Skenario 5 Blok 6 - Kelompok 6

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 90

MAKALAH TUTORIAL

SKENARIO 5 BLOK 6
“SISTEM SARAF OTONOM”

DOSEN PEMBIMBING:
drg. Amy Nindia Carabelly , M.Si

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6 :

Putri Wulan Dari 2011111120004


Habibi Naufal Jatmiko 2011111210018
M. Alfrio Aditama 2011111110009
Vivi Sri Maissy Mutiara 2011111220011
Lovelita Kurnia Panjaitan 2011111320022
Raihatun Nida 2011111220020
Jovita Tiara Vania 2011111320013
Angelia Wurie Andiyah 2011111320027
Amelia Triyuniar 2011111220009
Merpati Insumandun Rumere 2011111720001

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah hasil dari tutorial kami pada
Skenario 5 Blok 6 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat
dengan judul “Sistem Saraf Otonom”. Kami mengharapkan semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk pembaca dan untuk pembelajaran selanjutnya.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada drg. Amy Nindia Carabelly , M.Si.
selaku pembimbing tutorial kelompok 6 ini dan kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan pada penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon maaf atas
segala kekurangan, kami sebagai penyusun makalah ini memohon kritik, saran, dan
pesan yang membangun dari semua yang membaca makalah ini terutama dosen yang
kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami dan kami bersedia menerima saran
dan masukkan dari pembaca agar kami dapat memperbaikinya serta semakin baik ke
depannya. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Banjarmasin, 2 Juni 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan .....................................................................................................1

1.3 Skenario ...................................................................................................................2

1.4 Identifikasi dan Klarifikasi Istilah Asing .................................................................3

1.5 Identifikasi dan Analisis Masalah ............................................................................3

1.6 Problem Tree ...........................................................................................................6

1.7 Sasaran belajar .........................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................8


2.1 Definisi Sistem Saraf Otonom .................................................................................8

2.2 Klasifikasi Saraf Simpatis Dan Saraf Parasimpatis .................................................8

2.3 Manfaat Dan Efek Samping Obat Otonom .............................................................9

2.4 Neurotransmitter Sistem Saraf Otonom .................................................................10

2.5 Reseptor Sistem Saraf Otonom ............................................................................. 11

2.6 Anatomi Dari Sistem Saraf Otonom .....................................................................12

2.7 Fisiologi Dari Sistem Saraf Otonom .....................................................................14

2.8 Peran Reseptor Terhadap Xerostomia ...................................................................14

2.9 Reseptor Yang Berperan Saat Orang-orang Mengalami Xerostomia ....................15

2.10 Bagaimana Cara Kerja Dari Neurotransmitter Dan Reseptor Terhadap Sistem
Saraf Otonom ......................................................................................................15

2.11 Menjelaskan Mengapa Temannya Tersebut Dapat Menduga Bahwa Obat Yang
Dikonsumsi Termasuk Antagonis Kolinergik .....................................................17

2.12 Menjelaskan Apa Fungsi Dari Sistem Saraf Simpatis Dan Parasimpatis............18

2.13 Menjelaskan Apa Fungsi Dari Sistem Saraf Simpatis Dan Parasimpatis.........19

2.14 Menjelaskan Apa Saja Yang Termasuk Kedalam Sistem Saraf Otonom Pada
Manusia ...............................................................................................................19

iii
2.15 Menjelaskan Obat Jenis Apasaja Yang Berpengaruh Terhadap Sistem Saraf
Otonom ...............................................................................................................20

2.16 Penyebab Terjadinya Xerostomia ........................................................................20

2.17 Hubungan Sistem Saraf Dengan Pengaruh Obat Dalam Tubuh ..........................21

2.18 Mekanisme Kerja Sistem Saraf Adrenergik dan Sistem Saraf Kolinergik ..........22

2.19 Hubungan Dari Saraf Dengan Xerostomia ..........................................................23

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................24


3.1 Kesimpulan ............................................................................................................24

3.2 Saran ......................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makalah ini disusun berdasarkan tutorial skenario 5 blok 6 yang

menyebutkan bahwa “Seorang mahasiswa kedokteran gigi sedang

bercerita kepada temannya mengenai keluarganya yang mengalami

xerostomia setelah menggunakan suatu obat. Menurut temannnya hal ini

disebabkan karena pengaruh obat yang digunakan dan menduga obat

tersebut adalah antagonis kolinergik, termasuk golongan obat otonom.

Penasaran dengan hal tersebut, mereka mencari jawabannya dengan

belajar bersama. Supaya lebih mudah dalam memahami materi tentang

obat otonom, terlebih dahulu mereka mempelajari tentang sistem syaraf

pada manusia yaitu mengenai sistem syaraf otonom, termasuk sistem saraf

simpatis (sistem saraf adrenergik) dan parasimpatis (sistem saraf

kolinergik).Selain itu mereka juga mempelajari tentang neurotransmitter

dan reseptor yang berperan”, dimana terkait dengan reseptor apa yang

memengaruhi sistem kerja kondisi konsumsi obat otonom serta bagaimana

neurotransmitter berlangsung.

1.2 Tujuan Penulisan

a. Menjelaskan definisi dari sistem saraf otonom

b. Menjelaskan klasifikasi dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis

c. Menjelaskan manfaat dan efek samping dari obat otonom

d. Menjelaskan neurotransmitter dari sistem saraf otonom

e. Menjelaskan reseptor dari sistem saraf otonom

f. Menjelaskan anatomi dari sistem saraf otonom

g. Menjelaskan fisiologi dari sistem saraf otonom

1
2

h. Menjelaskan peran reseptor terhadap pada xerostomia

i. Menjelaskan reseptor apa yang berperan saat orang orang mengalami

xerostomia

j. Menjelaskan bagaimana cara kerja dari neurotransmitter dan reseptor

terhadap sistem saraf otonom

k. Menjelaskan mengapa temannya tersebut dapat menduga bahwa obat

yang dikonsumsi termasuk antagonis kolinergik

l. Menjelaskan apa hubungan antara xerostomia dan pengaruh obat

antagonis kolinergik

m. Menjelaskan apa fungsi dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis

n. Menjelaskan apa saja yang termasuk kedalam sistem saraf otonom

pada manusia

o. Menjelaskan obat jenis apasaja yang berpengaruh terhadap system

saraf otonom

p. Menjelaskan apa saja penyebab dari terjadinya xerostomia

q. Menjelaskan bagaimana hubungan sistem saraf dengan pengaruh obat

dalam tubuh

r. Menjelaskan bagaimana mekanisme kerja sistem saraf adrenergik dan

sistem saraf kolinergik

s. Menjelaskan apakah hubungan dari saraf dengan xerostomia

1.3 Skenario

Seorang mahasiswa kedokteran gigi sedang bercerita kepada

temannya mengenai keluarganya yang mengalami xerostomia setelah

menggunakan suatu obat. Menurut temannnya hal ini disebabkan karena

pengaruh obat yang digunakan dan menduga obat tersebut adalah

antagonis kolinergik, termasuk golongan obat otonom. Penasaran dengan

hal tersebut, mereka mencari jawabannya dengan belajar bersama. Supaya


3

lebih mudah dalam memahami materi tentang obat otonom, terlebih

dahulu mereka mempelajari tentang sistem syaraf pada manusia yaitu

mengenai sistem syaraf otonom, termasuk sistem saraf simpatis (sistem

saraf adrenergik) dan parasimpatis (sistem saraf kolinergik). Selain itu,

mereka juga mempelajari tentang neurotransmitter dan reseptor yang

berperan.

1.4 Identifikasi dan Klarifikasi Istilah Asing

a.Xerostomia : Kondisi mulut kering akibat berkurangnya produksi air liur.

b.Antagonis kolinergik : Antagonis kolinergik adalah obat yang dapat

mengurangi atau menghambat aktivitas saraf parasimpatis/kolinergik

c. Obat otonom : obat otonom adalah obat yang bekerja pada system saraf

otonom yang mana dapat menghambat atau meningkatkan fungsi

system saraf parasimpatis dan simpatis

d.Neurotransmitter : Senyawa kimia yang member informasi antar sel,

dari satu sel ke sel yang lain.

e. Sistem saraf adrenergik : Sistem saraf adrenergik merupakan salah satu

dari sistem saraf otonom yang berfungsi sebagai perangsang suatu hal

yang ada pada tubuh.

f. Sistem saraf kolinergik : sistem saraf kolinergik merupakan sistem

saraf parasimpatis yang fungsinya cenderung berlawanan dari sistem

saraf simpatis, dimana apabila yang satu menghambat maka satunya

akan memacu atau mendukung.

1.5 Identifikasi dan Analisis Masalah

a. Mengapa temannya tersebut dapat menduga bahwa obat yang

dikonsumsi termasuk antagonis kolinergik?

Jawab: Karena obat antagonis kolinergik sendiri merupakan obat yang

menghambat sistem saraf parasimpatis dan seperti dituliskan pada


4

skenario bahwa obat antagonis kolonergik ini member pengaruh pada

tubuh.

Apa saja akibat yang dapat ditimbulkan dari protrusi?

b. Apa hubungan antara xerostomia dan pengaruh obat antagonis

kolinergik?

Jawab: Antagonis kolinergik merupakan obat yang berfungsi

menghambat dimana setelah konsumsi obat antagonis kolinergik

dapat mempengaruhi produksi saliva sehingga dapat menyebabkan

kekurangan jumlah saliva dan kekurangan jumlah saliva dapat

menyebabkan xerostomia.

c. Apa fungsi dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis?

Jawab : Saraf simpatik umumnya memiliki fungsi untuk mempercepat

kerja organ-organ tubuh. sedangkan saraf parasimpatik memiliki

fungsi untuk memperlambat kerja organ-organ tubuh.

d. Apa saja yang termasuk kedalam sistem saraf otonom pada manusia?

Jawab : Sistem saraf simpatis memiliki fungsi antagonistic dengan

sytem saraf saraf parasimpatis yang apabila satunya menghambat

suatu fungsi organ, maka yang satunya akan memacu fungsi organ

tersebut.

e. Obat jenis apa saja yang berpengaruh terhadap system saraf otonom?

Jawab : Untuk yang obat otonom sendiri ada yang sebagai perangsang

dan penghambat, seperti yang sudah dijelaskan oleh teman teman

bahwa adrenergik yaitu merangsang saraf simpatis, anti adrenergik

yaitu menghambat saraf simpatis, kolinergik yaitu merangsang saraf

parasimpatis dan anti kolinergik yaitu menghambat saraf parasimpatis.

f. Apa saja penyebab dari terjadinya xerostomia?

Jawab : Kekurangan cairan seperti kurang minum air, cuaca yang

panas dan terlalu sering memakan makanan yang kering.


5

g. Bagaimana hubungan sistem saraf dengan pengaruh obat dalam

tubuh?

Jawab : Konsumsi obat antagonis kolinergik atau antiparasimpatis

merupakan obat yang dapat menghambat pengaruh atau sistem kerja

saraf parasimpatis. dimana disaat sistem parasimpatis terhambat maka

saraf simpatis akan cenderung dominan, sebagai contoh dampaknya

denyut detak jantung akan meningkat dan aliran darah menjadi sangat

lancar dan membuat paru paru tersuplai oksigen dalam jumlah besar

dari oksigen yang ada dalam aliran darah sehingga dapat

meningkatkan tenaga atau stamina seseorang.

h. Bagaimana mekanisme kerja sistem saraf adrenergik dan sistem saraf

kolinergik?

Jawab : Sistem saraf simpatik dan parasimpatik bekerja secara

berlawanan dimana ketika saraf simpatik mempercepat kerja organ

tubuh seperti mempercepat detak jantung maka saraf parasimpatik

memperlambat kerja organ tubuh seperti memperlambat detak jantung

i. Reseptor apa yang berperan saat orang orang mengalami xerostomia?

Jawab : Reseptor kolinergik, Refleks saliva terstimulasi terjadi

sewaktu kemoreseptor atau reseptor tekanan di dalam rongga mulut

berespon terhadap adanya makanan. Xerostomia juga bias terjadi

setelah konsumsi obat obatan yang bias mengganggu sekresi saliva,

Obat dengan efek antikolinergik paling sering menimbulkan keluhan

xerostomia dan menurunkan sekresi saliva. Terlebih lagi, obat yang

menghambat neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor

membran atau jalur pengangkutan ion pada sel asinus.

j. Apakah hubungan dari saraf dengan xerostomia?

Jawab : Hubungannya yaitu ketika seseorang mengomsumsi obat

antagonis kolinergik yang dapat menghambat sistem parasimpatik


6

dimana diketahui bahwa kerja dari glandula mayor yang akan

memproduksj saliva akan dipengaruhi oleh sistem sarah parasimpatik

maka ketika saraf parasimpatik terhambat kerjanya akan menghambat

produksi saliva pula sehingga akan menyebabkan kekeringan pada

mulut atau xerostamia

k. Bagaimana cara kerja dari neurotransmitter dan reseptor terhadap

sistem saraf otonom?

Jawab : Norepineprin dan asetilkolin berinteraksi dengan reseptor (

protein makromolekul ) di membran lipid sel. Interaksi reseptor

neurotransmitter ini akan menyebabkan aktivasi atau inhibisi enzim-

enzim efektor seperti adenilatsiklase atau dapat merubah aliran ion-

ion sodium dan potassium di membran sel melalui protein ion chanel.

Perubahan-perubahan ini akan merubah stimulus eksternal menjadi

signal intraseluler.

1.6 Problem Tree

Definisi
Saraf Simpatis
Klasifikasi
Saraf Parasimpatis
Sistem Saraf Otonom

Manfaat
Golongan Obat
Otonom
Efek Samping Xerostomia
Neurotransmiter

Reseptor

Anatomi

Fisiologi
7

1.7 Sasaran belajar

1. Menjelaskan definisi dari sistem saraf otonom

2. Menjelaskan klasifikasi dari saraf simpatis dan saraf parasimpatis

3. Menjelaskan manfaat dan efek samping dari obat otonom

4. Menjelaskan neurotransmitter dari sistem saraf otonom

5. Menjelaskan reseptor dari sistem saraf otonom

6. Menjelaskan anatomi dari sistem saraf otonom

7. Menjelaskan fisiologi dari sistem saraf otonom

8. Menjelaskan peran reseptor terhadap pada xerostomia

9. Menjelaskan reseptor apa yang berperan saat orang orang mengalami

xerostomia

10. Menjelaskan bagaimana cara kerja dari neurotransmitter dan reseptor

terhadap sistem saraf otonom

11. Menjelaskan mengapa temannya tersebut dapat menduga bahwa obat

yang dikonsumsi termasuk antagonis kolinergik

12. Menjelaskan apa hubungan antara xerostomia dan pengaruh obat

antagonis kolinergik

13. Menjelaskan apa fungsi dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis

14. Menjelaskan apa saja yang termasuk kedalam sistem saraf otonom

pada manusia

15. Menjelaskan obat jenis apasaja yang berpengaruh terhadap system

saraf otonom

16. Menjelaskan apa saja penyebab dari terjadinya xerostomia

17. Menjelaskan bagaimana hubungan sistem saraf dengan pengaruh obat

dalam tubuh

18. Menjelaskan bagaimana mekanisme kerja sistem saraf adrenergik dan

sistem saraf kolinergik

19. Menjelaskan apakah hubungan dari saraf dengan xerostomia


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur

fungsi viseral tubuh. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-

pusat yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga,

bagian korteks serebri khususnyakorteks limbik, dapat menghantarkan

impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian

mempengaruhi pengaturan otonomik. Sistem saraf otonom terdiri atas

sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang bekerja secara

berlawanan. (Iwan. Et al.,2009)(Ningsih. D.R., 2020)

2.2 Klasifikasi Saraf Simpatis Dan Saraf Parasimpatis

Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen

torakolumbal. Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem

saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral

spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat.

Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang

spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap

pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem

parasimpatis sepertinya jauh lebih spesifik. Sistem simpatik secara normal

aktif secara kontinu dan melakukan penyesuaian setiap saat terhadap

perubahan lingkungan. Sistem parasimpatik, yang terutama diatur untuk

pengeluaran yang tersendiri dan terlokalisasi, memperlambat denyut

jantung, menurunkan tekanan darah, menstimulasi pergerakan dan seklesi

saluran cerna, membantu absorpsi nutrien, melindungi retina dari cahaya

berlebih, dan mengosongkan kandung kemih dan rektum. (Brunton et al.,

8
9

2010)

2.3 Manfaat Dan Efek Samping Obat Otonom

Obat-obatan golongan adrenergik mempengaruhi kerja

neurotransmitter norepinephrine pada reseptor adrenergik. Pada organ

mata, reseptor adrenergik dapat ditemukan pada membran sel otot dilator

iris, otot muller pada palpebral superior, epitel silier, anyaman trabekular,

dan otot halus pembuluh darah. Reseptor adrenergik terbagi menjadi α1,

α2, β1, dan β2. Efek reseptor α1 adalah vasokontriksi pembuluh darah,

meningkatkan tekanan darah, midriasis, kontraksi sfingter kandung kemih

dan meningkatkan resistensi perifer. Efek reseptor α2 adalah menghambat

pengeluaran norepinefrin dan menghambat aksi norepinefrin. Efek

reseptor β1 adalah takikardia, meningkatkan lipolysis dan meningkatkan

kontraksi otot jantung. Efek reseptor β2 adalah vasodilatasi pembuluh

darah, menurunkan resistensi perifer, bronkodilasi, meningkatkan

glikogenolisis, meningkatkan pengeluaran glukagon dan relaksasi uterus.

Fenilefrin adalah obat agonis adrenergic α1 kerja langsung. Fenilefrin

topikal tersedia dalam bentuk tetes mata 2.5% dan 10%. Aplikasi

fenilefrin topikal akan menyebabkan kontraksi otot dilator iris, otot muller,

arteriol konjungtiva. Efek yang dihasilkan adalah midriasis, retraksi

palpebral superior, peningkatan fisura palpebral dan kontriksi pembuluh

darah konjungtiva. Dilatasi maksimal terjadi selama empat puluh lima

sampai enam puluh menit setelah penetesan obat dan bertahan selama

enam jam. Indikasi fenilefrin adalah untuk membantu visualisasi segmen

posterior mata dengan dilatasi pupil, anterior uveitis. Efek samping pada

mata adalah buram, silau dan peningkatan tekanan intraokuler. Efek

samping sistemik adalah vasokontriksi pembuluh darah, peningkatan

tekanan darah, peningkatan kontraktilitas jantung, stroke dan miokard


10

infard. Obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada bayi dan pasien

yang memiliki resiko kardiovaskular. Obat golongan antagonis kolinergik

bekerja dengan cara menghambat pengikatan asetilkolin pada reseptor

kolinergik muskarinik. Efek obat antagonis kolinergik adalah midriasis

akibat paralisis otot sfingter pupil, siklopegia akibat paralisis otot siliaris,

meringankan nyeri akibat peradangan badan siliaris, dan pencegahan

sinekia posterior pada pasien uveitis. Obat-obatan golongan

antimuskarinik digunakan dalam diagnosis pada pemeriksaan segmen

posterior bola mata, refraksi siklopegik pada anak-anak dan sebagai terapi

pada pasien uveitis. Efek samping pada mata adalah rasa tersengat dan

terbakar pada penetesan, iritasi, penglihatan buram, fotofobia dan

peningkatan tekanan intraokular akibat penutupan drainase humor akuos

oleh akar iris. Efek samping sistemik adalah takikardia, mulut kering,

konstipasi dan retensi urin. (Katzung. B.G., 2017)

2.4 Neurotransmitter Sistem Saraf Otonom

Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan

salah satu dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau

norepinefrin. Serabut postganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan

norepinefrin sebagai neurotransmitter. Neuron- neuron yang

mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik. Serabut

postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai

neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Sebagai

tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar keringat dan

beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai

neurotransmitter. Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis

melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya dikenal

sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari


11

serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun

parasimpatis. Pada sistem saraf parasimpatik yang berperan sebagai

neurotransmiter adalah serabut praganglionik dan serabut pascaganglionik

yang berperan melepaskan asetilkolin (ACh). Sedangkan sistem saraf

simpatik neurotransmitter yang dilepaskan berada diujung terminal

preganglionik dari sistem saraf simpatetik adalah asetilkolin (ACh), dan

neurotransmitter yang dilepaskan di serabut pascaganglionik adalah

norepinefrin (NE) (kecuali serabut pascaganglionik untuk kelenjar

keringat, yang melepaskan ACh). (Stoelting. S.K., 2005) (Sirait. H.R.,

2018).

2.5 Reseptor Sistem Saraf Otonom

Efek farmakologi katekolamin merupakan konsep awal dari

reseptor-reseptor alfa dan beta adrenergik. Penelitian dengan memakai

obat-obatan yang meniru kerja norepinefrin pada organ efektor simpatis

(disebut sebagaisimpatomimetik ) telah memperlihatkan bahwa terdapat

dua jenis reseptor adrenergik, reseptor-reseptor ini dibagi menjadi alfa 1

dan alfa 2. Selanjutnya reseptor beta dibagi menjadi beta 1 dan beta 2.

Norepinefrin dan epinefrin, keduanya disekresikan kedalam darah oleh

medula adrenal, mempunyai pengaruh perangsangan yang berbeda pada

reseptor alfa dan beta. Norepinefrin terutama merangsang reseptor alfa

namun kurang merangsang reseptor beta. Sebaliknya, epinefrin

merangsang kedua reseptor ini sama kuatnya. Oleh karena itu, pengaruh

epinefrin dan norepinefrin pada berbagai organ efektor ditentukan oleh

jenis reseptor yang terdapatdalam organ tersebut. Bila seluruh reseptor

adalah reseptor beta, maka epinefrin akan menjadi organ perangsang yang

lebih efektif. (Sunaryo. H et al., 2020)


12

2.6 Anatomi Dari Sistem Saraf Otonom

Sistem Saraf otonom terdiri dari saraf preganglion, ganglion dan

saraf pascaganglion yang mempersarafi sel efektor. Secara garis besar

dibagi atas sistem simpatis (thorakolumbal) dan parasimpatis

(kraniosakral) Keduanya berasal dari nukleus yang berada dalam sistem

saraf pusat. Serat preganglion simpatis meninggalkan sistem saraf pusat

melalui nervus spinalis thorakal dan lumbal, sehingga dinamakan sistem

thorakolumbal dan serat preganglion parasimptis meninggalkan sistem

saraf pusat melalui saraf kranial (khususnya N III, VII, IX dan N X) dan

nervus sakral, sehingga dinamakan sistem kraniokaudal. Lingkaran

refleks saraf otonom terdiri dari serat eferen yang sentripetal disalurkan

melalui N. vagus, pelvikus, splanknikus dan saraf otonom lainnya. Badan

sel serat- serat ini terletak di ganglia dalam kolumna dorsalis dan di

ganglia sensorik dari saraf kranial tertentu (Guyton and Hall, 1997).

Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen

torakolumbal (torak 1 sampai lumbal 2). Serabut-serabut saraf ini melalui

rangkaian paravertebral simpatetik yang berada disisi lateral korda


13

spinalis yang selanjutnya akan menuju jaringan dan organ-organ yang

dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Tiap saraf dari sistem saraf simpatis

terdiri dari satu neuron preganglion dan saraf postganglion.Badan sel

neuron preganglion berlokasi di intermediolateral dari korda spinalis.9

Serabut saraf simpatis vertebra ini kemudian meninggalkan korda spinalis

melalui rami putih menjadi salah satu dari 22 pasang ganglia dari

rangkaian paravertebral simpatik. Ganglia prevertebra yang berlokasi di

abdomen dan pelvis, terdiri dari ganglia coeliaca, ganglia aoarticorenal,

mesenterica superior dan inferior.Ganglia terminal berlokasi dekat dengan

organ yang disarafi.

Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat

melalui saraf-saraf kranial III,VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua

dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75%

dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus

(saraf kranial X) yang melalui daerah torakal dan abdominal,seperti

diketahui nervus vagus mempersarafi jantung, paruparu,esophagus,

lambung, usus kecil, hati, kandung kemih, pankreas, dan bagian atas

uterus.Serabut saraf parasimpatis nervus III menuju mata, sedangkan

kelenjar air mata,hidung,dan glandula submaksilla menerima innervasi

dari saraf kranial VII, dan glandula parotis menerima innervasi dari saraf

kranial IX. segmennya. Sistem saraf parasimpatis daerah sakral terdiri dari

saraf sakral II dan III serta kadang-kadang saraf sakral I dan IV. Serabut -

serabut saraf ini mempersarafi bagian distal kolon,rektum, kandung kemih,

dan bagian bawah uterus, juga mempersarafi genitalia eksterna yang dapat

menimbulkan respon seksual (Iwan., et al, 2009).


14

2.7 Fisiologi Dari Sistem Saraf Otonom

Fisiologi sistem saraf otonom dimulai dari Serat-serat saraf simpatis

maupun parasimpatis mensekresikan salah satu dari kedua bahan

transmiter sinaps ini, yaitu asetilkolin atau norepinefrin. Serabut

postganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan norepinefrin sebagai

neurotransmitter dan neuron- neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini

dikenal dengan serabut adrenergik, sedangkan serabut postganglion

sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai

neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Sebagai

tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar keringat dan

beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai

neurotransmitter lalu semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis

melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya dikenal

sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari

serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun

parasimpatis (Cahyono., et all, 2009)

2.8 Peran Reseptor Terhadap Xerostomia

Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan sebagian besar kelenjar

gastrointestinalis terangsang dengan kuat oleh sistem saraf parasimpatis

sehingga mengeluarkan banyak sekali sekresi cairan. Kelenjar- kelenjar

saluran pencernaan yang paling kuat dirangsang oleh parasimpatis adalah

yang terletak di saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut dan

lambung. Perangsangan simpatis mempunyai pengaruh langsung pada sel-

sel kelenjar dalam pembentukan sekresi pekat yang mengandung enzim

dan mukus tambahan.Rangsangan simpatis ini juga menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah yang mensuplai kelejar-kelenjar sehingga

seringkali mengurangi kecepatan sekresinya (Iwan. et al, 2009).


15

2.9 Reseptor Yang Berperan Saat Orang-orang Mengalami Xerostomia

Xerostomia diakibatkan kekurangan jumlah saliva karena

kurangnya produksi saliva, dimana sekresi saliva ini diatur oleh system

persarafan berupa resptor kolinergik. Sekresi saliva dapat dipengaruhi

oleh reflek saliva terstimulasi dan refleks saliva tidak terstimulasi. Refleks

saliva terstimulasi terjadi sewaktu kemoreseptor atau reseptor tekanan di

dalam rongga mulut berespon terhadap adanya makanan. Xerostomia juga

bias terjadi setelah konsumsi obat obatan yang bias mengganggu sekresi

saliva, Obat dengan efek antikolinergik paling sering menimbulkan

keluhan xerostomia dan menurunkan sekresi saliva. Terlebih lagi, obat

yang menghambat neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor

membran atau jalur pengangkutan ion pada sel asinus ( Hasibuan &

Sasanti, 2020).

2.10 Bagaimana Cara Kerja Dari Neurotransmitter Dan Reseptor

Terhadap Sistem Saraf Otonom

Mekanisme sekresi dan pemindahan transmitter pada ujung post-

ganglion. Beberapa ujung saraf otonom postganglionic terutama saraf

parasimpatis memang mirip dengan taut neuromuskular skeletal,namun

ukurannya jauh lebih kecil. Beberapa serat saraf parasimpatis dan hampir

semua serat saraf simpatis hanya bersinggungan dengan sel-sel efektor

dari organ yang dipersarafinya, pada beberapa contoh, serat-serat ini

berakhir pada jaringna ikat yang letaknya berdekatan dengan sel-sel yang

dirangsangnya. Ditempat filamen ini berjalan atau mendekati sel efektor,

biasanya terdapat suatu bulatan yang membesar yang disebut varikositas,

didalam varikositas ditemukan vesikel transmitter asetilkolin atau

norepinefrin. Didalam varikositas ini juga terdapat banyak sekali


16

mitokondria untuk mensuplai adenosin triphosphat yang dibutuhkan

untuk memberi energi pada sintesis asetilkolin atau norepinefrin.

Sintesis asetilkolin penghancurannya setelah disekresikan, dan lama

kerjanya. Asetilkolin disintesis di ujung terminal serat saraf kolinergik.

Asetilkolon transferase

Asetil-KoA + Kolin -> Asetilkolin

Asetilkolin begitu disekresikan oleh ujung saraf kolinergik, maka

akan menetap dalam jaringan selama beberapa detik, kemudian sebagian

besar dipecah menjadi ion asetat dan kolin oleh enzim asetilkolin esterase

yang berikatan dengan kolagen dan glikosaminoglikans dalam jaringan

ikat setempat. kolin yang terbentuk diangkut kembali ke ujung saraf

terminal, tempat bahan ini dipakai kembali untuk sintesis asetilkolin yang

baru.

Sintesis norepinefrin, pemindahannya dan lama kerjanya. Sintesis

norepinefrin dimulai di aksoplasma ujung saraf terminal dari serat saraf

adrenergik, namun disempurnakan di dalam vesikel. Tahap – tahap

dasarnya adalah sebagai berikut

Pada medula adrenal, reaksi ini dilanjutkan satu tahap lagi untuk

mengalihkan sekitar 80 persen norepinefrin menjadi epinefrin, yakni

sebagai berikut :
17

Sebelum transmitter asetilkolin atau norepinefrin disekresikan

pada ujung saraf otonom untuk dapat merangsang organ efektor,

transmiter ini mula-mula harus berikatan dulu dengan reseptor yang

sangat spesifik pada sel-sel efektor. Reseptor ini terdapat di bagian dalam

membran sel, terikat sebagai kelompok prostetik pada molekul protein

yang menembus membran sel. Ketika transmitter berikatan dengan

reseptor, hal ini menyebabkan perubahan konformasional (bentuk tertentu

dari keseluruhan) pada struktur molekul protein. Kemudian molekul

protein yang berubah ini merangsang atau menghambat sel, paling sering

dengan : (1) menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel

terhadap satu atau lebih ion, atau (2) mengaktifkan atau justru mematikan

aktivitas enzim yang melekat pada ujung protein reseptor lain dimana

reseptor ini menonjol ke bagian dalam sel.

Norepineprin dan asetilkolin berinteraksi dengan reseptor (protein

makromolekul ) di membran lipid sel. Interaksi reseptor neurotransmitter

ini akan menyebabkan aktivasi atau inhibisi enzim-enzim efektor seperti

adenilatsiklase atau dapat merubah aliran ion-ion sodium dan potassium

di membran sel melalui protein ion chanel. Perubahan-perubahan ini akan

merubah stimulus eksternal menjadi signal intraseluler (Stoelting, 2005).

2.11 Menjelaskan Mengapa Temannya Tersebut Dapat Menduga Bahwa

Obat Yang Dikonsumsi Termasuk Antagonis Kolinergik

Obat golongan antagonis kolinergik bekerja dengan cara

menghambat pengikatan asetilkolin pada reseptor kolinergik muskarinik.

Efek obat antagonis kolinergik adalah midriasis, siklopegia dan

pencegahan sinekia posterior pada pasien uveitis. Obat-obatan golongan


18

antimuskarinik digunakan dalam diagnosis pada pemeriksaan segmen

posterior bola mata, refraksi siklopegik pada anak-anak dan sebagai

terapi pada pasien uveitis. Efek samping sistemik adalah takikardia,

mulut kering, konstipasi dan retensi urin. Dengan demikian, ketika

ditemukan suatu efek samping dari pemakaian obat tertentu berupa

terjadinya xerostomia atau mulut kering yang mana hal ini berkesesuaia

dengan literasi sebelumnya bahwa salah satu Efek samping sistemik dari

Obat golongan antagonis kolinergik adalah mulut kering sehingga dapat

diduga bahwa obat yang dikonsumsi termasuk antagonis kolinergik.

( Nugroho AJYPB ,2011)

2.12 Menjelaskan Apa Fungsi Dari Sistem Saraf Simpatis Dan

Parasimpatis

Xerostomia adalah sebuah gejala bukan suatu diagnosa atau

penyakit. Xerostomia merupakan gejala atau tanda yang dirasakan oleh

seseorang berupa mulut kering yang pada umumnya berhubungan

dengan berkurangnya aliran saliva. Xerostomia biasanya terjadi akibat

berbagai macam faktor, seperti gangguan pada sistem saraf, penggunaan

obat-obatan. Penyebab paling sering mulut kering adalah obat-obatan,

dengan cara meniru aspek regulasi saliva dan mempengaruhi tingkat

aliran dan komposisi saliva. Obat antikolinergik dapat mempengaruhi

aliran saliva secara langsung dan tidak langsung. Bila secara langsung

akan mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf

autonom atau dengan bereaksi pada proses seluler yang diperlukan

saliva, sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva

dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan

mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. Penggunaan obat antikolinergik

dapat menimbulkan efek samping salah satunya adalah xerostomia ( BC


19

Decker Inc, 2008)

2.13 Menjelaskan Apa Fungsi Dari Sistem Saraf Simpatis Dan

Parasimpatis

Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatis dan sistem

saraf parasimpatis yang bekerja secara berlawanan. Sistem saraf simpatis

bekerja meningkatkan stimulus dan memacu kerja organ-organ tubuh,

seperti mempercepat detak jantung dan respirasi, menimbulkan

vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan vasodilatasi pembuluh darah

pusat. Sistem saraf parasimpatis berfungsi untuk merangsang penurunan

aktifitas organ-organ tubuh yang dipacu oleh sistem saraf simpatis dan

menstimulasi meningkatnya aktifitas organ-organ yang dihambat oleh

sistem saraf simpatis. Pada saat individu mengalami ketegangan, yang

bekerja adalah sistem saraf simpatis dan pada saat rileks yang bekerja

sistem saraf parasimpatis. ( Ningsih, D. R. , 2020)

2.14 Menjelaskan Apa Saja Yang Termasuk Kedalam Sistem Saraf

Otonom Pada Manusia

Yang termasuk kedalam sistem saraf otonom itu terbagi 2 yaitu ada

bagian pusat dan bagian perifer, untuk bagian pusat itu berlokasi pada

kortek serebri dan juga batang otak serta sumsum tulang

belakang/medula spinalis. Lalu untuk bagian perifer itu terdiri dari

sepasang rantai neuron sebagai ganglion para vertebrale serta

juluranaferen dan eferen yang bersambung denganneuron yang berada di

organ torakal,abdominal dan pelvik, serta pada bagian perifer ini

memberikan persarafan pada viscera, kelenjar-kelenjar, pembuluh darah

dan otot polos. Lalu susunan saraf otonom pada tubuh manusia itu

menyusun berbagai kegiatan seperti sirkulatorik, respiratorik, sekretorik


20

dan genitourinarik.(Chodidjah. 2015)

Sistem saraf otonom (ANS/ autonomic nervous system) terbagi

kedalam dua cabang utama, yaitu sistem saraf simpatetik (SNS/

sympathetic nervous system), yang mengendalikan respon ”fight or flight",

dan sistem saraf parasimpatetik (PNS/ parasympatethic nervous system),

yang bertugas untuk mengawasi fungsi-fungsi pemeliharaan tubuh, yang

diantaranya mencakup fungsi pencernaan dan sistem genitourinari.

(Robert Hotman Sirait.2018)

2.15 Menjelaskan Obat Jenis Apasaja Yang Berpengaruh Terhadap

Sistem Saraf Otonom

Obat jenis apasaja yang berpengaruh pada Obat-obat yang dapat

mempengaruhi fungsi SSO dapat digolongkan menurut jenisefek

utamanya, yaitu golongan:1. ADRENERGIK (simpatomimetik) yang

mempunyai efek mirip dengan perangsanganaktivitas saraf simpatik.2.

PENGHAMBAT ADRENERGIK (simpatolitik) yang mempunyai efek

penghambatanaktivitas susunan saraf simpatik3. KOLINERGIK

(parasimpatomimetik) yang mempunyai efek mirip denganpeningkatan

aktivitas susunan saraf parasimpatik4. PENGHAMBAT KOLINERGIK

(parasimpatolitik) yang mempunyai efekpenghambatan aktivitas susunan

saraf parasimpatik5. OBAT GANGLION dengan efek merangsang atau

menghambat penerusan impuls diganglion (d. Hadi, 2020)

2.16 Penyebab Terjadinya Xerostomia

Xerostomia dapat disebabkan oleh berbagai factor , baik fisiologis

seperti berolahraga , berbicara terlalu lama dan usia dapat menyebabkan

xerostomia, penyabab yang paling penting diketahui adalah yang

patalogis terdiri dari 3 kelompok factor etilogi. Kelompok pertama yaitu


21

keadaan-keadaan lokal yang menghasilkan kekeringan pada mukosa ,

meliputi bernafas melalui mulut dan merokok yang berlebihan, kelompok

kedua berupa adanya penyakit atau gangguan local pada kelenjar saliva.

sialadenitis kronis, kista dan tumor kelenjar saliva, sindrom Sjogren dan

radioterapi pada daerah kepala dan leher, kelompok ketika merupaka n

factor-factor sistemik yang mempengaruhi fungsi kelenjarnsaliva,

meliputi penyakit- penyakit sistemik efek samping obat-obatan dan

factor- factor psikis (Haskelf& GayfbrdJl. 1990).

2.17 Hubungan Sistem Saraf Dengan Pengaruh Obat Dalam Tubuh

Hubungan sistem saraf dengan pengaruh obat dalam tubuh yang

pertama adalah obat-obat yang bekerja pada sistem saraf simpatik dan

terbagi 2 yaitu yang pertama agonis adrenergik merupakan obat yang

langsung berikatan pada reseptor adrenergik, contohnya adalah obat

norepinefrin efeknya untuk menstimulasi jantung, lalu epinefrin efeknya

terhadap otot polos, lalu penileprin efeknya untuk mengembalikan

tekanan darah dan masih banyak lagi obat-obat lainnya. Lalu antagonis

adrenergik yaitu obat yang memblok sistem saraf simpatik dengan cara

menurunkan rangsangan simpatetik dari otak, memblok resepetor

adrenergik dan menurunkan pengeluaran NE, contohnya adalah obat

fentolamin dan tolazolin fungsinya untuk vasodilator, lalu trimazolin dan

prazosin fungsinya untuk antihipertensi, lalu propanolol dan karteolol

fungsinya untuk menurunkan denyut jantung serta tekanan darah

(Wijayanti R. 2016).
22

2.18 Mekanisme Kerja Sistem Saraf Adrenergik dan Sistem Saraf

Kolinergik

Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem simpatis dan

parasimpatis memperlihatkan fungsi yang antagonistik. Bila yang satu

menghambat suatu fungsi maka yang lain memacu fungsi tersebut.

Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi dibawah pengaruh saraf simpatis

dan miosis dibawah pengaruh parasimpatis. Organ tubuh umumnya

dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis, dan tonus yang terjadi

merupakan hasil perimbangan kedua sistem tersebut. Inhibisi salah satu

sistem oleh obat maupun akibat denervasi menyebabkan aktifitas organ

tersebut didominasi oleh sistem yang lain. Antagonisme ini tidak terjadi

pada semua organ, kadang kadang efeknya sama. Sekresi liur dirangsang

baik oleh saraf simpatis maupun parasimpatis, tetapi sekret yang

dihasilkan berbeda kualitasnya pada perangsangan simpatis liur kental,

sedangkan pada perangsangan parasimpatis liur lebih encer. Secara

umum dapat dikatakan bahwa sistem parasimpatis berperan dalam

konservasi dan reservasi tubuh, sedangkan fungsi sistem simpatis

berfungsi mempertahankan diri terhadap tantangan dari luar tubuh

dengan reaksi berupa perlawanan atau pertahanan diri yang dikenal

dengan fight or flight reaction.

Sistem parasimpatis kerjanya lebih terlokalisir, tidak difus seperti

sistem simpatis, dengan fungsi utama menjaga dan memelihara sewaktu

aktifitas organisme minimal. Sistem ini mempertahankan denyut jantung

dan tekanan darah pada fungsi basal, menstimulasi sistem pencernaan

berupa peningkatan motilitas dan sekresi getah pencernaan,

meningkatkan absorbsi makanan, memproteksi retina terhadap cahaya

berlebihan, mengosongkan rektum dan kandung kemih. Dengan

demikian saraf parasimpatis tidak perlu bekerja secara serentak. (Collin


23

VJ, Autonomic Nervous System, in Physiology And Pharmacology of

Anesthesia, William & Wilkins, Pensylvania. 1996 : 281-301).

2.19 Hubungan Dari Saraf Dengan Xerostomia

Hubungan saraf dengan xerostomia adalah penyebab dari terjadinya

xerostomia yaitu reseptor-reseptor penghasil saliva yang biasanya

terstimulasi dengan adanya respon terhadap makanan sedang terganggu

ataupun terdapat kelainan, reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di

serat saraf aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula

batang otak lalu pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf

otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva.

Stimulasi simpatis dan parasimpatis meningkatkan sekresi saliva tetapi

jumlah, karakteristik, dan mekanisme yang berperan berbeda, sedangkan

rangsangan parasimpatis berperan dominan dalam sekresi saliva,

menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam jumlah besar dan kaya

enzim. Lalu xerostomia itu terjadi biasanya karna rangsangan simpatis

yang menyebabkan sekresi saliva dalam jumlah sedikit, yang

mengakibatkan mulut terasa lebih kering dari pada biasanya saat sistem

simpatis dominan, misalnya pada keadaan stress (Rizki A. 2017).


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang mengatur

fungsi viseral tubuh, sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-

pusat yang terletak di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga,

bagian korteks serebri khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan

impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi

pengaturan otonomik. Selain itu Sistem saraf otonom juga adalah sistem

saraf yang bekerja di luar kehendak kesadaran dan berfungsi untuk

mengendalikan gerakan-gerakan otomatis atau tidak disadari seperti fungsi

digestif proses kardiovaskular, gairah seks dan sebagainya. Sistem saraf

otonom terdiri atas sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang

bekerja secara berlawanan. Sistem saraf simpatis dimulai dari medula

spinalis segmen torakolumbal, saraf dari sistem saraf parasimpatis

meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan

X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral

pertama dan keempat. Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon

setempat yang spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem

simpatis terhadap pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan

sistem parasimpatis sepertinya jauh lebih spesifik.

3.2 Saran

Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis dan

pembaca mengenai Sistem Saraf Otonom. Makalah ini juga diharapkan

dapat menambah kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan sistem

saraf otonom dengan menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang bisa

24
25

menyebabkan terjadinya kelainan ataupun gangguan pada sistem saraf

otonom, sangat penting bagi kita mengetahui apa itu definisi dari sistem

saraf otonom dan juga bagaimana proses mekanisme kerja dari sistem saraf

otonom, karna dengan mengetahui mekanisme kerjanya kita dapat

mencegah maupun mengobati jika terjadi gangguan pada diri sendiri

ataupun orang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Asmi Usman, N. and Hernawan, I. (2017) ‘Tata Laksana Xerostomia Oleh

Karena Efek Penggunaan Amlodipine: Laporan Kasus’, Insisiva Dental

Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva, 6(2). doi: 10.18196/di.6284.

Cahyono, I. D., Sasongko, H. and Primatika, A. D. (2013) ‘Neurotransmitter

Dalam Fisiologi Saraf Otonom’, JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia),

1(1), p. 42. doi: 10.14710/jai.v1i1.6297.

GREENBERG, M. S., GLICK, M. and SHIP, J. A. (2008) Burket’s Oral

Medicine. 11th edn, BC Decker IncHamilton. 11th edn. Edited by P.

Custance, Typesetter, and Charlesworth. India: BC Decker Inc.

Guyton, A. C., Hall, J. E. and Setiawan, I. (1997) Buku ajar fisiologi kedokteran.

9th edn, EGC. 9th edn. Jakarta: EGC. doi: 10.1038/sj.bdj.2017.663.

Laurence Brunton et al. (2010) Goodman & Gilman : Manual Farmakologi Dan

Terapi. 2nd edn. Jakarta: EGC.

Ningsih, D. R. (2020) ‘PENGARUH RELAKSASI UNTUK KONTROL

EMOSI’, jurnal bimbingan konseling islam, 2(1), pp. 79–88.

Septiana, N. R. (2020) POLA SEKRESI DAN VISKOSITAS SALIVA TERHADAP

XEROSTOMIA PADA PASIEN LANSIA RSGM UNIVERSITAS JEMBER,

UNIVERSITAS JEMBER.

Sirait, R. H. (2018) ‘Bahan Kuliah Sistim Saraf Otonom’.

Stoelting, R. K. et al. (2006) Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice,

Anesthesiology. New York.

Sunaryo, H. et al. (2020) BUKU AJAR FARMAKOLOGI OBAT SISTEM SARAF,

Repository UHAMKA. Jakarta: UHAMKA PRESS. Available at:

http://repository.uhamka.ac.id/id/eprint/4875%0A.
TUTORIAL
SKENARIO 5
!"#$%&$!'('

Instruktur :
drg. Amy Nindia Carabelly, M.Si
Putri Wulan Dari 2011111120004

Habibi Naufal Jatmiko 2011111210018

M. Alfrio Aditama 2011111110009


ANGGOTA
Vivi Sri Maissy Mutiara 2011111220011
KELOMPOK 6
Lovelita Kurnia Panjaitan 2011111320022

Raihatun Nida 2011111220020

Jovita Tiara Vania 2011111320013

Angelia Wurie Andiyah 2011111320027

Amelia Triyuniar 2011111220009

Merpati Insumandun 20111117200012


!"#$%&'()*
Pengaruh obat apa ya ?

Seorang mahasiswa kedokteran gigi sedang bercerita kepada temannya mengenai keluarganya yang
mengalami xerostomia setelah menggunakan suatu obat. Menurut temannnya hal ini disebabkan karena
pengaruh obat yang digunakan dan menduga obat tersebut adalah antagonis kolinergik, termasuk
golongan obat otonom. Penasaran dengan hal tersebut, mereka mencari jawabannya dengan belajar
bersama. Supaya lebih mudah dalam memahami materi tentang obat otonom, terlebih dahulu mereka
mempelajari tentang sistem syaraf pada manusia yaitu mengenai sistem syaraf otonom, termasuk sistem
saraf simpatis (sistem saraf adrenergik) dan parasimpatis (sistem saraf kolinergik). Selain itu, mereka juga
mempelajari tentang neurotransmitter dan reseptor yang berperan.
Identifikasi dan Klarifikasi
Istilah Asing

Xerostomia Obat Otonom


Kondisi mulut kering akibat Obat yang bekerja pada sususnan
berkurangnya produksi air liur. saraf otonom dari sel saraf ke
efektor system saraf otonom

Antagonis Kolinergik Neurotransmiter


Obat yang dapat mengurangi Senyawa yang membawa sinyal
atau menghambat aktivitas dan mengantarkan pesan dari sel
saraf parasimpatis/kolinergik saraf ke sel saraf lainnya
Identifikasi dan Klarifikasi
Istilah Asing

Sistem Saraf Adrenergik


Salah satu dari sistem saraf
otonom yang berfungsi sebagai
perangsang suatu hal yang ada
pada tubuh Sistem Saraf Kolinergik
Sistem saraf parasimpatis yang fungsinya
cenderung berlawanan dari sistem saraf simpatis,
dimana apabila yang satu menghambat maka
satunya akan memacu atau mendukung.
Identifikasi & Analisis
Masalah

KELOMPOK 6
Identifikasi & Analisis Masalah

1.Mengapa temannya tersebut dapat 2.Apa hubungan antara xerostomia dan


menduga bahwa obat yang dikonsumsi pengaruh obat antagonis kolinergik?
termasuk antagonis kolinergik?
Antagonis kolinergik merupakan obat yang
Temannya menduga hal tersebut berfungsi menghambat dimana setelah
dikarenakan terjadi xerostomia yang konsumsi obat antagonis kolinergik dapat
mana disebabkan kurangnya saliva.
mempengaruhi produksi saliva sehingga
kelenjar saliva ini dirangsang oleh saraf dapat menyebabkan kekurangan jumlah
parasimpatis yang biasanya terganggu saliva dan kekurangan jumlah saliva dapat
karena aktivitas menyebabkan xerostomia
Identifikasi & Analisis Masalah

3.Apa fungsi dari sistem saraf 4. Apa saja yang termasuk kedalam
simpatis dan parasimpatis? sistem saraf otonom pada manusia?

Saraf simpatik umumnya memiliki Sistem saraf otonom ada 2 yaitu sistem
fungsi untuk mempercepat kerja saraf simpatis (adrenergik) dan sistem
organ-organ tubuh. sedangkan saraf saraf parasimpatis (koligernik). Saraf
parasimpatik memiliki fungsi untuk simpatis berfungsi untuk mempercepat
memperlambat kerja organ-organ denyut jantung sedangkan Saraf
tubuh. parasimpatis berfungsi untuk
memperlambat denyut jantung.
Identifikasi & Analisis Masalah

5. Obat jenis apasaja yang 6. Apa saja penyebab dari


berpengaruh terhadap system saraf terjadinya xerostomia?
otonom?
Efek samping obat dan gangguan
Obat otonom sendiri ada yang sebagai autoimun, faktor usia yang sudah
perangsang dan penghambat. Adrenergik tua dan kekurangan cairan.
yaitu merangsang saraf simpatis, anti
adrenergik yaitu menghambat saraf
simpatis, kolinergik yaitu merangsang
saraf parasimpatis dan anti kolinergik
yaitu menghambat saraf parasimpatis.
Identifikasi & Analisis Masalah
7. Bagaimana hubungan sistem saraf 8. Bagaimana mekanisme kerja
dengan pengaruh obat dalam tubuh? sistem saraf adrenergik dan
sistem saraf kolinergik?
Konsumsi obat antagonis kolinergik atau
antiparasimpatis merupakan obat yang dapat Sistem saraf simpatik dan parasimpatik
menghambat pengaruh atau sistem kerja saraf bekerja secara berlawanan dimana
parasimpatis. dimana disaat sistem parasimpatis ketika saraf simpatik mempercepat
terhambat maka saraf simpatis akan cenderung kerja organ tubuh seperti
dominan, sebagai contoh dampaknya denyut mempercepat detak jantung maka
detak jantung akan meningkat dan aliran darah saraf parasimpatik memperlambat
menjadi sangat lancer. kerja organ tubuh seperti
memperlambat detak jantung.
Identifikasi & Analisis Masalah

9. Apakah hubungan dari saraf dengan xerostomia?


Hubungannya yaitu ketika seseorang mengomsumsi obat
antagonis kolinergik yang dapat menghambat sistem
parasimpatik dimana diketahui bahwa kerja dari glandula
mayor yang akan memproduksj saliva akan dipengaruhi
oleh sistem sarah parasimpatik maka ketika saraf
parasimpatik terhambat kerjanya akan menghambat
produksi saliva pula sehingga akan menyebabkan
kekeringan pada mulut atau xerostamia
PROBLEM TREE

Sistem Saraf
Otonom

Golongan Obat
Definisi Klasifikasi Otonom neurotransmitter Reseptor Anatomi Fisiologi

Saraf simpatis Manfaat Efek samping

Saraf
Parasimpatis xerostomia
SASARAN BELAJAR
q !"#$"%&'(&# )"*+#+'+ )&,+ '+'-". '&,&* /-/#/.
q !"#$"%&'(&# (%&'+*+(&'+ )&,+ '+'-". '&,&* /-/#/.
q !"#$"%&'(&# .&#*&&- )&# "*"( '&.0+#1 )&,+ /2&-
/-/#/.
q !"#$"%&'(&# #"3,/-,&#'.+--",4)&,+ '+'-". '&,&*
/-/#/.
q !"#$"%&'(&# ,"'"0-/, )&,+ '+'-". '&,&* /-/#/.
q !"#$"%&'(&# &#&-/.+ )&,+ '+'-". '&,&* /-/#/.
q !"#$"%&'(&# *+'+/%/1+ )&,+ '+'-". '&,&* /-/#/.
SASARAN BELAJAR

q !"#$% #"&"'()# '$*$ +"#)&(),-$


q ."&"'()# /$%012"#'"#$% &$$( &"&")#$%0
,"%0$3$,- +"#)&(),-$
q 4$#$15"#6$ *$#- %"7#)(#$%&,-(("#1*$% #"&"'()#
("#8$*$' &-&(", &$#$9 )()%),
q :3$&$% ,"%*70$ 2$8;$ )2$( /$%01*-5)%&7,&-
("#,$&75 $%($0)%-& 5)3-%"#0-5
q <727%0$% $%($#$ +"#)&(),-$1*$% '"%0$#78 )2$(
$%($0)%-& 5)3-%"#0-5
SASARAN ELAJAR

q !"#$%& '()& %&%*+, %()(- %&,.(*&% '(# .()(%&,.(*&%


q /+#&% 01(* 2(#$31+).+#$()"4 *+)4('(. %2%*+,3%()(-
0*0#0,
q 5+#2+1(1 '()& *+)6('&#2( 7+)0%*0,&(
q 8"1"#$(# %&%*+, %()(- '+#$(# .+#$()"4 01(* '(9(,
*"1"4
q :+;(#&%,+ ;+)6( %&%*+, %()(- (')+#+)$&; '(# %&%*+,
%()(- ;09&#+)$&;
q 8"1"#$(# '()& %()(- '+#$(# 7+)0%*0,&(
!"#$%$&$ '()$ *$&+",
*()(#-.+/%/,
Sistem saraf otonom adalah
bagian sistem saraf tepi yang
mengatur fungsi viseral tubuh
DEFINISI diaktifkan oleh pusat-pusat yang
terletak di medula spinalis, batang
otak, dan hipotalamus.
(Guyton and Hall, 1997)
Sistem saraf otonom adalah sistem saraf
yang bekerja di luar kehendak kesadaran
dan berfungsi untuk mengendalikan
gerakan-gerakan otomatis atau tidak
DEFINISI disadari seperti fungsi digestif proses
kardiovaskular, gairah seks dan sebagainya.
Sistem saraf otonom terdiri atas sistem
saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis
yang bekerja secara berlawanan.
(Ningsih, 2020)
!"#$%&%'#$% (#)%
*%$+,- *#)#&./+010-
KLASIFIKASI SISTEM SARAF OTONOM
SARAF SIMPATIS SARAF PARASIMPATIS
Sistem simpatis secara normal aktif Sistem parasimpatik, yang
secara kontinu dan melakukan terutama diatur untuk pengeluaran
penyesuaian setiap saat terhadap yang tersendiri dan terlokalisasi,
perubahan lingkungan juga dapat memperlambat denyut jantung,
dilepaskan sebagai unit, terutama saat menurunkan tekanan darah,
marah atau takut, dan memengaruhi membantu absorpsi nutrien,
struktur yang dipersarafi secara melindungi retina dari cahaya
simpatik pada seluruh tubuh secara berlebih, dan mengosongkan
bersamaan dan secara umum kandung kemih dan rektum.
mempersiapkan organisme untuk
"melawan atau lari."

(Brunton et al., 2010)


KLASIFIKASI SISTEM SARAF OTONOM
SARAF SIMPATIS SARAF PARASIMPATIS
Sistem saraf simpatis dimulai dari medula Sistem parasimpatis biasanya
spinalis segmen torakolumbal. Saraf dari menyebabkan respon setempat yang
sistem saraf parasimpatis meninggalkan spesifik, berbeda dengan respon yang
sistem saraf pusat melalui saraf-saraf umum dari sistem simpatis terhadap
kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral pelepasan impuls secara masal, maka
spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf fungsi pengaturan sistem parasimpatis
sakral pertama dan keempat. sepertinya jauh lebih spesifik.

(Brunton et al., 2010)


!"#$%&'(" #")*$
+&',"( +$)$-./0)"%")1&# 0$%
+&',"( +$)$-.234&%")1&#
MEKANISME KERJA
Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem simpatis dan parasimpatis
memperlihatkan fungsi yang antagonistik. Bila yang satu menghambat suatu fungsi
maka yang lain memacu fungsi tersebut. Antagonisme ini tidak terjadi pada semua
organ, kadang kadang efeknya sama. Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem
parasimpatis berperan dalam konservasi dan reservasi tubuh, sedangkan fungsi sistem
simpatis berfungsi mempertahankan diri terhadap tantangan dari luar tubuh dengan
reaksi berupa perlawanan atau pertahanan diri yang dikenal dengan fight or flight
reaction. Sistem parasimpatis kerjanya lebih terlokalisir, tidak difus seperti sistem
simpatis, dengan fungsi utama menjaga dan memelihara sewaktu aktifitas organisme
minimal. Dengan demikian saraf parasimpatis tidak perlu bekerja secara serentak.

(Collin, 1996)
!"#$%& '()& *&%+,- *()(./*&-0(+&%
'(# *&%+,- *()(./1()(%&-0(+&%
FUNGSI SISTEM SARAF OTONOM
SARAF SIMPATIS SARAF PARASIMPATIS
Sistem saraf simpatis bekerja Sistem saraf parasimpatis
meningkatkan stimulus dan berfungsi untuk merangsang
memacu kerja organ-organ penurunan aktifitas organ-organ
tubuh, seperti mempercepat tubuh yang dipacu oleh sistem
detak jantung dan respirasi, saraf simpatis dan menstimulasi
menimbulkan vasokonstriksi meningkatnya aktifitas organ-
pembuluh darah perifer dan organ yang dihambat oleh
vasodilatasi pembuluh darah sistem saraf simpatis.
pusat.

(Ningsih, 2020)
!"#"$%&$ '()*+, '&-&./0+$%&$
1+$%&-"2 3#&* 0&4&, 5"#"2
Agonis adrenergik merupakan obat
yang langsung berikatan pada
reseptor adrenergik, contohnya
PENGARUH adalah obat norepinefrin efeknya
untuk menstimulasi jantung, lalu
OBAT epinefrin efeknya terhadap otot polos,
lalu penileprin efeknya untuk
mengembalikan tekanan darah dan
masih banyak lagi obat-obat lainnya.

(Wijayanti, 2016)
Antagonis adrenergik yaitu obat yang
memblok sistem saraf simpatik
dengan cara menurunkan rangsangan
PENGARUH simpatetik dari otak, memblok
resepetor adrenergik dan menurunkan
OBAT pengeluaran NE, contohnya adalah
obat fentolamin dan tolazolin
fungsinya untuk vasodilator, lalu
trimazolin dan prazosin fungsinya
untuk antihipertensi, lalu propanolol

(Wijayanti, 2016)
!"#$% &'() *(#+,'"-."#+(-/0
)"-0(1(. 2$%)"3 2(-(4,5)&#&3
JENIS OBAT OTONOM

Mempunyai efek mirip dengan Mempunyai efek penghambatan


perangsangan aktivitas saraf simpatik aktivitas susunan saraf simpatik

ADRENERGIK ANTAGONIS ADRENERGIK

Mempunyai efek mirip dengan Mempunyai efek penghambatan


peningkatan aktivitas susunan saraf aktivitas susunan saraf
parasimpatik parasimpatik

KOLINERGIK ANTAGONIS KOLINERGIK

(Hadi, 2020)
!"#$""% &"# '$() *"+,-#.
&"/- 01"% 2%3#3+
Obat-obatan golongan adrenergik
mempengaruhi kerja neurotransmitter
norepinephrine pada reseptor adrenergik. Efek
reseptor α1 adalah vasokontriksi pembuluh
Obat darah, meningkatkan tekanan darah. Efek
reseptor α2 adalah menghambat pengeluaran
ADRENERGIK norepinefrin dan menghambat aksi
norepinefrin. Efek reseptor β1 adalah takikardia,
meningkatkan lipolysis dan meningkatkan
kontraksi otot jantung. Efek reseptor β2 adalah
vasodilatasi pembuluh darah, meningkatkan
pengeluaran glukagon dan relaksasi uterus.

(Katzung, 2017)
Fenilefrin adalah obat agonis adrenergic α1
kerja langsung. Aplikasi fenilefrin topikal akan
menyebabkan kontraksi otot dilator iris, otot
Obat AGONIS muller, arteriol konjungtiva. Efek samping
pada mata adalah buram, silau dan
ADRENERGIK peningkatan tekanan intraokuler. Efek
samping sistemik adalah vasokontriksi
pembuluh darah, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kontraktilitas jantung, stroke dan
miokard infard.

(Katzung, 2017)
Obat kolinergik mempengaruhi efek
neurotransmiter asetilkolin terhadap
reseptor kolinergik pada sistem saraf
Obat parasimpatis. Reseptor kolinergik pada
mata ditemukan pada otot levator
KOLINERGIK palpebral superior, ganglion servikal
superior, ganglion siliaris dan
spenopalatin, sfingter pupil, otot siliaris
dan kelenjar lakrimalis.

(Katzung, 2017)
Obat golongan antagonis kolinergik bekerja
dengan cara menghambat pengikatan
asetilkolin pada reseptor kolinergik muskarinik.
Efek obat antagonis kolinergik adalah
Obat AGONIS midriasis akibat paralisis otot sfingter pupil,
meringankan nyeri akibat peradangan badan
KOLINERGIK siliaris. Efek samping pada mata adalah rasa
tersengat dan terbakar pada penetesan, iritasi,
penglihatan buram, fotofobia. Efek samping
sistemik adalah takikardia, mulut kering,
konstipasi dan retensi urin.

(Katzung, 2017)
!"#$%&$'()*+&&"$,-'$+
.+)&"* .'$'/,0&%(%*
NEUROTRANSMITTER

Neurotransmiter merupakan senyawa neurokimia yang bertugas menyampaikan pesan


antara satu sel saraf (neuron) ke sel saraf target. Pada sistem saraf parasimpatik yang
berperan sebagai neurotransmiter adalah serabut praganglionik dan serabut
pascaganglionik yang berperan melepaskan asetilkolin (ACh). Sedangkan sistem saraf
simpatik neurotransmitter yang dilepaskan berada diujung terminal preganglionik dari
sistem saraf simpatetik adalah asetilkolin (ACh), dan neurotransmitter yang dilepaskan
di serabut pascaganglionik adalah norepinefrin (NE) (kecuali serabut pascaganglionik
untuk kelenjar keringat, yang melepaskan ACh).

(Sirait, 2018)
!"#"$%&' ()'*
+*#%", +)')-./%&0&,
RESEPTOR

Terdapat dua jenis reseptor adrenergik, reseptor-reseptor ini dibagi menjadi alfa 1 dan
alfa 2. Selanjutnya reseptor beta dibagi menjadi beta 1 dan beta 2. Norepinefrin dan
epinefrin, keduanya disekresikan kedalam darah oleh medula adrenal, mempunyai
pengaruh perangsangan yang berbeda pada reseptor alfa dan beta. Norepinefrin
terutama merangsang reseptor alfa namun kurang merangsang reseptor beta.
Sebaliknya, epinefrin merangsang kedua reseptor ini sama kuatnya. Oleh karena itu,
pengaruh epinefrin dan norepinefrin pada berbagai organ efektor ditentukan oleh jenis
reseptor yang terdapatdalam organ tersebut. Bila seluruh reseptor adalah reseptor beta,
maka epinefrin akan menjadi organ perangsang yang lebih efektif.

(Sunaryo, 2020)
!"#"$%&#'" ("#)
*&+#,-#"./0)--&#$(". 1&/&2-,#
-&#3"("2 4)/-&0 4"#"5$6-,.,0
CARA KERJA
NEUROTRANSMITTER DAN RESEPTOR

Mekanisme sekresi dan pemindahan transmitter pada ujung post-ganglion.


Beberapa ujung saraf otonom postganglionic terutama saraf parasimpatis memang mirip
dengan taut neuromuskular skeletal,namun ukurannya jauh lebih kecil. Beberapa serat saraf
parasimpatis dan hampir semua serat saraf simpatis hanya bersinggungan dengan sel-sel efektor
dari organ yang dipersarafinya, pada beberapa contoh, serat-serat ini berakhir pada jaringna ikat
yang letaknya berdekatan dengan sel-sel yang dirangsangnya. Ditempat filamen ini berjalan
atau mendekati sel efektor, biasanya terdapat suatu bulatan yang membesar yang disebut
varikositas ; didalam varikositas ditemukan vesikel transmitter asetilkolin atau norepinefrin.
Didalam varikositas ini juga terdapat banyak sekali mitokondria untuk mensuplai adenosin
triphosphat yang dibutuhkan untuk memberi energi pada sintesis asetilkolin atau norepinefrin.

(Stoelting, 2005)
!"#$%&' (#)'
*'+$,& *#)#-./$%"%&
ANATOMI

Sistem Saraf otonom terdiri dari saraf


preganglion, ganglion dan saraf pascaganglion
yang mempersarafi sel efektor. Secara garis
besar dibagai atas sistem simpatis
(thorakolumbal) dan parasimpatis
(kraniosakral). Keduanya berasal dari nukleus
yang berada dalam sistem saraf pusat.
ANATOMI
SISTEM SARAF
OTONOM
!"#"$%$&" '()"
*"#+,- *()(./0+$1$-
FISIOLOGI
Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu dari kedua bahan
transmiter sinaps ini, yaitu asetilkolin atau norepinefrin. Serabut postganglion sistem saraf simpatis
mengekskresikan norepinefrin sebagai neurotransmitter dan neuron- neuron yang mengeluarkan
norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik, sedangkan serabut postganglion sistem saraf
parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut
kolinergik. Sebagai tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar keringat dan beberapa
pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter lalu semua saraf preganglion
simpatis dan parasimpatis melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya dikenal
sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari serabut preganglion
mengaktivasi baik postganglion simpatis maupun parasimpatis.

(Cahyono dkk., 2009)


!"#$"%&% '&()
*"(+&')#$& ,"(-.*-/)&
PENYEBAB XEROSTOMIA

Xerostomia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang paling penting diketahui adalah yang
patalogis terdiri dari 3 kelompok faktor etilogi.
• Kelompok pertama yaitu keadaan-keadaan lokal yang menghasilkan kekeringan pada
mukosa, meliputi bernafas melalui mulut dan merokok yang berlebihan
• Kelompok kedua berupa adanya penyakit atau gangguan local pada kelenjar saliva.
sialadenitis kronis, kista dan tumor kelenjar saliva dan radioterapi pada daerah kepala dan leher
• Kelompok ketiga merupakan faktor-faktor sistemik yang mempengaruhi fungsi kelenjar
saliva, meliputi penyakit- penyakit sistemik efek samping obat-obatan dan faktor-faktor psikis.

(Haskelf, 1990)
!"#"$%&$ '&() *&(&+,
'-$%&$ .-(/01/2)&
HUBUNGAN SARAF DENGAN
XEROSTOMIA

Hubungan saraf dengan xerostomia adalah penyebab dari terjadinya xerostomia yaitu reseptor-
reseptor penghasil saliva yang biasanya terstimulasi dengan adanya respon terhadap makanan
sedang terganggu ataupun terdapat kelainan, reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di serat
saraf aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula batang otak lalu pusat saliva
kemudian mengirim impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan
sekresi saliva. Lalu xerostomia itu terjadi biasanya karna rangsangan simpatis yang menyebabkan
sekresi saliva dalam jumlah sedikit, yang mengakibatkan mulut terasa lebih kering dari pada
biasanya saat sistem simpatis dominan, misalnya pada keadaan stres.

(Rizki, 2017)
!"#$% &"'"()*#
($+$ ,"#*')*-.$
PERAN RESEPTOR PADA XEROSTOMIA

Xerostomia atau yang biasa disebut dengan sindroma mulut kering merupakan akibat dari
penurunan atau tidak adanya flow saliva sehingga menyebabkan mukosa rongga mulut menjadi
kering. Sekresi saliva diatur oleh sistem saraf autonom dan melalui reseptor spesifik yang terdapat
pada kelenjar saliva. Sekresi terjadi melalui rangsangan ke neurotransmitter pada saraf simpatis dan
parasimpatis. Rangsangan simpatis mempengaruhi komposisi dan kandungan protein sementara
parasimpatis bekerja mempengaruhi volume sekresi saliva. Fungsi saliva normal dikontrol melalui
neurotransmisi kolinergik parasimpatis yang dimediasi melalui reseptor M3 muskarinik.

(Nur Asmi dkk., 2017)


!"#"$%&' ()*+,-"'$"')* #))%
#"#"&')*+ ."*+)/).0 1"'&#%&.0)
RESEPTOR YANG BERPERAN
PADA XEROSTOMIA

Xerostomia diakibatkan kekurangan jumlah saliva karena kurangnya produksi saliva, dimana
sekresi saliva ini diatur oleh system persarafan berupa resptor kolinergik. Sekresi saliva dapat
dipengaruhi oleh reflek saliva terstimulasi dan refleks saliva tidak terstimulasi. Refleks saliva
terstimulasi terjadi sewaktu kemoreseptor atau reseptor tekanan di dalam rongga mulut
berespon terhadap adanya makanan. Xerostomia juga bias terjadi setelah konsumsi obat
obatan yang bias mengganggu sekresi saliva, Obat dengan efek antikolinergik paling sering
menimbulkan keluhan xerostomia dan menurunkan sekresi saliva

(Nur Asmi dkk., 2017)


!"#$#% &'%()*# +#,-#
.+#/ 0#%*1(23.%$)&$2 /'4&#$)3
!%/#*.%2$ 5."2%'4*23
ALASAN OBAT TERMASUK DALAM
ANTAGONIS KOLINERGIK

Obat antikolinergik dapat mempengaruhi aliran saliva secara langsung dan tidak
langsung. Bila secara langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan meniru
aksi sistem saraf autonom atau dengan bereaksi pada proses seluler yang
diperlukan saliva, sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva
dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan
mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. Penggunaan obat antikolinergik dapat
menimbulkan efek samping salah satunya adalah xerostomia.

(Fox et al., 2008)


!"#"$%&$ &$'&(& )*(+,'+-.&/0&$
1*$%&("2 +#&' 3$'&%+$., 4+5.$*(%.6
HUBUNGAN XEROSTOMIA DAN
OBAT ANTAGONIS KOLINERGIK

Xerostomia adalah sebuah gejala bukan suatu diagnosa atau penyakit. Xerostomia
merupakan gejala atau tanda yang dirasakan oleh seseorang berupa mulut kering
yang pada umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva.
Xerostomia biasanya terjadi akibat berbagai macam faktor, seperti gangguan pada
sistem saraf, penggunaan obat-obatan. Penyebab paling sering mulut kering
adalah obat-obatan, dengan cara meniru aspek regulasi saliva dan mempengaruhi
tingkat aliran dan komposisi saliva. Obat antikolinergik dapat mempengaruhi
aliran saliva secara langsung dan tidak langsung. Penggunaan obat antikolinergik
dapat menimbulkan efek samping salah satunya adalah xerostomia.

(Fox et al., 2008)


DAFTAR PUSTAKA
• Collin VJ, Autonomic Nervous System, in Physiology And Pharmacology of
Anesthesia, William & Wilkins, Pensylvania. 1996 : 281-301.
• Wijayanti R. 2016. FARMAKOLOGI SISTEM SYARAF OTONOM. 26-30
• Haskelf. Penyakit Mulut. alih Bahasa drg. Lilian Yuw0no. 2nd ed. Jakarta.
PenerbitBuku Kedokteran. EGC .1990:67-73
• Iwan. et al. Neurotransmitter dalam fisiologi saraf otonom. Jurnal
Anastesiologi Indonesia. 2009; 1(1): 51.
• Ningsih, D. R. (2020). PENGARUH RELAKSASI UNTUK KONTROL EMOSI. Al-
Isyrof: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 2(2), 79-88.
• Fox PC, Ship JA. SalivaryGlandDisease.In:Greenberg MS, Glick M, Ship
JA.eds. Burket’s oral medicine. 11th ed.,Hamilton: BC Decker Inc; 2008. p.
191–4.
• Stoelting RK. Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice.
Autonomic Nervous System. 2005.vol : 643-653
THANKS Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was


created by Slidesgo, including icons by
KELOMPOK 6 Flaticon, infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai