Buku Memahami Amdal Edisi-2
Buku Memahami Amdal Edisi-2
Buku Memahami Amdal Edisi-2
EDISI REVISI
Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan
rachmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Edisi Revisi Buku Memahami
AMDAL dapat diselesaikan dengan baik. Pada edisi Cetakan Pertama telah tersebar
luas di seluruh Indonesia, tidak kurang dari 1500 buku dimanfaatkan oleh pengguna.
Pada Edisi revisi ini dilakukan berkait dengan beberapa regulasi yang telah banyak
mengalami perubahan, sehingga harus dilakukan penyesuaian. Penambahan pada buku
edisi revisi ini adalah :
Penyesuaian dengan regulasi baru berupa Undang Undang No 32 Tahun 2009,
dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri pendukungnya.
Penambahan Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Penambahan bab tentang penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Lampiran UUPPLH No 32 Tahun 2009
Buku ini merupakan pegangan resmi dalam mata kuliah AMDAL di perguruan
tinggi dan dapat juga digunakan bagi praktisi lain dalam bidang AMDAL. Buku
Memahami AMDAL berisi tentang perpaduan antara kajian teori tentang Ilmu Ekologi
dan Lingkungan, Manajemen Lingkungan, Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Kajian Kelayakan Lingkungan dan Penerapan dalam Kajian Lingkungan di lapangan
dalam kegiatan pembangunan. Buku ini disamping berisi tentang pendekatan teori,
pada bagian akhir juga dilengkapi dengan butir-butir pertanyaan tentang memahami
AMDAL dan lampiran lampiran tentang Regulasi di Bidang AMDAL.
Secara terperinci buku Memahami AMDAL ini berisi bahasan tentang sebagai
beriku.
←
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup
←
Pendekatan Ekologi sebagai Dasar dalam kajian AMDAL
←
Kajian Lingkungan
←
RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Ijin
Lingkungan Hidup
← Ruang Lingkup Kajian AMDAL
← Penyusunan Dokumen AMDAL dan UKL-UPL dan Izin Lingkungan
Hidup
← Metode-Metode Dalam Kajian AMDAL
← Perhitungan Kerusakan Lingkungan
← Tiga-Puluh Lima Butir Memahami AMDAL
Lampiran-Lampiran
Semoga hasil karya ini mampu memberikan bantuan dalam memahami
AMDAL sebagai pengendali pengelolaan lingkungan.
Semarang, Pebruari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
LAMPIRAN-LAMPIRAN
- UUPPLH No 32 Tahun 2009
PERKEMBANGAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
A.
← Berkelanjutan (sustainability)
Sumberdaya alam sebagai sumber bahan baku kegiatan industri,
perdagangan, perikanan, energi, harus dipertimbangkan untuk
generasi yang akan datang.
← Pemaraan (Equity)
Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam
secara berlebihan, sehingga perlu dilakukan pengaturan untuk
pemerataan.
Pada Dasawarsa ini merupakan Era Perubahan Iklim. Pada era ini telah mulai
dirumuskan pendekatan baru untuk kalanjutan Millenium Development Goals (MDGs)
dengan pendekatan Sustainable Development Goals. Perserikatan Bangsa Bangsa PBB,
juga telah membentuk Unaited Nation Framework Conference for Climate Change
(UNFCCC) yang akan mempersiapkan konferensi tingkat tinggi (KTT). Pada dasa
warsa ini dunia banyak memperdalam dampak perubahan iklim (Global Climate
Change). Agenda pertemuan dunia telah banyak menghasilkan kesepakatan
kesepakatan. KTT bumi yang telah dimulai tahun 1992 di Rio de Jeneiro Brasil, telah
ditindak lanjuti dengan KTT berikutnya. Hasil KTT yang penting untuk disajikan
dalam buku ini antara lain sebagai berikut.
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 3
KTT Bumi ke 13 (UNFCCC-COP-13), 2007, Bali Indonesia
KTT ini berlangsung 1-12 Desember 2008, kegiatan ini merupakan langkah
langkah untuk mematangkan konferensi yang akan dilaksanakan di Kopenhagen.
Beberapa hasil dari kegiatan KTT ini adalah sebagai berikut “
← Pembentukan kelompok kerja untuk pelaksanaan protocol Kyoto
← Pembentukan kelompok kerja untuk Kerangka Acuan Langkah Kerjasama
← Review Protokol Kyoto
← Pendanaan untuk adaptasi
← Tanggal dan pelaksanaan meeting lanjutan di Kopenhagen
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 4
KTT Perubahan Iklim di Kopenhagen (UNFCCC-COP-15), Denmark
“ Under the Accord, global leaders decided for the first time under the
UNFCCC to : 1. Hold any increase in global temperature to below 2 degrees Celsius;
2. Specify, side by side emissions targets for developed countries and action to reduce
emiisions by developing countries; 3. A frame work for national and international
monitoring of what developed and developing countries will do; 4. Considerable
financing to support emissions reductions and adaptation in developing countries. The
Accord includes developed country commitment to collectively provide new and
additional
KTT Copenhagen, memiliki sisi lemah belum adanya Legally Binding
(kesepakatan mengikat), sehingga merupakan catatan hasil dan belum mengikat negara
negara di dunia.
Konferensi Perubahan Iklim (UNFCC COP 17) di Durban, Afrika Selatan telah
dihasilkan “Durban Platform”. Selengakapnya hasil kesepakatan tersebut adalah
sebagai berikut.
← Komitmen Periode Kedua Protokol Kyoto (KP), yang telah disepakati oleh
para pihak KP, kecuali Kanada, Rusia dan Jepang.
← Tercapainya kesepakatan Operasionalisasi Green Climate Fund, kesepakatan
berbagai aspek teknis REDD+, Komite Adaptasi, Komite Alih Teknologi,
yang kesemuanya dicapai melalui proses negosiasi.
C.
← SPPL
Surat Penyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) adalah dokumen yang dibuat
oleh pemrakarsa bagai kegiatan yang tidak wajib amdal, maupun wajib ukl dan
upl. Dokumen ini saat ini tidak banyak diterapkan.
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 11
← SEMDAL (PEL,SEL, RKL&RPL)
Studi Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan adalah studi dampak lingkungan
yang dikenakan bagi kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting,
dimana kegiatan tersebut telah beroperasi sebelum peraturan perundang-
undangan mengenai lingkungan hidup disahkan (UULH dan PP no 29 tahun
1986). Dalam melakukan studi tersebut akan diawali dengan penyusunan
Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) untuk menentukan perlu tidaknya
dilakukan kajian lanjut berupa Studi Evaluasi Lingkungan (SEL) maupun RKL
dan RPL. Studi ini saat ini sudah tidak ada lagi dan hanya sebagai pengetahuan.
D.
PENGELOLAAN PENGELOLAAN
PELAYANAN PENGELOLAAN LIMBAH
MASYARAKAT SUMBER DAYA SUMBER DAYA ALAM
TANAH
Pengentasan Kemiskinan
Konservasi
Perlindungan Atmosfer Penataan Sumberdaya Tanah Keaneka
Perub.Pola
Ragaman hayati
Dinamika Pengelolaan Kimia Beracun Pengelolaan Hutan
Bio Teknologi
Kependudukan
Pengelolaan Limbah B3 Pengembangan Pertanian
Perdesaan Pengelolaan
Pengelolaan&Peningkatan terpadu Pesisir
Pengelolaan
Kesehatan Pengelolaan Sumberdaya Air dan Lautan
Neraca Pengelolaan Limbah
Ekonomi&Lingkungan Padat&Cair
Pengembangan Perumahan
Permukiman
Penataan Ruang
Berwawaskan Lingkungan
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 13
Kegiatan pembangunan yang dilakukan dipermukaan bumi menurut teori
tersebut dipastikan akan melakukan perubahan pada salah satu komponen yang
memberikan dapak secara berkesinambungan pada komponen lain termasuk kegiatan
manusia. AMDAL adalah bentuk studi dengan memberikan rekomendasi terhadap
setiap jenis kegiatan pembangunan. Rekomendasi kelayakan diberikan berikut
rekomendasi untuk pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan. Dalam
pelaksanaan pembangunan kajian kelayakan berupa kelayakan Teknis, Kelayakan
Ekonomis dan Kelayakan Lingkungan. Kelayakan lingkungan yang diujudkan dalam
studi AMDAL memberikan saran agar kegiatan pembangunan, dapat diujudkan tidak
hanya untuk generasi saat ini tapi juga berfikir untuk memberikan kesempatan yang
sama bagi generasi yang akan datang.
E.
Ekonomi dan
Pembangunan
Lingkungan
Politik, Sosial
(Environmental)
dan Budaya
Ekonomi dan
Pembangunan
Lingkungan
(Environmental)
Politik, Sosial
dan Budaya
A.
A.1 Pengertian
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang rumah atau tempat tinggal
makluk, terutama timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Makluk hidup dalam organisasinya memiliki spektrum biologi yaitu
protoplasma-sel-jaringa-organ-sistem organ-organisme-spesies-populasi-
komunitas-ekosistem-biosfer. Komponen ekologi dapat dikelompokkan
menjadi lima bagian yaitu bahan (matter), energi (energy), ruang (space), waktu
(time) dan diversitas (diversity). Lima komponen tersebut berinteraksi satu
dengan lainya didalam setiap proses ekologi tertentu.
Bahan (matter)
Yang termasuk bahan adalah mineral, air, tanah, udara. Bahan tersebut
berpengaruh terhadap makluk hidup pada habitatnya. Perubahan terhadap
materi tersebut akan memberikan perubahan pula terhadap rantai makanan dan
jaring-jaring kehidupan pada ekosistem suatu wilayah.
Ruang (space)
Ruang adalah kesatuan komponen ekologi disekitar makluk hidup. Ruang
sebagai sumberdaya penting bagi makluk hidup. Ruang bagi makhluk hidup
dibutuhkan baik untuk interaksi, memenuhi kebutuhan energi, tumbuh dan
berkembang. Dibutuhkan satuan luas tertentu bagi makhluk hidup untuk
tumbuh dan berkembang.
Waktu (time)
Waktu yang dapat disediakan untuk hidup berkelanjutan, baik untuk spesies
tanaman, maupun hewan, tergantung pada dua faktor yaitu karaktersitik suatu
ruang dan karakteristik spesies. Kekuarangan atau kependekan adalah salah
satu dari keterbatasan sumberdaya untuk semua kehidupan. Waktu dibutuhkan
untuk menemukan/mencari sesuatu. Jika perlu dengan cara kompetisi untuk
menemukan makanan, jodoh,memilih tempat,sembunyi dari musuh. Waktu
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Terdapat korelasi kritis antara
lama waktu yang tersedia untuk mecari makanan dalam fluktuasi kerapatan
makanan.
Diversitas (diversity)
Diversitas suatu spesies dalam suatu lingkungan tergantung pada area, pemisah
geografi, kekayaaan lingkungan, dan diversitas ekologi. Diversitas ekologi
tergantung pada stabilitas iklim pada suatu habitat. Kekayaan lingkungan
diukur dari curah hujan, yang berpengaruh pada meningkatnya kekayaan
lingkungan dan meningkatnya diversitas spesies.
← Hukum Homeostatik
Hukum ini menyakatan bahwa jumlah spesies pada suatu habitat sangat
tergantung dari daya dukung lingkungan yang dimiliki. Bila jumlah
spesies melebihi daya dukung lingkungan (supporting capacity) maka
secara alami akan mengalami keseimbangan (penurunan jumlah).
Dengan konsep tersebut dapat dipahami bahwa jumlah speseies pada
suatu habitat terdapat jumlah maksimum yang dapat ditoleransi oleh
daya dukung lingkungan. Pada kondisi dimana jumlah spesies tersebut
seimbang dengan daya dukung lingkungan disebut Homeostatik.
Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 19
B
EKOSISTEM
B.1 Pengertian
Sebuah unit terpadu yang terdiri dari komunitas organisme hidup (komponen
hayati, tumbuhan binatang, pengurai) dan komponen mati (abiotik) disuatu kawasan
tertentu, dimana terjadi hubungan timbal balik, terjadi interaksi, interdependensi, dan
bahkan negasi, baik yang bersifat parasit maupun non parasit. Ekosistem dapat
diidentifikasi dalam skala yang luas. Secara garis besar ada dua jenis ekosistem yang
alamiah dan pokok yaitu ekosistem terestrial (hutan, padang rumput, padang pasir),
dan ekosistem air (sungai, danau,laut). Dalam sebuah ekosistem terdapat berbagai
komponen penyusun antara lain produsen, konsumen, dan pengurai. Dari komponen
penyusun tersebut bila ditinjau dari terjadinya saling hubungan dan saling
ketergantungan maka ekosistem akan memiliki fungsi tertentu.
C.
Lingkungan hidup (alam) tersusun dari materi yang memiliki fungsi sebagai
pendukung kehidupan. Ekosistem berfungsi karena adanya aliran energi dan daur
materi. Aliran energi adalah perpindahan energi di dalam rantai makanan, dimulai dari
produsen ke konsumen I, II,II dan berakhir dengan pengurai (dekomposer). Bila hasil
penguraian dikembalikan pada produsen terbentuklah daur materi. Gambaran antara
rantai makanan digambarkan sebagai berikut.
Pasangan burung serangga adalah hubungan antar spesies mangsa(serangga)
dan predator (serangga). Pada pasangan serangga burung buas serangga menjadi
mangsa, burung buas sebagai predator. Pada setiap pasangan mangsa dinamakan
predator, namun tidak pernah punah, akan selalu menglami perputaran. Keadaan
dimana terjadi keseimbangan, dan berkelanjutan, dimana antara mangsa dan predator
tidak mengalami kepunahan dan tetap hidup berkelanjutan, dinamakan Homeostatis,
atau equilibrium. Puncak homeostatis, artinya terjadi jumlah maksimum dari mangsa
dan predator, adalah batas daya dukung ekosistem. Daya dukung ekosistem (Carrying
Capacity) adalah kemampuan alami ekosistem untuk melanjutkan kehidupan dan
pertumbuhan. Bila daya dukung ekosistem mendapat masukan berupa ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK),
T ek anan P o p u lasi
P
O
P D aya d u k u ng atau
U p u ncak ho m eo statis
L
A
S
I
P enu ru nan P o p u lasi
D.
E.
← Perubahan
Perubahan ini terjadi dalam lingkungan sendiri. Dalam falsafah Jawa dikenal
bahwa alam ini hidup, artinya bahwa disadari manusia atau tidak bahwa
lingkungan alam kita, sebenarnya mengalami proses yang memungkinkan
terjadi perubahan komponen dan struktur alam. Dinamika perubahan alam
harus dipahami sehingga manusia memepunyai kemenpuan untuk
mempengaruhi dan mengarahkanya.
← Kompleksitas
Kompleksitas diartikan sebagai keadaan dimana proses proses perubahan
lingkungan disebabkan oleh begitu banyak faktor, atau vareabel, yang berada
diluar manusia untuk memahaminya. Selama ini kita berfikiran bahwa seluruh
perubahan dapat kita identifikasi, sehingga intervensi terhadap proses
perubahan lingkungan dilakukan secara deterministik dengan target yang jelas.
Bila kerangka pemikiran dikembalikan bahwa perubahan tidak semua dalam
kemampuan manusia maka hal tersebut baru dapat difahamkan adanya
keterbatasan.
← Ketidakpastian
Merupakan keadaan dimana proses perubahan lingkungan terjadi begitu
dinamik, dan diluar jangkauan dalam memperkirakan atau melakukan prediksi.
Prediksi perubahan lingkungan sifatnya masih semu dan belum
menggambarkan seluruh
KONSEP DASAR
← Memahami Lingkungan Secara Holistik
ABIOTIK
BIOTIK CULTURE
← Dinamika lingkungan :
Perubahan, Kompleksitas, dan
ketidakpastian
Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 24
Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 25
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) DAN KAJIAN LINGKUNGAN
HIDUP STRATEGIS (KLHS)
A.
Kedua batas bentang alam atau lebih tepat disebut sebagai batas ekosistem. Batas
ekosistem mengikuti fungsi secara bentang alam, daerah aliran sungai (DAS) sering
digunakan untuk delineasi batas alam mini. Batas dengan mengikuti DAS lebih mudah
digunakan untuk wilayah dengan batas sungai yang jelas, tapi tidak mudah digunakan untuk
wilayah yang batas DAS nya tidak jelas, misalkan daerah berawa. Batas bentang alam
secara pengelolaan tidak secara pasti berada dalam satu wilayah administratif, dan dapat
mencakup dua atau lebih wilayah administratif. Sebagai contoh Sungai Solo merupakan satu
daerah aliran sungai dari hulu di Kabupaten Wonogiri dan hlir berada di Kabupaten
Tuban/Lamongan. Pengelolaan atas dasar DAS seharusnya merupakan satu kesatuan
ekosistem DAS Solo. Perubahan terhadap DAS di hulu akan berpengaruh terhadap kegiatan
di tengah dan di hilir. Banjir di Bojonegoro dan Tuban akibat pengaruh dari terjadinya hujan
di Wonogiri dan daerah hulu lainya. Secara administratif pemerintah di wilayah hilir
(Tuban/Bojonegoro) tidak dapat melakukan pengelolaan di wilayah hulu (Wonogiri).
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 25
Beberapa permasalahan yang dapat terjadi berkait dengan perbedaan batas
wilayah secara administratif dan batas secara ekosistem ini adalah sebagai berikut :
← Ketidak mampuan pengelolaan karena tidak adanya kewenangan dalam pengelolaan
terutama bila system alam (ekosistem) melintas batas administratif
← Terjadi ego kewilayahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, karena
adanya kepentingan ekonomi setiap pemerintah daerah
← Ancaman degradasi lingkungan yang dapat memberikan dampak lebih besar kepada
kehidupan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan
← Adanya intervensi politik dan ekonomi sehingga pengelolaan linkungan
kurang memperoleh prioritas
← Lemahnya kerjasama antar wilayah dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan
lingkungan, sehingga konsep kelestarian lingkungan kurang memperoleh perhatian
secara memadai.
Rencana Tata Ruang Wilayah diatur sesuai dengan UU no 26 Tahun 2007, tentang
penataan ruang. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Setiap wilayah
administratif menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai acuan dalam pemanfaatan
lahan di wilayahnya. Tata Ruang Wilayah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (PERDA)
yang mengikat setiap pengambilan kebijakan. Demikian Strategisnya Tata Ruang Wilayah
ini dalam pengaturan pemanfaatan ruang, sehingga harus diimbangi dengan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) agar mampu terwujud pembangunan berkelanjutan
(Sustaible Development).
Disamping rencana umum tata ruang tersebut, terdapat rencana tata ruang yang lebih
rici disebut rencana rinci. Beberapa rinci dalam tata ruang adalah sebagai berikut :
← Rencana Tata Ruang Pulau dan Kepualauan dan Rencana Strategis Nasional
Rencana Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang wilayah nasional; b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi
sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama; c. rencana pola ruang wilayah nasional
yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis
nasional; d. penetapan kawasan strategis nasional; e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan f. arahan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem
nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) memiliki fungsi sebagai pedoman
untuk:
← penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
← pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun, ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang
berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-
Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan
pemerintah.
B.1.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) disusun oleh Pemerintah Provinsi
dengan memperhatikan kepentingan pengembangan provinsi. Acuan yang digunakan adalah
RTRWN, dengan mendorong peran setiap provinsi secara keruangan nasional, dengan
penataan ruang yang sesuai. Pedoman lain yang digunakan adalah pedoman bidang penataan
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten disusun dengan mengacu pada : a.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi; b. doman
dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; c. rencana pembangunan jangka panjang
daerah. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:
Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang wilayah kabupaten; b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang
meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem
jaringan prasarana wilayah kabupaten; c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang
meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten; d. penetapan
kawasan strategis kabupaten; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; f. ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten memiliki fungsi menjadi pedoman untuk: a.
penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana
pembangunan jangka menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan antarsektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; f. penataan
ruang kawasan strategis kabupaten.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan
lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah
kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun, ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial
negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-
Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam
5 (lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah
kabupaten.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 31
PETA POLA PEMANFAATAN RUANG PULAU JAWA - BALI
Lingkungan hidup di Indonesia saat ini masih menunjukkan penurunan kondisi, seperti
terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan, penurunan ketersediaan dibandingkan
kebutuhan sumber daya alam, maupun bencana lingkungan. Hal ini merupakan indikasi
bahwa aspek lingkungan hidup belum sepenuhnya diperhatikan dalam perencanaan
pembangunan. Selama ini, proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan,
rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan secara optimal. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada
tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai instrumen seperti antara lain Amdal, dipandang
belum menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat
berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau
program.
Memperhatikan hal tersebut, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan
seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana,
dan/atau program pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) merupakan upaya untuk mencari terobosan dan memastikan bahwa pada tahap awal
penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan sudah dipertimbangkan. Makna strategis mengandung arti perbuatan atau
aktivitas sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil
akhir yang akan diraih. Dalam konteks KLHS perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian
Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strtaegis bersifat wajib dalam penyusunan atau
evaluasi:
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan
Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko lingkungan.
Apabila hasil penapisan menyatakan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan dalam suatu
kebijakan, rencana, dan/atau program, hal tersebut harus dituangkan dalam surat pernyataan
yang ditandatangani oleh pembuat kebijakan, rencan, dan/atau program dan/atau pihak-pihak
yang berkepentingan sesuai dengan kewenangannya. Surat pernyataan tersebut harus dapat
diakses oleh publik. Penapisan dapat dilakukan dengan menggunakan metode daftar uji,
penilaian pakar atau kajian ilmiah. Berikut merupakan contoh daftar uji penapisan KLHS
bagi suatu penapisan.
Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang representatif dapat diawali dengan
pemetaan pemangku kepentingan. Pemetaan ini untuk membantu pemilihan pemangku
kepentingan yang tidak saja berpengaruh, tetapi juga mempunyai tingkat kepentingan yang
tinggi terhadap kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan dirumuskan serta peduli
terhadap lingkungan hidup. Identifikasi dan pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan
dapat dilakukan sesuai proses dan prosedur penyusunan dan evaluasi masing-masing
kebijakan, rencana, dan/atau program, misalnya untuk penyusunan rencana tata ruang, hal ini
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 39
Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Perumusan isu pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui 5 (lima) tahap sebagai
berikut:
penghimpunan isu pembangunan berkelanjutan berdasarkan masukan dan kesepakatan
pemangku kepentingan;
pengelompokan isu pembangunan berkelanjutan;
konfirmasi isu pembangunan berkelanjutan dengan memanfaatkan data dan
informasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah;
pelaksanaan kajian khusus untuk isu tertentu yang dianggap penting atau masih
diperdebatkan; dan
penetapan isu pembangunan berkelanjutan yang akan dijadikan dasar bagi kajian
pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program.
Berapa pengetahuan praktis untuk melakukan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
fokus pada isu pembangunan berkelanjutan yang menjadi perhatian utama di wilayah
perencanaan;
memanfaatkan data dan informasi yang tersedia dan hasil kajian yang telah dilakukan
sebelumnya;
mempertimbangkan pandangan para ahli maupun tokoh masyarakat;
menggunakan alat bantu seperti peta, data statistik, foto, video, dan diagram untuk
menunjukkan dimensi numerik, spasial, atau visual;
menggunakan pengetahuan dan pengalaman akan adanya perubahan dan kaitan antar
masalah;
uji silang (crosscheck), konsultasi, dan kesepakatan dengan tim pembuat kebijakan,
rencana dan/atau program.
Identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program baik yang akan disusun maupun
yang akan dievaluasi. Tujuan identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan
disusun adalah mengetahui dan menentukan muatan dan substansi rancangan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap lingkungan hidup dan
diberi muatan pertimbangan aspek pembangunan berkelanjutan. Sedangkan tujuan
identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program pada saat evaluasi adalah mengevaluasi
muatan dan substansi kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah diimplementasikan
yang memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup.
Setiap kebijakan, rencana, dan/atau program memiliki unsur korelasi satu sama lain
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dipahami unsur korelasi tersebut, serta pada
tingkatan apa (apakah pada tingkatan kebijakan, rencana, atau program) pengaruh terhadap
isu pembangunan berkelanjutan dapat terjadi. Contoh kekhasan unsur korelasi tersebut
adalah pada rencana tata ruang wilayah, dimana di dalamnya terdapat kebijakan, rencana,
maupun program, dan korelasi satu sama lain adalah bahwa kebijakan menjadi arahan bagi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 40
rencana, serta rencana (yang berupa rencana pola ruang dan rencana struktur ruang) menjadi
arahan bagi indikasi program.
kajian pengaruh dapat dilakukan secara lebih detil dengan menggunakan salah satu
atau kombinasi dari kajian berikut ini: 1) Kapasitas daya dukung dan daya tampung; 2.
perkiraan mengenai dampak risiko lingkungan hidup; 3. kinerja jasa layanan ekosisitem;
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; 5) Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim; 6) Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati
A.
(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya; f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad
renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi
pertahanan negara; dan/atau
.a penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan Menteri.
PP No 27 Tahun 2012
Peraturan pemerintah no 27 tahun 2012 merupakan penjabaran dari undang
undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 33, Pasal 41, dan Pasal 56 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang IZIN
LINGKUNGAN. Peraturan pemerintah tersebut mengatur tentang ijin
lingkungan yang harus di terbitkan seiring dengan telah selesainya dokumen
kajian lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, SPPL).
Pasal 2
← Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-
UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.
← Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
← penyusunan AMDAL dan UKL-UPL;
← penilaian AMDAL dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
← permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Pasal 2
Set tiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap
Kajian Kelayakan Lingkungan
44
lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Untuk menentukan rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemrakarsa melakukan penapisan sesuai dengan tata cara
penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Terhadap hasil penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
instansi lingkungan hidup pusat, provinsi, atau kab bupaten/kota menelaah
dan menentukan wajib tidaknya rencana Usaha dan/atau Kegiatan memiliki
Amdal.
Pasal 3
.a Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dilakukan:
a. di dalam kawasan lindung; dan//atau
b. berbatasan langsung dengan kawasan lindung,wajib memiliki Amdal.
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berbatasan langsung dengan
kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang:
a.batas tapak proyek bersinggungan dengan batas kawasan lindung;
dan/atau
.a dampak potensial dari rencana Usaha dan/atau
Kegiatan diperkirakan mempengaruhi kawasan lindung
terdekat.
Kewajiban memiliki Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),,
dikecualikan bagi rencana Usaha dan/atau Kegiatan:
eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, dan panas bumi;
penelitian dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan;
yang menunjang pelestarian kawasan lindung;
yang terkait kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup;
budidaya yang secara nyata tidak berdampak penting terhadap
lingkungan hidup; dan
budidaya yang diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap dan
tidak mengurangi fungsi lindung kawasan dan di bawah
pengawasan ketat.
Pasal 4
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang:
memiliki skala/besaran lebih kecil daripada yang tercantum dalam
Lampiran I; dan/atau
tidak tercantum dalam Lampiran I tetapi mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup, dapat ditetapkan menjadi jenis rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal di luar
Lampiran I.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
Kajian Kelayakan Lingkungan
45
(1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan:
pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung
lingkungan; dan
tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap
lingkungan hidup.
Jennis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diusulkan secara tertulis kepada Menteri, oleh:
kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian;
gubernur;
bupati/walikota; dan/atau
masyarakat.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulkan setelah dilakukan telaahan sesuai kriteria sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagiaan tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
Jen nis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang WAJIB memiliki Amdal dapat
ditetapkan menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang TIDAK WAJIB
memiliki Amdal, apabila:
← dampak dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dapat ditanggulangi
berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan n/atau
← berdasarkan pertimbangan ilmiah, ,tidak menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup.
Jen nis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dim maksud pada ayat
.a ditetapkan ooleh Menteri.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulka an secara tertulis kepada Menteri, oleh:
a. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian; b.gubernur;
bupati/walikota; dan/atau, d. masyarakat.
Jen nis rencana usaha dan/atau u kegiatan sebagaimana dim maksud pada ayat
(1) wajib memiliki UKL-UPL atau SURAT PER RNYATAAN
KESANGGUPAN PENGELOOLAAN DAN PEMANTAUAN LING
GKUNGAN HIDUP sesuai dengan n peraturan perundang-unddangan
mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
Ketentuan tentang penetapan bentuk kajian lingkungan secara bagan disajikan pada
Gambar 1 dan gambar 2.
A.2 Tahap Kajian Lingkungan
Dalam melakukan kajian lingkungan terdapat beberapa tahap kegiatan yaitu :
Publikasi dan sosialisasi untuk menjaring pendapat masyarakat
Publikasi dapat dilakukan melalui penyebaran informasi lewat media masa,
penyebaran leftlet atau bentuk sosialisi lahan. Keterlibatan masyarakat
diatur dalam PermenLH No 17 Tahun 2012. Publikasi dimaksudkan untuk
dapat menampung aspirasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat,
menampung bila terjadi konflik pemanfaatan lokasi dan bentuk-bentuk lain
dari komplain masyarakat.
DOKUMNEN ANDAL
Permen LH No 5 Tahun 2012
DOKUMEN RKL
WAJIB AMDAL
PENYUSUNAN
KA-ANDAL
DOKUMEN RPL
PUBLIKASI/SOSIALISASI
IJIN LINGKUNGAN
HIDUP
OLEH MENTERI ATAU
KEPALA DAERAH
BKPMD/ WALIKOTA
IZIN PRINSIP
PEMBANGUNAN
FASILITAS
IZIN LOKASI BPN KOTA
OLEH PEMRAKARSA
IZIN MENDIRIKAN
DINAS TATA KOTA
BANGUNAN (IMB)
KAJIAN
LINGKUNGAN
PELAKSANAAN
ALTERNA PEMBANGUNAN
TIF
SPPL AMDAL
UKL/UPL
Kajian Kelayakan Lingkungan 49
BAGAN KETERLIBATAN MASYARAKAT
PENGUMUMAN
RENCANA USAHA
DAN KEGIATAN
PENGUMUMAN
SARAN, PENDAPAT, PERSIAPAN
PENYUSUNAN
DAN TANGGAPAN AMDAL
KONSULTASI
PENYUSUNAN KA-
SARAN, PENDAPAT,
DAN TANGGAPAN PENILAIAN KA-
ANDAL OLEH
KOMISI
PENYUSUNAN ANDAL,
RKL, RPL
SARAN, PENDAPAT,
DAN TANGGAPAN
PENILAIAN ANDAL
RKL, RPL OLEH
KOMISI
KEPUTUSAN KELAYAKAN
LINGKUNGAN HIDUP
KEPALA
Kajian Kelayakan Lingkungan
50
B.
Persiapan
Merupakan tahap kegiatan awal studi berupa persiapan pelaksanaan pekerjaan dengan
menyusun jadwal kegiatan dan pelingkupan bersama seluruh tenaga ahli, persipan surat
menyurat dan persiapan penyusunan Kerangka Acuan ANDAL. Pada Tahap ini juga
merupakan tahap untuk menyelesaikan administrasi pekerjaan.
Pelingkupan (skoping)
Pekerjaan pelingkupan merupakan tahapan kegiatan untuk melakukan penyeringan jenis
kegiatan. Pelingkupan dengan menggunakan Dasar Hukum UUPPLH No 32 Tahun 2009
dan PP 27 tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan dan PermenLh No 5 Tahun 2012. Hasil
pelingkupan ini adalah wajib amdal suatu kegiatan atau UKL/UPL dan Dampak Penting
Kegiatan.
Penyusunan ANDAL
Dokumen ini disusun setelah Kerangka Acuan ANDAL disetujui oleh komisi Amdal.
Dokumen ANDAL ini berisi tentang Rona Lingkungan Awal, Prediksi Dampak
Lingkungan, Komponen Lingkungan yang terkena Dampak, Mitigasi Dampak
Lingkungan.
Penyusunan RKL
Merupakan tahap berikut dari penyusunan Dokumen AMDAL yaitu berupa Rencana
Pengelolaan Lingkungan. Dalam dokumen ini akan dihasilkan matrik tentang pengelolaan
lingkungan.
Penyusunan RPL
Merupakan dokumen pelengkap berupa Pemantauan Lingkungan, yang memuat bagaimana
memantau kegiatan lingkungan dari prediksi yang telah disusun. Dengan pemantauan ini
akan memudahkan dalam melakukan pemantauan oleh badan yang independence dalam
melakukan pemantauan.
Diskusi dan Asistensi
Diskusi dan asistensi dilakukan pada saat penyusunan Kerangka Acuan (KA), penyusunan
dokumen ANDAL dan Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan &
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Setelah dilakukan asistensi dilakukan
pembahasan/presentasi dari hasil yang diperoleh.
Legalisasi Dokumnen
Merupakan hasil akhir dari kegiatan Penyusunan Dokumen AMDAL dengan melakukan
legalisasi dari Dokumen oleh instansi yang berwenang. Selengkapnya lihat Gambar 3
berikut.
IZIN
Jenis PENAPISA Kerangka Acuan Analisis
LINGKU
Usaha / N (KA) ANDAL Dampak NGAN
PELINGK Lingkungan HIDUP
Kegiatan
UPAN
(ANDAL) Rencana
Ruang Lingkup Pengelolaan
AMDAL Lingkungan
(RKL)
UKL / Mekanisme
UPL
Penyusunan UKL / UPL
Gambar 3
DIAGRAM ALIR KERANGKA PEMIKIRAN PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL
Kajian Kelayakan Lingkungan 52
C.
Dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang dipandang relevan untuk
ditelaah secara mendalam dalam studi ANDAL dengan meniadakan hal-hal atau
komponen lingkungan hidup yang dipandang kurang penting ditelaah;
Lingkup wilayah studi ANDAL berdasarkan beberapa pertimbangan: batas proyek, batas
ekologis, batas sosial, dan batas administratif;
Kedalaman studi ANDAL antara lain mencakup metoda yang digunakan, jumlah sampel
yang diukur, dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumber daya yang tersedia
(dana dan waktu).
Semakin baik hasil pelingkupan semakin tegas dan jelas arah dari studi ANDAL yang akan
dilakukan.
Berdasarkan asumsi atau pengertian tersebut, maka sesungguhnya setiap saat kita selalu
dihapakan pada berbagai alternatif pilihan dari kadar yang paling sederhana hingga yang
paling sulit – untuk diambil suatu keputusan. Artinya, semakin banyak kita harus
menentukan pilihan, maka secara tidak sadar kita telah melakukan perlingkupan, untuk
keputusan tertentu. Dalam hal ini yang terpenting adalah pertimbangan atau kriteria yang
harus ditetapkan untuk melakukan pengambilan keputusan. Pertimbangan atau kriteria itu
menyangkut berbagai dimensi yang meliputi faktor sumber daya, waktu, ruang dan
kemampuan sehingga suatu keputusan yang kita ambil memiliki kelaikan dari berbagai
segi.
Kegunaan Pelingkupan
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kegunaan pelingkupan bagi penyusun
ANDAL meliputi sejumlah esensi penting. Untuk mengidentifikasi dampak penting (main
issue) dari suatu proyek. untuk menetapkan komponen lingkungan yang akan terkena
dampak nyata dari aktivitas proyek, menetapkan setrategi penelitian pada komponen yang
akan terkena dampak, menetapkan parameter atau indikator dari komponen lingkungan
yang akan diukur, untuk mempertimbangkan dari segi efisiensi waktu dan biaya studi,
memastikan bahwa komponen yang tidak terkena dampak tidak akan dibahas atau
dievuluasi.
Tujuan Pelingkupan
mendapat gambaran umum tentang rencana kegiatan dan hal-hal lain yang terkait, dari
pemrakarsa proyek ;
mendapat informasi dari pengambil kebijakan secara instansional, yakni dari interen
pemrakarsa, instansi yang bertanggung jawab, pemberi dana, dari komisi penilai atau
fihak-fihak yang terkait;
mendapat informasi dari instansi pembuat peraturan (produk hukum/peraturan) dan
perncanaan (baik dari daerah/ pusat) ;
mendapat informasi dari lembaga perguruan tinggi;
mendapat informasi dari masyarakat, baik dari kelompok bawah, formal leader, non formal
leader dan LSM/ LPSM (NGO).
Secara teknis metodologis, tahapan dalam pelingkupan dapat dibagi kedalam tiga
tingkatan, yakni relevansinya dengan penyusunan Kerangka Acuan, Persiapan Studi dan
indentifikasi, prediksi, interpretasi dan Evaluasi. Ketiga tahapan tersebut dapat diuraikan
sbb :
Pelingkupan Tahap II
Pelingkupan pada tahap ini kegiatan difokuskan pada keterkaitan antara deskripsi
proyek dengan komponen/ parameter lingkungan hidup yang akan dilkaji. Adapun
beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan meliputi hal-hal sbb:
melakukan seleksi terhadap jenis aktivitas proyek yang diduga menimbulkan
dampak penting terhadap rona lingkungan, sesuai dengan main issue UU No.32
Tahun 2009, PP No 27 Tahun 2012, PermenLh No 16 Tahun 2012).
melakukan kegiatan penjajagan lapangan (pra survai) untuk menetapkan area dan
komponen/ parameter terkena dampak
menetukan jumlah komponen/ parameter yang akan dikaji/ diukur
mengidentifikasi esensi dampak proyek terhadap lingkungan dan dampak
lingkungan terhadap proyek.
menentukan alat, dana, instrumen penelitian dan peneliti
menetukan obyek dan subyek informasi yang diperlukan (primer/sekunder) serta
tujuan penelitian.
menetapkan jumlah, jenis dan periodisasi data yang dibutuhkan.
menetapkan metode penelitian sesuai dengan bidang keilmuan (fisik-kimiawi,
biologi dan sosial ekonomi dan budaya)
melakukan waktu studi, dan tahapan menurut fasenya (pra konstruksi, konstruksi
dan operasi).
termasuk pengurusan perijinan, akomodasi dan transportasi.
Pelingkupan tahap ketiga ini pada hakekatnya merupakan kelanjutan dari langkah
pelingkupan tahap I dan tahap II yang lebih memusatkan pertimbangannya pada pemilihan
metode AMDAL yang paling sesuai. Hal ini mengingat bahwa dalam metodologi AMDAL
dikenalkan banyak metode yang dirumuskan oleh para ahli yang masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Pada tahap pelingkupan ke tiga ini kita dapat menetukan atau
memilih dengan cara sebagai berikut :
menetapkan metode identifikasi, apakah dengan matrik, flow chart, delphi, daftar
uji, gabungan atau modifikasi dsb.
menetukan sifat dampak dengan memberikan tanda +: dampak positif -:
dampak negatif atau 0: tidak ada dampak.
menetapkan metode prediksi, apakah dengan pendekatan matematis (metode
formal, metode informal/ kualitatip atau kombinasi).
melakukan intepretasi terhadap hasil pembahasan dengan pendekatan yang sesuai
ichwal dampak yang terjadi
melakukan pengukuran atau evaluasi dengan kriteria tertentu, baik menurut
ketentuan regulatif maupun besar kecilnya dampak dengan pemberian skala dari
yang tidak penting, kurang penting, cukup penting, penting dan sangat penting
atau dengan gradasi dampak kecil hingga besar.
Jika ke tiga tahapan pelingkupan tersebut kita pahami sebagai satu kesatuan langkah
pemahaman, maka tahapan dalam pelingkupan secara komprehensif dapat digambarkan
kedalam skema sebagai berikut :
Ukuran dampak penting terhadap lingkungan, perlu disertai dengan dasar pertimbangan
sebagai berikut :
Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap lingkungan berkaitan secara relatif
dengan besar kecilnya rencana usaha atau kegiatan, hasil guna dan daya
gunanya, bila rencana usaha atau kegiatan tersebut dilaksanakan.
Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap lingkungan dapat pula didasarkan
pada dampak usaha atau kegiatan tersebut terhadap salah satu aspek lingkungan
saja, atau dapat juga terhadap kesatuan dan tata kaitannya dengan aspek-aspek
lingkungan lainnya dalam batas wilayah studi yang telah ditentukan.
Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap lingkungan atas dasar kemungkinan
timbulnya dampak positif atau dampak negatif tak boleh dipandang sebagai
faktor yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan harus diperhitungkan
bobotnya guna dipertimbangkan hubungan timbal baliknya untuk mengambil
keputusan.
Intensitas Dampak
Intensitas dampak mengandung pengertian perubahan lingkungan yang timbul
bersifat hebat, atau drastis. Serta berlangsung di area yang relatif luas, dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Dengan demikian dampak lingkungan tergolong penting
bila:.
Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi
ANDAL sesuai hasil pelingkupan dampak besar dan penting, dan dengan memperhatikan
keterbatasan sumber daya, waktu dan tenaga, serta saran pendapat dan tanggapan dari
masyarakat yang berkepentingan. Lingkup wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan
pertimbangan batas-batas ruang sebagai berikut:
Batas proyek
Yang dimaksud dengan batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan akan melakukan kegiatan pra-konstruksi, konstruksi dan operasi. Dari
ruang rencana usaha dan/atau kegiatan inilah bersumber dampak terhadap lingkungan
hidup di sekitarnya, termasuk dalam hal ini alternatif lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan. Posisi batas proyek ini agar dinyatakan juga dalam koordinat.
Batas ekologis
Yang dimaksud dengan batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan menurut media transportasi limbah (air, udara), dimana
proses alami yang berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami
perubahan mendasar. Termasuk dalam ruang ini adalah ruang di sekitar rencana usaha
dan/atau kegaitan yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas usaha dan/atau
kegiatan.
Batas sosial
Kajian Kelayakan Lingkungan 59
Yang dimaksud dengan batas sosial adalah ruang di sekitar rencana usaha dan/atau
kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur
sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Batas sosial ini sangat penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam studi
ANDAL, mengingat adanya kelompok-kelompok masyarakat yang kehidupan sosial
ekonomi dan budayanya akan mengalami perubahan mendasar akibat aktifitas usaha
dan/atau kegiatan. Mengingat dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan menyebar tidak merata, maka batas sosial ditetapkan
dengan membatasi batas-batas terluar dengan memperhatikan hasil identifikasi komunitas
masyarakat yang terdapat dalam batas proyek, ekologis serta komunitas masyarakat yang
berada diluar batas proyek dan ekologis namun berpotensi terkena dampak yang mendasar
dari rencana usaha dan/atau kegiatan melalui penyerapan tenaga kerja, pembangunan
fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Batas administratif
Yang dimaksud dengan batas administrasi adalah ruang dimana masyarakat dapat
secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam ruang tersebut. Batas ruang tersebut
dapat berupa batas administrasi pemerintahan atau batas konsesi pengelolaan sumber daya
oleh suatu usaha dan/atau kegiatan (misal, batas HPH, batas kuasa pertambangan). Dengan
memperhatikan batas-batas tersebut di atas dan mempertimbangkan kendala-kendala teknis
yang dihadapi (dana, waktu, dan tenaga), maka akan diperoleh ruang lingkup wilayah studi
yang dituangkan dalam peta dengan skala yang memadai.
yakni ruang yang merupakan kesatuan dari keempat wilayah di atas, namun
penentuannya disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki
keterbatasan sumber data, seperti waktu, dana, tenaga, tehnik, dan metode telaahan.
Dengan demikian, ruang lingkup wilayah studi memang bertitik tolak pada ruang bagi
rencana usaha dan/atau kegaitan, kemudian diperluas ke ruang ekosistem, ruang sosial dan
ruang administratif yang lebih luas.
Kajian Kelayakan Lingkungan 60
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL)
A.
PEMAHAMAN UMUM
PENGERTIAN AMDAL
B.1 Pengertian
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dokumen ini dimaksudkan sebagai panduan
untuk memudahkan penyusunan AMDAL bagi berbagai kegiatan (proyek)
pengembangan suatu kegiatan. Secara khusus Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan
Pembangunan Sarana dan prasarana ini diharapkan dapat:
Usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang sudah
dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup tidak diwajibkan membuat
analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi. Usaha dan/atau kegiatan yang
diwajibkan untuk melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dan
perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan
hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kawasan. Kriteria mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara
lain :
jumlah manusia yang akan terkena dampak;
luas wilayah persebaran dampak;
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
sifat kumulatif dampak;
berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Analisis mengenai dampak lingkungan tidak perlu dibuat bagi rencana usaha
dan/atau kegiatan untuk menanggulangi suatu keadaan darurat. Analisis mengenai
dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
Permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan yang diberikan oleh instansi yang
bertanggung jawab. Pejabat yang berwenang mencantumkan syarat dan kewajiban
sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkannya. Ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemrakarsa, dalam menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.
AMDAL Kawasan
Studi kelayakan lingkungan untuk usaha kegiatan yang diusulkan dari berbagai
kegiatan dimana AMDALnya menjadi kewenangan satu sektor yang
membidangi. Contoh AMDAL Kawasan Industri, AMDAL kawasan
Pariwisata, dll. Dikelola oleh satu instansi yang membawai beberapa kegiatan.
Fungsi kegiatan meruapakan satu kesatuan kegiatan dan lokasi dengan satu
kesatuan sarana dan prasarana. Umumnya berada pada satu hamparan
ekosistem, dengan satu instansi penanggungjawab.
AMDAL Regional
Studi kelayakan lingkungan untuk usaha kegiatan yang diusulkan yang terkait
satu sama lain. Masing-masing menjadi kewenangan lebih dari satu instansi,
terletak lebih dari satu kewenangan adminstratif dan lebih dari satu hamparan
ekosistem. Contoh AMDAL lahan gambut sejuta hektar, AMDAL Bukit
Semarang Baru, dsb. Pengelola kegiatan umumnya 1 instansi, bersifat multi
sektor dan multi kegiatan. Pada umumnya lebih dari satu hamparan ekosistem,
lebih dari satu instansi penanggungjawab.
C.
KOMISI AMDAL
Komisi Penilai Amdal Pusat menilai dokumen Amdal untuk Usaha dan/atau
Kegiatan yang bersifat strategis nasional; dan/atau berlokasi di lebih dari 1 (satu)
wilayah provinsi; di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang dalam
sengketa dengan negara lain; di wilayah laut lebih dari 12 (duabelas) mil laut diukur
dari garis
Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai Amdal dibantu
oleh:
tim teknis Komisi Penilai Amdal yang selanjutnya disebut tim teknis; dan
sekretariat Komisi Penilai Amdal.
Tim teknis terdiri atas ahli dari instansi teknis yang membidangi Usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan instansi lingkungan hidup; dan ahli lain dan
bidang ilmu yang terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan tim
teknis ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
D.
Pemrakarsa adalah orang atau badan usaha yang mempunyai prakarsa (niat),
rencana untuk melakukan suatu usaha atau kegiatan. Lebih di kenal dengan
istilah investor. Pemrakarsa dalam upaya memperoleh izin mendirikan
bangunan (IMB) harus melengkapi rencana kegiatan dengan kajian lingkungan.
Kajian lingkungan disusun oleh penyusun AMDAL. Pemrakarsa menyusun
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan
rencana pemantauan lingkungan hidup, berdasarkan kerangka acuan yang telah
mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab.
E.
KA-ANDAL
Kerangka Acuan ANDAL disingkat KA-ANDAL adalah ruang lingkup
studi analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil
pelingkupan yang disepakati oleh Pemrakarsa/Penyusun AMDAL dan
Komisi AMDAL. Bila kerangka ini belum disetujui maka kegiatan
lanjut dari studi AMDAL belum dapat dilaksanakan.
ANDAL
RKL
Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat digunakan untuk memahami
fenomena-fenomena yang terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari
tingkat proyek (untuk memahami perilaku dampak yang timbul akibat
usaha dan/atau kegiatan), sampai ke tingkat kawasan atau bahkan
regional; tergantung pada skala keacuhan terhadap masalah yang
dihadapi.
RPL
PENYUSUN AMDAL
Pada bab ini akan disajikan bagaimana menyusun dokumen Amdal dan
dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UKL-UPL). Pada bagian pertama ini akan dsajikan teknik penyusunan AMDAL
sedangkan pada bagian akhir akan disajikan teknis penyusunan dokumen UKL dan
UPL.
Dokumen AMDAL terdiri dari 4 buah dokumen yang merupakan satu kesatuan.
Keempat dokumen tersebut adalah :
KA-ANDAL (Kerangka Acuan – ANDAL)
ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan )
RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan)
RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan)
A.
Pendahuluan
Pendahuluan pada dasarnya berisi informasi tentang latar belakang,
tujuan rencana usaha dan/atau kegiatan serta pelaksananaan studi
Amdal.
Pada bagian ini perlu dicantumkan lebih dulu pernyataan apakah penyusunan
dokumen amdal dilakukan sendiri oleh pemrakarsa atau meminta bantuan
kepada pihak lain sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012. Apabila pemrakarsa meminta bantuan kepada pihak
lain, harus dicantumkan apakah penyusun amdal perorangan atau yang
tergabung dalam lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen amdal sesuai
dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012.
Apabila penyusun amdal adalah penyusun perorangan maka pada bagian ini
dicantumkan nama dan alamat lengkap Ketua Tim Penyusun yang memiliki
sertifikat kompetensi penyusun Amdal KTPA dan Anggota Tim Penyusun
(minimal dua orang memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal KTPA
dan/atau ATPA) beserta tenaga ahli dengan uraian keahliannya yang sesuai
dengan lingkup studi amdal (Pasal 11 ayat (1) PP No. 27 Tahun 2012).
Disamping memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal, penyusunan
perorangan tersebut wajib teregistrasi di KLH, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Tanda Bukti Sertifikat Kompetensi dan
registrasi dimaksud wajib dilampirkan.
Tenaga Ahli,
yaitu orang yang memiliki keahlian tertentu yang diperlukan dalam
penyusunan dokumen amdal seperti tenaga ahli yang sesuai dengan
dampak penting yang akan dikaji atau tenaga ahli yang memiliki
keahlian terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan.
Tim penyusunan amdal dan tenaga ahli bersifat wajib, sedangkan asisten penyusun
amdal bersifat pilihan.
A.3 PELINGKUPAN
Pelingkupan Muatan pelingkupan pada dasarnya berisi informasi tentang:
Uraian tersebut wajib dilengkapi dengan peta-peta yang relevan yang memenuhi
kaidah-kaidah kartografi dan/atau layout dengan skala yang memadai.
Informasi kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata
ruang seperti tersebut di atas dapat disajikan dalam bentuk peta tumpang susun
(overlay) antara peta batas tapak proyek rencana usaha dan/atau kegiatan dengan peta
RTRW yang berlaku dan sudah ditetapkan (peta rancangan RTRW tidak dapat
dipergunakan). Berdasarkan hasil analisis spasial tersebut, penyusun dokumen amdal
selanjutnya menguraikan secara singkat dan menyimpulkan kesesuaian tapak proyek
dengan tata ruang apakah seluruh tapak proyek sesuai dengan tata ruang, atau ada
sebagian yang tidak sesuai, atau seluruhnya tidak sesuai. Dalam hal masih ada
hambatan atau keragu-raguan terkait informasi kesesuaian dengan RTRW, maka
pemrakarsa dapat meminta bukti formal/fatwa dari instansi yang bertanggung jawab di
bidang penataan ruang seperti BKPTRN atau BKPRD.Bukti-bukti yang mendukung
kesesuaian dengan tata ruang wajib dilampirkan.
Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut tidak sesuai dengan rencana tata
ruang, maka dokumen KA tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012.
Kajian amdal merupakan studi kelayakan dari aspek lingkungan hidup sehingga ada
kemungkinan komponen rencana usaha dan/atau kegiatan memiliki beberapa
alternatif, antara lain alternatif lokasi, penggunaan alat-alat produksi, kapasitas,
spesifikasi teknik, sarana usaha dan/atau kegiatan, tata letak bangunan, waktu, durasi
operasi, dan/atau bentuk alternatif lainnya. Alternatif-alternatif yang dikaji dalam
Amdal dapat merupakan
Jika terdapat alternatif, maka dokumen Kerangka Acuan tersebut juga berisi
penjelasan kerangka kerja proses pemilihan alternatif tersebut. Penjelasan pada bagian
ini harus bisa memberikan gambaran secara sistematis dan logis terhadap proses
dihasilkannya alternatif-alternatif yang akan dikaji yang mencakup:
Penjelasan dasar pemikiran dalam penentuan faktor-faktor yang dipertimbangkan
dalam mengkaji alternatif.
Penjelasan prosedur yang akan digunakan untuk melakukan pemilihan terhadap
alternatif-alternatif yang tersedia, termasuk cara identifikasi, prakiraan dan
dasar pemikiran yang digunakan untuk memberikan pembobotan, skala atau
peringkat serta cara-cara untuk mengintepretasikan hasilnya.
Penjelasan alternatif-alternatif yang telah dipilih yang akan dikaji lebih lanjut
dalam Andal.
Pencantuman pustaka-pustaka yang akan atau sudah digunakan sebagai sumber
informasi dalam pemilihan alternatif.
Deskripsi rona lingkungan hidup harus menguraikan data dan informasi yang
terkait atau relevan dengan dampak yang mungkin terjadi. Deskripsi ini didasarkan
data dan informasi primer dan/atau sekunder yang bersifat aktual dan mengunakan
sumber data-informasi yang valid untuk data sekunder yang resmi dan/atau kredibel
untuk menjamin validitas data-informasi serta didukung oleh hasil observasi lapangan.
Data dan informasi rinci terkait dengan rona lingkungan hidup dimaksud dapat
disampaikan dalam lampiran.
Dalam hal terdapat beberapa alternatif lokasi, maka uraian rona lingkungan
hidup harus dilakukan untuk masing-masing alternatif lokasi.Deskrisi rona lingkungan
hidup awal dapat disajikan dalam bentuk data dan informasi spasial.
Secara rinci, informasi yang harus dijelaskan antara lain hal kunci (keypoints)
yang harus jadi perhatian bagi pengambil keputusan, yaitu informasi apa yang
dibutuhkan oleh pengambil keputusan terkait dengan hasil pelibatan masyarakat ini,
antara lain sebagai contoh adalah:
1) Informasi deskriptif tentang keadaan lingkungan sekitar (”ada hutan bakau” atau
Batas wilayah studi ini merupakan batas terluar dari hasil tumpang susun
(overlay) dari batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif setelah
mempertimbangkan kendala teknis yang dihadapi. Batasan ruang lingkup wilayah
studi penentuannya disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya
memiliki keterbatasan sumber data, seperti waktu, dana, tenaga, teknis, dan metode
telaahan. Setiap penentuan masing-masing batas wilayah (proyek, ekologis, sosial
dan administratif) harus dilengkapi dengan justifikasi ilmiah yang kuat. Bagian ini
harus dilengkapi dengan peta batas wilayah studi yang dapat menggambarkan batas
wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif. Peta yang disertakan harus
memenuhi kaidah-kaidah kartografi.
Batas wilayah studi dibentuk dari empat unsur yang berhubungan dengan dampak
lingkungan suatu rencana kegiatan, yaitu:
Batas proyek, yaitu ruang dimana seluruh komponen rencana kegiatan akan
dilakukan, termasuk komponen kegiatan tahap pra-konstruksi, konstruksi,
operasi dan pasca operasi. Dari ruang rencana usaha dan/atau kegiatan inilah
bersumber dampak terhadap lingkungan hidup disekitarnya. Batas proyek
secara mudah dapat diplotkan pada peta, karena lokasi-lokasinya dapat
diperoleh langsung dari peta-peta pemrakarsa. Selain tapak proyek utama,
batas proyek harus juga meliputi fasilitas pendukung seperti perumahan,
dermaga, tempat penyimpanan bahan, bengkel, dan sebagainya.
Batas ekologis, yaitu ruang terjadinya sebaran dampak-dampak lingkungan dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji, mengikuti media
lingkungan masing-masing (seperti air dan udara), dimana proses alami yang
berlangsung dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar. Batas ekologis akan mengarahkan penentuan lokasi pengumpulan
data rona lingkungan awal dan analisis persebaran dampak. Penentuan batas
ekologis harus mempertimbangkan setiap komponen lingkungan biogeofisik-
Dalam proses pelingkupan, harus teridentifikasi secara jelas pula batas waktu
kajian yang akan digunakan dalam melakukan prakiraan dan evaluasi dampak
dalam kajian Andal. Setiap dampak penting hipotetik yang dikaji memiliki
batas waktu kajian tersendiri. Penentuan batas waktu kajian ini selanjutnya
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona
lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan adanya
rencana usaha dan/atau kegiatan.
Penyusunan Dokumen AMDAL 82
A.4 PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENYUSUNAN KA-ANDAL
Hasil studi kelayakan ini tidak hanya berguna untuk para perencana, tetapi yang
terpenting adalah juga bagi pengambilan keputusan. Karena itu, dalam penyusun KA-
ANDAL untuk suatu ANDAL perlu dipahami bahwa hasilnya nanti akan merupakan
bagian dari studi kelayakan yang akan digunakan oleh pengambil keputusan dan
perencanaan. Sungguhpun demikian, berlainan dengan bagian studi kelayakan yang
menggarap faktor penunjang dan penghambat terlaksananya suatu usaha dan/atau
kegiatan ditinjau dari segi ekonomi dan teknologi, ANDAL lebih menunjukkan
pendugaan dampak yang bisa ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan tersebut
terhadap lingkungan hidup. Karena itu, penyusun KA-ANDAL perlu mengikuti
diagram alir penyusunan ANDAL di bawah ini sehingga akhirnya dapat memberikan
masukan yang diperlukan oleh perencana dan pengambil keputusan:
Penyusunan Dokumen AMDAL 83
A.6 SISTEMATIKA KERANGKA ACUAN (KA-ANDAL)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Pengertian
Yang dimaksud dampak besar dan penting selanjutnya disebut dampak penting
adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan
oleh suatu usaha dan atau kegiatan.
Pendahuluan
Pendahuluan ini memuat ringkasan deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan,
dampak penting hipotetik, batas wilayah studi dan batas waktu kajian berdasarkan
hasil pelingkupan dalam Kerangka Acuan (termasuk bila ada alternatif-alternatif).
Masing-masing butir yang diuraikan pada bagian ini disusun dengan mengacu pada
hasil
Penyusunan Dokumen AMDAL 86
pelingkupan dalam dokumen Kerangka Acuan. Surat Persetujuan Kesepakatan
Kerangka Acuan atau Pernyataan Kelengkapan Administrasi Dokumen Kerangka
Acuan (dalam hal jangka waktu penilaian Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
telah terlampaui dan Komisi Penilai Amdal belum menerbitkan keputusan persetujuan
Kerangka Acuan) wajib dilampirkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pendahuluan pada dasarnya
berisiinformasi mengenai:
ringkasan deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan;
ringkasan dampak penting hipotetik yang ditelaah/dikaji;
batas wilayah studi dan Batas waktu kajian.
Ringkasan Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah; Pada bagian ini, penyusun
dokumen Amdal menguraikan secara singkat mengenai dampak penting hipotetik
(DPH) yang akan dikaji dalam dokumen Andal mengacu pada hasil pelingkupan dalam
dokumen KA. Uraian singkat tersebut agar dilengkapi dengan bagan alir proses
pelingkupan.
Batas wilayah studi dan batas waktu kajian; Pada bagian ini, penyusun
dokumen Amdal menguraikan secara singkat batas wilayah studi dan
menampilkannya dalam bentuk peta atau data informasi spasial batas wilayah studi
yang dapat menggambarkan batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif
dengan mengacu pada hasil pelingkupan dalam dokumen KA. Peta yang disertakan
harus memenuhi kaidah-kaidah kartografi.
Penyusun dokumen Amdal juga menjelaskan batas waktu kajian yang akan
digunakan dalam melakukan prakiraan dan evaluasi secara holistik terhadap setiap
dampak penting hipotetik yang akan dikaji dalam Andal dengan mengacu pada batas
waktu kajiaan hasil pelingkupan. Penentuan batas waktu kajian ini selanjutnya
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona lingkungan
tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan dibandingkan dengan perubahan rona
lingkungan dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.
Data dan informasi rinci terkait dengan rona lingkungan hidup dimaksud
dapat disampaikan dalam lampiran.
Dalam hal terdapat beberapa alternatif lokasi, maka uraian rona lingkungan
hidup awal tersebut dilakukan untuk masing-masing alternatif lokasi tersebut. Uraian
rona lingkungan hidup awal pada dasarnya memuat data dan informasi dalam wilayah
studi yang relevan dengan dampak penting yang akan dikaji dan proses pengambilan
keputusan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan. Uraian rona
lingkungan hidup sedapat mungkin agar menggunakan data runtun waktu (time
series). Selain itu komponen lingkungan hidup yang memiliki arti ekologis dan
ekonomis perlu mendapat perhatian. Uraian rona lingkungan hidup awal tersebut juga
dapat dilengkapi dengan peta yang sesuai dengan kaidah kartografi dan/atau label
dengan skala memadai dan bila perlu harus dilengkapi dengan diagram, gambar, grafik
atau foto sesuai dengan kebutuhan;
Dalam bagian ini, pada dasarnya penyusun dokumen Amdal menguraikan hasil
evaluasi atau telaahan keterkaitan dan interaksiseluruh dampak penting hipotetik
(DPH) dalam rangka penentuan karakteristik dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
secara total terhadap lingkungan hidup. Dalam melakukan evaluasi secara holistik
terhadap DPH tersebut, penyusun dokumen Amdal menggunakan metode evaluasi
dampak yang tercantum dalam kerangka acuan. Metode evaluasi dampak tersebut
menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku secara nasional dan/atau
internasional di berbagai literatur yang sesuai dengan kaidah ilmiah metode evaluasi
dampak penting dalam Amdal. Dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan masih
berada pada pemilihan alternatif, maka evaluasi atau telaahan tersebut dilakukan untuk
masing-masing alternatif.
Ringkasan teori dan asumsi-asumsi yang digunakan, tata cara, rincian proses
dan hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan dalam evaluasi secara holistik
terhadap dampak lingkungan, dapat dilampirkan sebagai bukti.
Kesimpulan diuraikan yang diuraikan oleh penyusun dokumen amdal ini yang
akan ditelaah atau dinilai oleh Komisi Penilai Amdal. Hasil telahaan ini selanjutnya
menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya untuk memutuskan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup rencana usaha dan/atau kegiatan, sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
dan/atau revisinya.
Lampiran-Lampiran
Lampiran Pada bagian lampiran, penyusun dokumen Amdal dapat melampirkan
hal-hal sebagai berikut:
Surat Persetujuan Kesepakatan Kerangka Acuan atau Pernyataan
Kelengkapan Administrasi Dokumen Kerangka Acuan.
Data dan informasi rinci mengenai rona lingkungan hidup, antara lain
berupa tabel, data, grafik, foto rona lingkungan hidup, jika
diperlukan.
Ringkasan dasar-dasar teori, asumsi-asumsi yang digunakan, tata cara,
rincian proses dan hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan
dalam prakiraan dampak.
Ringkasan dasar-dasar teori, asumsi-asumsi yang digunakan, tata cara,
rincian proses dan hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan
dalam evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan.
Data dan informasi lain yang dianggap perlu atau relevan.
Pada umumnya kerangka isi dokumen ANDAL terdiri dari sebagai berikut.
Meskipun demikian pada kondisi khusus daftar isi ini dapat berkembang sesuai dengan
kesepakatan dengan komisi AMDAL untuk memperoleh kajian lebih holistik. Contoh
Daftar isi dalam dokumen ANDAL adalah sebagai berikut.
PEMRAKARSA
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Ringkasan Deskripsi Rencana Usaha dan Atau Kegiatan
1.1.1. Status Penyusunan Amdal
1.1.2. Kesesuaian Rencana Lokasi dengan Tata Ruang
1.1.3. Deskripsi Rencana Kegiatan Penyusunan Amdal
1.2. Ringkasan Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah
1.2.1. Komponen Kegiatan yang Menimbulkan Dampak
1.2.2. Identifikasi Dampak Potensial
1.2.3. Evaluasi Dampak Potensial
Penyusunan Dokumen AMDAL 94
1.2.4. Prioritas Dampak Penting Hipotetik
1.3. Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
1.3.1. Batas Wilayah Studi
1.3.2. Batas Waktu Kajian Amdal
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Untuk menangani dampak penting yang sudah diprediksi dari studi Andal dan
dampak lingkungan hidup lainnya, pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan
dapat menggunakan salah satu atau beberapa pendekatan lingkungan hidup yang
selama ini dikenal seperti: teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi.
Pendahuluan
Dalam bagian ini, penyusun dokumen Amdal menjelaskan atau menguraikan hal-
hal sebagai berikut:
Pernyataan tentang maksud dan tujuan pelaksanaan RKL-RPL secara
umum dan jelas. Pernyataan ini harus dikemukakan secara
sistematis, singkat dan jelas.
Uraian tersebut dicantumkan secara singkat dan jelas dalam bentuk matrik
atau tabel yang berisi pengelolaan terhadap terhadap dampak yang ditimbulkan,
dengan menyampaikan elemen-elemen sebagai berikut:
a. Dampak lingkungan (dampak penting dan dampak lingkungan hidup
lainnya).
Sumber dampak (dampak penting dan dampak lingkungan hidup lainnya).
Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup.
Bentuk Pengelolaan lingkungan hidup.
Lokasi pengelolaan lingkungan hidup.
Periode pengelolaan lingkungan hidup.
Institusi pengelolaan lingkungan hidup (PLH).
Pendekatan teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang digunakan untuk
mengelola dampak penting lingkungan hidup. Contoh:
1)“memasang sound barrier untuk mengurangi kebisingan”;
2)“untuk mencegah timbulnya getaran dan gangguan terhadap bangunan sekitar
Pendekatan institusi
Indikator
keberhasilan
Dampak Bentuk Lokasi Periode
Sumber pengelolaan pengelolaan pengelolaan Institusi pengelolaan lingkungan
No. Lingkungan lingkungan lingkungan lingkungan pengelolaan hidup
Dampak hidup hidup hidup lingkungan
yang dikelola hidup
dengan selaku pemrakarsa b.Instansi
konstruksi peraturan dengan dipilah konstruksi Pengawas
yaitu BLHD Kabupaten X, BLH
perundangan antara organic Provinsi Y
c.Instansi Penerima Laporan yaitu
dengan anorganik BLHD
sesuai dengan Kabupaten X, BLH Provinsi
SOP Y,
perusahaan
nomor
b. Bekerjasama
dengan Dinas
Kebersihan Ka
Y untuk
menyediakan
jasa angkutan
sampah
domestik
harian
Catatan penting:
Perlu diingat pula bahwa, tidak harus setiap dampak yang akan dikelola wajib memberikan tiga bentuk pengelolaan
sebagaimana dimaksud di atas, melainkan dipilih bentuk apa yang relevan dan efektif untuk mengelola dampak
tersebut.
Perlu diperhatikan juga bahwa dalam merumuskan bentuk pengelolaan lingkungan hidup, harus dilihat pula status dampak
yang akan dikelola, apakah dampak primer (dampak yang merupakan akibat langsung dari kegiatan), dampak sekunder
(dampak turunan pertama dari dampak primer), atau dampak tersier (dampak turunan kedua dari dampak primer).
Dengan memahami status dampak seperti ini, maka rencana pengelolaan dapat diformulasikan secara tepat sasaran,
karena jika suatu dampak primer telah dikelola dengan baik, maka kemungkinan besar dampak turunannya tidak pernah
akan timbul dan tentunya tidak perlu diformulasikan pengelolaan secara khusus untuk dampak turunan tersebut.
Periode pengelolaan lingkungan hidup Dalam kolom ini, penyusun dokumen Amdal
menguraikan secara singkat rencana tentang kapan dan berapa lama kegiatan
pengelolaan lingkungan dilaksanakan dengan memperhatikan: sifat dampak penting
dan dampak lingkungan lainnya yang dikelola (lama berlangsung, sifat kumulatif, dan
berbalik tidaknya dampak).
Waktu dan frekuensi pemantauan Uraikan tentang jangka waktu atau lama
periode pemantauan berikut dengan frekuensinya per satuan waktu.
Jangka waktu dan frekuensi pemantauan ditetapkan dengan
mempertimbangkan sifat dampak lingkungan yang dipantau (instensitas,
lama dampak berlangsung, dan sifat kumulatif dampak).
Penyusunan Dokumen AMDAL 105
CONTOH MATRIKS
RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL)
Dampak Lingkungan yang Dipantau Bentuk Pemantauan Lingkungan Hidup Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup
Jenis Dampak
N yang Timbul Metode
o. (bisa di Indikator/ Sumber Pengumpulan Waktu & Penerima
Lokasi Pantau Pelaksana Pengawas
ambien dan Parameter Dampak & Analisis Frekuensi Laporan
bisa di Data
sumbernya)
1 BLHD kab BLHD kab
Penurunan Kedalaman/ Dewatering Pemantauan Sumur pantau Satu bulan PT XYZ A, A,
A, B, C, D BLHD Prov
muka air ketinggian dari tahap langsung dan dua kali selaku B, BLHD Prov B,
tanah
(MAT) MAT operasional pada sumur E yang berada pemrakarsa Dinas PU Dinas PU
tambang pantau di koordinat dan seluruh Prov B, Dinas Prov B, Dinas
dengan ……. Dst kontraktor PU Kab A PU Kab A
menggunakan (lokasi rinci penambangan
piezometer pada peta di
lampiran …..)
Penyusunan Dokumen AMDAL 106
Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup
Pada kolom ini, penyusun dokumen Amdal mencantumkan institusi atau
kelembagaan yang akan berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan
pemantauan lingkungan hidup, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku baik ditingkat nasional maupun daerah pada setiap rencana pemantauan
lingkungan hidup. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pemantauan lingkungan hidup meliputi:
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh sektor terkait.
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota.
Keputusan-keputusan lain yang berkaitan dengan pembentukan institusi
pemantauan lingkungan hidup.
Jumlah dan Jenis Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Memasukan
jumlah yang dibutuhkan dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diajukan memerlukan izin PPLH, makadalam bagian ini, penyusun dokumen
Amdal sudah mengidentifikasi dan merumuskan daftar jumlah dan jenis izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan berdasarkan
rencana pengelolaan lingkungan hidup.
Surat Pernyataan
Pernyataan komitmen pelaksanaan RKL-RPL Pernyataan pemrakarsa memuat
pernyataan dari pemraksarsa untuk melaksanakan RKL-RPL yang ditandatangani di
atas kertas bermaterai.
Daftar pustaka
Pada bagian ini utarakan sumber data dan informasi yang digunakan dalam
penyusunan RKL_RPL baik yang berupa buku, majalah, makalah, tulisan,
maupun laporan hasil-hasil penelitian. Bahan-bahan pustaka tersebut agar ditulis
dengan berpedoman pada tata cara penulisan pustaka.
Penyusunan Dokumen AMDAL 107
Lampiran
Penyusun dokumen Amdal juga dapat melampirkan data dan informasi lain yang
dianggap perlu atau relevan.
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Pernyataan Kebijakan Lingkungan Hidup
1.3. Maksud RKL dan RPL
1.4. Tujuan Pelaksanaan RKL dan RPL
1.5 Kegunaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
1.5.1. Kegunaan Bagi Pemrakarsa
1.5.2 Kegunaan Bagi Institusi Terkait
1.5.3 Kegunaan Bagi Masyarakat
D.
IZIN LINGKUNGAN
E.
PENYUSUNAN DOKUMEN
UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL) DAN
UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UPL)
Identitas Pemrakarsa
Identitas pemrakarsa ini sangat penting untuk mengetahui pihak pihak yang
nantinya akan bertanggung jawab terhadap seluruh kewajiban pengelolaan
lingkungan hidup. Identitas pemrakarsa mencakup sebagai berikut.
Nama Pemrakarsa *)
Alamat Kantor, kode pos, No. Telp dan Fax. email.
Harus ditulis dengan jelas identitas pemrakarsa, termasuk institusi dan orang
yang bertangggung jawab atas rencana kegiatan yang diajukannya. Jika
tidak ada nama badan usaha/instansi pemerintah, hanya ditulis nama
pemrakarsa (untuk perseorangan)
Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut tidak sesuai dengan rencana
tata ruang, maka formulir UKL-UPL tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut
sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat (3) PP No. 27 Tahun 2012.
Sebagai ilustrasi berikut diberikan Contoh menjabarkan rencana usaha atau kegiatan:
Kegiatan Peternakan
Tahap Prakonstruksi :
Pembebasan lahan (jelaskan secara singkat luasan lahan yang dibebaskan dan
status tanah).
dan lain lain……
Tahap Konstruksi:
Pembukaan lahan (jelaskan secara singkat luasan lahan, dan tehnik
pembukaan lahan).
Pembangunan kandang, kantor dan mess karyawan (jelaskan luasan bangunan).
dan lain-lain…..
Tahap Operasi:
Pemasukan ternak (tuliskan jumlah ternak yang akan dimasukkan).
Pemeliharaan ternak (jelaskan tahap-tahap pemeliharaan ternak yang
menimbulkan limbah, atau dampak terhadap lingkungan hidup).
.a dan lain-lain…
(Catatan: Khusus untuk usaha dan/atau kegiatan yang berskala besar, seperti antara
lain: industri kertas, tekstil dan sebagainya, lampirkan pula diagram alir proses yang
disertai dengan keterangan keseimbangan bahan dan air (mass balance dan water
balance))
Bagian ini pada dasarnya berisi satu tabel/matriks, yang merangkum mengenai:
Dalam bagian ini, Pemrakarsa dapat melengkapi dengan peta, sketsa, atau
gambar dengan skala yang memadai terkait dengan program pengelolaan dan
pemantauan lingkungan. Peta yang disertakan harus memenuhi kaidah-kaidah
kartografi.
Penyusunan Dokumen AMDAL 115
CONTOH MATRIKS
UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL) DAN
UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UPL)
Jumlah dan Jenis Izin IZIN PPLH yang Dibutuhkan Dalam hal rencana
usaha dan/atau kegiatan yang diajukan memerlukan izin PPLH, maka dalam
bagian ini, pemrakarsa menuliskan daftar jumlah dan jenis izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan berdasarkan upaya pengelolaan
lingkungan hidup.
Pada bagian ini utarakan sumber data dan informasi yang digunakan
dalam penyusunan UKL-UPL baik yang berupa buku, majalah, makalah,
tulisan, maupun laporan hasil-hasil penelitian. Bahan-bahan pustaka tersebut
agar ditulis dengan berpedoman pada tata cara penulisan pustaka.
E.8 LAMPIRAN
Formulir UKL-UPL juga dapat dilampirkan data dan informasi lain
yang dianggap perlu atau relevan, antara lain:
bukti formal yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan tersebut secara
prinsip dapat dilakukan;
bukti formal bahwa rencana lokasi Usaha dan/atau Kegiatan telah sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku (kesesuaian tata ruang ditunjukkan
dengan adanya surat dari Badan Koordinasi Perencanaan Tata Ruang
Nasional (BKPTRN), atau instansi lain yang bertanggung jawab di
bidang penataan ruang);
informasi detail lain mengenai rencana kegiatan (jika dianggap perlu);
peta yang sesuai dengan kaidah kartografi dan/atau ilustrasi lokasi dengan
skala yang memadai yang menggambarkan lokasi pengelolaan
lingkungan
hidup dan lokasi pemantauan lingkungan hidup; dan
data dan informasi lain yang dianggap perlu.
Penyusunan Dokumen AMDAL 117
E.9 KERANGKA DAFTAR ISI UKL DAN UPL
Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
IDENTITAS PEMRAKARSA
RENCANA USAHA/KEGIATAN
B.1. Jenis Rencana Kegiatan
B.2. Lokasi Rencana Kegiatan
B.3. Skala Usaha/Kegiatan
B.4. Informasi Lahan
B.4.1. Penggunaan
Lahan B.4.2. Status
Lahan
B.5. Garis Besar Rencana usaha/Kegiatan
B.5.1. Kesesuaian Tata Ruang B.5.2.
Penjelasan Persetujuan Prinsip B.5.3.
Uraian Komponen Usaha/Kegiatan
B.5.4. Jadwal kegiatan pembangunan
B.6. Rona Lingkungan Hidup
B.6.1. Lingkungan Fisika
Kimia B.6.2. Lingkungan
Biologi
B.6.3. Lingkungan Sosial Ekonomi
Budaya B.6.4. Kesehatan Masyarakat
B.7. Gambaran Kegiatan
Bentuk kajian lingkungan SPPL adalah bila rencana usaha dan kegiatan tidak
ternasuk dalam kajian AMDAL atau UKL dan UPL. Bentuk yang diwajibkan adalah
membuat surat kesanggupan untuk Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Berikut disajikan format bentuk SPPL.
A.
METODE STUDI
Pada bagian ini diutarakan macam data dan informasi yang akan dikumpulkan dalam studi
ANDAL pengembangan , yakni yang meliputi:
Macam data dan informasi tentang rencana usaha dan/atau kegiatan proyek yang
dikumpulkan dalam studi ANDAL berdasarkan hasil proses pelingkupan .
Macam data dan informasi tentang struktur dan fungsi ekosistem, termasuk yang
tergolong terkena dampak penting, yang dikumpulkan dalam studi ANDAL .
Data yang dikumpulkan tersebut meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber data. Adapun data sekunder
merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber data.
Data dan informasi tersebut dikumpulkan dan dianalisis dengan maksud untuk:
Data primer dikumpulkan melalui metode survei. Adapun data sekunder diperoleh
melalui pengumpulan data dari pihak ketiga.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan metode pengumpulan dan analisis
data adalah:
Untuk menghasilkan data yang berkualitas, maka akurasi dan kemantapan alat ukur
merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Untuk itu metode atau instrumen
yang bersifat sahih dan reliabel merupakan pilihan utama yang harus digunakan;
Dampak penting yang diakibatkan oleh proyek pada umumnya tidak menyebar secara
merata di seluruh komponen ekosistem serta di seluruh kelompok atau lapisan
masyarakat yang terkena dampak. Variabilitas ini harus dapat diketahui oleh
penyusun ANDAL;
Mengingat ekosistem di sekitar pengembangan yang dimaksud dalam panduan ini
merupakan ekosistem yang tergolong memiliki variabilitas dan heterogenitas yang
tinggi, dan di lain pihak dalam studi ANDAL diperlukan prakiraan dampak yang
tajam, maka dalam pengumpulan data atau penarikan sampel perlu diperhatikan hal
berikut:
Khusus untuk aspek sosial, data dan informasi yang dikumpulkan agar tidak hanya
menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat penting dari sudut pandang pelaksana
studi/pakar (etic) namun juga menurut pandangan target group (kelompok/
masyarakat sasaran) di sekitar rencana kegiatan (emic);
Kualitas data sekunder harus dicermati untuk itu diperlukan cross check dengan data
lain yang diperoleh.
B.
Pada dasarnya dampak lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan tidak berdiri sendiri, satu sama lain memiliki keterkaitan dan
ketergantungan. Hubungan sebab akibat ini perlu dipahami sejak dini dalam proses
penyusunan KA-ANDAL agar studi ANDAL dapat berjalan lebih terarah dan sistematis.
ANDAL bertujuan menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. Rencana usaha dan/atau kegiatan dan rona
lingkungan hidup pada umumnya sangat beraneka ragam. Keanekaragaman rencana usaha
dan/atau kegiatan dapat berupa keanekaragaman bentuk, ukuran, tujuan, sasaran, dan
sebagainya. Demikian pula rona lingkungan hidup akan berbeda menurut letak geografi,
keanekaragaman faktor lingkungan hidup, pengaruh manusia, dan sebagainya. Karena itu,
tata kaitan antara keduanya tentu akan sangat bervariasi pula. Kemungkinan timbulnya
Penyusunan ANDAL acap kali dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, seperti
antara lain: keterbatasan waktu, dana, tenaga, metode, dan sebagainya. KA-ANDAL
memberikan ketegasan tentang bagaimana menyesuaikan tujuan dan hasil yang ingin
dicapai dalam keterbatasan sumber daya tersebut tanpa mengurangi mutu pekerjaan
ANDAL. Dalam KA-ANDAL ditonjolkan upaya untuk menyusun priorities manakah yang
harus diutamakan agar tujuan ANDAL dapat terpenuhi meski sumber daya terbatas.
Pengumpulan data dan informasi untuk kepentingan ANDAL perlu dibatasi pada faktor-
faktor yang berkaitan langsung dengan kebutuhan. Dengan cara ini ANDAL dapat
dilakukan secara efisien.
Beberapa metode pelaksanaan penyusunan Kerangka acuan kerja adalah sebagai bahasan
berikut.
B.1
Pelingkupan dampak besar dan penting merupakan kegiatan awal dalam penyusunan
Kerangka Acuan kerja yang meliputi tahapan sebagai berikut :
Pada tahap ini kegiatan pelingkupan dimaksudkan untuk mengidentifikasi segenap dampak
lingkungan hidup (primer, sekunder, dan seterusnya) yang secara potensial akan timbul
sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada tahapan ini hanya
diinventarisasi dampak potensial yang mungkin akan timbul tanpa memperhatikan
besar/kecilnya dampak, atau penting tidaknya dampak. Dengan demikian pada tahap ini
belum ada upaya untuk menilai apakah dampak potensial tersebut merupakan dampak
besar dan penting.
Identifikasi dampak potensial diperoleh dari serangkaian hasil konsultasi dan diskusi
dengan para pakar, pemrakarsa, instansi yang bertanggungjawab, masyarakat yang
berkepentingan serta dilengkapi dengan hasil pengamatan lapangan (observasi). Selain itu
identifikasi dampak potensial juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode
identifikasi dampak berikut ini :
penelaahan pustaka
analisis isi (content analysis)
interaksi kelompok (rapat, lokakarya, brainstorming, dan lain-lain)
metoda ad hoc
Pelingkupan pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan/ meniadakan dampak potensial
yang dianggap tidak relevan atau tidak penting, sehingga diperoleh daftar dampak besar
dan penting hipotesis yang dipandang perlu dan relevan untuk ditelaah secara mendalam
dalam studi ANDAL. Daftar dampak besar dan penting potensial ini disusun berdasarkan
pertimbangan atas hal-hal yang dianggap penting oleh masyarakat di sekitar rencana usaha
dan/atau kegiatan, instansi yang bertanggung jawab, dan para pakar. Pada tahap ini daftar
dampak besar dan penting hipotesis yang dihasilkan belum tertata secara sistematis.
Metoda yang digunakan pada tahap ini adalah interaksi kelompok (rapat, lokakarya,
brainstorming). Kegiatan identifikasi dampak besar dan penting ini terutama dilakukan
oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan (yang dalam hal ini dapat diwakili oleh konsultan
penyusun AMDAL), dengan mempertimbangkan hasil konsultasi dan diskusi dengan
pakar, instansi yang bertanggungjawab serta masyarakat yang berkepentingan.
Isu-isu pokok lingkungan hidup tersebut dirumuskan melalui 2 (dua) tahapan. Pertama,
segenap dampak besar dan penting dikelompokan menjadi beberapa kelompok menurut
keterkaitannya satu sama lain. Kedua, dampak besar dan penting yang berkelompok
tersebut selanjutnya diurut berdasarkan kepentingannya, baik dari ekonomi, sosial, maupun
ekologis.
B.2
Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi
ANDAL sesuai hasil pelingkupan dampak besar dan penting, dan dengan memperhatikan
keterbatasan sumber daya, waktu dan tenaga, serta saran pendapat dan tanggapan dari
masyarakat yang berkepentingan.
Metode dalam Penyusunan ANDAL 123
Lingkup wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang
sebagai berikut:
Batas proyek
Yang dimaksud dengan batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan akan melakukan kegiatan pra-konstruksi, konstruksi dan operasi. Dari ruang
rencana usaha dan/atau kegiatan inilah bersumber dampak terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya, termasuk dalam hal ini alternatif lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan. Posisi
batas proyek ini agar dinyatakan juga dalam koordinat.
Batas ekologis
Yang dimaksud dengan batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan menurut media transportasi limbah (air, udara), dimana proses
alami yang berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar. Termasuk dalam ruang ini adalah ruang di sekitar rencana usaha dan/atau
kegaitan yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas usaha dan/atau kegiatan.
Batas sosial
Yang dimaksud dengan batas sosial adalah ruang di sekitar rencana usaha dan/atau
kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur
sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan.
Batas sosial ini sangat penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam studi ANDAL,
mengingat adanya kelompok-kelompok masyarakat yang kehidupan sosial ekonomi dan
budayanya akan mengalami perubahan mendasar akibat aktifitas usaha dan/atau kegiatan.
Mengingat dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan menyebar tidak merata, maka batas sosial ditetapkan dengan membatasi batas-
batas terluar dengan memperhatikan hasil identifikasi komunitas masyarakat yang terdapat
dalam batas proyek, ekologis serta komunitas masyarakat yang berada diluar batas proyek
dan ekologis namun berpotensi terkena dampak yang mendasar dari rencana usaha
dan/atau kegiatan melalui penyerapan tenaga kerja, pembangunan fasilitas umum dan
fasilitas sosial.
Batas administratif
Yang dimaksud dengan batas administrasi adalah ruang dimana masyarakat dapat secara
leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di dalam ruang tersebut.
Batas ruang tersebut dapat berupa batas administrasi pemerintahan atau batas konsesi
pengelolaan sumber daya oleh suatu usaha dan/atau kegiatan (misal, batas HPH, batas
kuasa pertambangan).
Metode dalam Penyusunan ANDAL 124
Dengan memperhatikan batas-batas tersebut di atas dan mempertimbangkan kendala-
kendala teknis yang dihadapi (dana, waktu, dan tenaga), maka akan diperoleh ruang
lingkup wilayah studi yang dituangkan dalam peta dengan skala yang memadai.
Yakni ruang yang merupakan kesatuan dari keempat wilayah di atas, namun penentuannya
disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki keterbatasan sumber
data, seperti waktu, dana, tenaga, tehnik, dan metode telaahan.
Dengan demikian, ruang lingkup wilayah studi memang bertitik tolak pada ruang bagi
rencana usaha dan/atau kegaitan, kemudian diperluas ke ruang ekosistem, ruang sosial dan
ruang administratif yang lebih luas.
Pada bagian ini diutarakan macam data dan informasi yang akan dikumpulkan dalam studi
ANDAL Pembangunan Kegiatan Pembangunan, yang meliputi:
Macam data dan informasi tentang rencana usaha dan/atau kegiatan proyek yang
dikumpulkan dalam studi ANDAL berdasarkan hasil proses pelingkupan .
Macam data dan informasi tentang struktur dan fungsi ekosistem permukiman terpadu,
termasuk yang tergolong terkena dampak penting, yang dikumpulkan dalam studi
ANDAL berdasarkan hasil proses pelingkupan. Data yang dikumpulkan tersebut
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh
langsung dari sumber data. Adapun data sekunder merupakan data yang diperoleh
secara tidak langsung dari sumber data.
Data primer dikumpulkan melalui metode survei. Adapun data sekunder diperoleh melalui
pengumpulan data dari pihak ketiga.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan metode pengumpulan dan analisis
data adalah:
Untuk menghasilkan data yang berkualitas, maka akurasi dan kemantapan alat ukur
merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Untuk itu metode atau instrumen yang
bersifat sahih dan reliabel merupakan pilihan utama yang harus digunakan;
Dampak penting yang diakibatkan oleh proyek pada umumnya tidak menyebar secara
merata di seluruh komponen ekosistem permukiman terpadu serta di seluruh kelompok
atau lapisan masyarakat yang terkena dampak. Variabilitas ini harus dapat diketahui
oleh penyusun ANDAL.
Metode penarikan contoh (sampling) yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan
dan efisiensi pengukuran, serta sifat dan karakter komponen lingkungan yang diukur;
Kegiatan Proyek
DEVELOPM
SUSTAI ENT
NABLE
Kualitas Udara
Komponen kualtias udara yang diteliti meliputi parameter intensitas kebisingan
kadar debu, SO2, Nox, CO, H2S, NH2 dan kadar timah hitam (Pb). Parameter-
parameter tersebut diukur dengan metoda dan peralatan sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri KLH No. 02/MENKLH/I/1998 seperti yang terlibat pada
tabel
4.1 berikut :
Tabel 4.1
Metoda Pengukuran Udara
Sifat kimia
air DO Titrasi Sungai Titrimetrik
permukaan
BOD Titrasi Saluran Titrimetrik
COD Titrasi Primer, Titrimetrik
Kesadahan total Titrasi Sekun-der Titrimetrik
Kalsium (Ca) & Tersier Spektrofoto
Magnesium (Mg) metrik
Mangan (Mn)
Karbonat (CO3)
Nitrit (NO2)
Nitrat (NO3)
Sulfat (SO4)
Tabel 4-3. Contoh metode pengumpulan dan analisis data aspek sosial
Fisiografi
Fisiografi
Keadaan fisiografi daerah, diperoleh dari hasil analisa peta topografi dan
peta geologi serta disempurnakan dengan pengamatan lapangan.
Pengukuran langsung di lokasi kerja proyek kelerengan dilakukan beberapa
tempat sebagai uji ulang dengan menggunakan alat abney level.
Hidrologi
Data hidrologi diperoleh dari data sekunder yang meliputi peta-peta,
publikasi-publikasi dan literatur yang berhubungan dengan studi ANDAL
Neraca Air
Pengumpulan
Data
Data neraca air awal dan data untuk menganalisa prakiraan peningkatan
volume run off dan penurunan infiltrasi yang diakibatkan oleh kegiatan
proyek diperoleh dari Studi Geologi Lingkungan (GTL, 1995) dan Peta Site
Plan Masjid Agung
Analisis
Pembangunan Kegiatan Pembangunan terdiri dari III phase. Secara umum
pada phase I-III masing-maing phase akan terdiri atas bangunan,
infrastruktur, daerah hijau dan sisa lahan yang belum dibangun. Pada phase
akhir kegiatan yaitu phase akan terdiri atas bangunan, infrastruktur dan
daerah hijau. Volume run off dan infiltrasi setiap penggunaaan lahan yang
belum dibangun. Pada phase akhir yaitu Phae III akan terdiri atas bangunan,
infrastruktur dan daerah hijau. Volume run off dan infiltrasi setiap
penggunaan lahan analisis sebagai berikut :
Koefisien run off bangunan, infrastruktur dan daerah hijau diperoleh dari
hasil penelitian geologi lingkungan (Dit. GTL, 1995). Sisa belum terbangun
Metode dalam Penyusunan ANDAL
132
dianggap ditumbuhi rumput, nilai koefisien run off untuk rumput diperoleh
dari hasil penelitian geologi lingkungan.
Biologi
Biologi yang ditelaah meliputi flora dan fauna, baik terestrial maupun perairan sebagai
berikut :
Mikroba diambil dari sumber air yang ada dipakai untuk kegiatan penduduk,
diambil 2 (delapan) titik ditentukan secara random.
Tabel 4.4
Metoda Analisis dan Peralatan Komponen Hayati
Lokasi
Parameter Metoda Peralatan Pengambilan
Sampling
1. Ekosistem Perairan Sistimatik Plankton net Perairan Sekitar
Plankton “Random Sam- “Eckman” Grab Lokasi
Benthos pling”
2. Ekosistem Terestorial Kwadrat Meteran, kompas, Pada lokasi proyek
Flora Plot (10 x 10) m Tali plastik dan dan sekitarnya
Kebun campuran dan (5x5)m Patok
Pekarangan (1 x 1) m
Faun Sensus langsung Teropong Pada lokasi proyek
Wawancar dan sekitarnya
Satwa liar Sensus tak Alat tulis Pada lokasi proyek
langsung dan sekitarnya
Satwa domestik Wawancara alat tulis Pada lokasi proyek
dan sekitarnya
Mikroba/bakteri Sensus langsung Botol steril media Sumber air
Lokasi penelitian fauna dilakukan sesuai dengan penelitian flora. Dasar pertimbangan
penentuan lokasi pengambilan sample hayati adalah pada daerah yang akan terkena
aktifitas proyek langsung maupun tidak langsung.
Lokasi pengamatan biota perairan (plankton, benthos) dilakukan pada sungai sungai
yang melintasi tapak kawasan ini untuk mengetahui tingkat pencemaran pada badan air
tersebut.
Pengambilan contoh flora dan fauna terestrial akan dilakukan berdasarkan jumlah
lokasi yang ada dan interaksinya dengan aktivitas kegiatan proyek.
H’ = - (Pi) ln (Pi)
dimana :
H’ = indeks keanekeragaman shanon - wiener
Pi = Proporsi jumlah individu jenis ‘ i ‘ dengan total individu semua jenis
T P V I
= ----- x ----- x ----- x -----
L p V W (liter)
dimana :
= jumlah plankton perliter
= luas gelas penutup (mm2) 2
= luas lapang pandang (mm )
= jumlah plankton yang terarah
= jumlah lapang pandang yang diamati
= volume sampel plankton yang tersaring (ml)
= volume sampel plankton dibawah gelas penutup (ml)
= volume sampel plankton yang tersaring (liter)
Lokasi pengambilan contoh plankton dan benthos sama dengan lokasi pengambilan
contoh air, karena kualitas air sungai berpengaruh terhadap keragaman biota perairan,
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang saling melengkapi.
Demografi
Struktur penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, mata pencaharian,
pendidikan, dan agama.
Tingkat kepadatan penduduk.
Pertumbuhan penduduk (tingkat kelahiran, tingkat kematian bayi dan pola
migrasi sirkuler, komuter, permanen).
Tenaga kerja (tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran).
Ekonomi
Ekonomi rumah tangga (tingkat pendapatan, pola nafkah ganda).
Ekonomi sumber daya alam (pola pemilikan dan penguasaan sumber daya
alam, pola pemanfaatan sumber daya alam, pola penggunaan lahan, nilai
tanah dan sumber daya alam lainnya, sumber daya alam milik umum).
Perekonomian lokal dan regional (kesempatan kerja dan berusaha, nilai
tambah karena proses manufaktur, jenis dan jumlah aktifitas ekonomi non-
formal, distribusi pendapatan, efek ganda ekonomi, produk domestik
regional bruto, pendapatan asli daerah, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi,
fasilitas umum dan fasilitas sosial, aksesibilitas wilayah).
Budaya
Kebudayaan (adat-istiadat, nilai dan norma budaya).]
Proses sosial (proses asosiatif/kerjasama, proses disosiatif/konflik sosial,
akulturasi, asimilasi dan integrasi, kohesi sosial).
Pranata sosial/kelembagaan masyarakat dibidang ekonomi (misal hak ulayat),
pendidikan, agama, sosial, keluarga.
Warisan budaya (situs purbakala, cagar budaya),
Pelapisan sosial berdasarkan pendidikan, ekonomi, pekerjaan dan kekuasaan,
Kekuasaan dan kewenangan ( kepemimpinan formal dan informal,
kewenangan formal dan informal, mekanisme pengambilan keputusan
di
Metode dalam Penyusunan ANDAL
135
kalangan masyarakat, kelompok individu yang dominan, pergeseran
nilai kepemimpinan).
Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan.
Adaptasi ekologis.
Data primer aspek sosial, ekonomi dan budaya Studi ANDAL Pembangunan Kegiatan
Pembangunan ini dilakukan dengan pendekatan secara lokal dan Kawasan. Pendekatan
secara Kawasan dilakukan dengan menelaah Kota Semarang secara umum dan
Kecamatan Gayamsari secara khusus sebagai unit analisis pada aspek Tata ruang dan
kebijaksanaan Pemerintah Daerah. Sedangkan pendekatan secara lokal menelaah
fenomena sosial di tapak proyek dengan Rumah Tangga (RMT) sebagai unit analisis
pada aspek kependudukan, sosial, ekonomi dan budaya.
Wilayah desa sampling dalam pendekatan lokal adalah desa Sambirejo dan beberapa
desa lain di wilayah administrasi Kecamatan Gayamsari di tapak proyek. Pertimbangan
pemilihan desa contoh adalah :
Sebagian wilayah desa tersebut berada di dalam bakal calon tapak proyek
Pembangunan Kegiatan Pembangunan .
Desa-desa tersebut diperkirakan telah dan akan terkena dampak kegiatan Pembangunan
Kegiatan Pembangunan .
Desa-desa tersebut berdekatan dengan titik sampling dari bidang yang lain seperti fisik,
kimia dan biologis.
Fenomena sosial yang bersifat khas akibat Pembangunan Kegiatan Pembangunan yang
keberadaannya tidak hanya berpengaruh terhadap kegiatan lokal tetapi juga
terhadap Kawasan.
Pada setiap desa contoh, dipilih secara acak sejumlah 16 Rumah Tangga contoh., yang
dikelompokkan berdasarkan jenis mata pencaharian yang diperkirakan ada atau terkait
dengan kegiatan Pembangunan Kegiatan Pembangunan. Jumlah responden di setiap
desa (16 orang tersebut) terdiri dari 10 responden yang dapat mewakili penduduk/
masyarakat biasa, 3 responden yang mewakili tokoh masyarakat dan 3 responden yang
mewakili pimpinan formal. Dengan demikian jumlah kepala Rumah Tangga yang
merupakan responden dalam studi ini ditentukan berjumlah 50 orang terdiri dari
penduduk/masyarakat biasa, tokoh masyarakat dan aparat pemerintah yang dipandang
dapat mewakili populasi studi.
Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara langsung melalui wawancara yang
dilengkapi dengan daftar pertanyaan. Wawancara mendalam dilakukan terhadap 10
responden di setiap desa sampling, yang terdiri dari 3 tokoh masyarakat, 3 pimpinan
formal dan 4 penduduk/masyarakat biasa termasuk buruh perkebunan karet. Distribusi
Metode dalam Penyusunan ANDAL
136
daftar pertanyaan dialokasikan masing-masing desa. Data - data aspek sosial, ekonomi
dan budaya yang dikumpulkan meliputi :
Perekonomian Lokal
Data perekonomian lokal meliputi kesempatan kerja dan berusaha, pola
pemanfaatan lahan, tingkat pendapatan, prasarana dan sarana perekonomian
yang terdiri dari sarana perekonomian, transportasi, dan lalu lintas darat.
Pola Pemanfaatan Sumber Daya Manusia
Nilai Budaya, meliputi tatanan kelembagaan masyarakat, adat istiadat, sikap
dan persepsi dan sikap masyarakat.
Kesehatan Msyarakat
Model Matematik
Pendekatan menggunakan persamaan matematis sehingga diperoleh nilai/besaran
parameter lingkungan. Atas dasar nilai/besaran ini dilakukan analisa/peneraan
sehingga akhirnya diketahui besar dampak. Pendekatan ini digunakan untuk
memperkirakan besar dampak terhadap parameter, air, biota perairan dan sosekbud.
Persamaan-persamaan yang dipakai dalam perkiraan dampak dapat dilihat pada
tabel 2.3.
Dampak terhadap oleh komponen Fisisk Kimia, mencakup kualitas udara yang terdiri
dari penurunan kualitas udara akibat emisi kendaraan bermotor, genset, akibat
pemakaian bahan bakar, dampak kebisingan dan getaran. Dampak terhadap komponen
Hidrologi, Fisiografi, dan Tata Ruang. Pendekatan prediksi dari masing-masing dapat
dilihat pada tabel berikut.
Penurunan Kualitas
Udara Akibat
Pemakaian Bahan
Bakar Kebutuhan
Rumah Tangga
Kebisingan
Intensitas
Kebisingan Akibat
Transportasi
No Komponen Lingkungan
Intensitas
kebisingan Akibat
Pengoperasian
Alat-alat Berat
= Faktor
d= Jarak pengamat dengan sumber bising, meter
Prediksi untuk komponen sosial ekonomi terdiri dari predisksi kepadatan penduduk,
pendapatan ekonomi, Rasio Beban Tanggungan, Pendapatan, ketenaga kerjaan, dan
beberapa komponen lain. Selengkapnya lihat tabel berikut.
Metode dalam Penyusunan ANDAL
143
Tabel 4.6
Persamaan Matematis Yang Digunakan Dalam Prakiraan Dampak
Ketenagakerjaan
a. Tingkat Partisipasi Kerja Tingkat Partisipasi Kerja
Ak
TPK = ----------- x 100 %
Tk
TPK = Tingkat Partisipasi Kerja
Ak = Jumlah
AngkatanKerja Tk =
Jumlah Tenaga Kerja
b. Tingkat Pengangguran Tingkat Pengangguran
P
TP =--------- x 100 %
Ak
TP = Tingkat pengangguran
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memprakirakan (besar) dampak
sosial adalah dengan penggunaan teknis analogi. Melalui pendekatan ini besar dampak
suatu rencana usaha atau kegiatan (disimbolkan P) terhadap suatu kelompok
masyarakat (disimbolkan Xp), diukur dengan cara mengukur dampak yang telah terjadi
pada kelompok masyarakat yang berciri sama dengan masyarakat Xp (disimbolkan
Xp*), yang terkena proyek serupa (disimbolkan P*) di lokasi lain. Besar dampak
proyek P* terhadap masyarakat Xp* ini dapat menjadi prakiraan dampak proyek P
terhadap masyarakat Xp. Ilustrasi berikut memperjelas hal dimaksud.
Besar dampak, termasuk yang mempunyai nilai moneter, dapat diukur melalui dua
metode berikut ini:
Metode Formal, antara lain:
Proyeksi penduduk (teknik ekstrapolasi)
Analisis kecenderungan (trend analysis)
Analisis deret waktu (time series analysis)
C.3
Evaluasi dampak dimaksudkan sebagai penelaahan dampak penting dari rencana usaha
atau kegiatan pembangunan Kawasan secara holistik. Hasil evaluasi ini selanjutnya
menjadi masukan bagi intansi yang berwenang untuk memutuskan kelayakan
lingkungan dari rencana usaha atau kegiatan pembangunan Kawasan, sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999.
Di dalam studi ANDAL, scope analisisnya secara lokal juga secara Kawasan terutama
masalah transportasi, drainase Kawasan sampai ke kawasan sekitarnya, termasuk
imbasnya ke Kota Semarang. Rencana kegiatan/usaha untuk masing-masing aspek
akan dievaluasi dampak pentingnya sehingga dapat tepat guna.
Evaluasi dampak merupakan kajian yang bersifat holistik, yakni telaahan secara total
terhadap beragam dampak lingkungan. Beragam dampak penting lingkungan tersebut
ditelaah sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling pengaruh-mempengaruhi.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak secara holistik
diantaranya adalah:
USGS Matrik (Matrik Leopold)
Bagan Alir Dampak
Environmental Evaluation System (EES)
Matrik Tiga Tahap Fischer dan Davies
Extended Cost Benefit Analysis
Bersifat dinamis, metode tersebut sesuai dengan kondisi rona lingkungan dan
karakteristik rencana usaha atau kegiatan yang ditelaah;
Disamping itu bila menggunakan bobot atau skala, sejauh mungkin penyusunan aspek
sosial ANDAL memperhatikan atau menghimpun masukan dari masyarakat yang
terkena dampak.
Metode tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi rencana usaha atau kegiatan
untuk pengambilan keputusan.
Hasil evaluasi dampak penting, dituangkan dalam matriks Evaluasi Dampak Penting.
Dari Matriks Evaluasi Dampak Penting akan diketahui komponen kegiatan yang paling
Untuk menentukan bobot dampak digunakan kriteria dampak penting (P) dan
dampak tidak penting (TP), sedangkan sifat dampaknya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
positif (+) dan negatif (-). Dengan hasil evaluasi dampak penting secara parsial
tersebut, dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) maupun Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Untuk
menentukan bobot dampak digunakan kriteria dampak penting dan dampak tidak
penting. Adapun kategori untuk menilai penting
Dampak penting yang harus dikelola berdasarkan hasil evaluasi dampak
penting, dirinci menurut kegiatan penimbul dampak penting dan komponen lingkungan
yang terkena dampak penting, pada tahap pembangunan TPA Kota Poso adalah
sebagai berikut :
a. Komponen lingkungan geofisik-kimia, dampak penting yang harus dikelola
adalah :
Iklim (cuaca), Kualitas udara, Kebisingan, Fisiografi
Hidrologi
Kualitas Air
Penurunan Kapasitas Drainase
Perubahan Limpasan
Permukaan Perubahan Volume
Limpasan
Komponen Transportasi dan Tata Ruang dampak penting yang harus dikelola
adalah :
Komponen Transportasi
Peningkatan Volume Lalu Lintas
Ceceran Tanah di Area Proyek di Badan
Jalan Kerusakan Infrastruktur Jalan Masuk
Tata Ruang
Komponen Biologi
Flora dan Fauna Darat
Biota Air
Komponen Sosekbud
Kesempatan Kerja dan Peluang Berusaha
Mata Pencaharian dan Pendapat Masyarakat
Estetika dan Kenyamanan
Persepsi masyarakat
Tata Nilai Budaya
Kinerja Pengelolaan Sarpras
Kota Keresahan
Komponen Kesmas
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Lingkungan
Metode dalam Penyusunan ANDAL
150
D.2 PEMILIHAN ALTERNATIF TERBAIK
Kajian lingkungan yang tertuang dalam Dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan suatu kegiatan merupakan suatu studi kelayakan bidang lingkungan yang
diharapkan dapat memberikan alternatif-alternatif terbaik dalam pelaksanaan suatu
kegiatan pembangunan. Namun demikian terkait dengan kegiatan pembangunan TPA
Kota Poso ini tidak terdapat alternatif yang diusulkan dalam kajian AMDAL ini. Hal
ini terkait dengan ketersediaan lahan dan penyusunan detail rancangan yang telah
selesai dilakukan. Namun demikian dalam Studi AMDAL ini diupayakan untuk dapat
memberikan alternatif-alternatif pengelolaan lingkungan terbaik, yang tertuang dalam
Dokumen RKL dan RPL, sebagai bentuk upaya minimalisasi damapak negatif dan
optimalisasi dampak positif.
Tabel
Interpretasi Skala pada Paramater Lingkungan
SKALA
URAIAN
1 2 3 4 5
Kepentingan parameter terhadap Sangat tidak Tidak Sangat
Sedang Penting
lingkungan penting penting penting
Keadaan lingkungan / rona
Sangat jelek Jelek Sedang Baik Sangat baik
lingkungan awal
Sangat tidak
Kepekaan terhadap lingkungan Tidak peka Sedang Peka Sangat peka
peka
Metode dalam Penyusunan ANDAL
151
Tabel
Matrik Evaluasi Dampak Lingkungan
SKALA
KOMPONEN Kepentingan Lingkungan Kepekaan
NO LINGKUNGAN
terhadap saat ini (rona terhadap
proyek lingkungan) pengelolaan
KOMPONEN LINGKUNGAN GEOFISIK-
KIMIA
1 Iklim (Cuaca) 4 4 3
2 Kualitas Udara 5 4 4
3 Kebisingan 4 4 4
4 Fisiografi 4 4 3
Hidrologi
Kualitas Air 5 4 4
Penurunan Kapasitas Drainase 3 3 3
Perubahan Limpasan Permukaan 4 3 3
Perubahan Volume Limpasan 4 3 3
KOMPONEN TRANSPORTASI DAN TATA RUANG
Transportasi
Peningkatan Volume Lalu Lintas 4 4 4
Ceceran Tanah di Area Proyek di Badan Jalan 3 3 3
Kerusakan Infrastruktur Jalan Masuk 4 4 4
2 Tata Ruang 3 3 3
KOMPONEN LINGKUNGAN BIOLOGI
1 Flora dan Fauna Darat 3 4 3
2 Biota Air 3 4 3
KOMPONEN SOSEKBUD
1 Kesempatan Kerja dan Peluang Berusaha 4 3 4
2 Mata Pencaharian dan Pendapatan Masyarakat 4 3 4
3 Estetika dan Kenyamanan 4 4 4
4 Persepsi Masyarakat 4 4 4
Tata Nilai Budaya
Kinerja Pengelolaan Sarpras Kota 4 4 4
Keresahan 4 4 4
KOMPONEN KESMAS
1 Kesehatan Masyarakat 5 4 4
2 Kesehatan Lingkungan 5 4 4
Dengan
Tanpa Proyek Proyek SELISIH KONDISI
DAMPA
NO KOMPONEN LINGKUNGAN Kondisi Kondisi y.a.d Kondisi y.a.d K
Selisih Dengan DP y.a.d - TP y.a.d
Awal Tanpa Proyek Proyek
A.
PEMAHAMAN UMUM
Nilai Pampasan
Merupakan besar nilai kerusakan yang dikonversi dari besarnya pampasan (ganti
rugi) yang diakibatkan oleh dampak cemaran. Nilai ini tergantung dari proses mediasi
antara masyarakat dan pencemar lingkungan.
Transportation Cost
Merupakan nilai kerusakan yang dihitung dengan besarnya ongkos perjalanan bila
harus memperoleh barang sejenis di tempat lain. Nilai ini akan sangat dominan bila
lingkungan yang mengalami kerusakan merupakan lingkungan yang langka, dimana
lingkungan sejenis ditemukan pada tempat yang berjauhan.
D.
Besarnya denda bagi setiap badan usaha atau perorangan yang secara sengaja
atau tidak sengaja melakukan perusakan terhadap lingkungan, maka diatur mulai dari
Pasal 98, hingga pasal 115 dalam UU No 32 Tahun 2009. Beberapa petikan besarnya
sangsi pidana dan denda disajikan berikut.
E.
Kasus
Pada beberapa tahun yang lalu terjadi Pencemaran Oleh Salah Satu Industri
Tapioka di Karang Anyar Jawa Tengah. Dampak dari buangan limbah yang ada
memberikan pengaruh pada perubahan lingkungan yang menyebabkan lahan pertanian
tidak dapat berproduksi secara optimal. Dampak lain adalah sumur penduduk yang
memanfaatkan air tanah ternyata tidak dapat dikonsumsi karena berbau dan berwarna
hitam. Terdapat dua desa yang terkena dampak langsung yaitu desa Sawahan dan desa
Jaten.
Analisis
Lingkungan dusun Sawahan dan Sembungan Jaten yang terkena dampak
pencemaran dapat dikelmpokkan dalam lingkungan Abiotik (air sumur, tanah, air
permukaan, lahan), lingkungan Biotik (flora, fauna, mikroorganisme) dan lingkungan
Culture/Budaya (hubungan sosial, kesehatan, kesejahteraan, ekonomi).
Perhitungan
Bila dihitung dengan pendekatan nilai pasar pengganti, misal untuk air permukaan
yang tercemar, dengan debit aliran sungai 25 liter/detik, maka tiap tahun dihasilkan
788,400 m3. Karena pemulihan tidak mungkin selesai dalam 1 tahun, taruhlah 5 tahun,
maka dalam tahun air yang rusak sebesar 3,942,000 m3, bila 1 m3 dihargai Rp 100,
maka kerugian yang dilakukan senilai Rp. 394,200,000. Bagaimana dengan air tanah,
taruhlah dianggap sebanding dengan air permukaan maka kerugian sebesar Rp.
394,200,000. Kerugian untuk produktifitas lahan pertanian, bila luas lahan pertanian
seluas 25 Ha, dimana produktifitas turun dari 5 ton/ha menjadi 3 ton/ha, maka kerugian
tiap tahun, bila patokan Rp 1000 tiap kg gabah, dengan jeda waktu pemulihan 5 tahun,
sebesar Rp.750,000,000. Bagaimana dengan produktifitas warga yang turun akibat
pencemaran. Bila setiap tahun produktifitas kerja turun dari 311, menjadi 281 hari (30
hari tidak produktif), bila jumlah warga diasumsi 250 jiwa, jumlah kerugian selama
kurun waktu lima tahun sebesar Rp. 1,125,000,000. Dari 4 komponen yang dihitung
sudah mencapai Rp. 2,663,400,000 ( Dua koma enam milyard rupiah). Kerugian
tersebut belum dihitung kerusakan biologi, serangan hama akibat kerusakan ekosistem,
biaya pengobatan dan biaya hilangnya kenyamanan dan kesejahteraan.
Menghitung Nilai Kerusakan Lingkungan
160
MEMAHAMI AMDAL MELALUI TIGA PULUH
LIMA BUTIR PERTANYAAN
AMDAL sebagai salah satu bentuk kajian lingkungan memiliki peran strategis dalam
pengelolaan setiap kegiatan pembangunan. Kegiatan pembangunan yang selalu diikuti
dampak positip dan dampak negatip, harus dilakukan kajian secara cermat dan komprehensif,
agar dapat dimaksimalkan dampak positip dan diminimumkan dampak negatip. Regulasi
lingkungan yang sangat dinamis membutuhkan Guidance (panduan), yang memudahkan bagi
mereka yang memahami AMDAL. Buku Memahami AMDAL ini disusun untuk memberikan
pencerahan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan AMDAL, baik pemrakarsa,
penyusun, komisi, tim teknis dan masyarakat luas, maupun bagi siapapun yang ingin
memahami AMDAL.
Buku ini menyajikan pengetahuan teoritis dan praktis untuk memudahkan memahami
AMDAL dan penerapanya. Buku ini juga dilengkapi dengan menghitung kerusakan
lingkungan, sebagai wacana tambahan untuk lebih mencintai lingkungan. Pada bagian akhir
buku ini disajikan 35 butir untuk memahami AMDAL, sebagai panduan mengukur
kedalaman pemahaman tentang AMDAL.
Menimbang:
bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam
segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu
ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berWawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan,
hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN
Pasal 3
Pasal 4
BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 5
Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan
peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Pasal 7
BAB IV
WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 8
Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 9
Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang,
perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan,
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya,
keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
Pasal 10
memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan
hidup.
Pasal 11
Ketentuan mengenai tugas, fungsi, wewenang dan susunan organisasi serta tata kerja
kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 12
Pasal 13
Penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB V
PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 14
Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan
dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 15
Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.
Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan
berbahaya dan beracun.
Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PERSYARATAN PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 18
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup
untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan
kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan
hidup.
Pasal 19
Pasal 20
Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah
Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 21
Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.
Pasal 22
Pasal 23
Pengendalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan oleh suatu
lembaga yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pemerintah.
Pasal 24
Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta
wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.
Pasal 25
Pasal 26
Tata cara penetapan beban biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan
ayat (5) serta penagihannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
dibentuk, pelaksanaannya menggunakan upaya hukum menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27
Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau
kegiatan.
Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan
kepada pejabat yang berwenang.
Pasal 28
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk melakukan audit
lingkungan hidup wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Jumlah beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 30
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini.
Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak
yang bersengketa.
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan
berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan
beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan,
dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat
terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat
membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
disebabkan salah satu alasan di bawah ini:
Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab
membayar ganti rugi.
Pasal 36
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 38
Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan
untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali
biaya atau pengeluaran riil.
Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang,
masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara
Perdata yang berlaku.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 40
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara
Pidana yang berlaku.
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang :
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang lingkungan
hidup;
melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang lingkungan hidup.
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan Zona Ekonomi
Ekslusif dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 41
Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun dan denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus
lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
Pasal 43
Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), barang siapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu atau
menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi yang
diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa
perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang
lain.
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan
orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun dan denda paling banyak Rp450.000.000,00 (empat
ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 44
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
Pasal 45
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama
suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain,
ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal 46
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama
badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan
pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan,
perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka
yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang
bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama
badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan
dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar
hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan,
perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi
pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak
sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar
hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana
secara sendiri atau bersama-sama.
Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi
lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu
ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus
melakukan pekerjaan yang tetap.
Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau
organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim
dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan.
Pasal 47
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 49
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Pasal 51
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
I. UMUM
Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat
dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmatNya yang wajib dilestarikan
dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainnya
demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Pancasila, sebagai dasar dan falsafah negara, merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh yang memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia
bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa maupun
manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi,
dalam rangka mencapai kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Antara
manusia, masyarakat, dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik,
yang selalu harus dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan
agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dinikmati generasi masa kini dan
generasi masa depan secara berkelanjutan.
Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber
daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai
kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu,
penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan
fungsi lingkungan hidup.
Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik
wilayah negara maupun wilayah administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup
yang berkaitan dengan pengelolaan harus jelas batas wilayah wewenang
pengelolaannya. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan hidup
Indonesia.
Secara hukum, lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang tempat negara
Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan dan hak berdaulat serta
yurisdiksinya. Dalam hal ini lingkungan hidup Indonesia tidak lain adalah
wilayah, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera
dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alam dan
kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya sebagai tempat rakyat
dan bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian, wawasan dalam
menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah Wawasan
Nusantara.
Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem,
yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak
ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup yang berlainan. Keadaan yang demikian memerlukan
pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga
meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri. Dalam pada itu, pembinaan dan
pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain,
yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut
dikembangkannya suatu
sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Untuk itu, diperlukan suatu
kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan
secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.
Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum,
pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup sebagai bagian
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi
dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum
bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup. Dasar hukum itu dilandasi oleh asas
hukum lingkungan hidup dan penaatan setiap orang akan norma hukum
lingkungan hidup yang sepenuhnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 No. 12,
Tambahan Lembaran Negara No. 3215) telah menandai awal pengembangan
perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup
Indonesia sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu
dasawarsa sejak diundangkannya Undang-undang tersebut, kesadaran lingkungan
hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara lain oleh
makin banyaknya ragam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang
lingkungan hidup selain lembaga swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan
kepeloporan masyarakat dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak hanya sekedar
berperan serta, tetapi juga mampu berperan secara nyata. Sementara itu,
permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat memerlukan pengaturan dalam bentuk hukum demi menjamin
kepastian hukum. Di sisi lain, perkembangan lingkungan global serta aspirasi
internasional akan makin mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup
Indonesia. Dalam mencermati perkembangan keadaan tersebut, dipandang perlu
untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang ini memuat norma hukum lingkungan hidup. Selain itu, Undang-undang
ini akan menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan perundang-
undangan yang memuat ketentuan tentang lingkungan hidup yang berlaku, yaitu
peraturan perundang-undangan mengenai pengairan, pertambangan dan energi,
kehutanan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, industri, permukiman,
penataan ruang, tata guna tanah, dan lain-lain.
Pasal 1
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Berdasarkan asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa
pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa
depan. Di lain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah
yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar
wilayah negara. Asas keberlanjutan mengandung makna setiap orang memikul
kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap
sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab
tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya
kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak
berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas
kerterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan
efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka
peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data,
keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan
hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang
terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik
pemantuan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup, dan
rencana tata ruang.
Ayat (3)
Peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses
pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar
pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup atau perumusan kebijakan lingkungan hidup. Pelaksanaannya
didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat
ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan
keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 6
Ayat (1)
Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak terlepas dari
kedudukannya sebagai anggota masyarakat mencerminkan harkat manusia sebagai
individu dan makhluk sosial. Kewajiban tersebut mengandung makna bahwa setiap
orang turut berperanserta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya,
peranserta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan
penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup.
Ayat (2)
Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan
kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama
dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya.
Huruf b
Meningkatnya kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas
peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
Huruf c
Meningkatnya ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin menurunkan
kemungkinan terjadinya dampak negatif.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Dengan meningkatnya ketanggapsegeraan akan meningkatkan kecepatan pemberian
informasi tentang suatu masalah lingkungan hidup sehingga dapat segera ditindak
lanjuti.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kegiatan yang mempunyai dampak sosial merupakan kegiatan yang berpengaruh
terhadap kepentingan umum, baik secara kultural maupun secara struktural.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan
penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi,
dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya,
perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada
sumber daya alam yang terdapat di sekitarnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan pengambil keputusan dalam ketentuan ini adalah pihak-
pihak yang berwenang yaitu Pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan
lainnya.
Huruf b
Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan
dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.
Huruf c
Peran masyarakat dalam Pasal ini mencakup keikutsertaan, baik dalam upaya maupun
dalam proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup. Dalam rangka peran masyarakat dikembangkan kemitraan
para pelaku pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi
keilmuan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perangkat yang bersifat preemtif adalah
tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan, seperti
tata ruang dan analisis dampak lingkungan hidup. Adapun preventif adalah tindakan
tingkatan pelaksanaan melalui penataan
baku mutu limbah dan/atau instrumen ekonomi. Proaktif adalah tindakan pada
tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup, seperti ISO
14000.
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif
misalnya adalah pengembangan dan penerapan teknologi akrab lingkungan hidup,
penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara
sukarela oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja.
Pasal 11
Ayat (1)
Lingkup pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya meliputi berbagai
sektor yang menjadi tanggung jawab berbagai departemen dan instansi pemerintah.
Untuk menghindari tumpang tindih wewenang dan benturan kepentingan perlu adanya
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi melalui perangkat kelembagaan
yang dikoordinasi oleh Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keaneragaman potensi sumber daya alam
hayati dan non-hayati, karakteristik kebhinekaan budaya masyarakat, dan aspirasi dapat
menjadi modal utama pembangunan nasional. Untuk itu guna mencapai keterpaduan dan
kesatuan pola pikir, dan gerak langkah yang menjamin terwujudnya pengelolaan
lingkungan hidup secara berdayaguna dan berhasilguna yang berlandaskan Wawasan
Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang tertentu dengan
memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi alam maupun kemampuan daerah,
kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas
dekonsentrasi.
Huruf b
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada
Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan.
Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggung
jawab tetap berada pada pemerintah yang menugaskannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Dengan memperhatikan kemampuan, situasi dan kondisi daerah, Pemerintah Pusat dapat
menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah menjadi wewenang,
tugas, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan asas desentralisasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Pasal 15
Ayat (1)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi
kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain
merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak
positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan
langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya
digunakan kriteria mengenai :
besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
luas wilayah penyebaran dampak;
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
sifat kumulatif dampak;
berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah termasuk
penimbunan hasil pengolahan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan dimaksud merupakan upaya untuk
mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, mengingat bahan berbahaya dan beracun
mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Contoh izin yang dimaksud antara lain izin kuasa pertambangan untuk usaha di bidang
pertambangan, atau izin usaha industri untuk usaha di bidang industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan kewajiban yang
berkenaan dengan penaatan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam
melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya. Bagi
usaha dan/atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau melaksanakan analisis
mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan rencana
pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan harus dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan. Misalnya kewajiban untuk mengolah limbah, syarat
mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam media lingkungan hidup, dan kewajiban yang
berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti kewajiban melakukan swapantau dan
kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau tersebut kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup. Apabila suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diwajibkan
melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup, maka persetujuan atas analisis
mengenai dampak lingkungan hidup tersebut harus diajukan bersama dengan
permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan merupakan pelaksanaan atas
keterbukaan pemerintahan. Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan
tersebut memungkinkan peranserta masyarakat khususnya yang belum menggunakan
kesempatan dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses
pengambilan keputusan izin.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Suatu usaha dan/atau kegiatan akan menghasilkan limbah. Pada umumnya
limbah ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke media lingkungan
hidup sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup. Dalam hal tertentu, limbah yang dihasilkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku suatu produk. Namun dari
proses pemanfaatan tersebut akan menghasilkan limbah, sebagai residu yang
tidak dapat dimanfaatkan kembali, yang akan dibuang ke media lingkungan
hidup.
Pembuangan (dumping) sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah
pembuangan limbah sebagai residu suatu usaha dan/atau kegiatan dan/atau bahan
lain yang tidak terpakai atau daluwarsa ke dalam media lingkungan hidup, baik
tanah, air maupun udara. Pembuangan limbah dan/atau bahan tersebut ke media
lingkungan hidup akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem. Sehingga
dengan ketentuan Pasal ini, ditentukan bahwa pada prinsipnya pembuangan
limbah ke media lingkungan hidup merupakan hal yang dilarang, kecuali ke
media lingkungan hidup tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal menetapkan pejabat yang berwenang dari instansi lain untuk
melakukan pengawasan, Menteri melakukan koordinasi dengan pimpinan
instansi yang bersangkutan.
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini merupakan pelaksanaan
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan memperhatikan situasi dan kondisi tempat
pengawasan adalah menghormati nilai dan norma yang berlaku baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.
Pasal 25
Ayat (1) sampai ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda mulai dari
pelanggaran syarat administratif sampai dengan pelanggaran yang
menimbulkan korban.
Yang dimaksud dengan pelanggaran tertentu adalah pelanggaran oleh
usaha dan/atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan
usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya
akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Audit lingkungan hidup merupakan suatu instrumen penting bagi penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan dan kinerjanya dalam
menaati persyaratan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan. Dalam pengertian ini, audit lingkungan hidup dibuat secara sukarela untuk
memverifikasi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan hidup yang
berlaku, serta dengan kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan secara internal oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 29
Ayat (1) Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini
merupakan dokumen yang bersifat terbuka untuk umum, sebagai upaya
perlindungan masyarakat karena itu harus diumumkan.
Pasal 30
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak
keperdataan para pihak yang bersengketa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan
yang berbeda mengenai satu sengketa lingkungan hidup untuk menjamin
kepastian hukum.
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Ayat (1)
Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini
dimaksudkan sebagai suatu lembaga yang mampu memperlancar pelaksanaan
mekanisme pilihan penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada prinsip
ketidakberpihakan dan profesionalisme. Lembaga penyedia jasa yang
dibentuk Pemerintah dimaksudkan sebagai pelayanan publik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup
yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi,
pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim
untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk :
memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai
dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; memulihkan fungsi
lingkungan hidup;
menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan
pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah
demi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pasal 35
Ayat (1)
Pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur
kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran
ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang
perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang
dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut
Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksudkan sampai batas tertentu, adalah jika menurut penetapan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi
bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Huruf a sampai huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tindakan pihak ketiga dalam ayat ini merupakan
perbuatan persaingan curang atau kesalahan yang dilakukan
Pemerintah.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak
kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah
besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan
tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Gugatan yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat berupa
tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu :
memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk
melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan
pelestarian fungsi lingkungan hidup;
menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum
karena mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;
memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk
membuat atau memperbaiki unit pengolah limbah.
Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya
yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh
organisasi lingkungan hidup.
Ayat (3)
Tidak setiap organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan lingkungan
hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya
persyaratan sebagaimana dimaksud di atas, maka secara selektif keberadaan
organisasi lingkungan hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan
gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan, baik ke peradilan umum
ataupun peradilan tata usaha negara, tergantung pada kompetensi peradilan yang
bersangkutan dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1) sampai ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Cukup jelas
______________________________________
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
f. bahwa . . .
-2-
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), serta Pasal
ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
perlindungan . . .
-3-
Kajian . . .
-4-
Perusakan . . .
-5-
Pengelolaan . . .
-6-
Setiap . . .
-7-
Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah,
atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap
lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau
UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.
Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh
instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
BABII...
-8-
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
b. menjamin . . .
-9-
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan melalui tahapan:
a.inventarisasi . . .
-10-
Bagian Kesatu
Inventarisasi Lingkungan Hidup
Pasal 6
Bagian Kedua
Penetapan Wilayah Ekoregion
Pasal 7
Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf a dan huruf b menjadi dasar dalam penetapan
wilayah ekoregion dan dilaksanakan oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan instansi terkait.
Penetapan . . .
-11-
Pasal 8
Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 9
RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri
atas:
RPPLH nasional;
RPPLH provinsi; dan
RPPLH kabupaten/kota.
.a RPPLH . . .
-12-
Pasal 10
RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun oleh
Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhatikan:
keragaman karakter dan fungsi ekologis;
sebaran penduduk;
sebaran potensi sumber daya alam;
kearifan lokal;
aspirasi masyarakat; dan
perubahan iklim.
.a RPPLH . . .
-13-
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, penetapan
ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8,
serta RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal
10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMANFAATAN
Pasal 12
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan
RPPLH.
Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup dengan memperhatikan:
keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
.a gubernur . . .
-14-
BAB V
PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
pencegahan;
penanggulangan; dan
pemulihan.
Bagian Kedua . . .
-15-
Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 14
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup terdiri atas:
KLHS;
tata ruang;
baku mutu lingkungan hidup;
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
amdal;
UKL-UPL;
perizinan;
instrumen ekonomi lingkungan hidup;
peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
anggaran berbasis lingkungan hidup;
analisis risiko lingkungan hidup;
audit lingkungan hidup; dan
instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan.
Paragraf 1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Pasal 15
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan
atau evaluasi:
rencana . . .
-16-
Pasal 16
KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
untuk pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
kinerja layanan/jasa ekosistem;
efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan
iklim; dan
tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Pasal 17
Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah.
Apabila . . .
-17-
Pasal 18
KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan
pemangku kepentingan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan
KLHS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 19
Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang
wilayah wajib didasarkan pada KLHS.
Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup.
Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup
Pasal 20
Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur
melalui baku mutu lingkungan hidup.
Baku mutu . . .
-18-
Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 21
Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup,
ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kriteria . . .
-19-
Paragraf 5 . . .
-20-
Paragraf 5
Amdal
Pasal 22
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan;
luas wilayah penyebaran dampak;
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan
terkena dampak;
sifat kumulatif dampak;
berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pasal 23
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas:
pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan
maupun yang tidak terbarukan;
.a proses . . .
-21-
Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan
lingkungan hidup.
Pasal 25 . . .
-22-
Pasal 25
Dokumen amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan;
Pasal 26
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan
masyarakat.
Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip
pemberian informasi yang transparan dan lengkap
serta
diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
yang terkena dampak;
pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses amdal.
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
Pasal 27 . . .
-23-
Pasal 27
Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat
meminta bantuan kepada pihak lain.
Pasal 28
Penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal.
Kriteria untuk memperoleh sertifikat
kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
Pasal 29
Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang
dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Komisi . . .
-24-
Pasal 30
Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur:
instansi lingkungan hidup;
instansi teknis terkait;
pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis
usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan
dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau
kegiatan yang sedang dikaji;
wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena
dampak; dan
organisasi lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal
dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar
independen yang melakukan kajian teknis dan
sekretariat yang dibentuk untuk itu.
Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 31
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai
Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 32 . . .
-25-
Pasal 32
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu
penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan
golongan ekonomi lemah yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup.
Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan
amdal.
Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan
ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 32 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 6
UKL-UPL
Pasal 34
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam
kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.
Pasal 35
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Penetapan . . .
-26-
Paragraf 7
Perizinan
Pasal 36
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal
atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 atau rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam
keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 37
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menolak permohonan izin
lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL.
Izin . . .
-27-
Pasal 38
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui
keputusan pengadilan tata usaha negara.
Pasal 39
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib mengumumkan setiap
permohonan dan keputusan izin lingkungan.
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh
masyarakat.
Pasal 40
Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan.
Dalam . . .
-28-
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 8
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pasal 42
(1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup,
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi
lingkungan hidup.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
pendanaan lingkungan hidup; dan
insentif dan/atau disinsentif.
Pasal 43
Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a
meliputi:
neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
.a penyusunan . . .
-29-
.a Ketentuan . . .
-30-
Paragraf 9
Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 44
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada
tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan
perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Paragraf 10
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 45
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia serta pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan
anggaran yang memadai untuk membiayai:
kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup; dan
program pembangunan yang berwawasan lingkungan
hidup.
Pasal 46 . . .
-31-
Pasal 46
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup yang
kualitasnya telah mengalami pencemaran dan/atau
kerusakan pada saat undang-undang ini ditetapkan,
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan
anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup.
Paragraf 11
Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Pasal 47
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan,
dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib
melakukan analisis risiko lingkungan hidup.
Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
pengkajian risiko;
pengelolaan risiko; dan/atau
komunikasi risiko.
Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan
hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 12
Audit Lingkungan Hidup
Pasal 48
Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan
hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan
hidup.
Pasal 49 . . .
-32-
Pasal 49
Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada:
usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi
terhadap lingkungan hidup; dan/atau
penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatanyangmenunjukkan
ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
melaksanakan audit lingkungan hidup.
Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan
tertentu yang berisiko tinggi dilakukan secara berkala.
Pasal 50
Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat
(1), Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak
ketiga yang independen untuk melaksanakan audit
lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.
Pasal 51
Audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 dan Pasal 49 dilaksanakan oleh auditor
lingkungan hidup.
Auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memiliki sertifikat kompetensi auditor
lingkungan hidup.
Kriteria . . .
-33-
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal
51 diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penanggulangan
Pasal 53
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan:
pemberianinformasiperingatan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;
.a pengisolasian . . .
-34-
Bagian Keempat
Pemulihan
Pasal 54
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
penghentian sumber pencemaran dan pembersihan
unsur pencemar;
remediasi;
rehabilitasi;
restorasi; dan/atau
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 55 . . .
-35-
Pasal 55
Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan
untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan
menggunakan dana penjaminan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 55 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMELIHARAAN
Pasal 57
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
konservasi sumber daya alam;
pencadangan sumber daya alam; dan/atau
pelestarian fungsi atmosfer.
.a Konservasi . . .
-36-
BAB VII
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
SERTA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Bagian Kesatu
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 58
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
Ketentuan . . .
-37-
Bagian Kedua
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 59
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan
pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1)
telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan
limbah B3.
Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri
pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan
kepada pihak lain.
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup
yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi
pengelola limbah B3 dalam izin.
Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga . . .
-38-
Bagian Ketiga
Dumping
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau
bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 61
Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat
dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan
dumping limbah atau
bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI
Pasal 62
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup
untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan
kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan
secara terpadu dan terkoordinasi
dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat.
(3) Sistem . . .
-39-
BAB IX
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 63
Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
Pemerintah bertugas dan berwenang:
menetapkan kebijakan nasional;
menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
menetapkandan melaksanakan kebijakan mengenai
RPPLH nasional;
menetapkandan melaksanakan kebijakan mengenai
KLHS;
menetapkandan melaksanakan kebijakan mengenai
amdal dan UKL-UPL;
menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
nasional dan emisi gas rumah kaca;
mengembangkan standar kerja sama;
mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
menetapkandan melaksanakan kebijakan mengenai
sumber daya alam hayati dan nonhayati,
keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan
keamanan hayati produk rekayasa genetik;
.a menetapkan . . .
-40-
mengelola . . .
-41-
Dalam . . .
-43-
.a memberikan . . .
-44-
Pasal 64
Tugas dan wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 ayat (1) dilaksanakan dan/atau
dikoordinasikan oleh Menteri.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 65
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan
hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan
terhadap rencana
usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap . . .
-45-
Pasal 66
Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana
maupun digugat secara perdata.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban:
memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat,
terbuka, dan tepat waktu;
menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup
dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Bagian Ketiga . . .
-46-
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 69
Setiap orang dilarang:
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup;
memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundang-undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media
lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
membuang limbah ke media lingkungan hidup;
membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan
hidup;
melepaskan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang
bertentangandenganperaturan
perundang-undangan atau izin lingkungan;
melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal; dan/atau
memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar.
.a Ketentuan . . .
-47-
BAB XI
PERAN MASYARAKAT
Pasal 70
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Peran masyarakat dapat berupa:
pengawasan sosial;
pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;
dan/atau
penyampaian informasi dan/atau laporan.
Peran masyarakat dilakukan untuk:
meningkatkankepeduliandalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
meningkatkankemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan
masyarakat;
menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
dan
mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan
lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan
hidup.
BABXII...
-48-
BAB XII
PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 71
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan pengawasan
terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat
mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan
pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang
bertanggung jawab di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas
lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
Pasal 72
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin
lingkungan.
Pasal 73
Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin
lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika
Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
PASAL 74 . . .
-49-
Pasal 74
(1) Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat
(3) berwenang:
melakukan pemantauan;
meminta keterangan;
membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan;
memasuki tempat tertentu;
memotret;
membuat rekaman audio visual;
mengambil sampel;
memeriksa peralatan;
memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau
menghentikan pelanggaran tertentu.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
pejabat pengawas lingkungan hidup dan tata cara
pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (3), Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua . . .
-50-
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 76
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi
administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Sanksi administratif terdiri atas:
teguran tertulis;
paksaan pemerintah;
pembekuan izin lingkungan; atau
pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah
menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak
menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang
serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau
pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat
huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan
pemerintah.
Pasal 80 . . .
-51-
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas
setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82 . . .
-52-
Pasal 82
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk
memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
dilakukannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
berwenang atau dapat menunjuk pihak
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 84
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh
melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan
secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua . . .
-53-
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 85
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
bentuk dan besarnya ganti rugi;
tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau
perusakan;
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
terulangnya pencemaran dan/atau perusakan;
dan/atau
tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif
terhadap lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku
terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau
arbiter untuk
membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 86
Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa
penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat
bebas dan tidak berpihak.
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat
memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia jasa
penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat
bebas dan tidak berpihak.
Ketentuan . . .
-54-
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Pasal 87
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan perbuatan melanggar hukum berupa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan
tindakan tertentu.
Paragraf 2 . . .
-55-
Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau
mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak
atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan.
Paragraf 3
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 89
Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan ke
pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana
diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan dihitung sejak diketahui adanya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak berlaku
terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan
yang menggunakan dan/atau mengelola B3 serta
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3.
Paragraf 4
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 90
Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup berwenang
mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
Ketentuan . . .
-56-
Paragraf 5
Hak Gugat Masyarakat
Pasal 91
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan
kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau
untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami
kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau
peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara
wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 92
Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan
hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk
melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan
ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan
apabila memenuhi persyaratan:
berbentuk . . .
-57-
Paragraf 7
Gugatan Administratif
Pasal 93
Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan
tata usaha negara apabila:
badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin
lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang
wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen amdal;
badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin
lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-
UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen
UKL-UPL; dan/atau
badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan
izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi
dengan izin lingkungan.
Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha
negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara.
BABXIV...
-58-
BAB XIV
PENYIDIKAN DAN PEMBUKTIAN
Bagian Kesatu
Penyidikan
Pasal 94
Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia,
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan
hidup.
Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di
bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang
diduga melakukan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang
berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di
bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
.a melakukan . . .
-59-
.a Hasil . . .
-60-
Pasal 95
Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak
pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan
hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil,
kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi
Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penegakan
hukum terpadu diatur dengan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Kedua
Pembuktian
Pasal 96
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan
hidup terdiri atas:
keterangan saksi;
keterangan ahli;
surat;
petunjuk;
keterangan terdakwa; dan/atau
alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 97
Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan
kejahatan.
Pasal 98 . . .
-61-
Pasal 98
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air,
baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan
manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).
Pasal 99
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air,
baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Apabila . . .
-62-
Pasal 100
Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku
mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah
dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali.
Pasal 101
Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk
rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 102 . . .
-63-
Pasal 102
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 103
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak
melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau
bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 106 . . .
-64-
Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).
Pasal 107
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut
peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 109 . . .
-65-
Pasal 109
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa
memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Pasal 110
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 111
Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin
lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-
UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Pasal 112 . . .
-66-
Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-
undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 dan Pasal 72, yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 113
Setiap orang yang memberikan informasi
palsu, menyesatkan, menghilangkan
informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan
yang tidak benar yang
diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan
penegakan hukum yang
berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 114
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 115
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas
pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat
penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 116 . . .
-67-
Pasal 116
Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh,
untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan
sanksi pidana dijatuhkan kepada:
badan usaha; dan/atau
orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak
pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai
pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
Pasal 117
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau
pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa
pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal 118
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan
usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili
di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional.
Pasal 119 . . .
-68-
Pasal 119
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan
atau tindakan tata tertib berupa:
perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau
kegiatan;
perbaikan akibat tindak pidana;
pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
dan/atau
penempatanperusahaan di bawah pengampuan paling lama 3
(tiga) tahun.
Pasal 120
(1) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 119 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
jaksa berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung
jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup untuk melaksanakan eksekusi.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah berwenang untuk
mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi
penempatan di bawah pengampuan untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 121
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu
paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau
kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau
kegiatan tetapi belum memiliki dokumen amdal wajib
menyelesaikan audit lingkungan hidup.
Pada . . .
-69-
Pasal 122
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun, setiap penyusun amdal
wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun, setiap auditor lingkungan
hidup wajib memiliki sertifikat kompetensi auditor
lingkungan hidup.
Pasal 123
Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang
telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 124
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 125 . . .
-70-
Pasal 125
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang
-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3699) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 126
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Undang-
Undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
Pasal 127
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
-71-
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA