KLPK 1 Manajemen Farmasi Dan Akuntansi
KLPK 1 Manajemen Farmasi Dan Akuntansi
KLPK 1 Manajemen Farmasi Dan Akuntansi
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. ARIF RAHMAN
2. DINI ANGGRIANI
3. GARNIS NAPSANI PUJIANA
4. HENI ANDRIANI
5. IDA ROYANI
6. IMAM BUKHARI
7. JEFRY
8. JULIATI EKA PUTRI
9. LINDARI
10. PURNAMA SARI
11. ST. NURHASANAH
12. YUNISA ANDRIANI
PROGRAM STUDI DIII FARMASI
POLITEKNIK MEDICA FARMA HUSADA MATARAM
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Penulis,
Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan unuk menyelenggarakannya
disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan
penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Dari uraian di atas, sarana
kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas),
Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi,
praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat,
apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), Pedagang Besar Farmasi (PBF),
pabrik obat dan bahan obat, laboratorium kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.
Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan diperlukan perbekalan kesehatan yang
meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sedangkan sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetik.
Sistem Pengelolaan Obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
meliputi aspek seleksi dan perumusan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian dan penggunaan obat. Saat ini kenyataannya sebagian besar rumah
sakit di Indonesia belum melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang
diharapkan, mengingat beberapa kendala antara lain kemampuan tenaga farmasi,
terbatasnya pengetahuan manajemen rumah sakit akan fungsi farmasi rumah sakit,
kebijakan manajemen rumah sakit, terbatasnya pengetahuan pihak-pihak terkait
tentang pelayanan farmasi rumah sakit. Akibat kondisi ini maka pelayanan
farmasi rumah sakit masih bersifat konvensional yang hanya berorientasi pada
produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana system pengelolaan perbekalan farmasi?
2. Metode apa saja yang digunakan dalam Sistem Distribusi Perbekalan
Farmasi ?
3. Apa itu Cold Chain Sistem?
4. Apa itu Inventarisasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui system pengelolaan perbekalan farmasi
2. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam system
distribusi perbekalan farmasi
3. Mengetahui apa itu Could Chain Sistem
4. Mengetahui ap aitu Inventarisasi
BAB II
PEMBAHASAN
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
obat. Tujuan penyimpanan adalah memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga
ketersediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Metode
penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk
sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO (First Expired
First Out) dan FIFO (First In First Out). Penyusunan obat-obatan
hendaklah berdasarkan susunan alphabet.
5. Distribusi
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumahsakit, untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk pelayanan medis. Tujuan
pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit – unit
pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis, dan jumlah.
Permasalahan Sentralisasi
a) Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan
dan distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi,
b) Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
meningkat,
c) Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient
records) dengan cepat,
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada
waktu penyiapan komunikasi.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar,
misalnya kelas A dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar
sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan
pasien sangat jauh.
b. Desentralisasi (apoteker ada di ruang perawatan)
Metode desentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian
perbekalan farmasi oleh cabang IFRS di dekat unit perawatan atau
pelayanan. Cabang ini, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan
farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh instalasi farmasi pusat
pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab
terhadap efektifitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di
depo farmasi.
Keuntungan Desentralisasi
1. Obat dapat segera tersedia untuk diberikan kepada pasien
2. Pengendalian obat dan akuntabilitas semua baik
3. Apoteker dapat berkomunikasi langsung dengan dokter dan
perawat
4. Sistem distribusi obat berorientasi pasien sangat berpeluang
diterapkan untuk penyerahan obat kepada pasien melalui
perawat
5. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan pasien dan dapat
berbicara dengan penderita secara efisien
6. Informasi obat dari apoteker segera tersedia bagi dokter dan
perawat
7. Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat untuk
digunakan pasien berkurang, karena tugas ini telah diambil alih
oleh personel IFRS desentralisasi
8. Spesialisasi terapi obat bagi apoteker dalam bidang perawatan
pasien lebih efektif sebagai hasil pengalaman klinik terfokus
9. Pelayanan klinik apoteker yang terspesialisasi dapat
dikembangkan dan diberikan secara efisien, misalnya
pengaturan suatu terapi obat penderita khusus yang diminta
dokter, heparin dan antikoagulan oral, digoksin, aminofilin,
aminoglikosida dan dukungan nutrisi
10. Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik dan studi
usemen mutu terapi obat pasien.
Permasalahan Desentralisasi
1. Semua apoteker klinik harus cakap sebagai penyedia untuk
bekerja secara efektif dengan asisten apoteker dan teknisi lain.
2. Apoteker biasanya bertanggungjawab untuk pelayanan,
distribusi dan pelayanan klinik. Waktu yang mereka gunakan
dalam kegiatan yang bukan distribusi obat tergantung pada
ketersediaan asisten apoteker yang bermutu dan kemampuan
teknisi tersebut untuk secara efektif mengorganisasikan waktu
guna memenuhi tanggungjawab mereka.
3. Pengendalian inventarisasi obat dalam IFRS keseluruhan lebih
sulit karena likasi IFRS cabang yang banyak untuk obat yang
sama, terutama untuk obat yang jarang ditulis.
4. Komunikasi langsung dalam IFRS keseluruhan lebih sulit
karena anggota staf berpraktek dalam lokasi fisik yang banyak.
5. Lebih banyak alat yang diperlukan, misalnya acuan (pustaka)
informasi obat, laminar air flow, lemari pendingin, rak obat,
dan alat untuk meracik.
6. Jumlah dan keakutan pasien menyebabkan beban kerja
distribusi obat dapat melebihi kapasitas ruangan dan personal
dalam unit IFRS desentralisasi yang kecil.
2. Berdasarkan pendistribusian di gudang farmasi
a. Internal (gudang ke Depo- Depo)
b. Eksternal (gudang ke instalasi penunjang lainnya)
Ruang lingkup distribusi perbekalan farmasi
Sistem distribusi perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
Sistem distribusi perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan
Sistem Distribusi untuk Pasien Rawat Inap
Jenis Sistem Distribusi Untuk Penderita Rawat Tinggal
1. Sistem Resep Individu (Individual Prescription)
2. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock)
3. Sistem Kombinasi
4. Sistem Unti Dosis (Unit Dose Dispensing)
Dokter
A. KESIMPULAN
Distribusi perbekalan farmasi adalah kegiatan mendistribusikan
perbekalan farmasi di rumahsakit, untuk pelayanan individu dalam proses
terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk pelayanan medis.
Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit – unit
pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis, dan jumlah.
Metode distribusi perbekalan farmasi Berdasarkan ada atau tidaknya
satelit farmasi terbagi atas : Sentralisasi (apoteker tidak ada di ruang
perawatan) dan Desentralisasi (apoteker ada di ruang perawatan).
Berdasarkan pendistribusian di gudang farmasi : Internal (gudang ke
Depo- Depo), Eksternal (gudang ke instalasi penunjang lainnya).
Jenis sistem distribusi untuk penderita rawat tinggal : Sistem Resep
Individu (Individual Prescription), Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan
(Total Floor Stock), Sistem Kombinasi, Sistem Unti Dosis (Unit Dose
Dispensing)
DAFTAR PUSTAKA
http://kesehatan-dokter-kebidanan-farmasi.blogspot.com/2012/01/perencanaan-
pengadaan-dan-distribusi.html diakses pada tanggal 8 Oktober 2013