Fauzan Abdulloh (18104020001)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Nama : Fauzan Abdulloh

Kelas :A
No Absen : 01
NIM : 18104020001

1. Kaidah bahasa jurnalistik secara umum:


Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat yang khas: singkat, padat, sederhana, lugas,
menarik, lanear, dan jelas (Badudu, 1988: 138). Ciri-ciri tersebut harus dipenuhi oleh
bahasa jumalistik, bahasa surat kabar, mengingat surat kabar dibaca oleh lapisan
masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya, dari warga masyarakat yang
berpendidikan dasar sampai dengan warga masyarakat yang berpendidikan tinggi. Di
samping itu, tidak semua orang harus menghabiskan waktunya hanya untuk membaca
surat kabar. Oleh karena itu, bahasa jurnalistik sangat mengutamakan kemampuan untuk
bisa menyampaikan semua informasi yang dibawanya kepada pembaca secepatnya.
Dengan kata lain, bahasa jumalistik lebih mengutamakan daya komunikasinya.
Contoh dalam media koran:
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat singkat, artinya bahasa
jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
Contoh: Blair tidak perlu mundur, ......... Angka-angka itu diperoleh dari jajak pendapat
YouGov-yang diadakan sehari setelah pemeriksaan hukum atas kematian David Kelly
diistirahatkan selama 10 hari untuk memberikan kesempatan kepada hakim Lord hutton
menentukan saksi-saksi mata yang harus dipanggil untuk pemeriksaan silang yang
memperlihatkan responden lebih menentang Blair daripada mendukungnya. (Kompas,
judul “Seruan pada Blair untuk Mundur makin Kuat”)
Akan lebih baik jika dibuat dalam beberapa kalimat, misalnya: Angka-angka itu
diperoleh dari jajak pendapat YouGov, yang memperlihatkan responden lebih menentang
Blair daripada mendukungnya. Jajak pendapat diadakan sehari setelah pemeriksaan
hukum atas kematian David Kelly diistirahatkan 10 hari untuk memberikan kesempatan
kepada Hakim Lord Hutton menentukan saksi-saksi mata untuk pemeriksaan silang.
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat padat,artinya bahasa
Jurnalistik yang singkat itu harus mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua
yang diperlukan pembaca sudah tertampung di dalamnya dengan menerapkan prinsip 5
W (Who, What, Where, When, Why) + 1 H (How), membuang kata-kata mubazir dan
menerapkan ekonomi kata.
Contoh: Gubernur Papua J.P. Salossa mengatakan,kasus kelaparan di kabupaten
Yahukimo bukan kasus yang luar biasa. Menurut dia, kerawanan pangan di yahukimo
sering terjadi karena sejumlah hal, diantaranya kendala alam, seperti kondisi yang tidak
memungkinkan untuk menanam tanaman pangan. (Koran Tempo 11 Desember 2005, hlm
1)
Implementasi karakteristik bahasa jurnalistik yang bersifat sederhana, artinya bahasa
jurnalistik sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat
majemuk yang panjang, rumit dan kompleks. Kalimat yang efektif, fraktis sederhana
pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis).
Contoh: Hadirnya UU system keolahragaan nasional membuat sebagian besar Kabid
Organisasi KONI daerah dan PB/PP yang mengikuti rapat kerja sehari (24 September)
bidang organisasi di KONI pusat yang dihadiri seperti lesu dasar menanggapi bahasan
materi tentang penyempurnaan AD/ART KONI pusat, penyelenggaraan PON, serta
Olympic Solidarity. (Kompas 7 Oktober 2005, hal. 42, “Jangan Malu Untuk Berkaca”)
Contoh berita di atas dapat dibuat lebih sederhana: UU system keolahragaan nasional
membuat lesu darah 32 Konida dan 30 pengurus induk organisasi yang haddir pada rapat
kerj bidang organisasi KONI pusat 24 september, mereka tak berminat membahas
penyempurnaan AD/ART KONI Pusat, penyelenggaraan PON, dan Olympic Solidarity...
2. Dalam berkomunikasi, kita memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan maksud
dan tujuan. Dengan kata lain, sebetulnya, kita bergantung pada makna kata. Apabila diksi
tidak mampu mewakili perasaan atau pikiran kita, bisa-bisa, pesan gagal terutarakan.
Bukan tidak mungkin, kesalahpahaman berujung pada debat yang berlarutlarut atau
bahkan memicu konflik. Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan kesalah
pahaman Bahasa:
a. Perbedaan Bahasa
Ini merupakan hambatan yang paling besar serta yang paling jelas terlihat.
Perbedaan bahasa bisa membuat komunikasi tidak berjalan dengan efektif. Untuk
contoh, misalnya kamu hanya menguasai dua bahasa yakni bahasa indonesia dan
bahasa Inggris.
Kemudian kamu pergi ke China atau Vietnam yang mayoritas penduduknya tidak
mengerti bahasa inggris apalagi bahasa Indonesia. Sehingga, ketika kamu melakukan
komunikasi dengan penduduk lokal maka mereka tidak akan mengerti apa kamu
katakan dan begitu juga sebaliknya.
b. Aksen, Dialek dan juga Penggunaan Bahasa Pidgin
Setiap Bahasa memiliki aksen, dialek dan juga penggunaan Bahasa pidgin, bahkan
dalam satu Bahasa pun bisa saja berbeda. Contohnya kata Saya dalam bahasa
indonesia. Kata ini mempunyai penyebutan yang berbeda di setiap daerah. Di Jakarta
kata saya disebut dengan Gue sedangkan di Indonesia Timur disebut dengan Beta atau
Sa.
Demikian juga bahasa pidgin yang merupakan bahasa sederhana yang berbeda dari
bahasa pada umumnya. Implikasi dari kata dan frasanya dapat menciptakan
kesalahpahaman. Misalnya kata LOL pada bahasa inggris yang merupakan singkatan
dari Laugh Out Loud.
Namun untuk beberapa orang LOL bisa diartikan sebagai Lots of Love. Jika
seseorang mengatakan LOL, orang kedua yang punya pemahaman berbeda dapat
menafsirkannya dengan makna yang berbeda pula.
c. Ucapan yang Kurang Jelas
Ucapan yang kurang jelas biasanya berkaitan dengan masalah pendengaran. Orang
yang mempunyai suara yang sangat kecil biasanya memiliki ucapan yang sulit
dipahami oleh lawan bicaranya.
Meskipun menggunakan bahasa yang sama, komunikasi akan mengalami kendala
hanya karena satu pihak tidak bisa menangkap dengan jelas kata atau kalimat yang
diucapkan. Ini akan menimbulkan salah tafsir dan pesan menjadi tidak tersampaikan
dengan baik.
d. Penggunaan Jargon atau Slang
Hampir semua bahasa di dunia memiliki jargon atau slangnya masing-masing.
Jargon lebih teknis dan bisa berbeda sesuai dengan profesi, spesialisasi atau bidang
teknis tertentu. Misalnya I/O (input output), IP, bit, boolean, cookie dan HTML
merupakan jargon-jargon yang biasanya digunakan dalam bidang IT. Ini akan sulit
dimengerti oleh orang yang bekerja dibidang berbeda misalnya seorang dokter,
pengacara atau seniman.
Sedangkan untuk slang atau bahasa gaul merupakan bahasa kekinian yang biasanya
digunakan dalam percakapan sehari-hari. Slang biasanya terlahir dalam sebuah
kelompok baik itu karena kebiasaan maupun budaya. Sehingga slang akan sulit
dimengerti oleh orang di luar kelompok itu. Karena itu, slang terkadang membuat
komunikasi tidak efektif. Contoh slang dalam bahasa Indonesia misalnya baper, galau,
jomblo, mager, php, cabe-cabean dan lainnya.
e. Pemilihan Kosa Kata
Pemilihan kosakata yang tepat akan membuat komunikasi berjalan dengan baik
dan efektif. Karena setiap orang memiliki gaya bahasanya masing-masing maka
dibutuhkan penyesuaian dalam komunikasi. Pemilihan kosakata bisa dibilang
gampang-gampang susah.
Akan terjadi masalah jika kamu menggunakan kosakata yang salah saat
berkomunikasi dengan lawan bicara. Hal-hal yang perlu dihindari adalah penggunaan
kata yang mengandung makna homonim, homograf dan homofon. Hal ini, agar pesan
dalam komunikasi bisa disampaikan dengan baik.
f. Kemampuan Literasi dan Linguistik
Bayangkan saja jika seseorang dengan kemampuan linguistik yang tinggi berbicara
dengan orang kemampuan linguistik rendah. Maka kemungkinan besar akan terjadi
banyak miskomunikasi.
g. Tata Bahasa dan Ejaan
Semua orang yang mempelajari sebuah bahasa pasti menemukan istilah tata bahasa
atau kerennya disebut grammar. Istilah ini sangat identik dengan bahasa inggris.
Namun, bukan berarti hanya bahasa Inggris saja yang mempunyai grammar karena
semua bahasa di dunia itu punya tata bahasanya masing-masing. Dan semuanya punya
tingkat kesulitannya masing-masing. Dengan tatanan Bahasa dan ejaan yang baik
maka orang akan lebih paham Bahasa yang digunakan oleh orang lain dalam
berkomunikasi.
3. Contoh rekayasa bahasa:
Bahasa Using adalah bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur. Secara linguistik, bahasa ini termasuk dari cabang Formosa
dalam rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa Using mirip dengan kata tusing seperti dalam bahasa Bali, yang berarti “tidak”.
Dari makna yang berarti “tidak” tersebut dapat dilihat dari sejarah , bahwasannya bahasa
Using sendiri merupakan bahasa sandi yang merupakan penegasan penolakan masyarakat
Using terhadap berbagai bentuk penjajah yang dialami mereka baik dari pihak Belanda
ataupun pihak pendatang yang lain yang terkesan memperbudak dan mengekang
kebebasan mereka. Sehingga mereka cenderung menolak pendatang dan sering
menggunakan istilah “sing” atau “hing” yang berarti “tidak”.
Jumlah penduduk asli Banyuwangi yang sering disebut sebagai “Lare Using” ini
diperkirakan mencapai 500.000 jiwa dan otomatis menjadi penutu bahasa Using ini.
Bahasa Using ini persebarannya di daerah Banyuwangi meliputi Kecamatan Kabat,
Rogojambi, Glagah, Kalipuro, Srono, Songgon, Cluring, Giri, sebagian kota
Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh, sebagian Genteng, dan Licin. Wilayah sisanya
dihuni oleh warga berbahasa Jawa dialek Jawa Timuran dan juga bahasa Madura. Selain
warga Banyuwangi sendiri yang menggunakan bahasa Using ini, penutur bahasa ini juga
ditemukan di sebagaian Kabupaten Jember, khususnya di Dusun Krajan Timur, Desa
Glundengan, dan Kecamatan Wuluhan.
Bahasa Using ini berbeda dengan Bahasa Jawa, walaupun terkadang banyak orang yang
mengira bahwasannya bahasa Using adalah bagian dialek dari bahasa Jawa, tetapi bahasa
Using memang benar-benar berbeda dengan bahasa Jawa dan bahkan mempunyai kaidah-
kaidah tersendiri. Bahasa Using ini sendiri memiliki kedudukan yang sama dengan
bahasa Jawa yakni sama-sama merupakan turunan dari bahasa Jawa Kuna atau bahasa
Kawi, namun bahasa Using ini terlihat lebih statis, karena tidak mengenal tingkatan tutur
seperti halnya bahasa Jawa.
Selanjutnya mengenai cara pengucapan atau fonologinya bahasa Using memiliki
keunikan tersendiri dalam sistem pelafalannya, diantaranya:
a) Adanya diftong [ai] untuk vokal [i], semua leksikon berakhiran “i” pada bahasa Using,
khususnya di Banyuwangi selalu dilafalkan “ai”. Seperti misalnya:
- Kata “geni” terbaca “genai”
- Kata “bengi” terbaca “bengai”
- Kata “gedigi” (begini) terbaca “gedigai”
b) Adanya diftong [au] untuk vokal [u], leksikon yang berakhiran “u” hampir semua
terbaca “au”. Seperti contoh:
- Kata “gedigu” (begitu) terbaca “gedigau”
- Kata “asu” terbaca “asau”
- Kata “awu” terbaca “awau”
c) Lafal kunsonan [k] untuk konsonan[q]. Di bahasa Jawa pada leksikon yang berakhiran
dengan huruf “k” selalu dilafalkan dengan glottal “q”. Sedangkan di bahasa Using justru
tetap terbaca “k” yang artinya konsonan hambat velar, seperti contoh:
- Kata “apik” terbaca “apiK”
- Kata “manuk” terbaca “manuK”
d) Konsonan glottal [q] yang di bahasa Jawa justru tidak ada, seperti kata [piro’], [kiwo’],
dan begitu seterusnya
e) Palatisasi [y] dalam bahasa Using kerap muncul pada leksikon yang mengandung [ba],
[ga], [da], [wa]. Seperti contoh pada lafal:
- “Bapak” dilafalkan “Byapak”
- “Uwak” dilafalkan “Uwyak”
- “Embah” dilafalkan “Embyah”
- “Banyuwangi” dilafakan “Byanyuwangai”
- “Dhawuk” dilafalkan “Dyawuk”, begitupun sebagainya.
4. Masih menjadi perdebatan dikalangan ahli bahasa, apakah bahasa yang digunakan
komunikasi penduduk Mesir sehari-hari merupakan bahasa, atau hanya dialek? Diantara
pendapat para ahli bahasa dalam hal ini adalah:
1. Bahasa Amiyah Mesir adalah bahasa, bukan dialek karena memiliki kaidah dan rumus-
rumus tertentu untuk memahaminya. Golongan ini memiliki beberapa alasan,
diantaranya:
a. Walaupun kosakata bahasa Amiyah Mesir sedikit banyak berbeda dengan bahasa arab,
akan tetapi lafadzh (kata) bukan merupakan alasan utama sebuah bahasa. Sama halnya
bahasa Inggris. Lebih dari sepertiga bahasa Inggris merupakan serapan dari bahasa
Perancis. Dan selebihnya bahasa Inggris diserap dari berbagai bahasa, misalnya: Jerman,
Celtic, Latin, dan Scandinavian. Bahkan bisa dikatan tidak ada bahasa asli yang diambil
dari Inggris. Namun, ia tetap dikatakan bahasa Inggris.
b. Kosakata itu bukan asas atau inti dari sebuah bahasa. Adapun yang merupakan inti dan
ciri dari sebuah bahasa adalah gramatikalnya.
2. Bahasa Amiyah Mesir merupakan satu diantara sekian banyak dialek orang arab.
Golongan ini memiliki alasan, yaitu bahasa Amiyah Mesir memiliki banyak kesamaan
dengan bahasa arab, baik dari segi huruf maupun pelafalan kata.

Dari penjelasan di atas, akan terlihat korelasi bahasa Arab Klasik dengan bahasa
Amiyah Mesir, dapat diibaratkan dengan kedekatan antara bahasa Inggris dengan bahasa
Perancis. Yakni, kosakata-kosakata yang digunakan dalam bahasa Amiyah Mesir
sebagaian diambil dari bahasa Arab Klasik. Namun, bukan berarti gramatikal bahasa
Amiyah akan persis sama seperti bahasa Arab Klasik, karena bahasa Amiyah Mesir
memiliki acuan gramatikal yang berbeda denga bahasa Arab Klasik.
Kaidah:
Kaidah bahasa Amiyah Mesir menurut Ahmad Akram Malibary Sedangkan menurut
Ahmad Akram Malibary dalam karyanya Al-Lughah Al-Amiyah Al-Mashriyah
(Qawa’iduh –Ba’dhu Al-Kalimat wal Al-Asalib Al-Amiyah, Ba’dhu Al-Muhadatsat
Fii Mukhtalif Al-Maudhu’at), mengatakan bahwa terdapat lima belas teori umum
bahasa Amiyah Mesir. Teori-teori tersebut, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Tidak memiliki harakat. Bahasa Amiyah Mesir memang sejak awal
terbentuk tanpa menggunakan harakat. Semua kalimat wajib disukunkan. Dan
dalam konteks berbicara, menjadi sesuatu yang aneh jika seseorang tetap
menggunakan harakat seperti layaknya berbicara bahasa Arba formal. Namun,
akan ditemukan beberapa kalimat juga yang menuntut harus adanya harakat
dalam pengucapan, satu diantaranya adalah untuk membedakan kata ganti
kamu laki-laki dan perempuan, saya, dia laki-laki dan perempuan, yang
memang pada dasarnya kata ganti yang satu dengan lainnya hanya dapt
dibedakan dengan sebuah harakat. Dan tanpa adanya harakat, pernyataan atau
ungkapan yang disampaikan oleh orang berbicara akan menimbulkan sebuah
kerancuan karena tidak dapat membedakan siapa orang dimaksud dalam
ungkapan atau kalimat tersebut.
b. Terdapat penambahan huruf (‫ )ب‬di awal kata kerja. Dalam bahasa Amiyah
Mesir, penambahan huruf (‫ ) ب‬di awal kata kerja berfungsi untuk membedakan
kata kerja yang memiliki makna sekarang (sedang berlangsung). Sementara
katakerja yang tidak mengalami penambahan huruf (‫ )ب‬di awalnya memiliki
makna yang akan datang (belum berlangsung).
c. Terdapat penambahan huruf (‫ )ح‬pada awalkata kerja. Sebagaimana terdapat
penambahan huruf (‫ )ب‬pada awal kata kerja yang mengandung makna sekarang
(pekerjaan yang sedang berlangsung), penambahan huruf (‫ )ح‬pada bahasa Amiyah
Mesir memiliki makna akan berlangsung. Dan bisa dikatakan huruf (‫ )ح‬ini
menggantikan posisi huruf (‫ )س‬dan (‫وف‬PP‫ )س‬pada bahasa Arab formal yang
mengandung arti ‘akan’ (akan berlangsung).
d. Penambahan huruf (‫ )ش‬di akhir verba. Verba lampau ataupun verba yang
sedang berlangsung jika di awali dengan kata negative (‫ )ما‬maka verba tersebut
harus di akhiri dengan huruf (‫)ش‬.
e. Penambahan huruf (‫ )ش‬yang bersanding dengan huruf (‫)ماالنافية‬. Cara
menambah huruf (‫ )ش‬ini adalah dengan menghapus huruf (‫ )ا‬yang terdapat pada
huruf (‫ )ما‬dan mengganti harakat (‫ )م‬menjad idhommah. Dan akan menghasilkan
huruf (‫)مش‬. Ungakapan negatif ini menggantikan posisi huruf-huruf negatif pada
bahasa Arab formal, Adapun " . ‫ "غري‬، " ‫ " ال‬، " ‫ " ما‬، " ‫"ليس‬: seperti penggunaan
huruf (‫ )مش‬itu selalu bersanding dengan nomina atau verba yang sedang
berlangsung dan akan berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai