Akc036 Tata Kelola Perusahaan Modul Sesi 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

AKC036 – TATA KELOLA PERUSAHAAN – MODUL-SESI 1

BAB - 1

RUANG LINGKUP TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK

Disusun oleh:

Muhammad Iqbal Alamsyah, S.E., M.M

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA MEMBANGUN


(STIE INABA)
BANDUNG
2021
Capaian Pembelajaran
Mampu menjelaskan Ruang Lingkup Tata Kelola Perusahaan

Materi Pembelajaran
1. Penjelasan tentang RPS, Metode Pembelajaran dan Metode Penilaian
serta sumber bacaaan wajib.
2. Latar Belakang Tata Kelola Perusahaan yang Baik
3. Pengertian Tata Kelola Perusahaan yang Baik
4. Maksud dan Tujuan Tata Kelola Perusahaan yang Baik

1. Pendahuluan

Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Bahasa Inggris: "Good Corporate


Governance" atau disingkat "GCG"), adalah prinsip-prinsip yang mendasari
suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan
peraturan perundang-undangan dan etika berusaha. Penerapan prinsip GCG
/ tata kelola perusahaan yang baik dapat meningkatkan kinerja perusahaan
dan nilai ekonomi jangka panjang bagi para investor dan pemangku
kepentingan (stakeholder). Contoh dari penerapan GCG adalah sistem
pengendalian dan pengawasan intern, mekanisme pelaporan atas dugaan
penyimpangan, tata kelola teknologi informasi, pedoman perilaku etika, dsb.

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id
Perkembangan tata kelola perusahaan berangkat dari teori keagenan
(agency theory) yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun
1976. Teori tersebut mendasarkan hubungan kontrak antara prinsipal dan
agen. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen
untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang
diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen
berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan
oleh prinsipal kepadanya. Memandang manajemen sebagai “agents”,
manajemen akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan sebagai
pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Adanya
pemisahan kepemilikan dan perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen
inilah agency problem terjadi.

Gambar 1.1 Hubungan antara Principal dan Agent

Agen sebagai pihak yang bertugas untuk mengelola perusahaan


mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas perusahaan,
lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Di sisi lain, prinsipal
tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Hal inilah yang
mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi antara prinsipal dan
agen. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri
informasi (asymmetric information). Oleh karena itu, pengertian informasi
asimetri adalah informasi yang tidak seimbang karena adanya distribusi
informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Prinsipal seharusnya
memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam mengukur tingkat keberhasilan
agen. Namun informasi tentang ukuran keberhasilan agen tidak disajikan
seluruhnya. Akibatnya, informasi yang diperoleh prinsipal kurang lengkap
sehingga tidak dapat menjelaskan kinerja agen dalam mengelola kekayaan
prinsipal yang telah dipercayakan kepada agen.

Terjadinya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini dapat


menimbulkan dua permasalahan: (Jensen dan Meckling,1976)

a. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak


melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak
kerja.
b. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-
benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau terjadi
sebagai sebuah kelalaian dalam tugas

Agency theory menjelaskan bagaimana hubungan kontraktual antara


pihak pemilik perusahaan (principal). Pemilik mendelegasikan pengambilan
keputusan tertentu kepada pihak manajemen/pengelola (agent) guna
meningkatkan kesejahteraannya. Teori Keagenan inilah yang kemudian
memberikan landasan model teoritis yang sangat berpengaruh terhadap
konsep corporate governance (Tata Kelola Perusahaan) di berbagai
perusahaan di seluruh dunia.

Isu corporate governance (Tata Kelola Perusahaan) sudah muncul sejak


diperkenalkan pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan (Jil
dan Aris Solomo, 2004 dalam Daniri, 2005). Namun istilah corporate
governance (Tata Kelola Perusahaan) secara eksplisit baru muncul pertama
kali pada tahun 1984 dalam tulisan Robert I. Tricker. Dalam
perkembangannya, istilah corporate governance dikenal dengan Good
Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang baik) yang
diperkenalkan pertama kali oleh Cadburry Committee dalam Cadburry Report
pada tahun 1992 (Daniri, 2005 : 4).

2. Latar Belakang Tata Kelola Perusahaan yang Baik di Indonesia


Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 telah
memberikan perubahan yang signifikan dalam tata cara pengelolaan
pemerintahan dan berimplikasi pula terhadap tata cara pengelolaan
perusahaan. Krisis tersebut tidak hanya membuat publik menyadari akan tidak
menentunya kondisi perekonomian global dan politik nasional, namun turut
membuka mata banyak orang mengenai lemahnya pengelolaan perusahaan
yang beroperasi di Indonesia. Selain melakukan reformasi di berbagai aspek
pemerintahan, satu diantara pelajaran berharga yang dapat dipetik atas krisis
yang dihadapi pada waktu itu adalah memperbaiki tata cara berbisnis dan
mengelola perusahaan.

Salah satu inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan


perbaikan dalam tata cara pengelolaan perusahaan di Indonesia adalah
dengan membentuk suatu komite yang bertugas untuk mendorong perbaikan
tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada tahun
1999 yaitu Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor:
KEP/31/M.EKUIN/08/1999 yang selanjutnya berubah menjadi Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) telah mengeluarkan Pedoman Good
Corporate Governance (GCG) yang pertama. Komite ini menerbitkan
Pedoman GCG Indonesia pada tahun 1999 dengan berbagai penyempurnaan
hingga tahun 2001. Pedoman tersebut menjadi rujukan bagi dunia usaha di
Indonesia dalam melakukan penerapan GCG. Berdasarkan pemikiran bahwa
suatu sektor ekonomi tertentu cenderung memiliki karakteristik yang sama,
maka pada awal tahun 2004 dikeluarkan Pedoman GCG Perbankan Indonesia
dan pada awal tahun 2006 dikeluarkan Pedoman GCG Perasuransian
Indonesia.

Selain pedoman tersebut, juga terdapat berbagai pedoman dan aturan


lainnya seperti Pedoman Good Public Governance, Pedoman Good
Governance Bisnis Syariah, Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman
GCG Perasuransian Indonesia, serta berbagai aturan dan pedoman baik untuk
perusahaan yang terdaftar di Bursa Saham, dan juga peraturan spesifik
industri untuk penerapan GCG seperti di perbankan dan sektor usaha lainnya.

Sehubungan dengan pelaksanaan GCG, Pemerintah juga makin


menyadari perlunya penerapan good governance di sektor publik, mengingat
pelaksanaan GCG oleh dunia usaha tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa
adanya good public governance dan partisipasi masyarakat. Dengan latar
belakang perkembangan tersebut, maka pada bulan November 2004,
Pemerintah dengan Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor:
KEP/49/M.EKON/11/2004 telah menyetujui pembentukan Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-
Komite Korporasi. Dengan telah dibentuknya KNKG, maka Keputusan Menko
Ekuin Nomor: KEP.31/M.EKUIN/06/2000 yang juga mencabut keputusan No.
KEP.10/ M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Gambar 1.2 Penerapan GCG di Indonesia (Pedoman KNKG)

Sejak Pedoman GCG dikeluarkan pada tahun 1999 dan selama proses
pembahasan pedoman GCG sektor perbankan dan sektor perasuransian,
telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri. Walaupun peringkat penerapan GCG di dalam negeri
masih sangat rendah, namun semangat menerapkan GCG di kalangan dunia
usaha dirasakan ada peningkatan. Perkembangan lain yang penting dalam
kaitan dengan perlunya penyempurnaan Pedoman GCG adalah adanya krisis
ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1999 yang di Indonesia berkembang
menjadi krisis multidimensi yang berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain
terjadi karena banyak perusahaan yang belum menerapkan GCG secara
konsisten, khususnya belum diterapkannya etika bisnis. Oleh karena itu, etika
bisnis dan pedoman perilaku menjadi hal penting yang dituangkan dalam bab
tersendiri.

Di luar negeri terjadi pula perkembangan dalam penerapan GCG.


Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah
merevisi Principles of Corporate Governance pada tahun 2004. Tambahan
penting dalam pedoman baru OECD adalah adanya penegasan tentang
perlunya penciptaan kondisi oleh Pemerintah dan masyarakat untuk dapat
dilaksanakannya GCG secara efektif. Peristiwa WorldCom dan Enron di
Amerika Serikat telah menambah keyakinan tentang betapa pentingnya
penerapan GCG. Di Amerika Serikat, peristiwa tersebut ditanggapi dengan
perubahan fundamental peraturan perundang-undangan di bidang audit dan
pasar modal. Di negara-negara lain, hal tersebut ditanggapi secara berbeda,
antara lain dalam bentuk penyempurnaan pedoman GCG di negara yang
bersangkutan.

Pentingnya Good Corporate Governance (GCG)

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik/Good Corporate Governance (GCG)


adalah struktur dan mekanisme yang mengatur
pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan nilai ekonomi jangka
panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun
pemangku kepentingan.

Era globalisasi, keterbukaan informasi, dan kemajuan ilmu manajemen,


mendorong para pemilik modal dan pimpinan perusahaan untuk terus
melakukan inovasi dan perubahan dalam cara melakukan bisnis. Dorongan
kompetisi yang menyebabkan perusahaan berlomba-lomba untuk tampil di
permukaan dan mengeruk keuntungan mengakibatkan berbagai
permasalahan tersendiri baik didalam maupun diluar perusahaan.

Berbagai permasalahan yang dilakukan oleh oknum di dunia usaha


seperti suap dan korupsi, penggelapan dana, penipuan investasi,
penyalahgunaan wewenang, pencemaran lingkungan, ketidakadilan
perlakukan karyawan, fraud, dan lain sebagainya banyak ditemukan dan
merugikan berbagai pemangku kepentikan (stakeholders) dan masyarakat.

Selain itu, selalu terdapat potensi konflik antara pemilik saham dan
pimpinan perusahaan, pemilik saham mayoritas dan minoritas, pekerja dan
pimpinan perusahaan, perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan
sebagainya.

Perusahaan yang menjunjung prinsip GCG diharapkan dapat secara


sehat tumbuh dengan tetap menjaga keseimbangan dan tidak merugikan
kepentingan pihak lain. Asas GCG yang terdiri dari Transparansi, Akuntabilitas,
Responsibilitas, Independensi dan kewajaran, serta Kesetaraan, merupakan
prinsip yang harus dijunjung oleh berbagai jenis usaha dan tidak terbatas
dengan besarnya usaha ataupun usia dari usaha tersebut berdiri. Asas
tersebut biasa dikenal dengan asas TARIF (Transparency, Accountability,
Responsibility, Independency, dan Fairness). Penjelasan mengenai Asas-asas
dan prinsip-prinsip akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

3. Pengertian Tata Kelola Perusahaan yang Baik


“Governance” berasal dari Bahasa perancis “gubernance” yang berarti
pengendalian. Corporate governance diterjemahkan sebagai tata Kelola atau
tata pemerintahan perusahaan. Pada tahun 1999, The Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) mendefinisikan tata kelola
(corporate governance) sebagai berikut:

“Corporate governance is the system by which business corporations are


directed and controlled. The corporate governance structure specifies the
distribution of rights and responsibilities among different participants in the
corporation, such as the board, the managers, shareholder and other
stakeholders, and spells out the rules and procedure for making decisions and
corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the
company objectives are sets and the means of attaining those objectives and
monitoring performance”.

Sesuai dengan definisi di atas, tata kelola adalah sistem yang dipergunakan
untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Tata
kelola mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban pihak-pihak dalam
organisasi terhadap kehidupan perusahaan, termasuk para pemegang saham,
dewan pengurus, para manajer dan semua anggota stakeholders non-
pemegang saham. Pembagian tugas, hak, dan kewajiban juga berfungsi
sebagai pedoman pengevaluasian kinerja Board of Directors dan manajemen
perusahaan.

Dari berbagai definisi yang dikembangkan oleh para pakar dapat


disimpulkan bahwa tata kelola yang baik merupakan:

1) Suatu struktur yang mengatur pola hubungan antara peran Dewan


Komisaris, Direksi, Rapat Umum Pemegang Saham dan para
stakeholder lainnya,
2) Suatu sistem Check and balance mencakup perimbangan
kewenangan atas pengendalian perusahaan,
3) Pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi
dengan benar dan tepat pada waktunya, dan
4) Kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure)
secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi
kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder

Definisi Corporate Governance Menurut Australian Stock Exchange


(ASX) adalah sebagai sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan
mengelola kegiatan perusahaan. Sistem tersebut mempunyai pengaruh besar
dalam menentukan sasaran usaha maupun upaya mencapai sasaran tersebut.

Definisi Corporate Governance Menurut Jill & Aris Solomin adalah


sebagai sistem yang mengatur hubungan antara perusahaan (diwakili oleh
board of directors) dengan pemegang saham. Corporate Governance juga
mengatur hubungan dan pertanggungan jawab atau akuntabilitas perusahaan
kepada seluruh anggota stakeholders non pemegang saham.
Fungsi Good Corporate Governance bagi perusahaan

Fungsi tata kelola perusahaan di bidang bisnis yang bergerak cepat dan
agresif memang tak dapat dianggap remeh. Menurut Financial Times, tata
kelola perusahaan sangat penting untuk menentukan batas kompetisi baru dan
mendatangkan lebih banyak keuntungan. Perhatian yang besar terhadap tata
kelola perusahaan membuat banyak pihak mulai fokus dan bertanya:

“Apa itu tata kelola perusahaan?”

“Mengapa tata kelola perusahaan sangat penting bagi kesuksesan


perusahaan?”

Dalam laporan anggaran triwulan Centre for Board Matters dari Ernst &
Young (EY) pada Januari 2017, terdapat informasi tentang tren tata kelola
perusahaan dari beberapa perusahaan Russell 2000 dan S&P 500. Walaupun
tata kelola perusahaan adalah hal penting bagi para pengambil kebijakan,
investor, dan pihak penting lainnya, belum tentu perusahaan
memberlakukannya secara konsisten.

Ernst & Young (EY) memaparkan bahwa beberapa perusahaan masih


fokus pada konsep kepemimpinan dewan independen. Sedangkan
perusahaan lainnya mulai beralih ke sistem pemilihan tahunan. Kebijakan tata
kelola perusahaan pasti berbeda satu sama lain. Namun, mayoritas praktik
bisnis yang dilakukan cenderung seragam. Bidang tata kelola dari Institute of
Chartered Secretaries and Administrators (ICSA) mendefinisikan tata kelola
perusahaan sebagai cara dan tujuan dalam proses pengaturan perusahaan.

Tata kelola perusahaan berdampak pada semua aspek organisasi, mulai


dari urusan komunikasi kepemimpinan dan pengambilan keputusan strategis.
Namun, segala kebijakan tetap harus melibatkan keputusan dari dewan direksi
demi kepentingan perusahaan.
Perusahaan konsultan bisnis Price Waterhouse Coopers (PwC)
menyebut tata kelola perusahaan sebagai “urusan kinerja”, sebab tata kelola
perusahaan menyiapkan kerangka kerja bagi proses operasional perusahaan.
Menurut PwC, tata kelola perusahaan harus mencakup sembilan hal berikut
ini:

1) Kinerja perusahaan dan kinerja dewan.


2) Hubungan antara dewan dan manajemen eksekutif.
3) Penunjukan dan penilaian dewan direksi.
4) Keanggotaan dan tanggung jawab dewan.
5) Budaya kerja perusahaan dan cara mempertahankannya.
6) Manajemen risiko, kepatuhan perusahaan, dan kontrol internal.
7) Komunikasi antara dewan dan karyawan lainnya (mencakup corporate
officers dan director).
8) Komunikasi dengan para pemegang saham.
9) Laporan keuangan.

Sembilan hal penting tersebut menggambarkan luasnya cakupan tata kelola


perusahaan serta pengaruhnya bagi perkembangan bisnis. Untuk membantu
pengarahan tata kelola perusahaan, Deloitte menawarkan kerangka tata kelola
yang lebih rinci. Kerangkal tata kelola tersebut terdiri dari uraian tanggung
jawab dan tujuan dewan serta hubungannya dengan infrastruktur perusahaan.

Kendati demikian, penerapan tata kelola perusahaan tidak menjamin


pencapaian bisnis yang sukses. Mayoritas contoh tata kelola perusahaan yang
baik memiliki prinsip yang sama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan
kepercayaan. Semua perusahaan harus memiliki ketiga prinsip tersebut,
termasuk perusahaan keluarga, perusahaan nirlaba (non-profit), dan
perusahaan publik. Inilah yang membuat tata kelola perusahaan menjadi fokus
utama bagi para pebisnis profesional. Penerapan prinsip-prinsip tersebut harus
dipahami oleh semua karyawan perusahaan (stakeholder), pemegang saham
(shareholder), dan juga masyarakat.
Ruang Lingkup Good Corporate Governance

Penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate


Governance (GCG) menjadi salah satu ketentuan penting dalam mewujudkan
visi dan misi serta keberlangsungan usaha perusahaan. Penerapan prinsip-
prinsip GCG dalam setiap pengurusan Perusahaan bermanfaat untuk menjaga
performa dan kinerja usaha, meningkatkan nilai perusahaan dan
mempertahankan eksistensi perusahaan dalam persaingan bisnis secara
global.

Berikut ini merupakan ruang lingkup Penerapan GCG secara umum:

Gambar 1.3 Ruang Lingkup Penerapan GCG menurut KNKG

Penerapan GCG dalam jangka panjang berpengaruh terhadap kinerja


Perusahaan karena prinsip-prinsip GCG merupakan landasan bagi proses
penyelenggaraan usaha dan bisnis. Perusahaan harus
mempertanggungjawabkan tindakan dan pekerjaannya kepada publik.
Akuntabilitas sebagai persyaratan untuk mencegah penyalahgunaan
wewenang dapat menjamin pencapaian tujuan-tujuan Perusahaan secara
efektif dan efisien sesuai dengan ekspektasi Pemilik Modal sehingga
meningkatkan kinerja serta memperbaiki citra Perusahaan.

Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) dan prinsip-prinsip


GCG dapat berupa dokumen-dokumen pendukung dalam penerapan GCG
seperti Pedoman GCG (Code of Corporate Governance) dan Pedoman
Perilaku (Code of Conduct), dan Board Manual sebagai pedoman tata kerja,
hubungan dan komunikasi Direksi dengan Dewan Pengawas.

Organ Perusahaan maupun organ pendukung Perusahaan harus


memenuhi prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan
pengurusan operasional maupun administrasi Perusahaan. Dalam
pengurusan usaha, Direksi dibantu oleh Sekretariat Perusahaan dan Satuan
Pengawas Intern sebagai organ pendukung Perusahaan. Sedangkan Dewan
Pengawas dibantu oleh Komite Audit dan Komite Tata Kelola Perusahaan
sebagai organ pendukung Perusahaan yang berperan dalam membantu
meningkatkan efektivitas pelaksaaan fungsi pengawasan dan pemberian
nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Perusahaan.

4. Maksud dan Tujuan Tata Kelola Perusahaan yang Baik

Tujuan utama dari pengelolaan perusahaan yang baik adalah untuk


memberikan perlindungan yang memadai dan memperlakukan pemegang
saham dan pihak yang berkepentingan lainnya secara adil (Suprayitno, et al.,
2005). Tujuan dari penerapan tata Kelola perusahaan yang baik ialah:

a. Melindungi hak dan kepentingan Pemegang saham


b. Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non-
pemegang saham
c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau
board of directors dan manajemen perusahaan
e. Meningkatkan mutu hubungan board of directors dengan manajemen
senior perusahaan

Sedangkan berdasarkan buku Pedoman umum Good Corporate


Governance (GCG) dari KNKG menyatakan GCG diperlukan dalam rangka:

a. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui


pengelolaan yang didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran,
b. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing – masing
organ perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi, dan Rapat Umum
Pemegang Saham,
c. Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris, dan anggota
direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang –undangan,
d. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial
perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan
terutama di sekitar perusahaan,
e. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan
tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya,
f. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat
mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.

Pedoman GCG ini dikeluarkan bagi semua perusahaan di Indonesia


termasuk perusahaan yang beroperasi atas dasar prinsip syariah. Pedoman
GCG ini, yang memuat prinsip dasar dan pedoman pokok pelaksanaan GCG,
merupakan standar minimal yang akan ditindaklanjuti dan dirinci dalam
Pedoman Sektoral yang dikeluarkan oleh KNKG. Berdasarkan pedoman
tersebut, masing-masing perusahaan perlu membuat manual yang lebih
operasional.

Perusahaan yang sahamnya telah tercatat di bursa efek, perusahaan


negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, dan perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, diharapkan menjadi pelopor dalam penerapan
Pedoman GCG ini. Regulator juga diharapkan dapat menggunakan Pedoman
GCG ini sebagai acuan dalam menyusun peraturan terkait serta sanksi yang
perlu dikenakan.

Manfaat Penerapan Good Corporate Governance

Manfaat dari penerapan Tata Kelola perusahaan yang baik (good


Corporate Governance) yaitu :

1. Dapat mencegah praktek pengungkapan laporan keuangan


perusahaan kepada Pemegang Saham, investor, dan pihak lain yang
berkepentingan secara tidak transparan,
2. Dapat melakukan bimbingan kepada manajemen perusahaan agar
lebih efektif.
3. Dapat mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan
sesuai dengan tujuan yang diinginkan pemiknya.

Sedangkan manfaat lainnya dari penerapan Tata Kelola perusahaan yang baik
(good Corporate Governance) ialah:

1) Hasil Intangible
a) Peningkatan Akuntabilitas Publik
b) Akses Sumber Modal yang mudah dan murah
c) Menarik bagi SDM yang handal
d) Terciptanya Keseimbangan Hubungan dengan stakeholders
e) Daya tahan yang berkelanjutan
2) Struktur yang Baik
a) Mekanisme Feedback untuk mengukur kinerja
b) Memungkinkan adanya Check & Balance
c) Symetric information
d) Right Sized Organization
3) Perbaikan pada perangkat-perangkat Pengelolaan Perusahaan
a) Adanya rencana strategi korporasi
b) Tersusunnya manual tertulis tentang Corporate Governance
c) Aturan tertulis yang menjamin kepentingan stockholders dan
stakeholders
d) Motto dan ungkapan-ungkapan sebagai cita-cita dari lingkungan
kerja yang ideal
e) Pengendalian Risiko
Daftar Pustaka
Agoes, sukrisno& Ardana, I Cenik. 2009. Etika Bisnis dan Profesi : Tantangan
Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat.
Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis dan Profesi.Bahan ajar tidak diterbitkan.
Malang: Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Malang.
Pieris, John & Wiryawan, N J. 2007. Etika Bisnis dan Good Corporatr
Governance. Jakarta: Pelangi Cendekia.
OJK, Januari 2014, “Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia”
Sedarmayanti, Good Governance & Good Corporate Governance, Bagian
Ketiga Edisi Revisi, Bandung : Mandar Maju, 2012.
Stuart L. Gillan, Januari 2006, “Recent Developments in Corporate
Governance: An Overview”.
Sutedi, Adrian. Good Corporate Governance,Jakarta : Sinar Grafika, 2012
Tunggal, Widjaja, Amin. Tata Kelola Perusahaan, Teori dan Kasus,Jakarta :
Harvarindo, 2008

Anda mungkin juga menyukai