Permasalahan Hukum Zona Ekonomi Eksklusif
Permasalahan Hukum Zona Ekonomi Eksklusif
Permasalahan Hukum Zona Ekonomi Eksklusif
Pembagian laut atas dua bagian, yaitu laut lepas dan laut teritorial yang berada di bawah
kedaulatan Negara pantai dan laut lepas yang bersifat bebas untuk semua negara berlaku
cukup lama, yang dalam perkembangannya telah mendapat permusan dalam Konvensi Den
Haag 1930. Perumusan ini dapat dianggap sebagai rekaman dari hukum kebiasaan
internasional yang didasarkan pada praktek negara-negara pada waktu itu, meskipun
Konferensi Den Haag sendiri tidak berhasil merumuskan lebar laut teritorial, namun praktek
negara-negara di Eropa Barat pada umumnya menetapkan 3 mil laut teritorial.
Keadaan berubah setelah Perang Dunia II. Beberapa faktor yang menyebabkan
perubahan itu yaitu :
1. banyaknya jumlah negara yang merdeka sehingga mengakibatkan perubahan peta bumi
politik yang tidak kecil artinya di dalam dunia internasional setelah Perang Dunia II.
2. faktor kemajuan dalam bidang teknologi yang terjadi dengan pesatnya selama Perang
Dunia II
3. makin bergantungnya bangsa-bangsa pada laut sebagai sumber kekayaan alam mineral
termasuk minyak dan gas bumi.
Semakin bergantungnya bangsa-bangsa pada laut sebagai sumber alam baik kekayaan
hayati maupun non hayati termasuk mineral dan gas bumi serta kemungkinan pengambilannya
dengan kemajuan teknologi kelautan telah mendorong terjadinya tindakan sepihak dari
negara-negara untuk melindungi, memelihara dan mencadangkan sumber-sumber kekayaan
alamnya tidak saja di laut teritorial, tetapi juga menghendaki hak berdaulat yang lebih luas
lagi, yaitu di laut lepas yang berada di luar yurisdiksinya dan berbatasan dengan laut
teritorialnya.
Tindakan sepihak negara-negara tersebut akhirnya membawa pengaruh yang penting
sekali terhadap perkembangan hukum laut internasional, yaitu diantaranya lahirlah konsepsi
landas kontinen dan dalam perkembangan kemudian disusul dengan lahirnya konsepsi zona
ekonomi eksklusif.
Dalam pembahasan diatas telah disebutkan bahwa faktor teknologi dan daya guna laut
bagi kehidupan manusia telah menimbulkan tindakan sepihak Negara-negara pantai untuk
meluaskan yurisdiksinya atas laut lepas yang berbatasan dengan laut teritorialnya, yang
terkenal di antaranya adalah tindakan dari Amerika Serikat dan terkenal dengan Proklamasi
Truman dengan “Continental Shelf” pada tahun 1945.
Proklamasi Truman tentang “Continental Shelf” ini ternyata dalam waktu relatif singkat
telah melembaga dalam Hukum Laut Internasional melalui hukum kebiasaan. Sehingga pada
waktu konsepsi “continental shelf” ini dirumuskan dalam Konferensi Hukum Laut PBB I
Tahun 1958 di Jenewa tidak menemui kesukaran, dan kemudian konsepsi hukum ini
dituangkan dalam Konvensi Laut 1958 tentang “Continental Shelf”, yang lebih dikenal
dengan “continental shelf” dalam arti yuridis atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan
“landas kontinen”.
Dalam perkembangannya dalam Konvensi Hukum Laut 1982 konsepsi landas kontinen
ini dirumuskan kembali dengan memberikan pengertian yang lebih jelas dengan
ditetapkannya kepastian batas terluar landas kontinen. Ternyata dengan kehadiran konsepsi
hukum zona ekonomi eksklusif dalam Konvensi Hukum Laut 1982, terdapat kaitan
permasalahan, karena kedua konsepsi hukum tersebut mengatur hal yang sama, yaitu
mengenai hak berdaulat Negara pantai atas sumber kekayaan alam di dasar laut dan tanah di
bawahnya. Berdasarkan hasil penelitian ini akan dijelaskan kaitan permasalahannya dalam
pembahasan berikut ini.
II.1. Hak Eksplorasi Dan Eksploitasi.
Dalam Konvensi Hukum Laut 1982 mengenai hak eksplorasi dan eksploitasi
Negara pantai di landas kontinen pengaturannya di jumpai dalam pasal 77 ayat (1) yang
menyatakan sebagai berikut :
“Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan
mengeksplorasi dan mengeksploiasi sumber kekayaan alamnya”.
Ketentuan ini merupakan pembatasan kepada Negara pantai dalam menjalankan hak
berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengekploitasi kekayaan alamnya. Dalam hal ini
landas kontinen tidak dianggap sebagai wilayah Negara pantai. Hak Negara pantai di
landas kontinen dinyatakan sebagak hak eksklusif dalam arti apabila Negara pantai tidak
mengeksploitasinya, tidak seorangpun dapat melakukannya tanpa persetujuan tegas dari
Negara pantai tersebut.
Di Zona Ekonomi Eksklusif kepada Negara pantai diberikan hak-hak berdaulat
yang lebih luas lagi, yaitu selain untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber
kekayaan alam hayati di perairan zona ekonomi eksklusif juga meliputi kekayaan alam
non hayati di dasar laut dan tanah di bawahnya.
Selain itu juga hak berdaulat berkenaan dengan kegiatan-kegiatan lain untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi sepertui produksi energi dari air, arus dan angin
serta wewenang untuk pembuatan dan pemakaian pulau-pulau buatan, instalasi dan
bangunan-bangunan, riset ilmiah serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
Dari penjelasan di atas dapat dilihatkaitan permasalahan antara dua konsepsi
hukum, yaitu landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif dalam mengatur hal yang
sama mengenai hak berdaulat Negara pantai atas sumber kekayaan alam di dasar laut
dan tanah di bawahnya. Dalam hal ini seolah-olah konsepsi zona ekonomi eksklusif
sebagai pendatang baru dalam hukum laut internasional akan melenyapkan konsepsi
landas kontinen yang telah mendapat perumusan untuk pertama kalinya dalam Konvensi
Hukum Laut 1958 tentang Landas Kontinen. Tetapi tentang hal ini dipertegas oleh pasal
56 ayat (3) Konvensi Hukum Laut 1982, bahwa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
kekayaan alam di dasar laut dan tanah di bawahnya di zona ekonomi eksklusif
pengaturannya tunduk pada ketentuan hukum landas kontinen. Demikian juga mengenai
hak berdaulat atas kekayaan alamnya di dasar laut dan tanah di bawahnya di zona
ekonomi eksklusif, meskipun tidak dinyatakan sebagai hak eksklusif, tetapi sejalan
dengan ketentuan pasal 56 ayat (3) tersebut di atas hak-hak tersebut tetap dianggap
sebagai hak eksklusif Negara pantai.
Di Indonesia dengan diundangkannya Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dalam pasal 4 ayat (1) mengatakan hak berdaulat
Indonesia untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi atas kekayaan alam di zona
ekonomi eksklusif Indonesia. Mengikat kegiatan dasar laut dan tanah di bawahnya
merupakan wewenang hukum landas kontinen, maka oleh pasal 4 ayat (2) dipertegas
bahwa kegiatan atas yang dinyatakan dalam pasal 4 ayat (1) tersebut dilaksanakan
menurut peraturan perundang-undangan landas kontinen Indonesia, yaitu Undang-
undang No. 1 Tahun 1973.
Menurut penulis pasal 4 ayat (2) tersebut tidak sesuai untuk diterapkan dalam
Undang-undang No. 1 Tahun 1973. Penulis melihat dari keberadaan pasal 4 ayat (2)
adalah pengimplementasian ketentuan pasal 56 ayat (3) Konvensi Hukum Laut 1982.
Kiranya perlu mendapat perhatian Pemerintah Indonesia untuk meninjau Undang-
undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia untuk disesuaikan dengan
ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982. Hal ini penting karena Undang-undang No. 1
Tahun 1973 berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1982 yang mempunyai pengertian
landas kontinen yang berbeda dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982.
Perbedaannya yaitu dalam cara mengukur luas landas kontinen, dimana dalam Konvensi
Hukum Laut 1982 dinyatakan minimal 200 mil dari garis pangkal laut teritorial dan
maksimal 350 mil atau 100 mil dari kedalaman 2500 meter, sedangkan dalam Undang-
undang No. 1 Tahun 1973 luas landas kontinen sampai kedalaman 200 meter yang
berbatasan dengan laut teritorial atau mempergunakan kriteria “technical exploitability”.
III.2. Saran-saran.
Dari kesimpulan tersebut di atas dapat diambil saran untuk Indonesia sebagai
berikut :
(1). Undang-undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia yang
berpedoman kepada Konvensi Hukum Laut 1958 tentang Landas Kontinen, dalam
beberapa hal sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut
1982. Oleh karena itu perlu ditinjau kembali terutama mengenai batas terluar
landas kontinen. Penyesuaian ini penting agar dapat saling berco-eksistensi
dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Rksklusif
Indonesia.
(2). Untuk dapat mengembangkan segala kemampuan nasional perlu ditata kembali
Undang-undang tentang Landas Kontinen Indonesia, untuk membuat peraturan-
peraturan hukum bidang sumber-sumber kekayaan alam, bidang pelayaran,
bidang riset ilmiah kelautan dan bidang penegakan hukum.