BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran napas dan paru yang
bersifat progresif dan persisten sebagai respon inflamasi kronik terhadap paparan
partikel atau gas berbahaya (Hartoyo & Purwanti, 2016). PPOK atau Chronic
bronkitis kronis dan emfisema paru (Sugiharti & Sondari, 2016) atau penyakit yang
berdiri sendiri (Ikawati, 2016). Pada bronkitis kronis merupakan kondisi dimana
terjadi sekresi berlebihan ke dalam cabang bronkus yang bersifat kronis, disertai
pembesaran rongga udara bagian distal sampai keujung bronkiolus yang abnormal
Penyebab PPOK dikaitkan dengan banyak faktor risiko seperti merokok (baik
secara aktif maupun pasif), polusi udara baik di dalam atau di luar ruangan,
pekerjaan, infeksi, jenis kelamin dan usia. (Tana, 2016). Dari faktor risiko tersebut
faktor merokok yang paling erat hubungannya dengan penyebab terjadinya PPOK.
Kurang lebih 15-20 % perokok akan mengalami PPOK dan kurang lebih 10% orang
yang tidak merokok juga mungkin akan menderita PPOK. Perokok pasif yang tidak
merokok tapi sering terkena asap rokok juga akan berisiko terkena PPOK (Ikawati,
penduduk laki-laki dan 3,7% perempuan merupakan perokok (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2013). Hasil Data yang dikumpulkan pada tahun 2013,
Gejala yang muncul pada pasien PPOK antara lain sesak nafas dan produksi
menyebabkan bersihan jalan nafas tidak efektif (Kristanti & Nugroho, 2011). Tanda
gejala mayor dan minor dari bersihan jalan napas tidak efektif, yang dimana data
mayornya yaitu batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing dan ronkhi kering. Data minornya yaitu gelisah, sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah, dispnea, sulit bicara,
didunia sebanyak 2,75 juta jiwa atau setara dengan 4,8% dalam (Oemiati, 2013).
PPOK telah menjadi salah satu penyakit yang menarik perhatian di dunia, salah
PPOK menurut World Health Organization (WHO) dalam (Fallis, 2013). WHO
memperkirakan pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat dari
2016). Diperkirakan pada tahun 2030 PPOK menjadi penyebab kematian ke-3
2
diseluruh dunia setelah penyakit jantung dan stroke (Salawati, 2016). Penderita
PPOK sendiri akan terus meningkat sebesar 30% jika faktor penyebabnya tidak bisa
prevalensi PPOK terendah menurut hasil survei ditahun yang sama adalah Provinsi
Lampung sebesar 1,4%, kemudian diikuti oleh Provinsi Riau, Jambi, dan
2013). Hasil data survei penyakit tidak menular yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan (PPM & PL)
di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia yaitu, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur, Jawa Barat dan Lampung tahun 2004 menunjukkan PPOK berada di
urutan pertama yaitu sebesar 35%, diikuti dengan kanker paru 30%, asma bronkial
Penderita PPOK di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau berdasarkan data dari
rekam medis didapatkan peningkatan jumlah kunjungan pasien PPOK dari tahun
2010 hingga 2012. Jumlah kunjungan PPOK tahun 2010, 2011 dan 2012 didapatkan
849, 994 dan 1184 kunjungan. Pada tahun 2012 PPOK menduduki peringkat
kelima dari 15 besar penyakit paru di Poliklinik Paru RSUD Arifin Achmad
3
2013). Menurut data yang diperoleh dari sim RSD Mangusada Badung pada tahun
2017 terjadi sebanyak 206 orang yang mengalami PPOK dari jumlah seluruh pasien
sebanyak 2635. Pada tahun 2018 angka kejadian PPOK yaitu 161 orang dari jumlah
pasien 2463 orang dan pada tahun 2019 terdapat 144 orang yang mengalami PPOK
dari seluruh pasien sebanyak 1983 orang. Jadi total data dari tahun 2017-2019
Masalah yang umum terjadi pada pasien PPOK yaitu bersihan jalan napas tidak
efektif, gangguan pertukaran gas, dan gangguan ventilasi spontan. Dari masalah
tersebut yang menjadi prioritas masalah yaitu bersihan jalan napas tidak efektif.
atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Tim
rokok secara pasif (Kusumawardani et al., 2017). Paparan asap rokok merupakan
salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PPOK (Salawati, 2016).
Asap rokok atau polutan dapat memicu inflamasi yang dapat merusak paru-paru.
Iritasi yang terus-menerus yang berasal dari asap rokok dan pulutan ini
mukus di saluran nafas. Fungsi dari silia menurun dan lebih banyak sekret yang
dihasilkan, dengan banyaknya mukus yang kental dan lengket serta menurunya
4
Bersihan jalan napas tidak efektif terjadi akibat hipersekresi, pasien mengalami
sesak napas terutama pada saat melakukan aktivitas dan batuk kronik selama 3
bulan yang hilang timbul disertai dengan produksi sputum yang kehijauan dengan
konsistensi kental (Wahyuni, 2017). Dari hasil penelitian didapatkan hasil penderita
PPOK mengeluarkan dahak hampir setiap hari adalah sebanyak 8,9 % dan batuk
tiap hari lebih dari 1 bulan sebanyak 4,7 % (Tana, 2016). Menurut hasil penelitian
di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 yang mengalami batuk 88,2%
sedangkan yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif karena produksi
sputum sebanyak 79,1 % (Sidabutar, 2012). Untuk itu diperlukan bantuan untuk
mengeluarkan dahak yang lengket sehingga bersihan jalan napas kembali efektif.
bersihan jalan napas tidak efektif yaitu dengan terapi batuk efektif atau postural
drainase dan terapi nebulizer yaitu dengan bantuan penguapan (Kristanti &
Nugroho, 2011).
sakit, tindakan yang sering diberikan pada pasien PPOK yang mengalami gangguan
drainase, penguapan atau nebulizer dan latihan batuk efektif. Pengeluaran dahak
yang tidak lancar akibat penumpukan sekret pada jalan napas akan menyebabkan
bersihan jalan napas tidak efektif. Adapun dampak yang dapat ditimbulkan dari
bersihan jalan napas tidak efektif yaitu keterbatasan aktivitas yang merupakan
penurunan kualitas hidup penderita termasuk di usia <40 tahun akibat disfungsi otot
5
Menurut penelitian yang dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit
Baptis Kediri, dari 15 responden yang mengalami bersihan jalan napas tidak efektif,
8 orang diantaranya mengalami kelelahan, sesak nafas dan juga merasa lemas
(Kristanti & Nugroho, 2011). Apabila PPOK tidak ditangani akan mengalami gagal
dirumuskan masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif dan dalam
penyakit paru obstruktif kronis dengan bersihan jalan napas tidak efektif.
B. Rumusan Masalah
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dengan bersihan jalan napas nafas tidak
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
keperawatan pada pasien penyakit paru obsruktif kronis dengan bersihan jalan
napas tidak efektif di Ruang Oleg RSD Mangusada Badung Tahun 2020.
6
2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian pada pasien penyakit paru obstruktif kronis dengan
bersihan jalan napas tidak efektif di Ruang Oleg RSD Mangusada Badung Tahun
bersihan jalan napas tidak efektif di Ruang Oleg RSD Mangusada Badung Tahun
2020.
obstruktif kronis dengan bersihan jalan napas tidak efektif di Ruang Oleg RSD
obstruktif kronis dengan bersihan jalan napas tidak efektif di Ruang Oleg RSD
paru obstruktif kronis dengan bersihan jalan napas tidak efektif di Ruang Oleg
dengan bersihan jalan napas tidak efektif di Ruang Oleg RSD Mangusada
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
7
pada pasien penyakit paru obstruktif kronis dengan bersihan jalan napas tidak
efektif.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran untuk penelitian lebih
lanjut yang terkait dengan asuhan keperawatan pada pasien penyakit paru
2. Manfaat praktis
a. Bagi perawat diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi reverensi untuk
b. Bagi manajemen diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan bagi kepala
pasien penyakit paru obstruktif kronis dengan bersihan jalan napas tidak
efektif.