Inovasi Pelayanan Publik Oleh Pemerintah Daerah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Inovasi Pelayanan Publik Oleh Pemerintah Daerah

Oleh: Herawadi Irawan


Nim: 030063225

1. PENDAHULUAN
Perkembangan dunia dewasa ini telah berjaan begitu cepat, teknologi telah
membuat batasan antara informasi dan kebutuhan manusia semakin dekat. Kecepatan dan
ketepatan ini juga dibutuhkan dalam proses interaksi pemerintah dan warga Negara,
namun sayangnya mobilitas warga Negara yang tinggi tidak diimbangi dengan ketepatan
dan juga kecepatan pemerintah dalam hal pelayanan khususnya pelayanan kepada publik.
Warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan publik yang
berkualitas dari negara (birokrasi). Warga negara juga memiliki hak untuk mendapatkan
perlindungan akan hak-haknya, didengar suaranya, sekaligus dihargai nilai dan
preferensinya. Dengan demikian, warga negara memiliki hak untuk menilai, menolak dan
menuntut siapapun yang secara politis bertanggungjawab atas penyediaan pelayanan
publik. Konsep ini disebut sebagai The New Public Service (NPS) yang dikembangkan
oleh Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt pada tahun 2003.
Kinerja pelayanan publik dapat ditingkatkan apabila ada mekanisme ”exit” dan
”voice”. Mekanisme ”exit” berarti bahwa jika pelayanan publik tidak berkualitas maka
konsumen harus memiliki kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggara pelayanan
publik lain yang disukainya. Sedangkan mekanisme ”voice” berarti adanya kesempatan
untuk mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik.
Pendekatan Pelayanan Publik Baru ini senada dengan Teori ”Exit” dan ”Voice” yang
lebih dahulu dikembangkan oleh Albert Hirschman.
Indonesia sejak tahun 2009 telah memiliki peraturan perundangan tersendiri
sebagai sebuah standar bagi pelayanan kepada masyarakat, maka pada tanggal 18 Juli
2009 Indonesia mengesahkan Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Menurut UU tersebut, Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public.

2. PEMBAHASAN
1) Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pemerintahan pada
hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat, Tidak dapat untuk melayani dirinya
sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama.
Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas
dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena
secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini bercirikan : berbelit-belit,
lambat, mahal, dan melelahkan. Kecendrungan seperti itu terjadi karena masyarakat
masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan yang dilayani. Reformasi
pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan “pelayan” dan “dilayani”
ke pengertian yang sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya ditunjukan pada
masyarakat umum kadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap negara,
meskipun negara berdiri sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang
mendirikannya, birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaiknya
kepada masyarakat.
Birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih
profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsive dan
adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan
kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya
sendiri.

2) Kualitas Pelayanan Publik


Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana setiap
warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka
terima. Sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan
peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu.
Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan elemen pertama dalam
analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan
suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu
diberikan.
Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk
mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:
a) Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses
oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah di mengerti.
b) Akuntabilitas, yakni pelayan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi
dan efektivitas.
d) Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan,
dan harapan masyarakat.
e) Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari
aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status social, dan lain-lain.
f) Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan
aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan public.
3) Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundangan
Penelitian mengenai kepatuhan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah dilaksanakan oleh Ombudsman RI pada
sejak tahun 2013 dengan objek penelitian Kementerian Negara, Instansi Pemerintah,
dan Pemerintah daerah baik Provinsi , Kabupaten dan Kota khususnya unit pelayanan
perizinan langsung kepada kelompok masyarakat/perorangan/instansi.
Penelitian atau survey tersebut mengkategorisasi penilaian berdasarkan
perolehan nilai dari setiap Pemerintah Daerah. Pertama, zona merah (skor 0-50):
menggambarkan kepatuhan yang rendah dari penyelenggara pelayanan publik
terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik ; kedua, zona kuning (skor 51-80): menggambarkan kepatuhan yang sedang;
dan ketiga, zona hijau (skor 81-100): menggambarkan kepatuhan yang tinggi.
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga menjadi dasar dalam
penilaian. Di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 38
Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Pelayanan Publik, selain kewajiban
penyelenggara tersebut di atas, perlu juga kiranya meletakan Visi, Misi dan Motto
yang dapat memotivasi dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,
serta menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 guna memberikan
kepastian mutu layanan yang berkualitas kepada masyarakat.
Penilaian awal dilakukan pada sampel dua pemerintah daerah, yakni Provinsi
Lampung dan Kota Bandar Lampung. Data hasil survey menunjukkan bahwa 77%
atau 20 SKPD di Kota Bandar Lampung masuk dalam zona merah yang berarti
rendah tingkat kepatuhannya dalam pelaksanaan UU 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. 15% atau 4 SKPD di Kota Bandar Lampung masuk kedalam zona
kuning atau zona tengah, yang berarti sedang tingkat kepatuhannya , dan 8% atau 2
SKPD di Kota Bandar Lampung masuk dalam zona hijau yang berarti tinggi tingkat
kepatuhannya (Ombudsman RI, 2013).
Data hasil survey di Provinsi Lampung sebanyak 80% atau 16 SKPD di
Provinsi Lampung masuk dalam zona merah yang berarti rendah tingkat
kepatuhannya dalam pelaksanaan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, 15%
atau 3 SKPD di Provinsi Lampung masuk kedalam zona kuning atau zona tengah,
yang berarti sedang tingkat kepatuhannya dalam pelaksanaan UU 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, dan 5% atau 1 SKPD di Provinsi Lampung masuk dalam
zona hijau yang berarti tinggi tingkat kepatuhannya dalam pelaksanaan UU 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik (Ombudsman RI, 2013).
Pada tahun-tahun berikutnya Ombudsman RI perwakilan Lampung juga
mengadakan survey pada Kabupaten dan Kota yang lain di wilayah Provinsi
Lampung. Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung telah mengadakan survey
kepatuhan di lima pemerintah daerah kurun waktu April-Agustus 2016, survey
dilakukan dengan objek penilaian produk pelayanan administratif dimasing-masing
penyelenggara. Hasilnya lebih baik, empat pemda di Lampung meraih zona hijau,
yakn Pemerintah Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, Kota Metro dan
Kabupaten Tanggamus, sedangkan Kabupaten Lampung Selatan masih berada di zona
kuning.

4) Inovasi Pelayanan Publik


Pembangunan di Indonesia, setidaknya memiliki tiga masalah; pertama
mengenai birokrasi yang masih gemuk, lamban, dan belum mampu memberikan
pelayanan prima pada masyarakat Dan investor. Kedua adalah tentang korupsi,
dimana masih banyak penyelenggara negara yang menyalahgunakan pengelolaan
keuangan negara. Ketiga; terkait masalah infrastruktur yang belum memadai, serta
kurangnya anggaran negara untuk pembangunan dan pemeliharaannya. Berangkat
dari tiga kondisi itu maka program percepatan reformasi birokrasi sangatlah
diperlukan guna menciptakan birokrasi bersih dari korupsi kolusi dan nepotisme,
melayani, serta berkompeten terhadap tugas dan tanggung jawab yang diemban.
Pelayanan publik merupakan suatu tolok ukur kinerja pemerintah yang paling
kasat mata. Masyarakat dapat menilai langsung kinerja pemerintah berdasarkan
pelayanan yang diterimanya. Untuk itu kualitas pelayanan publik di semua
kementerian/lembaga adalah suatu hal yang mendasar yang harus segera ditingkatkan.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 disebutkan bahwa pelayanan prima
adalah pelayanan yang cepat, mudah, pasti, murah, dan akuntabel.
Untuk meningkatkan pelayanan, masyarakat diupayakan terlibat dalam
penyusunan kebijakan, penyusunan standar pelayanan, pelaksanaan survei kepuasan
pelayanan publik, serta penyampaian keluhan, pengaduan dan apresiasi. Keterlibatan
dan partisipasi masyarakat ini akan mendukung penyempurnaan standar pelayanan
yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, hasil dari survei kepuasan pelayanan publik
akan dapat lebih mengetahui dari sisi apa pelayanan yang diberikan dinilai kurang
memuaskan.
Untuk memacu peningkatan pelayanan publik, KemenPAN RB menerapkan
kebijakan bahwa sejak tahun 2014 adalah tahun inovasi pelayanan publik. Seluruh
instansi pemerintah, baik di pusat maupun daerah diharapkan dapat membuat suatu
ide kreatif atau jawaban terhadap cara kerja/metode pelayanan publik. KemenPAN
RB mengumpulkan dan menilai inovasi-inovasi yang telah dilakukan di sejumlah
instansi di seluruh Indonesia. Semoga kualitas dan inovasi pelayanan publik BPS
dapat selalu meningkat, sehingga bisa terus bersaing secara sehat dengan instansi lain.

3. PENUTUP
Berdasarkan uraian hasil pembahasan, maka kesimpulan sebagai jawaban atas rumusan
masalah dalam penelitian ini bahwa pelayanan publik merupakan suatu tolok ukur kinerja
pemerintah yang paling kasat mata. Masyarakat dapat menilai langsung kinerja
pemerintah berdasarkan pelayanan yang diterimanya. Untuk itu kualitas pelayanan publik
di semua kementerian/lembaga adalah suatu hal yang mendasar yang harus segera
ditingkatkan. Peningkatan pelayanan publik, KemenPAN RB menerapkan kebijakan
bahwa sejak tahun 2014 adalah tahun inovasi pelayanan publik. Seluruh instansi
pemerintah, baik di pusat maupun daerah diharapkan dapat membuat suatu ide kreatif
atau jawaban terhadap cara kerja/metode pelayanan publik. KemenPAN RB
mengumpulkan dan menilai inovasiinovasi yang telah dilakukan di sejumlah instansi di
seluruh Indonesia. Semoga kualitas dan inovasi pelayanan publik BPS dapat selalu
meningkat, sehingga bisa terus bersaing secara sehat dengan instansi lain.

4. REFERENSI
Ratminto, Atik Septi Winarsih. (2006). Manajemen Pelayanan: Pengembangan Modal
Konseptual, Penerapan Citizen's Charter dan Standar Pelayanan Minimal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, p. 71-72.
Sinambela, Lijan P. Rochadi, Sigit. Ghazali, Rusman. Muksin, Akhmad. Setiabudi, Didit.
Bima, Djohan. dan Syaifudin. (2006). Reformasi Pelayanan Publik: Teori,
Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara, p. 34.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Menteri Pendagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38
Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
Kepatuhan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam Pelaksanan UU No 25 tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, OMBUDSMAN RI Kantor Perwakilan Provinsi
Lampung, 2013
Kepatuhan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dalam Pelaksanan UU No 25 tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, OMBUDSMAN RI Kantor Perwakilan Provinsi
Lampung, 2013
Tribun Lampung, Senin, 16 November 2020, p. 9-10 23
https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/93 (diakses Senin, 16 November 2020,
pukul 10.00 wib).

Anda mungkin juga menyukai