Modul Praktikum Paliatif 2021
Modul Praktikum Paliatif 2021
Modul Praktikum Paliatif 2021
Tim Penyusun :
Ifa Hafifah, Ns., M.Kep.
Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes.
Editor :
Ifa Hafifah, Ns., M.Kep.
1
BUKU PANDUAN PRAKTIKUM
KEPERAWATAN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL
FOTO 3x4
NAMA MAHASISWA :
NIM :
PROGRAM : REGULER
(....................................)
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami ucapkan pada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik
,dan hidayah Nya beserta kemudahanNya, sehingga Buku Panduan Praktikum
Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal telah selesai dibuat. Buku panduan
praktikum ini disusun dengan tujuan agar mahasiswa dapat memperoleh
gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada klien paliatif dan menjelang
ajal. Buku panduan ini berisi tentang informasi umum, proses dan peraturan
pelaksanaan, tujuan, dan kompetensi dari praktikum, panduan praktik, evaluasi
dan daftar acuan yang dapat digunakan. Semoga buku ini dapat digunakan dalam
proses pencapaian kemampuan mahasiswa sesuai dengan tujuan dan kompetensi
pada praktik Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal yang diharapkan.
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
Halaman
1. TATA TERTIB PRAKTIKUM …………………………………………………… 5
2. KEGIATAN PRAKTIKUM…… …………..…………………………………….. 6
3. WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM…………………………………………. 6
4. TUJUAN PRAKTIKUM…………………….…………………………………….. 7
5. PENILAIAN PRAKTIKUM ………………………………………………………. 8
6. MEKANISME UJIAN PRAKTIKUM……………………………………………… 8
7. JADWAL PRAKTIKUM……………………………………………………………. 8
8. DAFTAR NAMA MAHASISWA KELOMPOK PRAKTIKUM ………………….. 10
9. DAFTAR HADIR KEGIATAN PRAKTIKUM …………………………………… 12
10. MATERI DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM……………………………….. 13
4
1. TATA TERTIB PRAKTIKUM
a. Kehadiran 100%
b. Praktikan yang tidak mengikuti kegiatan praktikum dengan alasan yang
bisa dipertanggungjawabkan (sakit dibuktikan dengan surat keterangan dari
dokter, keluarga inti meninggal dibuktikan dengan surat keterangan wali,
dan tugas resmi dibuktikan dengan surat tugas dari instansi terkait) maka
berhak mengganti kegiatan praktikum dengan ketentuan dari dosen
pembimbing praktikum.
c. Praktikan yang tidak mengikuti kegiatan praktikum dengan alasan selain
pada poin b, maka tidak bisa mengikuti ujian praktikum.
d. Praktikan diharuskan datang tepat waktu di ruang Zoom atau Goggle Meet.
Keterlambatan lebih dari 15 menit tanpa alasan yang jelas dianggap
praktikan tidak mengikuti kegiatan praktikum pada hari itu.
e. Saat praktikum dilaksanakan, praktikan harus :
Memakai jas praktik dan memakai identitas/ tanda pengenal
Bekerja dengan tertib dan teliti, membawa literatur serta alat bantu
pembelajaran yang diperlukan (alat tulis menulis)
Jika menemukan kesulitan pada saat praktikum, praktikan
diperkenankan untuk bertanya kepada dosen pengawas praktikum
dengan sopan
Praktikan harus dapat menyelesaikan praktikum tepat pada waktu yang
telah ditentukan. Kelompok yang belum menyelesaikan praktikum pada
waktunya diharuskan mengulangnya pada waktu yang lain.
5
Setiap selesai praktikum meminta tandatangan/ paraf dosen
pembimbing praktikum atau asisten dosen secara digital pada lembar
kegiatan praktikum
Segala masalah yang mungkin timbul saat sebelum, selama dan
sesudah praktikum diselesaikan dengan mengutamakan dialog,
keterbukaan, dan suasana kekeluargaan demi menjunjung kejujuran
keilmuan dan profesionalisme keperawatan.
2. KEGIATAN PRAKTIKUM
Kegiatan praktikum adalah sebagai berikut:
1. Penjelasan materi praktikum oleh dosen pembimbing praktikum
2. Praktik mandiri masing-masing kelompok praktikan dengan pendampingan
dosen pembimbing praktikum dan asisten dosen
3. Demonstrasi representatif dari masing masing kelompok praktikan
4. Evaluasi oleh dosen pembimbing praktikum
4. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan instruksional umum :
Pada akhir praktikum, mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan
pada klien paliatif dan menjelang ajal.
Tujuan instruksional khusus :
6
1. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi menyampaikan berita buruk
kepada pasien paliatif dan keluarganya
2. Mahasiswa mampu melakukan terapi modalitas dan komplementer dalam
keperawatan
- Manajemen nyeri: Akupresur
- Manajemen mual muntah: Akupresur
3. Mahasiswa mampu melakukan terapi modalitas dan komplementer dalam
keperawatan
- Cemas : SEFT
4. Mahasiswa mampu melakukan terapi modalitas dan komplementer dalam
keperawatan
- Fatigue : Senam Paliatif
5. Mahasiswa mampu melakukan terapi modalitas dan komplementer dalam
keperawatan
- Spiritual Counseling
- Psichology Counseling
6. Mahasiswa mampu melakukan pendidikan kesehatan pada pasien penyakit
terminal dan keluarga
5. PENILAIAN PRAKTIKUM
NO KRITERIA PENILAIAN PERSENTASE
1. Sikap (kedisiplinan, tanggung 10%
jawab,kejujuran, dan kerja tim)
2. Pretest 20%
3. Laporan praktikum 30%
4. Ujian praktikum 40%
7
6. MEKANISME UJIAN PRAKTIKUM
Mahasiswa yang bisa mengikuti ujian adalah mahasiswa yang telah
mengumpulkan semua laporan praktikum, kehadiran praktikum 100%, dan
mempunyai sikap yang baik. Ujian praktikum dilakukan sebanyak satu kali
kegiatan dan dilaksanakan setelah semua pertemuan praktikum selesai.
7. JADWAL PRAKTIKUM
Hari/ Waktu : Kamis/ 15.00-18.00 Wita
Dosen
No Tanggal Materi Praktikum Pembimbing
Praktikum
19/8/21 Komunikasi menyampaikan Theresia
1. berita buruk kepada pasien Oktarina, Ns.,
paliatif dan keluarganya MNg.
26/8/21 Terapi modalitas dan Endang
komplementer dalam Pertiwiwati, Ns.
keperawatan M.Kes.
2.
- Manajemen nyeri: Akupresur
- Manajemen mual muntah:
Akupresur
2/9/21 Terapi modalitas dan Ifa Hafifah, Ns.,
komplementer dalam M.Kep.
3.
keperawatan
- Cemas : SEFT
9/9/21 Terapi modalitas dan Ifa Hafifah, Ns.,
komplementer dalam M.Kep.
4.
keperawatan
- Fatigue : Senam Paliatif
16/9/21 Terapi modalitas dan Ifa Hafifah, Ns.,
komplementer dalam M.Kep.
5. keperawatan
- Spiritual Counseling
- Psychology Counseling
8
23/9/21 Pendidikan kesehatan pada Ifa Hafifah, Ns.,
6. pasien penyakit terminal dan M.Kep.
keluarga
Ujian Praktikum Kelompok Ifa Hafifah, Ns.,
7. 30/9/21 M.Kep.
1,2,3,4
7/10/21 Ujian Praktikum Kelompok Ifa Hafifah, Ns.,
8. M.Kep.
5,6,7,8
9
8. DAFTAR NAMA MAHASISWA KELOMPOK PRAKTIKUM
Kelompok 1 CEMBERLEE S. WAMBRAUW
MUHAMMAD ADAM LAMATTAPPA
MUHAMMAD SAJIDANNOR
AN-NISA KAMILAH HUMAIRA
KHOFIFAH ERGA SALSABILA
NOVADIANI KARISMA MAHARANI
NAZWA HABIBAH
DWI LESTARI
NOOR LATIFAH
AQIL ANDIKA PRATIWI
10
Kelompok 4
NORJEHAN RIHADATUL AISY
ADINDA CHOFIFAH MAZAYA
DESTY KARTIKA ATNI
DINDA AMALIA SAYYIDI
AISYAH KAMELIA
RENA NOVIANA
LIZA TRIE OCTIZA AGYZTY
GUSTI AKHMAD RIQI PUJIANUR
YOGA MAULANA HERNOWO
RIDHA KHAIRINA
Kelompok 6 RISDAWATI
YUNIAR AGUSTINA
RISMAYANTI
INDAH YULIANTI
WINDY STEFANI PARERA
ANI RASYIDAH
ANDRA GILANG PERMANA
MUHAMMAD KARUNIA
11
MUHAMMAD SYARIF
MUHAMMAD RIZA
12
Nama Asisten Dosen:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
13
9. DAFTAR HADIR KEGIATAN PRAKTIKUM
Paraf
Hari/ Tanggal Materi Praktikum Dosen
pembimbing
14
10.MATERI DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
Bad news is something that patients do not expect when visiting health
services. Delivering bad news is never easy, but tested strategies can ease the
process. Knowing how to communicate bad news can also help you make the
process more bearable for patients.
Tips for delivering bad news (National Institute on Aging):
1. Prepare yourself. Before meeting with the patient, think about what you want
to say and make sure you have all of the information you need. Be sure you
have enough time to carefully explain the diagnosis and allow for questions,
rather than trying to squeeze it between other appointments. If possible, ask
15
your staff to hold calls and pages until the appointment is over. Find out what
the patient knows about his or her condition. You might ask questions such as,
"Have you been worried about your illness or symptoms?"
The Language of Bad News: Phrases That Help
These phrases can help you to be straightforward, yet compassionate (Emanuel, et
al, 2003):
Delivering bad news
"I'm afraid the news is not good. The biopsy showed you have colon
cancer."
"Unfortunately, there is no question about the results. You have
emphysema."
"The report is back, and it's not as we had hoped. It confirms that you have
the early stages of Parkinson's disease."
Responding to patient reactions
"I imagine this is difficult news."
"Does this news frighten you?"
"I wish the news were different."
"Is there anyone you'd like me to call?"
"I'll try to help you."
"I'll help you tell your children."
Dealing with prognosis
"What are you expecting to happen?"
"What would you like to have happen?"
"How specific would you like me to be?"
"What are your fears about what might happen?"
16
2. Spend a few moments finding out how much the patient really wants to
know. People may have different expectations and preferences for how much
they are told about their prognosis and what they would prefer not to know. If
a patient's family has reservations about having the patient know the
prognosis, you might ask them about their concerns. Legally, you are
obligated to tell the patient; however, you may negotiate some elements with
the family. If you cannot resolve it, an ethics consultation may be helpful.
3. Try to be as straightforward as possible, without speaking in a monotone
or delivering a monologue. Be positive, but avoid the natural temptation to
minimize the seriousness of the diagnosis or offer false hope.
Communications experts suggest that you not start by saying, "I'm sorry..."
Instead, try saying, "I feel bad to have to tell you..." After you have explained
the bad news, you can express genuine sadness while reassuring the patient
that you and others will be there to help.
4. Give the patient and family time—and privacy—to react. Of course,
people will respond differently to bad news; shock, anger, sorrow, despair,
denial, blame, disbelief, and guilt all are common reactions. In some cases,
people may simply have to leave the office.
5. End the visit by establishing a plan for next steps. This may include
gathering more information, ordering more tests, or preparing advance
directives. Offer to write down important points of your discussion. Reassure
the patient and family that you are not going to abandon them, regardless of
referrals to other healthcare providers. Let them know how they can reach
you—and be sure to respond when they call.
In follow-up appointments or conversations, give the patient an opportunity to
talk again about the situation. Ask if he or she has more questions and needs
17
help talking with family members or others about the diagnosis. Assess the
patient's level of emotional distress and consider a referral to a mental health
provider.
18
2. Memberikan tanda terlebih dahulu saat akan menyampaikan berita buruk
3. Memberikan jeda waktu untuk ekspresi dan emosi pasien saat akan menerima
berita buruk.
4. Informasi diberikan dalam bagian2 kecil dan berikan pasien waktu untuk
memahaminya.
5. Menanyakan pemahaman pasien.
6. Menanyakan informasi lain yang dibutuhkan.
7. Memberikan saran dan melibatkan pasien tentang rencana dan pemilihan
terapi.
8. Negosiasi.
9. Tidak memberikan harapan palsu.
E. Closing The Session
1. Memberikan kesimpulan akhir.
2. Menanyakan kepada pasien apakah ada yang ditanyakan atau pasien sudah
mengerti.
3. Menginformasikan apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
4. Cek kembali apabila masih ada yang ditanyakan.
19
Kasus Praktikum
Tn B, 24 tahun, lulusan SMA, sudah satu tahun terakhir bekerja sebagai Personal
Trainer (PT) di suatu pusat kebugaran di Jakarta Pusat. Tn B sudah menjadi
pasien klinik dokter keluarga sejak tiga bulan lalu dengan keluhan batuk
berdahak. Sejak 2 bulan yang lalu pasien didiagnosis sebagai TB kasus baru,
BTA +. Pasien diberikan OAT kategori 1 yaitu 4 FDC (rifampicin, INH,
ethambutol dan pirazinamid). Awalnya sempat buang air kecilnya berwarna
merah, tapi menurut dokter yang merawatnya tidak perlu dikhawatirkan. Tidak
ada keluhan teling berdenging, kulit kuning atau gatal-gatal. Pada kunjungan
sebelumnya dokter telah meminta pasien menjalani ulang pemeriksaan sputum,
dan pada kunjungan ini pasien datang dengan membawa hasilnya.
Pasien mengaku bahwa tidak ada rekan kerjanya yang batuk seperti dia, namun
kakak perempuannya sempat terkena TB sekitar 3 tahun lalu. Kakaknya sudah
selesai menjalani pengobatan lengkap selama 6 bulan. Riwayat penyakit ini di
anggota keluarga lainnya tidak diketahui. Ada pamannya yang sering begadang di
rumahnya yang batuk-batuk lama, tetapi dikatakan hanya karena sering merokok.
Pasien sendiri tidak merokok. Berat badan pasien tetap di angka 40 kg, dengan
tinggi badan 165 cm. Nafsu makan terganggu.
Pada kunjungan ini, dokter melihat hasil pemeriksaan BTA dan menemukan
bahwa BTA tetap positif 2. Dokter berencana untuk menyampaikan kabar buruk
ini pada pasien. Dokter memikirkan 2 kemungkinan bertahannya BTA positif
pada pasien ini, yaitu Multi Drug Resistance serta adanya HIV positif.
20
Pasien belum menikah, namun mengaku pernah beberapa kali melakukan
hubungan seks. Beberapa kali dengan sesama jenis, namun lebih sering dengan
lawan jenis. Pasien mengaku awalnya hanya karena ikut-ikutan temannya. Tidak
ada riwayat penggunaan narkotika.
Tugas Praktikum:
Buatlah role play dalam kelompok Anda dan tulislah di lembar kerja praktikum
percakapannya. Peran yang harus ada adalah perawat, dokter, pasien, keluarga
pasien. Tampilkan role play di depan kelas. Kelompok lain memberikan umpan
balik.
21
Daftar Pustaka
22
TERAPI KOMPLEMENTER
23
yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko,
sosial, dan spiritual).
Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan,
pencegahan penyakit ataupun rehabilitasi. Bentuk promosi kesehatan
misalnya memperbaiki gaya hidup dengan menggunakan terapi
nutrisi. Seseorang yang menerapkan nutrisi sehat, seimbang,
mengandung berbagai unsur akan meningkatkan kesehatan tubuh.
Intervensi komplementer ini berkembang di tingkat pencegahan
primer, sekunder, tersier dan dapat dilakukan di tingkat individu
maupun kelompok misalnya untuk strategi stimulasi imajinatif dan
kreatif (Hitchcock et al., 1999).
Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer
mempunyai manfaat selain dapat meningkatkan kesehatan secara
lebih menyeluruh juga lebih murah. Terapi komplementer terutama
akan dirasakan lebih murah bila klien dengan penyakit kronis yang
harus rutin mengeluarkan dana. Pengalaman klien yang awalnya
menggunakan terapi modern menunjukkan bahwa biaya membeli obat
berkurang 200-300 dolar dalam beberapa bulan setelah menggunakan
terapi komplementer (Nezabudkin, 2007). Minat masyarakat
Indonesia terhadap terapi komplementer ataupun yang masih
tradisional mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
pengunjung praktik terapi komplementer dan tradisional di berbagai
tempat. Selain itu, sekolah-sekolah khusus ataupun kursuskursus
terapi semakin banyak dibuka. Ini dapat dibandingkan dengan Cina
yang telah memasukkan terapi tradisional Cina atau traditional
Chinese Medicine (TCM) ke dalam perguruan tinggi di negara
tersebut (Snyder & Lindquis, 2002).
24
B. Macam Terapi Komplementer
Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh
terapi komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam
basah) yang menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan
jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana,
terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining,
terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas;
akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya
(Hitchcock et al., 1999).
National Center for Complementary/Alternative Medicine
(NCCAM) membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem
pelayanan dalam lima kategori.
1. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi
dengan berbagai teknik untuk memfasilitasikapasitas berpikir yang
mempengaruhi gejala fisikdan fungsi tubuh misalnya
perumpamaan(imagery), yoga, terapi musik, berdoa,
journaling,biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.
2. Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem
pelayanan kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan
biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan tradisional
Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo,
homeopathy, naturopathy.
3. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis,
yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya
herbal, makanan).
4. Kategori keempat adalah terapi manipulatif dansistem tubuh.
Terapi ini didasari oleh manipulasidan pergerakan tubuh misalnya
pengobatankiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapicahaya
25
dan warna, serta hidroterapi. Terakhir,terapi energi yaitu terapi
yang fokusnya berasal darienergi dalam tubuh (biofields) atau
mendatangkanenergi dari luar tubuh misalnya terapetik
sentuhan,pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong,magnet.
5. Klasifikasi kategori kelima ini biasanyadijadikan satu kategori
berupa kombinasi antarabiofield dan bioelektromagnetik (Snyder
&Lindquis, 2002).
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup
(pengobatan holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal,
aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur & akupunktur,
refleksi, massage); mind-body (meditasi, guidedimagery, biofeedback,
color healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan
sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Contohnya pada terapi
sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti meningkatkan
relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan,
mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam
proses kematian (Hitchcock et al., 1999).
26
TERAPI MODALITAS
27
Daftar Pustaka
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar
Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8.
Jakarta :EGC
Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis,J.A., & Johnson, P.H.
(1999). Nurse’s handbook of alternative and complementary
therapies. Pennsylvania: Springhouse.
Buckle, S. (2003). Aromatherapy.
http//.www.naturalhealthweb.com/art icles.
Fontaine, K.L. (2005). Complementary &alternative therapies for
nursing practice. 2thed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hitchcock, J.E, Schubert, P.E., Thomas, S.A.(1999). Community
health nursing: Caring in action. USA: Delmar Publisher
Key, G. (2008). Aromatherapy beauty tips. http//
.www.naturalhealthweb. com/articles/georgekey3.html.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative
therapies innursing. 4th ed. New York: Springer.
28
Terapi Modalitas Dan Komplementer Dalam Keperawatan
Manajemen Mual Muntah : Akupresur
29
B. Faktor Risiko Mual Muntah
Mual muntah akibat kemoterapi dapat terjadi pada pasien
yang berusia kurang dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan,
riwayat penggunaan alkohol, riwayat mual muntah terdahulu
misalnya akibat kehamilan atau mabuk perjalanan, riwayat
mual muntah akibat kemoterapi sebelumnya dan fungsi sosial
yang rendah. Potensi obat yang dapat menyebabkan mual
muntah dipengaruhi oleh jenis obat, dosis, kombinasi dan
metode pemberian obat (Grunberg, 2004). Faktor resiko
lainnya adalah pengalaman sebelumnya dengan kemoterapi dan
pemberian kemoterapi multiday. Pasien yang pernah menjalani
kemoterapi sebelumnya akan lebih beresiko mengalami mual
muntah dibandingkan dengan yang belum pernah (Grunberg,
2004).
30
kedua darah dan cairan serebrospinal. Selain itu,
Chemoreseptor Triger Zone (CTZ) dapat bereaksi secara
langsung terhadap substansi dalam darah. Chemoreseptor
Triger Zone (CTZ) dapat dipicu oleh sinyal dari lambung dan
usus kecil yang berjalan sepanjang saraf vagal aferen atau oleh
tindakan langsung dari komponen emetogenik yang dibawa
dalam darah (obat anti kanker, opioid, ipekak) (Garrett et al.,
2003).
Serotonin, Dopamin, Asetilkolin, Neurokinin 1 dan
Histamin pada Chemoreseptor Triger Zone (CTZ)
mengidentifikasikan substansi yang berpotensi menjadi bahaya
dan mentransmisikan impuls ke pusat muntah untuk memicu
timbulnya muntah sehingga substansi yang berbahaya tersebut
dapat dikeluarkan. Stimulasi dari kemoreseptor ini memicu
pusat muntah yang mengakibatkan timbulnya gejala muntah.
Oleh karena itu, semua gangguan terhadap transmisi
kemoreseptor ini dapat mencegah aktifnya pusat muntah.
Banyak antiemetik yang bertindak dengan memblok satu atau
lebih reseptor seperti Dopamin antagonis berfungsi memblok
reseptor Asetilkolin; Histamin Blockers menghambat reseptor
Histamin dan Serotonin Receptor Blockers memicu reseptor
Seretonin. Efek samping dari obat–obat ini juga dipengaruhi
oleh sisi reseptor yang diblok (Garret et al., 2003).
31
D. Klasifikasi Mual Muntah
Mual muntah akibat kemoterapi pada penderita kanker
dapat dibedakan menurut waktu terjadinya mual muntah yaitu
a. Mual muntah antisipatori
Yaitu mual muntah yang terjadi sebelum dimulainya
pemberian kemoterapi. Mual muntah ini terjadi akibat
adanya rangsangan seperti bau, suasana dan suara dari
ruang perawatan atau kehadiran petugas medis yang
bertugas memberikan kemoterapi. Mual antisipatori
biasanya terjadi 12 jam sebelum pemberian kemoterapi
pada pasien yang mengalami kegagalan dalam mengontrol
mual muntah pada kemoterapi sebelumnya (Garret et al.,
2003). Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa
sekitar 25% pasien yang mendapat pengobatan kemoterapi
mengalami mual muntah antisipatori pada pengobatan yang
keempat (Morrow dan Dobkin, 2002).
b. Mual muntah akut
Menurut Garret et al (2003) mual muntah akut berlangsung
dalam 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi,
biasanya 1 sampai 2 jam pertama. Tipe ini diawali oleh
stimulasi primer dari reseptor Dopamin dan Serotonin pada
CTZ, yang memicu terjadinya muntah. Kejadian ini akan
berakhir dalam waktu 24 jam (Garret et al., 2003).
c. Mual muntah lambat
Menurut Garret et al (2003) mual muntah lambat terjadi
minimal 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi, dan
dapat berlangsung hingga 120 jam. Pengalaman mual
muntah pada kemoterapi sebelumnya akan menyebabkan
32
terjadinya mual muntah pada kemoterapi berikutnya, selain
itu kebanyakan pasien yang mengalami mual muntah
lambat, sebelumnya akan mengalami mual muntah akut.
Metabolit agen kemoterapi diduga merupakan salah satu
penyebab mekanisme terjadinya mual muntah lambat
dikarenakan agen ini dapat terus mempengaruhi sistem
saraf pusat dan saluran pencernaan. Misalnya, Cisplatin
yang merupakan agen kemoterapi level tinggi bisa
menyebabkan terjadinya mual muntah lambat yang akan
timbul dalam waktu 48–72 jam setelah pemberian agen
tersebut. Adapun agen–agen kemoterapi lain yang dapat
menyebabkan mual muntah lambat adalah Carboplatin
dosis tinggi, Cyclophosphamide dan Doxorubicin (Garret et
al., 2003).
33
diberikan pada malam sebelumnya dari pagi hari sebelum
kemoterapi diberikan (Garret et al., 2003).
b. Mual muntah akut
Penanganan mual muntah akut diberikan terapi
antiemetik sepertiSerotonin Reseptor Antagonis (SRA).
Dikarenakan agen kemoterapi memulai terjadinya reseptor
serotonin utama yang menyebabkan terjadinya mual muntah
akibat kemoterapi. Obat antiemetik ini telah menjadi standar
utama terapi antiemetik yang direkomendasikan oleh ASHP
sebagai obat pilihan pada pasien yang menerima agen
kemoterapi dengan tingkat potensi emetik pada level 3
sampai 5. SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) akan
mencegah mual muntah dengan menghambat respon awal
mual muntah, tetapi SRA (Serotonin Reseptor Antagonis)
tidak berpengaruh pada Histaminergic, Dopaminergic atau
Reseptor Cholinergic, dimana SRA ini dapat mengurangi
mual muntah secara efektif tanpa menimbulkan dampak
yang buruk terkait dengan agen antiemetik tradisional. Efek
samping ringan sampai sedang yang bersifat sementara akan
muncul akibat penggunaan SRA (Serotonin Reseptor
Antagonis) seperti sakit kepala yang merupakan gejala yang
sering timbul. Jenis SRA (Serotonin Reseptor Antagonis)
yang sering digunakan adalah Ondansentron (Zofran),
Granisetron (Kytril), dan Dolasetron (Anzemet). Namun
dengan mahalnya harga obat-obatan tersebut, pasien tidak
dapat merasakan manfaat dari pengobatan tersebut (Garret
et al., 2003).
34
SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) yang diberikan
secara oral relatif lebih murah dibandingkan dengan SRA
(Serotonin Reseptor Antagonis) yang diberikan secara
parenteral tetapi memiliki efektifitas yang sama diantara
keduanya. Wickam (1987 dalam Garret, et.al., 2003)
menyatakan bahwa SRA (Serotonin Reseptor Antagonis)
tidak memiliki struktur yang sama, namun kemungkinan
memiliki perbedaan dalam keberhasilan untuk mencegah
mual muntah, selain itu Wickam juga merekomendasikan
apabila pemberian SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) oral
tidak efektif maka segera berikan SRA (Serotonin Reseptor
Antagonis) secara parenteral. Dengan sedikitnya racun dari
agen kemoterapi yang dihasilkan, pemberian kombinasi
antiemetik akan lebih efektif. Dexamethasone dan
Proclorperazine disarankan untuk diberikan pada saat
pemberian agen kemoterapi dengan potensi emetik ringan
sampai sedang. Kombinasi Dexamethasone dan
Metoclopramide walaupun kurang efektif tetapi dapat
dijadikan sebagai sebuah pilihan obat (Garret et al., 2003).
c. Mual muntah lambat
Pemberian SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) dalam
dosis tunggal tidak dapat membantu menangani mual
muntah lambat tetapi pencegahan mual muntah lambat ini
dapat diatasi dengan pemberian Ondansetron yang
dikombinasikan dengan Dexametason. Oleh karena itu
Dexametason dijadikan sebagai pilihan obat yang dapat
digunakan untuk mengatasi mual muntah lambat bila
diberikan bersamaan dengan SRA (Serotonin Reseptor
35
Antagonis) saat sebelum prosedur kemoterapi dimulai
(Garret et al., 2003).
36
Konsep Dasar Teknik Akupresur
A. Pengertian Akupresur
Akupresur adalah cara pijat berdasarkan ilmu akupuntur
atau dapat juga disebut akupunktur tanpa jarum (Sukanta,
2008). Menurut Aprillia (2010) akupresur adalah ilmu
penyembuhan dengan cara melakukan pijat pada titik-titik
tertentu, ilmu ini berasal dari Tionghoa yang sudah ada sejak
lebih dari 500 tahun yang lalu.
Akupresur atau yang biasa dikenal dengan terapi
totok/tusuk jari adalah salah satu bentuk fisioterapi dengan
memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik–titik tertentu
pada tubuh (Fengge, 2012). Terapi akupresur merupakan
pengembangan dari ilmu akupuntur, sehingga pada prinsipnya
metode terapi akupresur sama dengan akupuntur yang
membedakannya terapi akupresur tidak menggunakan jarum
dalam proses pengobatannya. Akupresur berguna untuk
mengurangi ataupun mengobati berbagai jenis penyakit dan
nyeri serta mengurangi ketegangan dan kelelahan. Proses
pengobatan dengan tehnik akupresur menitikberatkan pada
titik–titik saraf di tubuh. Titik–titik akupresur terletak pada
kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki. Di kedua telapak
tangan dan kaki kita terdapat titik akupresur untuk jantung,
paru–paru, ginjal, mata, hati, kelenjar tiroid, pankreas, sinus
dan otak (Fengge, 2012).
37
B. Tujuan Akrupresur
Teknik pengobatan akupresur bertujuan untuk
membangun kembali selsel dalam tubuh yang melemah serta
mampu membuat sistem pertahanan dan meregenerasi sel
tubuh (Fengge, 2012). Umumnya penyakit berasal dari tubuh
yang teracuni, sehingga pengobatan akupresur memberikan
jalan keluar meregenerasikan sel–sel agar daya tahan tubuh
kuat untuk mengurangi sel–sel abnormal. Dalam pengobatan
akupresur tidak perlu makan obat–obatan, jamu dan ramuan
sebab dengan terapi akupresur tubuh kita sudah lengkap
kandungan obat dalam tubuh jadi tinggal diaktifkan oleh sel–
sel syaraf dalam tubuh. Tubuh manusia memiliki kemampuan
memproduksi zat–zat tertentu yang berguna untuk ketahanan
tubuh. Jika ditambah obat–obatan, yang terjadi adalah
kelebihan dosis yang justru akan mengakibatkan kerusakan
organ tubuh terutama ginjal(Fengge, 2012).
C. Manfaat Akupresur
Akupresur terbukti bermanfaat untuk pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, rehabilitasi (pemulihan) dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Untuk pencegahan penyakit,
akupresur dipraktikan pada saat–saat tertentu secara teratur
sebelum sakit, tujuannya untuk mencegah masuknya penyebab
penyakit dan mempertahankan kondisi tubuh. Melalui terapi
akupresur penyakit pasien dapat disembuhkan karena akupresur
dapat digunakan untuk menyembuhkan keluhan sakit dan
dipraktikan ketika dalam keadaan sakit. Akupresur juga dapat
bermanfaat sebagai rehabilitasi (pemulihan) dengan cara
38
meningkatkan kondisi kesehatan sesudah sakit. Selain itu,
akupresur juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh (promotif) walaupun tidak sedang dalam keadaan
sakit(Fengge, 2012).
39
sebagai energi vital. Ada dua sumber asal energi vital yaitu
energi vital bawaan dan energi vital didapat. Energi vital
bawaan berasal dari orang tua, maka sifat, watak, bakat,
rupa, kesehatan fisik dan mental dari kedua atau salah satu
orang tua sering muncul pada anaknya. Sementara itu,
energi vital yang didapat bisa berasal dari sari makanan
yang diperoleh dari ibu (selama dalam kandungan) maupun
yang diperoleh sendiri sesudah lahir. Oleh karena itu,
kondisi janin sangat tergantung pada jenis makanan, air dan
suhu udara yang diperoleh ibu serta dukungan sosial dari
lingkungannya. Kondisi Janin tidak terlepas dari kondisi
fisik, mental/psikis sang ibu. Energi vital inilah yang
kemudian memberikankehidupan pada manusia (Fengge,
2012).
b. Sistem Meridian
40
3) Menghubungkan titik–titik akupunktur/akupresur yang
satudengan yang lainnya, menghubungkan titik
akupunktur/akupresurdengan organ dan menghubungkan
jaringan tubuh denganpancaindra.
4) Merupakan saluran untuk menyampaikan kelainan
fungsi organ kepermukaan tubuh yang dapat diketahui
melalui kelainan keadaantitik pijat, pancaindra atau
jaringan tubuh lainnya.
5) Merupakan saluran bagi penyebab penyakit masuk ke
dalam organbaik penyebab dari luar tubuh maupun
penyebab penyakit daridalam tubuh.
41
G. Cara Perangsangan Titik Akupresur
Titik akupresur ialah bagian atau lokasi di tubuh sebagai
tempat berakumulasinya energi vital. Pada titik akupresur
inilah akan dilakukan pemijatan terapi akupresur. Di dalam
tubuh kita terdapat banyak titik akupresur, kurang lebih
berjumlah 360 titik akupresur yang terletak di permukaan tubuh
dibawah kulit. Pertama kali yang harus diperhatikan sebelum
melakukan pijat akupresur adalah kondisi umum si penderita.
Pijat akupresur tidak boleh dilakukan terhadap orang yang
sedang dalam keadaan yang terlalu lapar atau pun terlalu
kenyang; dalam keadaan terlalu emosional dan pada
perempuan yang sedang dalam kondisi hamil (Fengge, 2011).
Pijatan bisa dilakukan setelah menemukan titik meridian
yang tepat yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat berupa rasa
nyeri, linu atau pegal. Dalam terapi akupresur pijatan bisa
dilakukan dengan menggunakan jari tangan (jempol dan jari
telunjuk). Semua titik pijat berpasangan kecuali untuk jalur
meridian Ren dan Tu. Lama dan banyaknya tekanan
(pemijatan) tergantung pada jenis pijatan. Pijatan untuk
menguatkan (Yang) dapat dilakukan dengan maksimal 30 kali
tekanan, untuk masing masing titiktitik dan pemutaran
pemijatannya secara jarum jam sedangkan pemijatan yang
berfungsi melemahkan (Yin) dapat dilakukan dengan minimal
50 kali tekanan dan cara pemijatannya berlawanan jarum jam
(Fengge,2011).
Menurut Fengge (2012), terdapat tiga macam titik
akupresur yaitu :
a. Titik akupresur umum
42
Titik akupresur umum ini terdapat di sepanjang saluran
meridian. Setiap titik umum diberi nama oleh penemunya
dalam bahasa Tionghoa yang memiliki arti tersendiri dan
diberi nomor yang bersifat universal. Misalnya, titik Hegu
yang memiliki arti kumpulan jurang. Hegu sama dengan
titik usus besar dengan nomor 4 (UB.4) dan dalam bahasa
Inggris disebut Large Intestine no.4 (LI.4).
b. Titik akupresur istimewa
Titik akupresur istimewa adalah titik yang berserakan (tidak
menentu), ada yang dijalur meridian dan ada pula yang di
luar jalur meridian. Tiap–tiap titik umum mempunyai nama
dan fungsi masing– masing. Misalnya, Lamwei, berfungsi
sebagai titik untuk mengobati penyakit usus buntu.
c. Titik nyeri (Yes Point)
Titik nyeri berada di daerah keluhan (daerah yang
mengalami masalah) misalnya sakit perut, sakit kepala, dan
lain–lain. Untuk menemukan titik nyeri ini adalah dengan
meraba keluhan kemudian cari titik yang paling sensitif
atau nyeri. Titik ini hanya berfungsi sebagai penghilang
rasa sakit setempat saja, tetapi sering juga berpengaruh
pada jaringan tubuh lainnya.
Manajemen Mual Muntah dengan Teknik Akupresur
Akupresur merupakan suatu cara pengobatan dengan
memberikan rangsangan penekanan (pemijatan) pada titik tertentu
pada tubuh (Fengge, 2011). Stimulasi yang diberikan dengan
pemijatan menghasilkan efek terapeutik karena
a. Konduksi dari sinyal elektromagnetik yang mampu mendorong
aliranzat-zat biokimia pencegah nyeri seperti endorpin dan sel
43
imun ke tempatkhusus di tubuh yang mengalami cedera atau
rusak karena penyakit.
b. Mengaktivasi sistem opioid sehingga dapat menurunkan nyeri
c. Perubahan pada zat kimia otak, sensasi dan respon involunter
denganpengeluaran berbagai neurotransmiter dan
neurohormon.
Titik-titik yang sering dipijat untuk menurunkan mual muntah
adalah titik P6 dan St36. Titik P6 adalah titik yang terletak di jalur
meridian selaput jantung. Meridian selaput jantung memiliki dua
cabang, sebuah cabangnya masuk ke selaput jantung dan jantung,
kemudian terus ke bawah menembus diafragma, ke ruang tengah dan
ruang bawah perut. Meridian ini juga melintasi lambung dan usus
besar. Titik St36 adalah titik akupresur yang berada di kaki dan di
alur meridian lambung. Meridian lambung dimulai dari ujung
meridian usus besar yang memiliki beberapa cabang, salah satu
cabangnya akan memasuki limpa dan lambung (Fengge, 2011).
Daftar Pustaka
Rukayah S. (2013). Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual
Muntah Lambat Akibat Kemoterapi Pada Anak Usia Sekolah
Yang Menderita Kanker Di Rs Kanker Dharmais Jakarta.
Universitas Indonesia.
Tetty, S. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan
Maternitas. PT Refika Adiwijayya. Bandung
44
Terapi Modalitas Dan Komplementer Dalam Keperawatan
Manajemen Nyeri : Akupresur
45
B. Teori Nyeri
1. Teori Intensitas (The IntensityTheory)
46
4. Endogenous OpiatTheory
C. FisiologiNyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor
dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri tersebar pada
kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan
respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine,
bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang
terlepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat
kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain dapat berupa
termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare,2002).
Nyeri dapat dirasakan jika reseptor nyeri tersebut
menginduksi serabut saraf perifer aferen yaitu serabut
A-delta dan serabut C. Serabut A- delta memiliki
myelin, mengimpulskan nyeri dengan cepat, sensasi
yang tajam, jelas melokalisasi sumber nyeri dan
mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C tidak memiliki
myelin, berukuran sangat kecil, menyampaikan impuls
47
yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus
(Potter & Perry, 2005). Ketika serabut C dan A-delta
menyampaikan rangsang dari serabut saraf perifer maka
akan melepaskan mediator biokimia yang aktif terhadap
respon nyeri, seperti : kalium dan prostaglandin yang
keluar jika ada jaringan yang rusak. Transmisi stimulus
nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai
berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis.
Didalam kornu dorsalis, neurotransmitter seperti
subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu
transmisi sinapsis dari sarafperifer ke saraf traktus
spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan
dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2005).
D. Jenis- jenisNyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
1. NyeriAkut
48
(Meliala & Suryamiharja, 2007).
2. NyeriKronik
49
3. Nyeri Sentral
50
F. Mengkaji IntensitasNyeri
51
Gambar 2 Numerical Rating Scale (Potter &
Perry, 2006)
4. Skala NyeriWajah
52
Gambar 4 Skala Nyeri Wajah (Potter&Perry, 2006)
53
(Rahadhanie dalam Andari, 2015).
4. Perhatian
54
ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika
individu mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang
tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan
lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan
sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari,2015).
8. Gaya koping
55
H. ManajemenNyeri
1. Pendekatanfarmakologi
56
pada petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya
perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri.
Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung
untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode
untuk menghilangkan nyeri. Namun banyak aktifitas
keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu
menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri
nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah.
Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan pengganti
obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2002).
57
transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A yang
berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup
transmisi implus nyeri (Potter & Perry, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh lestari (2015), tentang
tentang pemanfaatan stimulasi kutaneus (Slow Stroke
Back Massage) menunjukan ada pengaruh stimulasi
kutaneus (slow stroke back massage) terhadap
intensitas nyeri haid pada siswi kelas XI SMA
Muhammadiyah 7Yogyakarta.
b) Efflurage Massage
Effleurage adalah bentuk masase dengan
menggunakan telapak tangan yang memberi tekanan
lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah
sirkular secara berulang (Reeder dalam Parulian,
2014). Langkah-langkah melakukan teknik ini
adalah kedua telapak tangan melakukan usapan
ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan
melingkari abdomen, dimulai dari abdomen bagian
bawah di atas simphisis pubis, arahkan ke samping
perut, terus ke fundus uteri kemudian turun ke
umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah diatas
simphisis pubis, bentuk pola gerakannya seperti
“kupu-kupu”. Masase ini dilakukan selama3–5menit
dan berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan
jika dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb,
2009). Effleurage merupakan teknik masase yang
aman, mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan
banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki
58
efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau
dengan bantuan orang lain (Ekowati,2011).
c) Distraksi
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien
pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi
yang sangat berhasil dan mungkin merupakan
mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainnya.
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri
dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak (Smeltzer and Bare, 2002).
Beberapa sumber-sumber penelitian terkait
tentang teknik distraksi yang ditemukan peneliti
sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak
terutama usia prasekolah sebagaimana dalam
penelitian Pangabean pada tahun (2014), menurut
Pangabean salah satu teknik distraksi adalah dengan
bercerita dimana teknik distraksi bercerita
merupakan salah satu strategi non farmakologi yang
dapat menurunkan nyeri. Hal ini terbukti pada
penelitiannya dimana teknik distraksi dengan
bercerita efektif dalam menurunkan nyeri anak usia
prasekolahpadapemasanganinfusyaknidarinyeriskala
3kenyeri
skala 2. Sartika, Yanti, Winda (2015), menambahkan
salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan
dalam penatalaksanaan nyeri lainnya adalah dengan
menonton film cartun animasi, dimana ini terbukti
59
dalam penelitiannya bahwa dengan diberikan
distraksi berupa menonton film cartun animasi
efektif dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah
saat pemasanganinfus.
d) TerapiMusik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan
kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara
yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan
gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga
tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik
dan mental (Eka, 2011). Perawat dapat menggunakan
musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik,
pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu
kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan
lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak
awal sesuai dengan suasana hati individu,
merupakan pilihan yang paling baik (Elsevier
dalam Karendehi,2015).
Musik menghasilkan perubahan status
kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan
waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit
supaya dapat memberikan efek terapiutik. Dalam
keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat
memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya
mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2005).
e) GIM (Guided ImageryMusic)
GIM (Guided Imagery Music) merupakan
intervensi yang digunakan untuk mengurangi nyeri.
60
GIM mengombinasikan intervensi bimbingan
imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan dengan
memfokuskan imajinasi pasien. Musik digunakan
untuk memperkuat relaksasi. Keadaan relaksasi
membuat tubuh lebih berespons terhadap bayangan
dan sugesti yang diberikan sehingga pasien tidak
berfokus pada nyeri (Suarilah, 2014). Hasil
Penelitian dari Suarilah, Wahyuni & Fahlufi (2014)
tentang “Guided Imagery dan Music (GIM)
Menurunkan Intensitas Nyeri Pasien Post Sectio
Caesaria” pada 30 responden didapatkan hasil bahwa
GIM terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri
pasien post SC di RSUP NTB. GIM
direkomendasikan sebagai intervensi mandiri
keperawatan untuk mengurangi nyeri post SC.
f) Terapi Musik Klasik(Mozart)
Pada dewasa ini banyak jenis musik yang
dapat diperdengarkan namun musik yang
menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna
medis adalah musik klasik karena musik ini
maknitude yang luar biasa pada perkembangan ilmu
kesehatan, diantaranya memiki nada yang lembut,
nadanya memberikan stimulasi gelombang alfa,
ketenangan dan membuat pendengarnya lebih rileks
(Dofi dalam Liandari,2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Liandari,
Hendra dan Parjo tentang pemberian terapi musik
mozart terhadap intensitas nyeri haid pada remaja
61
putri di SMA Negeri 1 Pontianak pada tahun 2015
skala nyeri yang dialami remaja putri sebelum
pemberian terapi musik klasik (mozart) yaitu skala
nyeri sedang (68,4%). Sedangkan skala nyeri yang
dialami remaja putri setelah pemberian terapi
musik klasik (mozart) terbanyak pada nyeri ringan
(47,4%). Maka terdapat pengaruh terapi musik
klasik (mozart) terhadap penurunan intensitas nyeri
haid (dismenore) pada remaja putri di SMA Negeri 1
Pontianak tahun2015.
g) Hidroterapi Rendam Kaki AirHangat
62
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas
dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi
nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan
meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf
otonom (Fitriani, 2013). Pasien dapat memejamkan
matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap
inhalasi (hirup) dan ekhalasi (hembus) (Smeltzer &
Bare,2002).
Menurut Huges dkk dalam Fatmawati (2011),
teknik relaksasi melalui olah nafas merupakan salah
satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk
membentuk sistem penekan nyeri yang akhirnya
menyebabkan penurunan nyeri, disamping itu juga
bermanfaat untuk pengobatan penyakit dari dalam
tubuh meningkatkan kemampuan fisik dan
keseimbangan tubuh dan pikiran, karena olah nafas
dianggap membuat tubuh menjadi rileks sehingga
berdampak pada keseimbangan tubuh dan
pengontrolan tekanan darah.
i) Imajinasi Terbimbing (GuidedImagery)
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan
imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang
secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
63
Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi
dan meredakan nyeri dapat terdiri atas
penggabungannafas berirama lambat dengan suatu
bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer
& Bare, 2002). Prosedurnya yaitu ciptakan
lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien,
usahakan tangan dan kaki pasien dalam keadaan
rileks, minta pasien untuk memejamkan mata dan
usahakan agar pasien berkonsentrasi, minta pasien
menarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan
sambil menghitung dalam hati “hirup, dua, tiga”,
selama pasien memejamkan mata kemudian minta
pasien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan atau keindahan, minta pasien untuk
menghembuskan udara melalui mulut dan membuka
mata secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam
hati “hembuskan, dua, tiga”, minta pasien untuk
mengulangi lagi sama seperti prosedur sebelumnya
sebanyak tiga kali selama lima menit (Patasik,
Tangka & Rottie,2013).
j) Aromaterapi
Aromaterapi merupakan penggunaan
ekstrak minyak esensial tumbuhan yang digunakan
untuk memperbaiki mood dan kesehatan (Primadiati,
2002). Mekanisme kerja perawatan aromaterapi
dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua
sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem
penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi
64
psikis, daya ingat, dan emosi seseorang. Beberapa
jenis aromaterapi yang digunakan dalam menurunkan
intensitas nyeri adalah aromaterapi lemon dan
aromaterpi lavender. Aromaterapi lemon merupakan
jenis aroma terapi yangdapatdigunakan untuk
mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung
dalam lemon salah satunya adalah linalool yang
berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga
dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang
menghirupnya (Wong dalam Purwandari,2014).
Aromaterapi selain lemon untuk pereda nyeri
lainnya adalah aromaterapi lavender. Aromaterapi
lavender bermanfaat untuk relaksasi, kecemasan,
mood, dan pada pasca pembedahan menunjukkan
terjadinya penurunan kecemasan, perbaikan mood,
dan terjadi peningkatan kekuatan gelombang alpha
dan beta yang menunjukkan peningkatan relaksasi.
Gelombang alpha sangat bermanfaat dalam kondisi
relaks mendorong aliran energi kreativitas dan
perasaan segar dan sehat (Bangun, 2013). Kondisi
gelombang alpha ideal untuk perenungan,
memecahkan masalah, dan visualisasi, bertindak
sebagai gerbang kreativitas seseorang. Minyak
lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal
memiliki efek menenangkan. Menurut penelitian yang
dilakukan terhadap tikus, minyak lavender memiliki
efek sedasi yang cukup baik dan dapat menurunkan
aktivitas motorik mencapai 78%, sehingga sering
65
digunakan untuk manajemen stres. Beberapa tetes
minyak lavender dapat membantu menanggulangi
insomnia, memperbaiki mood seseorang, dan
memberikan efek relaksasi (Bangun,2013).
k) KompresDingin
Metode sederhana yang dapat di gunakan
untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu
dengan memberikan kompres dingin pada area nyeri,
ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah dan
sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri
selain dengan memakai obat-obatan. Terapi dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit (Price, Sylvia &
Anderson dalam Rahmawati, 2014).
Kompres dingin merupakan suatu prosedur
menempatkan suatu benda dingin pada tubuh bagian
luar. Dampak fisiologisnya adalah vasokontriksi pada
pembuluh darah, mengurangi rasa nyeri, dan
menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot (Tamsuri,
2007). Sensasi dingin diberikan pada sekitar area
yang terasa nyeri, pada sisi tubuh yang berlawanan
yang berhubungan dengan lokasi nyeri. Setiap klien
akan memiliki respons yang berbeda-beda terhadap
area yang diberikan terapi. Terapi yang diberikan
dekat dengan area yang terasa nyeri cenderung
bekerja lebih baik (Potter & Perry, 2005). Menurut
pendapat Novita dalam Supriadi (2014), pada
66
umumnya dingin lebih mudah menembus jaringan
dibandingkan dengan panas. Ketika otot sudah
mengalami penurunan suhu akibat aplikasi dingin,
efek dingin dapat bertahan lebih lama dibanding
dengan panas karena adanya lemak subkutan yang
bertindak sebagai insulator, di sisi lain
lemaksubkutanmerupakan barrier utama energi
dingin untuk menembus otot. Dalam bidang
keperawatan kompres dingin banyak digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri. Dingin memberikan efek
fisiologis yakni menurunkan respon inflamasi,
menurunkan aliran darah dan mengurangi edema,
mengurangi rasa nyeri lokal (Tamsuri,2007).
l) KompresHangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam
penggunaan suhu hangat yang dapat menimbulkan
efek fisiologis (Anugraheni, 2013). Kompres hangat
dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan
merelaksasikan otot-otot yang tegang (Price, Sylvia &
Wilson, 2005). Kompres hangat dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas atau kantong air
panas secara konduksi dimana terjadi pemindahan
panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan
terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri
yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Smalzer
& Bare, 2002). Kompres hangat memiliki beberapa
pengaruh meliputi melebarkan pembuluh darah dan
67
memperbaiki peredaran daerah di dalam jaringan
tersebut, pada otot panas memiliki efek
menurunkan ketegangan, meningkatkan sel darah
putih secara total dan fenomena reaksi peradangan
serta adanya dilatasi pembuluh darah yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta
peningkatan tekanan kapiler. Tekanan
oksigendankarbondioksida didalam darah akan
meningkat sedangkan derajat keasaman darah akan
mengalami penurunan(Anugraheni,2013).
Penggunaan kompres air hangat dapat
membuat sirkulasi darah lancar, vaskularisasi
lancar dan terjadi vasodilatasi yang membuat
relaksasi pada otot karena otot mendapat nutrisi
berlebih yang dibawa oleh darah sehingga
kontraksi otot menurun. Kompres hangat dengan
suhu 50 C – 0 C mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi yang bisa membuka aliran darah
membuat sirkulasi darah lancar kembali sehingga
terjadi relaksasi pada otot mengakibatkan kontraksi
otot menurun (Anugraheni,2013).
m) TehnikAkupresur
Akhir-akhir ini terapi non farmakologi banyak
menjadi pilihan masyarakat terutama ibu bersalin
untuk mengatasi nyeri persalinan. Terapi non
farmakologi yang juga sering disebut sebagai terapi
komplementer, salah satunya adalah teknik akupresur
titik pada tangan, memiliki banyak kelebihan antara
68
lain mudah diterapkan dan cukup aman (tidak
menimbulkan resiko) dibanding terapi farmakologi.
Akupresur disebut juga akupunktur tanpa jarum, atau
pijat akupunktur. Teknik ini menggunakan tenik
penekanan, pemijatan, dan pengurutan sepanjang
meridian tubuh atau garis aliran energi. Teknik
akupresur ini dapat menurunkan nyeri. Sedangkan
teknik akupresur titik pada tangan yaitu dilakukan
pada titik yang terletak sepanjang lipatan tangan
ketika jari-jari menyatu padatelapaktangan. Titik ini
membantu pelepasan endorphin ke dalam tubuh
sehingga sangat membantu untuk menurunkan nyeri
saat kontraksi (Suroso, 2013). Menurut Wang dkk
dalam Triastuti (2013), akuplesur telah terbukti
sebanding ibuprofen (NSAID’s) selain itu, akuplesur
dapat memberikan manfaat preventif dan kuratif,
mudah, murah, efektif, dapat dilakukan siapa saja
bahkan oleh diri sendiri dan kapan saja.
Ada beberapa cara pemijatan akupresur yang dapat
dilakukan (Depkes dalam Triastuti, 2013):
1. Menggunakan alat pijat berupa jari tangan
(jempol, telunjuk, atau jari lainnya).
2. Pijatan dapat dilakukan dengan ditekan-tekan dan
di putar-putar atau diurut sepanjang meridian.
Untuk bayi di bawah umur 1 tahun, sebaiknya
dilakukan pengobatan dengan mengeulus elus
(meraba) perjalanan meridian saja dan jangan
dipijat seperti orang dewasa.
69
3. Pijatan bisa dimulai setelah menemukan titik
pijatan yang tepat, yaitu timbulnya reaksi pada
titik pijat yang berupa rasa nyeri atau pegal.
4. Reaksi pijatan, setiap pemberian rangsangan
terhadap titik pijat akan memberikan reaksi, oleh
karena itu untuk perangsangan atau pemijatan
yang akan dilakukan harus diperhitungkan secara
cermat, reaksi apa yang ditimbulkan, reaksi
penguatan (yang)atau
reaksi (yin). Bila pijatan yang bereaksi yang maka
dapat dilakukan selama 30 kali tekanan atau
putaran, sedangkan reaksi yin dilakukan
pemijatan lebih dari 40 kali. Menurut Hartono
dalam Triastuti (2013), dalam pemijatan
sebaiknya jangan terlalu keras dan pemijatan yang
benar harus dapat menciptakan sensasi rasa
(nyaman, pegal, panas, gatal, perih, kesemutan
dan sebagainya) sehingga dapat merangsang
keluarnya hormone endorphrin (hormone sejenis
morfin yang dihasilkan tubuh untuk memberikan
rasa tenang).
5. Arah pijatan mengikuti arah putaran jarum jam
atau searah dengan jalannya meridian dan arah
pemijatan dapat juga disesuaikan dengan sifat
penyakit yang diderita.
n) DzikirKhafi
Secara etimologi dzikir berasal dari bahasa arab
“zakara” yang berarti menyebut atau mengingat-
70
ingat. Secara istilah dzikir berarti membasahi lidah
dengan ucapan-ucapann pujian kepada Allah SWT
(Khoirul & Reza dalam Jauhari, 2014). Dzikir khafi
merupakan dzikir didalam qalbu yang merupakan
penggerak emosi perasaan, dzikir ini muncul melalui
rasa, yaitu rasa tentang penzahiran keaguangan dan
keindahan Allah SWT (Jailani dalam Hidayat, 2014).
Menurut Hidayat 2014, seseorang yang melakukan
dzikir dapat menghasilkan beberapa efek medis dan
psikologis yaitu akan menyeimbangkan
keseimbangan kadar serotonin atau neropineprine di
dalam tubuh, dimana fenomenainimerupakan morfin
alami yang bekerja di dalam otak serta akan
menyebabkan hati dan pikiran menjadi tenang
dibandingkan sebelum dzikir. Otot-otot tubuh
mengendur terutama otot bahu yang sering
menyebabkan ketegangan psikis. Hal tersebut
merupakan salah satu bentuk karunia Allah yang
sangat berharga yang berfungsi sebagai zat pengurang
nyeri di dalam otak manusia.
Bentuk-bentuk dzikir yang bersumber dari Al-Qur’an:
1. Asma Allah(Allahu)
2. Tasbih(Sbhanallah)
3. Takbir (Allahuakbar)
4. Tahlil (La ilaha illaAllah)
5. Basmalah (Bismillahirohmannirrohim)
6. Istiqhfar(Astaghfirullah)
7. Hawqalah (La hawla wala quwwata
71
illabillah)
8. Tahmid(Al-hamdulillah)
o) TerapiAl-Qur’an
Al-Quran berfungsi sebagai sistem perbaikan
(service system) baik yang bersifat fisik maupun
psikis, yang dikenal sebagai syifa’ yang berarti obat,
penyembuh, dan penawar (Mirza, 2014). Salah satu
terapi spiritual yang biasa dilakukan adalah dengan
mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al Quran atau
disebut dengan istilah murrotal. Lantunan ayat suci Al
Quran mampu memberikan efek relaksasi karena
dapat mengaktifkan hormone endorfin, meningkatkan
perasaan rileks,mengalihkan perhatian dari rasa takut,
cemas, dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah, dan
memperlambat pernapasan (Sumaryani & Sari, 2015).
Pemberian terapi Al-Qur’an memberikan efek
non farmakologi adjuvan dalam mengatasi nyeri.
Terapi bacaan Al-Qur’an sejalan dengan teori nyeri: a
balance between analgesia and side effect yang
menyatakan bahwa pemberian analgetik akan
memberikan efek samping sehingga dibutuhkan terapi
komplementer. Terapi bacaan Al- Qur’an yang
diperdengarkan melalui tape recorder akan
memberikan efek gelombang suara dan selanjutnya
getaran suara ini akan mampu memberikan perubahan
sel-sel tubuh, sel kulit dan jantung. Getaran ini akan
masuk ke dalam tubuh dan mengubah perubahan
72
resonan baik partikel, cairan tubuh. Getaran resonan
akan menstimulasi gelombang otak dan
mengaktifkan jalur pressure nyeri. Jalur ini akan
memberikan blokade neurotransmitter nyeri akan
memberikan efek ketenangan dan mengurangi nyeri
akut dan relaksasi (Hidayah, Maliya, dan Nugroho,
2013). Berdasarkan penelitian bahwa Al- Qur’an
yang diperdengarkan akan memberikan efek
relaksasi sebesar 65% (Alkahel,2011).
I. Peran Perawat
Peran perawat dalam menangani nyeri yang di
alami pasien menurut Doctherman dan Bulecheck dalam
buku Nursing Interventions Classification (2004) adalah
1. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan
dankeluarga
5. Menentukan berapa sering melakukan penilaian dan
pemantauan kenyamananpasien
6. Memberi informasi kepada pasien tentang nyeri
73
ketakutan, kelelahan, kurangnya pengetahuan)
8. Kaji penggunaaan metode farmakologi nyeripasien
menguranginyeri
12. Mendorong pasien untuk mendiskusikan rasa nyeri
yangdialaminya
13. Memberikan informasi kepada perawat lainnya serta
managemennyeri
15. Pertimbangkan kesediaan pasien untuk
74
Manajemen Nyeri dengan Teknik Akupresur
A. Cara Kerja Akupresur
Teknik akupresur dapat mengurangi sensasi-sensasi nyeri
melalui peningkatan endorphin, yaitu hormon yang mampu
menghadirkan rasa rileks pada tubuh secara alami, memblok reseptor
nyeri ke otak (Aprillia, 2010). Penekanan titik akupresur dapat
berpengaruh terhadap produksi endorphin dalam tubuh. Endorphin
adalah pembunuh rasa nyeri yang dihasilkan sendiri oleh tubuh.
Endorphin merupakan molekul-molekul peptid atau protein yang
dibuat dari zat yang disebut beta-lipoptropin yang ditemukan pada
kelenjar pituitary. Endorphin mengontrol aktivitas kelenjar-kelenjar
endokrin tempat molekul tersebut tersimpan. Selain itu endorphin
dapat mempengaruhi daerah-daerah pengindra nyeri di otak dengan
cara yang serupa dengan obat opiat seperti morfin.
Pelepasanendorphindikontrol oleh sistem saraf. Jaringan saraf sensitif
terhadap nyeri dan rangsangan dari luar,dan jika dipicu dengan
menggunakan teknik akupresur,akan menginstrusikan sistem
endokrin untuk melepaskan sejumlah endorphin sesuai kebutuhan
tubuh (Aprillia,2010).
75
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
B. Cara Pemijatan
Pemijatan yang dilakukan adalah searah jarum jam sebanyak
30 putaran selama 3-5 menit. Dalam pemijatan, sebaiknya jangan
terlalu keras dan membuat pasien kesakitan. Pemijatan yang benar
harus dapat menciptakan sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, gatal,
perih, kesemutan, dan lain sebagainya). Apabila sensasi rasa dapat
tercapai maka di samping sirkulasi chi (energi) dan xue (darah)
lancar, juga dapat merangsang keluarnya hormon endomorfin hormon
sejenis morfin yang dihasilkan dari dalam tubuh untuk memberikan
rasa tenang (Hartono, 2012).
76
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
77
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
E. TeknikAkupresuruntukMengatasi Nyeri
Titik-titik akupresur yang digunakan pada penelitian
sebelumnya terkait efek akupresur adalah titik yang biasa juga
digunakan untuk mengatasi masalah ginekologis, diantaranya
adalah :
1. Titik Sanyinjiao(SP6)
Titik ini terletak sekitar tiga cun atau sekitar empat jari di atas
malleolus internus, tepat di ujung tulang kering (Hartono,
2012). Penekanan pada titik ini terbukti dapat mengurangi
dismenore. Penelitian yang dilakukan (Kashefi, 2010)16),
membuktikan akupresur pada titik SP6 menyebabkan
penurunan tingkat keparahan dismenore segera setelah
intervensi, akupresur di titik Sanyinjiao (SP6) juga efektif
serta hemat biaya.
2. Titik Sacral Points(B27-B34)
Titik sacral points (B27-B34), yaitu titik yang terletak pada
daerah sakral atau di sekitar tulang sacrum. Pijatan pada titik
ini membantu mengurangi rasa sakit pada saat dismenore,
pegal pada pinggang, danmengurangi nyeri saat persalinan
(Aprillia, 2010)
3. Titik Taichong/Daichong (LR3/LV3)
Keistimewaan titik ini merupakan titik utama dari meridian
hati dan merupakan jalurutama dari aktivitas Chi. Efek
78
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
79
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
Daftar Pustaka
Tugas Praktikum:
80
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
SEFT
1 Pengertian SEFT
Menurut zainuddin (2012) Spiritual Emosional Freedom
Technique (SEFT) merupakan suatu terapi Psikologi yang
pertama kali ditujukan untuk melengkapi alat psikoterapi yang
sudah ada. Spiritual Emosional Freedom Technique (SEFT)
adalah salah satu varian dari cabang ilmu baru yang dinamai
Energy Psychology. Selain itu, Spiritual Emosional Freedom
Technique (SEFT) adalah gabungan antara Spiritual power dan
Energy Psychology.
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) bekerja
dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur dan
akupressur. Ketiga teknik ini berusaha merangsang titik-titik
kunci di sepanjang 12 jalur energi (energi meridian) tubuh yang
sangat berpengaruh pada kesehatan kita.
Menurut zainudin (2006) terapi SEFT (spiritual emotional
freedom technique) adalah terapi dengan menggunakan gerakan
sederhana yang dilakukan untuk membantu menyelesaikan
masalah permasalahan sakit fisik maupun psikis, meningkatkan
kinerja dan prestasi, meraih kedamaian dan prestasi serta
kebermaknaan hidup. Rangkaian yang dilakukan adalah : the
set – up yaitu menetralisir energi negatif yang ada ditubuh, the
tune in yaitu mengarahkan pikiran pada tempat rasa sakit, dan
the tapping yaitu mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada
titik-titik tertentu ditubuh manusia.
81
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
82
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
83
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
84
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
85
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
Tugas Praktikum:
86
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
KONSELING
87
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
88
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
Spiritual Counseling
89
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
90
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
91
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
Psichology Counseling
Konselor membutuhkan adanya komunikasi secara verbal dan
non verbal secara jelas dan terperinci. Adapun penggunaan psikologi
komunikasi dalam konseling adalah sebagai berikut :
a. Kejujuran
Ketika komunikasi berjalan dengan baik maka konseling akan
dipenuhi dengan kejujuran. Konselor selaku komunikator yang tepat
dan mediator yang netral harus mampu menunjukkan kejujurannya,
sehingga kliennnya juga akan menunjukkan sisi jujur mereka
sepenuhnya dari hatinya.
b. Empati
Empati merupakan cara yang bisa digunakan dalam psikologi
komunikasi ketika melakukan konseling. Ketika seorang klien datang
untuk konseling, tentunya mereka bertujuan untuk menjelaskan
permasalahan mereka. Konselor memiliki peranan penting dan rasa
empati mempunyai makna sebagai suatu kesediaan untuk memahami
orang lain.
c. Merangkum
Psikologi komunikasi selanjutnya memiliki peranan untuk
merangkum ketika sedang melakukan konseling. Adanya
penyampaian yang berbeda akan mewujudkan hasil yang berbeda
juga. Sehingga dalam konseling yang merupakan salah satu aspek
dalam proses komunikasi konseling baik dalam memulai, sedang
dalam proses konseling, ataupun pada saat berakhinya konseling
tersebut.
92
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
d. Menghindari Persepsi
Ketika sedang melakukan konseling dengan klien, maka sudah pasti
akan ada banyak persepsi yang terdapat selama konseling. Padahal
sesungguhnya kejadiaanya tidak mesti seperti itu, maka komunikasi
yang baik seharusnya menghidari persepsi diantara keduanya agar
konseling tersebut bisa berlangsung dengan baik.
e. Pemecahan Masalah
Dengan menggunakan pemakaian komunikasi yang tepat akan
menemukan titik temu dalam menyelesaikan masalah yang sedang di
konsultasikan, karena komunikasi berjalan dengan baik.
f. Adanya Perasaan Sensitif / Peka
Apabila dalam sebuah konseling terdapat komunikasi yang baik,
maka masalah akan mudah untuk ditelaah. Adapun sikap sensitif ini
merupakan tindakan yang memberikan respon pada tindakan pihak
lain atau orang lain yang ada dalam bentuk mempertahankan hak
asasinya sendiri dalam konseling tersebut.
g. Menyimak
Menyimak merupakan salah satu psikologi komunikasi yang baik
ketika anda sedang berbicara dengan lawan bicara. Adapun kebiasaan
atau perilaku menyimak ini menjadi keterampilan yang sangat
diperlukan terutama mereka yang biasanya menjadi seornag konselor.
Dengan menyimak pembicaaraan mereka maka mereka akan merasa
dianggap dan didengarkan keluh kesahnya, untuk itu kebiasaan
memotong pembicaraan lawan bicara adalah hal yang tidak boleh
dilakukan ya sobat.
93
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
h. Asertif
Asertif ini merupakan tindakan dasar konselor dengan cara
memberikan respon terhadap tindakan orang lain seperti
mempertahankan hak azasi orang lain, dan komunikasi yang tepat
akan membimbing anda untuk bersikap asertif.
i. Keefektifan Pembicaraan
Keefektifan pembicaran akan bisa anda dapatkan jika memang
komunikasi antar pribadi konselor dan orang yang konseling dapat
terjalin dengan baik diantara keduanya. Pada umumnya keefektifan
ini akan dipengaruhi oleh faktor kejujuran, keterbukaan, dan juga
pemikiran positif.
j. Kontak Mata
Komunikasi bukan hanya berbicara mengenai suara namun kontak
mata secara langsung diantara konselor dan kliennya pun bisa
menyampaikan isi hati sebagai bentuk komunikasi. Kontak mata
dengan klien ini harus dilakukan dengan netral dan sewajarnya.
k. Membuka Diri
Psikologi komunikasi yang baik tentunya akan menghasilkan
komunikasi yang baik pula. Membuka diri akan menjadi cara utama
yang bisa anda lalukan untuk mewujudkan komunikasi antar pribadi
sehingga tidak ada penafsiran yang salah dalam konseling tersebut.
l. Duduk dengan Baik dan Sopan
Seorang konselor yang baik tentunya memiliki sikap yang baik dan
menghormati kliennya tentunya. Apabila anda sedang berbicara
dengan klien, maka sebaiknya anda membungkukkan badan kearah
kilen anda agar klien anda merasa bahwasanya anda benar – benar
serius mendengarkan apa yang dibicarakan atau disampaikan oleh
94
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
klien anda, sehinga klien anda merasa bahwa anda adalah orang yang
tepat sebagai konselornya.
m. Pastikan Posisi Anda Wajar
Posisi wajar dalam psikologi komunikasi maksudnya adalah pastikan
raut muka anda dalam posisi tenang dan santai. Karena pada
umumnya seorang klien sering kali merasa cemas atau tegang ketika
ingin bertemu dengan seorang konselor dan akhirnya enggan atau
takut untuk menceritakan apa yang sebenarnya mereka rasakan.
Daftar Pustaka
Agustian Ary Ginanjar. 2001. ESQ: Emotional, Spiritual quotient;
Arga; Jakarta.
H.Prayitno dan Amti Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan
Konseling ; PT Rineka Cipta; Jakarta.
Mulyani Rina. 2013. Pendekatan Konseling Spiritual Untuk
Mengatasi Masalah Bullying (Kekerasan) Siswa di SMAN 1
Depok Sleman Jogjakarta (Skripsi, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Oxygendistro. 2011. Diakses dari laman
http://oxygendistro.blogspot.com/2011/05/makalah-
pendekatan-konseling-spritual.html
Tugas Praktikum:
Berpasangan dengan teman Anda dalam satu kelompok melakukan
role play dan tulislah di lembar kerja praktikum percakapannya.
Peran yang harus ada adalah perawat dan pasien. Tampilkan role play
di depan kelas. Kelompok lain memberikan umpan balik.
95
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
96
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
97
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
98
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
99
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
100
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
101
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
102
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
103
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
104
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
105
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
106
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
107
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
108
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
109
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
110
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
111
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
112
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
113
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………….
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
114
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
115
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………….
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
116
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
117
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
118
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
119
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
120
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
121
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
122
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
123