TUTORIAL Klinis TINEA PEDIS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

REFLEKSI KASUS

TINEA CORPORIS

Pembimbing :
dr. Dwi Retno Adi Winarni, Sp.KK (K)

DisusunOleh:
Soleman Wado (42170167)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT KELAMIN

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

PERIODE 18 DESEMBER 2017 – 22 JANUARI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2017
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. A
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Konsultan Lingkungan
Alamat : Yogyakarta
Kunjungan ke klinik : 3 Januari 2018

II. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Kulit dada memerah dan kering
B. Riwayat penyakit sekarang :
Kulit dada memerah dan kering sudah setahun ini, sering berkeringat, jika
berkeringat terasa gatal, jika gatal pasien tidak menggaruk, tidak nyeri dan panas, lesi
tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain sering bergantian handuk dengan anggota
keluarga.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat asma.
D. Riwayat operasi
Pasien tidak memiliki riwayat operasi.
E. Riwayat alergi
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi.
F. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan ayah kandung mengalami keluhan yang sama dan sampai
sekarang belum sembuh.
G. Riwayat pengobatan
Kalpanax
H. Gaya Hidup
Pasien merupakan pekerja kantoran di jakarta, lingkungan kerja dan rumah
pasien dalam keadaan bersih, pasien mandi 2 kali sehari, pasien dan mengganti
pakaian dan pakaian dalamnya setelah mandi. Pasien sering menggunakan handuk
secara bersama-sama dengan anggota keluarga.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Cukup
Nadi dan RR : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorak : Sesuai status lokalis
Aksila : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
UKK :
Pada regio sternal terdapat patch eritem sebagian berbatas tegas dan sebagian
tidak dengan tepi yang lebih aktif dibandingkan bagian sentral, multipel, dengan ukuran
numular

IV. DIAGNOSA BANDING


1. Dermatitis numularis
2. Pytiriasis rosea

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diusulkan untuk pemeriksaan :
- Mikroskopis dari kerokan kulit dan skuama dengan KOH

VI. DIAGNOSA
1. Tinea corporis

VII. TATALAKSANA
R/ Miconazol cream 2% tube no.1
S 2 ddue

R / cetirizine tab 10 mg no. XV


S 1 dd tab 1 pc

VIII. EDUKASI
1. Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan penyakit
2. Edukasi pasien dan keluarga untuk menjaga hygene tubuh
3. Sampaikan penyakit ini tidak berbahaya namun dapat berulang
4. Jangan digaruk
5. Jangan menggunakan perlengkapan mandi secara bersama-sama
IX. PROGNOSIS
 Prognosis ad vitam : bonam
 Prognosis ad functionam : dubia ad bonam
 Prognosis ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA PEDIS

DEFINISI
Tinea pedis merupakan infeksi kulit dari jamur superfisial pada kaki.5 Tinea pedis
adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki. Istilah
dermatofitosis di sini menunjukkan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk atau
stratum korneum pada lapisan epidermis di kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita.2

EPIDEMIOLOGI
Indonesia merupakan area yang baik untuk pertumbuhan jamur. Insidensi penyakit
jamur yang terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93% -
27,6%, namun tidak dapat digeneralisasi dalam populasi umum. 1 Sistem kekebalan tubuh
setiap orang menentukan hasil paparan dari infeksi jamur. Pada orang dewasa, kulit kaki yang
retak akan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi tinea. 5 Prevalensi tinea pedis
disebutkan sekitar 10%, yang biasanya disebabkan oleh alas kaki yang tertutup. 7 Sementara
itu pada penghuni lansia di institusi perawatan jangka panjang di Jepang, prevalensi tinea
pedis adalah 20 – 30%.3 Tinea pedis banyak terlihat pada orang yang dalam kehidupan sehari-
harinya banyak bersepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk dan para pekerja
dengan kaki yang selalu atau sering basah. Penderita tinea pedis biasanya orang dewasa.
Penyakit ini tidak begitu sering dilihat di poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di
berbagai kota besar di Indonesia.1

ETIOLOGI
Tinea corporis merupakan infeksi dermatofita. Dermatofita adalah golongan jamur
yang bersifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, terbagi
dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.1

PATOGENESIS
Patogenesis dermatofita terdiri dari 3 tahap1 :
1. Adherence/ pengikatan : fungi harus berkompetisi dalam proses infeksinya (resisten
terhadap sinar UV, tahan berbagai temperatur dan kelembaban, kompetitif terhadap
flora normal kulit, dsb)
2. Penetrasi : spora akan tumbuh dan memasuki stratum korneum dengan kecepatan
yang lebih cepat dari waktu deskuamasi epidermis. Penetrasi didukung dengan
keluarnya enzim proteinase, lipase, dan musinolitik yang juga membantu
pembentukan nutrisi bagi fungi. Trauma dan maserasi merupakan faktor penting yang
memudahkan penetrasi fungi terutama pada kasus tinea pedis. Fungal mannans pada
dinding sel dermatofita juga dapat menurunkan proliferasi sel keratinosit.
3. Development a host response : awalnya muncul berupa eritem dan skuama yang
menandakan terjadinya peningkatan pergantian keratinosit. Antigen dermatofit
diproses oleh sel Langerhans epidermis dan dipresentasikan di nodus limfe lokal
menuju ke limfosit T. Kemudian limfosit T mengalami proliferasi dan bermigrasi ke
lokasi untuk membunuh jamur dan pada waktu tersebut lesi menjadi inflamasi,
sehingga barier epidermal menjadi permeabel terhadap transferin dan migrasi sel.

MANIFESTASI KLINIS

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan sediaan basah dilakukan langsung menggunakan mikroskop, mula-mula
dengan perbesaran 10x10, kemudian perbesaran 10x45. Sediaan basah dilakukan dengan
meletakkan bahan di atas deck glass, kemudian ditambah 1 – 2 tetes larutan KOH.
Konsentrasi larutan untuk sediaan rambut adalah 10%, untuk kulit dan kuku 20%. Setelah
sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15 – 20 menit untuk melarutkan jaringan.
Dalam mempercepat proses pelarutan, dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil
hingga mulai keluar uap. Penambahan zat warna seperti tinta Parker superchroom blue black
pada sediaan KOH akan menampakkan elemen jamur dengan lebih nyata. Pada sediaan kulit
yang tampak adalah hifa sebagai 2 garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang maupun
spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati.1
Pemeriksaan kultur diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan
basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan
bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium
agar dekstrosa Saboraud. Pada agar Saboraud dapat ditambahkan antibiotik (kloramfenikol)
atau ditambah pula klorheksimit. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan
kontaminasi bakteri maupun jamur kontaminan.1
Pemeriksaan histopatologis dapat dilakukan untuk mendukung dan melengkapi
penegakan diagnosis. Gambaran histopatologis dari tinea corporis adalah hifa pada lapisan
superfisial dari epidermis.1

DIAGNOSIS BANDING

TATALAKSANA
1. Antifungal topikal 1
Digunakan untuk pengobatan penyakit jamur yang terlokalisir. Efek sampingnya
minimal dan biasanya berupa dermatitis kontak alergi. Antifungal topikal adalah sebagai
berikut :
a.Imidazol topikal :
- Klotrimazol 1% : 2x sehari dalam waktu 2 – 4 minggu
- Ketoconazole krim 2% : diberikan selama 2 – 4 minggu
b. Tolnaftat 1% : 2 – 3x sehari selama 7 – 21 hari
c. Piridones topikal
- Sikolopiroksolamin krim 1% : 2x sehari
d. Alilamin topikal
- Terbinafin : selama 1 – 4 minggu
e.Antijamur topikal lainnya
- Asam benzoat dan asam salisilat : perbandingan 2:1
- Asam undesilenat
- Haloprogin 1%
2. Antifungal sistemik 1
- Griseofulvin : 0,5 – 1 g untuk orang dewasa, 0,25 – 0,5 g/ hari atau 10 – 25
mg/kgBB/hari untuk anak-anak
- Ketokonazole : 200 mg/ hari selama 10 hari – 2 minggu
- Itrakonazole : 2 x 100-200mg/hari selama 3 hari
- Terbinafin : 62,5 – 250 mg/ hari selama 2 – 3 minggu

PROGNOSIS
Pengobatan selama beberapa minggu pada tinea pedis (Athlete’s foot) biasanya
berhasil baik. Infeksi tinea pedis kronis atau berulang dapat dapat sembuh dengan pengobatan
ini, tetapi diperlukan perubahan signifikan dalam perawatan kaki dan beberapa minggu
pengobatan. Kasus yang lebih parah membutuhkan pengobatan oral, bahkan penderita tetap
dapat berisiko mengalami infeksi berulang jika tidak melakukan tindakan pencegahan.
Sebagian kasus Athlete’s foot sembuh dalam waktu 2 minggu. Kasus yang lebih parah
mencapai waktu 1 bulan atau lebih lama dengan asumsi penyebabnya adalah infeksi jamur.2
DAFTAR PUSTAKA

Budimulja, U (2010) Mikosis, dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam
Cetakan Kedua. Jakarta : Balai Penerbitan FK UI..
Emedicine. Available from http://www.emedicinehealth.com/athletes_foot/page9_em.htm
[Accessed 09/09/2017]
Gojiro, N dkk (2014) The Prevalence of Skin Eruptions and Mycoses of The Buttocks and
Feet in Aged-Care Facility Residents : A Cross-Sectional Study [Journal]. Tokyo :
Archieves of Gerontology and Geriatrics.
Jacob WC (2016) Keratosis Palmaris et Plantaris [Online]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/ [Accessed 11/09/2017]
Kumar V dkk (2011) Tinea Pedis : An Update. Asian Journal of Medical Sciences 2.
UPN Veteran Jakarta. Available from :
www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311032/bab%202.pdf [Accessed
10/09/2017]
Wolf K dkk (2003) Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 6th ed. New York :
McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai