Presjur Seft Jiwa Gelombang II
Presjur Seft Jiwa Gelombang II
Presjur Seft Jiwa Gelombang II
Dosen Pembimbing:
Shella Febrita Puteri Utomo, S.Kep., Ners., M.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok 1, 2, dan 3 Gelombang 2 Jiwa
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
D. Manfaat.........................................................................................................4
BAB II METODE..................................................................................................4
A. Pencarian Literatur........................................................................................4
B. Rumusan PICO.............................................................................................6
C. Seleksi Studi dan Penilian Kualitas..............................................................7
BAB III HASIL.....................................................................................................8
A. Analisis PICO...............................................................................................8
B. Analisis Artikel Penelitian Melalui Kaidah VIA..........................................9
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................35
A. Pengaruh SEFT pada Pasien Dengan Skizofrenia Dengan Riwayat
Penyalahgunaan NAPZA yang Mengalami Kecemasan....................................35
BAB V PENUTUP................................................................................................44
A. Kesimpulan.................................................................................................44
B. Saran............................................................................................................45
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil
rumusan masalah dengan pertanyaan penelitian “ Bagaimana pengaruh Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Pasien Dengan Skizofrenia dan
Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Pengguna Napza?”
3
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam penelitian ini adalah untuk melihat Pengaruh
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Pasien Dengan
Skizofrenia Dan Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Pengguna NAPZA. .
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus mengandung hal – hal lebih rinci yang ingin dicapai oleh
peneliti, uraian lebih detail dari tujuan umum dan harus konsisten dengan
pernyataan.
a. Melihat Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
terhadap pasien dengan skizofrenia dan penurunan tingkat kecemasan
pada pengguna NAPZA.
b. Membuat standart operasional (SOP) terapi Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) berdasarkan hasil temuan yang dapat di
jadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan intervensi keperawatan
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Manfaat hasil penelitian ini dapat memberikan referensi keilmuan
mengenai pemberian terapi Spiritual Emotional Freedom Technique
(SEFT) pada pasien dengan skizofrenia dan penurunan tingkat kecemasan
pada pengguna NAPZA. Selain itu, hasil penelitian diharapkan menjadi
bahan kajian alternative untuk mengembangkan intervensi keperawatan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi tenaga kesehatan
Penelitian ini sebagai alternative dalam metode intervensi dalam
pemberian asuhan keperawatan
b. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran tentang pengaruh pemberian terapi Spiritual Emotional
Freedom Technique (SEFT) pada pasien dengan skizofrenia dan
4
METODE
A. Pencarian Literatur
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian
tinjauan literatur. Tinjauan literatur adalah cara yang dipakai untuk
mengumpulkan data atau sumber yang berhubungan pada sebuah topik tertentu
yang bisa didapat dari berbagai sumber seperti artikel, buku, internet, dan pustaka
lain (Nashihin, 2017). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi dari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu (Nursalam, 2016). Sumber
data sekunder yang didapat berupa artikel yang relevan dengan topik dilakukan
menggunakan database melalui Google Scholar, PubMed, Science Direct, dan
ProQuest. .
Google Scholar, PubMed, Science Direct, dan ProQuest adalah kumpulan
informasi elektronik yang digunakan untuk mencari studi yang relevan dan
pencarian basis data dilakukan pada bulan Juni 2021 untuk mengidentifikasi studi
yang relevan. Menurut Romi Satria Wahono (2015) dalam Fitrah & Luhfiyah
(2017) menjelaskan research question adalah bagian awal dan dasar dalam
berjalannya tinjauan literatur dan digunakan untuk menuntun pencarian dan
pemisahan literatur. Perumusan research question harus didasarkan pada 5 bagian,
yaitu : PICOS (P = populasi, I = intervensi, C = pembanding, O = hasil, S = jenis
studi) digunakan untuk formulasi selama pelaporan dan melakukantinjauan
literatur. Batas-batas pertanyaan tinjauan tidak didefinisikan dengan jelas melalui
pengembangan kriteria inklusi dan eksklusi menggunakan format PICOS. Studi
yang dimasukkan untuk ditinjau jika memenuhi kriteria inklusi berikut: (1)
Populasi setidaknya adalah penderita skizofrenia dan pencandu napza kategori
sometime; (2) Intervensi yang dilakukan adalah intervensi berupa terapi SEFT; (3)
terdapat pembanding antara penerapan SEFT terhadap penderida Skizofrenia dan
pengguna NAPZA ; (4) hasil yang terkait memiliki konstribusi dalam
5
6
menyembuhkan perilaku pencandu napza : dan (5) jenis penelitian komparasi dan
desain cross sectional.
Strategi pencarian untuk setiap artikel menggunakan kata kunci dan Boolean
operator (and, or dan not) yang digunakan untuk mempersempit hasil pencarian
sehingga mempermudah dalam menentukan artikel atau jurnal yang akan
digunakan. Artikel penelitian dalam penelitian ini didapatkan dari media online di
Google Scholar, PubMed, Science Direct, dan ProQuestdengan menggunakan
kata kunci pencarian “Terapi SEFT”, “Skizofrenia”, “Kecemasan”, “NAPZA”.
untuk jurnal internasional “Efektifitas Pemberian terapi SEFT untuk pencandu
napza”, “Skizofrenia”, “Anxiety”, “NAPZA”. Artikel penelitian yang diambil
yaitu artikel yang diterbitkan maksimal 5 tahun ke belakang atau artikel dengan
tahun terbit 2017-2021.
Pemahaman terhadap persamaan kata dan alternatif pengganti kata akan
menentukan kedekatan hasil pengukuran dengan nilai sesungguhnya, dalam
proses mengidentifikasi, menilai, memilih dan melakukan sintesis secara
sistematis sehingga akan terpilih sumber yang relevan untuk menjawab
pertanyaan peneliti dan mencapai tujuan penelitian (Nursalam, 2016). Batas waktu
ditetapkan karena para peneliti membutuhkan studi terbaru dalam pengembangan
model teoritis dalam keperawatan dan kesehatan.
B. Rumusan PICO
Tabel 2. 1 kriteria inklusi dan eksklusi
Studi di identifikasi dari database Science Direct, PubMed, Research Gate dan Google Scholar. (n=70)
Ekslusi (n=16)
Tidak sesuai dengan judul yang ditentukan
Ekslusi (n=10)
Tidak full text dan tidak sesuai dengan kriteria kelayakan
BAB III
HASIL
A. Analisis PICO
P (Problem/ Patient) : Pasien skizofrenia dengan riwayat penyalahgunaan
napza yang mengalami gangguan kecemasan
I (Intervention) : SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)
C (Comparison) : Tidak terdapat comparison
O (Outcomes) : Menurunkan kecemasan dan meningkatkan
spiritualitas pasien
V3 (validitas pengontrolan
perancu):
V4 (validitas analisis):
V5 (validitas eksterna):
V3 (validitas pengontrolan
perancu):
V4 (validitas analisis):
V5 (validitas eksterna):
V3 (validitas pengontrolan
perancu):
V4 (validitas analisis):
V5 (validitas eksterna):
21
C. Deskripsi Topik
Topik: Definisi dan Prosedur SEFT
Tahun: 2018
D. Keputusan klinis
Berdasarkan hasil analisa dari 3 artikel yang telah dilakukan telaah, artikel
menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan jelas. Kriteria inklusi merupakan
karakteristik susunan subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau
yang akan diteliti dan kriteria eksklusi yaitu menghilangkan/mengeluarkan subjek
yang memenuhi kiteria inklusi dari studi karena berbagai sebab yang dapat
menganggu berlangsungnya penelitian. Menetapkan kriteria inklusi dan klriteria
ekslusi meupakan salah satu cara untuk mengurangi bias dalam penelitian dan hal
ini penting untuk dilakukan (Nursalam, 2016).Kriteria inklusi pada penelitian ini
yaitu pengguna NAPZA kategori sometime, rentang usia 17-25 tahun, mengelami
kecemasan mulai dari ringan hingga panik dan bersedia menjadi subjek penelitian,
kooperatif, dan pasien gangguan jiwa yang dapat didorong untuk berkomunikasi.
Sedangkan kriteria eksklusi yaitu para pengguna NAPZA kategori hardcore
(dalam pengaruh obat dosis tinggi).
Dari ke-3 artikel yang telah dilakukan telaah bahwa terapi SEFT berpengaruh
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada para pengguna NAPZA dengan nilai
p<0,001 dan efektif untuk mengelola masalah emosi dan spiritual. Untuk
pemberian intervensi dari ke-3 artikel terapi SEFT dilakukan selama 1 bulan
setiap minggunya diberikan terapi dengan waktu yang berbeda yaitu minggu ke-1
dan ke-2 selama 60 menit, minggu ke-3 dan ke-4 selama 80 menit. Dari ke-3
artikel yang telah dilakukan telaah instrument yang digunakan untuk mengukur
kecemasan adalah Zung-Self Rating Anxiety Scale (ZSAS)dan Psychiatric Rating
Scale (BPRS) untuk mengukur perubahan gejala pada pasien dengan penyakit
psikotik yang terdiri dari 18 item dengan skala likert. Penilaian BPRS ini dengan
ketentuan pemberian skor sebagai berikut : (0) apabila tidak didapatkan tanda dan
gejala, (1) bila didapatkan tanda dan gejala sangat ringan, (2) bila didapatkan
33
tanda atau gejala ringan, (3) bila didapatkan tanda atau gejala sedang, (4) bila
didapatkan tanda atau gejala agak berat, (5) bila didapatkan tanda atau gejala
berat, (6) bila didapatkan tanda atau gejala sangat berat, dan (x) bila tanda atau
gejala yang didapatkan sulit atau tidak dapat dilakukan penilaian. Serta Hasil
kegiatan dapat dievaluasi melalui hasil pengolahan kuisioner (Health Mental
Inventory (HMI), Hopkins Symptoms Checklist 25 (HSCL-25) dan spiritual (Brief
RCOPE), logbook serta secara kualitatif berdasarkan hasil FGD (focus group
discussion).
Pada artikel ke-3 pada pemanfaatan seft sebagai modalitas therapy community
(TC) pengambilan data dilakukan dengan standar operasional prosedur (SOP)
sebagai berikut sesi ke-1, (1) penjelasan program kepada peserta, pengisian
kuesioner oleh peserta tentang kesehatan mental (health mental inventory (HMI),
Hopkins symtoms checklist 25 (HSCL-25 ) dan spiritual (Brief RCOPE). Sesi
ke-2, (1) kegiatan berupa pemberian materi secara klasikal, diikuti sesi tanya
jawab dan siskusi antara pemateri dan peserta, dilakukan sebanyak 2 kali
pertemuan, (2) kegiatan praktik SEFT, dilakukan secara ondivisual, terbagi dalam
tiga kelompok kecil, dipandu oleh perawat yang sudah memiliki sertifikat SEFT,
dibantu oleh petugas poliklinik rutan, yaitu dokter dan perawat. (3) sesi ini berupa
praktik SEFT harian peserta (dluar jadwal pertemuan klasikal) yang dimonitor
langsung oleh petugas poliklinik lapas. Masing-masing peserta memiliki logbook
kegiatan yang wajib diisi, sebgaai bahan evaluasi. Sesi ke-3 (1) pengisian
kuesioner kembali oleh peserta: tentang kesehatan mental (Health Mental
Inventory (HMI)), Hopkins Symptoms Checklist 25 (HSCL-25) dan spiritual (Brief
RSOPE), (2) kesan-pesan serta penutupan.
pada peserta untuk bisa masuk ke dalam suasana emosi dan spiritual yang positif,
selain itu, pada tahapan tapping, ketukan pada area titik meridian tubuh
menstimulasi perubahan neurotransmitter tubuh, sehingga hormon-hormon
ketenangan seperti endorphin menjadi dominan.SEFT juga memiliki banyak
kelebihan dibandingkan terapi-terapi lain yaitu lebih efektif, mudah, cepat, murah,
efeknya dapat permanen (tidak untuk sementara waktu), tidak terdapat efek
samping, bersifat universal (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia),
memberdayakan individu (tidak tergantung pada pemberi terapi) serta dapat
dijelaskan secara ilmiah
BAB IV
PEMBAHASAN
seperti marah, sakit hati, kecewa, bahkan depresi menjadi positif (lebih tenang,
bahagia, percaya diri, berfikir dan merasa yang positif) terdapat kalimat set-up di
dalam terapi SEFT yang berfungsi memberikan sugesti atau keyakinan pada
peserta untuk bisa masuk ke dalam suasana emosi dan spiritual yang positif, selain
itu, pada tahapan tapping, ketukan pada area titik meridian tubuh menstimulasi
perubahan neurotransmitter tubuh, sehingga hormonhormon ketenangan seperti
endorphin menjadi dominan (Metty, 2014).
Menurut Zahnia (2016), Skizofrenia disebabkan oleh aktifitas pada jaras
dopamine mesolimbic yang berlebihan, hal ini didukung oleh temuan bahwa
amfetamin yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamin, dapat menginduksi
psikosis yang mirip dengan skizophrenia dan obat anti psikotik yang bekerja
dengan memblok reseptor dopamine terutama reseptor D2.
Mekanisme neuro inflamasi berperan dalam skizofrenia termasuk glia
(kehilangan dan aktivasi astroglial, aktivasi microglial) imunologi (sitokin,
kemokin dan prostaglandin), dan oksidatif (oksigen reaktif dan spesies nitrogen).
Mekanisme inilah yang menghasilkan disregulasi glutamatergik (hipofungsi) dan
dopaminergic (hiperfungsi limbic, hipofungsi frontal).
Gangguan emosi seperti depresi, stres ataupun cemas dapat melepaskan
adrenocortocotrpic hormone atau ACTH dalam waktu yang cepat. ACTH lebih
tinggi dikeluarkan saat kondisi stres, sehingga mengaktifkan korteks adrenal
untuk mensekresi hormon glukokortikoid, yaitu kortisol. Kortisol mempunyai
peran mensintesis protein, termasuk menekan imunoglobulin, menurunkan jumlah
eosinofil, basofil, limfosit, dan makrofag dalam darah tepi. Dosis kortisol yang
tinggi dalam darah akan menyebabkan atropi jaringan limfosit dalam thymus,
limfa dan kelenjar limfe sehingga daya tahan tubuh akan menurun dan rentan
untuk terkena penyakit (Guyton, 2016).
Spiritual yang kuat dan emosi yang stabil ataupun perasaan yang tenang dan
bahagiaakan membuat amigdala (pusat emosi dalam otak) dan hipokampus akan
menstimulasi hipothalamus untuk mensekresi corticotropic releasing factor
(CRF). Kemudian CRF kan mengaktifkan pituitari anterior untukk sekresi opiat
alamiah yaitu endorphin yang mempunyai peran sebagai penghilang rasa
37
akan timbul gangguan kesehatan fisik maupun psikis, sehingga diperlukan suatu
tindakan agar seseorang dapat mengatasi permasalahannya tersebut, dengan
demikian seseorang akan berpikir jauh lebih baik dan akan timbul dampak positif
terhadap keputusan yang diambil; (4) adanya unsur hipnoterapi yang bermanfaat
untuk mensugesti dirinya sendiri dengan tujuan membangkitkan motivasi, karena
dengan motivasi maka kualitas hidup seseorang akan meningkat; (5) yang
membuat terapi ini efektif adalah do’a, tanpa adanya campur tangan Tuhan, maka
segala sesuatu tidak akan berjalan sesuai kehendak, dan campur tangan Tuhan itu
bisa terjadi dari doa yang dipanjatkan (Zainudin, 2012).
Berdasarkan analisis jurnal yang telah dilakukan bahwa terapi SEFT dapat
ditambahkan kedalam intervensi asuhan keperawatan yang dapat mengatasi
gangguan emosi seperti stress, depresi dan lain sebagainya. Maka dari itu,
kelompok menyimpulkan Standar Operasional Prosedur (SOP) berdasarkan jurnal
yang telah ditelaah sebagai berikut:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ketiga artikel yang telah dianalisis dapat diambil kesimpulan yaitu terapi
Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), yaitu gabungan antara
Spiritual Power dan Energy Psychology yang dapat mengubah kondisi kimia di
dalam otak (Neurotransmitter) yang selanjutnya dapat mengubah kondisi emosi
seseorang dari emosi negatif seperti marah, sakit hati, kecewa, bahkan depresi
menjadi positif (lebih tenang, bahagia, percaya diri, berfikir dan merasa yang
positif) terdapat kalimat set-up di dalam terapi SEFT yang berfungsi memberikan
sugesti atau keyakinan pada peserta untuk bisa masuk ke dalam suasana emosi
dan spiritual yang positif, selain itu, pada tahapan tapping, ketukan pada area titik
meridian tubuh menstimulasi perubahan neurotransmitter tubuh, sehingga hormon
hormon ketenangan seperti endorphin menjadi dominan.
SEFT mengatasi insomnia, kecemasan dan gejala-gejala yang sering timbul
pada pengguna NAPZA, serta dapat meningkatkan spritualitas pada pasien
pengguna NAPZA, terapi SEFT ini paling efektif digunakan karena SEFT
menggunakan unsur spiritual, cara yang digunakan lebih aman, lebih mudah dan
lebih sederhana, serta dapat meningkatkan kualitas hidup pada pengguna NAPZA,
terapi SEFT hanya menggunakan ketukan tangan (tapping). Selain itu SEFT
berfokus pada kata atau kalimat yang diucapkan berulang kali dengan ritme yang
teratur disertai sikap pasrah kepada Allah SWT. Seseorang yang berdoa dengan
tenang disertai dengan hati ikhlas dan pasrah maka tubuh akan mengalami
relaksasi serta dapat menyebabkan seseorang menjadi tenang, pernafasan, denyut
jantung menjadi teratur dan stabil, memperlancar sirkulasi darah yang mengalir
kedalam tubuh hiingga pada akhirnya menghasilkan suatu kondisi yang rileks.
Ketika seseorang dalam keadaan rileks maka akan menghilangankan kecemasan
serta mudah untuk memulai tidur selain itu terapi SEFT ini juga dapat digunakan
43
untuk membantu para pecandu NAPZA dalam menetralisir pikiran-pikiran negatif
yang dialaminya.
B. Saran
Diharapkan bagi terapis dan pasien yang sedang dalam masa rehabilitasi yang
mengalami gejala-gejala insomnia, kecemasan, dan gejala-gejala lain yang sering
timbul pada pengguna NAPZA dapat mengaplikasikan terapi SEFT sebagai salah
satu terapi alternatif yang dapat menurunakan gejala-gejala terserbut, serta dapat
meningkatkan spiritualitas pada pasien pengguna NAPZA. Untuk mendapatkan
hasil yang maksimal serta mencapai keberhasilan pada terapi ini harus dilakukan
dengan penuh konsentrasi, suasana yang tenang jauh dari kebisingan maupun hal-
hal yang dapat menganggu dalam proses terapi tersebut.
44
DAFTAR PUSTAKA
Davidson, G.C., Neale, J.M. & Kring, A.M. (2012). Psikologi Abnormal. Jakarta:
Rajawali Pers.
Dewi, I. P., & Fauziah, D.-. (2018). Pengaruh Terapi Seft Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Pada Para Pengguna Napza.Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah, 2(2). https://doi.org/10.30651/jkm.v2i2.1094
Dewi, I. P., & Fitri, S.U.R. (2020). Pemanfaatan Seft Sebagai Modalitas Therapy
Community (TC) Untuk Kesehatan Mental Dan Spiritual Pecandu
Napza.Jurnal Pengabdian UntukMu NegeRI, 4(1), 88–94.
https://doi.org/10.37859/jpumri.v4i1.1895
Guyton, A. C., Hall, J. E., (2016). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
Metty Verasari. (2014). Efektifitas terapi SPiritual Emotion Freedom Technique
(SEFT) terhadap penurunan insomnia pada remaja sebagai residen NAPZA.
Jurnal Sosio-Humaniora, 5(1), 75–101.
Zahnia S, Sumekar DW. (2016). Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Majority.
2016;5(4):160–6.
Zainudin, A. F. (2014). SEFT Total Soution (Healing Happiness Success
Greatness). SEFT Corporation.
45