Story Telling Kisah Nabi 1
Story Telling Kisah Nabi 1
Story Telling Kisah Nabi 1
Mengutip Sirah Nabawiyah karya Abdul Hasan 'Ali Al-Hasani An-Nadwi', beberapa sejarawan
dan pakar hadist mengatakan, menjelang kelahiran Nabi Muhammad, ada sejumlah
peristiwa besar yang terjadi.
"Peristiwa itu di luar nalar manusia, mengarah pada dimulainya era baru bagi alam dan
kehidupan manusia," tulis Abdul Hasan dalam Surah Nabawiyah, dikutip dari detikcom.
Beberapa peristiwa besar itu, seperti singgasana Raja Persia Kisra Anusyirwan yang
bergoyang dan 14 balkon istananya ikut runtuh. Selain itu, padamnya api sesembahan kaum
Majusi di kuil pemujaan di Persia (sekarang Iran), yang sebelumnya tak pernah padam.
Peristiwa besar lain menjelang kelahiran Nabi Muhammad, yaitu air Danau 'A' yang
dikultuskan oleh masyarakat Persia, tiba-tiba surut. Tasik Sava atau semenajung suci bagi
masyarakat Persia pun mendadak tenggelam.
Sementara di Makkah, pasukan gajah yang dipimpin Raja Yaman, Abrahah gagal menyerang
Ka'bah. Tak lama setelah itu, Nabi Muhammad lahir.
Nabi Muhammad lahir dari seorang ibu bernama Aminah, dan ayah, Abdullah.
Abdullah meninggal saat Nabi Muhammad berusia tiga bulan dalam kandungan
Aminah, karena kelelahan berdagang dan jatuh sakit.
Saat Nabi lahir tak ada yang mau menyusuinya karena termasuk golongan miskin. Tapi
seorang ibu, bernama Halima Sa'diyah dengan ikhlas menyusuinya, meski ASI yang
dimilikinya pun sedikit. Keikhlasannya dibalas oleh Allah SWT. Keledai miliknya menjadi
berisi dan ASI miliknya menjadi lancar.
Saat kanan-kanak, Nabi Muhammad SAW menghabiskan waktu yang tak lama bersama
ibunya karena di usia enam tahun, Aminah meninggal dunia. Setelah menjadi yatim piatu,
Nabi Muhammad tinggal dan diasuh oleh kakeknya.
Namun saat, Nabi Muhammad berusia 8 tahun, sang kakek meninggal dunia, sehingga
pamannya, Abu Thalib merawatnya. Mereka hidup dalam kekurangan. Meski begitu, Nabi
Muhammad tumbuh dengan baik. Saat kanak-kanak, Nabi Muhammad membantu
menggembala binatang ternak dan ketika sudah cukup dewasa, Nabi membantu pamannya
berdagang.
Kisah Nabi Nuh dan Umat yang Tenggelam karena Banjir Besar
Nabi Nuh juga masuk dalam rasul Ulul Azmi, yaitu rasul dengan ketabahan dan keteguhan
hati yang luar biasa. Sesuai surat Al-Ankabut ayat 14, Nabi Nuh bahkan berdakwah selama
950 tahun. Nabi Nuh diutus oleh Allah SWT untuk menyerukan ajaran Allah pada umat Bani
Rasib yang menyembah berhala berupa patung-patung. Kezaliman di masa itu juga tengah
meningkat pesat. Nabi Nuh diutus oleh Allah SWT untuk menyerukan ajaran Allah pada
umat Bani Rasib yang menyembah berhala berupa patung-patung. Kezaliman di masa itu
juga tengah meningkat pesat.
Dengan kesabaran, Nabi Nuh mulai berdakwah kepada umatnya. Dia mengajarkan untuk
menyembah Allah, meninggalkan maksiat, dan berbuat kebaikan. Namun, bukannya
menurut, kaum Nabi Nuh tetap saja tak percaya dengan ajaran dan peringatan yang
disampaikan. Kaum Bani Rasib bahkan tak percaya bahwa Nabi Nuh merupakan seorang
rasul. "Menurut riwayat, jumlah pengikut Nabi Nuh AS tidak lebih dari 80 orang. Para
pengikut Nabi Nuh AS tersebut terdiri dari orang-orang miskin dan lemah," dikutip dari Nabi
Nuh AS: Keajaiban Bahtera Raksasa karya Testriono dan Tim Divaro.
Tapi, Nabi Nuh tak patah arang. Ia tetap melanjutkan dakwah meski menerima banyak
celaan. Setiap kali Nabi Nuh berdakwah, mereka justru memasukkan anak jarinya ke telinga
dan menutup wajahnya dengan pakaian tanda penolakan. Kisah perjuangan Nabi Nuh ini
terdapat dalam Surat Nuh ayat 1-12. Pengikut Nabi Nuh bahkan sampai diusir oleh para
penguasa dan orang-orang kaya di masa itu. Kaum Nabi Nuh juga menantang Nuh untuk
mendatangkan azab yang selalu disampaikan oleh Nuh.
"Mereka berkata 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu
telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab
yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar'." Berikut
bunyi terjemahan surat Hud ayat 32. Nuh lalu menjawab bahwa azab itu hanya bisa
didatangkan oleh Allah. Allah lalu meminta Nabi Nuh tak bersedih dan tetap teguh pada
pendirian. Nabi Nuh lalu berdoa agar Allah memberi hukuman pada orang-orang kafir
tersebut. Allah lantas memerintahkan Nabi Nuh untuk membuat sebuah bahtera berupa
kapal besar untuk mengangkut orang yang beriman beserta sepasang hewan. Allah
menyebut orang-orang kafir itu akan ditenggelamkan.
Atas perintah itu, Nabi Nuh mengumpulkan pengikutnya dan bergotong royong membuat
bahtera dari kayu selama siang dan malam dalam beberapa tahun. Kerja keras Nabi Nuh ini
juga mendapat cemooh dari orang-orang yang tercela. Setelah bahtera itu dibuat dan tanda
banjir besar bakal datang, Nuh memerintahkan pengikutnya untuk naik ke kapal. Perlahan,
air bah pun mulai menggenang menenggelamkan daratan. "Maka Kami selamatkan Nuh dan
orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan. Kemudian sesudah itu
Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal," bunyi terjemahan surat Asy-Syu'ara ayat
119-120.
Dalam orang-orang yang ditenggelamkan itu, termasuk putra sulung Nabi Nuh, Kan'an dan
istrinya yang durhaka. Nabi Nuh sempat mengajak Kan'an naik ke atas kapal, tapi ia menolak
dan yakin dapat menyelamatkan diri dari air besar itu. Nabi Nuh lalu menyadari bahwa cinta
pada anaknya membuatnya lupa pada Allah. Nuh lalu memohon ampun kepada Allah dan
mengikhlaskan anaknya yang meninggal dan masuk dalam golongan orang kafir. Kapal Nabi
Nuh lalu menepi di pegunungan Arafat. Setelah air surut, Allah memerintahkan Nabi Nuh
untuk turun dan memulai kehidupan baru. Dari kisah di atas, kiranya kita dapat mengambil
keteguhan dan kesabaran Nabi Nuh dalam bersyukur dan beribadah kepada Allah SWT
sebagai salah satu pelajaran penting. Dari kisah ini pula diketahui bahwa janji Allah berupa
azab dan pembalasan berupa bencana adalah benar. Pembalasan akan datang pada
waktunya. Allah juga hanya akan menyelamatkan umatnya yang beriman. "Saat mengalami
ujian dari Allah, orang selamat atau tidak, tergantung rahmat Allah, bukan karena keturunan
siapa, bukan karena anak Nabi. Kalau tidak bertakwa, nasibnya akan seperti anak Nabi Nuh,"
kata pimpinan pesantren Al Afifiyah, KH Wahyul Afif Al-Ghafiqi kepada CNNIndonesia.com.
(ptj/asr)
Pada zaman dahulu, Mesir dipimpin oleh Raja bernama Firaun yang terkenal zalim. Ia
dikemal sebagai raja yang sombong, sewenang-wenang, hingga memperbudak
penduduknya. Suatu ketika, Firaun bermimpi bahwa Mesir terbakar kecuali rumah-rumah
kaum Bani Israil. Ia pun mengumpulkan ahli sihir dan peramal untuk menafsirkan mimpi
tersebut.
Para peramal mengartikan bahwa akan lahir seorang bayi laki-laki keturunan Bani Israil yang
akan membinasakan penduduk Mesir. Firaun sangat ketakutan dan memerintahkan untuk
membunuh bayi laki-laki keturunan Bani Israil yang lahir.
Musa lahir bertepatan dengan pembunuhan massal tersebut. Ibunya mencari tempat jauh
yang aman dari jangkauan tentara Raja zalim tersebut. Ibu Musa menyusui dan
meletakkannya di dalam sebuah peti dan di taruh di sungai.
Suatu hari, ibunya lupa menarik peti dan membuat Musa terbawa arus sungai. Peti tersebut
terbawa hingga istana dan ditemukan oleh Asiyah, istri Firaun. Asiyah yang mandul ingin
merawat bayi malang tersebut dan membawa bayi Musa ke hadapan Firaun.
Asiyah menghadirkan beberapa ibu susu untuk Musa. Namun, bayi Musa menolak
semuanya. Hingga suatu ketika, ibu kandung Musa mengetahui berita tersebut. Ia segera ke
istana dan menyusui bayi Musa.
Nabi Musa tumbuh menjadi pria yang sangat baik. Selama bertahun-tahun, ia beserta
pengikutnya bersabar dalam menghadapi kekejaman Firaun. Pada puncaknya, Firaun
mengakui dirinya sebagai tuhan. Atas seizing Allah, Nabi Musa dan pengikutnya pergi dari
Mesir untuk menuju Syam. Mendengar kabar kepergian Musa, Raja Firaun murka dan
bersama tentarantya mengejar Nabi Musa.
Saat Firaun dan bala tentaranya hampir menyusul rombongan Nabi Musa, perjalanan
mereka terhambat lautan yang luas. Turunlah wahyu Allah SWT kepada Nabi Musa AS yang
berbunyi sebagai berikut;
“Pukullah lautan itu dengan tongkatmu” Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan
adalah seperti gunung yang besar” (QS:Asy-Syu’ara Ayat: 63).
Lautan pun terbelah. Musa dan rombongannya bergegas melintasi lautan disusul oleh
Firaun beserta bala tentaranya. Nabi Musa dan pengikutnya berhasil melewati lautan.
Lautan kembali seperti semula, Firaun dan bala tentaranya binasa karena tenggelam di
dalamnya lautan tersebut.
Yunus termasuk salah satu Nabi yang kisahnya diceritakan berkali-kali dalam Al-Qur’an.
Bahkan, namanya diabadikan menjadi salah satu surah. Allah menceritakan kisah Nabi
Yunus sebanyak empat kali dalam kitab-Nya tersebut.
Nabi Yunus diutus oleh Allah untuk berdakwah pada penduduk Ninawa. Ketika
mendapatkan perintah tersebut, perjalanan panjang melintasi padang pasir yang luas dan
gersang pun ditempuh Nabi Yunus dari negeri Syam. Sesampainya di Ninawa, Yunus
alaihissalam mendapati para penduduknya tenggelam dalam kekafiran. Mereka menjadikan
berhala sebagai Tuhan. Ritual penyembahan terhadap berhala ini telah berlangsung lama.
Sebagai pendatang, Nabi Yunus dianggap orang asing oleh penduduk setempat. Ketika
beliau memulai dakwahnya dan mengajak kaum Ninawa untuk menyembah Allah, mereka
malah mengolok-olok Nabi Yunus. Dakwah Nabi Yunus pun tak pernah dianggap oleh kaum
Ninawa. Bahkan mereka merasa Nabi Yunus telah melakukan penghinaan terhadap berhala
dan agama nenek moyang. Mendapati respon kaum Ninawa yang seperti itu Nabi Yunus
tetap sabar.
Tahun demi tahun berlalu, kondisi tersebut belumlah berubah. Hingga sampai 33 tahun Nabi
Yunus berdakwah, hanya dua orang penduduk Ninawa saja yang mendengarkan beliau.
Nama mereka adalah Tanuh dan Rubil.
Sampai pada suatu hari, habis sudah kesabaran Nabi Yunus menghadapi kaum Ninawa yang
keras kepala itu. Beliau pun berniat meninggalkan kaumnya. Namun, sebelum beliau pergi,
Nabi Yunus menyampaikan kepada penduduk Ninawa bahwa azab Allah akan datang.
Kemudian pergilah Nabi Yunus dalam keadaan sedih, kecewa, dan marah. Beranjak dari
Ninawa, Nabi Yunus menuju dermaga dan menumpang pada sebuah kapal. Cuaca cerah saat
kapal sedang bersandar sehingga sang nakhoda mengizinkan Nabi Yunus untuk ikut naik,
meski ia tahu kapalnya sudah kelebihan muatan. Sampai di tengah laut, cuaca tiba-tiba
memburuk. Awan hitam bergulung-gulung, angin kencang, dan gelombang besar tiba-tiba
memerangkap kapal. Badai besar itu membuat kapal tidak stabil. Nabi Yunus pun mengajak
nakhoda dan seluruh penumpang kapal untuk berzikir kepada Allah.
Sang nahkoda meminta seluruh penumpang menuliskan nama mereka, kemudian proses
pengundian pun dimulai. Pada pengundian pertama nama yang keluar adalah YUNUS.
Namun seluruh penumpang menolak hasil tersebut sehingga diulang kedua kalinya.
Pengundian kedua kali juga mengeluarkan nama yang sama, YUNUS. Meski para penumpang
lainnya masih keberatan, tetapi Nabi Yunus menerima hasil undian tersebut dengan ikhlas.
Hal ini sesuai dengan firman Allah pada Surah As-Saffat ayat 141 di atas, “kemudian dia ikut
diundi ternyata dia termasuk orang-orang yang kalah (dalam undian).”
Beliau pun menceburkan dirinya ke laut setelah menyebut asma Allah. Dalam beberapa
riwayat dikisahkan bahwa setelah Nabi Yunus terjun ke laut, cuaca kembali cerah dan lautan
kembali tenang.
Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa ikan yang menelan Nabi Yunus adalah ikan Nun
(merujuk pada Surah Al-Anbiya’ ayat 87). Ikan itu disebut-sebut masih hidup saat ini dan
akan terus hidup hingga hari kiamat. Pendapat tersebut merujuk pada Surah As-Saffat ayat
144, “ … niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai hari kebangkitan.”
Di dalam perut ikan yang gelap, Nabi Yunus sempat mengira dirinya telah meninggal. Allah
pun mewahyukan bahwa beliau ada di dalam perut ikan. Nabi Yunus pun menggerakkan
kakinya dan bersujud.
Tak lama kemudian, Nabi Yunus mendengar suara-suara tasbih dari para penghuni lautan.
Hal ini mengilhamkan kepada beliau untuk menyadari kesalahannya. Nabi Yunus pun sadar
bahwa keputusannya meninggalkan kaum Ninawa dalam keadaan marah adalah hal yang
tidak benar. Karena itu Allah menghukum beliau dengan memenjarakan di dalam perut ikan.
Hal ini seperti firman Allah pada Surah As-Saffat ayat 142 di atas, “Maka dia ditelan oleh ikan
besar dalam keadaan tercela.” Sebutan ‘tercela’ pada ayat tersebut menandakan Allah tidak
berkenan pada keputusan Nabi Yunus meninggalkan kaumnya.
Allah juga menegaskan kekecewaan-Nya pada Nabi Yunus dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 87.
“Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia
menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, …”
Sadar akan kesalahan beliau, Nabi Yunus pun lantas berdoa sebagaimana yang Allah
kisahkan dalam lanjutan ayat ke-87 Surah Al-Anbiya’ di atas. “ … maka dia berdoa dalam
keadaan yang sangat gelap, ‘Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh,
aku termasuk orang-orang yang zalim’.”
Allah pun memperkenankan doa Nabi Yunus, seperti yang Dikisahkan dalam Surah Al-
Anbiya’ ayat 88. “Maka Kami kabulkan (doa)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan.
Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.”
Allah memerintahkan kepada ikan paus untuk memuntahkan Nabi Yunus sehingga beliau
terdampar di daratan yang tandus. Tubuh Nabi Yunus pun dalam keadaan lemah dan sakit
karena kekurangan nutrisi di dalam perut ikan. Untuk itu Allah menyembuhkan beliau
dengan menumbuhkan tanaman yaqthinah (sejenis labu) dan meminta Nabi Yunus
memakannya.
Hal ini dikisahkan Allah dalam Surah As-Saffat ayat 145—146. “Kemudian Kami lemparkan
dia ke daratan yang tandus, sedang dia dalam keadaan sakit. Kemudian untuk dia Kami
tumbuhkan sebatang pohon dari jenis labu.”
Adapun mengenai berapa lama waktu Nabi Yunus berada dalam perut ikan, ada beberapa
perbedaan pendapat di antara para ahli tafsir. Ada yang menyebutkan bahwa Yunus
alaihissalam ditelan ikan paus pada waktu dhuha dan dimuntahkan kembali sore harinya.
Ada pula yang berpendapat Nabi Yunus ditelan selama 3 hari. Pendapat lain menyebutkan
bahwa beliau berada di dalam perut ikan selama 7 hari. Namun, pendapat yang paling
masyhur adalah selama 40 hari.
Seperginya Nabi Yunus dengan kekecewaan terhadap kaum Ninawa, azab Allah benar-benar
datang beberapa hari kemudian, seperti yang beliau janjikan. Awan gelap menutupi langit
bersama petir menggelegar, angin kencang menyapu rumah, peternakan, dan ladang kaum
Ninawa. Tak sampai di situ, gempa besar juga Allah timpakan kepada mereka.
Penduduk Ninawa pun sadar, peringatan yang disampaikan Nabi Yunus benar-benar terjadi.
Karena itulah mereka bertobat dan menyebut nama Allah untuk memohon perlindungan.
Kaum Ninawa juga mencari Nabi Yunus, sayangnya saat itu beliau sudah pergi.
Pertobatan yang dilakukan kaum Ninawa ini serius dan jujur. Seluruh penduduk, laki-laki,
perempuan, anak-anak, tua, muda, semua luruh dalam khusyuk menyebut asma Allah.
Melihat kejujuran pertaubatan mereka, Allah pun menerima dan menghentikan azab-Nya.
Dari kisah Nabi Yunus di atas, ada pelajaran yang bisa kita ambil, sebagai berikut: