Rina GN

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 34

DL

GLOMERULONRFRITIS CRONIC

Disusun oleh :

Nama : Rina Agustina

Linda Herawati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES HARAPAN IBU JAMBI

1
KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dangan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah matakuliah
pancasila dalam waktu yang telah ditentukan. Makalah ini di buat untuk
matakuliah keperawatan anak dengan Glomerulonrfritis Cronic tersebut. Semua
ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang mendukung, oleh karna itu penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Penulis berharap makalah ini dapat dipahami dam bermanfaat bagi penulis
sendiri maupun orang lain yang membacanya serta dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan dan pengetahuan kita.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih belum sempurna. Oleh sebab itu mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan mohon kritik dan saran untuk
kesempurnaan penulisan makalah di masa yang akan datang.

Jambi , Oktober 2021

Penulis

2
BAB I

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi

Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3
cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, dan
berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang
dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram. Ginjal merupakan
alat ekresi utama dalam tubuh manusia. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan
lemak yaitu lemak pararenal dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia
yang disebut fascia gerota. Dalam potongan frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal
di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian luar) yang berwarna coklat gelap
dan medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat terang. Di bagian sinus
renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari ureter dan
disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks
rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi dua atau
tiga kaliks minor. Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan
cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis masuk
ke dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus
kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih kecil,
arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya menjadi
arteriola aferen yang menyusun glomerulus. ginjal berfungsi mengatur keseimbnga
tubuh dan mengekspresikanzat-zat yang suda tidak berguna dan beracun jika terus
berada dalam tubuh.Ginjal sangat penting bagi tibuh kita,karena ginjal bertugas
mempertahankan homeostatis bio kimiawi normal di dalam tubuh manusia , dengan
cara mengeluarkan zat sisa melalui proses filtrasi, absorbsi , dan augmentasi. Pada saat
proses urinasi , bladder berkontraksi dan uri dikeluarkan melalui uretra. (Siburian
Astuti,2016).
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi
oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan
medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler
berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal
tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan
keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.

Gambar

3
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis.
Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan
yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler
dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar
kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan
tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”.
Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit
terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane).
Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop
elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah
dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai
Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak
pada membrane basalis simpai Bowman.

4
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan
patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (”
crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler,
fibroseluler atau fibrosa. engan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus,
plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang
berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat
dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan
ginjal berupa urin.

B. Definisi Glomerulonefritis
Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari
glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus ( seperti
sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus ( agen infeksius atau proses penyakiy sistemik
yang menyertai). Hopes ( ginjal ) mengenali antigen sebagai benda asing dan mulai
membentuk antibodi untuk menyerangnya. Respons peradangan ini menimbulkan
penyebaran perubahan patofisiologi, termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus
( LFG), peningkatan permebilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein
plasma ( terutama albumin) dan SDM , dan retensi abnormal natrium dan air yang
menekan produksi renin dan aldosteron. Glumerulonefritis kerusakan funsi glomerulus
mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Ganguan ganguan pre-renal , seperti
hemokonsntrasi atau penurunan tekanan darah arteri perifer , tatu bendungan vena
ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus.
Glomerulonefritis Akut merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak.
Penyakit ini ditandai dengan hematuria yang timbul mendadak, hipertensi, edem, dan
penurunan fungsi ginjal. Meskipun penyakit ini dapat mengenai semua umur, tetapi
GNA paling sering didapatkan pada anak berumur 2–10 tahun. Angka kejadian GNA
sulit diketahui dan diperkirakan lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan dalam
kepustakaan sebab banyak pasien yang tidak terdeteksi karena gejalanya ringan atau
tidak menunjukkan gejala. Manifestasi klinis GNA sangat bervariasi, mulai dari yang
ringan atau tanpa gejala sampai yang berat. Gejala pertama yang paling sering
ditemukan adalah edem palpebra. Hematuria berat sering menyebabkan orangtua
membawa anaknya berobat ke dokter. Pada pemeriksaan fisis, selain edem, hipertensi
merupakan tanda klinis yang sering ditemukan. Manifestasi klinis yang berat dapat
juga ditemukan jika terjadi komplikasi seperti gagal ginjal, gagal jantung, atau
hipertensi ensefalopati.
Glomerulonefritis kronis (GNC) adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari
sel-sel glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan
proteinuria yang menetap. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun
setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin dan Sari, 2012).

5
C. Denisi Glomerulonefritis kronis (GNC)

Glomerulonefritis kronis (GNC) adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel
sel glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan
proteinuria yang menetap. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun
setelah cidera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria
(darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin dan Sari,
2012). Jalan penyakit GNC dapat berubah-ubah. Ada pasien yang mengalami
gangguan fungsi minimal dan merasa sehat. Perkembangan penyakitnya juga
perlahan. Walaupun perkembangan penyakit GNC perlahan atau cepat, keduanya
akan berakhir pada penyakit ginjal tahap akhir. Glomerulonefritis kronis ditandai
oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang
sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya,
dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala
insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami
glomerulonefritis kronis bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai
hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Glomerulonefritis
kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus yang seringkali
berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan dengan
penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa,
granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan
dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat
berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan
amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti
tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma).

D. Etiologi

Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah
cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi
penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan
adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada
pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi
ginjal jangka panjang yang kurang baik. Penyebab dari penyakit glomerulonefritis
kronik yaitu :

a. Lanjutan GNA (Glomerolunefritis Akut), seringkali tanpa riwayat infeksi


(Streptococcus beta hemoliticus group A)

b. Keracunan (timah hitam, tridion)

c. Penyakit sipilis

6
d. Diabetes mellitus

e. Trombosis vena renalis

f. Hipertensi kronik

g. Penyakit kolagen

h. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut. Penyakit ini
ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada usia awal sekolah dan jarang
pada anak yang lebih muda dari 2 tahun. Lebih banyak pria daripada wanita (2:1).
Timbulnya GNC (Glomerulosnefritis Cronic) didahului oleh akut (infeksi ekstra
renal, terutama di traktus respiratorius atau saluran napas bagian atas dan kulit oleh
kuman streptococus beta hemolitikus gol A). Faktor lain yang dapat menyebabkan
adalah faktor iklim, keadaaan gizi, keadaan umum dan alergi.

E. Manifentasi Klinik

Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif


lambat akibat glomerulusnefritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang ditemukan
adalah :
a. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal

b. Hematuria (kencing bercampur darah)

c. Edema pada bagian wajah biasanya sekitar mata (kelopak),

d. Penurunan kadar albumin (hipoalbuminemia)

e. Hipertensi

f. Peningkatan suhu badan

g. Sakit kepala, lemah, gelisah

h. Mual, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun

i. Ureum dan kreatinin meningkat

j. Proteinurea

k. Suhu subfebril

l. Kolesterol darah naik

m. Fungsi ginjal menurun

n. Ureum meningkat + kreatinin serum

o. Anemia

p. Gagal jantung kematian

q. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

7
F. Patofisiologi
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah
cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam
urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah
diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah
pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Gejala
glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat
berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai
hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis,
dan 10% berakibat fatal insuffisiensi ginjal. Prognosa GNK pasca streptokokus pada
anak 99% sembuh dengan sempurna. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
membantu tenaga medis untuk dapat lebih menangani penyakit Glomerulonefritis
Kronis dengan lebih tepat dan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat untuk
dapat mencegah dan mengurangi terjadinya komplikasi.

G. Woc

8
H. Pemeriksaan Diagnostik
- Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),

- Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita

- Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik

- Leukosituria serta torak selulet

- Granular

- Eritrosit(++)

- Albumin (+)

- Silinder lekosit (+).

- Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda


gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia.
- Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma
nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur
alternatif komplomen.
Menurut (Sukandar, 2016 pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
mempunyai sasaran berikut:

 Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

 Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi

 Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible


factors) 4. Menentukan strategi terapi rasional Menentukan
prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan


pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar,
2016).
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang


berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal
ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk
kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal (Sukandar,
2006).

9
2. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan


derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar,
2016).
3. Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens
kreatinin dan radionuklida (gamma camera imaging) hampir mendekati faal
ginjal yang sebenarnya (Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin,


dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal
ginjal (LFG) (Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan
tujuannya, yaitu:
a. Diagnosis etiologi PGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos


abdomen , ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde,
pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU) (Sukandar,
2006).
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan


pemeriksaan ultrasonografi (USG)

I. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.

Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti


insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak,
namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di
perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi

Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa


gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh

10
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
5. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.

6. Malnutrisi

7. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

J. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan
menangani komplikasi dengan tepat.
- Medis

a. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak


mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih, dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara
intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.
Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.
c. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-
10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
d. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

a. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan


rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
b. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa
10%.

Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan

c. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

11
K. Makanan Yang Baik
1. Putih telur, teluar adalah salah satu bahan makanan yang baik untuk penderita
sindrom nefrotik karena telur mengandung protein tinggi, albumin, dan kolestrol
rendah yang membantu tubu memenuhi akan protein
2. Susu, mengandung protein tinggi yang mampu memenuhi kebutuhan ginjal dalam
memerlukan protein untuk dilolah
3. Ikan, ikan apa saja yang dapat di konsumsi oleh penderita karena mengandung
protein yang sangat melimpah dan dapat membantu ginjal bertahan lebih lama karena
memberikan tenaga yang maksimal sehingga ginjal mampu bekerja maksimal.
4. Daging Ayam, kandungan protein didalamnya akan mengandung kinerja ginjal agar
bisa bekerja secara maksimal dan menggantikan kandungan protein yang terbuang
bersama urin. Konsumsi makanan tinggi vitamin c
5. sayur-sayuran

Cuci tangan
sebelum
makan

Batasi gula,
garam dan
minyak

12
Basahi tangan seluruhnya Gosok sabun ke telapak, Bersihkan bagian bawah
dengan air bersih mengalir. punggung tangan dan sela
jari- kuku-kuku.
jari.

Bilas dengan air bersih Keringkan tangan dengan


mengalir. handuk/tisu atau keringkan dengan
udara/dianginkan.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan
tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan tergantung dari pengkajian.
a. Pengkajian Umum
1) Keluhan Utama

Keluhan orang tua atau anak pada waktu ke rumah sakit Pasien mengeluh mual,
anoreksia, muntah, mengeluh demam, mengeluh sakit kepala/pusing, mengeluh sesak
2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Anak tampak odema, muntah, pada saat disentuh teraba hangat, mengalami, anak
tampak lemah, adanya peningkatan tekanan darah.
3) Riwayat kehamilan dan persalinan
a) Prenatal

Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Streptococus),


mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada
ibu.
b) Intra natal

Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.


4) Riwayat Neonatus

Kaji riwayat neonatus saat bayi pertama kali lahir apa ada tanda atau gejala yang mucul
dari neonatus. Pada pasien GNC biasanya tidak ditemukan tanda gejal pada usia
neonatus.

13
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami Gluronefritis
Cronic (GNC)

b) Penyakit keturunan atau diwariskan

c) Penyakit congenital atau bawaan


6) Riwayat pertumbuhan dan Perkembangan

Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

a) Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri


meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki
lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan
ayah.

b) Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

c) Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai


mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat
sederhana.

d) Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan


kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari
dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan
kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

b. Pengkajian Pola Gordon


1) Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
2) Pola nutrisi – Metabolik

Pada pasien dengan GNC akan mengalami gangguan nutrisi metabolic seperti
anoreksia, mual muntah, pembengkakan ekstremitas bawah/edema, terjadi penambahan
berat badan karena adanya pembengkakan. Suhu badan normal hanya panas hari
pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium
dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi
karena uremia.
3) Pola Eliminasi

Pada pasien GNC biasanya ditemukan oliguri dan anuria yang dapat berlangsung 2-3
hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus, Perubahan warna urine
(kuning pekat, merah)

14
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan
klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan tekanan darah mutlak selama 2
minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan darah sudah normaal selama 1
minggu.
5) Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa


lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. Peningkatan ureum darah
menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi
apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
6) Pola Tidur dan Istirahat

Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia,
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus.
7) Konsep Diri dan Persepsi Diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi
perilaku distraksi, gelisah, dan penolakan. Klien cemas dan takut karena urinenya
berwarna merah dan edema dan perawatan yang lama.
8) Peran dan Pola Hubungan

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran. Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta anak
mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
9) Pola Reproduktif dan Sexual

Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.


10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi

Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah.


11) Pola Keyakinan dan Nilai

Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.

Pengkajian fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat saki berat dengan tingkat kesadaran biasanya
composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
1) B1 (Breatihing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada

15
fase lanjut di dapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan
respons edema pilmonerdan efusi fleura.

2) B2 (Blood). Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari


peningkatan beban volume.

3) B3 (Branin). Didapatkan adanya edema wajah terutama periorbital, seklera tidak


ikteri status neurologi mengalami perubahan sesuai dengan tingkat paranya azotemia
pada sistem saraf pusat.

4) B4 (Bladder). Perubahan warna urine output seperti warna urune warnanya kola.

5) B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering


didapatkan penurunan intake nutrisi kurang dari kebutuhan. Didapatkan asites pada
abdomen.

6) B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2018), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan GNC (Glomerulonefritis) diantaranya:
a. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen

d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung kemih

e. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan fungsi metabolic

f. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

g. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil (SIKI)
(SLKI)
1 Hipervolemia berhubungan Luaran Intervensi Intervensi
dengan kelebihan asupan Utama: Utama: Utama:
cairan Keseimbangan Manajemen Manajemen
Cairan Hipervolemia Hipervolemia
Setelah Observasi Observasi
dilakukan 1. Periksa tanda 1. Mengetahui
asuhan dan gejala tanda dan gejala
keperawatan hipervolemi hipervolemia
selama 3 x 24 (mis. dispnea, yang terjadi
jam edema, suara pada pasien

16
keseimbangan napas 2. Mengetahui
cairan tambahan) penyebab
meningkat 2. Identifikasi hipervolemia
dengan kriteria penyebab pada pasien
hasil: hipervolemia 3. Mengetahui
1. Asupan keseimbangan
cairan 3. Monitor cairan
meningkat intake dan
2. Edema output cairan Terapeutik
menurun 1. Mencegah
3. Dehidrasi Terapeutik terjadinya
menurun 1. Batasi asupan hipervolemia
4. Membran cairan dan yang berlanjut
mukosa garam
membaik Edukasi
5. Turgor kulit Edukasi 1. Mencegah
membaik 1. Ajarkan cara terjadinya
membatasi edema pada
cairan pasien

2 Defisit nutrisi berhubungan Luaran Intervensi Intervensi


dengan ketidakmampuan Utama: Status Utama: Utama:
mengabsorbsi nutrien Nutrisi Manajemen Manajemen
Setelah Nutrisi Nutrisi
dilakukan Observasi Observasi
asuhan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
keperawatan status nutrisi status nutrisi
selama 3 x 24 pasien
jam status 2. Identifikasi 2.
nutrisi membaik makanan yang Meningkatkan
dengan kriteria disukai asupan makan
hasil: pasien
1. Porsi 3. Monitor 3. Mengetahui
makanan yang asupan perkembangan
dihabiskan makanan nutrisi pasien
meningkat
2. Serum Terapeutik Terapeutik
albumin 1. Lakukan oral 1. Mencegah
meningkat hygiene mual
3. Frekuensi sebelum makan,
makan jika perlu 2.
membaik 2. Sajikan Meningkatkan
4. Nafsu makan makanan secara nafsu makan
membaik menarik dan pasien

17
5. Membran suhu yang
mukosa sesuai Edukasi
membaik 1. Posisi
Edukasi nyaman pasien
1. Anjurkan dan
posisi duduk, meningkatkan
jika mampu nafsu makan

3 Intoleransi aktivitas Luaran Intervensi Intervensi


berhubungan dengan Utama: Utama: Utama:
ketidakseimbangan antara Toleransi Manajemen Manajemen
suplai dan kebutuhan Aktivitas energi energi
oksigen Setelah Observasi Observasi
dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui
asuhan kelelahan fisik tingkat
keperawatan dan mental kelelahan fisik
selama 3 x 24 pasien
jam toleransi Terapeutik
aktivitas 1. Lakukan Terapeutik
meningkat latihan rentang 1. Melatih gerak
dengan kriteria gerak pasif atau pasien
hasil: aktif
1. Frekuensi Edukasi
nadi meningkat Edukasi 1. Membatasi
2. Keluhan lelah 1. Anjurkan gerak pasien
menurun tirah baring 2. Melatih
3. Perasaan 2. Anjurkan aktivitas pasien
lemah menurun melakukan secara bertahap
4. Warna kulit aktivitas secara
membaik bertahap Kolaborasi
5. Tekanan Kolaborasi 1. Menjaga
darah membaik 1. Kolaborasi asupan nutrisi
dengan ahli gizi pasien
tentang cara
meningkatkan
asupan
makanan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap
implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
tindakan tersebut (Kozier et al., 2016).
5. Evaluasi Keperawatan

18
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan, dalam konteks ini
aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika klien dan professional
kesehatan menentukan kemajuan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil dan
keefektifan rencana asuhan keperawatan. Evaluasi adalah aspek penting proses
keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah evaluasi
keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau dirubah (Kozier et al., 2016).
Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan menurut (Dinarti et al.,
2015) yaitu format SOAP yang terdiri dari :
a. Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien. Pada pasien apendiktomi
dengan nyeri akut diharapkan pasien tidak mengeluh nyeri atau nyeri berkurang

b. Objektive, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga. Pada pasien
dengan retensi urin indikator evaluasi

c. Analisys, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis dala bentuk
masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah tujuan telah tercapai, perawat dapat
menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan :
1) Tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama dengan hasil yang diharapkan

2) Tujuan tercapai sebagian;, yaitu hasil yang diharapkan hanya sebagian yang berhasil
dicapai (4 indikator evaluasi tercapai)

3) Tujuan tidak tercapai


d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analog.

19
Contoh Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA “An.A”


DENGAN GLOMERULONEFRITIS KRONIS

Kasus
Seorang An. A berusia 7 tahun berjenis kelamin laki-laki dengan diagnosis GNC
(Gluronefritis Cronic), pasien beragama islam berkebangsaan Indonesia dan suku
Jawa. Pasien tinggal bersama dengan orang tuanya yang beralamat di Jalan Kota Baru
Jambi Selatan. Pasien datang ke rumah sakit pada tanggal 01 Desember 2021, pukul
09.00 WIB diantar oleh kedua orang tuanya dengan nomor register 325832. Pada saat
pengkajian, ayah pasien mengatakan pasien anaknya demam, pasien mengeluh mual-
mual hingga merasa lemas, nafsu makan menurun sehingga berat badan pasien
mengalami penurunan dari berat badan sebelumnya, pasien mengeluh selalu merasa
haus dan ingin kencing pada malam hari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan turgor
kulit buruk, kulit terasa hangat, mukosa pucat, CRT>2 detik, tidak terdapat luka, warna
kulit putih, tidak terdapat nyeri tekan, TD: 130/100mmHg, S: 38,00C, N: 92x/menit,
RR: 22x/menit. Pada hasil pemeriksaan laboratorium UL yaitu Albumin (+), Natrium
urine 50 mEq/L, Hb: 8 gr/dL, BUN: 20 mg/dL, Creatinin: 2 mg/dL, Na: 120 mEq/L, K:
6,5 mEq/L.
I. Pengkajian

1. Identitas
Identitas Anak
Nama : An. A
Umur : 7 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat lengkap : Jalan Kota Baru Jambi Selatan
No. Register : 325832
Diagnosa modik : GNC (Gluronefritis Cronic)
Tanggal pengkajian : 1 Desember 2021 / 09.00 WIB
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. K
Jenis kelamin : Laki – laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Jalan. Tangkuban Perahu, Denpasar
Hub.dengan klien : Ayah Kandung

2. Riwayat Kesehatan

20
a. Keluhan Utama

Keluarga mengatakan An.A mengeluh badannya terasa panas


b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien datang diantar oleh orang tua dikeluhkan badannya terasa panas dan pasien
tidak mau makan sehingga pasien lemas. Pasien juga dikeluhkan mual – mual sejak
kemarin.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti
sekarang ini. Biasanya pasien hanya sakit seperti demam dan batuk dan di beri obat
penurun panas yang di beli di warung atau toko obat.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami penyakit seperti ini. Dalam
keluarga pasien tidak mempunyai penyakit keturunan seperti Hipertensi, Diabetes
Melitus, dan Hepatitis.
e. Riwayat Kehamilan

1) Masa prenatal
Selama kehamilan ibu memeriksakan kandunganya ke Puskesmas atau ke bidan desa.
Pada saat hamil ibu tidak ada riwayat mengonsumsi minuman alkohol dan obat-obatan.

2) Masa intranatal
Ibu pasien melahirkan secara normal dan spontan dibantu oleh bidan desa, waktu
melahirkan tidak terdapat kelainan pada anak, anak lahir normal dengan berat badan
3500 gr dan panjang 48 cm.
3) Masa post – natal

Anak diberikan ASI ekslusif hingga berumur 6 bulan dan setelah itu ditambah dengan
pemberian susu formula dan makanan pendamping ASI.
f. Riwayat Imunisasi

Keluarga mengatakan pasien mendapatkan imunisasi di Posyandu (BCG, polio dan


hepatitis).

3. Pengkajian Pola Gordon

a. Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan


Keluarga pasien mengatakan jika anaknya sakit atau anggota keluarga sakit langsung di
bawa ke pelayanan kesehatan terdekat. Orang tua pasien mengetahui tentang personal
hygiene terutama tentang kebersihan anaknya, anak mandi di rumah 2x/hari mandi
pakai sabun, memotong kuku 1x/seminggu, dan menggosok gigi pasien.

b. Pola Nutrisi – Metabolik

21
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien memang susah untuk makan. Makan
hanya setengah porsi. Pasien makan 3x sehari. Pasien biasa minum air 100-200 ml
setiap habis makan.
Setelah MRS : Keluarga mengatakan pasien makan hanya ¼ porsi makanan karena
merasa mual-mual dan muntah. Pasien minum air 200-300 ml setiap habis makan
selalu merasa haus. Nafsu makan berkurang.

c. Pola Eliminasi
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien kencingnya sedikit-sedikit tapi sering,
kencing berwarna kuning keruh dan BAB 2 hari sekali, bau khas feces, konsistensi
lembek, feces berwarna kuning.
Setelah MRS : Pasien kencing sedikit-sedikit tapi sering, volume urine 50-100 ml/24
jam, urie berwarna kuning keruh kadang bercampur darah, bau khas urine. Pasien tidak
mengalami masalah pada BAB, frekuensi 1 kali sehari, konsistensi lembek, berwarna
kuning dan bau khas feces.

d. Pola Aktivitas dan Latihan


Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien biasa beraktivitas bermain dengan teman-
temannya. Pasien juga dikatakan sering mengeluh cepat lelah.
Setelah MRS : Keluarga mengatakan anak sering cepat merasa lelah, pasien kelihatan
lemah, hanya diam di dalam kamar saja dan sulit berkosentrasi.

e. Pola Persepsi Kognitif


Keluarga pasien mengatakan sangat memperhatikan anaknya serta keluarga
mengatakan sakit anaknya murni karena medis dan bukan karena hal gaib.

f. Pola Tidur dan Istirahat


Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pada saat di rumah anaknya tidak memiliki
masalah dalam pola tidur dan istirahat, anak biasa tidur 8-10 jam/hari. Anak tidak biasa
tidur siang dan pada malam hari tidak terbangun.
Setelah MRS : Pasien mengatakan mengalami sulit tidur karena sering buang air kecil
di malam hari sehingga tidur malam hari pasien terganggu.

g. Konsep Diri dan Persepsi Diri


Sebelum MRS : Keluarga mengatakan anak tidak pernah mengeluh tentang konsep
dirinya. Pasien merasa nyaman dengan dirinya. Keluarga menganggap bahwa anaknya
tidak mengalami masalah dirinya.
Setalah MRS : Keluarga mengatakan anaknya sering mengeluh lemas.

h. Peran dan Pola Hubungan


Sebelum MRS : Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit peran dan hubungan pasien
dengan ayah ibunya baik.

22
Saat MRS : Keluarga pasien mengatakan peran dan hubungan pasien dengan ayah ibu
tetap terjalin dengan baik. Saat ini orangtuanya selalu mendampingi anaknya selama
masa perawatan di RS.

i. Pola Reproduktif dan Sexual


Keluarga mengatakan anaknya berjenis kelamin laki-laki dan berusia 7 tahun, tidak ada
masalah pada alat reproduksi pasien.

j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi


Keluarga pasien mengatakan anaknya ketakutan melihat perawat ataupun dokter yang
datang. Keluarga selalu mendapat dukungan dari semua pihak saat anaknya mengalami
sakit dan selalu membicarakan kepada anggota keluarga yang lain jika memiliki
masalah

k. Pola Keyakinan dan Nilai


Keluarga mengatakan anaknya beragama Islam. Keluarga mengatakan selalu berdoa
dan melakukan persembahyangan untuk proses kesembuhan anaknya. Keluarga juga
mengatkan selalu mengimbangi proses perawatan medis di rumah sakit dengan berdoa
untuk proses penyembuhan.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Lemas


Kesadaran : Compos mentis
TD : 130/100 mmHg
TB / BB : 100 cm / 25,8 Kg
BB saat pengkajian : 22 Kg
RR : 22x/menit
Nadi : 92x/menit
Suhu : 38,0°C

c. Keadaan Fisik

1) Kepala dan leher


Inspeksi : Penyebaran rambut bersih merata, warna rambut tampak hitam, bentuk
kepala normochepali, tidak adanya luka, edema pada wajah (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daerah leher, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid dan limpfe usus normal.

2) Kulit
Inspeksi : Turgor kulit buruk, CRT>2 detik, tidak ada luka/ lesi.

3) Mata

23
Inspeksi : Bentuk mata secara umum simetris antara kanan dan kiri, sklera berwarna
putih, konjungtiva berwarna merah muda, edem asekitar mata (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

4) Hidung
Inspeksi : Keadaan umum hidung bersih, tidak terdapat adanya sumbatan jalan napas
pada hidung, tidak terdapat perdarahan ataupun peradangan dan secret atau pus yang
keluar dari hidung, terdapat pernapasan cuping hidung.
Palpasi : Tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan pada hidung.

5) Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga simetris antara kanan dan kiri, telinga bersih, tidak terlihat
adanya serumen, ataupun perdarahan dari telinga, tidak terdapat adanya kelainan pada
telinga.

6) Mulut dan gigi


Inspeksi : Hasil pengkajian mulut dan fungsi organ pencernaan bagian atas, keadaan
umum mukosa bibir tampak lembab, tidak terdapan gangguan menelan pada pasien,
tidak ada gigi berlubang.

7) Thorax
Inspeksi : Perkembangan dada seimbang antara ekspirasi dan inspirasi, bentuk dada
simetris antara kanan dan kiri, tidak terdapat penggunaan otot bantu napas
Palpasi : Tidak terdapat adanya kelainan bentuk, pada dada, tidak adanya benjolan.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, bunyi jantung S1 S2 tunggal

8) Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris
Auskultasi : Peristaltik usus ada 14x/menit
Perkusi : Perut kembung (disteni abdomen)
Palpasi : Turgor kulit jelek, tidak adanya asites, tidak ada nyeri tekan.

9) Genetalia
Pada bagian genetalia tampak bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada nyeri
tekan.

10) Ekstermitas
Bentuk semetris, tidak ada luka / faktur pada ekstrimitas bawah, dan tidak ada
kekakuan sandi. Terpasang infus di tangan kiri NaCl: 8 tpm

5. Pemeriksaan Laboratorium

a. Hasil lab UL : Albumin (+), Natrium urine 100 mEq/L,

b. Hasil lab DL : Hb 8 gr/dL

24
c. Hasil lab fungsi ginjal : BUN 22 mg/dL, Creatinin 2 mg/dL

d. Hasil lab elektrolit : Na 120 mEq/L, K 6,5 mEq/L

II. Analisa Data


No Data fokus Etiologi Masalah

1 DS : Respon inflamasi Hipertermi


mengatakan anaknya demam
DO :
Kulit terasa hangat
S : 38,00C Aktivasi
hipotalamus
(thermoregulator)

Demam

Hipertermi

2 DS Sekresi protein Defisit nutrisi


terganggu
Keluarga mengatakan anak makan
hanya ¼ porsi makanan karena
sering merasa mual dan muntah.
Nafsu makan menurun syndrome uremia

Pasien mengatakan kenyang setelah


makan
Gangguan
DO
keseimbangan
As.basa
BB mengalami penurunan sebelum
sakit 25,8 kg saat dilakukan
pengkajian BB : 22 kg

Produksi asam
meningkat
Mukosa pucat

Albumin : 2.20
Nausea, vomitus

25
Defisit nutrisi

3 DS Pembentukan Gangguan eliminasi


kompleks urine
Pasien mengatakan sering buang air antigenantibodi
kecil tapi sedikit di malam hari dalamdinding
(nokturia) dan kadang bercampur kapiler
darah

Selalu merasa haus Enzim lisosom


merusak membran
DO dasar glomerular

Natrium urine 100 mEq/L


Eritrosit bermigrasi

Hb 8 gr/dL melalui dinding sel


yang rusak

BUN 22 mg/dL,

Manifestasi
Creatinin 2 mg/dL
hematuria

Perubahan eliminasi

Gangguan eliminasi
urine

III. Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi) dibuktikan dengan
keluarga mengatakan anaknya demam, kulit pasien terasa hangat, suhu 38,00C

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien


dibuktikan dengan keluarga mengatakan anak hanya makan ¼ porsi, mengatakan
kenyang setelah makan, mual muntah (+), berat badan sebelum sakit 25,8 kg saat dikaji
berat badan 22 kg, mukosa pucat, albumin 2.20.

3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung kemih dibuktikan


pasien sering buang air kecil tapi sedikit di malam hari (nokturia) dan kadang

26
bercampur darah, selalu merasa haus, Natrium urine 100 mEq/L, BUN 22 mg/dL,
Creatinin 2 mg/dL.

IV. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil (SIKI)
(SLKI)
1 Hipertermia berhubungan Luaran Intervensi Intervensi
dengan proses penyakit Utama: Utama: Utama:
(infeksi) Termoregulasi Manajemen Manajemen
Setelah Hipertermia Hipertermia
dilakukan Observasi Observasi
asuhan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
keperawatan penyebab penyebab
selama 3 x 24 hipertermia hipertermia pada
jam (mis. dehidrasi, pasien
termoregulasi terpapar
membaik lingkungan 2. Mengetahui
dengan kriteria panas, suhu tubuh pada
hasil: pengguanaan pasien
1. Mengigil inkubator) 3. Mengetahui
menurun 2. Monitor komplikasi
2. Kulit merah suhu tubuh hipertermia pada
menurun pasien
3. Suhu tubuh 3. Monitor
membaik komplikasi Terapeutik
4. Suhu kulit akibat 1. Membantu
membaik hipertermia mempermudah
5. Tekanan penguapan panas
darah membaik Terapeutik 2. Mencegah
1. Longgarkan terjadinya
atau lepaskan
pakaian dehidrasi sewaktu
panas
2.Berikan 3. Mempercepat
cairan oral dalam penurunan
produksi panas
3. Lakukan
pendinginan Edukasi
eksternal (mis. 1. Mencegah
selimut terjadinya
hipotermia atau komplikasi dan
kompres dingin mempercepat
pada dahi, proses

27
leher, dada, penyembuhan
abdomen,
aksila) Kolaborasi
1. Memperbaiki
Edukasi atau mencegah
1. Ajarkan tirah ketidakseimbangan
baring cairan dan
elektrolit
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena

2 Defisit nutrisi Luaran Intervensi Intervensi


berhubungan dengan Utama: Status Utama: Utama:
ketidakmampuan Nutrisi Manajemen Manajemen
mengabsorbsi nutrien Setelah Nutrisi Nutrisi
dilakukan Observasi Observasi
asuhan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
keperawatan status nutrisi status nutrisi
selama 3 x 24 pasien
jam status 2. Identifikasi 2. Meningkatkan
nutrisi membaik makanan yang asupan makan
dengan kriteria disukai pasien
hasil: 3. Mengetahui
1. Porsi 3. Monitor perkembangan
makanan yang asupan nutrisi pasien
dihabiskan makanan
meningkat Terapeutik
Terapeutik 1. Mencegah mual
2. Serum 1. Lakukan oral 2. Meningkatkan
albumin hygiene nafsu makan
meningkat sebelum pasien
3. Frekuensi makan, jika
makan perlu Edukasi
membaik 2. Sajikan 1. Posisi nyaman
4. Nafsu makan makanan secara pasien dan
membaik menarik dan meningkatkan
5. Membran suhu yang nafsu makan
mukosa sesuai 2. Pemberian
membaik nutrisi yang sesuai
Edukasi dengan pasien
1. Anjurkan
posisi duduk, Kolaborasi

28
jika mampu 1. Menyesuaikan
2. Ajarkan diet nutrisi dengan
yang kebutuhan pasien
diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan,
jika perlu

3 Gangguan eliminasi urine Luaran Intervensi Intervensi


berhubungan dengan Utama: Utama: Utama:
iritasi kandung kemih Eliminasi Manajemen Manajemen
Urine Eliminasi Eliminasi Urine
Setelah Urine Observasi
dilakukan Observasi 1. Mengetahui
asuhan 1. Identifikasi gangguan yang
keperawatan tanda dan terjadi pada pasein
selama 3 x 24 gejala retensi 2. Mengetahui
jam eliminasi atau karateristik urine
urine membaik inkontinensia
dengan kriteria urine Terapeutik
hasil: 2. Monitor 1. Mencegah
1. Sensasi eliminasi urine terjadinya edema
berkemih (mis.
meningkat Frekuensi, Edukasi
2. Frekuensi konsistensi, 1. Mengetahui
BAK membaik aroma, volume, tanda dan gejala
3. Karakteristik dan warna) infeksi saluran
urine membaik kemih
Terapeutik 2. Mengetahui
1. Batasi keseimbangan
asupan cairan, cairan pada pasien
jika perlu
Kolaborasi
Edukasi 1. Melancarkan
1. Ajarkan berkemih
tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih

29
2. Anjurkan
mengukur
asupan cairan
dan haluaran
urine

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
supositoria
uretra, jika
perlu

V. Implementasi
Tanggal No. Jam Evaluasi
Dx Implementasi

01 – 10– 01 10.00 WIB Mengidentifikasi DS: Keluarga pasien


2021 penyebab hipertermia mengatakan anaknya
(mis. dehidrasi, terpapar panas dan dehidrasi
lingkungan panas, DO: Pasien tampak
pengguanaan inkubator) lemas, badan teraba
hangat, Suhu: 38.0º C

13.00 WIB Memonitor suhu tubuh DS: Keluarga pasien


mengatakan anaknya
panas dan dehidrasi
DO : TD:
130/100mmHg, RR: 22
x/menit, N: 92 x/menit,
suhu 38.0º C

DS: -
Memonitor komplikasi DO: Tidak ada
16.00 WIB
akibat hipertermia komplikasi yang terjadi
pada pasien
01 – 10– 02 10.00 WIB Mengidentifikasi status DS: Pasien mengatakan
2021 nutrisi merasa mual
DO: Pasien tampak
lemas, BB 22 kg

Mengidentifikasi makanan DS: Pasien mengatakan


yang disukai merasa mual
DO: Pasien tampak
lemas, BB 22 kg

30
13.00 WIB Memonitor asupan DS: Keluarga
makanan mengatakan pasien
makan hanya ¼ porsi
makanan karena merasa
mual-mual dan muntah
DO: Pasien tampak
lemas

01 – 10– 03 10.00 WIB Mengidentifikasi tanda DS: Keluarga pasien


2021 dan gejala retensi atau mengatakan pasien
inkontinensia urine sering buang air kecil
tapi sedikit di malam
hari (nokturia) dan
kadang bercampur darah

13.00 WIB Memonitor eliminasi urine DO: Pasien tampak


(mis. Frekuensi, lemas, Natrium urine
konsistensi, aroma, 100 mEq/L, Hb 8 gr/dL,
volume, dan warna) BUN 22 mg/dL,
Creatinin 2 mg/dL

DS: -
DO: Frekuensi 8-10 kali
sehari, urine keruh
kadang bercampur
darah, bau khas urine,
volume urine 50-100
ml/24 jam warna kuning
keruh

02 – 10– 01 10.00 WIB Melongggarkan atau DS: -


2021 lepaskan pakaian DO: Pasien tampak mau
dilonggarkan
10.pakaiannya, pasien
kooperatif

13.00 WIB Melakukan pendinginan DS: -


eksternal (mis. selimut DO: Pasien tampak
hipotermia atau kompres menggunakan selimut

31
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)

02 – 10– 02 10.00 WIB Melakukan oral hygiene DS: -


2021 sebelum makan, jika perlu DO: Pasien tampak
tidak mau melakukan
oral hygiene karena
lemas dan mual

13.00 WIB Menyajikan makanan DS: -

secara menarik dan suhu DO: Makanan disajikan

yang sesuai dalam keadaan yang


hangat

02 – 10– 03 10.00 WIB Membatasi asupan cairan, DS: -


2021 jika perlu DO: Pasien tampak
minum sedikit
03 – 10– 02 10.00 WIB Mengidentifikasi status DS: Pasien mengatakan
201 nutrisi mual berkurang
DO: Pasien tampak
sedikit lemas, nafsu
makan meningkat, BB
22, 5 kg

13.00 WIB Memonitor asupan DS: Pasien mengatakan


makanan mual berkurang
DO: Pasien mampu
menghabiskan 1 porsi
makanan
03 – 10– 03 10.00 WIB Memonitor eliminasi urine DS: Pasien mengatakan
2021 (mis. Frekuensi, ingin banyak minum
konsistensi, aroma, DO: Pasien BAK 4 – 6
volume, dan warna) kali sehari, urine encer,
bau khas urine, volume
urine 500 - 600 ml/24
jam warna kuning jernih

13.00 WIB Memonitor eliminasi urine DS: Pasien mengatakan


(mis. Frekuensi, ingin minum
konsistensi, aroma, DO: Pasien minum
volume, dan warna) ±1000 – 2000 ml sehari,
BAK 500 – 600 cc per
hari

32
VI. Evaluasi Keperawatan
Tanggal No. Dx Evaluasi

03/10/2021 01 S: Keluarga pasien mengatakan anaknya sudah tidak demam lagi


O: Pasien tampak membaik, mukosa bibir membaik, tidak teraba
panas, TD: 120/80 mmHg, Nadi: 90 x/mnt, RR: 22 x/mnt, Suhu:
36.5ºC
A: Tujuan tercapai, Masalah teratasi
P: Pertahankan kondisi pasien
03/10/2021 02 S: Pasien mengatakan tidak mual lagi
O: Pasien tampak membaik, membran mukosa membaik, nafsu
makan meningkat, pasien mampu menghabiskan 1 porsi
makanannya, BB 22.6 kg,
A: Tujuan tercapai, Masalah teratasi
P: Pertahankan kondisi pasien
03/10/2021 03 S: Pasien mengatakan ingin minum
O: Pasien tampak membaik, pasien BAK 4 – 6 kali sehari, urine
encer, bau khas urine, volume urine 500 - 600 ml/24 jam warna
kuning jernih
A: Tujuan tercapai, Masalah teratasi
P: Pertahankan kondisi pasien

33
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI,(2016). Buku Pintar Kesehatan & Gizi : Pertemuan
Peningkatan Keluarga (P2K2) Program keluarga Harapan (PkH)

PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:


Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

PPNI. 2018. StandarIntervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

Muttaqin, Arif. Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Yusria Lana Dkk (2020) : DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN


GLOMERULONEFRITIS KRONIK : ISSSN : 2721-2882

Umboh Valentine Dkk (2018) : Gambaran Klinis Glomerulonefritis


Akut Pada Anak Di Rsup Prof. Dr. R.D.Kandou Manado

34

Anda mungkin juga menyukai