Makalah Kel 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN SOSIAL DAN BUDAYA PADA PERAWATAN PALIATIF

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


1. JULITA SRIASTUTI KADALUAD (19142010015)
2. FERDINANDA REFUALU (19142010026)
3. ISABELLA LENGKEY (19142010053)
4. ARINI RUMENGAN (19142010199)
5. SEFANYAKOLIBU (19142010152)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO


FAKULTAS KEPERAWATAN
T/A 2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
“Tinjauan Sosial dan Budaya Pada Perawatan Paliatif” ini.
Makalah ilmiah ini telah kami susun secara maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaikinya dalam
penulisan makalah selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Tinjauan Sosial dan Budaya
Pada Perawatan Paliatif” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Sumenep, 15 Desember 2018

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan
pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan
dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya
adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut tidak mendapatkan
perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada akhirnya berakar pada konsep terapi
yang eksklusif dalam menyembuhkan penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil tindakan
paliatif baru dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif.
Padahal seharusnya, palliative care dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan
rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care yang
dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang telah meluas
menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis, cultural, dan spiritual.
Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita
penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang Palliative Care untuk mengulas materi
tersebut lebih dalam.

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah definisi perawatan paliatif?


2. Bagaimanakah pengertian social dan budaya?
3. Bagaimanakah aspek budaya yang mempengaruhi kesehatan?
4. Bagaimanakah aspek social yang berpengaruh terhadap kesehatan?
5. Bagaimanakah tinjauan social dan budaya dalam perawatan paliatif?

Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi perawatan paliatif.


2. Untuk mengetahui pengertian social dan budaya.
3. Untuk mengetahui aspek budaya yang mempengaruhi kesehatan.
4. Untuk mengetahui aspek social yang berpengaruh terhadap kesehatan.
5. Untuk mengetahui tinjauan social dan budaya dalam perawatan paliatif.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada penderita yang
sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang dideritanya. Pasien sudah tidak
memiliki respon terhadap terapi kuratif yang disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan
ini mencakup penderita serta melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa,
dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang
sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau
spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016). 2.2

Sosial dan Budaya


Pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala
sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan. Sedangkan kebudayaan atau kultur
yang dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya.
Menurut Andreas Eppink, sosial budaya atau kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata
nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut.
Sedangkan menurut Burnett, kebudayaan adalah keseluruhan berupa kesenian, moral, adat
istiadat, hukum, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang
didapat seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks. Dari kedua
pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa social budaya memang mengacu pada kehidupan
bermasyarakat yang menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri.

Sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan oleh manusia dengan pikiran dan
budinya dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk
tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses
terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut
hubungannya dengan kesehatan..
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai
masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaanlah yang
memberi corak pengalaman individuindividu masyarakat.
Green dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perilaku manusia dari tingkat
kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour cause) dan faktor di
luar perilaku (non-behaviour cause). Perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga factor, yaitu :
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-
obatan, air bersih dan sebagainya.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat

Aspek Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan


1. Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit.
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep
sehat dan sakit versi sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh makhluk halus,
guna-guna, dan dosa) Kepercayaan.
2. Kepercayaan
dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku kesehatan, beberapa
pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-kadang memberi pengaruh negatif
terhadap program kesehatan. Sifat fatalistik atau fatalism adalah ajaran atau paham
bahwa manusia dikuasai oleh nasib. Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan
menganggap bahwa penyakit adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian adalah kehendak
Allah. Jadi, sulit menyadarkan masyarakat untuk melakukan pengobatan saat sakit.
3. Pendidikan.
Masih banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah, petunjuk-petunjuk
kesehatan sering sulit ditangkap apabila cara menyampaikannya tidak disesuaikan
dengan tingkat pendidikan khayalaknya.
4. Nilai Kebudayaan
Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang mempunyai
perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu. Nilai kebudayaan ini
memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi masyarakat terhadap kebutuhan dan
pilihan mereka untuk bertindak.
Contoh :
a. Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan
b. menjadi amis Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini
menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita hanya terbatas
pada anak-anak dan wanita. Setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini
menyebar karena adanya tradisi kanibalisme
Sifat Etnosentris merupakan sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika
dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Etnosentrisme merupakan sikap atau pandangan yg
berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan
pandangan yg meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Seperti contoh, Seorang
perawat/dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya
berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
Selain itu, budaya yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya mulai
diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya akan menjadi nilai dan norma dalam
masyarakat.

5. Norma
Aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai
panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan diterima oleh masyarakat. Terjadi
perbedaan norma (sebagai standar untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan yang lain. Masyarakat menetapkan perilaku yang normal (normatif) serta perilaku
yang tidak normatif. Contohnya, Bila wanita sedang sakit, harus diperiksa oleh dokter wanita dan
masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka
mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih. Inovasi
Kesehatan Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan
selalu dinamis. artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan seterusnya.
Seorang petugas kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku kesehatan harus mampu
menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas kesehatan
merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini bahwa perilaku
kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.

Aspek Sosial yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan


1. Penghasilan (income).Masyarakat yang berpenghasila rendah menunjukkan angka
kesakitan yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan
2. kekurangan gizi. Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan
Kesehatan ke dokter dari pada laki-laki.
3. Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita pekerja.
4. Self Concept, menurut Merriam-Webster adalah : “the mental image one has of oneself”
yaitu gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya. Self concept ditentukan oleh
tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri. Self concept
adalah faktor yang penting dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan
perilaku petugas kesehatan.
5. Image Kelompok. Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok.
Perilaku anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya.
Identitas Individu pada Kelompok. Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya
sangat penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka.
Inovasi akan berhasil bila kebutuhan sosial masyarakat diperhatikan
Contoh lain, sosial budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat
terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat
dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat
tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib
sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti
pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social
budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib.
Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah dengan
mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif sesuai dengan
norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.
Tinjauan Sosial dan Budaya Pada Perawatan Paliatif
Indonesia yang terdiri dari beragam etnis tentu memiliki banyak budaya dalam
masyarakatnya. Terkadang, budaya suatu etnis dengan etnis yang lain dapat berbeda jauh. Hal
ini menyebabkan suatu budaya yang positif, dapat dianggap budaya negatif di etnis lainnya.
Sehingga tidaklah mengherankan jika permasalahan kesehatan di Indonesia begitu
kompleksnya.
Sosial budaya sering kali dijadikan petunjuk dan tata cara berperilaku dalam
bermasyarakat, hal ini dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negative.
Disinilah kaitannya dengan kesehatan, ketika suatu tradisi yang telah menjadi warisan turun
temurun dalam sebuah masyarakat namun ternyata tradisi tersebut memiliki dampak yang
negatif bagi derajat kesehatan masyarakatnya. Misalnya, cara masyarakat memandang tentang
konsep sehat dan sakit dan persepsi masyarakat tentang penyebab terjadinya penyakit disuatu
masyarakat akan berbeda-beda tergantung dari kebudayaan yang ada dalam masyarakat
tersebut.
Sosial budaya yang mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat
terhadap tindakan yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat
dipengaruhi oleh budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat
tersebut. Misalnya masyarakat yang sangat mempercayai dukun yang memiliki kekuatan gaib
sebagai penyembuh ketika mereka sakit, dan bayi yang menderita demam atau diare berarti
pertanda bahwa bayi tersebut akan pintar berjalan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa social
budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu maupun kelompok
Dalam kajian sosial budaya, perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam kehidupan.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam
jiwa, melalui pencegahan dan membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan
penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan
spiritual (WHO 2011).
Menurut Kepmenkes RI No 812 (2007), jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi
tatalaksana nyeri, tatalaksana keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis,
sosial, kultural dan spiritual serta dukungan persiapan dan selama masa dukacita.

Kualitas perawatan paliatif menurut National Consensus Project (2009) merupakan


sebuah pendekatan umum untuk perawatan pasien yang harus secara rutin terintegrasi dengan
penyakit, modifikasi terapi dan berkembangnya praktek spesialis untuk dokter, perawat, pekerja
sosial, ulama dan memiliki keahlian yang diperlukan untuk mengoptimalkan kualitas hidup
bagi mereka yang memiliki penyakit kronis yang mengancam atau melemahkan hidup, meliputi
struktur dan proses perawatan, aspek: fisik, psikologis dan psikiatris, sosial, spiritual dan
agama, budaya, perawatan menjelang ajal dan etika dan hukum.
Fitzpatrick (1993) menyampaikan bahwa prinsip penerapan aspek budaya dalam
pelayanan perawatan dapat membantu, menfasilitasi, mengadaptasi serta mengubah pola gaya
hidup atau kesehatan pasien yang bermakna atau menguntungkan, sedangkan Bastable (2002)
mengemukakan bahwa perawat yang kompeten harus peka terhadap budaya. Menurut Dein
(2006) perawatan paliatif harus sensitif terhadap budaya, sehingga dapat menyadari dan
memenuhi kebutuhan pasien. Demikian juga Owens (2004), mengemukakan tantangan yang
dihadapi dalam perawatan paliatif yaitu mengembangkan praktek penerapan budaya yang
kompeten bagi pasien dengan penyakit kanker, penyakit kronis dan penyakit terminal.
Pemahaman budaya penting untuk perawatan holistik dan individual (Oliviere, 1999).
Jika pengetahuan budaya tertentu dapat diandalkan, diterapkan secara peka dan bertanggung
jawab dapat meningkatkan proses pengkajian pasien dari pertanyaan yang perlu ditanyakan
perawat (Hallenbeck, 1996). McNamara (1997) mengemukakan penggunakan budaya yang
sama akan sangat membantu dalam pemberian layanan kesehatan. Filosofi perawatan paliatif
dengan pendekatan budaya dapat memberikan pelayanan holistik: fisik, psikologis, sosial dan
spiritual secara individual (Diver, 2003).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya memegang peranan penting
dalam perawatan paliatif, pengkajian dapat terfokus pada pertanyaan yang diperlukan pasien
sehingga pasien dapat menyampaikan permasalahan yang dimiliki serta diharapkan dapat
menangani masalah fisik, psikologis, sosial, spiritual dan kualitas hidup pasien.
Perawatan paliatif selama ini di Indonesia masih mengacu pada teori dan kondisi dari
Barat, belum mengaplikasikan secara nyata asuhan keperawatan dengan nilai-nilai budaya
setempat.
1. Kajian Sosial Budaya Tentang Perawatan Paliatif
Salah satu faktor yang menentukan kondisi kesehatan masyarakat adalah perilaku
kesehatan masyarakat itu sendiri. Dimana proses terbentuknya perilaku ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor sosial budaya, bila faktor tersebut telah
tertanam dan terinternalisasi dalam kehidupan dan kegiatan masyarakat ada
kecenderungan untuk merubah perilaku yang telah terbentuk tersebut sulit untuk
dilakukan.
Untuk itu, untuk mengatasi dan memahami suatu masalah kesehatan diperlukan
pengetahuan yang memadai mengenai budaya dasar dan budaya suatu daerah. Sehingga
dalam kajian sosial budaya tentang perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai derajat
Kesehatan yang setinggi-tingginya,meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga
dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang mengancam
kehidupan.
2. Budaya Masyarakat Tentang Pengobatan Pada Penyakit Paliatif
Pemahama masyarakat terhadap hal-hal yang dipercayai secara turun- temurun
merupakan bagian dari kearifan lokal yang sulit untuk dilepaskan. Hingga pemahaman
magis yang irasional terhadap pengobatan melalui dukun sangat dipercayai oleh
masyarakat. Peranan budaya dan kepercayaan yang ada dimasyarakat itu diperkuat oleh
rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi.
Misalnya, kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan. Jumlah
penderitanya pun tak sedikit. Sayang, banyak penderita justru memilih ke dukun alias
pengobatan alternatif. Ujung-ujungnya, malah bertambah parah. Banyak penderita yang
baru berobat ke dokter setelah menderita kanker payudara stadium tinggi.
Selain itu, fenomena dukun Ponari sempat menyita perhatian masyarakat
Indonesia beberapa tahun yang lalu, cerita kemunculan dukun Ponari dengan batu
saktinya sebagai media penyembuhan dengan cara di celupkan ke air.
Kabar tentang kehebatan ponari ini terus meluas hingga menyebabkan jumlah
pasien yang berobat kerumah Ponari dari hari kehari semakin meningkat. Tindakan
masyarakat yang datang ke Dukun Ponari itu tidak terlepas dari peran budaya yang ada di
masyarakat kita terhadap hal-hal yang bersifat mistis. Percaya terhadap kesaktian batu
yang dimiliki Ponari itu merupakan sebuah budaya yang mengakar dan bertahan
dimasyarakat sebagai bagian dari kearifan lokal.
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan


kualitas kehidupan pasien dan keuarganya dalam menghadapi masalah masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan
meringankan penderitaan melalui identifikasi awal serta terapi dan masalah lain, fisik,
psikososial dan spirittual.
Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu tingkah
laku yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan
bagian dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam
kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut. Perilaku
merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang
untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan,
kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan.
Kebudayaan Kesehatan masyarakat membentuk,mengatur,dan mempengaruhi
tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi
berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun
menyembuhkan diri dari penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah
perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi
sosial, dan kepribadian individuindividunya terutama dalam paliatif care.

Saran

Sebagai petugas kesehatan perlu mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.


Dengan mengetahui pengetahuan masyarakat, maka petugas kesehatan akan mengetahui mana
yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam
memperbaiki status kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, H.I. ( 2008). Panduan Pelayanan Medik:
ModelInterdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Kementerian Kesehatan RI (2013) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
312/Menkes/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2013. Kementerian Kesehatan
RI, Jakar
National Consensus Project for Quality Palliative Care. (2013). Clinical Practice
Guidelines for Quality Palliative Care, Third Edition. USA: National Consensus Project for
Quality Palliative Care
Ayu Purnamaningrum, 2010, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku
Masyarakat Untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Mata (Factors Related To The
Community’s Behaviour To Get Eye Health Servic), Universitas Diponegoro.
Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup Sehat
Terhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan,
Jakarta
Dwi Hapsari, dkk.,2012, Pengaruh Lingkungan Sehat, Dan Perilaku Hidup Sehat
Terhadap Status Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi dan Status Kesehatan,
Jakarta
Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford
MedicalPublications (OUP) 3 rd edn 2003
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed. New
York, NY:Oxford University Press
Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality Palliative
Care forall Australians. Palliative Care Australia.Palliative Medicine.

Anda mungkin juga menyukai