karena 𝑁1 = 1 pada 𝑥 = 0, dan 𝑁1 = 0 pada
1
𝑥 = 𝐿. Maka hasil integral dari persamaan (2.25) adalah

𝐾𝑥𝑥 𝐴 𝑚 𝑐 ℎ 𝑝 𝐿 𝐾𝑥𝑥 𝐴 𝑚 𝑐 ℎ 𝑝 𝐿 ℎ𝑝𝐿


( − + ) 𝑡1 + (− − + ) 𝑡2 = 𝑞 ∗ 𝑥1 + 𝑇 (2.32)
𝐿 2 3 𝐿 2 6 2 ∞

dimana 𝑞 ∗ x didefinisikan sebagai 𝑞x yang dihitung pada titik 1, selanjutnya untuk


1
memperoleh nilai elemen hingga kedua dilakukan iterasi kedua dengan mengambil
x
nilai 𝑁𝑖 = 𝑁2 = pada persamaan (2.25), maka akan didapatkan hasil
L
𝐾𝑥𝑥 𝐴 𝑚 𝑐 ℎ 𝑝 𝐿 𝐾𝑥𝑥 𝐴 𝑚 𝑐 ℎ 𝑝 𝐿 ℎ𝑝𝐿
(− − + ) 𝑡1 + (− − + ) 𝑡2 = 𝑞 ∗ 𝑥2 + 𝑇 (2.33)
𝐿 2 6 𝐿 2 3 2 ∞

Kemudian susun persamaan (2.32) dan (2.33) ke dalam bentuk matriks

𝐾𝑥𝑥 𝐴 1 −1 𝑚 𝑐 −1 1 ℎ𝑝𝐿 2 1 𝑡1 ℎ𝑝𝐿 1 𝑞∗


{ [ ]+ [ ]+ [ ]} {𝑡 } = 𝑇∞ { } + { ∗ 𝑥1 } (2.34)
𝐿 −1 1 2 −1 1 6 1 2 1 2 1 𝑞 𝑥2

Pada persamaan (2.1) tentang matriks kekakuan elemen akan diformulasikan pada
persamaan (2.34), untuk matriks kekakuan 3 elemen adalah sebagai berikut.

[𝐾] = [𝐾]𝑐 + [𝐾]ℎ + [𝐾]𝑚 (2.35)


Dimana
𝐾𝑥𝑥 𝐴 1 −1 [𝐾] ℎ𝑝𝐿 2 1 𝑚 𝑐 −1 1
[𝐾]𝑐 = [ ], ℎ = 6 [ ] dan [𝐾]𝑚 = 2 [ ] (2.36)
𝐿 −1 1 1 2 −1 1
formulasi gaya nodal elemen dan temperatur nodal yang akan dicari adalah

ℎ 𝑝 𝐿 𝑇∞ 1 𝑞 ∗ 𝑥1
{𝑓} = { }+{ ∗ } (2.37)
2 1 𝑞 𝑥2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

perlu diperhatikan bahwa nilai matriks kekakuan [K]m bersifat asimetris.


Mengakibatkan jika flux panas keluar dari benda akan terjadi pada ujung bebas, maka
nilai 𝑞 ∗ x dan 𝑞 ∗ x terjadi jika ujung elemen dalam keadaan bebas. Pada proses
1 2
penggabungan elemen-elemen nilai flux panas 𝑞 ∗ x dan 𝑞 ∗ x adalah sama tetapi
1 2
berlawanan pada titik joint kedua elemen untuk ujung elemen yang diisolasi 𝑞 ∗ x
1
bernilai nol.

2.6 Formulasi Persamaan Panas 2 Dimensi


Ddalam menyelesaikan perpindahan panas dalam kondisi elemen 2 dimensi perlu
diikuti tahapan sesuai dengan langkah-langkah elemenisasi metode elemen hingga.

1. Pemilihan tipe elemen dan diskritisasi domain

Gambar 2. 14 Elemen segitiga dengan 3 titik


Dalam elemenisasi struktur dipilih elemen segitiga sebagai bentuk elemen dasar yang
akan dibahas pada persoalan ini

2. Pemilihan fungsi temperatur (fungsi interpolasi)

Fungsi temperatur: 𝑡𝑖
{𝑇} = [𝑁𝑖 𝑁𝑗 𝑁𝑚 ] { 𝑡𝑗 } (2.38)
𝑡𝑚
Dimana t 𝑖 , t𝑗 dan t 𝑚 adalah nilai temperatur dari masing-masing nodal elemen. Shape
function [𝑁] diambil dari persamaan fungsi perpindahan yaitu:

1
𝑁𝑖 = (𝑎 + 𝑏𝑖 𝑥 + 𝑐𝑖 𝑦)
∆ 𝑖
(2.39)
∆ = 2 kali luas elemen segitiga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

3. Menentukan hubungan antara Temperatur – Gradien Temperatur dan Flux


panas – Gradien Temperatur

Matriks gradien {g} analog dengan matriks strain pada analisa stress, diketahui bahwa:

{𝑔} = [𝐵] {𝑡} (2.40)

Pada persamaan (2.40) diketahui bahwa matriks [𝐵] diperoleh dari hasil substitusi nilai
persamaan (𝑖, 𝑗, 𝑚) pada persamaan (2.38) ke persamaan gradien temperatur yaitu:

Gradien temperatur 𝜕𝑇
𝜕𝑥
{𝑞} = (2.41)
𝜕𝑇
{𝜕𝑦}
dari persamaan (2.41) akan diperoleh matriks {g}:

𝑡1
𝜕𝑁1 𝜕𝑁2 𝜕𝑁3 𝜕𝑁𝑖 𝑡2
…………
𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝑡3
{𝑔} = .. (2.42)
𝜕𝑁2 𝜕𝑁2 𝜕𝑁3 𝜕𝑁𝑖
………… ..
[ 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦 ]
{ 𝑡𝑖 }
Dengan melakukan substitusi persamaan (2.39) ke persamaan (2.42) akan diperoleh
matriks [𝐵] baru yaitu:

1 𝑏1 𝑏2 𝑏3
[𝐵] = [ ] (2.43)
2. 𝐴 𝑐1 𝑐2 𝑐3
Selanjutnya akan didapatkan bahwa hubungan flux panas dengan gradien temperatur
adalaha:

𝑞𝑥
{𝑞 } = −[𝐷]{𝑔} (2.44)
𝑦

Dimana matriks sifat material suatu benda adalah:

𝐾𝑥𝑥 0
[𝐷] = [
𝐾𝑦𝑦 ] (2.45)
0

4. Menurunkan persamaan matriks konduksi

Matriks kekakuan perpindahan panas secara konduksi-konveksi adalah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

[𝐾] = ∭[𝐵]𝑇 [𝐷][𝐵]𝑑𝑉 + ∬ ℎ[𝑁]𝑇 [𝑁]𝑑𝑆 (2.46)


𝑉 𝑠3

dimana:

𝑏1 𝑐1
1 𝐾 0 𝑏1 𝑏2 𝑏3
[𝐾]𝑐 = ∭[𝐵]𝑇 [𝐷][𝐵]𝑑𝑉 = ∭ [ 𝑏2 𝑐2 ] [ 𝑥𝑥 (2.47)
4 𝐴2 0 𝐾𝑦𝑦 ] [ 𝑐1 𝑐2 𝑐3
]
𝑉 𝑉 𝑏3 𝑐3

Apabila kondisi elemen adalah memiliki ketebalan yang uniform dan temperatur yang
ada pada ruas kanan pada persamaan (2.47) adalah konstan atau tidak sebagai fungsi
maka persamaan (2.47) dapat disederhanakan menjadi:

[𝐾]𝑐 = ∭[𝐵]𝑇 [𝐷][𝐵]𝑑𝑉 = 𝑡 𝐴 [𝐵]𝑇 [𝐷][𝐵] (2.48)


𝑉

Akibat pengaruh perpindahan panas secara konduksi yang terjadi sepanjang titik-
elemen mengakibatkan matriks [𝐾]𝑐 merupakan bagian dari matriks kekakuan, yang
memberikan kontribusi perpindahan panas konduksi pada matriks kekakuan elemen.
Dari gambar 2.14 apabila dianggap pada elemen 1-2 terjadi proses konveksi, yang
mengakibatkan pada matriks kekakuan juga terjadi perpindahan panas secara konveksi
dengan persamaan:

[𝐾]ℎ = ∬ ℎ [𝑁]𝑇 [𝑁]𝑑𝑆 (2.49)


𝑆3

Secara eksplisit persamaan (2.49) dapat dituliskan menjadi:

𝑁1 𝑁1 𝑁1 𝑁2 𝑁1 𝑁3
[𝐾]ℎ = ∬ ℎ [𝑁2 𝑁1 𝑁2 𝑁2 𝑁2 𝑁3 ] 𝑑𝑆 (2.50)
𝑆3 𝑁3 𝑁1 𝑁3 𝑁2 𝑁3 𝑁3

Menentukan besar gaya pada elemen terhadap sumber panas, dapat digunakan
persamaan term body force sebagai berikut:

{𝑓𝒬 } = ∭ 𝒬 [𝑁]𝑇 𝑑𝑉 = 𝒬 ∭[𝑁]𝑇 𝑑𝑉 (2.51)


𝑉 𝑉

Apabila kondisi sumber panas adalah konstan persamaan (2.51) dapat dituliskan
sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

1
𝒬𝑉
{𝑓𝒬 } = {1} dimana V = volume elemen = A t (2.52)
3
1
, Hal ini menunjukkan bahwa panas yang mengalir pada elemen mengalir secara
merata pada ketiga titik-titik elemen. Maka untuk setiap sisi dapat ditentukan matriks
gaya yang terjadi adalah sebagai berikut:

𝑁𝑖
∗ [𝑁]𝑇 ∗
{𝑓}𝑞 = ∬ 𝑞 𝑑𝑆 = ∬ 𝑞 { 𝑁𝑗 } (2.53)
𝑆2 𝑆2 𝑁𝑚

Maka untuk setiap sisi pada elemen dapat dihitung besar nilai perpindahan panas
secara konveksi pada matriks kekakuan [𝐾]ℎ yaitu:

𝐿𝑖−𝑗 𝑡 1

[𝐾]ℎ,𝑖−𝑗 =𝑞 {1}
2
0

𝐿𝑗−𝑘 𝑡 0
[𝐾]ℎ,𝑗−𝑚 = 𝑞 ∗ {1}
2
0

𝐿𝑚−𝑖 𝑡 1
[𝐾]ℎ,𝑚−𝑖 = 𝑞 ∗ {0}
2
1

dimana 𝐿𝑖−𝑗 , 𝐿𝑗−𝑚 dan 𝐿𝑚−𝑖 adalah panjang masing-masing sisi elemen dan besar
nilai 𝑞 ∗ dianggap konstan pada setiap sisi elemen. Selanjutnya dengan mengganti nilai
𝑞 ∗ menjadi ℎ 𝑇∞ maka persamaan matriks gaya nodal menjadi:

{𝑓}𝑞 = ∬ ℎ 𝑇∞ [𝑁]𝑇 𝑑𝑆 (2.54)


𝑆2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Studi Pendahuluan


Dalam penelitian yang dilakukan Penulis mengenai implementasi metode
elemen hingga pada perpindahan panas, Penulis terlebih dahulu mengumpulkan
referensi dan pendukung penelitian dari sumber-sumber rujukan baik buku, jurnal atau
penelitian terdahulu mengenai metode elemen hingga dan perpindahan panas.

3.2 Teknik Analisis Data


Dalam melakukan penelitian tentang perpindahan panas perlu dikaji terlebih
dahulu mengenai variabel atau faktor yang mempengaruhi aliran panas dalam sebuah
volume kontrol atau dalam hal ini adalah knalpot sepeda motor. Penentuan model dan
komponen penyusun merupakan hal terpenting dalam analisis perpindahan panas.
Selanjutnya model geometri yang telah dibentuk akan didiskritisasikan menjadi
elemen-elemen yang sederhana. Dalam penelitian ini mesh yang digunakan sangat
banyak sehingga diperlukan program khusus dalam menghitung dan diskritisasi benda.

Proses perpindahan panas pada knalpot ini terjadi secara konduksi dan
konveksi. Secara konduksi terjadi pada alat perantara berupa susunan (model) knalpot
supra X 125 D tahun 2009 seperti pada gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Model Knalpot Supra X 125 D 2009


Perpindahan panas terjadi secara konveksi pada aliran fluida dalam inlet dan outlet
dari knalpot. Formulasi metode elemen hingga pada perpindahan panas akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

menghasilkan persamaan baru dalam menghitung dan melihat laju perpindahan panas
pada knalpot sepeda motor. Dalam penelitian ini juga akan dilihat bagaimana
perpindahan panas yang terjadi jika dilakukan perubahan komponen penyusun benda
dengan geometri (model) sama yaitu mengacu pada model knalpot supra X 125 D
tahun 2009.

3.3 Komponen Model Knalpot pada COMSOL Multiphysics 5.4


Dalam pembentukan model knalpot pada gambar 3.1 di COMSOL Multyphysics 5.4
akan ditentukan batas-batas seperti pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Komponen model knalpot dengan COMSOL Multyphysics 5.4

No Komponen Jari-jari (cm) Panjang (cm)

1. Silinder kecil dalam 1,25 130

1. Silinder besar 5 35

2. Silinder kecil outlet 2,5 7

3. Silinder tengah 2,5 50

4. Kerucut silinder ujung 1 2,5 1,5

5. Silinder kecil ujung 2 15

6. Kerucut kecil silinder tengah 2 1

7. Kerucut silinder ujung 1 2 1

3.4 Material Knalpot Sepeda Motor


Penelitian ini akan mengkombinasikan knalpot dengan silinder kecil berbahan
Stainless steel 405 annealed dengan penggantian 3 material berbeda pada silinder besar
knalpot yaitu Stainless Steel Chrome 35% Steel, C (diamond) tipe II dan Titanium
Beta-21S. Dalam perhitungan yang akan dilakukan, knalpot dimodelkan dengan
software COMSOL Multiphysics 5.4 dimulai dengan pembentukan komponen-
komponen knalpot seperti pada tabel 3.1. Kemudian penentuan fluks panas pada
masing-masing komponen dan material knalpot. Setelah model knalpot dan material
penyusunnya dibentuk meshing model akan dilakukan untuk mendiskritisasi domain
menjadi lebih sederhana. Komputasi akan diulangi dengan merubah properties

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

material masing-masing model knalpot pada silinder besarnya. Selanjutnya akan


dibandingkan laju perpindahan panas terhadap perbedaan material pada rentang waktu
yang sama dilihat dari hasil simulasi software dan akan ditentukan jenis knalpot yang
menghantarkan panas lebih rendah pada silinder besar knalpot.

3.5 COMSOL Multiphysics 5.4


Ilustrasi penyelesaian manual perpindahan panas secara konduksi dan konveksi
dengan metode elemen hingga seperti pada halaman 22. Dikarenakan jumlah elemen
yang sangat banyak sehingga sangat tidak efisien untuk menghitung karakteristik tiap
elemen secara manual, maka persoalan perpindahan panas pada knalpot akan
disimulasikan dengan software COMSOL Mutiphysics 5.4. COMSOL Multiphysics
adalah software berbasis elemen hingga yang dapat mensimulasikan berbagai masalah
matematika-fisika baik analisis struktur maupun non struktur. Program COMSOL
Multiphysics pernah digunakan oleh Gerlich, Vladimir et al(2013) dengan judul
penelitiannya adalah validation as simulation software for heat transfer calculation in
buildings:Building simulation software validation. COMSOL Multiphysics COMSOL
Multiphysics 5.4 adalah software keluaran terbaru yang telah disempurnakan dari versi
sebelumnya yaitu terintegrasi pada MATLAB dan Microsoft Office Excel sehingga
memungkinkan pengguna dapat menghubungkan penggunaan COMSOL
Multiphysics 5.4 dengan MATLAB dan Microsoft Office Excel.

1. Penentuan model dan diskritisasi domain

Dengan menggunakan COMSOL Multiphysics 5.4 batas-batas komponen knalpot


pada tabel 3.1 dihasilkan model seperti pada gambar 3.2.

Gambar 3. 2 Model Knalpot di COMSOL Multiphysics 5.4


Selanjutnya pada tahap pembentukan mesh dihasilkan bentuk mesh knalpot seperti
pada gambar 3.3 dengan hasil keterangan mesh pada tabel 3.2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Tabel 3.2 Komponen Mesh Model Knalpot

No Komponen Jumlah

1. Mesh Tetrahedral 239.735

2. Garis elemen 3.125

3. Titik elemen 134

Gambar 3. 3 Mesh Model Knalpot


Selanjutnya dengan menggunakan langkah-langkah metode elemen hingga yang
bertujuan untuk menghitung besar perpindahan panas yang terjadi dan
membandingkan hasil yang diperoleh terhadap perbedaan material. Dapat
diasumsikan bahwa silinder kecil inlet dan oulet adalah Stainless steel 405 annealed
dan dilakukan penggantian komponen material pada silinder besar knalpot dengan
keterangan material seperti pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Properties Material 4 jenis knalpot

Jenis bahan Konduktivitas Massa Jenis Kapasitas Kalor


( W/ m K) (kg/m3 ) (J/Kg 𝐾)
Stainless steel 405 30 7,8 𝑥 103 480
Annealed
Stainless Steel 16,26 8,0272 𝑥 103 502,1
Chrome 35% Steel
Titanium Beta-21S 36 7,753 𝑥 103 486
C (diamond) tipe II 15,6 4,51 𝑥 103 544
(Sumber: Material Library COMSOL Multiphysics 5.4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

2. Penentuan jenis material

Setelah jenis material telah ditentukan langkah selanjutnya adalah menentukan bagian-
bagian material pada model knalpot.

Gambar 3. 4 Model Knalpot Stainless steel 405 Annealed di COMSOL

Model knalpot pada gambar 3.4 adalah model knalpot dengan bahan tetap untuk
masing-masing model knalpot dengan 3 bahan berbeda pada silinder besarnya.

Gambar 3. 5 Model knalpot silinder besar


Pada gambar 3.5 akan dibentuk model knalpot dengan kombinasi knalpot berbahan
Stainless steel 405 Annealed-C (diamond) tipe II, Stainless steel 405 Annealed-
Titanium Beta-21S dan Stainless steel 405 Annealed- Stainless Steel Chrome 35%
Steel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

3.6 Diagram Alir Penelitian


Dalam menyelesaikan persoalan perpindahan panas akan ditentukan terlebih
dahulu model geometri, hal ini dikarenakan nilai kekakuan masing-masing model
adalah berbeda. Dalam hal ini penulis memilih model knalpot Supra X 125 D tahun
2009 karena memiliki geometri yang unik dan merupakan knalpot dengan kombinasi
2 material penyusun yang berbeda. Setelah model ditentukan akan diberikan batas
awal geometri baik dari nilai konduktivitas, suhu inlet, suhu outlet, waktu yang
dibutuhkan, massa jenis material dan kapasitas kalor. Perpindahan panas yang terjadi
pada knalpot kendaraan akan mengalami dua kondisi yaitu konduksi dan konveksi,
maka dalam perhitungan manual akan dilakukan modifikasi persamaan Fourier dan
persamaan Newton dengan menggunakan metode elemen hingga. Dikarenakan elemen
yang dihasilkan adalah sangat banyak maka digunakan bantuan komputasi berbasis
elemen hingga yaitu COMSOL Multiphysics 5.4 dan akan dihasilkan besar suhu
masing-masing bagian knalpot terhadap perbedaan material pada silinder besar, dan
akan ditarik kesimpulan.

Komputasi dengan elemen


hingga
Kesimpulan

Batas awal Model


Modifikasi Persamaan
Fourier dan Newton Pembahasan dan Hasil oleh
untuk persoalan COMSOL Multiphysics 5.4
perpindahan panas
Penentuan Model

Gambar 3. 6 Diagram Alir Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Komputasi dengan COMSOL Multiphysics 5.4


Sebelum perhitungan pada dijalankan terlebih dahulu ditentukan besar fluks panas
yang mengalir pada inlet dan outlet supaya dapat dilihat besar rambatan panas pada
masing-masing material, dalam hal ini besar fluks panas pada inlet adalah sebesar 373
K dan pada outlet diberikan sebesar suhu ruangan yaitu 300 K dengan besar koefisien
perpindahan panas sebesar 2.500 𝑊/(𝑚2 𝐾) dan lama komputasi adalah selama 10
detik didapatkan hasil sebagai berikut.

1. Perpindahan panas pada model knalpot material C (diamond) tipe II

D C B A

Gambar 4. 1 Suhu permukaan knalpot menggunakan material C (diamond) tipe II


Dari hasil perhitungan pada knalpot dengan kombinasi material Stainless Steel 405
Annealed dengan C (diamond) tipe II dihasilkan distribusi perubahan suhu pada
permukaan knalpot masing-masing bagian yaitu bagian A bersuhu 334 K, B bersuhu
332 K, C bersuhu 331 K dan D bersuhu 325 K. Dihasilkan grafik perpindahan panas
seperti pada Gambar 4.2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

A
B
C
D

Gambar 4. 2 Grafik perpindahan panas pada material material C (diamond) tipe II


Dari Gambar 4.2 ditunjukkan bahwa distribusi panas pada kombinasi material
Stainless Steel 405 Annealed dengan C (diamond) tipe II mengalami perubahan dari
373 K menjadi 325 K pada silinder besar knalpot selama 10 detik.

2. Perpindahan panas pada model knalpot material Titanium Beta-21S

D C B A

Gambar 4. 3 Suhu permukaan knalpot menggunakan material Titanium Beta-21S

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Dari hasil perhitungan pada model knalpot dengan kombinasi material Stainless Steel
405 Annealed dengan Titanium Beta-21S dihasilkan distribusi perubahan suhu pada
permukaan knalpot masing-masing bagian yaitu bagian A bersuhu 336 K, B bersuhu
335 K, C bersuhu 333 K dan D bersuhu 332 K. Dihasilkan grafik perpindahan panas
seperti pada Gambar 4.4.

A B
C
D

Gambar 4. 4 Grafik perpindahan panas pada material Titanium Beta-21S


Dari gambar 4.4 diperlihatkan bahwa distribusi suhu panas kombinasi material
Stainless Steel 405 Annealed dengan Titanium Beta-21S mengalami perubahan dari
373 K menjadi 332 K pada silinder besar knalpot selama 10 detik.

3. Perpindahan panas pada model knalpot material Stainless Steel Chrome 35%
Steel

D C B A

Gambar 4. 5 Suhu permukaan knalpot menggunakan material Stainless Steel


Chrome 35% Steel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Dari hasil perhitungan pada model knalpot dengan kombinasi material Stainless Steel
405 Annealed dengan Stainless Steel Chrome 35% Steel dihasilkan distribusi
perubahan suhu pada permukaan knalpot masing-masing bagian yaitu bagian A
bersuhu 334 K, B bersuhu 333 K, C bersuhu 331 K dan D bersuhu 330 K. Dihasilkan
grafik perpindahan panas seperti pada Gambar 4.6.

A B
C
D

Gambar 4. 6 Grafik perpindahan panas pada material Stainless Steel


Chrome 35% Steel
Dari gambar 4.6 diperlihatkan bahwa distribusi suhu panas kombinasi material
Stainless Steel 405 Annealed dengan Stainless Steel Chrome 35% Steel mengalami
perubahan dari 373 K menjadi 330 K pada silinder besar knalpot selama 10 detik. Dari
kombinasi Stainless steel 405 Annealed terhadap material pada silinder besar knalpot
selama 10 detik diperoleh distribusi suhu seperti pada tabel 4.1.

Tabel 4. 1 Hasil simulasi COMSOL Multiphysics 5.4


Suhu Bagian Knalpot ( K)
No Material
A B C D
1. Stainless steel 405 333 333 331 330
Annealed
2. Stainless Steel Chrome 334 333 332 330
35% Steel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Suhu Bagian Knalpot ( K)


No Material
A B C D
3. Titanium Beta-21S 336 335 333 332

4. C (diamond) tipe II 334 332 331 325

Dari hasil perhitungan pada COMSOL Multiphysics 5.4 selama 10 detik dihasilkan
distribusi perpindahan panas paling rendah adalah model knalpot dengan kombinasi
material Stainless steel 405 Annealed dengan C (diamond) tipe II yaitu menghasilkan
suhu panas sebesar 325 K pada silinder besar knalpot dengan inlet sebesar 373 K. Pada
gambar 4.7 diperlihatkan perbedaan perpindahan panas 3 material pada bagian D
knalpot.

(2)
(1)

(3)

Keterangan:

(1) Stainless Steel


Chrome 35%
Steel
(2) Titanium Beta-
21S
(3) C (diamond)
tipe II

Gambar 4. 7 Grafik perpindahan panas 3 material silinder besar knalpot

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan pada COMSOL Multiphysics 5.4 selama 10 detik dapat
dilihat perbedaan perpindahan panas masing-masing material bagian D yaitu Stainless
Steel Chrome 35% Steel sebesar 330 K, Titanium Beta-21S sebesar 332 K dan C
(diamond) tipe II sebesar 325 K maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan
perpindahan panas terjadi karena dipengaruhi oleh perbedaan nilai konduktifitas
material. Dihasilkan material yang menghantarkan panas paling rendah adalah
kombinasi material Stainless steel 405 Annealed dengan C (diamond) tipe II.

5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini saran yang diberikan Penulis untuk penelitian
selanjutnya yaitu melihat karakteristik perpindahan panas pada material lain yang
dapat menghantarkan panas lebih rendah dan juga meneliti bagaimana pengaruh jenis
model knalpot lain terhadap perpindahan panas yang terjadi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Davies A.J. 2011. The Finite Element Method An Introduction with Partial Differential
Equations, Oxford University Press Inc : New York.
Gerlich, Vladimir, S. Katerina, Z. Martin. COMSOL Multiphysics validation as
simulation software for heat transfer calculation in buildings:Building
simulation software validation. Elsevier: Measurement 46. 2003–2012.
http://dx.doi.org/10.1016/j.measurement.2013.02.020.
Hidajat, R. 2005. Teori dan Penerapan Metode Elemen Hingga. Surakarta: UNS Press.
Janna W.S. 2000. Engineering Heat Transfer. CRC Press LLC. The University of
Memphis, Florida.
Kosasih, Prabuono B. 2012. Teori dan Aplikasi Metode Elemen Hingga. Yogyakarta:
ANDI.
Marpaung T.J, Tulus dan Suwilo S. 2018. Cooling Optimization in Tubular Reactor
of Palm Oil Waste Processing. Bulletin of Mathematics. Vol 10.01: 13-24.
Reddy,J.N. 1993. An Introduction To The Finite Element Method. Texas: Texas A &
M University.
S.Z Feng, Y.H Cheng. 2018. An element decomposition method for heat transfer
analysis. School of Mechanical Engineering, Hebei University of Technology,
Tianjin 300130, PR China.
Susatio, Yerri. 2004. Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga. Yogyakarta: ANDI.
Tulus, Sudirman, Sinulingga U, dan Marpaung T.J. 2018. Heat Transfer Problem
Analysis in Three Dimension Tromol Brake System Problem. MATEC Web of
Conferences 197, 01008.
https://doi.org/10.1051/matecconf/201819701009

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Lampiran 1. Tabel koefisien perpindahan panas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai