Tugas Individu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

Dosen Pembimbing : Lilis Lesatari, M. Kep

DISUSUN OLEH:

Ery Angreyni

PRODI NON REGULER S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2020/2021
A. Manajemen pada kasus kritis berbagai sistem
Manajemen keperawatan suatu proses pelaksanaan keperawatan melalui upaya staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada
pasien, keluarga, masyarakat((Nursalam, 2007).
Prinsip Manajemen Gawat Darurat :
1. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
2. Sadar dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
3. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa
(henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
4. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh.
Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi
korban dari kedinginan.
5. Jika korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan
yakinkan akan ditolong.
6. Hindari mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada
kondisi yang membahayakan.
7. Jangan diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan
anastesi umum dalam waktu dekat.
8. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan
terdapat alat transportasi yang memadai.

B. Pencegahan primer, sekunder, dan tersier pada kasus kritis berbagai sistem
1. Pencegahan Primer
Upaya yang ditujukan kepada orang-orang sehat dan kelompok resiko tinggi yakni
mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk mengalami Multi trauma. Tujuan
dari pencegahan primer yaitu untuk mencegah timbulnya Multi Trauma pada individu
yang beresiko mengalami Multi Trauma atau pada populasi umum. Sasaran pencegahan
primer yaitu orang-orang yang belum sakit dan klien yang beresiko terhadap kejadian
Multi Trauma. Pencegahan primer adalah intervensi biologi, sosial, atau psikologis yang
bertujuan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan atau menurunkan insiden penyakit
di masyarakat dengan mengubah faktor-faktor penyebab sebelum membahayakan seperti
penyuluhan kesehatan, pengubahan lingkungan, dukungan system social.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehataan merupakan salah satu bagian dari pencegahan primer yang
mampu dilakukan. Penyuluhan kesehatan mencakup memperkuat individu dan
kelompok melalui pembentukan kompetensi. Asumsinya adalah banyak respon
maladaptive terjadi akibat kurangnya kompetensi. Hal ini meliputi kurangnya control
yang dirasakan terhadap kehidupan seseorang, rasa keefektifan diri yang rendah,
kurang efektifnya strategi koping, dan harga diri rendah yang terjadi. Penyuluhan
kesehatan mencakup empat tingkat intervensi berikut ini :
1) Meningkatkan kesadaran individu atau kelompok tentang masalah dan peristiwa
yang berhubungan dengan sehat dan sakit, seperti tugas perkembangan normal.
2) Meningkatkan pemahaman seseorang tentang dimensi stressor yang potensial,
kemungkinan hasil (baik adaptif maupun maladaptif), dan respon koping
alternative.
3) Meningkatkan pengetahuan seseorang tentang dimana dan bagaimana
memperoleh sumber yang diperlukan.
4) Meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah individu atau kelompok,
keterampilan interpersonal, toleransi terhadap stres dan frustasi, motifasi,
harapan, dan harga diri.
b. Pengubahan lingkungan
Intervensi preventif mungkin dilakukan untuk memodifikasi lingkungan terdekat
individu atau kelompok atau system social yang lebih besar. Intervensi ini terutama
bermanfaat apabila lingkungan menempatkan tuntutan baru kepada pasien, tidak
tanggap terhadap kebutuhan perkembangan, dan hanya memberikan sedikit
dukungan. Pengubahan lingkungan meliputi jenis berikut ini :
1) Ekonomi
Mengalokasikan sumber untuk bantuan financial atau bantuan anggaran dan
pengelolaan penghasilan.
2) Pekerjaan
Menerima tes pekerjaan, bimbingan, pendidikan, atau pelatihan kembali yang
dapat menghasilkan pekerjaan atau karir baru.
3) Perumahan
Pindah ketempat baru, yang berarti meninggalkan atau kembali pada keluarga
dan teman; memperbaiki rumah yang sudah ada; mendapatkan atau kehilangan
keluarga, teman atau teman sekamar.
4) Keluarga
Memasukkan anak pada fasilitas perawatan, taman kanak-kanak, sekolah dasar,
atau berkemah, mendapatkan pelayanan rekreasi, social, keagamaan, atau
komunitas.
5) Politik
Memengaruhi struktur dan prosedur pelayanan kesehatan; berperan serta dalam
perencanaan dan pengembangan komunitas; mengatasi masalahlegislatif.
c. Dukungan system social
Penguatan dukungan social adalah cara mengurangi atau memperkecil pengaruh dari
peristiwa yang berpotensi menimbulkan sters. Empat jenis intervensi preventif yang
mungkin yaitu :
1) Mengkaji lingkungan masyarakat untuk mengidentifikasi area masalah dan
kelompok resiko tinggi.
2) Meningkatkan hubungan antara system dukungan masyarakat dan pelayanan
kesehatan jiwa formal.
3) Menguatkan jaringan pemberian pelayanan yang ada, meliputi kelompok gereja,
organisasi masyarakat, kelompok wanita, dukungan tempat kerja, dan
lingkungan, dan self-help group.
4) Membantu individu atau kelompok dalam mengembangkan, mempertahankan,
memperluas, dan menggunakan jaringan social yang tersedia.

2. Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan skunder kegawat daruratan yaitu Pendeteksian dini Multi
Trauma serta penanganan segera sehingga komplikasi dapat dicegah. Sasaran
pencegahan skunder yaitu pasien multi trauma yang baru terdiagnosa dan Kelompok
penduduk resiko tinggi ( supir, tukang ojek, Balita, Pekerja bangunan, pemanjat
tebing ). Pencegahan skunder termaksud menurunkan prevalensi ganguan. aktifitas
pencegahan skunder meliputi penemuan kasus dini, skrining dan pengobatan efektif
yang cepat. intervensi krisis adalah suatu modalitas terapi pencegahan sekunder yang
penting.
a. Krisis
Krisis adalah gangguan internal yang ditimbulkan oleh peristiwa yang
menegangkan atau ancaman yang dirasakan pada diri seseorang. Mekanisme
koping yang biasa digunakan seseorang. Mekanisme koping yang biasa digunakan
seseorang menjadi tidak efektif untuk mengatasi ancaman, dan orang tersebut
mengalami suatu ketidakseimbangan serta peningkatan ansietas. Ancaman atau
peristiwa pencetus biasanya dapat diidentifikasi. Tujuan intervensi krisis adalah
individu pada tingkat fungsi sebelum krisis. Krisis memiliki keterbatasan waktu,
dan konflik berat yang ditimbulkan dapat menstimulasi pertumbuhan personal. Apa
yang dilakukan seseorang terhadap krisis menentukan pertumbuhan atau
disorganisasi bagi orang tersebut.
b. Factor pengimbang
Dalam menguraikan resolusi krisis, beberapa factor pengimbang yang penting perlu
dipertimbangkan. Keberhasilan resolusi krisis kemungkinan besar terjadi jika
persepsi individu terhadap peristiwa adalah realististis bukan menyimpang, jika
tersedia dukungan situasional sehingga orang lain dapat membatu menyelesaikan
masalah, dan jika tersedia mekanisme koping untuk membantu mengurangi
ansietas.
c. Jenis – jenis krisis
1) Krisis maturasi.
Krisis maturasi merupakan masa transisi atau perkembangan dalam kehidupan
seseorang pada saat keseimbangan psikologis terganggu, seperti pada masa
remaja, menjadi orang tua, pernikahan, atau pensiun. Krisis maturasi menuntut
perubahan peran. Sifat dan besarnya krisis maturasi dapat dipengaruhi oleh
model peran, sumber interpersonal yang memadai, dan kesiapan orang lain
dalam menerima peran baru.
2) Krisis situasi.
Krisis situasi terjadi ketika peristiwa eksternal tertentu mengganggu
keseimbangan psikologis individu atau keseimbangan kelompok. Contohnya
yaitu kehilangan pekerjaan, perceraian, kematian, masalah sekolah, penyakit
dan bencana.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya meningkatkan angka kesembuhan, angka survival
(bertahan hidup), dan kualitas hidup dalam mengatasi penyakit. Aktivitas pencegahan
tersier mencoba untuk mengurangi beratnya gangguan dan disabilitas yang berkaitan.
Rehabilitasi adalah proses yang memungkinkan individu untuk kembali ke tingkat
fungsi setinggi mungkin.

4. Pencegahan primer skunder dann tersier berdasaran letak trauma :


a. Trauma kepala dan wajah
1) Pencegahan primer
Upaya yang dilakukan perawat untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan
kepada masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya. Program penyuluhan diarahkan ke penggunaan Helm saat mengemudi
kendaraan bermotor, Anak – anak yang masih Balita selalu diawasi oleh orang
tua, jangan Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan yang tinggi, pada
pemanjat tebing saat memanjat harus menggunakan pengaman pada kepala dan
badan, Pada pekerja bangunan agar menggunakan helm saat menaiki bangunan
yang tinggi.
2) Pencegahan sekunder
a) Penanganan segera secara cepat dan tepat pada penderita Multi Trauma:
Pada cedera Otak :
i. Pertahankan kepala harus berada dalam posisi gais tengah
ii. Untuk jaringan yang terkoyak dari wajah, semua jaringan dan organ yang
lepas dikembalikan ke tempat semula.
iii. Berikan sedatif untuk mengatasi agitasi, ventilasi mekanis
iv. Berikan obat untuk menghentikan kejang : Benzodiazepin.
v. Tindakan untuk menurunkan TIK
b) Pencegahan komplikasi akut dan kronis :
a) cegah perdarahan yang hebat
3) Pencegahan tersier
a) pada cedera kepala ringan :
i. Klien harus didampingi oleh seseorang selama waktu 24 jam sesudah
cedera.
ii. Jangan meminum minuman beralkohol selama 24 jam.beristirahat selama
24 jam berikutnya
iii. Jangan mengemudikan kendaraan, mengoperasikan mesin, atau
mengamibil keputusan yang penting.
b. Trauma Toraks dan Leher
1) Pencegahan primer
Upaya yang dilakukan perawat untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan
kepada masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya. Program penyuluhan diarahkan ke penggunaan Helm saat mengemudi
kendaraan bermotor, Anak – anak yang masih Balita selalu diawasi oleh orang
tua, jangan Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan yang tinggi, pada
pemanjat tebing saat memanjat harus menggunakan pengaman pada kepala dan
badan, Pada pekerja bangunan agar menggunakan helm saat menaiki bangunan
yang tinggi.
2) Pecegahan skunder
a) Tindakan untuk mengeluarkan cairan yang masif lewat Chest tube
b) Bebaskan jalan napas dengan mengatur posisi mandibular yang tepat
c. Trauma Abdomen
1) Pencegahan primer
Upaya yang dilakukan perawat untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan
kepada masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya. Program penyuluhan diarahkan ke penggunaan Helm saat mengemudi
kendaraan bermotor, Anak – anak yang masih Balita selalu diawasi oleh orang
tua, jangan Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan yang tinggi, pada
pemanjat tebing saat memanjat harus menggunakan pengaman pada kepala dan
badan, Pada pekerja bangunan agar menggunakan helm saat menaiki bangunan
yang tinggi.
2) Pencegahan skunder : Lakukan pemeriksaan Fisik secara cermat.
3) Pencegahan tersier
a) Pada Trauma Limpa :
i. Imunisasi rutin dengan vaksin pneumucocus, dilakukan pada pasien yang
baru menjalani splenektomi yang baru pulanng dari rumah sakit, untuk
mengurangi risiko overwhelming postsplenectomy infection ( OPSI)
ii. Pada pasien yang mengalami hematoma Limpa Subkapsular Menghindarai
aktivitas yang berat dan olahraga fisik selama kurang lebih 3 bulan untuk
mencegah terjadinya perdarahan ulang yang menyebabkan ruptur limpa.
b) Pada pasien yang mengalami cedera colon :
i. Pasien yang diduga cedera colon atau rekrum harus diberikan profillaksis
antibiotik parenteral untuk mengatasi kuman – kuman gram negatif aerob (
se perti Escherichia Coli ), dan anerob ( seperti Bcateroides fragilis ),
sehingga kadar darah yang adekuat dapat dicapai pada saat laparatomi.
c) Pada cedera vaskular abdomen : tindakan umtuk mencegah hipotermi
d) Menghangatkan semua cairan infus kristaloid dan darah
e) Menggunakan rangkaian proses pemanasan leawt ventilator
f) Memberikan selimut hangat dan memasang lampu Menutup kepala pasien.
d. Trauma Tulang Belakang
1) Pencegahan primer
Upaya yang dilakukan perawat untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan
kepada masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya. Program penyuluhan diarahkan ke penggunaan Helm saat mengemudi
kendaraan bermotor, Anak – anak yang masih Balita selalu diawasi oleh orang
tua, jangan Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan yang tinggi, pada
pemanjat tebing saat memanjat harus menggunakan pengaman pada kepala dan
badan, Pada pekerja bangunan agar menggunakan helm saat menaiki bangunan
yang tinggi.
2) Pencegahan skunder
a) Pasien harus di imobilisasi
i. Stabilisasi kepala dengan memfiksasinya dalam posisi segaris dan
memerintahkan kepada pasien untuk tidak menggerakkan leher atau
kepalanya.
ii. Pengkajian fungsi motorik dan sensorik
iii. Bantuan langsung untuk memasang serta mengunci kollar servilkal yang
kaku sesuai dengan ukuran, menggulingkan tubuh pasien satu garis ke sisi
tubuhnya serta memasang papan punggung dan mengikat tali papan
punggung serta alat penyangga kepala dan pitanya.
iv. Cegah hipoksia dengan mempertahankan saturasi oksigen yang melibihi
90 % dan nilai hematokrit yang melibihi 30%.
e. Trauma Muskuloskeletal
1) Pencegahan primer
Upaya yang dilakukan perawat untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan
kepada masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya. Program penyuluhan diarahkan ke penggunaan Helm saat mengemudi
kendaraan bermotor, Anak – anak yang masih Balita selalu diawasi oleh orang
tua, jangan Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan yang tinggi, pada
pemanjat tebing saat memanjat harus menggunakan pengaman pada kepala dan
badan, Pada pekerja bangunan agar menggunakan helm saat menaiki bangunan
yang tinggi.
2) Pencegahan sekunder
a) Untuk mengendalikan perdarahan lakukan penekanan langsung ( Turniket)
b) Apabila benda yang menancap maka harus distabilkan dengan metode apa
saja, sehingga mencegah trauma lebih lanjut.
c) Imobilisasi fraktur : Pembidaian bagian atas dan bawah fraktur, meliputi
persendian proksimal dan distal.
d) Pada pasien yang fraktur :
i. Pembatasan aktivitas yang sederhana dengan penggunaan mitela dan kruk
ii. Reposisi tertutup diikuti oleh pemasangan gips.
3) Pencegahan tersier
a) Untuk menangani avulsi yaitu :
i. memantau dan mengendalikan perdarahan dengan penekanan langsung
ii. rigasi flap kulit yang dilakukan dengan hati – hati, dan selanjutnya ditutupi
dengan balutan yang tebal, steril serta basah.
b) Imobilisasi fraktur : Pembidaian dengan pemasangan bantalan (pad ) untuk
mencegah disrupsi kulit yang lebih lanjut.
c) Untuk mencegah terjadinya fraktur yang lebih lanjut : pasien yang akan
dipulangkan :
i. Perawatan gips harus disampaikan dan dicatat
ii. Paien yang menggunkan kruk : harua mengajarkan cara berjalan yang
tepat.

C. Peran dan Fungsi Perawat


1. Peran perawat
Dalam melaksanakan keperawatan, menurut Hidayat (2012) perawat mempunyai peran
dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:
a. Pemberi Perawatan (Care Giver)
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan, sebagai perawat,
pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan
asah, asih dan asuh. Contoh pemberian asuhan keperawatan meliputi tindakan yang
membantu klien secara fisik maupun psikologis sambil tetap memelihara martabat
klien. Tindakan keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa asuhan total, asuhan
parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian dan perawatan suportif-
edukatif untuk membantu klien mencapai kemungkinan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan tertinggi (Berman, 2010). Perencanaan keperawatan yang efektif
pada pasien yang dirawat haruslah berdasarkan pada identifikasi kebutuhan pasien
dan keluarga.

b. Advocat Keluarga
Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu sebagai
advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam
menentukan haknya sebagai klien. Dalam peran ini, perawat dapat mewakili
kebutuhan dan harapan klien kepada profesional kesehatan lain, seperti
menyampaikan keinginan klien mengenai informasi tentang penyakitnya yang
diketahu oleh dokter. Perawat juga membantu klien mendapatkan hak-haknya dan
membantu pasien menyampaikan keinginan (Berman, 2010).
c. Pencegahan Penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan sehingga
setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus selalu mengutamakan tindakan
pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau
masalah yang diderita. Salah satu contoh yang paling signifikan yaitu keamanan,
karena setiap kelompok usia beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan
preventif dapat membantu pencegahan banyak cedera, sehingga secara bermakna
menurunkan tingkat kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada pasien
(Wong, 2009).
d. Pendidik
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus mampu
berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada
pasien atau keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan
khususnya dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi
mengalami gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat.
Contoh dari peran perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan
pasien dan keluaraga adalah untuk meminimalkan stres pasien dan keluarga,
mengajarkan mereka tentang terapi dan asuhan keperawatan di rumah sakit, dan
memastikan keluarga dapat memberikan asuhan yang sesuai di rumah saat pulang
(Kyle & Carman,2015).
e. Konseling
Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan
memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh pasien
maupun keluarga, berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan
cepat dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga
maupun pasien itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan emosi,
intelektual dan psikologis. Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi terutama
kepada individu sehat dengan kesulitan penyesuaian diri yang normal dan fokus
dalam membuat individu tersebut untuk mengembangkan sikap, perasaan dan
perilaku baru dengan cara mendorong klien untuk mencari perilaku alternatif,
mengenai pilihan-pilihan yang tersedia dan mengembangkan rasa pengendalian diri
(Berman,2010).
f. Kolaborasi
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang akan
dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan
pasien tidak dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan
tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat pasien
merupakan individu yang kompleks/yang membutuhkan perhatian dalam
perkembangan (Hidayat,2012).
g. Pengambilan Keputusan Etik
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang sangat penting sebab
perawat selalu berhubungan dengan pasien kurang lebih 24 jam selalu disamping
pasien, maka peran perawatan sebagai pengambil keputusan etik dapat dilakukan
oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan (Wong,
2009).
h. Peneliti
Adalah Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat
pasien. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan
pasien, yang dapat dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan.
Peran perawat sebagai peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan pasien (Hidayat,2012)
2. Fungsi Perawat
Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat maupun sakit dimana
segala aktifitas yang di lakukan berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan
pengetahuan yang di miliki, aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara untuk
mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses
keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa
keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi (Aisiah, 2004).
Fungsi perawat dapat dijelaskan sebagai berikut ini:
a. Fungsi independen, merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang
lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilaksanakan sendiri dengan
keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia.
b. Fungsi dependen, merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas
pesan atau instruksi dari perawat lain.
c. Fungsi interdependen, fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat
saling ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya.

D. Fungsi advokasi pada kasus kritis terkait berbagai sistem


Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat pasien adalah memberi informasi dan
memberi bantuan kepada pasien atas keputusan apa pun yang dibuat pasien, memberi
informasi berarti menyediakan informasi atau penjelasan sesuai yang dibutuhkan pasien dan
juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas
pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi,
memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan nonaksi. Dalam menjalankan
peran aksi, perawat memberikan keyakinan kepada pasien bahwa mereka mempunyai hak
dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan
dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran nonaksi mengandung arti pihak advokat
seharusnya menahan diri untuk tidak mempengaruhi keputusan pasien (Sulandra, 2008).
Peran perawat sebagai advokat pasien menuntut perawat untuk dapat
mengidentifikasi dan mengetahui nilai-nilai dan kepercayaan yang dimilikinya tentang peran
advokat, peran dan hak-hak pasien, perilaku profesional, dan hubungan pasien-keluarga-
dokter. Di samping itu, pengalaman dan pendidikan yang cukup sangat diperlukan untuk
memiliki kompetensi klinik yang diperlukan sebagai syarat untuk menjadi advokat pasien.
Dalam memberikan perawatan gawat darurat perawat dituntut untuk berpikir kritis
dan bertindak cepat dengan mempertimbangkan perannya sebagai advokat atau pelindumg.
Sebagai pelindung, perawat harus membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi
pasien dalam pengambilan tindakan untuk mencegah dari kemungkinan efek yang tidak
diinginkan. Misalnya memastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap obat yang diberikan.
(Potter & Perry, 2005)
Perawat yang berada di area keperawatan kritis memberikan pelayanan secara
langsung dan intensif kepada pasien yang berada pada kondisi kritis atau mengancam jiwa
yang berada pada ruang perawatan khusus (ruang intensif).  Selain memiliki keterampilan
untuk melakukan kaji cepat terhadap perubahan kondisi yang dapat berisiko mengancam
jiwa pasien dan kemampuan untuk menggunakan peralatan yang spesifik di ruangan kritis,
perawat kritis juga diharapkan mampu untuk bekerja sama dengan dokter dan anggota tim
kesehatan lainnya maupun keluarga pasien. Perawat kritis diharapkan harus kompeten secara
fisik, mental, dan emosional dalam bekerja menangani pasien yang berada dalam berada
pada kondisi yang tidak stabil sehingga membutuhkan peralatan untuk memonitor jantung
dan paru begitu juga dengan pengobatan lainnya. Perawat kritis yang ideal mempunyai
komunikasi interpersonal, jiwa kepemimpinan, perencanaan strategis, berpikir kritis, dan
pengambilan keputusan yang baik.
Perawat kritis diharapkan mampu berperan sebagai mediator, fasilitator yang baik
antara pasien, keluarga, maupun tim kesehatan lain. Perawat kritis bisa membela hak dan
nilai pasien dan keluarganya, mengkomunikasikan harapan dan keinginan pasien dan
keluarganya kepada anggota tim kesehatan lainnya begitu pula sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai