Kolesteatom, Klasifikasi, Diagnosis, TX

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

2.6.

Klasifikasi
Kolesteatoma diklasifikasikan menjadi kolesteatoma kongenital dan
akuisital. Selanjutnya kolesteatoma akuisital dibagi lagi menjadi primer
dan sekunder, berdasarkan ada atau tidaknya perforasi dan migrasi epitel
ke telinga tengah melalui perforasi tersebut.1
a. Kolesteatoma Kongenital
Kolesteatoma kongenital didefinisikan sebagai defek perkembangan
dimana sisa epitel terjebak dalah celah telinga tengah saat proses
embryogenesis.1 Kolesteatoma kongenital ini terbentuk pada masa
embrionik dan ditemukan pada telinga dengan membrane timpani utuh
tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya di kavum
timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontine angle, yang
sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.2
Kriterianya menurut Levenson et al. dintaranya terdapat massa putih
yang terletak sebelah medial dari membrane timpani yang normal,
normalnya pars flaksid dan pars tensa dari membrane timpani, tidak ada
riwayat keluar cairan dari telinga maupun perforasi, tidak ada riwayat
dilakukan tindakan otology, dipisahkan dari atresia kanal dan giant
cholesteatoma, serta tidak dipisahkan dari serangan otitis media
sebelumnya.3
Manifestasi klinis ditentukan oleh lokasi dan luas lesinya, dapat dilihat
dari didapatkan pemeriksaan otologis yang abnormal, massa putih yang
terletak medial dari membrane timpani, kadang terdapat nyeri di leher
ataupun telinga, dan penurunan pendengaran.1
b. Kolesteatoma Akuisital2
Kolesteatoma yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi atas
dua:
1) Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi
membrane timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses
invaginasi dari membrane timpani pars flaksida karena adanya

1
tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori
invaginasi).
2) Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membrane timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari
liang telinga, atau dari pinggir perforasi membrane timpani ke
telinga tengah (Teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa
kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Teori
metaplasia)
2.7. Diagnosis
a. Anamnesis4,5,6
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang
terus-menerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi,
kemungkinan besar infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena
kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka
antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada
kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan mengelilingi
kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa
milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi
yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba.
Akibatnya, otorrhea akan tetap timbul ataupun berulang meskipun
dengan pengobatan antibiotik yang agresif.
Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada
kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga
tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen
sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan
terjadinya tuli konduktif yang berat.
Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan
terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika
kolesteatoma mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah

2
gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari
perkembangan komplikasi yang lebih serius.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma
adalah drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga
tengah tidak responsif terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi
membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus. Kolesteatoma
kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga
tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma
yang berasal dari implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi
sebelum adanya gangguan pada membran tympani. Akan tetapi, pada
kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma
implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan
perforasi pada membran tympani.
Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah
kanalis akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan
jaringan granulasi. Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan
jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik maupun tetes
antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal
berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars
flaksida atau kuadaran posterior.
Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan
salah satu komplikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-
anak. Infeksi yang terkait dengan kolesteatoma dapat menembus
korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di leher.
Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-
tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis
sinus sigmoid, abses epidural, atau meningitis.
c. Pemeriksaan Penunjang7
CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat
mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak

3
selalu bisa membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma.
Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu
kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari
desakan massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis
kolesteatoma.7 Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa perluasan
antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah
dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus tulang-
tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan
CT scan adalah sebagai berikut:
a. erosi skutum
b. fistula labirin
c. cacat di tegmen
d. keterlibatan tulang-tulang pendengaran
e. erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas
f. anomali atau invasi dari saluran tuba

Gambar 5. CT scan yang menggambarkan erosi tulang dan kolesteatoma


MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkirakan
dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya.

4
2.8. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa5,7
Terapi medikamentosa bukanlah pengobatan yang utama untuk
kolesteatoma. Pasien yang menolak pembedahan atau karena kondisi
medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi umum harus
membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur
dapat membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat
pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak dapat menghentikan ekspansi
lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi
antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi
sistemik juga dapat membantu sebagai terapi tambahan.
Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai
apabila curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada
kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat dipakai metronidazol,
klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman penyebab,
dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-
klavulanat. Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan
quinolon. Karena efek samping terhadap pertumbuhan tulang usia anak
belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin harus sangat hati-hati
pada anak kurang dari 12 tahun.
Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti
Asam Asetat 1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau
larutan garam fisiologis. Larutan harus dihangatkan dulu sesuai dengan
suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan dengan
lidi kapas
b. Pembedahan8
Terapi pembedahan bertujuan untuk mengeluarkan kolesteatoma.
Dalam keadaan tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk
menggunakan teknik canal wall up atau canal wall down. Jika pasien
memiliki beberapa episode kekambuhan dari kolesteatoma dan

5
keinginan untuk menghindari operasi masa depan, teknik canal wall
down adalah yang paling sesuai.
Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall down.
Pasien tersebut dapat diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan
mereka memahami bahwa penyakit lebih mungkin kambuh dan mereka
mungkin membutuhkan beberapa serial prosedur pembedahan.

6
DAFTAR PUSTAKA

 
1. Rutkowska, J., Özgirgin, N., & Olszewska, E. (2017). Cholesteatoma
Definition and Classification: A Literature Review. J Int Adv Otol, 13(2),
266-71.
2. Djafaar, Z., Helmi, Ratna D. Kelainan Telinga Tengah dalam buku ajar
Ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Edisi keenam.
Jakarta: FKUI. 2007. hal.64-77.
3. Levenson M, Michaels L, Parisier SC. Congenital cholesteatomas of the
middle ear in children: Origin and management. Otolaryngol Clin North
Am 1989; 22: 941-54.
4. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited
August 25, 2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
5. Waizel S. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1,
2007 (cited August 27, 2009). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/384879-overview
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997
7. DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai
AP. Profile of congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad
Med [serial online] 1989 [cited 2009 Sep 5];35:93. Available from:
http://www.jpgmonline.com/text.asp?1989/35/2/93/5702
8. Makishima T, Hauptman G. Cholesteatoma. University of Texas Medical
Branch Department of Otolaryngology. January 25, 2006 (cited August 25,
2009). Available at www.utmb.edu/otoref/grnds/Cholest.../Cholest-slides-
060125.pdf

Anda mungkin juga menyukai