Buku Memahami Amdal Edisi-2

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 418

KATA PENGANTAR

EDISI REVISI

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan
rachmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Edisi Revisi Buku Memahami
AMDAL dapat diselesaikan dengan baik. Pada edisi Cetakan Pertama telah tersebar
luas di seluruh Indonesia, tidak kurang dari 1500 buku dimanfaatkan oleh pengguna.
Pada Edisi revisi ini dilakukan berkait dengan beberapa regulasi yang telah banyak
mengalami perubahan, sehingga harus dilakukan penyesuaian. Penambahan pada buku
edisi revisi ini adalah :
Penyesuaian dengan regulasi baru berupa Undang Undang No 32 Tahun 2009,
dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri pendukungnya.
Penambahan Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Penambahan bab tentang penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Lampiran UUPPLH No 32 Tahun 2009

Buku ini merupakan pegangan resmi dalam mata kuliah AMDAL di perguruan
tinggi dan dapat juga digunakan bagi praktisi lain dalam bidang AMDAL. Buku
Memahami AMDAL berisi tentang perpaduan antara kajian teori tentang Ilmu Ekologi
dan Lingkungan, Manajemen Lingkungan, Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Kajian Kelayakan Lingkungan dan Penerapan dalam Kajian Lingkungan di lapangan
dalam kegiatan pembangunan. Buku ini disamping berisi tentang pendekatan teori,
pada bagian akhir juga dilengkapi dengan butir-butir pertanyaan tentang memahami
AMDAL dan lampiran lampiran tentang Regulasi di Bidang AMDAL.

Secara terperinci buku Memahami AMDAL ini berisi bahasan tentang sebagai
beriku.

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pendekatan Ekologi sebagai Dasar dalam kajian AMDAL

Kajian Lingkungan

RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Ijin
Lingkungan Hidup
← Ruang Lingkup Kajian AMDAL
← Penyusunan Dokumen AMDAL dan UKL-UPL dan Izin Lingkungan
Hidup
← Metode-Metode Dalam Kajian AMDAL
← Perhitungan Kerusakan Lingkungan
← Tiga-Puluh Lima Butir Memahami AMDAL
Lampiran-Lampiran
Semoga hasil karya ini mampu memberikan bantuan dalam memahami
AMDAL sebagai pengendali pengelolaan lingkungan.
Semarang, Pebruari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PERKEMBANGAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1


A. Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup Dunia 1
B. Sejarah Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia 9
C. Kajuan Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan AMDAL 10
D. AMDAL dan Pembangunan 12
E. Konsep Pembangunan Berkelanjutan 14
F. Kasus Kegagalan Pengelolaan Lingkungan 16

BAB II PENDEKATAN EKOLOGI SEBAGAI DASAR KAJIAN AMDAL 17


A. Ekologi dan Lingkungan 17
A.1 Pengertian 17
A.2 Habitat dan Relung 18
A.3 Hukum Ekologi 19
B. Ekosistem 20
B.1 Pengertian 20
B.2 Fungsi Ekosistem 20
C. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan 21
D. Ekologi sebagai dasar Kajian AMDAL 22
E. Pemahaman Manajemen Lingkungan 23

BAB III RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) DAN KAJIAN


LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) 25
A. Permasalahan Tata Ruang dan Lingkungan 25
B. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 28
B.1 Hirargi Penataan Ruang 28
C. Kajian Lingkungan Hidup Strategis 35
C.1 Pengertian KLHS 35
C.2 Latar Belakang KLHS 35
C.3 Urgenitas KLHS 36
C.4 Manfaat KLHS 36
C.5 Kaidah KLHS 36
C.6 Pelaku Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) 37
C.7 Integrasi KLHS dalam Kebijakan Rencana dan Program 37
C.8 Tahapan Pelaksanaan KLHS 38
C.9 Hubungan KLHS dan AMDAL 42
BAB IV KAJIAN KELAYAKAN LINGKUNGAN 43
A. Bentuk Kajian Lingkungan 43
A.1 Penentuan Bentuk Kajian 43
A.2 Tahap Kajian Lingkungan 46
B. Tahapan Kajian Lingkungan 51
C. Pelingkupan Dalam AMDAL 53
C.1 Metode Pelingkupan 53
C.2 Tahap-tahap Pelingkupan 54
C.3 Penentuan Dampak Penting 56
C.4 Pelingkupan Dampak Besar dan Penting 57
C.5 Pelingkupan Wilayah Studi 59

BAB V ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP


(AMDAL) 61
A. Pemahaman Umum 61
B. Pengertian AMDAL 63
B.1 Pengertian 63
B.2 Jenis AMDAL 64
C. Komisi AMDAL 65
C.1 Pembentukan Komisi AMDAL 65
C.2 Tim Teknis AMDAL 68
D.Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL 68
E.Ruang Lingkup Penyusunan Dokumen AMDAL 69
E.1 Legalisasi Dokumen AMDAL 70
E.2 Kadaluwarsanya Kerangka Acuan ANDAL 70
E.3 Izin Lingkungan Hidup 71
F. Penyusun AMDAL 72
F.1 Badan Hukum 72
F.2 Tenaga Ahli 72

BAB VI PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL DAN UKL-UPL


A.Kerangka Acuan ANDAL (KA-ANDAL) 74
A.1 Penjelasan Umum 74
A.2 Muatan Dokumen KA 74
A.3 Pelingkupan 76
A.4 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penyusunan KA-ANDAL 83
A.5 Pemakai Hasil ANDAL dan Hubungannya Dengan
Penyusunan KA_ANDAL 83
A.6 Sistematika Kerangka Acuan (KA-ANDAL) 84
B.Analisis Dampak Lingkungan Hidup ( ANDAL) 86
B.1 Penjelasan Umum 86
B.2 Muatan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup 86
(ANDAL)
B.3 Kerangka Isi Dokumen ANDAL 94
C.Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) 97
C.1 Penjelasan Umum 97
C.2 Muatan Dokumen RKL-RPL 99
C.3 Kerangka Daftar Isi RKL-RPL 108
D. Izin Lingkungan 109
← Penyusunan Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) 110
E.1 Pemahaman Umum 110
E.2 Muatan dalam Dokumen UKL-UPL 110
E.3 Garis Besar Komponen Rencana Usaha dan/atau Kegiatan 111
E.4 Dampak Lingkungan yang Ditimbulkan dan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup Serta Upaya Pemantauan 114
Lingkungan Hidup
E.5 Jumlah dan Izin PPLH 115
E.6 Surat Pernyataan 115
E.7 Daftar Pustaka 115
E.8 Lampiran 115
E.9 Kerangka Daftar Isi UKL dan UPL 118
← Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
(SPPL) 119

BAB VII METODE-METODE DALAM PENYUSUNAN DOKUMEN


AMDAL 120
A. Pemahaman Umum 120
A.1 Macam Data dan Informasi yang Dikumpulkan 120
A.2 Wilayah Studi ANDAL 121
B.Metode Penyusunan Kerangka Acuan Kerja 122
B.1 Pelingkupan Dampak Besar dan Penting 123
B.2 Pelingkupan Wilayah Studi 124
C.Metode Penyusunan Dokumen ANDAL 127
C.1 Metode Identifikasi Rona Lingkungan Awal 127
C.2 Metode Prediksi Dampak Kegiatan Pembangunan 139
C.3 Metode Evaluasi Dampak Penting 147
D.Contoh Melakukan Evaluasi Dampak Penting 149
D.1 Telaahan Terhadap Dampak Penting 110
D.2 Pemilihan Alternatif Terbaik 152
D.3 Telaahan Holistik Terhadap Dampak Penting 152

BAB VIII PERHITUNGAN NILAI KERUSAKAN LINGKUNGAN 157


A. Pemahaman Umum 157
B.Dampak Kerusakan Akibat Pencemaran Lingkungan 158
C.Metode Perhitungan Dampak Kerusakan Lingkungan 159
← Besarnya Denda Bagi Perusk Lingkungan Sesuai UU No.32 Tahun
2009 160
E. Contoh Kasus Perhitungan Keruskan Lingkungan 161
BAB IX MEMAHAMI AMDAL MELALUI TIGA PULUH LIMA BUTIR 162
PERTANYAAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN
- UUPPLH No 32 Tahun 2009
PERKEMBANGAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

A.

SEJARAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DUNIA

Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup dimulai di kalangan Dewan


Ekonomi dan Sosial PBB pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasil gerakan “
Dasawarsa Pembangunan (PD)-1, pada dekade 1960-1970, untuk merumuskan strategi
Dasawarsa Pembangunan Dunia ke –2 (1970-1980). Laporan Sekreatris Jendral PBB
yang diajukan dalam sidang umum PBB, dan disahkan dengan resolusi PBB No 2581
(XXIV) tanggal 15 Deseber 1969. Dalam resolosi tersebut diputuskan untuk
membentuk Panitia Persiapan yang bersama sekjen PBB untuk menarik perhatian
dunia dalam masalah-masalah lingkungan.
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nation
Conference on Human Environment) diselenggarakan di Stockholm Swedia pada
tanggal 5-16 Juni 1972. Hasil perumusan tersebut adalah :
← Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia
← Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia, terdiri dari 109 rekomendasi
← Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang
pelaksanaan antara lain :
← Dewan Pengurus (UN Environmental Program , UNEP)
← Sekretariat
← Dana Lingkungan Hidup
← Badan Koordinasi Lingkungan Hidup
← Menetapkan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 1


Perkembangan selanjutnya Komisi PBB membentuk World Commission on
Environmental and Development (WCED), yang diketuai oleh Gro Harlem
Brundtland, pada tahun 1983, dengan anggota terdiri dari berberapa negara, termasuk
Indonesia (Prof.Dr.Emil Salim). Hasil kerja dari WCED yang tercacat sampai saat ini
dan digunakan sebagai tonggak dalam pengelolaan lingkungan adalah Our Common
Future ( Hari Depan Kita Bersama). WCED mendekati masalah lingkungan dan
pembangunan dengan sudut pandang sebagai berikut :
← Ketergantungan (Interdependency)
Masalah polusi, penggunaan bahan kimia, kerusakan sumber plasma
nutfah, pertumbuhan kota, konservasi sumberdaya alam, tidak
mengenal batas negara. Mengingat permasalahan saling tergantungan
maka pendekatan harus dilakuakn lintas sektor antar negara.

← Berkelanjutan (sustainability)
Sumberdaya alam sebagai sumber bahan baku kegiatan industri,
perdagangan, perikanan, energi, harus dipertimbangkan untuk
generasi yang akan datang.

← Pemaraan (Equity)
Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam
secara berlebihan, sehingga perlu dilakukan pengaturan untuk
pemerataan.

← Sekurity dan Resiko Lingkungan


Perlombaan senjata dan pembangunan tanpa memperhitungkan dampak
negatip kepada lingkungan turut memperbesar resiko lingkungan. Segi
ini perlu ditanggapi dalam pembangunan berwawasan lingkungan.
← Pendidikan dan Komunikasi
Pendidikan dan Komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan
untuk ditingkatkan di berbagai tingkat pendidikan dan lapisan
masyarakat.
← Kerjasama Internasional
Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan
pengembangan sektoral . Pertimbangan lingkungan kurang
diperhitungkan.

Pada Dasa Warsa Pembangunan Dunia 4 (1990-2000), pada tingkat dunia


keprihatinan tentang perubahan lingkungan pada tingkat global semakin tinggi.
Perubahan tersebut tidak hanya terjadi pada skala lokal tapi sudah melintas pada
wilayah lain. Fenomena hujan asam, efek gas rumah kaca dan akibat lain dari
perubahan lingkungan menjadi bahan pertimbangan yang serius bagi komisi PBB
tentang pembangunan dan lingkungan. Pada Tahun 1992 United Nation Conference on
Environmental and Development mengagendakan Koferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Bumi di Rio De Jenairo, Brasilia, yang diprakarsai oleh PBB mulai tanggal 3 sampai
14 Juni 1992. KTT ini merupakan peringatan ke 20 Konferensi Stocholm 1972. Hasil
deklarasi tersebut antara lain :
← The Rio de Janeiro Declaration on Environmental and Development,
menggariskan 27 prinsip fundamental tentang lingkungan dan
pembangunan.

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2


← Konsensur internasional tentang prinsip-prinsip pengelolaan kehutanan,
yang mencakup aspek konservasi sumberdaya alam hayati.
← Agenda 21, merupakan kesepakatan kerangka kerja dunia internasional
yang bertujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan pada abad
21.
Agenda tersebut mencakup 31 Bab dibagi dalam 21 bagian.
Pada perkembangan selanjutnya dalam upaya menyikapi perubahan lingkungan yang
semakin mengglobal akibat pemanasan global bumi (efek gas rumah kaca), hujan
asam, perusakan hutan, dan masalah lingkungan lain, telah dilakukan kesepakatan di
Kyoto Jepang (Protokol Kyoto, 1997 ) tentang persetujuan pelaksanaan Kerangka
Konvensi Perubahan Iklim (KKPI). Pada protokol Kyoto telah disepakati bahwa
negara-negara kelompok G-7, akan melakukan pengurangan emisis gas rumah kaca
(CO2, CH4, N2O, HFC,PFC, SF6) .
Pada Dasawarsa 2000 – 2010 (Pembangunan Dunia – 5), pada dasawarsa ini
telah dilakukan kajian dan perumusan lanjut tentang agenda 21, dengan Millenium
Development Goals (MDG). Dalam beberapa prinsip tentang MDG tersebut telah
dirumuskan kesepakatan sebagai berikut. Kesepakatan anggota PBB sebagai indikator
efektivitas upaya-upaya pembangunan (KTT Bumi 1992). Pendekatan menyeluruh
untuk semua sektor dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat. Beberapa hal yang menjadi prioritas utama dalam MDG
tersebut adalah sebagai berikut :

← Eradicate extreme poverty and hunger ( membasmi kelaparan dan kemiskinan )


← Achieve universal primary education ( mencapai pendidikan menengah
secara menyeluruh, bagi masyarakat)
← Promote gender equity and empower women (Mendorong konsep
keseimbangan perempuan dan pemberdayaan wanita).
← Reduce child mortality (menurunkan kematian anak)
← Improve maternal health (meningkatkan kesehatan terutama ibu)
← Combat HIV/AIDS, malaria and other diseases (memerangi HIV/AIDS,
malaria, dan penyakit lain).
← Ensure environmental sustainability (menjamin pembangunan berkelanjutan)
← Develop a global partnership for development (meningkatkan kerjasma
global untuk pembangunan).

Pada Dasawarsa ini merupakan Era Perubahan Iklim. Pada era ini telah mulai
dirumuskan pendekatan baru untuk kalanjutan Millenium Development Goals (MDGs)
dengan pendekatan Sustainable Development Goals. Perserikatan Bangsa Bangsa PBB,
juga telah membentuk Unaited Nation Framework Conference for Climate Change
(UNFCCC) yang akan mempersiapkan konferensi tingkat tinggi (KTT). Pada dasa
warsa ini dunia banyak memperdalam dampak perubahan iklim (Global Climate
Change). Agenda pertemuan dunia telah banyak menghasilkan kesepakatan
kesepakatan. KTT bumi yang telah dimulai tahun 1992 di Rio de Jeneiro Brasil, telah
ditindak lanjuti dengan KTT berikutnya. Hasil KTT yang penting untuk disajikan
dalam buku ini antara lain sebagai berikut.
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 3
KTT Bumi ke 13 (UNFCCC-COP-13), 2007, Bali Indonesia

KTT ini dilaksanakan di Bali pemerintah Indonesai sebagai tuan rumah,


berlangsung dari 3-14 Desember tahun 2007. Hasil kesepakatan dalam KTT ini dikenal
dengan Instilah : Bali Road Map”, atau peta menuju Bali. Beberapa butir hasil
kesepakatan KTT ini adalah sebagai berikut :
← Adaptasi
Kesepakatan untuk membiyai proyek adaptasi di negara-negara berkembang
yang ditanggung melalui “Clean Development Mechanisme (CDM)), yang
ditetapkan protocol Kyoto. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Global Environment
Facility (GEF).
← Teknologi
Kesepakatan untuk memulai program strategis untuk alih teknologi mitigasi dan
adaptasi yang dibutuhkan Negara berkembang. Tujuan program ini adalah
meberikan contoh nyata proyek untuk menciptakan lingkungan yang menarik.
Kegiatan ini termasuk insentif sector swasta untuk melakukan alih teknologi.
GEF akan menysun program bersama dengan lembaga keuangan internasional
dan perwakilan sektor keuangan swasta.
← Reducing Emissions from Deforestation in Developmnet Countries (REDD)
Menyepakati adopsi metode untuk menghindari pengundulan hutan. Perkiraan
jumlah pengurangan emisi dari penggundulan hutan.
← Intergoverment Panel on Climate Change (IPCC)
Kesepakatan bahwa hasil laporan IPCCmerupakan laporan yang komprehensif
untuk digunakan sebagai acuan bersama.
← Clean Development Mechanism (CDM)
Kesepakatan untuk menggandakan batas ukuran kegiatan penguhutanan
kembali menjadi 16 kiloton CO2 per tahun. Peningkatan ini akan
mengembangkan angka dan jangkauan wilayah Negara CDM ke Negara yang
sebelumnya tak bisa ikut dalam mekanisme ini.
← Negara Miskin
Kesepakatan memperpanjang mandate Group Ahli Negara Miskin atau Least
Developed Countries (LDCs). Grop ini menyediakan saran kritis untuk Negara
miskin dalam menentukan kebutuhan adaptasi. UNCCC sepakat Negara miskin
harus didukung karena kapasitas adaptasinya rendah.

KTT Bumi ke 14 (UNFCCC-COP-14), Poznan, Polandia

KTT ini berlangsung 1-12 Desember 2008, kegiatan ini merupakan langkah
langkah untuk mematangkan konferensi yang akan dilaksanakan di Kopenhagen.
Beberapa hasil dari kegiatan KTT ini adalah sebagai berikut “
← Pembentukan kelompok kerja untuk pelaksanaan protocol Kyoto
← Pembentukan kelompok kerja untuk Kerangka Acuan Langkah Kerjasama
← Review Protokol Kyoto
← Pendanaan untuk adaptasi
← Tanggal dan pelaksanaan meeting lanjutan di Kopenhagen
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 4
KTT Perubahan Iklim di Kopenhagen (UNFCCC-COP-15), Denmark

KTT ini dilaksanakan pada tahun 2009 bertempat di Kopenhagen Denmark.


dihadiri oleh 110 negara. Conference Of Perties (COP) terdiri dari Negara-negara di
dunia. Merupakan bentuk kompromi antara negara maju dan negara berkembang.
Perumahan iklim yang disinyalir banyak disebabkan emisi gas karbon dari industri
negara maju, sangat mengancam negara berkembang bergeografi kepulauan. Tidak ada
target pengurangan emisi gas rumah kaca dari negara maju. Ada prakarsa 25 negara
maju untuk memberikan bantuan kepada Negara berkembang dalam mengatasi
dampak perubahan iklim. Banyak peserta yang menyatakan KTT ini tidak
menghasilkan rumusan nyata. Rumusan banyak diharapkan memiliki kekuatan hukum
yang mengikat seluruh negara untuk melaksanakan aksi bersama dalam
penanggulangan perubahan iklim. Dirumuskan Copenhagen Accord, terdapat lima
butir utama yang merupakan usulan dari Indonesia, melalui pidato presiden Indonesia.
Lima usulan utama Indonesia dalam KTT tersebut adalah :
← Usaha seluruh dunia untuk menahan agar dampak perubahan iklim tidak
sampai menaikan suhu global sampai menaikan suhu global sampai dua
derajad celcius sampai tahun 2050.
← Perlunya negara maju menyebut target penurunan emisi gas rumah kaca
(GRK) secara ambisius.
← Perlu adanya pembiayaan dari negara maju untuk penanggulangan
perubahan iklim bagi negara berkembang
← Perlunya penerapan pola pembangunan ramah lingkungan,
← MRV (measrument, reporting, verifying) pelaksanaan komitmen penanganan
perubahan iklim dan masalah kehutanan.
Selengkapnya hasil dari Copenhagen Accord adalah sebagai berikut.

“ Under the Accord, global leaders decided for the first time under the
UNFCCC to : 1. Hold any increase in global temperature to below 2 degrees Celsius;
2. Specify, side by side emissions targets for developed countries and action to reduce
emiisions by developing countries; 3. A frame work for national and international
monitoring of what developed and developing countries will do; 4. Considerable
financing to support emissions reductions and adaptation in developing countries. The
Accord includes developed country commitment to collectively provide new and
additional
KTT Copenhagen, memiliki sisi lemah belum adanya Legally Binding
(kesepakatan mengikat), sehingga merupakan catatan hasil dan belum mengikat negara
negara di dunia.

KTT Perubahan Iklim di Cancun (COP-16), 2010, Mexico


KTT ini berlangsung mulai 29 Nopember 2010 di Cancun, Mexico. Pada KTT
iklim tahun tersebut ini terdapat pilihan untuk memutuskan antara masa depan yang
aman atau melanjutkan bisnis seperti biasa dan memungkinkan perubahan iklim untuk
terus mengancam berbagai aspek kehidupan di bumi. Delegasi Indonesia terdisi dari
Menteri Lingkungan Hidup, Gusti Muhamad Hatta dan ketua Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI) Rahmad Witular. Hasil KTT Cancun ini lebih baik dari
Konferensi

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5


Perubahan Iklim di Denmark. Kalau di Denmark hanya notes saja, kalau ini sudah
ada agreement.
Beberapa kesepakatan dalam Cancun Agreement adalah masuknya target
negara industri dalam negosiasi internasional serta kewajiban negara maju
mengembangkan strategi pembangunan rendah karbon. Aksi negara berkembang
dalam menangani perubahan iklim juga masuk dalam negosiasi multilateral.
Selanjutnya, akan dibentuk registrasi sebagai pencatatan dan penyesuaian aksi
mitigasi negara berkembang terhadap pendanaan dan dukungan teknologi negara
maju. Laporan kemajuan dipublikasikan per dua tahun.
Suatu kerangka kerja adaptasi juga akan dibentuk guna perencanaan dan
pelaksanaan proyek-proyek adaptasi yang lebih baik di negara berkembang
melalui peningkatan dukungan teknis dan keuangan serta proses yang jelas untuk
mengukur kerusakan dan kerugian akibat perubahan iklim.
Para peserta yang hadir dalam KTT ini juga telah menetapkan mekanisme
teknologi melalui Komite Eksekutif Teknologi serta Jejaring Kerja dan Pusat
Teknologi Iklim untuk meningkatkan kerjasama teknologi dalam rangka menyusun
aksi adaptasi dan mitigasi.
Satu hal yang masih disayangkan dalam pertemuan KTT Perubahan Iklim
tersebut adalah belum tecapai kesepakatan baru untuk memastikan komitmen
pascaberakhirnya Protokol Kyoto. Negara-negara yang telah meratifikasi Protokol
Kyoto sepakat melanjutkan negosiasi untuk keberlanjutan perjanjian tersebut
pascaberakhir pada 2012 pada pertemuan selanjutnya.
Upaya transfer teknologi untuk menangani masalah perubahan iklim sudah tak menjadi
masalah. Pembicaraan mengenai protokol Kyoto masih agak macet dan akan
dilanjutkan nanti di Afrika Selatan.

KTT Perubahan Iklim di Durban (UNFCCC-COP-17), 2011, Afrika Selatan

Konferensi Perubahan Iklim (UNFCC COP 17) di Durban, Afrika Selatan telah
dihasilkan “Durban Platform”. Selengakapnya hasil kesepakatan tersebut adalah
sebagai berikut.

← Komitmen Periode Kedua Protokol Kyoto (KP), yang telah disepakati oleh
para pihak KP, kecuali Kanada, Rusia dan Jepang.
← Tercapainya kesepakatan Operasionalisasi Green Climate Fund, kesepakatan
berbagai aspek teknis REDD+, Komite Adaptasi, Komite Alih Teknologi,
yang kesemuanya dicapai melalui proses negosiasi.

Selain negosiasi internasional, di Durban diselenggarakan Side Events dan Exhibits di


UN Compound yang ditujukan untuk pertukaran informasi, peningkatan kapasitas,
diskusi kebijakan dan legitimasi tata pemerintahan global. Di luar UN Compund
terdapat ratusan kegiatan lainnya yang diselenggarakan sebagai parallel events, seperti
misalnya Climate Change Response Expo yang diadakan untuk menampilkan inisiatif
dan solusi perubahan iklim pemerintah Afrika Selatan.
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 6
KTT Perubahan Iklim di Doha (UNFCCC-COP-18), 2012, Qatar

Konferensi Perubahan Iklim ke-18 di Doha, Qatar, menghasilkan diantaranya


mengenai kelanjutan Protokol Kyoto periode komitmen kedua, pengurangan emisi
dengan ambisi yang lebih besar, serta pelaksanaan komitmen penyediaan pendanaan
jangka panjang oleh negara maju untuk membantu negara berkembang melaksanakan
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Keputusan yang tertuang dalam “Doha Climate
Gateway” (DCG) tersebut tidak sepenuhnya memuaskan bagi Indonesia dan negara-
negara berkembang lain, khususnya mengenai komitmen pengurangan emisi dan
penyediaan pendanaan oleh negara maju.

Mengenai keberlanjutan Protokol Kyoto, sebanyak 37 negara maju dan Uni


Eropa telah menyepakati pelaksanaan periode komitmen kedua (Second Commitment
Period) selama 8 tahun terhitung sejak tanggal 1 Januari 2013. Negara-negara tersebut
merepresentasikan kurang dari 20 persen emisi gas rumah kaca dunia. Sedangkan tiga
negara maju yaitu Rusia, Jepang dan Selandia Baru memutuskan untuk tetap menjadi
anggota (negara pihak) Protokol Kyoto, namun tidak memiliki komitmen penurunan
emisi. Sementara itu, Kanada bergabung dengan Amerika Serikat yang memutuskan
untuk keluar dari Protokol Kyoto.

Menanggapi hasil keputusan Doha tersebut, Ketua Delegasi RI, Rachmat


Witoelar, mengatakan Indonesia meminta negara maju menunjukkan
kepemimpinannya dalam upaya pengurangan emisi. Terkait pendanaan, negara maju
hanya dapat menyetujui keputusan yang sifatnya “qualitative reassurance”, yaitu
meyakinkan kembali bahwa mereka akan melaksanakan komitmen penyediaan
pendanaan jangka panjang (long-term finance) yang dibuat di Copenhagen, Denmark
pada COP15 tahun 2009. Di Doha, negara berkembang meminta agar penyaluran
pendanaan jangka panjang tersebut dimulai dengan kerangka tiga tahun (2013-2015),
atau diistilahkan mid-term financing, dengan nilai dana 60 miliar dolar AS.

KTT Perubahan Iklim di Warsawa (UNFCCC-COP-19), 2013, Polandia

KTT ke 19 ini banyak kekhawatiran munculnya kebuntuhan akibat


perbedaan kepentingan antara Negara maju (G7) dan kelompok Negara berkembang
(G77). Isu perubahan iklim yang merupakan turunan dari isu energy memunculkan
egoisme setiap Negara karena kepentingan masing-masing.

Dengan kata lain, terdapat empat permasalahan mendasar dalam


mempersiapkan dan memberlakukan CP2 (Second Comitment Perioed), Protokol
Kyoto-2, dalam durasi delapan tahun ke depan. Pertama, terkait target ambisi. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya bahwa negara-negara berkembang menginginkan
perundingan Doha menghasilkan target ambisi yang jelas mengenai peningkatan
pengurangan. Sementara itu, tidak adanya kemauan yang kuat dari negara-negara
maju untuk meningkatkan tingkat ambisi mereka terkait dengan janji pengurangan
emisi yang rendah. Kedua, terkait kekuatan hukum yang mengikat (legally binding).
Seperti juga telah dijelaskan

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 7


sebelumnya bahwa negara-negara berkembang bersikeras untuk menetapkan CP2
dengan amandemen agar mengikat secara hokum.

Ketiga, terkait penetapan Quantified Emission Limitation or Reduction Objectives


(QELROs). Belum disepkatinya secara jelas mengenai ketentuan QELROs dalam CP2
ini juga semakin menipiskan harapan negara-negara berkembang akan komitmen
negara-negara maju. Pembatasan jumlah emisi atau tujuan pengurangan QELROs dari
masing-masing pihak negara maju belum mengikat secara hukum bagi negara tersebut.
Dan, yang keempat adalah terkait dengan format atau kerangka instrumen hukum CP2.
Bagaimana format/kerangka multilateral perubahan iklim pasca berakhirnya komitmen
periode kedua Protokol Kyoto yang diadopsi paling lambat pada tahun 2015? Apakah
itu dengan membentuk sebuah protokol baru ataupun melalui format atau suatu
instrumen hukum lain, yang penting protokol atau instrumen hukum tersebut haruslah
memiliki legal certainty dan memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak.

Untuk kelompok Uni Eropa/European Union (EU), sebanyak 37 negara UE memang


telah menyepakati pelaksanaan CP2 tersebut selama 8 tahun terhitung sejak tanggal 1
Januari 2013. Namun, UE yang sebelum KTT Copenhagen menggebu-gebu
berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kacanya hingga 30% pada tahun 2020,
harus memendam ambisi mereka mengingat para pemimpinnya sangat disibukkan
dengan upaya menyelamatkan ekonomi Eropa yang sedang dilanda krisis finansial.
Untuk kelompok G-77 dan Cina, Aljazair atas nama Kelompok 77 dan Cina
menekankan pentingnya pilihan hukum untuk menghindari kesenjangan antara
komitmen periode pertama dan kedua. CP2 di bawah Protokol Kyoto adalah penting
dan harus dapat menetapkan target yang ambisius sejak 1 Januari 2013 tanggal
dimulainya, tidak dapat ditunda.CP2 harus memberikan hasil yang kuat dan mengikat
secara hukum dan menjamin tidak ada kesenjangan.

Perkembangan dan perhatian terhadap lingkungan hidup memang masih terus


berkembang, akan tetapi juga mulai menunjukkan pesimisme, karena tidak komitnya
Negara-negara maju untuk menurunkan emisi karbon. Negara berkembang juga tidak
bisa menerima ketika diharuskan tidak melakukan penggundulan hutan dalam
fungsinya sebagai paru paru dunia, bila tidak ada komitmen bersama maka
pengendalian perubahan iklim memiliki potensi mengalami kegagalan.
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 8
B.

SEJARAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA

Dasawarsa 1960-1980 ( Pembangunan Dunia – 1,2)


Pada dasa warsa tersebut di Indonesia belum ada pemikiran atau gerakan
tentang pengelolaan lingkungan hidup.

Dasawarsa 1980-1990 ( Pembangunan Dunia – 3)


Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia di mulai pada tahun 1976 dengan
penyusunan RUU Lingkungan Hidup dan ditingkatkan pembahasannya pada tahun
1979. Hasil penyempurnaan disampaikan kepada menteri sekretaris negara tanggal 3
Juli 1981. Tanggal 12 Januari 1982 RUU dengan Surat Presiden RUU tersebut
disampaikan kepada DPR. Pada tanggal 25 Februari 1982 dengan aklamasi RUU
Lingkungan Hidup disetujui pada sidang Paripurna. Pada tanggal 11 Maret 1982 telah
disahkan menjadi Undang-Undang No 4 Tahun 1982, tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selanjutnya undang-undang tersebut disebut
sebagai UULH.
Dalam menindaklanjuti operasional UULH tersebut dikeluarkan Peraturan
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pememrintah (PP) No 29 Tahun 1986 Mengenai
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kepmen LH : Kep
02/MENKLH/1988 Tentang Baku Mutu Lingkungan. Beberapa KepmenKLH lain dan
Surat Keputusan Pada Pememrintahan yang lebih operasioanl di Tingkat Propinsi atau
Kabupaten.

Dasawarsa 1990 -2000 ( Pembangunan Dunia – 4)


Pada dasawarsa tersebut di Indonesia telah menyempurnakan peraturan
perundang-undangan, antara lain dengan dibentuknya Undang-Undang No 23 Tahun
1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), dengan berbagai peraturan
pemerintah pengikutnya. Peraturan Pemerintah yang masih digunakan sebagai
landasan hukum dalam penyusunan AMDAL saat ini adalah PP No 27 Tahun 1999,
sebagai pengganti PP no 51 tahun 1993. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 17
Tahun 2001, tentang petunjuk teknis dalam penyusunan AMDAL, sebagai pengganti
Kepmen no 29 tahun 1996. Dalam Dasa warsa ini juga telah dirumuskan dalam
AGENDA 21 Nasional, yang memuat tentang kerangka pembangunan nasional dalam
mewujudkan pembangunan abad 21. Agenda ini juga telah dijabarkan dalam Agenda
21 Daerah sampai pada tingkat pememrintah Kabupaten/Kota.

Dasawarsa 2000 -2010 ( Pembangunan Dunia –5)


Dalam Dasa-warsa ini pelaksanaan pembangunan dalam Agenda 21 nasional
terus dilaksanakan, dengan mengadopsi butir-butir dalam Millenium Development
Goals dalam kebijakan pemerintah pada setiap sektor. Agenda 21 nasional secara
global disajikan pada bagan. 1.
Pada decade ini juga telah dihasilkan regulasi regulasi baru dalam bidang
lingkungan. Yang utama adalah terbitnya Undang Undang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) no 32 tahun 2009. UUPPLH ini
menggantikan UU no 23

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 9


tahun 1997. Terbitnya undang undang ini diikuti dengan paraturan lain sebagai
pendukungnya.
Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1999, telah diganti dengan peraturan baru
dengan no yang sama yaitu Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2012. Dalam
Pemerintah nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan disusun sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009), khususnya ketentuan dalam Pasal
33 dan Pasal 41. PP 27/2012 mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu instrumen kajian lingkungan hidup (dalam bentuk AMDAL
dan UKL-UPL) serta instrumen Izin Lingkungan. Penggabungan substansi tentang
amdal dan izin lingkungan dalam PP ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan merupakan satu kesatuan. PP ini sangat
berkekuatan (Powerful) untuk menjaga lingkungan hidup kita. PP ini meletakkan
kelayakan lingkungan sebagai dasar izin lingkungan dengan sanksi yang jelas dan
tegas.
Peraturan Meneteri Lingkungan Hidup yang telah diterbitkan untuk mendukung
← dan PP tersebut diatas dan berhubungan dengan AMDAL adalah sebagai berikut :
← PermenLH No 5 Tahun 2012, tentang Rencana/usaha kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
← PermenLh No 11 Tahun 2012, tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana di
Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
← PermenLh No 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Kajian
Lingkungan Hidup
← PermenLh No 17 tahun 2012, tentang Keterlibatan Masyarakat dala Proses
Penyusunan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.

Berbagai peraturan tersebut sebagai pendukung dalam melakukan kajian lingkungan


hidup di Indonesia.

C.

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DAN AMDAL

KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif.


KLHS digunakan untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah, kebijakan dan
program. KLHS dilakukan sinergi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Setiap wilayah kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki Dokumen Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Penetapan pemanfaatan ruang dalam RTRW ini harus
didasari adanya dokumen KLHS, sehingga pengaturan fungsi tata ruang telah dikaji
secara cermat untuk menjamin keseimbangan lingkungan dalam perwujudan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Amdal merupakan salah satu bentuk kajian dari kelayakan lingkungan. Amdal
memiliki kesejajaran dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)& Upaya
Pemantauan

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 10


Lingkungan (UPL) dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). Sebagai
pembeda dalam penerapanya adalah besaran rencana kegiatan yang akan dilakukan,
ditapis dengan menggunakan intrumen peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sehingga menghasilkan salah satu dari bentuk studi kelayakan lingkungan. Dalam
melakukan kajian lingkungan maka ketepatan pemilihan bentuk studi sangat
diperlukan agar dapat berfungsi sebagai bahan kajian yang berguna. Sesuai sejarah
yang pernah terjadi di Indonesia berbagai bentuk kajian lingkungan yang pernah ada
dan pengertiannya adalah sebagai berikut.

← AMDAL, KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL


Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (PP no 27 Tahun
2012). Dalam Dokumen AMDAL terdiri dari 4 dokumen yang terpisah tapi
merupakan satu kesatuan yaitu KA-ANDAL, ANDAL, RKL&RPL.

Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat


dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan

Kerangka Acuan (KA-ANDAL) adalah ruang lingkup studi analisis dampak


lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan yang disepakati oleh
Pemrakarsa/Penyusun AMDAL dan Komisi AMDAL

Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan


dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat
dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan


komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat
dari rencana usaha dan/atau kegiatan

← UKL dan UPL

Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan


(UPL) adalah dokumen tentang pengelolaan dan pematauan lingkungan bagi
kegiatan yang tidak wajib amdal sebagaimana yang diatur dalam Kepmen LH
no 17 Tahun 2001.

← SPPL
Surat Penyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) adalah dokumen yang dibuat
oleh pemrakarsa bagai kegiatan yang tidak wajib amdal, maupun wajib ukl dan
upl. Dokumen ini saat ini tidak banyak diterapkan.
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 11
← SEMDAL (PEL,SEL, RKL&RPL)
Studi Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan adalah studi dampak lingkungan
yang dikenakan bagi kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting,
dimana kegiatan tersebut telah beroperasi sebelum peraturan perundang-
undangan mengenai lingkungan hidup disahkan (UULH dan PP no 29 tahun
1986). Dalam melakukan studi tersebut akan diawali dengan penyusunan
Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) untuk menentukan perlu tidaknya
dilakukan kajian lanjut berupa Studi Evaluasi Lingkungan (SEL) maupun RKL
dan RPL. Studi ini saat ini sudah tidak ada lagi dan hanya sebagai pengetahuan.

← PIL, KA-ANDAL, ANDAL,RKL dan RPL


Sesuai dengan PP no 29 tahun 1986, maka bagi kegiatan yang baru akan
dilaksanakan harus melakukan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) bila
dalam PIL ternyata diprediksikan menimbulkan dampak besar dan penting
maka akan dilakukan kajian lanjut yang diawali dengan membuat KA ANDAL,
RKL dan RPL. Pada saat ini sesuai dengan PP 27 tahun 1999, kegiatan tersebut
telah mengalami perubahan menjadi tinggal KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan
RPL.

D.

AMDAL DAN PEMBANGUNAN

Pembangunan dimulai ketika terjadi pergeseran peradaban manusia dari


manusia hutan berpindah-pindah menjadi manusia sosial dengan membentuk
kelompok dalam daerah tertentu. Seiring dengan pertumbuhan manusia yang selalau
membutuhkan sumberdaya alam, kebutuhan lahan dan kebutuhan energi maka kegiatan
pembangunan melekat pada pemenuhan kebutuhan tersebut. Thomas Robert Maltus,
pernah mengemukakan bahwa pertumbuhan manusia mengikuti deret ukur
(1,2,4,8,16….),
sedangkan ketersediaan pangan mengikuti deret hitung (1,2,3,4,5….). Konskwensi dari
teori tersebut, pada kurun waktu tertentu maka antara jumlah manusia dan
kertersediaan bahan makanan akan terjadi ketidakseimbangan.
Pada sisi lain lingkungan sebagai tempat hidup menusia telah membentuk
keseimbangan yang dikenal dengan ekosistem. Dalam teori GAIA yang
disampaikan oleh James Lovelock (1979) menyebutkan bahwa bumi, lapisan
tanah, lautan, atmosfer dan semua makluk hidup adalah bagian dari satu
organisme besar yang berkembang dalam rentang waktu geologi yang sangat
panjang. Bumi bersifat mengatur dan mengorganisasi dirinya sendiri. Unsur
hayati berusaha memperlembut lingkungan sehingga terbentuklah lingkungan
fisik dan kimia yang baik bagi bentuk hidup. Dalam teori tersebut menandaskan
, bumi sebagai ekosistem tunggal yang bagian-bagianya saling bergantung
(interdependency). Lingkungan memiliki fungsi ekologi, fungsi ruang, fungsi
ekonomi maupun fungsi kebudayaan/pendidikan. Fungsi ekologi kaitanya
dengan kenyataan bahwa lingkungan disekitar kita merupakan habitat (tempat
hidup) bagi
kehidupan makluk hidup lain. Perubahan setiap habitat akan menyebabkan
hilangnya tempat hidup bagi makluk hidup lain.

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 12


Bagan
Agenda 21 Nasional
Indonesia
Kebijakan
Nasional Agenda-21
SDA Nasional

PENGELOLAAN PENGELOLAAN
PELAYANAN PENGELOLAAN LIMBAH
MASYARAKAT SUMBER DAYA SUMBER DAYA ALAM
TANAH

Pengentasan Kemiskinan
Konservasi
Perlindungan Atmosfer Penataan Sumberdaya Tanah Keaneka
Perub.Pola
Ragaman hayati
Dinamika Pengelolaan Kimia Beracun Pengelolaan Hutan
Bio Teknologi
Kependudukan
Pengelolaan Limbah B3 Pengembangan Pertanian
Perdesaan Pengelolaan
Pengelolaan&Peningkatan terpadu Pesisir
Pengelolaan
Kesehatan Pengelolaan Sumberdaya Air dan Lautan
Neraca Pengelolaan Limbah
Ekonomi&Lingkungan Padat&Cair

Pengembangan Perumahan
Permukiman
Penataan Ruang
Berwawaskan Lingkungan
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 13
Kegiatan pembangunan yang dilakukan dipermukaan bumi menurut teori
tersebut dipastikan akan melakukan perubahan pada salah satu komponen yang
memberikan dapak secara berkesinambungan pada komponen lain termasuk kegiatan
manusia. AMDAL adalah bentuk studi dengan memberikan rekomendasi terhadap
setiap jenis kegiatan pembangunan. Rekomendasi kelayakan diberikan berikut
rekomendasi untuk pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan. Dalam
pelaksanaan pembangunan kajian kelayakan berupa kelayakan Teknis, Kelayakan
Ekonomis dan Kelayakan Lingkungan. Kelayakan lingkungan yang diujudkan dalam
studi AMDAL memberikan saran agar kegiatan pembangunan, dapat diujudkan tidak
hanya untuk generasi saat ini tapi juga berfikir untuk memberikan kesempatan yang
sama bagi generasi yang akan datang.

E.

KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) merupakan konsep


dasar dalam mewujudkan pembangunan yang kerkesinambungan. Terdapat 3
pengertian dalam memaknai pembangunan berkelanjutan sebagai berikut.

← Arti dalam Hari Depan Kita Bersama (Our Commond Future)


Pembangunan berkelanjutan memberikan paradigma suatu kegiatan
pembangunan yang diarahkan tidak hanya memenuhi kebutuhan generasi saat
ini, melainkan juga generasi yang akan datang. Bila pada saat ini kita bisa
menikmati bahan migas untuk pembangunan kita, berikanlah kesempatan yang
sama bagi generasi yang akan datang dalam memanfaatkan energi dari bahan
migas.

← Pemahaman dalam Konsep Ekologi


Pembangunan berkelanjutan dalam frame ekologi, adalah kegiatan yang tidak
melakukan perubahan terhadap fungsi sistem ekologi. Pembukaan lahan dan
perubahan lahan dapat dilakukan asalkan fungsi ekosistemnya dapat
dipertahankan. Bila setiap perubahan lahan akan menyebabkan terjadninya
perubahan keseimbangan lingkungan, maka perubahan tersebut harus
memperhatikan fungsi ekosistem yang diemban.
← Pendekatan Ekonomis
Merupakan konsep pembangunan dengan memperhatikan pengelolaan
lingkungan yang menekankan pada perhitungan rasional dalam alokasi
pemanfatan sumberdaya dan lingkungan. Eksternalitas negatif harus
diakomodasi dalam biaya investasi , agar biaya pengelolaan lingkungan telah
diperhitungkan dalam penetapan nilai jual produk. Konsep ini yang dikenal
dengan internalisasi biaya eksternal.
Bila dibandingkan dengan konsep pembangunan sektoral maka konsep pembangunan
berkelanjutan memiliki perbedaan yang mendasar. Pada konsep pembangunan sektoral

Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 14


maka antara kepentingan ekonomi, lingkungan , politik sosial dan budaya, berjalan
sendiri-sendiri. Pada pembangunan berkelanjutan ketiga komponen tersebut saling
berhubungan dan saling memberikan pertimbangan. Secara lebih jelas digambarkan
pada bagan gambar 2, dan Gambar 3.

Ekonomi dan
Pembangunan

Lingkungan
Politik, Sosial
(Environmental)
dan Budaya

Gambar 2. : Paradigma Pembangunan Sektoral

Ekonomi dan
Pembangunan

Lingkungan
(Environmental)
Politik, Sosial
dan Budaya

Gambar 3. : Paradigma Pembangunan Berkelanjutan


Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 15
← KASUS KEGAGALAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Kasus-kasus pembangunan yang mengabaikan rekomendasi AMDAL dan


memberikan dampak secara global maupun nasional sebagai tambahan pemahaman
pentingnya AMDAL disajikan sebagai berikut.

← Mega Proyek Lahan Gambut


Proyek Lahan gambut sejuta hektar di Propinsi Kalimantan Tengah, di
bangun pada saat Presiden Suharto berkuasa. Merupakan kegiatan
proyek dengan unsur politis dalam upaya mempertahankan swa-
sembada beras. Kegiatan tersebut sangat prestisius dan tidak didukung
kajian studi lingkungan AMDAL yang memadai. AMDAL dilakukan
setelah kegiatan berjalan sehingga pertimbangan lingkungan menjadi
sangat lemah. Direncanakan akan membangun 650.000 lahan sawah
baru, dengan menempatkan 289.000 petani. Pada saat pembuatan sarana
dan prasarana irigasi tidak memperhatikan karakteristik gambut
sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan kekeringan atau banjir.
Kajian yang tidak memperhatikan flora dan fauna , sehingga berdampak
terhadap keaneka ragaman hayati. Hasil yang diperoleh ternyata lahan
gambat yang ada masih sangat muda dengan pH rendah, yang
menyebabkan pada dapat tumbuh tapi tidak mau berbuah. Banyak
serangan hama, dan terjadi kegagalan panen. Kondisi saat ini proyek
terlantar, petani sudah terlanjur ditempatkan, pemda Kalteng tidak
mampu melanjutkan, sehingga terjadi kegagalan baik dari aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan.
Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup 16
PENDEKATAN EKOLOGI
SEBAGAI DASAR KAJIAN AMDAL

A.

EKOLOGI DAN LINGKUNGAN

A.1 Pengertian
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang rumah atau tempat tinggal
makluk, terutama timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Makluk hidup dalam organisasinya memiliki spektrum biologi yaitu
protoplasma-sel-jaringa-organ-sistem organ-organisme-spesies-populasi-
komunitas-ekosistem-biosfer. Komponen ekologi dapat dikelompokkan
menjadi lima bagian yaitu bahan (matter), energi (energy), ruang (space), waktu
(time) dan diversitas (diversity). Lima komponen tersebut berinteraksi satu
dengan lainya didalam setiap proses ekologi tertentu.

Bahan (matter)
Yang termasuk bahan adalah mineral, air, tanah, udara. Bahan tersebut
berpengaruh terhadap makluk hidup pada habitatnya. Perubahan terhadap
materi tersebut akan memberikan perubahan pula terhadap rantai makanan dan
jaring-jaring kehidupan pada ekosistem suatu wilayah.

Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 17


Energi
Gambaran energi dalam sistem kehidupan (living sistem) dapat terjadi dalam
beberapa cara, misalnya tanaman harus mendapatkan energi matahari yang
cukup. Hewan perlu energi dari tumbuhan atau hewan lain. Manusia dapat
memperoleh energi dari sumber hewan maupun tumbuhan. Karena kebutuhan
energi tersebut maka akan terjadi saling membutuhkan, saling memangsa, dan
saling memberikan. Dari konsep ketergantungan tersebut muncul konsep
simbiosis atara makluk hidup.

Ruang (space)
Ruang adalah kesatuan komponen ekologi disekitar makluk hidup. Ruang
sebagai sumberdaya penting bagi makluk hidup. Ruang bagi makhluk hidup
dibutuhkan baik untuk interaksi, memenuhi kebutuhan energi, tumbuh dan
berkembang. Dibutuhkan satuan luas tertentu bagi makhluk hidup untuk
tumbuh dan berkembang.

Waktu (time)
Waktu yang dapat disediakan untuk hidup berkelanjutan, baik untuk spesies
tanaman, maupun hewan, tergantung pada dua faktor yaitu karaktersitik suatu
ruang dan karakteristik spesies. Kekuarangan atau kependekan adalah salah
satu dari keterbatasan sumberdaya untuk semua kehidupan. Waktu dibutuhkan
untuk menemukan/mencari sesuatu. Jika perlu dengan cara kompetisi untuk
menemukan makanan, jodoh,memilih tempat,sembunyi dari musuh. Waktu
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Terdapat korelasi kritis antara
lama waktu yang tersedia untuk mecari makanan dalam fluktuasi kerapatan
makanan.

Diversitas (diversity)
Diversitas suatu spesies dalam suatu lingkungan tergantung pada area, pemisah
geografi, kekayaaan lingkungan, dan diversitas ekologi. Diversitas ekologi
tergantung pada stabilitas iklim pada suatu habitat. Kekayaan lingkungan
diukur dari curah hujan, yang berpengaruh pada meningkatnya kekayaan
lingkungan dan meningkatnya diversitas spesies.

A.2 Habitat dan relung


Habitat dan relung merupakan dua istilah tentang kehidupan organisme. Habitat
adalah tempat suatu organisme hidup. Untuk dapat menemukan suatu spesies
organisme harus mengenal habitat dari spesies tersebut. Relung (Niche) adalah status
suatu organisme dalam suatu komunitas tertentu, yang merupakan hasil adaptasi,
respon fisiologis serta prilaku khusu organisme yang bersangkutan. Sebagai contoh
bila dikenal habitat spesies Badak bercula satu di Ujung Kulon, maka relungnya adalah
konsumen tingkat satu pada siang hari.
Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 18
A.3 Hukum Ekologi
Terdapat 5 hukum ekologi yang mengatur seluruh kehidupan spesies pada
habitatnya. Dengan hukum tersebut maka rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan,
sebagai komponen penunjang keseimbangan ekosistem dapat diujudkan.

← Hukum 1 Segala sesuatu saling berhubungan


Dalam sistem ekologi maka terjadi rantai makanan, yaitu rangkaian
yang menunjukkan hubungan makan memakan dalam sebuah
lingkungan. Satu organisme tergantung dari organisme lain yang lebih
rendah. Tumbuhan (herbivora) tergantung pada ketersediaan mineral.
Konsumen tergantung produsen. Rantai makanan yang lebih dari satu
akan membentuk jaring-jaring kehiduan.

← Hukum 2 Segala sesuatu berubah


Perubahan yang dimaksud adalah kanyataan bahwa bumi selalu
mengalami perubahan. Perubahan tersebut akibat adanya tenaga
endogen, eksogen dan campur tangan manusia.

← Hukum 3 Hukum Minimum Leibig


Laju pertumbuhan sebuah organisme bergantung pada jumlah minimum
nutrien pokok yang tersedia untuk organisme tersebut. Bahan-bahan
yang langka atau mendekati kritismenjadi faktor pembatas bagi
kemampuan organisme untuk bertahan hidup. Misal karang
membutuhkan karbonat, untuk membengun kerangkanya, bila pasokan
berkurang maka akan mengalami kepunahan.

← Hukum Tolerensi Shellford


Hukum ini menyatakan bahwa organisme tertentu dapat menyesuaiakan
diri dengan perubahan yang terjadi dalam kondisi lingkungannya selama
perubahan tersebut tidak melebihi batas toleransinya. Terhadap
perubahan lingkungan tersebut maka organisme akan mengalami
adaptasi, mutasi atau kalau jauh diatas toleransinya maka akan
mengalami kepunahan.

← Hukum Homeostatik
Hukum ini menyakatan bahwa jumlah spesies pada suatu habitat sangat
tergantung dari daya dukung lingkungan yang dimiliki. Bila jumlah
spesies melebihi daya dukung lingkungan (supporting capacity) maka
secara alami akan mengalami keseimbangan (penurunan jumlah).
Dengan konsep tersebut dapat dipahami bahwa jumlah speseies pada
suatu habitat terdapat jumlah maksimum yang dapat ditoleransi oleh
daya dukung lingkungan. Pada kondisi dimana jumlah spesies tersebut
seimbang dengan daya dukung lingkungan disebut Homeostatik.
Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 19
B

EKOSISTEM

B.1 Pengertian
Sebuah unit terpadu yang terdiri dari komunitas organisme hidup (komponen
hayati, tumbuhan binatang, pengurai) dan komponen mati (abiotik) disuatu kawasan
tertentu, dimana terjadi hubungan timbal balik, terjadi interaksi, interdependensi, dan
bahkan negasi, baik yang bersifat parasit maupun non parasit. Ekosistem dapat
diidentifikasi dalam skala yang luas. Secara garis besar ada dua jenis ekosistem yang
alamiah dan pokok yaitu ekosistem terestrial (hutan, padang rumput, padang pasir),
dan ekosistem air (sungai, danau,laut). Dalam sebuah ekosistem terdapat berbagai
komponen penyusun antara lain produsen, konsumen, dan pengurai. Dari komponen
penyusun tersebut bila ditinjau dari terjadinya saling hubungan dan saling
ketergantungan maka ekosistem akan memiliki fungsi tertentu.

B.2 Fungsi Ekosistem


Setiap jengkal lahan dipermukaan bumi merupakan salah satu komponen
penyusun suatu ekosistem. Ekosistem memiliki fungsi secara ekologis bila dikaitkan
dengan kehidupan flora, fauna dan kehidupan manusia. Dari berbagai kepentingan
fungsi terhadap komponen ekologi tersebut maka terdapat beberapa fungsi yang dapat
diemban dari suatu ekosistem. Berbagai fungsi tersebut antara lain sebagai berikut.
← Ekosistem lahan sesungguhnya memiliki potensi alami yang sangat peka
terhadap setiap sentuhan pembangunan yang merubah pengaruh perilaku air
(hujan, air sungai, dan air laut) pada bentang lahan itu;
(2) Ekosistem lahan sesungguhnya bersifat terbuka untuk menerima dan
meneruskan setiap material (“slurry”) yang terbawa sebagai kandungan air,
baik yang bersifat hara mineral, zat atau bahan beracun maupun energi lainnya,
sehingga membahayakan; dan
(3) Ekosistem lahan sesungguhnya berperan penting dalam mengatur
keseimbangan hidup setiap ekosistem darat di hulu dan sekitarnya serta setiap
ekosistem kelautan di hilirnya.
Bentuk pemanfaatan yang utama dan merupakan fungsi perlindungan pada lahan
terhadap sistem penyangga kehidupan, antara lain:
← Fungsi pemasok air (kualitas dan kuantitas air)
← Fungsi pengendalian air, terutama pengendalian banjir
← Fungsi pencegah intrusi air laut
← Fungsi lindung (dari kekuatan alam)
← Fungsi penangkapan dan/atau pengendapan sedimen
← Fungsi penangkapan dan/atau pengendapan unsur hara
← Fungsi penangkapan dan/atau pengendapan bahan-bahan beracun
← Fungsi pemasok kekayaan alam (di dalam areal lahan )
← Fungsi pemasok kekayaan alam (ke luar areal lahan )
← Fungsi produksi energi (kayu, listrik-hidro)
← Fungsi transportasi/perhubungan

Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 20


← Fungsi bank gen
← Fungsi konservasi
← Fungsi rekreasi dan pariwisata
← Fungsi sosial budaya
← Fungsi sosial ekonomi
← Fungsi penelitian dan pendidikan
← Fungsi pemeliharaan proses-proses alam.
Selanjutnya manfaat sampingan dapat dipanen dan dinikmati masyarakat sampai
batas-batas tertentu tanpa merusak proses ekologis yang diperankan oleh
ekosistem itu. Bentuk pemanfaatan golongan ini antara lain: (1) sumber air bagi
penduduk (setempat); (2) sumber produk alami (nipah dan ikan); (3) sumber
energi (kayu dan gambut); dan (4) sumber kesegaran dan keindahan (wisata).
Bertolak dari pemahaman akan arti penting fungsi-fungsi ekologis maupun fungsi
ekonomis yang diperankan oleh ekosistem lahan itu, maka upaya untuk melestarikan
keberadaan mutu dan fungsi ekosistem lahan patut direalisasikan. Ini antara lain
dilakukan melalui pendekatan peraturan perundangan yang melindungi komponen-
komponen kawasan yang berfungsi penting dan strategis. Pelestarian sumberdaya
kawasan lahan dimungkinkan oleh adanya ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU Nomor 5 Tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya. Ketentuan perundangan itu meliputi perlindungan
jenis flora dan fauna serta benda cagar budaya, yang tidak jarang banyak ditemukan
pada daerah lahan .

C.

DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN

Lingkungan hidup (alam) tersusun dari materi yang memiliki fungsi sebagai
pendukung kehidupan. Ekosistem berfungsi karena adanya aliran energi dan daur
materi. Aliran energi adalah perpindahan energi di dalam rantai makanan, dimulai dari
produsen ke konsumen I, II,II dan berakhir dengan pengurai (dekomposer). Bila hasil
penguraian dikembalikan pada produsen terbentuklah daur materi. Gambaran antara
rantai makanan digambarkan sebagai berikut.
Pasangan burung serangga adalah hubungan antar spesies mangsa(serangga)
dan predator (serangga). Pada pasangan serangga burung buas serangga menjadi
mangsa, burung buas sebagai predator. Pada setiap pasangan mangsa dinamakan
predator, namun tidak pernah punah, akan selalu menglami perputaran. Keadaan
dimana terjadi keseimbangan, dan berkelanjutan, dimana antara mangsa dan predator
tidak mengalami kepunahan dan tetap hidup berkelanjutan, dinamakan Homeostatis,
atau equilibrium. Puncak homeostatis, artinya terjadi jumlah maksimum dari mangsa
dan predator, adalah batas daya dukung ekosistem. Daya dukung ekosistem (Carrying
Capacity) adalah kemampuan alami ekosistem untuk melanjutkan kehidupan dan
pertumbuhan. Bila daya dukung ekosistem mendapat masukan berupa ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK),

Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 21


terciptalah daya tampung (supporting capacity). Daya tampung lebih tinggi kempuanya
dibandingkan daya dukung. Secara lebih jelas disajikan pada gambar berikut.

T ek anan P o p u lasi

P
O
P D aya d u k u ng atau
U p u ncak ho m eo statis
L
A
S
I
P enu ru nan P o p u lasi

D.

EKOLOGI SEBAGAI DASAR KAJIAN AMDAL

Kajian Ekologi sebagai dasar studi amdal didasari suatu pemikiran


sebagai berikut.
← Setiap kegiatan pembangunan dapat dipastikan akan melakukan
perubahan terhadap lahan
← Setiap kegiatan akan memberikan sisa proses yang berpotensi
berpengaruh terhadap lingkungan (Hk. Kekelan Energi II).
← Lahan dipermukaan bumi merupakan salah satu komponen
dalam ekosistem secara makro pada kawasan tersebut.
← Setiap ekosistem mengandung bentuk kehidupan lain, diluar manusia
baik fungsi secara fisik alam, kehidupan ekologi, maupaun siklus hara.
← Setiap ekosisem memiliki fungsi yang diemban baik untuk
keseimbangan lingkungan biotik, abiotik, meupun lingkungan budaya.
← Perubahan terhadap ekosistem akan merubah fungsi yang diemban
oleh ekosistem yang bersangkutan.
← Kajian AMDAL secara prinsip memprediksikan perubahan fungsi
ekosistem yang dapat terjadi dampaknya terhadap lingkungan abiotik,
biotik dan budaya. Rekomendasi dalam kajian amdal ditujukan untuk
menciptakan keseimbangan baru yang masih mampu memberikan
dampak positip maksimum pada lingkungan dan minimalisasi dampak
negatip yang terjadi.
Kerangka berfikir tersebut memberikan gambaran betapa penting untuk melakukan
identifikasi sistem ekologi, baik fungsi, keragaman, komponen penyusun, dan tingkat

Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 22


kerawanan yang dimiliki. Pemahaman tersebut memberikan kejelasan mengapa
pemahaman ekosistem menjadi dasar berpijak dalam melakukan kajian amdal.

E.

PEMAHAMAN MANAJEMEN LINGKUNGAN

Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan bila telah dilakukan kajian secara


menyeleuruh. Pengelolaan lingkungan harus dilakukan dengan mengintegrasikan
antara lingkungan fisik alami, manusia dan sistem sosialnya. Perkembangan pemikiran
ini mengandung konskwensi bahwa pemahaman lingkungan tidak hanya sebatas
lingkungan fisik akan tetapi juga aspek sosial ekonomi budaya serta politik masyarakat
dalam suatu sistem waktu dan tempat yang khusus. Dalam memahami lingkungan
memadukan pemikiran dan konsep ABC untuk menjelaskan tiga komponen
lingkungan yang tidak terpisahkan yaitu Abiotik (A), Biotik (B) dan Culture (C).
Komponen A dan B menjelaskan tentang satu kesatuan lingkungan alami,
sementara komponen C banyak berhubungan dengan kegiatan manusia. Memadukan
ketiga aspek bukan perkara yang mudah dilakukan. Dalam pelaksanaan akan
dihadapkan pada integrasi ketiga komponen yang dicirikan dengan munculnya : 1.
perubahan; 2. ketidak pastian; 3. kompleksitas (Bakti Satiawan, 2003).

← Perubahan
Perubahan ini terjadi dalam lingkungan sendiri. Dalam falsafah Jawa dikenal
bahwa alam ini hidup, artinya bahwa disadari manusia atau tidak bahwa
lingkungan alam kita, sebenarnya mengalami proses yang memungkinkan
terjadi perubahan komponen dan struktur alam. Dinamika perubahan alam
harus dipahami sehingga manusia memepunyai kemenpuan untuk
mempengaruhi dan mengarahkanya.

← Kompleksitas
Kompleksitas diartikan sebagai keadaan dimana proses proses perubahan
lingkungan disebabkan oleh begitu banyak faktor, atau vareabel, yang berada
diluar manusia untuk memahaminya. Selama ini kita berfikiran bahwa seluruh
perubahan dapat kita identifikasi, sehingga intervensi terhadap proses
perubahan lingkungan dilakukan secara deterministik dengan target yang jelas.
Bila kerangka pemikiran dikembalikan bahwa perubahan tidak semua dalam
kemampuan manusia maka hal tersebut baru dapat difahamkan adanya
keterbatasan.

← Ketidakpastian
Merupakan keadaan dimana proses perubahan lingkungan terjadi begitu
dinamik, dan diluar jangkauan dalam memperkirakan atau melakukan prediksi.
Prediksi perubahan lingkungan sifatnya masih semu dan belum
menggambarkan seluruh

Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 23


vareabel yang berpengaruh. Tingkat ketepatan disini menjadi sumir ketika
harus melakukan pengelolaan lingkungan.

Perkembangan pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa kita harus


memahami lingkungan secara holistik tidak terbatas pada aspek fisik-alami semata,
tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, serta, politik masyarakat dalam suatu sistem
waktu dan tempat yang khusus. Dalam beberapa tulisan, saat ini banyak dipakai
konsepsi ABC yang menjelaskan tiga komponen lingkungan yang tak terpisahkan
yakni "Abiotik", "Biotik”, serta "Culture" (lihat gambar 2-1 di bawah ini).
Komponen pertama dan kedua yang menjelaskan tentang suatu kesatuan
lingkungan alami telah banyak dibahas, sementara komponen ketiga banyak dijelaskan
sebagai keseluruhan sistem berfikir dan berkegiatan manusia. Akan tetapi yang
biasanya terlewat dalam diskusi-diskusi tentang lingkungan adalah tentang ‘integrasi’
antar ketiganya, yang dicirikan dengan kompleksitas, dinamika dan ketidakpastian.
Diskusi-diskusi tentang lingkungan dengan demikian, harus diarahkan pada upaya-
upaya untuk semakin memahami integrasi tersebut. Dalam kaitan ini, sebagaimana
dikemukakan oleh Mitchell (1997) terdapat paling tidak tiga aspek penting, yang harus
kita perhatikan ketika kita berbicara tentang persoalan lingkungan serta upaya-upaya
pengelolaannya.

KONSEP DASAR
← Memahami Lingkungan Secara Holistik

ABIOTIK

BIOTIK CULTURE

Pentingnya mencermati integrasi antar ketiganya

← Dinamika lingkungan :
Perubahan, Kompleksitas, dan
ketidakpastian
Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 24
Pendekatan Ekologi dalam AMDAL 25
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) DAN KAJIAN LINGKUNGAN
HIDUP STRATEGIS (KLHS)

A.

PERMASALAHAN TATA RUANG DAN LINGKUNGAN

Setiap wilayah di Indonesia terdapat 2 regulasi yang mengatur dalam pengelolaannya.


Pertama setiap wilayah dikendalikan secara otonomi pemerintahan berdasarkan batas
administratif. Batas wilayah secara administratif digunakan dalam pemanfaatan ruang dengan
menyusun peraturan daerah tentang rencana pemanfaatan ruang. Batas administratif tidak
efektif dapat digunakan untuk pengelolaan bila terdapat sistem alam yang terbentang lintas
batas wilayah. Misalkan terdapat daerah aliran sungai yang melintas 2 wilayah
kabupaten/kota, maka batas administratif tidak efektif dapat digunakan. Banjir di DKI
Jakarta, sebagian besar berasal dari Pemerintah Kabupaten Bogor. Pemerintah DKI tidak
memiliki kewenangan dalam pengelolaan banjir yang terjadi di Bogor.

Kedua batas bentang alam atau lebih tepat disebut sebagai batas ekosistem. Batas
ekosistem mengikuti fungsi secara bentang alam, daerah aliran sungai (DAS) sering
digunakan untuk delineasi batas alam mini. Batas dengan mengikuti DAS lebih mudah
digunakan untuk wilayah dengan batas sungai yang jelas, tapi tidak mudah digunakan untuk
wilayah yang batas DAS nya tidak jelas, misalkan daerah berawa. Batas bentang alam
secara pengelolaan tidak secara pasti berada dalam satu wilayah administratif, dan dapat
mencakup dua atau lebih wilayah administratif. Sebagai contoh Sungai Solo merupakan satu
daerah aliran sungai dari hulu di Kabupaten Wonogiri dan hlir berada di Kabupaten
Tuban/Lamongan. Pengelolaan atas dasar DAS seharusnya merupakan satu kesatuan
ekosistem DAS Solo. Perubahan terhadap DAS di hulu akan berpengaruh terhadap kegiatan
di tengah dan di hilir. Banjir di Bojonegoro dan Tuban akibat pengaruh dari terjadinya hujan
di Wonogiri dan daerah hulu lainya. Secara administratif pemerintah di wilayah hilir
(Tuban/Bojonegoro) tidak dapat melakukan pengelolaan di wilayah hulu (Wonogiri).
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 25
Beberapa permasalahan yang dapat terjadi berkait dengan perbedaan batas
wilayah secara administratif dan batas secara ekosistem ini adalah sebagai berikut :
← Ketidak mampuan pengelolaan karena tidak adanya kewenangan dalam pengelolaan
terutama bila system alam (ekosistem) melintas batas administratif
← Terjadi ego kewilayahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, karena
adanya kepentingan ekonomi setiap pemerintah daerah
← Ancaman degradasi lingkungan yang dapat memberikan dampak lebih besar kepada
kehidupan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan
← Adanya intervensi politik dan ekonomi sehingga pengelolaan linkungan
kurang memperoleh prioritas
← Lemahnya kerjasama antar wilayah dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan
lingkungan, sehingga konsep kelestarian lingkungan kurang memperoleh perhatian
secara memadai.

Permasalahan permasalahan tersebut yang mendorong terjadinya perumusan


perumusan kebijakan dalam pengelolaan pemanfaatan ruang. Konsep One River One
Management (OROM) merupakan salah satu model dalam pengelolaan lingkungan atas
dasar batas ekosistem. Beberapa system alam yang telah dikelola dengan konsep ini adalah
Sungai Brantas, dengan Perum Jasa Tirta yang mengelola tata pemanfaatan sungai Brantas.
Sungai Citandui, dengan system yang sama juga telah dilakukan pendekatan dengan system
satu sungai satu pengelolaan.
Konsep lain yang sudah di undangkan adalah Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) yang digunakan untuk mengkritisi setiap kebijakan di wilayah apakah
sudah mengakomodasi kaidah kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 26


PETA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) SUNGAI BENGAWAN SOLO

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 27


B

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)

Rencana Tata Ruang Wilayah diatur sesuai dengan UU no 26 Tahun 2007, tentang
penataan ruang. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Setiap wilayah
administratif menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah sebagai acuan dalam pemanfaatan
lahan di wilayahnya. Tata Ruang Wilayah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (PERDA)
yang mengikat setiap pengambilan kebijakan. Demikian Strategisnya Tata Ruang Wilayah
ini dalam pengaturan pemanfaatan ruang, sehingga harus diimbangi dengan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) agar mampu terwujud pembangunan berkelanjutan
(Sustaible Development).

B.1 Hirargi Penataan Ruang


Tata ruang sebagai pengendali dalam pemanfaatan lahan, terdapat beberapa hirarkhi
(tata urutan) sesuai dengan peran dalam pengendalian. Hirarkhi ini akan mencerminkan
kewenangan dalam penataan ruang mulai dalam skala nasional hingga skala perdesaan.
Secara hirarkhi maka rencana umum tata ruang dikelompkan sebagai berikut.

← Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)


RTRWN memiliki cakupan secara nasional dengan wawasan nusantara sebagai
acuan. Mengatur tata ruang secara nasional, terutama dalam penentuan fungsi
dan peran kota/kabupaten di Indonesia.

← Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)


RTRWP memiliki kewenangan untuk mengatur pemanfaatan ruang dan peran
fungsi kabupaten kota di wilayah provinsi. RTRWP menggunakan RTRWN
sebagai acuan dalam pengaturan tata ruangnya.

← Rencana Tata Ruang Wilaah Kabupaten/Kota (RTRWK)


RTRWK merupakan dokumen yang yang mengatur dalam pengelolaan ruang
di wilayah administratif kabupaten/kota, dengan mengacu kepada RTRWP dan
RTRWN.

Disamping rencana umum tata ruang tersebut, terdapat rencana tata ruang yang lebih
rici disebut rencana rinci. Beberapa rinci dalam tata ruang adalah sebagai berikut :
← Rencana Tata Ruang Pulau dan Kepualauan dan Rencana Strategis Nasional
Rencana Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

← Rencana Strategis Provinsi


Wilayah Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 28
← Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota (RDTRK)
Wilayah strategis Kabupaten/Kota adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.

B.1.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

RTRWN disusun dengan memperhatikan : a.Wawasan Nusantara dan Ketahanan


Nasional; b.perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi
penataan ruang nasional; c. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas
ekonomi; d. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; e. daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup; f.rencana pembangunan jangka panjang
nasional; g. rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan h. rencana tata ruang wilayah
provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang wilayah nasional; b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi
sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama; c. rencana pola ruang wilayah nasional
yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis
nasional; d. penetapan kawasan strategis nasional; e. arahan pemanfaatan ruang yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan f. arahan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem
nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) memiliki fungsi sebagai pedoman
untuk:
← penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
← pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan


antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;
penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun, ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang
berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-
Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan
pemerintah.
B.1.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) disusun oleh Pemerintah Provinsi
dengan memperhatikan kepentingan pengembangan provinsi. Acuan yang digunakan adalah
RTRWN, dengan mendorong peran setiap provinsi secara keruangan nasional, dengan
penataan ruang yang sesuai. Pedoman lain yang digunakan adalah pedoman bidang penataan

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 29


ruang, rencana pembangunan jangka panjang daerah. RTRWP disusun dengan
memperhatikan: a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang provinsi; b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
provinsi; c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota; d.
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; e. rencana pembangunan jangka panjang
daerah; f. rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; g. rencana tata ruang kawasan
strategis provinsi; dan h. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

RTRWP sebagai pedoman dalam pengendalian ruang memuat hal-hal untuk


pengendalian ruang wilayah provinsi memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan
dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan
budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;
d. penetapan kawasan strategis provinsi;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi
arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan
disinsentif, serta arahan sanksi.

RTRWP digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam : a. penyusunan rencana


pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam
wilayah provinsi; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor; e. penetapan lokasi
dan fungsi ruang untuk investasi; f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan g.
penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun,
ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis
tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah
provinsi yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah provinsi
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah
provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

B.1.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK)

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten disusun dengan mengacu pada : a.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi; b. doman
dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; c. rencana pembangunan jangka panjang
daerah. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:

perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang


kabupaten;
b.upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 30
keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
rencana pembangunan jangka panjang daerah;
rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan
rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang wilayah kabupaten; b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang
meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem
jaringan prasarana wilayah kabupaten; c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang
meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten; d. penetapan
kawasan strategis kabupaten; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; f. ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memiliki fungsi menjadi pedoman untuk: a.
penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana
pembangunan jangka menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan antarsektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; f. penataan
ruang kawasan strategis kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan
lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah
kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun, ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial
negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-
Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam
5 (lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah
kabupaten.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 31
PETA POLA PEMANFAATAN RUANG PULAU JAWA - BALI

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 32


PETA PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING PROVINSI JAWA TENGAH

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 33


PETA RENCANA POLA RUANG KOTA SEMARANG

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 34


C.

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

C.1 Pengertian KLHS


Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh dan partisipatif. KLHS digunakan untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah, kebijakan dan program. KLHS dilakukan sinergi dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). Setiap wilayah kabupaten/kota di Indonesia telah memiliki Dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penetapan pemanfaatan ruang dalam RTRW ini harus
didasari adanya dokumen KLHS, sehingga pengaturan fungsi tata ruang telah dikaji secara
cermat untuk menjamin keseimbangan lingkungan dalam perwujudan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development).

C.2 Latar Belakang KLHS


Pemberlakuan otonomi daerah sejak tahun 1998 mendorong setiap wilayah untuk
mengoptimalkan potensi sumberdaya alamnya. Ego daerah lebih menonjol dibandingkan
dengan konsep pembangunan secara bersama-sama. Orientasi parsial antar wilayah
menyebabkan kenyataan batas ekosistem yang lintas wilayah menjadi terabaikan. Degradasi
lingkungan semakin besar, sehingga memunculkan bencana alam yang tidak dapat
dihindarkan. AMDAL Regional menjadi tidak mampu untuk mengendalikan dampak
lingkungan antar wilayah. Terjadinya Tsunami di Aceh tahun 2004, membuka pemahaman
pada tingkat pemerintahan pusat antara Kementrian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, untuk memikirkan strategi pengelolaan
lingkungan. Dirumuskanlah Strategig Environment Assessment (SEA) atau Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS ini harus diimplementasikan dalam kebijakan,
rencana dan program.

Lingkungan hidup di Indonesia saat ini masih menunjukkan penurunan kondisi, seperti
terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan, penurunan ketersediaan dibandingkan
kebutuhan sumber daya alam, maupun bencana lingkungan. Hal ini merupakan indikasi
bahwa aspek lingkungan hidup belum sepenuhnya diperhatikan dalam perencanaan
pembangunan. Selama ini, proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan,
rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan secara optimal. Upaya-upaya pengelolaan lingkungan pada
tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai instrumen seperti antara lain Amdal, dipandang
belum menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat
berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau
program.

Memperhatikan hal tersebut, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan
seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana,
dan/atau program pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) merupakan upaya untuk mencari terobosan dan memastikan bahwa pada tahap awal
penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan sudah dipertimbangkan. Makna strategis mengandung arti perbuatan atau
aktivitas sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil
akhir yang akan diraih. Dalam konteks KLHS perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 35


yang dapat menjamin dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek pembangunan
berkelanjutan dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan, rencana dan/atau
program sejak dini.

Pendekatan strategis dalam kebijakan, rencana dan/atau program bukanlah sekedar


untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan, melainkan juga untuk
merencanakan dan mengendalikan langkah-langkah yang diperlukan sehingga menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan masa depan. KLHS bermanfaat untuk menjamin bahwa setiap
kebijakan, rencana dan/atau program “lebih hijau” dalam artian dapat menghindarkan atau
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dalam hal ini, KLHS berarti juga
menerapkan prinsip precautionary principles, dimana kebijakan, rencana dan/atau program
menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup

C3. Urgenitas KLHS


Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) memiliki manfaat untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan kegiatan pembangunan di setiap kabupaten kota.
Hal ini sesuai dengan UU no 32 Tahun 2009 Pasal 15 ayat (1). Keseimbangan pemanfaatan
lahan akan menjamin terjadinya keseimbangan ekosistem wilayah. Perubahan ekosistem akan
memberikan pengaruh terhadap setiap wilayah dalam hamparan ekosistem tersebut.

C.4 Manfaat KLHS


Berbagai macam manfaat yang dapat diperoleh dengan telah tersusunnya KLHS adalah
sebagai berikut :
Merupakan kajian dan informasi yang dapat digunakan untuk mendukung dalam
pengambilan keputusan setiap perubahan lahan yang berpotensi merubah lingkungan.
Melakukan indentifikasi dan mempertimbangkan peluang peluang dan alternatif
pembangunan yang tersedia.
Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang
pengembilan keputusan yang lebih tinggi.
Mencegah kesalahan investasi dengan mengingatkan kepada pengambil keputusan, akan
kemungkinan terjadinya pembangunan yang tidak bisa dikendalikan dampaknya,
sehingga pembangunan hanya berorientasi kepada kepentingan sesaat.
Tata pengaturan (governance) yang lebih baik, dengan pengambilan keputusan melalui
proses konsultasi dan partisipasi.
Melindungi sumberdaya alam dan lingkungan untuk menjamin dapat dinikmatinya
sumberdaya alam untuk generasi yang akan dating.
Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah sengketa dalam pemanfaatan
sumberdaya alam, dan menangani masalah komulatif dampak lingkungan.
(OECD 2006, Fisher 1999, UNEP 2002)

C.5 Kaidah KLHS


Sebagai dasar dalam setiap pengambilan keputusan, maka beberapa kaidah dalam penyusunan
KLHS mencakup hal-hal sebagai berikut.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 36


Prinsip 1 : Self Assessment
Self Assessment merupakan konsep yang diangkat oleh Guru Besar Lingkungan
Hidup yaitu Prof. Otto Sumarwoto (alm) sebagai pengganti konsep atur dan awasi
(ADA). Dalam konsep ini di tekankan kepada kesadaran setiap pemangku kepentingan
yang terlibat dalam proses penyusunan Kebijakan, Rencana, Program (KRP) agar
lebih terjiwai konsep konsep pembangunan berkelanjutan dalam setiap pengambilan
keputusanya.

Prinsip 2 : Improvement Of The KRP


Dokumen KLHS tidak di artikan sebagai upaya untuk menghambat setiap penyusunan
kegiatan, rencana dan program. Perbaikan KRP yang selama ini belum sempurna
harus memperhatikan kaidah lingkungan. Berikan kesempatan untuk keselamatan
lingkungan dan generasi yang akan datang untuk memperoleh kesempatan yang sama
dalam memanfaatkan sumber daya alam.

Prinsip 3 : Building Capacity


Peningkatan kemampuan setiap pemangku kepentingan (building capacity) dalam
intepretasi dan penjiwaan bahwa setiap pembangunan harus dicermati adanya dampak
lingkungan yang mampu mengancam manusia. Pembangunan berkelanjutan harus
menjadi jiwa setiap pemangku kepentingan dalam perumusan KRP.

Prinsip 4 : Influencing Decision Makers


Prinsip ini menekankan bahwa setiap KLHS harus memberikan pengaruh yang positip,
bila betul betul telah diimplementasikan. Setiap kebijakan rencana dan program yang
telah disusun dan telah dijiwai pembangunan berkelanjutan akan mampu memberikan
manfaat yang lebih dan dapat dirasakan oleh pengambil keputusan.

C.6 Pelaku Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)


Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2009, Pasal 15 ayat (1) pemerintah dan pemerintah daerah
wajib melakukan KLHS. Karena merupakan kewajiban maka sudah sewajarnya bila regulasi
ini harus dipenuhi oleh setiap Provinsi, Kabupaten/Kota dan pada tingkat kementrian.

C.7 Integrasi KLHS dalam Kebijakan Rencana dan Program

Terdapat 4 (empat) karakteristik proses perumusan kebijakan, rencana, dan/atau


program di Indonesia yang harus dipahami untuk penyelenggaraan KLHS.

Karakteristik 1: Membangun Konsensus

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program adalah proses


pembangunan konsensus atau kesepakatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan
termasuk masyarakat. KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan,
rencana, dan/atau program dengan harapan dapat memperkuat proses membangun
kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan
lingkungan hidup. Meskipun demikian, ada kalanya tidak tercapai konsensus. Untuk itu
proses KLHS tetap membuka peluang adanya perbedaan pendapat (“dissenting opinion”) dan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 37
dilampirkan pada hasil akhir kesepakatan.

Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik dan Partisipatif

Pelibatan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam,


menyebabkan penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program tidak
sepenuhnya merupakan proses teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses partisipatif.
Dalam hal ini para pemangku kepentingan saling mempengaruhi, berdialog, dan bernegosiasi
untuk memperjuangkan kepentingannya. Oleh karena itu karakteristik ini memerlukan
argumentasi yang obyektif.

Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog

Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program bertujuan


membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi dan dialog
antar berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus menekankan pada
proses komunikasi dan dialog yang efektif agar dapat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan untuk memilih alternatif kebijakan, rencana, dan/atau program yang lebih
berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi yang diperlukan.

Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program di Indonesia juga


dicirikan dengan berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal
dan/atau personal, untuk menghasilkan konsensus atau kesepakatan. Proses komunikasi dan
negosiasi personal dan/atau informal ini juga diharapkan dapat memperluas peluang untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan.

Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strtaegis bersifat wajib dalam penyusunan atau
evaluasi:
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan
Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau
risiko lingkungan.

C.8 Tahapan Pelaksanaan KLHS

C.8.1 Penapisan Tahapan pelaksanaan KLHS


Penapisan diawali dengan mengidentifikasi apakah perlu dilakukan KLHS terhadap
suatu kebijakan, rencana, dan/atau program. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang wajib
KLHS tanpa proses penapisan adalah RTRW dan rencana rincinya, serta RPJP dan RPJM
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Proses penapisan dilakukan oleh pembuat kebijakan,
rencana, dan/atau program dengan didukung pendapat ahli. Selain itu penapisan dapat
dilakukan berdasarkan hasil kajian ilmiah serta melalui konsultasi dengan instansi lingkungan
hidup dan instansi terkait lainnya. Apabila proses penapisan menyimpulkan bahwa tidak ada
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 38
potensi dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, maka pembuat kebijakan, rencana, dan/atau
program tidak perlu melaksanakan KLHS.
Secara teknis proses penapisan dilakukan dengan mempertimbangkan isu isu pokok
sebagai berikut:
perubahan iklim;
kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati;
peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan;
penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam;
peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan;
peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau
peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

Apabila hasil penapisan menyatakan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan dalam suatu
kebijakan, rencana, dan/atau program, hal tersebut harus dituangkan dalam surat pernyataan
yang ditandatangani oleh pembuat kebijakan, rencan, dan/atau program dan/atau pihak-pihak
yang berkepentingan sesuai dengan kewenangannya. Surat pernyataan tersebut harus dapat
diakses oleh publik. Penapisan dapat dilakukan dengan menggunakan metode daftar uji,
penilaian pakar atau kajian ilmiah. Berikut merupakan contoh daftar uji penapisan KLHS
bagi suatu penapisan.

C.8.2 Mekanisme Pelaksanaan KLHS

Pengkajian Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap Kondisi


Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai
berikut:

Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya

Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:


menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS;
menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU PPLH;
menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.

Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang representatif dapat diawali dengan
pemetaan pemangku kepentingan. Pemetaan ini untuk membantu pemilihan pemangku
kepentingan yang tidak saja berpengaruh, tetapi juga mempunyai tingkat kepentingan yang
tinggi terhadap kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan dirumuskan serta peduli
terhadap lingkungan hidup. Identifikasi dan pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan
dapat dilakukan sesuai proses dan prosedur penyusunan dan evaluasi masing-masing
kebijakan, rencana, dan/atau program, misalnya untuk penyusunan rencana tata ruang, hal ini
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 39
Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:


penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan 3) membantu penentuan capaian
tujuan pembangunan berkelanjutan.

Perumusan isu pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui 5 (lima) tahap sebagai
berikut:
penghimpunan isu pembangunan berkelanjutan berdasarkan masukan dan kesepakatan
pemangku kepentingan;
pengelompokan isu pembangunan berkelanjutan;
konfirmasi isu pembangunan berkelanjutan dengan memanfaatkan data dan
informasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah;
pelaksanaan kajian khusus untuk isu tertentu yang dianggap penting atau masih
diperdebatkan; dan
penetapan isu pembangunan berkelanjutan yang akan dijadikan dasar bagi kajian
pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program.
Berapa pengetahuan praktis untuk melakukan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
fokus pada isu pembangunan berkelanjutan yang menjadi perhatian utama di wilayah
perencanaan;
memanfaatkan data dan informasi yang tersedia dan hasil kajian yang telah dilakukan
sebelumnya;
mempertimbangkan pandangan para ahli maupun tokoh masyarakat;
menggunakan alat bantu seperti peta, data statistik, foto, video, dan diagram untuk
menunjukkan dimensi numerik, spasial, atau visual;
menggunakan pengetahuan dan pengalaman akan adanya perubahan dan kaitan antar
masalah;
uji silang (crosscheck), konsultasi, dan kesepakatan dengan tim pembuat kebijakan,
rencana dan/atau program.

Identifikasi Kebijakan, Rencana, dan/atau Program

Identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program baik yang akan disusun maupun
yang akan dievaluasi. Tujuan identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan
disusun adalah mengetahui dan menentukan muatan dan substansi rancangan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap lingkungan hidup dan
diberi muatan pertimbangan aspek pembangunan berkelanjutan. Sedangkan tujuan
identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program pada saat evaluasi adalah mengevaluasi
muatan dan substansi kebijakan, rencana, dan/atau program yang telah diimplementasikan
yang memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup.

Setiap kebijakan, rencana, dan/atau program memiliki unsur korelasi satu sama lain
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dipahami unsur korelasi tersebut, serta pada
tingkatan apa (apakah pada tingkatan kebijakan, rencana, atau program) pengaruh terhadap
isu pembangunan berkelanjutan dapat terjadi. Contoh kekhasan unsur korelasi tersebut
adalah pada rencana tata ruang wilayah, dimana di dalamnya terdapat kebijakan, rencana,
maupun program, dan korelasi satu sama lain adalah bahwa kebijakan menjadi arahan bagi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 40
rencana, serta rencana (yang berupa rencana pola ruang dan rencana struktur ruang) menjadi
arahan bagi indikasi program.

Telaahan Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap Kondisi Lingkungan


Hidup di Suatu Wilayah

Tujuan telaahan pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi


lingkungan hidup di suatu wilayah untuk mengetahui kemungkinan dampak kebijakan,
rencana, dan/atau program terhadap isu pembangunan berkelanjutan di satu wilayah. Pada
tahap ini, dilakukan telaahan terhadap isu pembangunan berkelanjutan dan atau kondisi
lingkungan di suatu wilayah yang sudah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya. Telaahan
pengaruh ini diawali melakukan identifikasi dan memahami komponen apa saja dalam
kebijakan, rencana, dan/atau program yang potensial berpengaruh terhadap isu
pembangunan berkelanjutan.

kajian pengaruh dapat dilakukan secara lebih detil dengan menggunakan salah satu
atau kombinasi dari kajian berikut ini: 1) Kapasitas daya dukung dan daya tampung; 2.
perkiraan mengenai dampak risiko lingkungan hidup; 3. kinerja jasa layanan ekosisitem;
Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; 5) Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi
terhadap perubahan iklim; 6) Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman
hayati

C.8.3 Perumusan Alternatif Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program Tujuan


perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk
mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan kebijakan, rencana, dan/atau
program dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati
bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak
negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan beberapa alternatif
untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang
ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan kebijakan,
rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang diprakirakan akan
menimbulkan dampak lingkungan hidup atau bertentangan dengan kaidah
pembangunan
berkelanjutan.
Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau
program.
Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

Bentuk alternatif penyempurnaan tersebut antara lain sebagai berikut :


kebutuhan pembangunan: mengecek kembali kebutuhan pembangunan yang baru
misalnya target-target dalam pengentasan kemiskinan atau peningkatan
pendapatan penduduk.
lokasi: mengusulkan lokasi baru yang dianggap lebih aman, atau mengusulkan
pengurangan luas wilayah kebijakan, rencana dan/atau program.
proses, metode, dan teknologi: mengusulkan alternatif proses dan/atau metode
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 41
dan/atau teknologi pembangunan yang lebih baik, seperti peningkatan
pendapatan rakyat melalui pengembangan ekonomi kreatif, bukan
pembangunan ekonomi konvensional yang menguras sumber daya alam,
seperti pembuatan jembatan untuk melintasi kawasan lindung.
jangka waktu dan tahapan pembangunan: mengusulkan perubahan jangka waktu
pembangunan, awal kegiatan pembangunan, urutan, maupun
kemungkinan penundaan satu program pembangunan.

C.8.4 Rekomendasi Perbaikan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dan


Pengintegrasian Hasil KLHS

Tujuan rekomendasi adalah mengusulkan perbaikan muatan kebijakan, rencana


dan/atau program berdasarkan hasil perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana
dan/atau program. Rekomendasi perbaikan rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program
ini dapat berupa:
perbaikan rumusan kebijakan;
perbaikan muatan rencana;
perbaikan materi program.

C.9 Hubungan KLHS dan AMDAL


Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dilakukan untuk mencermati setiap
kebijakan, rencana dan program agar telah terjiwai konsep pembangunan berkelanjutan.
Pemangku kepentingan akan mempertimbangkan setiap kebijakan apakah memberikan
manfaat untuk pelestarian lingkungan atau sebaliknya. Kebijakan dengan landasan
pembangunan berkelanjutan akan sinergi dengan setiap rencana dan usaha kegiatan yang akan
dilaksanakan yang telah disusun kanjian AMDALnya. Sehingga dapat dipahami bahwa dalam
pengambilan keputusan kelayakan lingkungan dalam AMDAL harus memperhatikan hasil
dari KLHS.
Pengambil kebijakan yang secara institusi dipegang oleh komisi amdal
kabupaten/provinsi akan menggunakan acuan KLHS ketika akan mengajukan ijin lingkungan.
Ijin lingkungan dilakukan setelah dokumen AMDAL atau UKL/UPL diselesaikan. Sebagai
bentuk rekomendasi untuk kelayakan lingkungan maka akan diterbitkan ijin lingkungan yang
merupakan dokumen legal sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan pembangunan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan KLHS 42
KAJIAN KELAYAKAN LINGKUNGAN

A.

BENTUK KAJIAN LINGKUNGAN

A.1 Penentuan Bentuk Kajian


Seiring dengan ditetapkanya UU No 32 Tahun 2009, maka terdapat beberapa
bentuk kajian lingkungan. Kajian lingkungan dalam tataran kebijakan dibuat kajian
lingkungan yang diistilahkan sebagai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian
lingkungan pada unit yang lebih kecil yaitu untuk pengendalian kualitas lingkungan pada
kegiatan setiap rencana usaha/kegiatan dikenal dengan AMDAL, UKL-UPL, SPPL. KLHS
telah dibahas di Bab III. Pada bab ini akan dibahas tentang kajian lingkungan sebagai
pelengkap untuk rencana usaha kegiatan. Dasar yang digunakan untuk penetapan kajian
lingkungan adalah sebagai berikut .

UU No 32 Tahun 2009 Pasal


22

(1)Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap


lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan;
luas wilayah penyebaran dampak;
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak;
sifat kumulatif dampak;
berbalik atau tidak berbaliknya dampak;
dan/atau kriteria sesuai pengetahuan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Kajian Kelayakan Lingkungan


43
Pasal 23

(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
dengan amdal terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya; f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad
renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi
pertahanan negara; dan/atau
.a penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan Menteri.

PP No 27 Tahun 2012
Peraturan pemerintah no 27 tahun 2012 merupakan penjabaran dari undang
undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 33, Pasal 41, dan Pasal 56 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang IZIN
LINGKUNGAN. Peraturan pemerintah tersebut mengatur tentang ijin
lingkungan yang harus di terbitkan seiring dengan telah selesainya dokumen
kajian lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, SPPL).

Pasal 2
← Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-
UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.
← Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
← penyusunan AMDAL dan UKL-UPL;
← penilaian AMDAL dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
← permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.

PERMENLH No 5 Tahun 2012

Pasal 2
Set tiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap
Kajian Kelayakan Lingkungan
44
lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Untuk menentukan rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemrakarsa melakukan penapisan sesuai dengan tata cara
penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Terhadap hasil penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
instansi lingkungan hidup pusat, provinsi, atau kab bupaten/kota menelaah
dan menentukan wajib tidaknya rencana Usaha dan/atau Kegiatan memiliki
Amdal.

Pasal 3
.a Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dilakukan:
a. di dalam kawasan lindung; dan//atau
b. berbatasan langsung dengan kawasan lindung,wajib memiliki Amdal.
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berbatasan langsung dengan
kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang:
a.batas tapak proyek bersinggungan dengan batas kawasan lindung;
dan/atau
.a dampak potensial dari rencana Usaha dan/atau
Kegiatan diperkirakan mempengaruhi kawasan lindung
terdekat.
Kewajiban memiliki Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),,
dikecualikan bagi rencana Usaha dan/atau Kegiatan:
eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, dan panas bumi;
penelitian dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan;
yang menunjang pelestarian kawasan lindung;
yang terkait kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup;
budidaya yang secara nyata tidak berdampak penting terhadap
lingkungan hidup; dan
budidaya yang diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap dan
tidak mengurangi fungsi lindung kawasan dan di bawah
pengawasan ketat.
Pasal 4
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang:
memiliki skala/besaran lebih kecil daripada yang tercantum dalam
Lampiran I; dan/atau
tidak tercantum dalam Lampiran I tetapi mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup, dapat ditetapkan menjadi jenis rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal di luar
Lampiran I.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
Kajian Kelayakan Lingkungan
45
(1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan:
pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung
lingkungan; dan
tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap
lingkungan hidup.
Jennis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diusulkan secara tertulis kepada Menteri, oleh:
kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian;
gubernur;
bupati/walikota; dan/atau
masyarakat.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulkan setelah dilakukan telaahan sesuai kriteria sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagiaan tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 5
Jen nis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang WAJIB memiliki Amdal dapat
ditetapkan menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang TIDAK WAJIB
memiliki Amdal, apabila:
← dampak dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dapat ditanggulangi
berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan n/atau
← berdasarkan pertimbangan ilmiah, ,tidak menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup.
Jen nis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dim maksud pada ayat
.a ditetapkan ooleh Menteri.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulka an secara tertulis kepada Menteri, oleh:
a. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian; b.gubernur;
bupati/walikota; dan/atau, d. masyarakat.
Jen nis rencana usaha dan/atau u kegiatan sebagaimana dim maksud pada ayat
(1) wajib memiliki UKL-UPL atau SURAT PER RNYATAAN
KESANGGUPAN PENGELOOLAAN DAN PEMANTAUAN LING
GKUNGAN HIDUP sesuai dengan n peraturan perundang-unddangan
mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan

Ketentuan tentang penetapan bentuk kajian lingkungan secara bagan disajikan pada
Gambar 1 dan gambar 2.
A.2 Tahap Kajian Lingkungan
Dalam melakukan kajian lingkungan terdapat beberapa tahap kegiatan yaitu :
Publikasi dan sosialisasi untuk menjaring pendapat masyarakat
Publikasi dapat dilakukan melalui penyebaran informasi lewat media masa,
penyebaran leftlet atau bentuk sosialisi lahan. Keterlibatan masyarakat
diatur dalam PermenLH No 17 Tahun 2012. Publikasi dimaksudkan untuk
dapat menampung aspirasi sebanyak-banyaknya dari masyarakat,
menampung bila terjadi konflik pemanfaatan lokasi dan bentuk-bentuk lain
dari komplain masyarakat.

Kajian Kelayakan Lingkungan


46
Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL, kegiatan ini akan dihasilkan ikatan bersama
dalam melakukan kajian lingkunga.
Kerangka Acuan Andal disusun berdasarkan PermenLh No 16 Tahun 2012.
Penyusunan Kerangka acuan ini harus memperoleh persetujuan dari
Komisis AMDAL sebelum kajian untuk selanjutnya dapat dilaksanakan.
Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL
Penyusunan dokumen tersebut dilakukan setelah KA ANDAL dilegalisasi.
Penyusunan disusun dengan menggunakan pedoman PermenLh No 16
Tahun 2012.
Rekomendasi Kelayakan Lingkungan.
Rekomendasi kelayakan lingkungan diberikan setelah dilakukan kajian
ANDAL, RKL dan RPL. Rekomendasi dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur,
Walikota/Bupati.
Selengkapnya disajikan pada gambar 3.

Kajian Kelayakan Lingkungan


47
RENCANA
KEGIATAN

Ketua Komisi Penanggungjawab


AMDAL Kota Komisi AMDAL Kota
PEMBANGUNAN UU no 32 Tahun 2009
SARANA DAN
PARASARANA
PP No 27 Tahun 2012

DOKUMNEN ANDAL
Permen LH No 5 Tahun 2012

DOKUMEN RKL
WAJIB AMDAL
PENYUSUNAN
KA-ANDAL
DOKUMEN RPL

PUBLIKASI/SOSIALISASI
IJIN LINGKUNGAN
HIDUP
OLEH MENTERI ATAU
KEPALA DAERAH

Kajian Kelayakan Lingkungan 48


RENCANA
KEGIATAN

BKPMD/ WALIKOTA
IZIN PRINSIP

PEMBANGUNAN
FASILITAS
IZIN LOKASI BPN KOTA
OLEH PEMRAKARSA

IZIN MENDIRIKAN
DINAS TATA KOTA
BANGUNAN (IMB)

KAJIAN
LINGKUNGAN

PELAKSANAAN
ALTERNA PEMBANGUNAN
TIF

SPPL AMDAL

UKL/UPL
Kajian Kelayakan Lingkungan 49
BAGAN KETERLIBATAN MASYARAKAT

Masyarakat Instansi yang A. Pemrakarsa


Berkepentingan Bertanggungjawab

PENGUMUMAN
RENCANA USAHA
DAN KEGIATAN

PENGUMUMAN
SARAN, PENDAPAT, PERSIAPAN
PENYUSUNAN
DAN TANGGAPAN AMDAL

KONSULTASI
PENYUSUNAN KA-

SARAN, PENDAPAT,
DAN TANGGAPAN PENILAIAN KA-
ANDAL OLEH
KOMISI

PENYUSUNAN ANDAL,
RKL, RPL
SARAN, PENDAPAT,
DAN TANGGAPAN
PENILAIAN ANDAL
RKL, RPL OLEH
KOMISI

KEPUTUSAN KELAYAKAN
LINGKUNGAN HIDUP
KEPALA
Kajian Kelayakan Lingkungan
50
B.

TAHAPAN KAJIAN LINGKUNGAN


Dalam pelaksanaan kajian lingkungan beberapa tahapan yang akan dilaksa
nakan adalah sebagai berikut.

Persiapan
Merupakan tahap kegiatan awal studi berupa persiapan pelaksanaan pekerjaan dengan
menyusun jadwal kegiatan dan pelingkupan bersama seluruh tenaga ahli, persipan surat
menyurat dan persiapan penyusunan Kerangka Acuan ANDAL. Pada Tahap ini juga
merupakan tahap untuk menyelesaikan administrasi pekerjaan.

Pelingkupan (skoping)
Pekerjaan pelingkupan merupakan tahapan kegiatan untuk melakukan penyeringan jenis
kegiatan. Pelingkupan dengan menggunakan Dasar Hukum UUPPLH No 32 Tahun 2009
dan PP 27 tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan dan PermenLh No 5 Tahun 2012. Hasil
pelingkupan ini adalah wajib amdal suatu kegiatan atau UKL/UPL dan Dampak Penting
Kegiatan.

Penyusunan Kerangka Acuan (KA-ANDAL)


Merupakan tahap dimana suatu kerangkan studi yang akan dilakukan, dirumuskan dalam
bentuk dokumen yang akan mengikat antara komisi AMDAL, penyusun dan pemrakarsa.

Penyusunan ANDAL
Dokumen ini disusun setelah Kerangka Acuan ANDAL disetujui oleh komisi Amdal.
Dokumen ANDAL ini berisi tentang Rona Lingkungan Awal, Prediksi Dampak
Lingkungan, Komponen Lingkungan yang terkena Dampak, Mitigasi Dampak
Lingkungan.

Penyusunan RKL
Merupakan tahap berikut dari penyusunan Dokumen AMDAL yaitu berupa Rencana
Pengelolaan Lingkungan. Dalam dokumen ini akan dihasilkan matrik tentang pengelolaan
lingkungan.
Penyusunan RPL
Merupakan dokumen pelengkap berupa Pemantauan Lingkungan, yang memuat bagaimana
memantau kegiatan lingkungan dari prediksi yang telah disusun. Dengan pemantauan ini
akan memudahkan dalam melakukan pemantauan oleh badan yang independence dalam
melakukan pemantauan.
Diskusi dan Asistensi
Diskusi dan asistensi dilakukan pada saat penyusunan Kerangka Acuan (KA), penyusunan
dokumen ANDAL dan Penyusunan dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan &
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Setelah dilakukan asistensi dilakukan
pembahasan/presentasi dari hasil yang diperoleh.

Legalisasi Dokumnen
Merupakan hasil akhir dari kegiatan Penyusunan Dokumen AMDAL dengan melakukan
legalisasi dari Dokumen oleh instansi yang berwenang. Selengkapnya lihat Gambar 3
berikut.

Kajian Kelayakan Lingkungan


51
No. Komisi Penanggung Evaluasi &
AMDAL Jawab Legalisasi
32/2009 PP
Komisi Dokumen
No. AMDAL
27/2012
Evaluasi &
Legalisasi
Rencana
Dokumen Pemantauan
Lingkungan (RPL)

IZIN
Jenis PENAPISA Kerangka Acuan Analisis
LINGKU
Usaha / N (KA) ANDAL Dampak NGAN
PELINGK Lingkungan HIDUP
Kegiatan
UPAN
(ANDAL) Rencana
Ruang Lingkup Pengelolaan
AMDAL Lingkungan
(RKL)

PERMENLH Kreiteria Telaah secara cermat


SKOPING
5/2012 Dampak mendalam & penting
Kegiatan Wajib Penting rencana
Amdal kegiatan proyek
AMDAL

UKL / Mekanisme
UPL
Penyusunan UKL / UPL
Gambar 3
DIAGRAM ALIR KERANGKA PEMIKIRAN PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL
Kajian Kelayakan Lingkungan 52
C.

PELINGKUPAN DALAM AMDAL

C.1 Metode Pelingkupan

Pelingkupan (Skoping) merupakan salah satu bagian terpenting dalam setiap


tindakan perencanaan guna memilih dari berbagai alternatif untuk pengambilan suatu
keputusan. Pada hakekatnya setiap kegiatan yang mempertimbangkan faktor-faktor yang
menentukan dengan memusatkan perhatian terhadap hal-hal yang dianggap penting (focus
of interest) agar diperoleh hasil yang optimal adalah proses perlingkupan. Oleh karena itu,
perlingkupan akan sangat bermanfaat membantu dalam pengambilan keputusan terhadap
berbagai alternatif pilihan, sehingga dapat diperoleh keputusan terefisien, teroptimal atau
yang paling baik diantara pilihan yang ada.

Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup


permasalahan dan mengidentifikasi dampak besar dan penting (hipotesis) yang terkait
dengan rencana usaha dan/atau kegiatan. Pelingkupan merupakan proses terpenting dalam
penyusunan KA-ANDAL karena melalui proses ini dapat dihasilkan:

Dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang dipandang relevan untuk
ditelaah secara mendalam dalam studi ANDAL dengan meniadakan hal-hal atau
komponen lingkungan hidup yang dipandang kurang penting ditelaah;

Lingkup wilayah studi ANDAL berdasarkan beberapa pertimbangan: batas proyek, batas
ekologis, batas sosial, dan batas administratif;

Kedalaman studi ANDAL antara lain mencakup metoda yang digunakan, jumlah sampel
yang diukur, dan tenaga ahli yang dibutuhkan sesuai dengan sumber daya yang tersedia
(dana dan waktu).

Semakin baik hasil pelingkupan semakin tegas dan jelas arah dari studi ANDAL yang akan
dilakukan.

Berdasarkan asumsi atau pengertian tersebut, maka sesungguhnya setiap saat kita selalu
dihapakan pada berbagai alternatif pilihan dari kadar yang paling sederhana hingga yang
paling sulit – untuk diambil suatu keputusan. Artinya, semakin banyak kita harus
menentukan pilihan, maka secara tidak sadar kita telah melakukan perlingkupan, untuk
keputusan tertentu. Dalam hal ini yang terpenting adalah pertimbangan atau kriteria yang
harus ditetapkan untuk melakukan pengambilan keputusan. Pertimbangan atau kriteria itu
menyangkut berbagai dimensi yang meliputi faktor sumber daya, waktu, ruang dan
kemampuan sehingga suatu keputusan yang kita ambil memiliki kelaikan dari berbagai
segi.

Demikian halnya di dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, pelingkupan adalah


salah satu kegiatan awal terpenting yang harus dilaksanakan, karena kita harus memilih
berbagai alternatif untuk pengambilan Dalam hal pemilihan alternatif untuk suatu
Kajian Kelayakan Lingkungan 53
keputusan terhadap rencana proyek atau rencana studi amdal, maka berbagai pertimbangan
yang biasanya untuk menetapkan ruang lingkup didasarkan baik dari dimensi lokasi
proyek, lama proyek, jenis aktivitas proyek, jenis teknologi yang dipakai dan tujuan suatu
proyek serta pertimbangan institusional dan keahlian. Secara teknis pertimbangan untuk
menetapkan suatu ruang lingkup dalam studi Amdal, juga didasarkan atas batas wilayah
studi yang meliputi batas teknis, administrasi dan batas ekologis, serta substansi atau aspek
yang dikaji yang meliputi komponen/parameter baik fisik-kimiawi, biologi, sosial ekonomi
dan aspek kesehatan.

Kegunaan Pelingkupan

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa kegunaan pelingkupan bagi penyusun
ANDAL meliputi sejumlah esensi penting. Untuk mengidentifikasi dampak penting (main
issue) dari suatu proyek. untuk menetapkan komponen lingkungan yang akan terkena
dampak nyata dari aktivitas proyek, menetapkan setrategi penelitian pada komponen yang
akan terkena dampak, menetapkan parameter atau indikator dari komponen lingkungan
yang akan diukur, untuk mempertimbangkan dari segi efisiensi waktu dan biaya studi,
memastikan bahwa komponen yang tidak terkena dampak tidak akan dibahas atau
dievuluasi.

Tujuan Pelingkupan
mendapat gambaran umum tentang rencana kegiatan dan hal-hal lain yang terkait, dari
pemrakarsa proyek ;
mendapat informasi dari pengambil kebijakan secara instansional, yakni dari interen
pemrakarsa, instansi yang bertanggung jawab, pemberi dana, dari komisi penilai atau
fihak-fihak yang terkait;
mendapat informasi dari instansi pembuat peraturan (produk hukum/peraturan) dan
perncanaan (baik dari daerah/ pusat) ;
mendapat informasi dari lembaga perguruan tinggi;
mendapat informasi dari masyarakat, baik dari kelompok bawah, formal leader, non formal
leader dan LSM/ LPSM (NGO).

C.2 Tahap-tahap Pelingkupan

Secara teknis metodologis, tahapan dalam pelingkupan dapat dibagi kedalam tiga
tingkatan, yakni relevansinya dengan penyusunan Kerangka Acuan, Persiapan Studi dan
indentifikasi, prediksi, interpretasi dan Evaluasi. Ketiga tahapan tersebut dapat diuraikan
sbb :

Pelingkupan yang dilakukan pada tahapan I (Penyusunan KA)


Pada tahap awal ini aktivitas pelingkupan dipusatkan pada ruang lingkup studi.
Oleh karena itu, beberapa pertimbangan/ kegiatan yang harus dilakukan meliputi hal-hal
sbb :
Inventarisasi/akumulasi berbagai informasi yang berkembang dengan rencana
proyek (deskripsi proyek), dari pemrakarsa.
ketertiban antara deskripsi proyek dengan karakteristik invirinmental setting (rona
lingkungan)

Kajian Kelayakan Lingkungan 54


relevansi proyek dengan kepentingan instansi terkait (hubungan kegiatan proyek
dengan aktivitas yang lain).

Pelingkupan Tahap II
Pelingkupan pada tahap ini kegiatan difokuskan pada keterkaitan antara deskripsi
proyek dengan komponen/ parameter lingkungan hidup yang akan dilkaji. Adapun
beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan meliputi hal-hal sbb:
melakukan seleksi terhadap jenis aktivitas proyek yang diduga menimbulkan
dampak penting terhadap rona lingkungan, sesuai dengan main issue UU No.32
Tahun 2009, PP No 27 Tahun 2012, PermenLh No 16 Tahun 2012).
melakukan kegiatan penjajagan lapangan (pra survai) untuk menetapkan area dan
komponen/ parameter terkena dampak
menetukan jumlah komponen/ parameter yang akan dikaji/ diukur
mengidentifikasi esensi dampak proyek terhadap lingkungan dan dampak
lingkungan terhadap proyek.
menentukan alat, dana, instrumen penelitian dan peneliti
menetukan obyek dan subyek informasi yang diperlukan (primer/sekunder) serta
tujuan penelitian.
menetapkan jumlah, jenis dan periodisasi data yang dibutuhkan.
menetapkan metode penelitian sesuai dengan bidang keilmuan (fisik-kimiawi,
biologi dan sosial ekonomi dan budaya)
melakukan waktu studi, dan tahapan menurut fasenya (pra konstruksi, konstruksi
dan operasi).
termasuk pengurusan perijinan, akomodasi dan transportasi.

Pelingkupan Tahap III (Identifikasi, Prediksi, Interpretasi dan Evaluasi

Pelingkupan tahap ketiga ini pada hakekatnya merupakan kelanjutan dari langkah
pelingkupan tahap I dan tahap II yang lebih memusatkan pertimbangannya pada pemilihan
metode AMDAL yang paling sesuai. Hal ini mengingat bahwa dalam metodologi AMDAL
dikenalkan banyak metode yang dirumuskan oleh para ahli yang masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Pada tahap pelingkupan ke tiga ini kita dapat menetukan atau
memilih dengan cara sebagai berikut :
menetapkan metode identifikasi, apakah dengan matrik, flow chart, delphi, daftar
uji, gabungan atau modifikasi dsb.
menetukan sifat dampak dengan memberikan tanda +: dampak positif -:
dampak negatif atau 0: tidak ada dampak.
menetapkan metode prediksi, apakah dengan pendekatan matematis (metode
formal, metode informal/ kualitatip atau kombinasi).
melakukan intepretasi terhadap hasil pembahasan dengan pendekatan yang sesuai
ichwal dampak yang terjadi
melakukan pengukuran atau evaluasi dengan kriteria tertentu, baik menurut
ketentuan regulatif maupun besar kecilnya dampak dengan pemberian skala dari
yang tidak penting, kurang penting, cukup penting, penting dan sangat penting
atau dengan gradasi dampak kecil hingga besar.
Jika ke tiga tahapan pelingkupan tersebut kita pahami sebagai satu kesatuan langkah
pemahaman, maka tahapan dalam pelingkupan secara komprehensif dapat digambarkan
kedalam skema sebagai berikut :

Kajian Kelayakan Lingkungan 55


C.3. Penentuan Dampak Penting
Dampak penting adalah perubahan lingkungan yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan; Pasal 22 UU Nomor 32 Tahun 2009,
menyatakan bahwa setiap rencana kegiatan yang diperkirakan akan mempunyai dampak
penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Jumlah manusia yang akan terkena dampak,
Luas wilayah persebaran dampak,
Lamanya dampak berlangsung,
Intensitas dampak,
Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak,
Sifat kumulatif dampak,
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

Ukuran dampak penting terhadap lingkungan, perlu disertai dengan dasar pertimbangan
sebagai berikut :
Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap lingkungan berkaitan secara relatif
dengan besar kecilnya rencana usaha atau kegiatan, hasil guna dan daya
gunanya, bila rencana usaha atau kegiatan tersebut dilaksanakan.
Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap lingkungan dapat pula didasarkan
pada dampak usaha atau kegiatan tersebut terhadap salah satu aspek lingkungan
saja, atau dapat juga terhadap kesatuan dan tata kaitannya dengan aspek-aspek
lingkungan lainnya dalam batas wilayah studi yang telah ditentukan.
Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap lingkungan atas dasar kemungkinan
timbulnya dampak positif atau dampak negatif tak boleh dipandang sebagai
faktor yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan harus diperhitungkan
bobotnya guna dipertimbangkan hubungan timbal baliknya untuk mengambil
keputusan.

Pedoman mengenai ukuran dampak penting :

Jumlah Manusia yang Akan Terkena Dampak


Setiap rencana usaha atau kegiatan mempunyai sasaran sepanjang menyangkut
jumlah manusia yang diperkirakan akan menikmati manfaat dari rencana usaha atau
kegiatan itu bila nanti usaba atau kegiatan tersebut dilaksanakan. Namun demikian,
dampak lingkungan, baik yang bersikap negatif maupun positif yang mungkin
ditimbulkan oleh suatu usaha atau kegiatan, dapat dialami oleh baik sejumlah
manusia yang termasuk maupun yang tak termasuk dalam sasaran rencana usaha
atau kegiatan.

Luas Wilayah Persebaran Dampak


Luas wilayah persebaran dampak merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukannya pentingnya dampak terhadap lingkungan. Dengan demikian
dampak lingkungan suatu rencana usaha atau kegiatan bersifat penting bila :

Kajian Kelayakan Lingkungan 56


rencana usaha atau kegiatan meng akibatkan adanya wilayah yang mengalami
perubahan mendasar dari segi intensitas dampak, atau tidak berbaliknya dampak,
atau segi kumulatif dampak.

Lamanya Dampak Berlangsung


Dampak lingkungan suatu rencana usaha atau kegiatan dapat berlangsung pada
suatu tahap tertentu atau pada berbagai tahap dari kelangsungan usaha atau
kegiatan. Dengan kata lain dampak suatu usaha atau kegiatan ada yang beriangsung
relatif singkat, yakni hanya pada tahap tertentu dari sikius usaha atau kegiatan
(perencanaan, konstruksi, operasi, pasca operasi); namun ada pula yang
berlangsung relatif lama, sejak tahap konstruksi hingga masa pasca operasi usaha
atau kegiatan.
Berdasarkan pengertian ini dampak lingkungan bersifat penting bila : rencana usaha
atau kegiatan mengakibatkan timbulnya perubahan mendasar dari segi intensitas
dampak atau tidak berbaliknya dampak, atau segi kumulatif dampak yang
berlangsung hanya pada satu atau lebih tahapan kegiatan.

Intensitas Dampak
Intensitas dampak mengandung pengertian perubahan lingkungan yang timbul
bersifat hebat, atau drastis. Serta berlangsung di area yang relatif luas, dalam kurun
waktu yang relatif singkat. Dengan demikian dampak lingkungan tergolong penting
bila:.

Banyaknya Komponen Lingkungan Lain Yang Terkena Dampak Mengingat


komponen lingkungan hidup pada dasarnya tidak ada yang berdiri sendiri, atau
dengan kata lain satu sama lain saling terkait dan pengaruh mempengaruhi, maka
dampak pada suatu komponen lingkungan umumnya berdampak lanjut pada
komponen lingkungan lainnya.
Atas dasar pengertian ini dampak tergolong penting bila: Rencana usaha atau
kegiatan menimbulkan dampak sekunder dan dampak lanjutan lainnya yang
jumlah komponennya lebih atau sama dengan komponen lingkungan yang
terkena dampak primer.

Sifat Kumulatif Dampak


Kumulatif mengandung pengertian bersifat bertambah, bertumpuk, atau
bertimbun.
Dampak suatu usaha atau kegiatan dikatakan bersifat kumulatif bila pada
awalnya dampak tersebut tidak tampak atau tidak dianggap penting, tetapi
karena aktivitas tersebut bekerja berulang kali atau terus menerus, maka lama
kelamaan dampaknya bersifat kumulatif.

C.4 Pelingkupan dampak besar dan penting

Pelingkupan dampak besar dan penting dilakukan melalui serangkaian proses


berikut:

Kajian Kelayakan Lingkungan 57


Identifikasi dampak potensial

Pada tahap ini kegiatan pelingkupan dimaksudkan untuk mengidentifikasi segenap


dampak lingkungan hidup (primer, sekunder, dan seterusnya) yang secara potensial
akan timbul sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada tahapan
ini hanya diinventarisasi dampak potensial yang mungkin akan timbul tanpa
memperhatikan besar/kecilnya dampak, atau penting tidaknya dampak. Dengan
demikian pada tahap ini belum ada upaya untuk menilai apakah dampak potensial
tersebut merupakan dampak besar dan penting.

Identifikasi dampak potensial diperoleh dari serangkaian hasil konsultasi dan


diskusi dengan para pakar, pemrakarsa, instansi yang bertanggungjawab,
masyarakat yang berkepentingan serta dilengkapi dengan hasil pengamatan
lapangan (observasi). Selain itu identifikasi dampak potensial juga dapat dilakukan
dengan menggunakan metode-metode identifikasi dampak berikut ini:

penelaahan pustaka; dan/atau


analisis isi (content analysis); dan/atau
interaksi kelompok (rapat, lokakarya, brainstorming, dan lain-lain); dan/atau
metoda ad hoc; dan/atau
daftar uji (sederhana, kuesioner, deskriptif); dan/atau
matrik interaksi sederhana; dan/atau
bagan alir (flowchart); dan/atau
pelapisan (overlay); dan/atau
pengamatan lapangan (observasi).

Untuk jelasnya proses pelaksanaan pelingkupan dapat mempelajari Panduan


Pelingkupan Untuk Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL sesuai Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No 16 Tahun 2012, tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Kajian
Lingkungan Hidup.

Evaluasi dampak potensial

Pelingkupan pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan/ meniadakan dampak


potensial yang dianggap tidak relevan atau tidak penting, sehingga diperoleh daftar
dampak besar dan penting hipotesis yang dipandang perlu dan relevan untuk
ditelaah secara mendalam dalam studi ANDAL. Daftar dampak besar dan penting
potensial ini disusun berdasarkan pertimbangan atas hal-hal yang dianggap penting
oleh masyarakat di sekitar rencana usaha dan/atau kegiatan, instansi yang
bertanggung jawab, dan para pakar. Pada tahap ini daftar dampak besar dan penting
hipotesis yang dihasilkan belum tertata secara sistematis. Metoda yang digunakan
pada tahap ini adalah interaksi kelompok (rapat, lokakarya, brainstorming).
Kegiatan identifikasi dampak besar dan penting ini terutama dilakukan oleh
pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan (yang dalam hal ini dapat diwakili oleh
konsultan penyusun AMDAL), dengan mempertimbangkan hasil konsultasi dan
diskusi dengan pakar, instansi yang bertanggungjawab serta masyarakat yang
berkepentingan.
Kajian Kelayakan Lingkungan 58
Pemusatan dampak besar dan penting (Focussing)

Pelingkupan yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk mengelompokan/


mengorganisir dampak besar dan penting yang telah dirumuskan dari tahap
sebelumnya dengan maksud agar diperoleh isu-isu pokok lingkungan hidup yang
dapat mencerminkan atau menggambarkan secara utuh dan lengkap perihal:

Keterkaitan antara rencana usaha dan/atau kegiatan dengan


komponen lingkungan hidup yang mengalami perubahan mendasar
(dampak besar dan penting);
Keterkaitan antar berbagai komponen dampak besar dan penting
yang telah dirumuskan.

Isu-isu pokok lingkungan hidup tersebut dirumuskan melalui 2 (dua) tahapan.


Pertama, segenap dampak besar dan penting dikelompokan menjadi beberapa
kelompok menurut keterkaitannya satu sama lain. Kedua, dampak besar dan penting
yang berkelompok tersebut selanjutnya diurut berdasarkan kepentingannya, baik
dari ekonomi, sosial, maupun ekologis.

C.5 Pelingkupan wilayah studi

Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi
ANDAL sesuai hasil pelingkupan dampak besar dan penting, dan dengan memperhatikan
keterbatasan sumber daya, waktu dan tenaga, serta saran pendapat dan tanggapan dari
masyarakat yang berkepentingan. Lingkup wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan
pertimbangan batas-batas ruang sebagai berikut:

Batas proyek

Yang dimaksud dengan batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan akan melakukan kegiatan pra-konstruksi, konstruksi dan operasi. Dari
ruang rencana usaha dan/atau kegiatan inilah bersumber dampak terhadap lingkungan
hidup di sekitarnya, termasuk dalam hal ini alternatif lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan. Posisi batas proyek ini agar dinyatakan juga dalam koordinat.

Batas ekologis

Yang dimaksud dengan batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan menurut media transportasi limbah (air, udara), dimana
proses alami yang berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami
perubahan mendasar. Termasuk dalam ruang ini adalah ruang di sekitar rencana usaha
dan/atau kegaitan yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas usaha dan/atau
kegiatan.

Batas sosial
Kajian Kelayakan Lingkungan 59
Yang dimaksud dengan batas sosial adalah ruang di sekitar rencana usaha dan/atau
kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur
sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Batas sosial ini sangat penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam studi
ANDAL, mengingat adanya kelompok-kelompok masyarakat yang kehidupan sosial
ekonomi dan budayanya akan mengalami perubahan mendasar akibat aktifitas usaha
dan/atau kegiatan. Mengingat dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan menyebar tidak merata, maka batas sosial ditetapkan
dengan membatasi batas-batas terluar dengan memperhatikan hasil identifikasi komunitas
masyarakat yang terdapat dalam batas proyek, ekologis serta komunitas masyarakat yang
berada diluar batas proyek dan ekologis namun berpotensi terkena dampak yang mendasar
dari rencana usaha dan/atau kegiatan melalui penyerapan tenaga kerja, pembangunan
fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Batas administratif

Yang dimaksud dengan batas administrasi adalah ruang dimana masyarakat dapat
secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam ruang tersebut. Batas ruang tersebut
dapat berupa batas administrasi pemerintahan atau batas konsesi pengelolaan sumber daya
oleh suatu usaha dan/atau kegiatan (misal, batas HPH, batas kuasa pertambangan). Dengan
memperhatikan batas-batas tersebut di atas dan mempertimbangkan kendala-kendala teknis
yang dihadapi (dana, waktu, dan tenaga), maka akan diperoleh ruang lingkup wilayah studi
yang dituangkan dalam peta dengan skala yang memadai.

Batasan ruang lingkup wilayah studi ANDAL

yakni ruang yang merupakan kesatuan dari keempat wilayah di atas, namun
penentuannya disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki
keterbatasan sumber data, seperti waktu, dana, tenaga, tehnik, dan metode telaahan.
Dengan demikian, ruang lingkup wilayah studi memang bertitik tolak pada ruang bagi
rencana usaha dan/atau kegaitan, kemudian diperluas ke ruang ekosistem, ruang sosial dan
ruang administratif yang lebih luas.
Kajian Kelayakan Lingkungan 60
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL)

A.

PEMAHAMAN UMUM

Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia bertujuan untuk


meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan pembangunan
di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat
pertambahan yang tinggi, tetapi dilain pihak ketersediaan sumber daya alam bersifat
terbatas. Kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk meningkatkan
permintaan atas sumber daya alam, sehingga timbul tekanan terhadap sumber daya
alam. Oleh karena itu, pendayagunaan sumber daya alam untuk meningkatkan
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan harus
disertai dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian,
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini
dan generasi masa depan adalah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang merupakan tujuan pengelolaan


lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan berkelanjutan. Oleh
karena itu, sejak awal perencanaan usaha dan/atau kegiatan sudah harus diperkirakan
perubahan rona lingkungan hidup akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan hidup
yang baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, yang timbul sebagai
akibat diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan pembangunan. Pasal 22 Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan
bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan
Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 61
dampak besar dan penting terhadap lingkungan wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup.

Dengan dimasukkannya analisis mengenai dampak lingkungan hidup ke dalam proses


perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, maka pengambil keputusan akan
memperoleh pandangan yang lebih luas dan mendalam mengenai berbagai aspek usaha
dan/atau kegiatan tersebut, sehingga dapat diambil keputusan optimal dari berbagai
alternatif yang tersedia. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan salah
satu alat bagi pengambil keputusan untuk mempertimbangkan akibat yang mungkin
ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup
guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan
mengembangkan dampak positif.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang menjadi tumpuan terlanjutkannya


pembangunan merupakan kepentingan seluruh masyarakat. Diselenggarakannya usaha
dan/atau kegiatan akan mengubah rona lingkungan hidup, sedangkan perubahan ini
pada gilirannya akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat. Oleh karena itu,
keterlibatan warga masyarakat yang akan terkena dampak menjadi penting dalam
proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan hak setiap
orang untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peran masyarakat
itu meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini berarti bahwa warga
masyarakat wajib dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan atas analisis
mengenai dampak lingkungan hidup. Keterlibatan warga masyarakat itu merupakan
pelaksanaan asas keterbukaan. Dengan keterlibatan warga masyarakat itu akan
membantu dalam mengidentifikasi persoalan dampak lingkungan hidup secara dini dan
lengkap, menampung aspirasi dan kearifan pengetahuan lokal dari masyarakat yang
seringkali justru menjadi kunci penyelesaian persoalan dampak lingkungan hidup yang
timbul.

Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan


dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan hidup. Sebagai bagian dari studi kelayakan untuk
melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, analisis mengenai dampak
lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan. Hal itu merupakan konsekuensi dari kewajiban
setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah
dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Konsekuensinya
adalah bahwa syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam rencana
pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup harus
dicantumkan sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan.
Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 62
B.

PENGERTIAN AMDAL

B.1 Pengertian
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dokumen ini dimaksudkan sebagai panduan
untuk memudahkan penyusunan AMDAL bagi berbagai kegiatan (proyek)
pengembangan suatu kegiatan. Secara khusus Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan
Pembangunan Sarana dan prasarana ini diharapkan dapat:

Mengendalikan cara-cara pembukaan lahan di kawasan rencana kegiatan sehingga


terpelihara kelestarian fungsi ekologisnya; mengingat peruntukan lahan yang
tidak harmonis dan penerapan teknologi yang kurang bijaksana dapat
mengakibatkan gejala erosi genetik, pencemaran dan penurunan potensi lahan;
Menopang upaya-upaya mempertahankan proses ekologis antar ekosistem di
kawasan permukiman terpadu sebagai sistem penyangga kehidupan yang
bermakna penting bagi kelangsungan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan penduduk di kawasan rencana kegiatan khususnya, serta
masyarakat di sekitar kawasan;
Memberikan panduan dan pemahaman kepada penyusun Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) kegiatan pengembangan kegiatan, yang
didasari dengan pendekatan terhadap pembinaan terhadap struktur dan fungsi
ekosistem.

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi


kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil analisis mengenai dampak
lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.
Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat dilakukan melalui
pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan tunggal, terpadu atau kegiatan
dalam kawasan. Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui;
proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber
daya alam dalam pemanfaatannya;
proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik;
Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 63
pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati;
penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup;
kegiatann yang mempunyai resiko tinggi, dan/atau mempengaruhi pertahanan
negara.

Usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang sudah
dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup tidak diwajibkan membuat
analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi. Usaha dan/atau kegiatan yang
diwajibkan untuk melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dan
perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan
hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kawasan. Kriteria mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara
lain :
jumlah manusia yang akan terkena dampak;
luas wilayah persebaran dampak;
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
sifat kumulatif dampak;
berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

Analisis mengenai dampak lingkungan tidak perlu dibuat bagi rencana usaha
dan/atau kegiatan untuk menanggulangi suatu keadaan darurat. Analisis mengenai
dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
Permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan yang diberikan oleh instansi yang
bertanggung jawab. Pejabat yang berwenang mencantumkan syarat dan kewajiban
sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkannya. Ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemrakarsa, dalam menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya.

B.2 Jenis AMDAL

Terdapat beberapa jenis AMDAL dimana masing-masing tergantung dari


besaran dan ruang lingkup rencana kegiatan. Jenis AMDAL yang dikenal di Indonesia
adalah sebagai berikut :

AMDAL Proyek Tunggal


Studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan hanya
satu jenis kegiatan. Misalnya : Jalan Tol, PLTU, Lapangan Golf, Masjid
Agung, Rumah Sakit dan sebagainya.

Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 64


Pengelola kegiatan pada umumnya satu institusi, fungsi kegiatan bersifat
terpisah dari kegiatan lain, umumnya berada pada satu hamparan ekosistem,
dengan penanggungjawab satu intansi.

AMDAL Kawasan
Studi kelayakan lingkungan untuk usaha kegiatan yang diusulkan dari berbagai
kegiatan dimana AMDALnya menjadi kewenangan satu sektor yang
membidangi. Contoh AMDAL Kawasan Industri, AMDAL kawasan
Pariwisata, dll. Dikelola oleh satu instansi yang membawai beberapa kegiatan.
Fungsi kegiatan meruapakan satu kesatuan kegiatan dan lokasi dengan satu
kesatuan sarana dan prasarana. Umumnya berada pada satu hamparan
ekosistem, dengan satu instansi penanggungjawab.

AMDAL Terpadu Multi Sektor


Studi kelayakan lingkungan untuk usaha kegiatan yang diusulkan dari berbagai
jenis kegiatan dengan berbagai instansi teknis yang membidangi. Kegiatan
tersebut memiliki keterkaitan dalam perencanaan, pengelolaan dan produksinya
dikelola oleh satu pemrakarsa atau lebih. Misalnya Pembangunan HTI dan
Industri Pulp, Permukman terpadu dsb.

AMDAL Regional
Studi kelayakan lingkungan untuk usaha kegiatan yang diusulkan yang terkait
satu sama lain. Masing-masing menjadi kewenangan lebih dari satu instansi,
terletak lebih dari satu kewenangan adminstratif dan lebih dari satu hamparan
ekosistem. Contoh AMDAL lahan gambut sejuta hektar, AMDAL Bukit
Semarang Baru, dsb. Pengelola kegiatan umumnya 1 instansi, bersifat multi
sektor dan multi kegiatan. Pada umumnya lebih dari satu hamparan ekosistem,
lebih dari satu instansi penanggungjawab.

C.

KOMISI AMDAL

C.1 PEMBENTUKAN KOMISI AMDAL

Komisi Penilai Amdal dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau


bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai Amdal terdiri
atas:
Komisi Penilai Amdal Pusat;
Komisi Penilai Amdal provinsi; dan
Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota.

Komisi Penilai Amdal Pusat menilai dokumen Amdal untuk Usaha dan/atau
Kegiatan yang bersifat strategis nasional; dan/atau berlokasi di lebih dari 1 (satu)
wilayah provinsi; di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang dalam
sengketa dengan negara lain; di wilayah laut lebih dari 12 (duabelas) mil laut diukur
dari garis

Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 65


pantai ke arah laut lepas; dan/atau di lintas batas Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan negara lain.
Komisi Penilai Amdal provinsi menilai dokumen Amdal 37 untuk Usaha
dan/atau Kegiatan yangbersifat strategis provinsi; dan/atau berlokasi di lebih dari 1
(satu) wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; di lintas kabupaten/kota;
dan/atau di wilayah laut paling jauh 12 (duabelas) mil dari garis pantai ke arah laut
lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota menilai dokumen Amdal untuk Usaha
dan/atau Kegiatan yang bersifat strategis kabupaten/kota dan tidak strategis; dan/atau
di wilayah laut paling jauh 1/3 (satu pertiga) dari wilayah laut kewenangan provinsi.
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang bersifat strategis nasional, strategis
provinsi, atau strategis kabupaten/kota, serta tidak strategis ditetapkan oleh Menteri.

Susunan Komisi Penilai Amdal terdiri atas:


ketua;
sekretaris; dan
Ketua dan sekretaris komisi berasal dari instansi lingkungan hidup
Pusat, untuk Komisi Penilai Amdal Pusat; instansi lingkungan hidup
provinsi, untuk Komisi Penilai Amdal provinsi; dan instansi
lingkungan hidup kabupaten/kota, untuk Komisi Penilai Amdal
kabupaten/kota.
anggota.

Anggota Komisi Penilai Amdal terdiri atas:


untuk Komisi Penilai Amdal Pusat, beranggotakan unsur dari:
instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penataan ruang;
instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam
negeri;
instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan;
instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertahanan;
instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penanaman modal;
instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertanahan;
instansi Pusat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu
pengetahuan;
instansi Pusat yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan;
instansi Pusat yang terkait dengan dampak Usaha dan/atau Kegiatan;
wakil pemerintah provinsi yang bersangkutan;
wakil pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan;
ahli di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 66
.a ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak dari rencana Usaha
dan/atau Kegiatan;
.b organisasi lingkungan hidup;
.c masyarakat terkena dampak; dan/atau
.d unsur lain sesuai kebutuhan.

untuk Komisi Penilai Amdal provinsi, beranggotakan unsur dari:


instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan
ruang provinsi;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup provinsi;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman
modal provinsi;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan
provinsi;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan
provinsi;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
provinsi;
instansi Pusat dan/atau daerah yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan
yang bersangkutan;
wakil instansi Pusat, instansi provinsi, dan/atau kabupaten/kota yang
urusanpemerintahannya terkait dengan dampak Usaha dan/atau
Kegiatan;
wakil pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan;
pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi yang bersangkutan;
ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak dari rencana Usaha dan/atau
Kegiatan;
organisasi lingkungan hidup;
masyarakat terkena dampak; dan/atau
unsur lain sesuai kebutuhan.

untuk Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota, beranggotakan unsur dari:


instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan
ruang
kabupaten/kota;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman
modal kabupaten/kota;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan
kabupaten/kota;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan
kabupaten/kota;
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
kabupaten/kota;
Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 67
wakil instansi Pusat, instansi provinsi, dan/atau kabupaten/kota yang urusan
pemerintahannya terkait dengan dampak Usaha dan/atau Kegiatan;
ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana Usaha dan/atau Kegiatan;
ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak dari rencana Usaha dan/atau
Kegiatan;
wakil dari organisasi lingkungan yang terkait dengan Usaha dan/atau
Kegiatan yang bersangkutan;
masyarakat terkena dampak; dan
unsur lain sesuai kebutuhan.

Dalam hal instansi lingkungan hidup kabupaten/kota bertindak sebagai


Pemrakarsa dan kewenangan penilaian Amdalnya berada di kabupaten/kota yang
bersangkutan, penilaian Amdal terhadap Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dilakukan
oleh Komisi Penilai Amdal provinsi. Dalam hal instansi lingkungan hidup provinsi
bertindak sebagai Pemrakarsa dan kewenangan penilaian Amdalnya berada di provinsi
yang bersangkutan, penilaian Amdal terhadap Usaha dan/atau Kegiatan tersebut
dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal Pusat.

Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai Amdal dibantu
oleh:
tim teknis Komisi Penilai Amdal yang selanjutnya disebut tim teknis; dan
sekretariat Komisi Penilai Amdal.

C.2 TIM TEKNIS AMDAL

Tim teknis terdiri atas ahli dari instansi teknis yang membidangi Usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan instansi lingkungan hidup; dan ahli lain dan
bidang ilmu yang terkait. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan tim
teknis ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.

D.

PEMRAKARSA DAN PENYUSUN AMDAL

Pemrakarsa adalah orang atau badan usaha yang mempunyai prakarsa (niat),
rencana untuk melakukan suatu usaha atau kegiatan. Lebih di kenal dengan
istilah investor. Pemrakarsa dalam upaya memperoleh izin mendirikan
bangunan (IMB) harus melengkapi rencana kegiatan dengan kajian lingkungan.
Kajian lingkungan disusun oleh penyusun AMDAL. Pemrakarsa menyusun
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan
rencana pemantauan lingkungan hidup, berdasarkan kerangka acuan yang telah
mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab.

Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 68


Penyusun AMDAL Penyusunan dokumen Amdal wajib dilakukan oleh penyusun
Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Sertifikat
kompetensi penyusun Amdal diperoleh melalui uji kompetensi. Untuk
mengikuti uji kompetensi setiap orang harus mengikuti pendidikan dan
pelatihan penyusunan Amdal dan dinyatakan lulus. Pendidikan dan pelatihan
penyusunan Amdal diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kompetensi di
bidang Amdal. Penerbitan sertifikat kompetensi dilaksanakan oleh lembaga
sertifikasi
kompetensi penyusun Amdal yang ditunjuk oleh Menteri. Saat ini uji
kompetensi dilaksanakan oleh INTAKINDO. Pegawai negeri sipil yang
bekerja pada
instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota dilarang
menjadi penyusun Amdal.

E.

RUANG LINGKUP PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL

Ruang lingkup penyusunan AMDAL terdiri dari berbagai kegiatan untuk


menyusun Dokumen AMDAL. Dokumen AMDAL terdiri dari 4 buah dokumen yang
merupakan satu kesatan. Keempat dokumen tersebut adalah KA-ANDAL, ANDAL,
RKL dan RPL dan Ijin Lingkungan

KA-ANDAL
Kerangka Acuan ANDAL disingkat KA-ANDAL adalah ruang lingkup
studi analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil
pelingkupan yang disepakati oleh Pemrakarsa/Penyusun AMDAL dan
Komisi AMDAL. Bila kerangka ini belum disetujui maka kegiatan
lanjut dari studi AMDAL belum dapat dilaksanakan.

ANDAL

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara


cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan (PP. Nomor 27 Tahun 2012). Kegiatan
penyusunan ANDAL dilakukan setelah KA-ANDAL dilegalisasi.
ANDAL pada umumnya berisi tentang hasil identifikasi, prediksi,
evaluasi dan mitigasi terhadap dampak lingkungan dari rencana
usaha/kegiatan.

RKL
Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat digunakan untuk memahami
fenomena-fenomena yang terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari
tingkat proyek (untuk memahami perilaku dampak yang timbul akibat
usaha dan/atau kegiatan), sampai ke tingkat kawasan atau bahkan
regional; tergantung pada skala keacuhan terhadap masalah yang
dihadapi.

Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 69


Pengelolaan lingkungan hidup merupakan perumusan berbagai bentuk
rekayasa teknologi atau berbagai bentuk rekayasa lingkungan agar
damapk kegiatan dapat diminimalkan.

RPL

Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami


fenomena-fenomena yang terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari
tingkat proyek (untuk memahami perilaku dampak yang timbul akibat
usaha dan/atau kegiatan), sampai ke tingkat kawasan atau bahkan
regional; tergantung pada skala keacuhan terhadap masalah yang
dihadapi. Disamping skala keacuhan, ada 2 (dua) kata kunci yang
membedakan pemantauan dengan pengamatan secara acak atau sesaat,
yakni merupakan kegiatan yang bersifat berorientasi pada data
sistematik, berulang dan terencana.

IZIN LINGKUNGAN HIDUP adalah surat dari Kementrian, Gubernur


atau Bupati/Walikota sebagai pelengkap setelah 4 dokumen tersebut
diselesaikan dengan baik. Ijin ini diajukan oleh pemrakarsa kepada
Mentri, Gubernur atau Bupati/Walikota melalui KOMISI AMDAL. Ijin
ini diajukan bersamaan dengan penilaian dokumen AMDAL, UKL-
UPL.

E.1 Legalisasi Dokumen AMDAL

Dokumen AMDAL belum dapat digunakan sebagai syarat untuk mengajukan


ijin mendirikan bangunan sebelum dilakukan legalisasi oleh instansi yang
berwenang. Untuk kegiatan AMDAL yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat maka kerangka acuan ANDAL dilegalisasi oleh Ketua Komisi AMDAL
pusat. Sedangkan untuk dokumen ANDAL maka legalisasi dilakukan menteri.

Kegiatan Amdal yang menjadi kewenangan pemerintah propinsi maka


legalisasi Kerangka Acuan ANDAL menjadi kewenangan ketua komisi
AMDAL propinsi. Legalisasi Dokumen ANDAL dilakukan oleh Gubernur
selaku Penanggungjawab Komisi.

Kegiatan Amdal yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota maka


legalisasi Kerangka Acuan ANDAL menjadi kewenangan ketua komisi
AMDAL kabupaten/kota. Legalisasi Dokumen ANDAL dilakukan oleh
Bupati/Walikota selaku Penanggungjawab Komisi.

E.2 Kadaluwarsanya Kerangka Acuan ANDAL

Kerangka Acuan Andal usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluwarsa atas


kekuatan Peraturan Pemerintah ini, apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak
dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan
Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 70
kelayakan tersebut. Apabila kerangka acuan andal dinyatakan kadaluwarsa maka untuk
melaksanakan rencana usaha dan/atau kegiatannya, pemrakarsa wajib mengajukan
kembali permohonan persetujuan atas kerangka acuan andal.

E.3 Izin Lingkungan Hidup


Ijin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, untuk Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Menteri;
gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-
UPL yang diterbitkan oleh gubernur; dan bupati/walikota, untuk Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh
bupati/walikota.
Izin Lingkungan paling sedikit memuat:
persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL;
persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota; dan
berakhirnya Izin Lingkungan.

Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa wajib


memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin Lingkungan
mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Izin Lingkungan berakhir
bersamaan dengan berakhirnya izin Usaha dan/atau Kegiatan.
Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan permohonan
perubahan Izin Lingkungan, apabila Usaha dan/atau Kegiatan yang telah
memperoleh Izin Lingkungan direncanakan untuk dilakukan perubahan. Perubahan
Usaha dan/atau Kegiatan meliputi:
perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan;
perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;
perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup yang memenuhi
kriteria: perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi yang
berpengaruh terhadap lingkungan hidup; penambahan kapasitas
produksi; perubahan spesifikasi teknik yang memengaruhi lingkungan;
perubahan sarana Usaha dan/atau Kegiatan; perluasan lahan dan
bangunan Usaha dan/atau Kegiatan; perubahan waktu atau durasi
operasi Usaha dan/atau Kegiatan; Usaha dan/atau Kegiatan di dalam
kawasan yang belum tercakup di dalam Izin Lingkungan; terjadinya
perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam rangka
peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan/atau
terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat
peristiwa alam atau karena akibat lain, sebelum dan pada waktu Usaha
dan/atau Kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan; .terdapat perubahan
dampak dan/atau risiko terhadap lingkungan hidup berdasarkan hasil
kajian analisis risiko lingkungan hidup dan/atau audit lingkungan hidup
yang diwajibkan; dan/atau
TIDAK DILAKSANAKANNYA RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN DALAM JANGKA WAKTU 3 (TIGA) TAHUN
SEJAK DITERBITKANNYA IZIN LINGKUNGAN.

Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 71


F.

PENYUSUN AMDAL

F.1 Badan Hukum

Badan hukum yang memiliki kewenangan dalam penyusunan kajian


lingkungan diatur adalah sebagai berikut.
Perusahaan jasa konsultansi yang memiliki sertifikasi dalam sub bidang
penataan lingkungan. Izin ini diterbitkan oleh kementrian lingkungan
hidup.
Setiap penyedia jasa konsultan di bidang lingkungan hidup, bila telah
memilki 3 tenaga ahli yang memiliki sertifikat kompetensi sebagai
penyusun AMDAL, 1 orang sebagai ketua dan 2 orang sebagai
anggota.

Badan tersebut harus melakukan perpanjangan tentang ijin sertifikasi dari


kementrian lingkungan hidup setiap tahun, agar masih legal dan syah untuk
melakukan kajian lingkungan.

F.2 Tenaga Ahli


Tenaga ahli yang diperbolehkan untuk melakukan kajian lingkungan adalah
seluruh tenaga ahli yang dibutuhkan dalam kajian lingkungan. Tenaga ahli tersebut
harus memilki sertifikasi dalam bidang AMDAL dan lulus uji kompetensi sebagai
penyusun dokumen AMDAL. Sertifikasi amdal mengalami perkembangan. Pada saat
awal dikenal 3 kategori sebagai berikut.
Sertifikasi AMDAL A ( Dasar-dasar AMDAL), tenaga ahli dengan sertifikasi
AMDAL A boleh menjadi anggota penyusun AMDAL.
Sertifikasi AMDAL B ( Penyusun AMDAL), tenaga ahli dengan sertifikasi
AMDAL B, berhak untuk menjadi ketua tim dalam penyusunan
dokumen amdal.
Sertifikasi AMDAL C (Penilai AMDAL), tenaga ahli dengan sertifikasi
AMDAL C, berhak untuk menjadi penilai terhadap dokumen yang
disusun.
Pada perkembanganya saat ini hanya dikenal istilah SERTIFIKAT AMDAL, yang
merupakan gabungan antara AMDAL A, B dan C.
Uji kompetensi dilakukan oleh lembaga uji yang telah ditetapkan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup. Saat ini uji kompetensi ini dilakukan oleh
INTAKINDO.
Analisis Mengeani Dampak Lingkungan Hidup 72
PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL DAN UKL-UPL

Pada bab ini akan disajikan bagaimana menyusun dokumen Amdal dan
dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UKL-UPL). Pada bagian pertama ini akan dsajikan teknik penyusunan AMDAL
sedangkan pada bagian akhir akan disajikan teknis penyusunan dokumen UKL dan
UPL.

Dokumen AMDAL terdiri dari 4 buah dokumen yang merupakan satu kesatuan.
Keempat dokumen tersebut adalah :
KA-ANDAL (Kerangka Acuan – ANDAL)
ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan )
RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan)
RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan)

Dokumen KA-ANDAL disusun pada langkah pertama hingga memperoleh legalisasi


dari Komisi Amdal , sedangkan Dokumen ANDAL,RKL dan RPL disusun setelah
KA-ANDAL secara bersamaan, sekaligus mengajukan IZIN LINGKUNGAN.

Regulasi sebagai panutan dalam penyusunan Dokumen AMDAL mengalami


perubahan. Sebagai penjabaran UU No 32 Tahun 2009, PP NO 27 Tahun 2012 dan
KEPMENLH No 5 Tahun 2012 maka telah diterbitkan PermenLH no 16 tahun 2012
Tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Berbagai hal yang digunakan sebagai dasar untuk penyusunan Dokumen
AMDAL sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16
Tahun 2012. Penjabaran tentang berbagai ketentuan sebagai pedoman adalah
sebagaimana jabaran
Penyusunan Dokumen AMDAL 73
berikut. Jabaran ini ditambahkan dengan beberapa keterangan penjelas untuk lebih
dapat dipahami.

A.

KERANGKA ACUAN ANDAL (KA-ANDAL)

A.1 PENJELASAN UMUM

Tujuan dan fungsi KA Tujuan


penyusunan KA adalah:
merumuskan lingkup dan kedalaman studi Andal;
mengarahkan studi Andal agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai
dengan biaya, tenaga, dan waktu yang tersedia.

Fungsi dokumen KA adalah:


sebagai rujukan penting bagi pemrakarsa, penyusun dokumen Amdal,
instansi yang membidangi rencana usaha dan/atau kegiatan, dan
instansi lingkungan hidup, serta tim teknis Komisi Penilai Amdal
tentang lingkup dan kedalaman studi Andal yang akan dilakukan;
sebagai salah satu bahan rujukan bagi penilai dokumen Andal untuk
mengevaluasi hasil studi Andal.

A.2 MUATAN DOKUMEN KA

Pendahuluan
Pendahuluan pada dasarnya berisi informasi tentang latar belakang,
tujuan rencana usaha dan/atau kegiatan serta pelaksananaan studi
Amdal.

Latar belakang berisi uraian mengenai:


justifikasi dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatan, termasuk
penjelasan mengenai persetujuan prinsip yang menyatakan bahwa
jenis usaha kegiatan tersebut secara prinsip dapat dilakukan dari
pihak yang berwenang. Bukti formal atas persetujuan prinsip
tersebut wajib dilampirkan;
alasan mengapa rencana usaha dan/atau kegiatan ini wajib memiliki
Amdal dan pendekatan studi yang digunakan (tunggal, terpadu,
atau kawasan); dan
alasan mengapa rencana usaha dan/atau kegiatan ini dinilai oleh Komisi
Penilai Amdal (KPA) Pusat, Provinsi, atau Kabupaten/Kota.

Tujuan rencana kegiatan berisi:


uraian umum maupun rinci mengenai tujuan dilaksanakannya rencana
usaha dan/atau kegiatan; dan
justifikasi manfaat dari rencana kegiatan kepada masyarakat sekitar dan
peranannya terhadap pembangunan nasional dan daerah.

Penyusunan Dokumen AMDAL 74


Pelaksanaan Studi, yang berisi informasi tentang:
pemrakarsa dan penanggung jawab rencana usaha dan/atau kegiatan; dan
pelaksana studi amdal yang terdiri dari tim penyusun dokumen amdal,
tenaga ahli dan asisten penyusun dokumen amdal.

Pemrakarsa dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan;

Pada bagian ini dicantumkan nama dan alamat lengkap instansi/perusahaa


sebagai pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan, nama dan alamat lengkap
penanggung jawab rencana usaha dan/atau kegiatan.

Pelaksana studi Amdal;

Pada bagian ini perlu dicantumkan lebih dulu pernyataan apakah penyusunan
dokumen amdal dilakukan sendiri oleh pemrakarsa atau meminta bantuan
kepada pihak lain sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012. Apabila pemrakarsa meminta bantuan kepada pihak
lain, harus dicantumkan apakah penyusun amdal perorangan atau yang
tergabung dalam lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen amdal sesuai
dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012.

Apabila penyusun amdal adalah penyusun perorangan maka pada bagian ini
dicantumkan nama dan alamat lengkap Ketua Tim Penyusun yang memiliki
sertifikat kompetensi penyusun Amdal KTPA dan Anggota Tim Penyusun
(minimal dua orang memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal KTPA
dan/atau ATPA) beserta tenaga ahli dengan uraian keahliannya yang sesuai
dengan lingkup studi amdal (Pasal 11 ayat (1) PP No. 27 Tahun 2012).
Disamping memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal, penyusunan
perorangan tersebut wajib teregistrasi di KLH, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Tanda Bukti Sertifikat Kompetensi dan
registrasi dimaksud wajib dilampirkan.

Apabila pemrakarsa menggunakan jasa penyusun perorangan yang sudah


memiliki sertifikasi dan teregistrasi di KLH maka harus ada Keputusan
Pembentukan Tim Pelaksana Studi amdal dari pemrakarsa (Tanda Bukti
Registrasi Penyusun Perorangan dan Keputusan Pembentukan Tim Pelaksana
Studi amdal wajib dilampirkan)

Apabila penyusun amdal adalah penyusun yang tergabung dalam lembaga


penyedia jasa penyusunan dokumen amdal maka pada bagian ini dicantumkan
nama dan alamat lengkap lembaga/perusahaan disertai nomor tanda bukti
registrasi kompetensi (tanda bukti wajib dilampirkan), nama dan alamat lengkap
penanggungjawab penyusun amdal, nama Ketua Tim Penyusun yang memiliki
sertifikat kompetensi penyusun Amdal KTPA dan Anggota Tim Penyusun
(minimal dua orang memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal KTPA

Penyusunan Dokumen AMDAL 75


dan/atau ATPA) beserta tenaga ahli dengan uraian keahliannya yang sesuai
dengan lingkup studi amdal.

Penjelasan Pelaksana Studi AMDAL


Berdasarkan uraian tersebut, susunan pelaksana studi Amdal sebagai berikut:

Tim Penyusun Amdal, terdiri atas:


Ketua Tim, yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal Ketua Tim
Penyusun Amdal (KTPA);
Anggota Tim, minimal dua orang yang memiliki sertifikat kompetensi
penyusun Amdal Anggota Tim Penyusun Amdal (ATPA);

Tenaga Ahli,
yaitu orang yang memiliki keahlian tertentu yang diperlukan dalam
penyusunan dokumen amdal seperti tenaga ahli yang sesuai dengan
dampak penting yang akan dikaji atau tenaga ahli yang memiliki
keahlian terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan.

Asisten Penyusun amdal,


yaitu orang yang dapat menjadi asisten penyusun amdal adalah setiap
orang yang telah mengikuti dan lulus pelatihan penyusunan amdal di
LPK yang telah teregistrasi/terakreditasi di KLH.

Tim penyusunan amdal dan tenaga ahli bersifat wajib, sedangkan asisten penyusun
amdal bersifat pilihan.

Biodata dan surat pernyataan bahwa personil tersebut benar-benar melakukan


penyusunan dan ditandatangani di atas materai wajib dilampirkan.

A.3 PELINGKUPAN
Pelingkupan Muatan pelingkupan pada dasarnya berisi informasi tentang:

Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji.


Status studi amdal, apakah dilaksanakan secara terintegrasi, bersamaan atau
setelah studi kelayakan teknis dan ekonomis. Uraian ini diperlukan
sebagai dasar untuk menentukan kedalaman informasi yang diperlukan
dalam kajian amdal.
Kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang
sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan fokus kepada komponen-
komponen kegiatan yang berpotensi menyebabkan dampak lingkungan
berdasarkan tahapan kegiatan, termasuk alternatifnya (jika terdapat
alternatif-alternatif terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan) dan
pengelolaan lingkungan hidup yang sudah disiapkan/direncanakan sejak
Penyusunan Dokumen AMDAL 76
awal sebagai bagian dari rencana kegiatan (terintegrasi dalam desain
rencana usaha dan/atau kegiatan). Dalam hal diperlukan adanya informasi
yang lebih detail terhadap deskripsi rencana kegiatan, maka dapat
dilampirkan informasi lain yang dianggap perlu;

Uraian tersebut wajib dilengkapi dengan peta-peta yang relevan yang memenuhi
kaidah-kaidah kartografi dan/atau layout dengan skala yang memadai.

Informasi kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata
ruang seperti tersebut di atas dapat disajikan dalam bentuk peta tumpang susun
(overlay) antara peta batas tapak proyek rencana usaha dan/atau kegiatan dengan peta
RTRW yang berlaku dan sudah ditetapkan (peta rancangan RTRW tidak dapat
dipergunakan). Berdasarkan hasil analisis spasial tersebut, penyusun dokumen amdal
selanjutnya menguraikan secara singkat dan menyimpulkan kesesuaian tapak proyek
dengan tata ruang apakah seluruh tapak proyek sesuai dengan tata ruang, atau ada
sebagian yang tidak sesuai, atau seluruhnya tidak sesuai. Dalam hal masih ada
hambatan atau keragu-raguan terkait informasi kesesuaian dengan RTRW, maka
pemrakarsa dapat meminta bukti formal/fatwa dari instansi yang bertanggung jawab di
bidang penataan ruang seperti BKPTRN atau BKPRD.Bukti-bukti yang mendukung
kesesuaian dengan tata ruang wajib dilampirkan.

Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut tidak sesuai dengan rencana tata
ruang, maka dokumen KA tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012.

Di samping itu, penyusun dokumen amdal melakukan analisis spasial kesesuaian


lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan peta indikatif penundaan izin baru
(PIPIB) yang tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, atau peraturan revisinya
maupun terbitnya ketentuan baru yang mengatur mengenai hal ini.

Berdasarkan hasil analisis spasial tersebut, penyusun dokumen amdal dapat


menyimpulkan apakah lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut berada di
dalam atau di luar kawasan hutan alam primer dan lahan gambut yang tercantum
dalam PIPIB. Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut berada dalam PIPIB,
kecuali untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang dikecualikan seperti yang tercantum
dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, maka dokumen KA tersebut tidak dapat diproses
lebih lanjut. Kesesuaian terhadap lokasi rencana usaha dan atau kegiatan berdasarkan
peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) yang tercantum dalam Inpres Nomor 10
Tahun 2011, berlaku selama 2 (dua) tahun terhitung sejak Instruksi Presiden ini
dikeluarkan.

Kajian amdal merupakan studi kelayakan dari aspek lingkungan hidup sehingga ada
kemungkinan komponen rencana usaha dan/atau kegiatan memiliki beberapa
alternatif, antara lain alternatif lokasi, penggunaan alat-alat produksi, kapasitas,
spesifikasi teknik, sarana usaha dan/atau kegiatan, tata letak bangunan, waktu, durasi
operasi, dan/atau bentuk alternatif lainnya. Alternatif-alternatif yang dikaji dalam
Amdal dapat merupakan

Penyusunan Dokumen AMDAL 77


Alternatif-Alternatif Rencana Usaha/Kegiatan dan Teknologi
Merupakan alternatif yang telah direncanakan sejak semula atau yang dihasilkan
selama proses kajian Amdal berlangsung. Fungsi dan manfaat kajian alternatif dalam
Amdal adalah:

Memastikan bahwa pertimbangan lingkungan telah terintegrasi dalam proses


pemiilihan alternatif selain faktor eknomis dan teknis.
Memastikan bahwa pemrakarsa dan pengambil keputusan telah
mempertimbangkan dan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan
pencemaran (pollution prevention) dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dalam rangka pengelolaan lingkungan.
Memberi peluang kepada pemangku kepentingan yang tidak terlibat secara penuh
dalam proses pengambilan keputusan, untuk mengevaluasi berbagai aspek
rencana usaha dan/atau kegiatan dan bagaimana proses suatu keputusan yang
akhirnya disetujui.
Memberikan kerangka kerja untuk pengambilan keputusan yang transparan dan
berdasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan ilmiah.

Jika terdapat alternatif, maka dokumen Kerangka Acuan tersebut juga berisi
penjelasan kerangka kerja proses pemilihan alternatif tersebut. Penjelasan pada bagian
ini harus bisa memberikan gambaran secara sistematis dan logis terhadap proses
dihasilkannya alternatif-alternatif yang akan dikaji yang mencakup:
Penjelasan dasar pemikiran dalam penentuan faktor-faktor yang dipertimbangkan
dalam mengkaji alternatif.
Penjelasan prosedur yang akan digunakan untuk melakukan pemilihan terhadap
alternatif-alternatif yang tersedia, termasuk cara identifikasi, prakiraan dan
dasar pemikiran yang digunakan untuk memberikan pembobotan, skala atau
peringkat serta cara-cara untuk mengintepretasikan hasilnya.
Penjelasan alternatif-alternatif yang telah dipilih yang akan dikaji lebih lanjut
dalam Andal.
Pencantuman pustaka-pustaka yang akan atau sudah digunakan sebagai sumber
informasi dalam pemilihan alternatif.

Deskripsi rona lingkungan hidup awal (environmental setting).


Deskripsi umum rona lingkungan hidup awal berisi uraian mengenai
rona lingkungan hidup (environmental setting) secara umum di lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan yang mencakup:
Komponen lingkungan terkena dampak (komponen/features lingkungan
yang ada disekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan serta kondisi
lingkungannya), yang pada dasarnya paling sedikit memuat: a)
komponen geo-fisik-kimia, seperti sumber daya geologi, tanah, air
permukaan, air bawah tanah, udara, kebisingan, dan lain sebagainya;
komponen biologi, seperti vegetasi/flora, fauna, tipe ekosistem, keberadaan
Penyusunan Dokumen AMDAL 78
spesies langka dan/atau endemik serta habitatnya, dan lain sebagainya;
komponen sosio-ekonomi-budaya, seperti tingkat pendapatan, demografi, mata
pencaharian, budaya setempat, situs arkeologi, situs budaya dan lain
sebagainya;
komponen kesehatan masyarakat, seperti perubahan tingkat kesehatan masyarakat.

Usaha dan/atau kegiatan yang ada di sekitar lokasi

Menjabarkan rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan beserta dampak


yang ditimbulkannya terhadap lingkungan hidup. Tujuan penjelasan ini adalah
memberikan gambaran utuh tentang kegiatan-kegiatan lain (yang sudah ada di sekitar
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan) yang memanfaatan sumberdaya alam dan
mempengaruhi lingkungan setempat.

Deskripsi rona lingkungan hidup harus menguraikan data dan informasi yang
terkait atau relevan dengan dampak yang mungkin terjadi. Deskripsi ini didasarkan
data dan informasi primer dan/atau sekunder yang bersifat aktual dan mengunakan
sumber data-informasi yang valid untuk data sekunder yang resmi dan/atau kredibel
untuk menjamin validitas data-informasi serta didukung oleh hasil observasi lapangan.
Data dan informasi rinci terkait dengan rona lingkungan hidup dimaksud dapat
disampaikan dalam lampiran.

Dalam hal terdapat beberapa alternatif lokasi, maka uraian rona lingkungan
hidup harus dilakukan untuk masing-masing alternatif lokasi.Deskrisi rona lingkungan
hidup awal dapat disajikan dalam bentuk data dan informasi spasial.

Hasil Pelibatan Masyarakat

Pelibatan masyarakat merupakan bagian proses pelingkupan. Pelibatan masyarakat


dilakukan melalui pengumuman dan konsultasi publik. Prosedur pelibatan
masyarakat dalam proses Amdal harus mengacu pada peraturan perundang-
undangan.

Dalam bagian ini, penyusun dokumen Amdal menguraikan informasi hasil


proses pelibatan masyarakat yang diperlukan dalam proses pelingkupan. Perlu diingat
bahwa saran, pendapat dan tanggapan yang diterima dari masyarakat harus diolah
sebelum digunakan sebagai input proses pelingkupan. Ini disebabkan karena saran,
pendapat dan tanggapan tersebut mungkin jumlahnya banyak dan beragam jenisnya
serta belum tentu relevan untuk dikaji dalam Andal. Bukti pengumuman dan hasil
pelaksanaan konsultasi publik dapat dilampirkan.

Secara rinci, informasi yang harus dijelaskan antara lain hal kunci (keypoints)
yang harus jadi perhatian bagi pengambil keputusan, yaitu informasi apa yang
dibutuhkan oleh pengambil keputusan terkait dengan hasil pelibatan masyarakat ini,
antara lain sebagai contoh adalah:
1) Informasi deskriptif tentang keadaan lingkungan sekitar (”ada hutan bakau” atau

Penyusunan Dokumen AMDAL 79


”banyak pabrik membuang limbah ke sungai X”).
Nilai-nilai lokal terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan.
Kebiasaan adat setempat terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan.
Aspirasi masyarakat terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan, antara lain kekhawatiran tentang perubahan lingkungan yang
mungkin terjadi (”jangan sampai kita kekurangan air” atau ”tidak senang
adanya tenaga kerja dari luar”); dan harapan tentang perbaikan lingkungan
atau kesejahteraan akibat adanya rencana kegiatan (”minta disediakan air
bersih” atau ”minta pemuda setempat diperkerjakan”).

Dampak Penting Hipotetik.

Dampak Penting Hipotetik, pada bagian ini penyusun dokumen amdal


menguraikan dampak penting hipotetik terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diusulkan. Proses untuk menghasilkan dampak penting hipotetik dilakukan
dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku secara nasional dan/atau
internasional di berbagai literatur yang sesuai dengan kaidah ilmiah metode penentuan
dampak penting hipotetik dalam Amdal.

Proses untuk menghasilkan dampak penting hipotetik tersebut pada dasarnya


diawali melalui proses identifikasi dampak potensial. Esensi dari proses identifikasi
dampak potensial ini adalah menduga semua dampak yang berpotensi terjadi jika
rencana usaha dan/atau kegiatan dilakukan pada lokasi tersebut. Langkah ini
menghasilkan daftar ‘dampak potensial’. Pada tahap ini kegiatan pelingkupan
dimaksudkan untuk mengidentifikasi segenap dampak lingkungan hidup (primer,
sekunder, dan seterusnya) yang secara potensial akan timbul sebagai akibat adanya
rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada tahapan ini hanya diinventarisasi dampak
potensial yang mungkin akan timbul tanpa memperhatikan besar/kecilnya dampak,
atau penting tidaknya dampak. Dengan demikian pada tahap ini belum ada upaya
untuk menilai apakah dampak potensial tersebut merupakan dampak penting atau
tidak.

Proses identifikasi dampak potensial dilakukan dengan menggunakan metode-


metode ilmiah yang berlaku secara nasional dan/atau internasional di berbagai literatur.
Keluaran yang diharapkan disajikan dalam bagian ini adalah berupa daftar dampak-
dampak potensial yang mungkin timbul atas adanya rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diusulkan.

Selanjutnya dilakukan evaluasi dampak Potensial. Evaluasi Dampak Potensial


esensinya adalah memisahkan dampak-dampak yang perlu kajian mendalam untuk
membuktikan dugaan (hipotesa) dampak (dari dampak yang tidak lagi perlu dikaji).
Dalam proses ini, harus dijelaskan dasar penentuan bagaimana suatu dampak potensial
dapat disimpulkan menjadi dampak penting hipotetik (DPH) atau tidak.
Salah satu kriteria penapisan untuk menentukan apakah suatu dampak potensial

Penyusunan Dokumen AMDAL 80


dapat menjadi DPH atau tidak adalah dengan menguji apakah pihak pemrakarsa telah
berencana untuk mengelola dampak tersebut dengan cara-cara yang mengacu pada
Standar Operasional Prosedur (SOP) tertentu, pengelolaan yang menjadi bagian dari
rencana kegiatan, panduan teknis tertentu yang diterbitkan pemerintah dan/atau standar
internasional, dan lain sebagainya.

Langkah ini pada akhirnya menghasilkan daftar kesimpulan ‘dampak penting


hipotetik (DPH)’.Dalam bagian ini, penyusun dokumen Amdal diharapkan
menyampaikan keluaran berupa uraian proses evaluasi dampak potensial menjadi
DPH. Setelah itu seluruh DPH yang telah dirumuskan ditabulasikan dalam bentuk
daftar kesimpulan DPH akibat rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji dalam
ANDAL sesuai hasil pelingkupan. Dampak-dampak potensial yang tidak dikaji lebih
lanjut, juga harus dijelaskan alasan-alasannya dengan dasar argumentasi yang kuat
kenapa dampak potensial tersebut tidak dikaji lebih lanjut.

Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian

Batas wilayah studi ini merupakan batas terluar dari hasil tumpang susun
(overlay) dari batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif setelah
mempertimbangkan kendala teknis yang dihadapi. Batasan ruang lingkup wilayah
studi penentuannya disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya
memiliki keterbatasan sumber data, seperti waktu, dana, tenaga, teknis, dan metode
telaahan. Setiap penentuan masing-masing batas wilayah (proyek, ekologis, sosial
dan administratif) harus dilengkapi dengan justifikasi ilmiah yang kuat. Bagian ini
harus dilengkapi dengan peta batas wilayah studi yang dapat menggambarkan batas
wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif. Peta yang disertakan harus
memenuhi kaidah-kaidah kartografi.

Batas wilayah studi dibentuk dari empat unsur yang berhubungan dengan dampak
lingkungan suatu rencana kegiatan, yaitu:
Batas proyek, yaitu ruang dimana seluruh komponen rencana kegiatan akan
dilakukan, termasuk komponen kegiatan tahap pra-konstruksi, konstruksi,
operasi dan pasca operasi. Dari ruang rencana usaha dan/atau kegiatan inilah
bersumber dampak terhadap lingkungan hidup disekitarnya. Batas proyek
secara mudah dapat diplotkan pada peta, karena lokasi-lokasinya dapat
diperoleh langsung dari peta-peta pemrakarsa. Selain tapak proyek utama,
batas proyek harus juga meliputi fasilitas pendukung seperti perumahan,
dermaga, tempat penyimpanan bahan, bengkel, dan sebagainya.
Batas ekologis, yaitu ruang terjadinya sebaran dampak-dampak lingkungan dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji, mengikuti media
lingkungan masing-masing (seperti air dan udara), dimana proses alami yang
berlangsung dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar. Batas ekologis akan mengarahkan penentuan lokasi pengumpulan
data rona lingkungan awal dan analisis persebaran dampak. Penentuan batas
ekologis harus mempertimbangkan setiap komponen lingkungan biogeofisik-

Penyusunan Dokumen AMDAL 81


kimia yang terkena dampak (dari daftar dampak penting hipotetik). Untuk
masing-masing dampak, batas persebarannya dapat diplotkan pada peta
sehingga batas ekologis memiliki beberapa garis batas, sesuai dengan jumlah
dampak penting hipotetik.
Batas sosial, yaitu ruang disekitar rencana usaha dan/atau kegiatan yang
merupakan tempat berlangsungsunya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan
struktur sosial), sesuai dengan proses dan dinamika sosial suatu kelompok
masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Batas ini pada dasarnya merupakan
ruang di mana masyarakat, yang terkena dampak lingkungan seperti limbah,
emisi atau kerusakan lingkungan, tinggal atau melakukan kegiatan. Batas
sosial akan mempengaruhi identifikasi kelompok masyarakat yang terkena
dampak sosial-ekonomi-kesehatan masyarakat dan penentuan masyarakat
yang perlu dikonsultasikan (pada tahap lanjutan keterlibatan masyarakat).
Batas administratif, yaitu wilayah administratif terkecil yang relevan (seperti desa,
kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi) yang wilayahnya tercakup tiga
unsur batas diatas.

Dengan menumpangsusunkan (overlay) batas administratif wilayah


pemerintahan dengan tiga peta batas seperti tersebut di atas, maka akan
terlihat desa/keluruhan, kecamatan, kabupaten dan/atau provinsi mana saja
yang masuk dalam batas proyek, batas ekologis dan batas sosial. Batas
administratif sebenarnya diperlukan untuk mengarahkan pemrakarsa dan/atau
penyusun Amdal untuk dapat berkoordinasi ke lembaga pemerintah daerah
yang relevan, baik untuk koordinasi administratif (misalnya penilaian Amdal
dan pelaksanaan konsultasi masyarakat), pengumpulan data tentang kondisi
rona lingkungan awal, kegiatan di sekitar lokasi kegiatan, dan sebagainya.

Masing-masing batas diplotkan pada peta yang kemudian ditumpangsusunkan


satu-sama lain (overlay) sehingga dapat ditarik garis luar gabungan keempat
batas tersebut. Garis luar gabungan itu yang disebut sebagai ’batas wilayah
studi’. Dalam proses ini, harus dijelaskan dasar penentuan batas wilayah studi.

Dalam proses pelingkupan, harus teridentifikasi secara jelas pula batas waktu
kajian yang akan digunakan dalam melakukan prakiraan dan evaluasi dampak
dalam kajian Andal. Setiap dampak penting hipotetik yang dikaji memiliki
batas waktu kajian tersendiri. Penentuan batas waktu kajian ini selanjutnya
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona
lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan adanya
rencana usaha dan/atau kegiatan.
Penyusunan Dokumen AMDAL 82
A.4 PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENYUSUNAN KA-ANDAL

Pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam penyusunan KA-ANDAL


adalah pemrakarsa, instansi yang bertanggung jawab, dan penyusun studi ANDAL.
Namun dalam pelaksanaan penyusunan KA-ANDAL (proses pelingkupan) harus
senantiasa melibatkan para pakar serta masyarakat yang berkepentingan. KA-ANDAL
ini merupakan dokumen penting untuk memberikan rujukan tentang kedalaman studi
ANDAL yang akan dicapai.

A.5 PEMAKAI HASIL ANDAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN


PENYUSUNAN KA-ANDAL

Menurut Peratutan Pemerintah nomor 27 Tahun 2012, Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan Hidup merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha
dan/atau kegiatan.

Hasil studi kelayakan ini tidak hanya berguna untuk para perencana, tetapi yang
terpenting adalah juga bagi pengambilan keputusan. Karena itu, dalam penyusun KA-
ANDAL untuk suatu ANDAL perlu dipahami bahwa hasilnya nanti akan merupakan
bagian dari studi kelayakan yang akan digunakan oleh pengambil keputusan dan
perencanaan. Sungguhpun demikian, berlainan dengan bagian studi kelayakan yang
menggarap faktor penunjang dan penghambat terlaksananya suatu usaha dan/atau
kegiatan ditinjau dari segi ekonomi dan teknologi, ANDAL lebih menunjukkan
pendugaan dampak yang bisa ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan tersebut
terhadap lingkungan hidup. Karena itu, penyusun KA-ANDAL perlu mengikuti
diagram alir penyusunan ANDAL di bawah ini sehingga akhirnya dapat memberikan
masukan yang diperlukan oleh perencana dan pengambil keputusan:
Penyusunan Dokumen AMDAL 83
A.6 SISTEMATIKA KERANGKA ACUAN (KA-ANDAL)

Sistematika Ka-Andal memuat substansi yang harus dipenuhi dalam kajian


AMDAL. Salah satu model sistematika dalam KA-ANDAL diambilkan dari salah satu
kajian Amdal yang telah dilakukan adalah sebagaimana berikut.

BAB I. LATAR BELAKANG


1.1. Latar Belakan
1.2. Tujuan , Maksud dan Sasaran Penyusunan AMDAL
1.2.1. Maksud Penyusunan AMDAL
1.2.2. Tujuan Penyusunan AMDAL
1.3. Sasaran Penyusunan AMDAL
1.4. Pelaksanaan Studi AMDAL
1.3.1. Identitas pemrakarsa kegiatan
1.3.2. Pelaksana studi AMDAL

BAB II. PELINGKUPAN


2.1. Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
2.1.1. Status studi AMDAL
2.1.2. Kesesuaian rencana lokasi
2.1.3. Deskripsi rencana kegiatan
2.2. Rona Lingkungan Hidup Awal
2.2.1. Komponen geo-fisik-kimia
2.2.2. Komponen biologi
2.2.3. Komponen sosial-ekonomi-budaya
2.2.4. Komponen kesehatan masyarakat
2.2.5. Usaha dan/atau kegiatan yang ada di sekitar lokasi
2.3. Hasil Pelibatan Masyarakat
2.4. Penentuan Dampak Penting Hipotetik
2.4.1. Komponen kegiatan yang menimbulkan dampak
2.4.2. Identifikasi dampak potensial
2.4.3. Evaluasi dampak potensial
2.4.4. Prioritas dampak penting hipotetik
2.4.5. Evaluasi Dampak Potensial Hipotetik
2.5. Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
2.5.1. Batas wilayah studi
2.5.2. Batas waktu kajian AMDAL

BAB III. METODE STUDI


3.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data
3.1.1. Komponen lingkungan geo fisik - kimia
3.1.2. Komponen lingkungan biologi
3.1.3. Komponen lingkungan sosial, ekonomi dan budaya
3.1.4. Komponen Kesehatan Masyarakat
3.2. Metode Prakiraan Dampak Penting
3.2.1. Metode prakiraan dampak Geo fisik - Kimia
3.2.2. Metode Prakiraan Besaran Dampak Kualitas Udara dan Kebisingan
3.2.3. Metode prakiraan dampak kualitas air
3.2.4. Metode perkiraan dampak biologi
3.2.5. Metode prakiraan dampak sosekbud

Penyusunan Dokumen AMDAL 84


3.2.6. Metode
prakiraan dampak kesehatan masyarakat
3.3. Metode Evaluasi Dampak Penting
3.3.1. Penilaian Kualitas Lingkungan
3.3.2. Penentuan Dampak Penting

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Penyusunan Dokumen AMDAL 85


B.

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

B.1 PENJELASAN UMUM

Pengertian

Pengertian tentang AMDAL dan ANDAL

Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sesuai


dengan PP no 27 Tahun 2012 , yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian
mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Pengertian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) adalah telaahan secara
cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana Usaha dan/atau
Kegiatan

Pengertian Dampak Besar dan Penting

Yang dimaksud dampak besar dan penting selanjutnya disebut dampak penting
adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan
oleh suatu usaha dan atau kegiatan.

Fungsi pedoman penyusunan dokumen ANDAL

Pedoman penyusunan ANDAL digunakan sebagai dasar penyusunan ANDAL,


baik AMDAL kegiatan tunggal, AMDAL kegiatan terpadu/multisektor maupun
AMDAL kegiatan dalam kawasan.

Tujuan dan fungsi Andal


Andal disusun dengan tujuan untuk menyampaikan telaahan secara cermat dan
mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Hasil kajian dalam Andal berfungsi untuk memberikan pertimbangan guna
pengambilan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan dari rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diusulkan.

B.2 MUATAN DOKUMEN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP


(ANDAL)

Pendahuluan
Pendahuluan ini memuat ringkasan deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan,
dampak penting hipotetik, batas wilayah studi dan batas waktu kajian berdasarkan
hasil pelingkupan dalam Kerangka Acuan (termasuk bila ada alternatif-alternatif).
Masing-masing butir yang diuraikan pada bagian ini disusun dengan mengacu pada
hasil
Penyusunan Dokumen AMDAL 86
pelingkupan dalam dokumen Kerangka Acuan. Surat Persetujuan Kesepakatan
Kerangka Acuan atau Pernyataan Kelengkapan Administrasi Dokumen Kerangka
Acuan (dalam hal jangka waktu penilaian Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
telah terlampaui dan Komisi Penilai Amdal belum menerbitkan keputusan persetujuan
Kerangka Acuan) wajib dilampirkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka pendahuluan pada dasarnya
berisiinformasi mengenai:
ringkasan deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan;
ringkasan dampak penting hipotetik yang ditelaah/dikaji;
batas wilayah studi dan Batas waktu kajian.

Ringkasan deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan; Pada bagian ini,


penyusun dokumen Amdal menguraikan secara singkat mengenai deskripsi rencana
usaha dan/atau kegiatan dengan fokus pada komponen-komponen kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, berikut alternatif-alternatif dari rencana
usaha dan/atau kegiatan tersebut jika ada. Uraian ini disampaikan dengan mengacu
pada proses pelingkupan yang tercantum dalam dokumen KA.

Ringkasan Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah; Pada bagian ini, penyusun
dokumen Amdal menguraikan secara singkat mengenai dampak penting hipotetik
(DPH) yang akan dikaji dalam dokumen Andal mengacu pada hasil pelingkupan dalam
dokumen KA. Uraian singkat tersebut agar dilengkapi dengan bagan alir proses
pelingkupan.

Batas wilayah studi dan batas waktu kajian; Pada bagian ini, penyusun
dokumen Amdal menguraikan secara singkat batas wilayah studi dan
menampilkannya dalam bentuk peta atau data informasi spasial batas wilayah studi
yang dapat menggambarkan batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif
dengan mengacu pada hasil pelingkupan dalam dokumen KA. Peta yang disertakan
harus memenuhi kaidah-kaidah kartografi.

Penyusun dokumen Amdal juga menjelaskan batas waktu kajian yang akan
digunakan dalam melakukan prakiraan dan evaluasi secara holistik terhadap setiap
dampak penting hipotetik yang akan dikaji dalam Andal dengan mengacu pada batas
waktu kajiaan hasil pelingkupan. Penentuan batas waktu kajian ini selanjutnya
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan perubahan rona lingkungan
tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan dibandingkan dengan perubahan rona
lingkungan dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.

Deskripsi Rinci Rona Lingkungan Hidup Awal


Deskripsi rinci rona lingkungan hidup awal berisi uraian mengenai rona
lingkungan hidup (environmental setting) secara rinci dan mendalamdi lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan, yang mencakup:
Komponen lingkungan terkena dampak penting rencana usaha dan/atau kegiatan

Penyusunan Dokumen AMDAL 87


(komponen/features lingkungan yang ada disekitar lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan serta kondisi lingkungannya), yang pada dasarnya
paling sedikit memuat:
komponen geo-fisik-kimia, seperti sumber daya geologi, tanah,
air permukaan, air bawah tanah, udara, kebisingan, dan lain sebagainya.
komponen biologi, seperti vegetasi/flora, fauna, tipe ekosistem, keberadaan
spesies langka dan/atau endemik serta habitatnya, dan lain sebagainya.
komponen sosio-ekonomi-budaya, seperti tingkat pendapatan, demografi,
mata pencaharian, budaya setempat, situs arkeologi, situs budaya dan
lain sebagainya.
komponen kesehatan masyarakat, seperti perubahan tingkat kesehatan
masyarakat.
Usaha dan/atau kegiatan yang ada di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diusulkan beserta dampak yang ditimbulkannya terhadap
lingkungan hidup. Tujuan penjelasan ini adalah memberikan gambaran
utuh tentang kegiatan-kegiatan lain (yang sudah ada di sekitar lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan) yang memanfaatkan sumber daya alam
dan mempengaruhi lingkungan setempat.

Data dan informasi rinci terkait dengan rona lingkungan hidup dimaksud
dapat disampaikan dalam lampiran.

Dalam hal terdapat beberapa alternatif lokasi, maka uraian rona lingkungan
hidup awal tersebut dilakukan untuk masing-masing alternatif lokasi tersebut. Uraian
rona lingkungan hidup awal pada dasarnya memuat data dan informasi dalam wilayah
studi yang relevan dengan dampak penting yang akan dikaji dan proses pengambilan
keputusan atas rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan. Uraian rona
lingkungan hidup sedapat mungkin agar menggunakan data runtun waktu (time
series). Selain itu komponen lingkungan hidup yang memiliki arti ekologis dan
ekonomis perlu mendapat perhatian. Uraian rona lingkungan hidup awal tersebut juga
dapat dilengkapi dengan peta yang sesuai dengan kaidah kartografi dan/atau label
dengan skala memadai dan bila perlu harus dilengkapi dengan diagram, gambar, grafik
atau foto sesuai dengan kebutuhan;

Pada bagian ini juga, penyusun dokumen Amdal menguraikan kondisi


kualitatif dan kuantitatif berbagai sumberdaya alam yang ada di wilayah studi rencana
usaha dan/atau kegiatan, baik yang sudah atau yang akan dimanfaatkan maupun yang
masih dalam bentuk potensi. Penyajian kondisi sumber daya alam ini perlu
dikemukakan dalam peta dan/atau label dengan skala memadai dan bila perlu harus
dilengkapi dengan diagram, gambar, grafik atau foto sesuai dengan kebutuhan;

Prakiraan Dampak Penting


Analisis prakiraan dampak penting pada dasarnya menghasilkan
informasi mengenai besaran dan sifat penting dampak untuk setiap dampak
penting hipotetik

Penyusunan Dokumen AMDAL 88


(DPH) yang dikaji. Karena itu dalam bagian ini, penyusun dokumen Amdal
menguraikan hasil prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting
dampak untuk setiap dampak penting hipotetik (DPH) yang dikaji. Perhitungan dan
analisis prakiraan dampak penting hipotetik tersebut menggunakan metode prakiraan
dampak yang tercantum dalam kerangka acuan.Metode prakiraan dampak penting
menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku secara nasional dan/atau
internasional di berbagai literatur yang sesuai dengan kaidah ilmiah metode prakiraan
dampak penting dalam Amdal.

Dalam menguraikan prakiraan dampak penting tersebut, penyusun dokumen


Amdal hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Penggunaan data runtun waktu (time series) yang menunjukkan perubahan
kualitas lingkungan dari waktu ke waktu.
Prakiraan dampak dilakukan secara cermat mengenai besaran dampak penting
dari aspek biogeofisik-kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan
kesehatan masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan
pascaoperasi usaha dan/atau kegiatansesuai dengan jenis rencana usaha
dan/atau kegiatannya. Tidak semua jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
memiliki seluruh tahapan tersebut.
Telaahan dilakukan dengan cara menganalisis perbedaan antara kondisi
kualitas lingkungan hidup yang diprakirakan dengan adanya usaha
dan/atau kegiatan, dan kondisi kualitas lingkungan hidup yang
diprakirakan tanpa adanya usaha dan/atau kegiatan dalam batas waktu
yang telah ditetapkan, dengan menggunakan metode prakiraan dampak.
Dalam melakukan telaahan tersebut perlu diperhatikan dampak yang bersifat
langsung dan/atau tidak langsung. Dampak langsung adalah dampak yang
ditimbulkan secara langsung oleh adanya usaha dan/atau
kegiatan,sedangkan dampak tidak langsung adalah dampak yang timbul
sebagai akibat berubahnya suatu komponen lingkungan hidup dan/atau
usaha atau kegiatan primer oleh adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dalam kaitan ini maka perlu diperhatikan mekanisme aliran dampak pada
berbagai komponen lingkungan hidup, antara lain sebagai berikut:
kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada
komponen sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat;
kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada
komponen geofisik-kimia-biologi;
kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada
komponen sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat,
kemudian menimbulkan rangkaian dampak lanjutan berturut-turut
terhadap komponen geofisik-kimia dan biologi;
kegiatan menimbulkan dampak penting yang bersifat langsung pada
komponen geofisik-kimia-biologi, kemudian menimbulkan rangkaian
dampak lanjutan berturut-turut terhadap komponen biologi, sosial,
ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat;
dampak penting berlangsung saling berantai di antara komponen sosial,

Penyusunan Dokumen AMDAL 89


ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat dan geofisik-kimia dan
biologi itu sendiri;
dampak penting pada huruf a sampai dengan huruf e yang telah diutarakan
selanjutnya menimbulkan dampak balik pada rencana usaha dan/atau
kegiatan.
Dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan masih berada pada tahap
pemilihan alternatif komponen rencana usaha dan/atau kegiatan
(misalnya: alternatif lokasi, penggunaan alat-alat produksi, kapasitas,
spesifikasi teknik, sarana usaha dan/atau kegiatan, tata letak bangunan,
waktu dan durasi operasi, dan/atau bentuk alternatif lainnya), maka
telaahan sebagaimana tersebut dilakukan untuk masing-masing alternatif.

Proses analisis prakiraan dampak penting dilakukan dengan menggunakan


metode-metode ilmiah yang berlaku secara nasional dan/atau internasional
di berbagai literatur. Dalam melakukan analisis prakiraan besaran dampak
penting tersebut sebaiknya digunakan metode-metode formal secara
matematis, terutama untuk dampak-dampak penting hipotetik yang dapat
dikuantifikasikan. Penggunaan metode non formal hanya dilakukan
bilamana dalam melakukan analisis tersebut tidak tersedia formula-
formula matematis atau hanya dapat didekati dengan metode non formal.

Ringkasan dasar-dasar teori, asumsi-asumsi yang digunakan, tata cara, rincian


proses dan hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan dalam prakiraan dampak,
dapat dilampirkan sebagai bukti.

Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan

Dalam bagian ini, pada dasarnya penyusun dokumen Amdal menguraikan hasil
evaluasi atau telaahan keterkaitan dan interaksiseluruh dampak penting hipotetik
(DPH) dalam rangka penentuan karakteristik dampak rencana usaha dan/atau kegiatan
secara total terhadap lingkungan hidup. Dalam melakukan evaluasi secara holistik
terhadap DPH tersebut, penyusun dokumen Amdal menggunakan metode evaluasi
dampak yang tercantum dalam kerangka acuan. Metode evaluasi dampak tersebut
menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku secara nasional dan/atau
internasional di berbagai literatur yang sesuai dengan kaidah ilmiah metode evaluasi
dampak penting dalam Amdal. Dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan masih
berada pada pemilihan alternatif, maka evaluasi atau telaahan tersebut dilakukan untuk
masing-masing alternatif.

Dalam hal kajian Andal memberikan beberapa alternatif komponen rencana


usaha dan/atau kegiatan (misal: alternatif lokasi, penggunaan alat-alat produksi,
kapasitas, spesifikasi teknik, sarana usaha dan/atau kegiatan, tata letak bangunan,
waktu dan durasi operasi), maka dalam bagian ini, penyusun dokumen Amdal sudah
dapat menguraikan dan memberikan rekomendasi pilihan alternatif terbaik serta dasar
pertimbangan pemilihan alternatif terbaik tersebut. Dalam melakukan pemilihan
alternatif tersebut, penyusun dokumen amdal dapat menggunakan metode-metode
ilmiah yang berlaku

Penyusunan Dokumen AMDAL 90


secara nasional dan/atau internasional di berbagai literatur.

Berdasarkan hasil telaahan keterkaitan dan interaksi dampak penting


hipotetik (DPH) tersebut dapat diperoleh informasi antara lain sebagai berikut:
Bentuk hubungan keterkaitan dan interaksi DPHbeserta karakteristiknya
antara lain seperti frekuensi terjadi dampak, durasi dan intensitas
dampak, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk menentukan sifat
penting dan besaran dari dampak-dampak yang telah berinteraksi pada
ruang dan waktu yang sama.
Komponen-komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang paling banyak
menimbulkan dampak lingkungan.
Area-area yang perlu mendapat perhatian penting (area of concerns) beserta
luasannya (lokal, regional, nasional, atau bahkan international lintas batas
negara), antara lain sebagai contoh seperti:
area yang mendapat paparan dari beberapa dampak sekaligusdan
banyak dihuni oleh berbagai kelompok masyarakat;
area yang rentan/rawan bencana yang paling banyak terkena berbagai
dampak lingkungan; dan/atau
kombinasi dari area sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b atau
lainnya.

Berdasarkan informasi hasil telaahan seperti di atas, penyusun dokumen Amdal


selanjutnya melakukan telahaan atas berbagai opsi pengelolaan dampak lingkungan
yang mungkin dilakukan, ditinjau dari ketersediaan opsi pengelolaan terbaik (best
available technology), kemampuan pemrakarsa untuk melakukan opsi pengelolaan
terbaik (best achievable technology) dan relevansi opsi pengelolaan yang tersedia
dengan kondisi lokal. Dari hasil telaahan ini, penyusun dokumen Amdal dapat
merumuskan arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang menjadi
dasar bagi penyusunan RKL-RPL yang lebih detail/rinci dan operasional.

Arahan pengelolaan dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan yang


menimbulkan dampak, baik komponen kegiatan yang paling banyak memberikan
dampak turunan (dampak yang bersifat strategis) maupun komponen kegiatan yang
tidak banyak memberikan dampak turunan. Arahan pemantauan dilakukan terhadap
komponen lingkungan yang relevan untuk digunakan sebagai indikator untuk
mengevaluasi penaatan (compliance), kecenderungan (trendline) dan tingkat kritis
(critical level) dari suatu pengelolaan lingkungan hidup.

Berdasarkan informasi tersebut di atas (hasil telahaan keterkaitan dan interaksi


dampak lingkungan/dampak penting hipotetik, alternatif terbaik, arahan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan), pemrakarsa/penyusun Amdal dapat menyimpulkan atau
memberikan pernyataan kelayakan lingkungan hidup atas rencana usaha dan/atau
kegiatan yang dikaji, dengan mempertimbangkan kriteria kelayakan antara lain sebagai
berikut:
Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyusunan Dokumen AMDAL 91
Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta
sumber daya alam yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kepentingan pertahanan keamanan.
Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari
aspek biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan
kesehatan masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi,
dan pasca operasi Usaha dan/atau Kegiatan.
.a Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak penting sebagai
sebuah kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga
diketahui perimbangan dampak penting yang bersifat positif dengan
yang bersifat negative.
.b Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung
jawab dalam menanggulanggi dampak penting negatif yang akan
ditimbulkan dari Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan dengan
pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan.
.c Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai sosial
atau pandangan masyarakat (emic view).
.d Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi
dan/atau mengganggu entitas ekologis yangmerupakan.
← entitas dan/atau spesies kunci (key species);
←memiliki nilai penting secara ekologis (ecological importance);
←memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importance); dan/atau
←memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance).
.e Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah berada di sekitar rencana
lokasi usaha dan/atau kegiatan.
.f Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan, dalam hal
terdapat perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan
dimaksud.

Ringkasan dasar-dasar teori,

Ringkasan teori dan asumsi-asumsi yang digunakan, tata cara, rincian proses
dan hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan dalam evaluasi secara holistik
terhadap dampak lingkungan, dapat dilampirkan sebagai bukti.

Kesimpulan kelayakan lingkungan hidup

Kesimpulan diuraikan yang diuraikan oleh penyusun dokumen amdal ini yang
akan ditelaah atau dinilai oleh Komisi Penilai Amdal. Hasil telahaan ini selanjutnya
menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya untuk memutuskan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup rencana usaha dan/atau kegiatan, sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
dan/atau revisinya.

Penyusunan Dokumen AMDAL 92


Uraian proses analisis dampak sebagaimana dijelaskan di atas, dapat pula
itambahkan dengan tabel ringkasan analisis dampak seperti contoh berikut:

CONTOH TABEL RINGKASAN ANALISIS DAMPAK

Hasil Prakiraan Dampak (Catatan:


Terdapat dua opsi melakukan
prakiraan: 1. Ada opsi dimana
prakiraan hanya membandingkan
perubahan kondisi rona dengan
Dampak Rona adanya kegiatan dan tanpa adanya
Lingkungan kegiatan.Pada opsi ini, perubahan
No potensial rona secara alamiah tidak Hasil Evaluasi Dampak
diperhitungkan 2. Opsi lain adalah
hipotetik Hidup Awal
membandingkan kondisi tanpa
(DPH)
kegiatan dengan adanya kegiatan,
namun juga memperhitungkan
perubahan rona secara alamiah,
sehingga untuk opsi ini wajib ada
pula analisis/perhitungan
perubahan rona secara alamiah)
Tahap konstruksi kegiatan, kem
Peningkatan C = 0,2 akan ada dua ungk
1. air (Hutan b inan
tropis) I = u adan
larian 200 ki ya
permukaan mm/tahun A t tiga
dari = y ceku
10.000 ha a ngan
kegiatan (hutan n beka
tropis) Maka Q g s
pembukaan air m “bor
larian awal = e row
lahan 0,4 nj pit”
m3/tahun a
di
d
at
ar
a
n
Rona awal d
2. Gangguan lokasi a
estetika kegiatan n
akibat adalah te
perubahan perbukitan, rd
bentang a
alam namun dengan p
adanya at
DPH 1 dan DPH 2 bertemu
Besarnya dampak: Dengan DPH 1 dan DPH 2 pada ruang waktu yang
perubahan rona menjadi kebun sawit bertemu pada ruang sama, karena kegiatan yang
maka diperkirakan Q’ menjadi 0,45 waktu yang sama,karena menyebabkan DPH1 dan
m3/tahun Sehingga terjadi kegiatan yang DPH 2 dilakukan secara
menyebabkan DPH1 dan bersamaan, sehingga ada
peningkatan ∆Q = 0,05 m3/tahun
DPH 2 dilakukan secara kemungkinan bahwa
Sifat penting dampak: Tidak penting,
bersamaan, sehingga ada perubahan bentang alam
karena besarannya hanya naik +
kemungkinan bahwa (khususnya terbentuknya
10% dari nilai Q alamiah perubahan bentang alam cekungan), akan berinteraksi
(khususnya terbentuknya dengan peningkatan air
cekungan), akan aliran, dapat menjadikan
berinteraksi dengan cekungan terisi air yang
peningkatan air aliran, memungkinkan menjadi
Besarnya dampak: Berdasarkan
dapat menjadikan tempat berkembangnya
indeks visual sensitivity-intencity
cekungan terisi air yang vector penyakit demam
pada Headley, 2009, maka besaran
dampak gangguan estetika termasuk memungkinkan menjadi berdarah, maka dari analisis
kelas “N” dimana merupakan tempat berkembangnya ini, DPH 1 dan DPH 2
dampak gangguan estetika yang vector penyakit demam menjadi dampak penting
tidak berpengaruh, mengingat tidak berdarah, maka dari
adanya pengurangan substansial analisis ini, DPH 1 dan
pada kualitas visual Sifat penting DPH 2 menjadi dampak
dampak: Tidak penting, karena penting
gangguan ini tidak berpengaruh
terhadap masyarakat lokal

Penyusunan Dokumen AMDAL 93


Daftar Pustaka Pada bagian daftar pustaka,
penyusun menguraikan rujukan data dan pernyataan-pernyataan penting
yang harus ditunjang oleh kepustakaan ilmiah yang mutakhir serta
disajikan dalam suatu daftar pustaka dengan penulisan yang baku.

Lampiran-Lampiran
Lampiran Pada bagian lampiran, penyusun dokumen Amdal dapat melampirkan
hal-hal sebagai berikut:
Surat Persetujuan Kesepakatan Kerangka Acuan atau Pernyataan
Kelengkapan Administrasi Dokumen Kerangka Acuan.
Data dan informasi rinci mengenai rona lingkungan hidup, antara lain
berupa tabel, data, grafik, foto rona lingkungan hidup, jika
diperlukan.
Ringkasan dasar-dasar teori, asumsi-asumsi yang digunakan, tata cara,
rincian proses dan hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan
dalam prakiraan dampak.
Ringkasan dasar-dasar teori, asumsi-asumsi yang digunakan, tata cara,
rincian proses dan hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan
dalam evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan.
Data dan informasi lain yang dianggap perlu atau relevan.

B.3 KERANGKA ISI DOKUMEN ANDAL

Pada umumnya kerangka isi dokumen ANDAL terdiri dari sebagai berikut.
Meskipun demikian pada kondisi khusus daftar isi ini dapat berkembang sesuai dengan
kesepakatan dengan komisi AMDAL untuk memperoleh kajian lebih holistik. Contoh
Daftar isi dalam dokumen ANDAL adalah sebagai berikut.

PEMRAKARSA
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Ringkasan Deskripsi Rencana Usaha dan Atau Kegiatan
1.1.1. Status Penyusunan Amdal
1.1.2. Kesesuaian Rencana Lokasi dengan Tata Ruang
1.1.3. Deskripsi Rencana Kegiatan Penyusunan Amdal
1.2. Ringkasan Dampak Penting Hipotetik yang Ditelaah
1.2.1. Komponen Kegiatan yang Menimbulkan Dampak
1.2.2. Identifikasi Dampak Potensial
1.2.3. Evaluasi Dampak Potensial
Penyusunan Dokumen AMDAL 94
1.2.4. Prioritas Dampak Penting Hipotetik
1.3. Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian
1.3.1. Batas Wilayah Studi
1.3.2. Batas Waktu Kajian Amdal

BAB II DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL


2.1. Komponen Lingkungan Terkena Dampak
2.1.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia
2.1.2. Komponen Biologi
2.1.3. Komponen Sosial-Ekonomi-Budaya
2.1.4. Komponen Kesehatan Masyarakat
2.2. Usaha dan/atau Kegiatan yang Ada di sekitar Lokasi

BAB III PRAKIRAAN DAMPAK PENTING


3.1. Tahap Pra Konstruksi
3.1.1. Komponen Geofisik Kimia
3.1.2. Komponen Transportasi dan Tata Ruang
3.1.3. Komponen Biologi
3.1.4. Komponen Sosekbud
Dampak Pada Komponen Sosial
Dampak Pada Komponen Ekonomi
Dampak Pada Komponen Budaya
3.1.5. Komponen Kesehatan Masyarakat
Dampak Pada Kesehatan Masyarakat
Dampak Pada Kesehatan Lingkungan
3.2. Tahap Konstruksi
3.2.1. Komponen Geofisik Kimia
Iklim (Cuaca)
Kualitas Udara
Kebisingan
Fisiografi
Hidrologi
3.2.2. Komponen Transportasi dan Tata Ruang
Komponen Transportasi
Tata Ruang
3.2.3. Komponen Biologi
Flora dan Fauna Darat
Biota Air
3.2.4. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
Kesempatan Kerja dan Peluang Usaha
Mata Pencaharian dan Pendapatan Masyarakat
Estetika dan Kenyamanan
Persepsi Masyarakat
Tata Nilai Budaya
3.2.5. Komponen Kesehatan Masyarakat
1. Kesehatan Masyarakat
Penyusunan Dokumen AMDAL 95
Kesehatan Lingkungan
3.3. Tahap Pasca Konstruksi
3.3.1. Komponen Geofisik Kimia
Iklim (Cuaca)
Kualitas Udara
Kebisingan
Fisiografi
Hidrologi
3.3.2. Komponen Transportasi dan Tata Ruang
Transportasi
Tata Ruang
3.3.3. Komponen Biologi
3.3.4. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya
Dampak terhadap kesempatan kerja dan
peluang berusaha
Dampak terhadap Mata Pencaharian dan
Pendapatan
Dampak terhadap Estetika dan
Kenyamanan
Dampak Persepsi Masyarakat
Dampak Tata Nilai Budaya
3.3.5. Komponen Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Lingkungan

BAB IV EVALUASI DAMPAK PENTING


4.1. Telaahan terhadap Dampak Penting
4.2. Pemilihan Alternatif Terbaik
4.3. Telaahan sebagai Dasar Pengelolaan
4.4. Telaahan Holistik terhadap Dampak Penting

BAB V DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Penyusunan Dokumen AMDAL 96


C.

RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) dan RENCANA


PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL)

C.1 PENJELASAN UMUM

Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup


Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, selanjutnya disebut RKL adalah upaya
penanganan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup


Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, selanjutnya disebut RPL adalah upaya
pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak dari rencana
usaha dan/atau kegiatan.
RKL-RPL harus memuat mengenai upaya untuk menangani dampak dan
memantau komponen lingkungan hidup yang terkena dampak terhadap keseluruhan
dampak, bukan hanya dampak yang disimpulkan sebagai dampak penting dari hasil
proses evaluasi holistik dalam Andal.Sehingga untuk beberapa dampak yang
disimpulkan sebagai bukan dampak penting, namun tetap memerlukan dan
direncanakan untuk dikelola dan dipantau (dampak lingkungan hidup lainnya), maka
tetap perlu disertakan rencana pengelolaan dan pemantauannya dalam RKL-RPL.

Gambar 1.Dampak-Dampak lingkungan yang tercantum dalam RKL-RPL


Penyusunan Dokumen AMDAL 97
Lingkup Rencana Pengelolaan Lingkungan hidup (RKL)
RKL memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi
dampak penting lingkungan hidup dan dampak lingkungan hidup lainnya yang
bersifat negatif dan meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai akibat dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Dalam pengertian tersebut upaya pengelolaan
lingkungan hidup antara lainmencakup kelompok aktivitas sebagai berikut:
Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk menghindari atau mencegah
dampak negatif lingkungan hidup;
Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk menanggulangi,
meminimisasi, atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul
pada saat usaha dan/atau kegiatan; dan/atau
Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat meningkatkan dampak positif
sehingga dampak tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar
baik kepada pemrakarsa maupun pihak lain terutama masyarakat yang
turut menikmati dampak positif tersebut.

Untuk menangani dampak penting yang sudah diprediksi dari studi Andal dan
dampak lingkungan hidup lainnya, pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan
dapat menggunakan salah satu atau beberapa pendekatan lingkungan hidup yang
selama ini dikenal seperti: teknologi, sosial ekonomi, maupun institusi.

Lingkup Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk memahami fenomena-
fenomena yang terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari tingkat proyek (untuk
memahami perilaku dampak yang timbul akibat usaha dan/atau kegiatan), sampai
ke tingkat kawasan atau bahkan regional; tergantung pada skala masalah yang
dihadapi.
Pemantauan merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus,
sistematis dan terencana.Pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan
yang relevan untuk digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi penaatan
(compliance), kecenderungan (trendline) dan tingkat kritis (critical level) dari suatu
pengelolaan lingkungan hidup.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan


rencana pemantauan lingkungan dalam Dokumen RKL-RPL, yakni:
Komponen/parameter lingkungan hidup yang dipantau mencakup
Komponen/parameter lingkungan hidup yang mengalami
perubahan mendasar, atau terkena dampak penting dan
komponen/parameter lingkungan hidup yang terkena dampak
lingkungan hidup lainnya.

Aspek-aspek yang dipantau perlu memperhatikan benar dampak penting yang


dinyatakan dalam Andal dan dampak lingkungan hidup lainnya, dan
sifat pengelolaan dampak lingkungan hidup yang dirumuskan rencana
pengelolaan lingkungan hidup.
Pemantauan dapat dilakukan pada sumber penyebab dampak dan/atau
terhadap komponen/parameter lingkungan hidup yang terkena
dampak.

Penyusunan Dokumen AMDAL 98


Dengan memantau kedua hal tersebut sekaligus akan dapat
dinilai/diuji efektivitas kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang
dijalankan.
Pemantauan lingkungan hidup harus layak secara ekonomi. Biaya yang
dikeluarkan untuk pemantauan perlu diperhatikan mengingat kegiatan
pemantauan senantiasa berlangsung sepanjang usia usaha dan/atau
kegiatan.

Rencana pengumpulan dan analisis data aspek-aspek yang perlu dipantau,


mencakup:
.a jenis data yang dikumpulkan;
.b lokasi pemantauan;
.c frekuensi dan jangka waktu pemantauan;
.d metode pengumpulan data (termasuk peralatan dan instrumen
yang digunakan untuk pengumpulan data);
.e metode analisis data.

Rencana pemantauan lingkungan perlu memuat tentang kelembagaan


pemantauan lingkungan hidup. Kelembagaan pemantauan
lingkungan hidup yang dimaksud di sini adalah institusi yang
bertanggungjawab sebagai pelaksana pemantauan, pengguna hasil
pemantauan, dan pengawas kegiatan pemantauan.

C.2 MUATAN DOKUMEN RKL-RPL

Pendahuluan
Dalam bagian ini, penyusun dokumen Amdal menjelaskan atau menguraikan hal-
hal sebagai berikut:
Pernyataan tentang maksud dan tujuan pelaksanaan RKL-RPL secara
umum dan jelas. Pernyataan ini harus dikemukakan secara
sistematis, singkat dan jelas.

Pernyataan kebijakan lingkungan dari pemrakarsa. Uraikan dengan singkat


tentang komitmen pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan untuk memenuhi
(melaksanakan) ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
lingkungan yang relevan, serta komitmen untuk melakukan
penyempurnaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup secara
berkelanjutan dalam bentuk mencegah, menanggulangi dan
mengendalikan dampak lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan-
kegiatannya serta melakukan pelatihan bagi karyawannya di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.

Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPL)


Dalam bagian ini, penyusun dokumen Amdal menguraikanbentuk-bentuk
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan atas dampak yang ditimbulkan
dalam

Penyusunan Dokumen AMDAL 99


rangka untuk menghindari, mencegah, meminimisasi dan/atau mengendalikan
dampak negatif dan meningkatkan dampak positif.

Uraian tersebut dicantumkan secara singkat dan jelas dalam bentuk matrik
atau tabel yang berisi pengelolaan terhadap terhadap dampak yang ditimbulkan,
dengan menyampaikan elemen-elemen sebagai berikut:
a. Dampak lingkungan (dampak penting dan dampak lingkungan hidup
lainnya).
Sumber dampak (dampak penting dan dampak lingkungan hidup lainnya).
Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup.
Bentuk Pengelolaan lingkungan hidup.
Lokasi pengelolaan lingkungan hidup.
Periode pengelolaan lingkungan hidup.
Institusi pengelolaan lingkungan hidup (PLH).

Dampak lingkungan yang dikelola Dalam kolom ini, penyusunan dokumen


Amdal menguraikan secara singkat dan jelas dampak lingkungan hidup yang
terjadi akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.

Sumber dampak Dalam kolom ini, penyusun dokumen Amdal mengutarakan


secara singkat komponen kegiatan penyebab dampak.

Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup Dalam kolom ini, penyusun


dokumen Amdal menjelaskan indikator keberhasilan dari pengelolaan lingkungan
hidup yang dilakukan untuk mengendalikan dampak lingkungan hidup. Rencana
pengelolaan lingkungan hidup dapat dikategorikan berhasil dalam hal rencana
pengelolaan tersebut dapat mengendalikan dampaknya sehingga dampak yang timbul
dapat dihindari, diminimasi atau ditanggulangi. Sebagai contoh adalah bahwa untuk
dampak peningkatan laju erosi [dampak lingkungan] akibat kegiatan pembukaan lahan
perkebunan [sumber dampak] yang menyebabkan terjadinya erosi tanah, tujuan
pengelolaan dampaknya adalah untuk mengendalikan erosi tanah. Indikator
keberhasilan pengelolaan dampak ini adalah laju erosi dapat dikendalikan sampai
dengan batas tertentu yang disepakati, contoh <9 ton/ha/tahun untuk tanah dengan
ketebalan 150 cm (Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa, PP 150
Tahun 2000)

Bentuk Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam kolom ini, penyusun dokumen


Amdal menjelaskan secara rinci upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup yang
akan dilakukan. Secara umum, bentuk pengelolaan lingkungan dapat dikategorikan
menjadi tiga kelompok yaitu:

Pendekatan teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang digunakan untuk
mengelola dampak penting lingkungan hidup. Contoh:
1)“memasang sound barrier untuk mengurangi kebisingan”;
2)“untuk mencegah timbulnya getaran dan gangguan terhadap bangunan sekitar

Penyusunan Dokumen AMDAL 100


proyek maka tiang pancang tidak menggunakan sistem tumbuk (Hammer
Pile) melainkan sistem bor (Bor Pile)”; atau
bentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup lainnya yang menggunakan
pendekatan teknologi.

Pendekatan sosial ekonomi


Pendekatan ini adalah langkah-langkah yang akan ditempuh pemrakarsa
dalam upaya menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan yang
berlandaskan pada interaksi sosial, dan bantuan peran pemerintah. Contoh:
← “menjalin interaksi sosial yang baik dengan masyarakat sekitar lokasi
proyek diantaranya dengan keterbukaan informasi dan sosialisasi rencana
kegiatan sebelum dilakukan pelaksanaan proyek”;
.b “memprioritaskan penyerapan tenaga kerja daerah setempat sesuai
dengan keahlian dan pendidikan: atau
.c bentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup lainnya yang
mengedepankan interaksi sosial ekonomi

Pendekatan institusi

Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yang akan ditempuh


pemrakarsa dalam rangka menanggulangi dampak penting lingkungan hidup.
Contoh:
.a “membentuk suatu bagian atau unit dalam perusahaan (PT.XXXX)
sebagai pemrakarsa yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan
lingkungan dalam melaksanakan Pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar
Jakarta. Seperti yang disajikan berikut ini.

Struktur organisasi Divisi Perencanaan

“melakukan koordinasi dengan instansi yang terkena dampak


relokasi/pemindahan utilitas yaitu PT-Telkom Indonesia (Persero), PT.
PLN (Persero), PD. PAM JAYA, PT. GAS (Persero) serta koordinasi
dengan pihak pemerintah setempat (Walikota, Camat, Lurah dll)”; atau

“bentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup lainnya yang menekankan


pada pendekatan kelembagaan untuk mengelola dampak lingkungan.
Penyusunan Dokumen AMDAL 101
CONTOH MATRIKS
RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL)
laju karena
Indikator sedimentasi di
Dampak sedimentasi di sebab alamiah area
No. Lingkungan Sumber keberhasilan maupun
yang Dampak waduk antropogenik sekitar waduk
pengelolaan selama umur
dikelola lingkungan pada area yang waduk
hidup berdekatan
dengan
Dampak Penting Yang Dikelola (Hasil Arahan
waduk
Pengelolaan pada ANDAL)
Penurunan Kegiatan Konsentrasi
1. kualitas mobilisasi debu
alat dan bahan yang timbul
udara ambien pada tidak
(parameter melebihi baku
debu) tahap konstruksi mutu
udara ambien
untuk
parameter
debu
Indikator
Dampak keberhasilan
Lingkungan
No. yang Sumber Dampak pengelolaan
lingkungan
dikelola hidup

2. Peningkatan Erosi tanah Stabilnya laju


angkut melalui Pengawas
Periode permukiman yaitu BLHD Kabupaten
Bentuk Lokasi Institusi pengelolaan warga X,
pengelolaan pengelolaan pengelolaan lingkungan c. Lokasi rinci DInas PU Kab X, BLH
lingkungan lingkungan dapat Provinsi
hidup hidup lingkungan hidup dilihat pada peta
hidup 2.1 Y,
a.Di dalam minimal a.Instansi Pelaksana a. Menanami
yaitu PT a. Di area
a. Melakukan tapak sehari X area sekitar a.Penanaman a.Instansi Pelaksana
penyiraman proyek yang waduk dalam
sekali penanaman dan
jalan menjadi dua kali selaku pemrakarsa sekitar
dan waduk radius dengan pemberian
sumber kontrakor pelaksana pemeliharaa pemahaman di batas
secara berkala b. pencemar kegiatan dengan tanaman 5 km b. Di batas n sosial
kualitas udara, sosial yang yaitu PT X selaku
Memasang plat b.Di penahan erosi b. mungkin setiap bulan pemrakarsa
penghalang pada jalan b.Instansi pelaksana
ban Memberikan memberikan sekali pemberian
pemahaman kontribusi pemahaman di luar batas
Periode kepada terhadap b.Pemberian sosial
Bentuk Lokasi Institusi pengelolaan peningkatan yaitu pemda kab X
pengelolaan pengelolaan pengelolaan lingkungan penduduk yang erosi pemahaman c.Instansi
lingkungan lingkungan beraktivitas di antropogenik c. dilakukan
hidup hidup lingkungan hidup daerah Di sekali Pengawas yaitu BLHD
hidup rawan erosi luar batas sosial setahun Kabupaten X
kendaraan angkut yang konstruksi b.Instansi

Penyusunan Dokumen AMDAL 102


Dampak Lingkungan Lainnya yang Dikelola (pengelolaan lingkungannnya telah direncanakan sejak awal sebagai bagian dari
rencana kegiatan, atau mengacu pada SOP, panduan teknis pemerintah, standar internasional, dll)
a. Di area Dilakukan a.Instansi Pelaksana yaitu PT
1. Timbulnya Kegiatan Sampah Mengumpulkan akomodasi sehari X
domestik sampah
sampah akomodasi dikelola domestic pekerja sekali
domestic pekerja sesuai

Indikator
keberhasilan
Dampak Bentuk Lokasi Periode
Sumber pengelolaan pengelolaan pengelolaan Institusi pengelolaan lingkungan
No. Lingkungan lingkungan lingkungan lingkungan pengelolaan hidup
Dampak hidup hidup hidup lingkungan
yang dikelola hidup
dengan selaku pemrakarsa b.Instansi
konstruksi peraturan dengan dipilah konstruksi Pengawas
yaitu BLHD Kabupaten X, BLH
perundangan antara organic Provinsi Y
c.Instansi Penerima Laporan yaitu
dengan anorganik BLHD
sesuai dengan Kabupaten X, BLH Provinsi
SOP Y,
perusahaan
nomor
b. Bekerjasama
dengan Dinas
Kebersihan Ka
Y untuk
menyediakan
jasa angkutan
sampah
domestik
harian
Catatan penting:
Perlu diingat pula bahwa, tidak harus setiap dampak yang akan dikelola wajib memberikan tiga bentuk pengelolaan
sebagaimana dimaksud di atas, melainkan dipilih bentuk apa yang relevan dan efektif untuk mengelola dampak
tersebut.
Perlu diperhatikan juga bahwa dalam merumuskan bentuk pengelolaan lingkungan hidup, harus dilihat pula status dampak
yang akan dikelola, apakah dampak primer (dampak yang merupakan akibat langsung dari kegiatan), dampak sekunder
(dampak turunan pertama dari dampak primer), atau dampak tersier (dampak turunan kedua dari dampak primer).
Dengan memahami status dampak seperti ini, maka rencana pengelolaan dapat diformulasikan secara tepat sasaran,
karena jika suatu dampak primer telah dikelola dengan baik, maka kemungkinan besar dampak turunannya tidak pernah
akan timbul dan tentunya tidak perlu diformulasikan pengelolaan secara khusus untuk dampak turunan tersebut.

Penyusunan Dokumen AMDAL 103


Lokasi pengelolaan lingkungan hidup Dalam kolom ini, penyusun dokumen Amdal
menjelaskan rencana lokasi kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dengan
memperhatikan sifat persebaran dampakyang dikelola. Lengkapi pula dengan peta
lokasi pengelolaan, sketsa, dan/atau gambar dengan skala yang memadai. Peta yang
disertakan harus memenuhi kaidah-kaidah kartografi.

Periode pengelolaan lingkungan hidup Dalam kolom ini, penyusun dokumen Amdal
menguraikan secara singkat rencana tentang kapan dan berapa lama kegiatan
pengelolaan lingkungan dilaksanakan dengan memperhatikan: sifat dampak penting
dan dampak lingkungan lainnya yang dikelola (lama berlangsung, sifat kumulatif, dan
berbalik tidaknya dampak).

Institusi pengelolaan lingkungan hidup Dalam kolom ini, penyusun dokumen


Amdal harus mencantumkan institusi dan/atau kelembagaan yang akan berurusan,
berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik di tingkat
nasional maupun daerah pada setiap rencana pengelolaan lingkungan hidup.

Institusi pengelolaan lingkungan hidup yang perlu diutarakan meliputi:


Pelaksana pengelolaan lingkungan hidup Cantumkan institusi pelaksana yang
bertanggungjawab dalam pelaksanaan dan sebagai penyandang dana
kegiatan pengelolaan lingkungan hidup. Apabila dalam melaksanakan
kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pemrakarsa menugaskan atau
bekerjasama dengan pihak lain, maka cantumkan pula institusi
dimaksud.
Pengawas pengelolaan lingkungan hidup Cantumkan instansi yang akan
berperan sebagai pengawas bagi terlaksananya RKL. Instansi yang
terlibat dalam pengawasan mungkin lebih dari satu instansi sesuai
dengan lingkup wewenang dan tanggung jawab, serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan hidup Cantumkan instansi-instansi yang
akan menerima laporan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup secara
berkala sesuai dengan lingkup tugas instansi yang bersangkutan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyusunan Dokumen AMDAL 104
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Pada bagian ini, penyusun dokumen Amdal menguraikan secara singkat dan jelas
rencana pemantauan dalam bentuk matrik atau tabel untuk dampak yang
ditimbulkan. Matrik atau tabel ini berisi pemantauan terhadap terhadap dampak
yang ditimbulkan. Matrik atau tabel tersebut disusun dengan menyampaikan
elemen-elemen sebagai berikut:
Dampak yang dipantau, yang terdiri dari: jenis dampak yang terjadi,
komponen lingkungan yang terkena dampak, dan
indikator/parameter yang dipantau dan sumber dampak.
Bentuk pemantauan lingkungan hidup yang terdiri dari metode pengumpulan
dan analisis data, lokasi pemantauan, waktu dan frekuensi
pemantauan.
Institusi pemantau lingkungan hidup, yang terdiri dari pelaksana
pemantauan, pengawas pemantauan dan penerima laporan
pemantauan.

Dampak Lingkungan Yang Dipantau

Pada kolom ini, penyusun dokumen Amdal mencantumkan secara singkat:


Jenis dampak lingkungan hidup yang dipantau.
Indikator/parameter pemantauan.
Sumber dampak lingkungan.

Bentuk Pemantauan Lingkungan Hidup


Pada kolom ini, penyusun dokumen Amdal menguraikan secara singkat
metode yang akan digunakan untuk memantau indikator/parameter dampak
lingkungan (dampak penting dan dampak lingkungan lainnya), yang mencakup:
Metode pengumpulan dan analisis data Cantumkan secara
jelas metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data berikut
dengan jenis peralatan, instrumen, atau formulir isian yang
digunakan. Perlu diperhatikan bahwa metode pengumpulan dan
analisis data sejauh mungkin konsisten dengan metode yang
digunakan disaat penyusunan Andal.

Lokasi pemantauan lingkungan hidup Cantumkan lokasi pemantauan yang


tepat disertai dengan peta lokasi pemantauanberskala yang memadai
dan menunjukkan lokasi pemantauan dimaksud. Perlu diperhatikan
bahwa lokasi pemantauan sedapat mungkin konsisten dan representatif
dengan lokasi pengumpulan data disaat penyusunan Andal.

Waktu dan frekuensi pemantauan Uraikan tentang jangka waktu atau lama
periode pemantauan berikut dengan frekuensinya per satuan waktu.
Jangka waktu dan frekuensi pemantauan ditetapkan dengan
mempertimbangkan sifat dampak lingkungan yang dipantau (instensitas,
lama dampak berlangsung, dan sifat kumulatif dampak).
Penyusunan Dokumen AMDAL 105
CONTOH MATRIKS
RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL)

Dampak Lingkungan yang Dipantau Bentuk Pemantauan Lingkungan Hidup Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup
Jenis Dampak
N yang Timbul Metode
o. (bisa di Indikator/ Sumber Pengumpulan Waktu & Penerima
Lokasi Pantau Pelaksana Pengawas
ambien dan Parameter Dampak & Analisis Frekuensi Laporan
bisa di Data
sumbernya)
1 BLHD kab BLHD kab
Penurunan Kedalaman/ Dewatering Pemantauan Sumur pantau Satu bulan PT XYZ A, A,
A, B, C, D BLHD Prov
muka air ketinggian dari tahap langsung dan dua kali selaku B, BLHD Prov B,
tanah
(MAT) MAT operasional pada sumur E yang berada pemrakarsa Dinas PU Dinas PU
tambang pantau di koordinat dan seluruh Prov B, Dinas Prov B, Dinas
dengan ……. Dst kontraktor PU Kab A PU Kab A
menggunakan (lokasi rinci penambangan
piezometer pada peta di
lampiran …..)
Penyusunan Dokumen AMDAL 106
Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup
Pada kolom ini, penyusun dokumen Amdal mencantumkan institusi atau
kelembagaan yang akan berurusan, berkepentingan, dan berkaitan dengan kegiatan
pemantauan lingkungan hidup, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku baik ditingkat nasional maupun daerah pada setiap rencana pemantauan
lingkungan hidup. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pemantauan lingkungan hidup meliputi:
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup.
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh sektor terkait.
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota.
Keputusan-keputusan lain yang berkaitan dengan pembentukan institusi
pemantauan lingkungan hidup.

Institusi pemantau lingkungan hidup yang perlu diutarakan meliputi:


Pelaksana pemantauan lingkungan hidup Cantumkan institusi yang
bertanggungjawab dalam pelaksanaan dan sebagai penyandang
dana kegiatan pemantauan lingkungan hidup.
Pengawas pemantauan lingkungan hidup Cantumkan instansi yang akan
berperan sebagai pengawas bagi terlaksananya RPL. Instansi yang
terlibat dalam pengawasan mungkin lebih dari satu instansi sesuai
dengan lingkup wewenang dan tanggungjawab, serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pelaporan hasil pemantauan lingkungan hidup Cantumkan instansi-instansi
yang akan dilapori hasil kegiatan pemantauan lingkungan hidup secara
berkala sesuai dengan lingkup tugas instansi yang bersangkutan.

Jumlah dan Jenis Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Memasukan
jumlah yang dibutuhkan dalam hal rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diajukan memerlukan izin PPLH, makadalam bagian ini, penyusun dokumen
Amdal sudah mengidentifikasi dan merumuskan daftar jumlah dan jenis izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan berdasarkan
rencana pengelolaan lingkungan hidup.

Surat Pernyataan
Pernyataan komitmen pelaksanaan RKL-RPL Pernyataan pemrakarsa memuat
pernyataan dari pemraksarsa untuk melaksanakan RKL-RPL yang ditandatangani di
atas kertas bermaterai.

Daftar pustaka
Pada bagian ini utarakan sumber data dan informasi yang digunakan dalam
penyusunan RKL_RPL baik yang berupa buku, majalah, makalah, tulisan,
maupun laporan hasil-hasil penelitian. Bahan-bahan pustaka tersebut agar ditulis
dengan berpedoman pada tata cara penulisan pustaka.
Penyusunan Dokumen AMDAL 107
Lampiran
Penyusun dokumen Amdal juga dapat melampirkan data dan informasi lain yang
dianggap perlu atau relevan.

C.3 KERANGKA DAFTAR ISI RKL-RPL

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Pernyataan Kebijakan Lingkungan Hidup
1.3. Maksud RKL dan RPL
1.4. Tujuan Pelaksanaan RKL dan RPL
1.5 Kegunaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
1.5.1. Kegunaan Bagi Pemrakarsa
1.5.2 Kegunaan Bagi Institusi Terkait
1.5.3 Kegunaan Bagi Masyarakat

BAB II RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


2.1. Prinsip dasar Pengelolaan Lingkungan Hidup
2.2. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
2.2.1. Tahap Pra Kontruksi
2.2.2. Tahap Kontruksi
Komponen Geofisik Kimia
Komponen Transportasi dan Tata Ruang
Komponen Biologi
Komponen Sosekbud
Komponen Kesehatan Masyarakat
2.2.3. Tahap Paska Kontruksi (Operasional)
Komponen Geofisik Kimia
Komponen Transportasi dan Tata Ruang
Komponen Biologi
4 Komponen Sosekbud
5 Komponen Kesehatan Masyarakat

BAB III RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN


2.1. Prinsip dasar Pemantauan Lingkungan
2.2. Program Pemantauan Lingkungan
2.2.1. Tahap Pra Kontruksi
2.2.2. Tahap Kontruksi
Komponen Geofisik Kimia
Komponen Transportasi dan Tata Ruang

Penyusunan Dokumen AMDAL 108


Komponen Biologi
Komponen Sosekbud
Komponen Kesehatan Masyarakat
2.2.3. Tahap Paska Kontruksi
Komponen Geofisik Kimia
Komponen Transportasi dan Tata Ruang
Komponen Biologi
Komponen Sosekbud
Komponen Kesehatan Masyarakat

BAB IV PERIJINAN YANG HARUS DIMILIKI


Ijin Lingkungan
Ijin Pembuangan Limbah Cair

BAB V PERNYATAAN PELAKSANAAN


BAB VI DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

D.

IZIN LINGKUNGAN

Proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia harus


diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pemanfaatan sumber daya alam masih menjadi
modal dasar pembangunan di Indonesia saat ini dan masih diandalkan di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, pengunaan sumber daya alam tersebut harus dilakukan
secara bijak. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga
pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu menguntungkan secara ekonomi
(economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), dan ramah
lingkungan (environmentally sound). Proses pembangunan yang diselenggarakan
dengan cara tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas
kehidupan generasi masa kini dan yang akan datang.
Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha
dan/atau Kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam
proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan
oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya,
sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif
dapat disiapkan sedini mungkin. Perangkat atau instrumen yang dapat digunakan
untuk melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL. Pasal 22 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup menetapkan bahwa setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting
terhadap

Penyusunan Dokumen AMDAL 109


lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.
Amdal tidak hanya mencakup kajian terhadap aspek biogeofisik dan kimia
saja, tetapi juga aspek sosial ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat.
Sedangkan untuk setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting,
sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk memiliki UKL-
UPL. Pelaksanaan Amdal dan UKL-UPL harus lebih sederhana dan bermutu, serta
menuntut profesionalisme, akuntabilitas, dan integritas semua pihak terkait, agar
instrumen ini dapat digunakan sebagai perangkat pengambilan keputusan yang
efektif.
Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
Izin Lingkungan. Pada dasarnya proses penilaian Amdal atau permeriksaan UKL-
UPL merupakan satu kesatuan dengan proses permohonan dan penerbitkan Izin
Lingkungan. Dengan dimasukkannya Amdal dan UKL-UPL dalam proses
perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya mendapatkan informasi yang luas dan mendalam
terkait dengan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu rencana Usaha
dan/atau Kegiatan tersebut dan langkah-langkah pengendaliannya, baik dari aspek
teknologi, sosial, dan kelembagaan. Berdasarkan informasi tersebut, pengambil
keputusan dapat mempertimbangkan dan menetapkan apakah suatu rencana Usaha
dan/atau Kegiatan tersebut layak, tidak layak, disetujui, atau ditolak, dan Izin
lLngkungannya dapat diterbitkan. Masyarakat juga dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Tujuan diterbitkannya Izin Lingkungan antara lain untuk memberikan
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan,
meningkatkan upaya pengendalian Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak
negatif pada lingkungan hidup, memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan
koordinasi.

E.

PENYUSUNAN DOKUMEN
UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL) DAN
UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UPL)

E.1 PEMAHAMAN UMUM

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan


Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan. Dokumen UKL dan UPL disusun untuk jenis rencana
usaha/kegiatan yang tidak termasuk dalam lampiran Permen LH no 5 Tahun 2012
tentang kegiatan wajib Amdal.
Rencana Usaha/Kegiatan yang tidak termasuk dalam lapiran wajib amdal
diprediksikan tidak menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup.

Penyusunan Dokumen AMDAL 110


Meskipun demikian dampak lingkungan harus tetap dilakukan pengelolaan
lingkungan agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk.

E.2 MUATAN DALAM DOKUMEN UKL DAN UPL

Identitas Pemrakarsa
Identitas pemrakarsa ini sangat penting untuk mengetahui pihak pihak yang
nantinya akan bertanggung jawab terhadap seluruh kewajiban pengelolaan
lingkungan hidup. Identitas pemrakarsa mencakup sebagai berikut.

Nama Pemrakarsa *)
Alamat Kantor, kode pos, No. Telp dan Fax. email.
Harus ditulis dengan jelas identitas pemrakarsa, termasuk institusi dan orang
yang bertangggung jawab atas rencana kegiatan yang diajukannya. Jika
tidak ada nama badan usaha/instansi pemerintah, hanya ditulis nama
pemrakarsa (untuk perseorangan)

Rencana Usaha dan/atau Kegiatan


Nama Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Dituliskan dengan jelas nama rencana usaha dan kegiatan untuk
dipahami bersama termasuk dalam hal pengajuan ijin lingkungan.
Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dan dilampirkan peta yang sesuai
dengan kaidah kartografi dan/atau ilustrasi lokasi dengan skala yang
memadai.
Skala/Besaran rencana usaha dan/atau Kegiatan
Keterangan: Tuliskan ukuran luasan dan atau panjang dan/atau
volume dan/atau kapasitas atau besaran lain yang dapat digunakan
untuk memberikan gambaran tentang skala kegiatan.
Sebagai contoh antara lain:
.a Bidang Industri: jenis dan kapasitas produksi, jumlah bahan
baku dan penolong, jumlah penggunaan energi dan jumlah
penggunaan air
← Bidang Pertambangan: luas lahan, cadangan dan kualitas
bahan tambang, panjang dan luas lintasan uji seismik dan
jumlah bahan peledak
← Bidang Perhubungan: luas, panjang dan volume fasilitas
perhubungan yang akan dibangun, kedalaman tambatan dan
bobot kapal sandar dan ukuran-ukuran lain yang sesuai dengan
bidang perhubungan
Pertanian: luas rencana usaha dan/atau kegiatan, kapasitas unit
pengolahan, jumlah bahan baku dan penolong, jumlah
penggunaan energi dan jumlah penggunaan air
Bidang Pariwisata: luas lahan yang digunakan, luas fasiltas pariwisata
yang akan dibangun, jumlah kamar, jumlah mesin laundry,
jumlah hole, kapasitas tempat duduk tempat hiburan dan
Penyusunan Dokumen AMDAL 111
jumlah kursi restoran
Bidang-bidang lainnya…

E.3 GARIS BESAR KOMPONEN RENCANA USAHA DAN/ATAU


KEGIATAN

Pada bagian ini pemrakarsa menjelaskan:


Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang Bagian ini menjelaskan
mengenai Kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana
tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundangan. Informasi kesesuaian lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan dengan rencana tata ruang seperti tersebut di
atas dapat disajikan dalam bentuk peta tumpang susun (overlay) antara peta
batas tapak proyek rencana usaha dan/atau kegiatan dengan peta RTRW yang
berlaku dan sudah ditetapkan (peta rancangan RTRW tidak dapat
dipergunakan).

Berdasarkan hasil analisis spasial tersebut, pemrakarsa selanjutnya


menguraikan secara singkat dan menyimpulkan kesesuaian tapak proyek
dengan tata ruang apakah seluruh tapak proyek sesuai dengan tata ruang, atau
ada sebagian yang tidak sesuai, atau seluruhnya tidak sesuai. Dalam hal masih
ada hambatan atau keragu-raguan terkait informasi kesesuaian dengan RTRW,
maka pemrakarsa dapat meminta bukti formal/fatwa dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang penataan ruang seperti BKPTRN atau BKPRD.
Bukti-bukti yang mendukung kesesuaian dengan tata ruang wajib dilampirkan.

Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut tidak sesuai dengan rencana
tata ruang, maka formulir UKL-UPL tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut
sesuai dengan ketentuan pasal 14 ayat (3) PP No. 27 Tahun 2012.

Disamping itu, untuk jenis rencana usaha dan/atau kegiatan tertentu,


pemrakarsa harus melakukan analisis spasial kesesuaian lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan dengan peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) yang
tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, atau peraturan revisinya
maupun terbitnya ketentuan baru yang mengatur mengenai hal ini.

Berdasarkan hasil analisis spatial tersebut, pemrakarsa dapat menyimpulkan


apakah lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut berada dalam atau di
luar kawasan hutan alam primer dan lahan gambut yang tercantum dalam
PIPIB. Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut berada dalam PIPIB,
kecuali untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang dikecualikan seperti yang
tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, maka formulir UKL-UPL
tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut. Kesesuaian terhadap lokasi rencana
usaha dan atau kegiatan berdasarkan peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB)
yang tercantum dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011, berlaku selama 2 (dua)
tahun terhitung sejak Instruksi Presiden ini dikeluarkan.

Penyusunan Dokumen AMDAL 112


Penjelasan mengenai persetujuan prinsip atas rencana kegiatan
Bagian ini menguraikan perihal adanya persetujuan prinsip yang menyatakan
bahwa jenis usaha kegiatan tersebut secara prinsip dapat dilakukan dari pihak
yang berwenang. Bukti formal atas persetujuan prinsip tersebut wajib
dilampirkan.

Uraian mengenai komponen rencana kegiatan yang dapat menimbulkan dampak


lingkungan Dalam bagian ini, pemrakarsa menuliskan komponen
-komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang diyakini dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Uraian tersebut dapat
penggunakan tahap pelaksanaan proyek, yaitu tahap pra-konstruksi,
kontruksi, operasi dan penutupan/pasca operasi. Tahapan proyek tersebut
disesuaikan dengan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan.

Sebagai ilustrasi berikut diberikan Contoh menjabarkan rencana usaha atau kegiatan:

Kegiatan Peternakan
Tahap Prakonstruksi :
Pembebasan lahan (jelaskan secara singkat luasan lahan yang dibebaskan dan
status tanah).
dan lain lain……

Tahap Konstruksi:
Pembukaan lahan (jelaskan secara singkat luasan lahan, dan tehnik
pembukaan lahan).
Pembangunan kandang, kantor dan mess karyawan (jelaskan luasan bangunan).
dan lain-lain…..

Tahap Operasi:
Pemasukan ternak (tuliskan jumlah ternak yang akan dimasukkan).
Pemeliharaan ternak (jelaskan tahap-tahap pemeliharaan ternak yang
menimbulkan limbah, atau dampak terhadap lingkungan hidup).
.a dan lain-lain…

(Catatan: Khusus untuk usaha dan/atau kegiatan yang berskala besar, seperti antara
lain: industri kertas, tekstil dan sebagainya, lampirkan pula diagram alir proses yang
disertai dengan keterangan keseimbangan bahan dan air (mass balance dan water
balance))

Penyusunan Dokumen AMDAL 113


E.4 DAMPAK LINGKUNGAN YANG DITIMBULKAN DAN UPAYA
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP SERTA UPAYA PEMANTAUAN
LINGKUNGAN HIDUP

Bagian ini pada dasarnya berisi satu tabel/matriks, yang merangkum mengenai:

Dampak lingkungan yang ditimbulkan rencana usaha dan/atau kegiatan Kolom


Dampak Lingkungan terdiri atas empat sub kolom yang berisi informasi:
.a sumber dampak, yang diisi dengan informasi mengenai jenis sub
kegiatan penghasil dampak untuk setiap tahapan kegiatan (pra-
kontruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi);
.b jenis dampak, yang diisi dengan informasi tentang seluruh
dampak lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan pada
setiap tahapan
.c kegiatan dan besaran dampak yang diisi dengan informasi
mengenai dampak lingkungan. Untuk parameter bersifat
kuantitatif dinyatakan secara kuantitatif.

Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup Kolom Upaya Pengelolaan


Lingkungan Hidup terdiri atas tiga sub kolom yang berisi informasi:
.a bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai bentuk/jenis pengelolaan lingkungan hidup
yang direncanakan untuk mengelola setiap dampak lingkungan
yang ditimbulkan;
.b lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai lokasi dimana pengelolaan lingkungan dimaksud dilakukan
(dapat dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi
tersebut disajikan lebih jelas dalam peta pengelolaan lingkungan pada
lampiran UKL-UPL); dan
.c periode pengelolaan lingkungan hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang direncanakan.
Bentuk upaya pemantauan lingkungan hidup Kolom Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup terdiri atas tiga sub kolom yang berisi informasi:
.a bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai cara, metode, dan/atau teknik untuk melakukan
pemantauan atas kualitas lingkungan hidup yang menjadi indikator
kerberhasilan pengelolaan lingkungan hidup (dapat termasuk di
dalamnya: metode pengumpulan dan analisis data kualitas lingkungan
hidup, dan lain sebagainya);

.b lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi


mengenai lokasi dimana pemantauan lingkungan dimaksud dilakukan
(dapat dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi
tersebut disajikan lebih jelas dalam peta pemantauan lingkungan pada
lampiran UKL-UPL); dan
Penyusunan Dokumen AMDAL 114
periode pemantauan lingkungan hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk upaya pemantauan
lingkungan hidup yang direncanakan.

Institusi pengelola dan pemantauan lingkungan hidup Kolom Institusi Pengelola


dan Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi mengenai
berbagai institusi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauan lingkungan hidup yang akan:
melakukan/melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan
lingkungan hidup;
melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauan lingkungan hidup; dan
menerima pelaporan secara berkala atas hasil pelaksanaan komitmen
pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup
sesuai dengan lingkup tugas instansi yang bersangkutan, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam bagian ini, Pemrakarsa dapat melengkapi dengan peta, sketsa, atau
gambar dengan skala yang memadai terkait dengan program pengelolaan dan
pemantauan lingkungan. Peta yang disertakan harus memenuhi kaidah-kaidah
kartografi.
Penyusunan Dokumen AMDAL 115
CONTOH MATRIKS
UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL) DAN
UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UPL)

Penyusunan Dokumen AMDAL 116


E.5 JUMLAH DAN IZIN PPLH

Jumlah dan Jenis Izin IZIN PPLH yang Dibutuhkan Dalam hal rencana
usaha dan/atau kegiatan yang diajukan memerlukan izin PPLH, maka dalam
bagian ini, pemrakarsa menuliskan daftar jumlah dan jenis izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan berdasarkan upaya pengelolaan
lingkungan hidup.

E.6 SURAT PERNYATAAN

Bagian ini berisi pernyataan/komitmen pemrakarsa untuk melaksanakan


UKL-UPL yang ditandatangani di atas kertas bermaterai.

E.7 DAFTAR PUSTAKA

Pada bagian ini utarakan sumber data dan informasi yang digunakan
dalam penyusunan UKL-UPL baik yang berupa buku, majalah, makalah,
tulisan, maupun laporan hasil-hasil penelitian. Bahan-bahan pustaka tersebut
agar ditulis dengan berpedoman pada tata cara penulisan pustaka.

E.8 LAMPIRAN
Formulir UKL-UPL juga dapat dilampirkan data dan informasi lain
yang dianggap perlu atau relevan, antara lain:
bukti formal yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan tersebut secara
prinsip dapat dilakukan;
bukti formal bahwa rencana lokasi Usaha dan/atau Kegiatan telah sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku (kesesuaian tata ruang ditunjukkan
dengan adanya surat dari Badan Koordinasi Perencanaan Tata Ruang
Nasional (BKPTRN), atau instansi lain yang bertanggung jawab di
bidang penataan ruang);
informasi detail lain mengenai rencana kegiatan (jika dianggap perlu);
peta yang sesuai dengan kaidah kartografi dan/atau ilustrasi lokasi dengan
skala yang memadai yang menggambarkan lokasi pengelolaan
lingkungan
hidup dan lokasi pemantauan lingkungan hidup; dan
data dan informasi lain yang dianggap perlu.
Penyusunan Dokumen AMDAL 117
E.9 KERANGKA DAFTAR ISI UKL DAN UPL

Halaman Judul
Halaman Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran

IDENTITAS PEMRAKARSA

RENCANA USAHA/KEGIATAN
B.1. Jenis Rencana Kegiatan
B.2. Lokasi Rencana Kegiatan
B.3. Skala Usaha/Kegiatan
B.4. Informasi Lahan
B.4.1. Penggunaan
Lahan B.4.2. Status
Lahan
B.5. Garis Besar Rencana usaha/Kegiatan
B.5.1. Kesesuaian Tata Ruang B.5.2.
Penjelasan Persetujuan Prinsip B.5.3.
Uraian Komponen Usaha/Kegiatan
B.5.4. Jadwal kegiatan pembangunan
B.6. Rona Lingkungan Hidup
B.6.1. Lingkungan Fisika
Kimia B.6.2. Lingkungan
Biologi
B.6.3. Lingkungan Sosial Ekonomi
Budaya B.6.4. Kesehatan Masyarakat
B.7. Gambaran Kegiatan

DAMPAK LINGKUNGAN YANG AKAN TERJADI DAN PROGRAM


PENGELOLAAN SERTA PEMANTAUAN LINGKUNGAN
C.1. Dampak Lingkungan Yang Akan
Terjadi C.1.1. Tahap Pra Konstruksi
C.1.2. Tahap Konstruksi
C.1.3. Tahap Operasional
C.2. Program Pengelolaan
Lingkungan C.2.1. Tahap Pra
Konstruksi C.2.2. Tahap
Konstruksi C.2.3. Tahap
Operasional
C.3. Program Pemantauan
Lingkungan C.3.1. Tahap
Prakonstruksi C.3.2. Tahap
Konstruksi C.3.3. Tahap Pasca
Operasional

IJIN PPLH YANG HARUS DIMILIKI


PERNYATAAN PELAKSANAAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Penyusunan Dokumen AMDAL 118


F.

SURAT PERNYATAAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN


LINGKUNGAN HIDUP (SPPL)

Bentuk kajian lingkungan SPPL adalah bila rencana usaha dan kegiatan tidak
ternasuk dalam kajian AMDAL atau UKL dan UPL. Bentuk yang diwajibkan adalah
membuat surat kesanggupan untuk Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.
Berikut disajikan format bentuk SPPL.

Penyusunan Dokumen AMDAL 119


METODE-METODE DALAM PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL

A.

METODE STUDI

A.1 Macam data dan informasi yang dikumpulkan

Pada bagian ini diutarakan macam data dan informasi yang akan dikumpulkan dalam studi
ANDAL pengembangan , yakni yang meliputi:

Macam data dan informasi tentang rencana usaha dan/atau kegiatan proyek yang
dikumpulkan dalam studi ANDAL berdasarkan hasil proses pelingkupan .
Macam data dan informasi tentang struktur dan fungsi ekosistem, termasuk yang
tergolong terkena dampak penting, yang dikumpulkan dalam studi ANDAL .
Data yang dikumpulkan tersebut meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber data. Adapun data sekunder
merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber data.

Metode dalam Penyusunan ANDAL 119


A.2 Wilayah studi ANDAL

Wilayah studi ANDAL pengembangan rencana kegiatan dengan mengacu pada


hasil proses pelingkupan. Pada peta ini dicantumkan pula lokasi pengamatan atau
pengambilan contoh/sampel pada saat studi ANDAL dilaksanakan.

Metode Pengumpulan Dan Analisis Data

Data dan informasi tersebut dikumpulkan dan dianalisis dengan maksud untuk:

a. mengetahui kondisi atau rona lingkungan hidup ekosistem sebelum proyek


dibangun;
memprakirakan besar dampak lingkungan yang akan dialami oleh struktur dan fungsi
ekosistem sebagai akibat adanya proyek dengan menggunakan hasil kegiatan butir
a);
mengevaluasi dampak lingkungan dari proyek terhadap struktur dan fungsi ekosistem
secara holistik dengan menggunakan hasil kegiatan butir a) dan butir b).

Data primer dikumpulkan melalui metode survei. Adapun data sekunder diperoleh
melalui pengumpulan data dari pihak ketiga.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan metode pengumpulan dan analisis
data adalah:

Untuk menghasilkan data yang berkualitas, maka akurasi dan kemantapan alat ukur
merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Untuk itu metode atau instrumen
yang bersifat sahih dan reliabel merupakan pilihan utama yang harus digunakan;
Dampak penting yang diakibatkan oleh proyek pada umumnya tidak menyebar secara
merata di seluruh komponen ekosistem serta di seluruh kelompok atau lapisan
masyarakat yang terkena dampak. Variabilitas ini harus dapat diketahui oleh
penyusun ANDAL;
Mengingat ekosistem di sekitar pengembangan yang dimaksud dalam panduan ini
merupakan ekosistem yang tergolong memiliki variabilitas dan heterogenitas yang
tinggi, dan di lain pihak dalam studi ANDAL diperlukan prakiraan dampak yang
tajam, maka dalam pengumpulan data atau penarikan sampel perlu diperhatikan hal
berikut:

Metode penarikan contoh (sampling) yang digunakan harus disesuaikan


dengan tujuan dan efisiensi pengukuran, serta sifat dan karakter komponen
lingkungan yang diukur;
Kejelasan satuan analisis yang akan diukur, misal untuk biologi pada
tingkatan komunitas, untuk aspek sosial berjenjang dari rumah tangga,
kampung, desa hingga kecamatan sesuai dengan parameter yang hendak
diukur;
Lokasi pengambilan sampel harus dapat mewakili heterogenitas
persebaran dampak, yang meliputi: (1) daerah atau kelompok masyarakat
yang diprakirakan akan terkena dampak; dan (2) daerah atau kelompok

Metode dalam Penyusunan ANDAL 120


masyarakat yang diprakirakan tidak akan terkena dampak sebagai
lokasi rujukan/ pembanding (reference station);
Saat pengambilan sampel harus dapat mewakili variabilitas harian,
bulanan atau musiman;

Khusus untuk aspek sosial, data dan informasi yang dikumpulkan agar tidak hanya
menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat penting dari sudut pandang pelaksana
studi/pakar (etic) namun juga menurut pandangan target group (kelompok/
masyarakat sasaran) di sekitar rencana kegiatan (emic);
Kualitas data sekunder harus dicermati untuk itu diperlukan cross check dengan data
lain yang diperoleh.

B.

METODE PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN KERJA

Metode Penyusunan KAK AMDAL disusun untuk mempermudah dan memberi


kejelasan tentang ruang lingkup rencana kegiatan dan arah dari kegiatan pengelolaan
lingkungan. Dokumen KA-ANDAL harus menampung berbagai aspirasi tentang hal-hal
yang dianggap penting untuk ditelaah dalam studi ANDAL menurut pihak-pihak yang
terlibat.
Mengingat AMDAL adalah bagian dari studi kelayakan, maka dalam studi ANDAL
perlu ditelaah dan dievaluasi masing-masing alternatif dari rencana usaha dan/atau kegiatan
yang dipandang layak baik dari segi lingkungan hidup, teknis maupun ekonomis sebagai
upaya untuk mencegah timbulnya dampak negatif yang lebih besar. Mengingat kegiatan-
kegiatan pembangunan pada umumnya mengubah lingkungan hidup, maka menjadi
penting memperhatikan komponen-komponen lingkungan hidup yang memiliki ciri sebagai
berikut:
Komponen lingkungan hidup yang ingin dipertahankan dan dijaga serta dilestarikan
fungsinya, seperti antara lain:
Komponen lingkungan hidup yang akan berubah secara mendasar dan perubahan tersebut
dianggap penting oleh masyarakat di sekitar suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Pada dasarnya dampak lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan tidak berdiri sendiri, satu sama lain memiliki keterkaitan dan
ketergantungan. Hubungan sebab akibat ini perlu dipahami sejak dini dalam proses
penyusunan KA-ANDAL agar studi ANDAL dapat berjalan lebih terarah dan sistematis.
ANDAL bertujuan menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. Rencana usaha dan/atau kegiatan dan rona
lingkungan hidup pada umumnya sangat beraneka ragam. Keanekaragaman rencana usaha
dan/atau kegiatan dapat berupa keanekaragaman bentuk, ukuran, tujuan, sasaran, dan
sebagainya. Demikian pula rona lingkungan hidup akan berbeda menurut letak geografi,
keanekaragaman faktor lingkungan hidup, pengaruh manusia, dan sebagainya. Karena itu,
tata kaitan antara keduanya tentu akan sangat bervariasi pula. Kemungkinan timbulnya

Metode dalam Penyusunan ANDAL 121


dampak lingkungan hidup pun akan berbeda-beda. Dengan demikian KA-ANDAL
diperlukan untuk memberikan arahan tentang komponen usaha dan/atau kegiatan manakah
yang harus ditelaah, dan komponen lingkungan hidup manakah yang perlu diamati selama
menyusun ANDAL.

Penyusunan ANDAL acap kali dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, seperti
antara lain: keterbatasan waktu, dana, tenaga, metode, dan sebagainya. KA-ANDAL
memberikan ketegasan tentang bagaimana menyesuaikan tujuan dan hasil yang ingin
dicapai dalam keterbatasan sumber daya tersebut tanpa mengurangi mutu pekerjaan
ANDAL. Dalam KA-ANDAL ditonjolkan upaya untuk menyusun priorities manakah yang
harus diutamakan agar tujuan ANDAL dapat terpenuhi meski sumber daya terbatas.

Pengumpulan data dan informasi untuk kepentingan ANDAL perlu dibatasi pada faktor-
faktor yang berkaitan langsung dengan kebutuhan. Dengan cara ini ANDAL dapat
dilakukan secara efisien.

Beberapa metode pelaksanaan penyusunan Kerangka acuan kerja adalah sebagai bahasan
berikut.

B.1

Pelingkupan Dampak Besar dan Penting

Pelingkupan dampak besar dan penting merupakan kegiatan awal dalam penyusunan
Kerangka Acuan kerja yang meliputi tahapan sebagai berikut :

Identifikasi dampak potensial

Pada tahap ini kegiatan pelingkupan dimaksudkan untuk mengidentifikasi segenap dampak
lingkungan hidup (primer, sekunder, dan seterusnya) yang secara potensial akan timbul
sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada tahapan ini hanya
diinventarisasi dampak potensial yang mungkin akan timbul tanpa memperhatikan
besar/kecilnya dampak, atau penting tidaknya dampak. Dengan demikian pada tahap ini
belum ada upaya untuk menilai apakah dampak potensial tersebut merupakan dampak
besar dan penting.

Identifikasi dampak potensial diperoleh dari serangkaian hasil konsultasi dan diskusi
dengan para pakar, pemrakarsa, instansi yang bertanggungjawab, masyarakat yang
berkepentingan serta dilengkapi dengan hasil pengamatan lapangan (observasi). Selain itu
identifikasi dampak potensial juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode
identifikasi dampak berikut ini :

penelaahan pustaka
analisis isi (content analysis)
interaksi kelompok (rapat, lokakarya, brainstorming, dan lain-lain)
metoda ad hoc

Metode dalam Penyusunan ANDAL 122


daftar uji (sederhana, kuesioner, deskriptif)
matrik interaksi sederhana
bagan alir (flowchart)
pelapisan (overlay)
pengamatan lapangan (observasi).

Evaluasi dampak potensial

Pelingkupan pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan/ meniadakan dampak potensial
yang dianggap tidak relevan atau tidak penting, sehingga diperoleh daftar dampak besar
dan penting hipotesis yang dipandang perlu dan relevan untuk ditelaah secara mendalam
dalam studi ANDAL. Daftar dampak besar dan penting potensial ini disusun berdasarkan
pertimbangan atas hal-hal yang dianggap penting oleh masyarakat di sekitar rencana usaha
dan/atau kegiatan, instansi yang bertanggung jawab, dan para pakar. Pada tahap ini daftar
dampak besar dan penting hipotesis yang dihasilkan belum tertata secara sistematis.
Metoda yang digunakan pada tahap ini adalah interaksi kelompok (rapat, lokakarya,
brainstorming). Kegiatan identifikasi dampak besar dan penting ini terutama dilakukan
oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan (yang dalam hal ini dapat diwakili oleh konsultan
penyusun AMDAL), dengan mempertimbangkan hasil konsultasi dan diskusi dengan
pakar, instansi yang bertanggungjawab serta masyarakat yang berkepentingan.

Pemusatan dampak besar dan penting (Focussing)

Pelingkupan yang dilakukan pada tahap ini bertujuan untuk mengelompokan/


mengorganisir dampak besar dan penting yang telah dirumuskan dari tahap sebelumnya
dengan maksud agar diperoleh isu-isu pokok lingkungan hidup yang dapat mencerminkan
atau menggambarkan secara utuh dan lengkap perihal:
Keterkaitan antara rencana usaha dan/atau kegiatan dengan komponen
lingkungan hidup yang mengalami perubahan mendasar (dampak besar dan penting);
Keterkaitan antar berbagai komponen dampak besar dan penting yang telah
dirumuskan.

Isu-isu pokok lingkungan hidup tersebut dirumuskan melalui 2 (dua) tahapan. Pertama,
segenap dampak besar dan penting dikelompokan menjadi beberapa kelompok menurut
keterkaitannya satu sama lain. Kedua, dampak besar dan penting yang berkelompok
tersebut selanjutnya diurut berdasarkan kepentingannya, baik dari ekonomi, sosial, maupun
ekologis.

B.2

Pelingkupan Wilayah Studi

Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi
ANDAL sesuai hasil pelingkupan dampak besar dan penting, dan dengan memperhatikan
keterbatasan sumber daya, waktu dan tenaga, serta saran pendapat dan tanggapan dari
masyarakat yang berkepentingan.
Metode dalam Penyusunan ANDAL 123
Lingkup wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas ruang
sebagai berikut:

Batas proyek

Yang dimaksud dengan batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan akan melakukan kegiatan pra-konstruksi, konstruksi dan operasi. Dari ruang
rencana usaha dan/atau kegiatan inilah bersumber dampak terhadap lingkungan hidup di
sekitarnya, termasuk dalam hal ini alternatif lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan. Posisi
batas proyek ini agar dinyatakan juga dalam koordinat.

Batas ekologis
Yang dimaksud dengan batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan menurut media transportasi limbah (air, udara), dimana proses
alami yang berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan
mendasar. Termasuk dalam ruang ini adalah ruang di sekitar rencana usaha dan/atau
kegaitan yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas usaha dan/atau kegiatan.

Batas sosial

Yang dimaksud dengan batas sosial adalah ruang di sekitar rencana usaha dan/atau
kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur
sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan.

Batas sosial ini sangat penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam studi ANDAL,
mengingat adanya kelompok-kelompok masyarakat yang kehidupan sosial ekonomi dan
budayanya akan mengalami perubahan mendasar akibat aktifitas usaha dan/atau kegiatan.
Mengingat dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan menyebar tidak merata, maka batas sosial ditetapkan dengan membatasi batas-
batas terluar dengan memperhatikan hasil identifikasi komunitas masyarakat yang terdapat
dalam batas proyek, ekologis serta komunitas masyarakat yang berada diluar batas proyek
dan ekologis namun berpotensi terkena dampak yang mendasar dari rencana usaha
dan/atau kegiatan melalui penyerapan tenaga kerja, pembangunan fasilitas umum dan
fasilitas sosial.

Batas administratif

Yang dimaksud dengan batas administrasi adalah ruang dimana masyarakat dapat secara
leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di dalam ruang tersebut.
Batas ruang tersebut dapat berupa batas administrasi pemerintahan atau batas konsesi
pengelolaan sumber daya oleh suatu usaha dan/atau kegiatan (misal, batas HPH, batas
kuasa pertambangan).
Metode dalam Penyusunan ANDAL 124
Dengan memperhatikan batas-batas tersebut di atas dan mempertimbangkan kendala-
kendala teknis yang dihadapi (dana, waktu, dan tenaga), maka akan diperoleh ruang
lingkup wilayah studi yang dituangkan dalam peta dengan skala yang memadai.

Batasan ruang lingkup wilayah studi ANDAL,

Yakni ruang yang merupakan kesatuan dari keempat wilayah di atas, namun penentuannya
disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki keterbatasan sumber
data, seperti waktu, dana, tenaga, tehnik, dan metode telaahan.

Dengan demikian, ruang lingkup wilayah studi memang bertitik tolak pada ruang bagi
rencana usaha dan/atau kegaitan, kemudian diperluas ke ruang ekosistem, ruang sosial dan
ruang administratif yang lebih luas.

Pengumpulan Data dan Informasi Mengenai


Rencana Usaha dan
Kegiatan Rona
Lingkungan Hidup

Proyeksi Perubahan Rona Lingkungan Hidup Akibat Perubahan


Lingkungan Oleh Kegiatan Proyek

Penentuan Dampak Besar dan Dampak Penting terhadap


Lingkungan Hidup Akibat Rencana Kegiatan Proyek

Evaluasi Dampak Besar dan Penting terhadap Lingkungan Hidup


oleh Rencana Kegiatan

Rekomendasi untuk Saran Tindak Bagi Pengambilan Keputusan yang


memuat Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, berisi :
Rencana Usaha dan Kegiatan
Rencana Pengelolaan
Lingkungan Rencana
Pemantauan Lingkungan
Metode dalam Penyusunan ANDAL 125
C.

METODE PENYUSUNAN DOKUMEN ANDAL

Metode Penyusunan Dokumen ANDAL, merupakan rangkaian dari kegiatan untuk


menyususun ronal lingkungan awal, melakukan analisis dan prediksi dampak yang akan
terjadi, memberikan mitigasi. Dari setiap tahap memiliki metode tersendiri . Secara skema
metode penyusunan ANDAL dapat dilihat pada bagan berikut.

C.1 Metode Identifikasi Rona Lingkungan Awal

Pada bagian ini diutarakan macam data dan informasi yang akan dikumpulkan dalam studi
ANDAL Pembangunan Kegiatan Pembangunan, yang meliputi:
Macam data dan informasi tentang rencana usaha dan/atau kegiatan proyek yang
dikumpulkan dalam studi ANDAL berdasarkan hasil proses pelingkupan .
Macam data dan informasi tentang struktur dan fungsi ekosistem permukiman terpadu,
termasuk yang tergolong terkena dampak penting, yang dikumpulkan dalam studi
ANDAL berdasarkan hasil proses pelingkupan. Data yang dikumpulkan tersebut
meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh
langsung dari sumber data. Adapun data sekunder merupakan data yang diperoleh
secara tidak langsung dari sumber data.
Data primer dikumpulkan melalui metode survei. Adapun data sekunder diperoleh melalui
pengumpulan data dari pihak ketiga.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan metode pengumpulan dan analisis
data adalah:
Untuk menghasilkan data yang berkualitas, maka akurasi dan kemantapan alat ukur
merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Untuk itu metode atau instrumen yang
bersifat sahih dan reliabel merupakan pilihan utama yang harus digunakan;
Dampak penting yang diakibatkan oleh proyek pada umumnya tidak menyebar secara
merata di seluruh komponen ekosistem permukiman terpadu serta di seluruh kelompok
atau lapisan masyarakat yang terkena dampak. Variabilitas ini harus dapat diketahui
oleh penyusun ANDAL.

Mengingat ekosistem di sekitar Pembangunan Kegiatan Pembangunan yang dimaksud


dalam panduan ini merupakan ekosistem yang tergolong memiliki variabilitas dan
heterogenitas yang tinggi, dan di lain pihak dalam studi ANDAL diperlukan prakiraan
dampak yang tajam, maka dalam pengumpulan data atau penarikan sampel perlu
diperhatikan hal berikut:

Metode penarikan contoh (sampling) yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan
dan efisiensi pengukuran, serta sifat dan karakter komponen lingkungan yang diukur;

Metode dalam Penyusunan ANDAL 126


Struktur & Fungsi Rona Lingkungan Evaluasi Dampak Rona
Komponen Awal Lingkung
Lingkungan Lingkungan an Awal
Bagan-3
PENYUSUN
AN
Fisik & Kimia : DOKUMEN
Iklim & Fisik & Kimia : ANDAL
Kualitas Kualitas Udara
Fisiografi,
Udara Geologi
Hidrologi
Rencana Rencana
Hidrologi
Pemantauan
Hidrogeologi Pengelola
Rencana Lingkungan
Gerakan Tanah an
Kegiatan (RPL)
Bentang Lahan
/ Lingkung
Usaha
Biotik : Biotik : an (RKL)
Biota Air Biota Air
Flora Flora
Fauna Fauna

Sosek / Kesmas : Sosek / Kesmas :


Konstruksi
Pra
Sosial Sosial
Konstruksi Ekonomi Ekonomi
Kesmas Kesmas
Pasca

Kegiatan Proyek
DEVELOPM
SUSTAI ENT
NABLE

Metode dalam Penyusunan ANDAL 127


Kejelasan satuan analisis yang akan diukur, misal untuk biologi pada tingkatan
komunitas, untuk aspek sosial berjenjang dari rumah tangga, kampung, desa
hingga kecamatan sesuai dengan parameter yang hendak diukur;
Lokasi pengambilan sampel harus dapat mewakili heterogenitas persebaran
dampak, yang meliputi: (1) daerah atau kelompok masyarakat yang
diprakirakan akan terkena dampak; dan (2) daerah atau kelompok masyarakat
yang diprakirakan tidak akan terkena dampak sebagai lokasi rujukan/
pembanding (reference station);
Saat pengambilan sampel harus dapat mewakili variabilitas harian, bulanan atau
musiman;
Khusus untuk aspek sosial, data dan informasi yang dikumpulkan agar tidak
hanya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat penting dari sudut pandang
pelaksana studi/pakar (etic) namun juga menurut pandangan target group
(kelompok/ masyarakat sasaran) di sekitar rencana kegiatan (emic);
Kualitas data sekunder harus dicermati untuk itu diperlukan cross check dengan
data lain yang diperoleh.

Pengumpulan Data Primer

Komponen Fisik Kimia


Data primer aspek Fisik Kimia dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan
(in-situ), analisis dan penelitian di laboratorium. Lokasi pengambilan contoh
ditentukan dengan mempertimbangkan batasan studi yang berlaku seperti batas proyek,
administratif, ekologis dan teknis.

Kualitas Udara
Komponen kualtias udara yang diteliti meliputi parameter intensitas kebisingan
kadar debu, SO2, Nox, CO, H2S, NH2 dan kadar timah hitam (Pb). Parameter-
parameter tersebut diukur dengan metoda dan peralatan sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri KLH No. 02/MENKLH/I/1998 seperti yang terlibat pada
tabel
4.1 berikut :
Tabel 4.1
Metoda Pengukuran Udara

No Parameter Metoda Analisis Peralatan


1 Kebisingan Pengukuran In-situ Sound Level Meter
2 Debu Gravimetri High Volume Sampler
3 SO2 Pararosalin Spektrofotometer
4 NOx Saltzman Spektrofotometer
5 CO NDIR NDIR Analyzer
6 H2S Mercurythiocyanate Spektrofotometer
7 NH3 Nessler Spektrofotometer
8 Pb Gravimetric High Volume Sampler
Ekstratif. Penggabunan-
AAS
Sumber : lampiran Surat Kep.MENLH No.02/MENLH/I/1998
Metode dalam Penyusunan ANDAL
128
Tabel 4-1. Contoh metode pengumpulan dan analisis data aspek fisik kimia

Komponen Metode Pengumpulan Data Metode Analisis


Parameter Keterangan
Lingkungan Metode Lokasi Data
Pengumpu Tabulasi
Iklim Suhu udara lan Pelabuhan data
Kelembaban nisbi data se- Klasifikas
udara kunder Udara i
Pengukuran Schmith
Kualitas udara di terdekat &
Lapangan Stasiun Ferguson,
(untuk Meteorolo Koppen
kualitas gi dan
udara) terdekat. Oldeman

Tinggi muka air Pengamata


Hidrologi tanah n Sungai Analisis
Pola aliran dan
debit Lapang Saluran Hidrograf
Pengukura Pengukur-
sungai n Primer, an
Sekunder
Tinggi, lama, dan Lapang & Lapang
frekuensi Pengamata Penilaian
genangan/banjir n Tersier Ahli
Kualitas air
permukaan Lapang
(sumur, sungai)

Sifat fisik Pengukura


air Warna n Sungai Visual
Organolep
permukaan Rasa dan bau in situ Saluran -
Pengambila
Kekeruhan n Primer, tik
Sekunder Gravime-
Padatan tersuspensi sampel air & trik
Elektrome
pH , DHL Tersier -
trik.

Sifat kimia
air DO Titrasi Sungai Titrimetrik
permukaan
BOD Titrasi Saluran Titrimetrik
COD Titrasi Primer, Titrimetrik
Kesadahan total Titrasi Sekun-der Titrimetrik
Kalsium (Ca) & Tersier Spektrofoto
Magnesium (Mg) metrik
Mangan (Mn)
Karbonat (CO3)
Nitrit (NO2)
Nitrat (NO3)
Sulfat (SO4)

Tanah Fisiografi, litologi Observasi Lahan Penilaian


Sifat fisik tanah Lapang gambut Ahli
Sifat kimia tanah Pengeboran Lahan rawa Analisa
dan pengam laborato-
bilan contoh rium
tanah.

Metode dalam Penyusunan ANDAL


129
Tabel 4-2. Contoh metode pengumpulan dan analisis data aspek biologi

Komponen Metode Pengumpulan Data Metode Analisis


Parameter Keterangan
Lingkungan Metode Lokasi Data
Komunitas Komunitas Transek Hutan Penghitungan
vegetasi biota Pengumpulan bakau Indek Nilai
Struktur dan data sekunder Hutan Penting (INP)
komposisi Analisis rawa Indek
vegetasi vegetasi Hutan Keanekaragam
Observasi payau an
lapangan Indek
Keseragaman
Jenis.
Pemetaan
Plasma Nutfah.

Komunitas komunitas Transek Hutan Penghitungan


satwa liar biota Pengumpulan bakau Indek Nilai
almafile data sekunder Hutan Penting (INP)
Jenis dan Analisis satwa rawa Indek
populasi liar Hutan keanekaragam
satwa liar Observa-si payau an
Jenis satwa lapangan Indek
liar langka keseragaman
dan/atau je nis.
dilindungi Tabulasi jenis
satwa liar yang
dilindungi.

Tabel 4-3. Contoh metode pengumpulan dan analisis data aspek sosial

Metode Pengumpulan Metode


Komponen Data Analisis Keteranga
Parameter n
Lingkungan Metode Lokasi Data
Sosial Demografi Pengumpula Desa-
ekonomi dan n desa/ Tabulasi Untuk
kependuduka data pemukima perekonomia
n sekunder. n silang n
Fasilitas pendudu dilakukan
sosial Observasi k Analisis di
deskripti pusat
dan fasilitas lapang terdekat. f pusat
umum Wawancar Wilayah dan kegiatan
a tabulasi
administra perekonomia
Sarana dan si silang n.
Penilaia
prasarana proyek. n
perhubunga
n ahli
darat
Sumber
mata
pencaharian

Metode dalam Penyusunan ANDAL


130
Peluang
bekerja
dan berusaha
Rekreasi dan
pariwisata

Sosial Pengumpula Desa- Tabulas


budaya Kepemilikan n desa/ i
tanah data pemukima
masyarakat sekunder. n silang
setempat pendudu
(tanah Observasi k Analisis
milik, tanah deskripti
adat) lapangan terdekat. f
Perubahan Wawancar dan
gaya a Wilayah tabulasi
hidup dan dengan administra
tradisi tokoh si silang
masyarakat Penilaia
lokal masyarakat proyek. n
Akulturasi dan ketua
dan suku ahli
asimiliasi atau adat.
Pola
konsumsi
Persepsi
masyarakat
terhadap
proyek

Lokasi sampling ditetapkan berdasarkan penyebaran secara merata yakni


daerah permukiman yang relatif padat, jarang dan kawasan kebun/sawah.

Fisiografi
Fisiografi
Keadaan fisiografi daerah, diperoleh dari hasil analisa peta topografi dan
peta geologi serta disempurnakan dengan pengamatan lapangan.
Pengukuran langsung di lokasi kerja proyek kelerengan dilakukan beberapa
tempat sebagai uji ulang dengan menggunakan alat abney level.

Geologi dan Tanah


Pemahaman sifat-sifat morfologi fisik dan kimia tanah dilakukan dengan
menggunakan plotting di atas peta, selanjutnya dilakukan penjelajahan
untuk mengamati profil tanah di lapangan. Sifat-sifat morfologi tanah
meliputi horizon (lapisan-lapisan tanah), tekstur, struktur, konsistensi,
keadaan pori-pori tanah, warna tanah dan kadar air kapasitas lapang. Untuk
mengetahui sifat fisik kimia tanah telah diambil beberapa sampel tanah
menggunakan ring tanah dan selanjutnya dianalisa di laboratorium.
Sedangkan untuk sifat kimia tanah yang dianalisa meliputi pH H2O, pH
KCl, C-Organik, N-Total, P tersedia dan kejenuhan basa.

Hidrologi
Data hidrologi diperoleh dari data sekunder yang meliputi peta-peta,
publikasi-publikasi dan literatur yang berhubungan dengan studi ANDAL

Metode dalam Penyusunan ANDAL


131
dimaksud, disamping melalui survey lapangan. Data primer aspek hidrologi
meliputi :
Debit Air : Pengumpulan data kecepatan arus sungai dilakukan langsung
dengan memakai Current Meter.
Pengumpulan data kedalaman air tanah dilakukan dengan melakukan
pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan.
Kualitas air diukur dengan cara Standard Methods for The Examination
of Water and Waste Water.

Lokasi sampling air tersebut di areal pemukiman dan sumber-sumber yang


terdapat dalam wilayah studi meliputi :
Sifat Fisik
Warna, temperatur, padatan terlarut, padatan tersuspensi, daya hantar listrik
Sifat Kimia
Antara lain : pH, NH3-N, NO2-N, DO,COD, BOD, Nitrat, dsb. Untuk
pengukuran pH, O2 yang terlarut dan CO2 bebas, dan kecerahan dan rasa
dilaksanakan di lapangan, sedangkan sifat kimia dan biologi lainnya
dilakukan di laboratorium.

Neraca Air
Pengumpulan
Data
Data neraca air awal dan data untuk menganalisa prakiraan peningkatan
volume run off dan penurunan infiltrasi yang diakibatkan oleh kegiatan
proyek diperoleh dari Studi Geologi Lingkungan (GTL, 1995) dan Peta Site
Plan Masjid Agung
Analisis
Pembangunan Kegiatan Pembangunan terdiri dari III phase. Secara umum
pada phase I-III masing-maing phase akan terdiri atas bangunan,
infrastruktur, daerah hijau dan sisa lahan yang belum dibangun. Pada phase
akhir kegiatan yaitu phase akan terdiri atas bangunan, infrastruktur dan
daerah hijau. Volume run off dan infiltrasi setiap penggunaaan lahan yang
belum dibangun. Pada phase akhir yaitu Phae III akan terdiri atas bangunan,
infrastruktur dan daerah hijau. Volume run off dan infiltrasi setiap
penggunaan lahan analisis sebagai berikut :

Volume run off bangunan = Luas bangunan x Koefisien run off


bangunan
Volume run off infrastruktur = Luas infrastruktur x Koefisien run off
infrastruktur
Volume run off daerah Luas Taman x Koefisien run off taman
hijau Volume run off sisa Luas sisa lahan x Koefisien run off sisa lahan
lahan

Koefisien run off bangunan, infrastruktur dan daerah hijau diperoleh dari
hasil penelitian geologi lingkungan (Dit. GTL, 1995). Sisa belum terbangun
Metode dalam Penyusunan ANDAL
132
dianggap ditumbuhi rumput, nilai koefisien run off untuk rumput diperoleh
dari hasil penelitian geologi lingkungan.

Biologi

Biologi yang ditelaah meliputi flora dan fauna, baik terestrial maupun perairan sebagai
berikut :

Komunitas Vegatasi dan Fauna dapat meliputi :


Komunitas Pekarangan;
Komunitas Sawah;
Komunitas Tegalan;
Komunitas Vegetasi Tebing Sungai (Bentaran Sungai).

Masing - masing komunitas diambil secara sistimatis Random Sampling dan


ditentukan 3 titik setiap tipe komunitas.

Komunitas Biota perairan meliputi biota perairan (Benthos dan Plankton)

Mikroba diambil dari sumber air yang ada dipakai untuk kegiatan penduduk,
diambil 2 (delapan) titik ditentukan secara random.

Metoda pengamatan biologi seperti terlihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4
Metoda Analisis dan Peralatan Komponen Hayati

Lokasi
Parameter Metoda Peralatan Pengambilan
Sampling
1. Ekosistem Perairan Sistimatik Plankton net Perairan Sekitar
Plankton “Random Sam- “Eckman” Grab Lokasi
Benthos pling”
2. Ekosistem Terestorial Kwadrat Meteran, kompas, Pada lokasi proyek
Flora Plot (10 x 10) m Tali plastik dan dan sekitarnya
Kebun campuran dan (5x5)m Patok
Pekarangan (1 x 1) m
Faun Sensus langsung Teropong Pada lokasi proyek
Wawancar dan sekitarnya
Satwa liar Sensus tak Alat tulis Pada lokasi proyek
langsung dan sekitarnya
Satwa domestik Wawancara alat tulis Pada lokasi proyek
dan sekitarnya
Mikroba/bakteri Sensus langsung Botol steril media Sumber air

Metode dalam Penyusunan ANDAL


133
MPN penduduk
Sumber : Data Primer

Lokasi penelitian fauna dilakukan sesuai dengan penelitian flora. Dasar pertimbangan
penentuan lokasi pengambilan sample hayati adalah pada daerah yang akan terkena
aktifitas proyek langsung maupun tidak langsung.

Lokasi pengamatan biota perairan (plankton, benthos) dilakukan pada sungai sungai
yang melintasi tapak kawasan ini untuk mengetahui tingkat pencemaran pada badan air
tersebut.

Pengambilan contoh flora dan fauna terestrial akan dilakukan berdasarkan jumlah
lokasi yang ada dan interaksinya dengan aktivitas kegiatan proyek.

Untuk menghitung nilai keanekaragaman benthos dapat digunakan rumus indeks


keaneka ragaman yaitu :

H’ = - (Pi) ln (Pi)
dimana :
H’ = indeks keanekeragaman shanon - wiener
Pi = Proporsi jumlah individu jenis ‘ i ‘ dengan total individu semua jenis

Untuk menghitung nilai pemerataan Benthos digunakan rumus :


H’
= ---------
ln S
dimana :
= indeks pemerataan
H’ = indeks keanekaragaman shanon - wiener
= jumlah semua jenis

Untuk menghitung kemelimpahan Plankton perlu digunakan rumus :

T P V I
= ----- x ----- x ----- x -----
L p V W (liter)

dimana :
= jumlah plankton perliter
= luas gelas penutup (mm2) 2
= luas lapang pandang (mm )
= jumlah plankton yang terarah
= jumlah lapang pandang yang diamati
= volume sampel plankton yang tersaring (ml)
= volume sampel plankton dibawah gelas penutup (ml)
= volume sampel plankton yang tersaring (liter)

Metode dalam Penyusunan ANDAL


134
Sedangkan lokasi pengambilan contoh plankton dan benthos dilakukan di
sungai/perairan sekitar lokasi yaitu sebagai berikut ;
Di badan air sungai sebelum memasuki areal rencana Pembangunan Kegiatan
Pembangunan;
Di badan air sungai di areal rencana proyek;
Di badan air sungai di luar areal rencana pembangunan
proyek; Anak-anak sungai di sekitar / di dalam lokasi.

Lokasi pengambilan contoh plankton dan benthos sama dengan lokasi pengambilan
contoh air, karena kualitas air sungai berpengaruh terhadap keragaman biota perairan,
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang saling melengkapi.

Sosial Ekonomi dan Budaya

Komponen sosial yang penting untuk ditelaah diantaranya:

Demografi
Struktur penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, mata pencaharian,
pendidikan, dan agama.
Tingkat kepadatan penduduk.
Pertumbuhan penduduk (tingkat kelahiran, tingkat kematian bayi dan pola
migrasi sirkuler, komuter, permanen).
Tenaga kerja (tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran).

Ekonomi
Ekonomi rumah tangga (tingkat pendapatan, pola nafkah ganda).
Ekonomi sumber daya alam (pola pemilikan dan penguasaan sumber daya
alam, pola pemanfaatan sumber daya alam, pola penggunaan lahan, nilai
tanah dan sumber daya alam lainnya, sumber daya alam milik umum).
Perekonomian lokal dan regional (kesempatan kerja dan berusaha, nilai
tambah karena proses manufaktur, jenis dan jumlah aktifitas ekonomi non-
formal, distribusi pendapatan, efek ganda ekonomi, produk domestik
regional bruto, pendapatan asli daerah, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi,
fasilitas umum dan fasilitas sosial, aksesibilitas wilayah).

Budaya
Kebudayaan (adat-istiadat, nilai dan norma budaya).]
Proses sosial (proses asosiatif/kerjasama, proses disosiatif/konflik sosial,
akulturasi, asimilasi dan integrasi, kohesi sosial).
Pranata sosial/kelembagaan masyarakat dibidang ekonomi (misal hak ulayat),
pendidikan, agama, sosial, keluarga.
Warisan budaya (situs purbakala, cagar budaya),
Pelapisan sosial berdasarkan pendidikan, ekonomi, pekerjaan dan kekuasaan,
Kekuasaan dan kewenangan ( kepemimpinan formal dan informal,
kewenangan formal dan informal, mekanisme pengambilan keputusan
di
Metode dalam Penyusunan ANDAL
135
kalangan masyarakat, kelompok individu yang dominan, pergeseran
nilai kepemimpinan).
Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan.
Adaptasi ekologis.

Data primer aspek sosial, ekonomi dan budaya Studi ANDAL Pembangunan Kegiatan
Pembangunan ini dilakukan dengan pendekatan secara lokal dan Kawasan. Pendekatan
secara Kawasan dilakukan dengan menelaah Kota Semarang secara umum dan
Kecamatan Gayamsari secara khusus sebagai unit analisis pada aspek Tata ruang dan
kebijaksanaan Pemerintah Daerah. Sedangkan pendekatan secara lokal menelaah
fenomena sosial di tapak proyek dengan Rumah Tangga (RMT) sebagai unit analisis
pada aspek kependudukan, sosial, ekonomi dan budaya.

Teknik sampling untuk memperoleh data primer menggunakan metode Purpossive


Random Sampling yaitu pengambilan sampel yang diambil scara acak dari populasi
penduduk dan dipilih berdasarkan responden yang dapat mewakili
penduduk/masyarakat biasa, pimpinan formal dan pimpinan informal.

Wilayah desa sampling dalam pendekatan lokal adalah desa Sambirejo dan beberapa
desa lain di wilayah administrasi Kecamatan Gayamsari di tapak proyek. Pertimbangan
pemilihan desa contoh adalah :
Sebagian wilayah desa tersebut berada di dalam bakal calon tapak proyek
Pembangunan Kegiatan Pembangunan .
Desa-desa tersebut diperkirakan telah dan akan terkena dampak kegiatan Pembangunan
Kegiatan Pembangunan .
Desa-desa tersebut berdekatan dengan titik sampling dari bidang yang lain seperti fisik,
kimia dan biologis.
Fenomena sosial yang bersifat khas akibat Pembangunan Kegiatan Pembangunan yang
keberadaannya tidak hanya berpengaruh terhadap kegiatan lokal tetapi juga
terhadap Kawasan.

Pada setiap desa contoh, dipilih secara acak sejumlah 16 Rumah Tangga contoh., yang
dikelompokkan berdasarkan jenis mata pencaharian yang diperkirakan ada atau terkait
dengan kegiatan Pembangunan Kegiatan Pembangunan. Jumlah responden di setiap
desa (16 orang tersebut) terdiri dari 10 responden yang dapat mewakili penduduk/
masyarakat biasa, 3 responden yang mewakili tokoh masyarakat dan 3 responden yang
mewakili pimpinan formal. Dengan demikian jumlah kepala Rumah Tangga yang
merupakan responden dalam studi ini ditentukan berjumlah 50 orang terdiri dari
penduduk/masyarakat biasa, tokoh masyarakat dan aparat pemerintah yang dipandang
dapat mewakili populasi studi.

Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara langsung melalui wawancara yang
dilengkapi dengan daftar pertanyaan. Wawancara mendalam dilakukan terhadap 10
responden di setiap desa sampling, yang terdiri dari 3 tokoh masyarakat, 3 pimpinan
formal dan 4 penduduk/masyarakat biasa termasuk buruh perkebunan karet. Distribusi
Metode dalam Penyusunan ANDAL
136
daftar pertanyaan dialokasikan masing-masing desa. Data - data aspek sosial, ekonomi
dan budaya yang dikumpulkan meliputi :
Perekonomian Lokal
Data perekonomian lokal meliputi kesempatan kerja dan berusaha, pola
pemanfaatan lahan, tingkat pendapatan, prasarana dan sarana perekonomian
yang terdiri dari sarana perekonomian, transportasi, dan lalu lintas darat.
Pola Pemanfaatan Sumber Daya Manusia
Nilai Budaya, meliputi tatanan kelembagaan masyarakat, adat istiadat, sikap
dan persepsi dan sikap masyarakat.

Metode Focus Group Discusion (FGD)

Metode ini dilakukan untuk menampung aspirasi masayarakat secara keseluruhan.


iskusi kelompok dilakukan dengan menempatkan satu orang sebagai fasilitator.
Dengan metode ini akan dapat diperoleh kemauan dan kehendak masyarakat dalam
menerima rencana Pembangunan Kegiatan Pembangunan.

Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain :
Dinas Pekerjaan Umum Kota
Semarang. Pemerintah Kota Semarang.
Kantor Bappeda Kota
Semarang. Biro Pusat Statistik.
Bahan Pelaporan Studi ANDAL
sejenis. DLLAJR.
Kantor PT. Jasa Marga
Dinas Pertambangan , Jawa Tengah.
Stasiun Klimatologi (Badan Meteorologi dan
Geofisika). BRKLT, Dinas Pertambangan.

Kesehatan Msyarakat

Komponen kesehatan masyarakat yang akan dilakukan penelitian meliputi data


sebagai berikut.
Parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana pembangunan dan
berpengaruh terhadap kesehatan.
Proses dan potensi terjadinya pemajanan.
Potensi besarnya dampak timbulnya penyakit (angka kesakitan & angka
kematian).
Karakteristik spesifik penduduk yang beresiko.
Sumber daya kesehatan.
Kondisi sanitasi lingkungan
Status gizi masyarakat
Kondisi lingkungan yang dapat memperburuk proses penyebaran penyakit.

Metode dalam Penyusunan ANDAL


137
C.2

Metode Prediksi Dampak Kegiatan Pembangunan

Metoda Prakiraan Dampak


Prakiraan dampak adalah pengkajian kedalaman perubahan kualitas lingkungan yang
diungkapkan sebagai dasar dampak. Metoda prakiraan dampak penting adalah
kumulatif dan dampak penting Kawasan yang akan terjadi.
Beberapa pendekatan dipakai dalam menelaah besar dampak adalah sebagai berikut :

Model Matematik
Pendekatan menggunakan persamaan matematis sehingga diperoleh nilai/besaran
parameter lingkungan. Atas dasar nilai/besaran ini dilakukan analisa/peneraan
sehingga akhirnya diketahui besar dampak. Pendekatan ini digunakan untuk
memperkirakan besar dampak terhadap parameter, air, biota perairan dan sosekbud.
Persamaan-persamaan yang dipakai dalam perkiraan dampak dapat dilihat pada
tabel 2.3.

Prakiraan Dampak Berdasarkan Analogi


Salah satu dasar yang dipakai dalam pendekatan ini adalah mempelajari fenomena
dampak yang timbul akibat kegiatan proyek sejenis yang telah berjalan pada areal
tertentu yang mempunyai karakteristik identik dengan studi. Pendekatan ini dipakai
untuk memperkirakan besar dampak parameter tanah, air dan sosekbud.

Penggunaan Standar Baku Mutu Lingkungan


Baku Mutu Lingkungan yang dipakai dalam pendekatan ini adalah baku mutu yang
telah ada/diterbitkan Pemerintah seperti PP. No.20 tahun 1990, Keputusan
MENKLH No. 02/MENKLH/1998 serta baku mutu lingkungan lainnya
proyeksi/yang diinginkan/disepakati. Penggunaan pendekatan ini untuk prakiraan
dampak terhadap parameter tanah air, biota perairan dan sosekbud.

Penilaian oleh Para Ahli


Besarnya dampak dalam pendekatan ini ditetapkan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman para ahli yang dikaitkan dengan fenomena di lapangan. Parameter
yang dapat diprakirakan besar dampaknya dengan pendekatan ini yaitu tanah, air,
satwa dan sosekbud.

Prediksi Dampak Komponen Fisisk Kimia

Dampak terhadap oleh komponen Fisisk Kimia, mencakup kualitas udara yang terdiri
dari penurunan kualitas udara akibat emisi kendaraan bermotor, genset, akibat
pemakaian bahan bakar, dampak kebisingan dan getaran. Dampak terhadap komponen
Hidrologi, Fisiografi, dan Tata Ruang. Pendekatan prediksi dari masing-masing dapat
dilihat pada tabel berikut.

Metode dalam Penyusunan ANDAL


138
Tabel 4.5
Persamaan Matematis Yang Digunakan Dalam Prakiraan Dampak

No Komponen Lingkungan Persamaan Matematis Yang Dipakai


FISIK KIMIA
Iklim dan Kualitas Udara
Kualitas Udara
Penurunan Load Gas buang akibat transportasi :
NOX : Q = ( fNI x NI + fNIII X
Kualitas Udara (NOX) NI ) Nox xL
Akibat = ( fNI x NI + fNIII X
NO : Q (CO) NIII ) CO xL
Transportasi
Q ( Nox), Q (CO) = Load gas Nox dan CO karena
transportasi gram
fNI, fNIII = Koefisien load gas Nox dan CO untuk
kendaraan Golongan I dan III, g/km,N.
NI ,NIII = jumlah kendaraan golongan I dan II
yang lewat,N
L = panjang jalan yang ditempuh, km
Untuk gas SO2 dan debu hasil transportasi dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
SO2 =2xaxpxV
Debu = b x p x V
dimana :
= prosentase sulfur yang terkandung dlm bahan
bakar, % b = prosentase partikulat yang terkandung
dalam bahan bakar, %
p = berat jenis bahan bakar yang dipakai,
gram/liter V = Volume bahan bakar yang
dipakai, liter

Perkiraan kualitas udara karena kemacetan lalulintas


digunakan metoda skenario atau metoda Gausan
untuk sumber polutan berbentuk garis (line source)
2 Qj/L
Cj (x,y) = ----------------- exp (-z2/2 Qz)
(2 ) 1/2 U Qz
Cj (x,y) = konsentrasi polutan pada posisi x,y
Qj/L = emisi persatuan panjang jalan
= kecepatan angin rata-rata pada arah x(m/det)
Qz = koefisien gansian untuk dispersi vertikal
= posisi vertikal
No Komponen Lingkungan Penurunan Kualitas Udara Akibat
Pengoperasian Genset
Persamaan Matematis Yang ---------
Dipakai 292.8
Load gas buang akibat a2 Q
pengoperasian Genset (Rau & =
Wooten 1980) Sox ----------x -------
a1 Q 292.8
Debu = --------x
Metode dalam Penyusunan ANDAL
139
Metode dalam Penyusunan ANDAL 140

Penurunan Kualitas
Udara Akibat
Pemakaian Bahan
Bakar Kebutuhan
Rumah Tangga

Kebisingan
Intensitas
Kebisingan Akibat
Transportasi

No Komponen Lingkungan
Intensitas
kebisingan Akibat
Pengoperasian
Alat-alat Berat
= Faktor
d= Jarak pengamat dengan sumber bising, meter

Intensitas kebisingan rata-rata


a3 Q L eq(h = 10 log ( 10 leq (h) m/10 + 10 leq (h) tk/10 + 10 leq(h)
Nox = x )t tb )
---------- ------- Leq(h
292.8 )t = Intensitas kebisingan rata-rata akibat transpotasi,
dBA
a1,a2,a3 = SOX, NOX yang leq (h) m/10
= Intensitas kebisingan mobil,
dihasilkan per 292,8 KWH yang dBA leq (h) tk/10 = Intensitas kebisingan kecil,
dihasilkan gram dBA
= kapasitas generator, KWH leq(h)
tb
= effisiensi generator = Intensitas kebisingan truk besar, dBA
Persamaan Matematis Yang Dipakai
Load gas CO dihitung dengan
asumsi terjadi pembakaran Intensitas kebisingan akibat pengoperasian alat-
sempurna alat berat konstruksi :
K 15
CO = 4 -------------- x BM LD = L15 + 20 log ( ---------)
x CO D
Bmelpiji LD = Intensitas kebisingan alat berat konstruksi
= penggunaan pada jarak D
elpiji tiap
bulan, kg
Bmelpiji =
Berat molekul
elpiji, kg/kmol
BM CO = Berat
molekul CO,
kg/kmol

Intensitas Kebisingan menurut


jenis kendaraan :
N1
Leqh(h)i = LOE + 10 log ( ----- )
+ 10 log ( -----) 1+
Sj T
Leqh(h)i = Intensitas bising
untuk suatu jenis kendaraan,
dBA LOE = Reference energy
mean emission levels untuk tiap
kendaraan,
dBA
N1 = Kepadatan kendaraan dlm
waktu T jam, kendaraan
Sj = Kecepatan rata-rata
kendaraan, km/jam
= Waktu pengamatan, jam
S= shielding faktor
meter, dBA
L15 = Intensitas kebisingan alat berat konstruksi
pada jarak 15
meter (Center, L, W, 1977) dBA
D = Jarak pengamat dari sumber bising, meter
2. Fisiografi
Erosi Tanah Erosi tanah yang akan terjadi setelah adanya proyek
dihitung dengan persamaan metoda Universal Soil Loss
Equation (USLE):
A =RxKxLxCxP
A = Jumlah tanah yang hilang, tpon/ha/tahun
R = Indeks erosivitas hujan
K = Indeks erodibitas hujan
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor konservasi tanah
Hidrologi
a. Debit Maksimum Debit maksimum digunakan metoda rasional, yaitu :
Qmax = 0,0028 C i A
Qmax = Debit aliran puncak, m3/detik
C = Koefisien aliran permukaan
= Intensitas hujan selama periode waktu
konsentrasi tc, mm/jam
A= Luas daerah aliran, hektar
tc = 0,0195 L 0,77 S -0,385
tc = Waktu konsentrasi, menit
= Jarak tempuh aliran maksimum,
meter S = Jarak daerah aliran,
meter/meter
b. Air Larian (run-off) Air larian (run-off) akibat adanya kegiatan dihitung
dengan
metode SCS (Soil Conservation Service)
(P-Ia)2
Q = --------------- sedangkan Ia = 0,2 S
25400
dan S = --------- - 254
CN
Ia = Abrasi awal
= Volume aliran permukaan, mm
P = Curah hujan, mm
S = Retensi air potensial maksimum, mm
CN = suatu koefisien yang besarnya tergantung
penggunaan dan perlakuan tanah serta kondisi
hidrologinya (Arsyad, 1989)

No Komponen Lingkungan Persamaan Matematis Yang Dipakai


Metode dalam Penyusunan ANDAL
141
c. Kualitas Air Kualitas air badan air penerima setelah bercampur dengan
limbah cair kegiatan Pembangunan Kawasan Permukiman
diprediksi dengan persamaan berikut :
(Ca x Qa ) + (Cb x Qb)
C
m = --------------------------------
Qa + Qb
Cm = Konsentrasi parameter kualitas air badan setelah
bercampur dengan limbah cair kegiatan, mg/l
Ca = Konsentrasi parameter kualitas air badan sebelum
bercampur dengan limbah cair kegiatan, mg/l
Cb = Konsentrasi parameter kualitas air limbah kegiatan,
mg/l
Qa = debit badan air sebelum bercampur dengan limbah
cair kegiatan, m3/detik
Qb = Luas Wilayah Tangkapan Air (Km2)
d. Potensi Air Permukaan Metoda prediksi air permukaan
Qn = 0,278 x C x in x A
Qn = Debit banjir (m3/detik) dengan periode ulang n tahun
C = Koefisien pengaliran
in = Intensitas curah hujan rata-rata dalam 24 jam
(mm/jam), dengan periode ulang n tahun
A = Luas wilayah tangkapan air (Km2)
e. Potensi Air Tanah Geolistrik
f. Air Tanah Memperkirakan kebutuhan air tanah digunakan metoda
rasional
FxA
Q = ----------
62.500 (m2)
Q = Jumlah air, liter/detik
A = Luas areal (m2)
F = Debit air liter/detik
62.500 = Faktor jarak pompa
Ruang, Lahan dan Tanah
a. Penyediaan Air Minum/AirPrakiraan kebutuhan air bersih
Bersih Perumahan Qr = Pr x Sr
Non Perumahan
Qn = (Pn x Sn)
Qt = Qr + Qn
Qt = Kebutuhan air bersih keseluruhan, m3/hari
Qr = Kebutuhan air bersih untuk perumahan, m3/hari
Qn = Kebutuhan air bersih untuk fasilitas umum dan
fasilitas sosial, m3/hari
Pr = Jumlah populasi Kawasan Permukiman
Kota Baru Bukit Semarang Baru, orang
Pn = Jumlah fasilitas umum/sosial untuk masing-
masing jenis, unit
Sr = Kebutuhan air bersih standar untuk tiap orang,
m3/orang/hari
Sn = Kebutuhan air bersih untuk tiap jenis fasilitas,
Metode dalam Penyusunan ANDAL
142
umum/sosial, m3/unit/hari
No Komponen Lingkungan Persamaan Matematis Yang Dipakai
b. Jumlah Limbah Cair Jumlah limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan domestik,
baik untuk perumahan maupun non-perumahan dihitung
asumsi 80 % air bersih yang dikonsumsi keluar sebagai
limbah cair.

c. Jumlah Limbah Padat Untuk Perumahan


Kr = Pr x Br
Fasilitas umum/sosial :
Kn = (Pn x Bn)
Kt = Kr + Kn
Kt = Limbah padat yang dihasilkan secara keseluruhan,
kg/hari
Kr = Limbah padat yang dihasilkan di perumahan, kg/hari
Kn = Limbah padat yang dihasilkan di tiap-tiap jenis fasiltas
umum/sosial, kg/hari
Pr = Jumlah populasi Kawasan Permukiman Kota Baru
Bukit Semarang Baru, orang
Pn = jumlah fasilitas umum/sosial untuk masing-masing
jenis, unit
Br = Limbah padat yang dihasilkan untuk tiap orang,
kg/orang/hari
Bn = Limbah padat yang dihasilkan untuk tiap jenis
fasilitas umum/sosial, kg/unit/hari.

Prediksi Dampak Terhadap Komponen Biotik.

Prediksi terhadap komponen Biotik dilakukan dengan pendekatan analogi, dan


membandingkan antara kualitas lingkungan untuk optimal pertumbuhan organisme,
dan prediksi kualitas lingkungan. Beberapa teori tentang ada tidaknya organisme pada
sutau wilayah dapat digunakan untuk pendekatan prediksi kemelimpahan organisme.

Prediksi Dampak Terhadap Sosial Ekonomi dan Budaya

Prediksi untuk komponen sosial ekonomi terdiri dari predisksi kepadatan penduduk,
pendapatan ekonomi, Rasio Beban Tanggungan, Pendapatan, ketenaga kerjaan, dan
beberapa komponen lain. Selengkapnya lihat tabel berikut.
Metode dalam Penyusunan ANDAL
143
Tabel 4.6
Persamaan Matematis Yang Digunakan Dalam Prakiraan Dampak

Sosial Ekonomi &


No
Budaya Persamaan Matematis Yang Dipakai
Demografi
Kepadatan Penduduk Kepadatan Penduduk :
D = D dp - Dtp
PO (1 + r) t
Ddp = ----------------
Ltot - L
PO (1 + r) t
Dtp = ----------------
Ltot
Ddp = Kepadatan penduduk dengan proyek, orang/km2
Dtp = Kepadatan penduduk tanpa proyek, orang/km2
PO = Jumlah penduduk orang
= Pertambahan penduduk
= Periode waktu perhitungan
L = Luas lahan proyek
Prediksi Penduduk (P d) Ltot = Luas lahan total
Pt = PO( 1 + r)t
Pt = Jumlah penduduk pada tahun t
P0 = Jumlah penduduk mula-mula
= Pertambahan penduduk
Rasio Beban Tanggungan = Periode waktu perhitungan
(Dependency Ratio) Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio)
P0-14 + P>60
DR = -------------------
P15-59
DR = ratio beban tanggungan, %
P0-14 = jumlah penduduk usia 0 -14 tahun, jiwa
P>60 = jumlah penduduk usia > 60 tahun, jiwa
P15-59 = jumlah penduduk usia 15 - 60 tahun, jiwa

Ketenagakerjaan
a. Tingkat Partisipasi Kerja Tingkat Partisipasi Kerja
Ak
TPK = ----------- x 100 %
Tk
TPK = Tingkat Partisipasi Kerja
Ak = Jumlah
AngkatanKerja Tk =
Jumlah Tenaga Kerja
b. Tingkat Pengangguran Tingkat Pengangguran
P
TP =--------- x 100 %
Ak
TP = Tingkat pengangguran

Metode dalam Penyusunan ANDAL


144
P = Jumlah
pengangguran Ak =
Jumlah angkatan kerja
Sosial Ekonomi &
No
Budaya Persamaan Matematis Yang Dipakai
Pendapatan
Pendapatan dari sudut Pendapatan dari sudut pengeluaran :
Pengeluaran I=c+i+s
= Pendapatan
penduduk c =
Konsumsi penduduk i
Pendapatan per Kapita = Investasi
s = Tabungan
Pendapatan per
kapita :
y
Y = -----
A
Sumber : Data Primer Y = Pendapatan per kapita per tahun
y = Total pendapatan keluarga, Rp/tahun
A = Jumlah tanggungan keluarga, jiwa atau kapita

Prakiraan dampak merupakan telaahan yang menganalisis perbedaan antara kondisi


kualitas lingkungan yang diprakirakan akan terjadi akibat adanya rencana usaha atau
kegiatan, dengan kondisi kualitas lingkungan yang diprakirakan akan terjadi bila tidak
ada rencana usaha atau kegiatan (pendekatan with and without project).

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memprakirakan (besar) dampak
sosial adalah dengan penggunaan teknis analogi. Melalui pendekatan ini besar dampak
suatu rencana usaha atau kegiatan (disimbolkan P) terhadap suatu kelompok
masyarakat (disimbolkan Xp), diukur dengan cara mengukur dampak yang telah terjadi
pada kelompok masyarakat yang berciri sama dengan masyarakat Xp (disimbolkan
Xp*), yang terkena proyek serupa (disimbolkan P*) di lokasi lain. Besar dampak
proyek P* terhadap masyarakat Xp* ini dapat menjadi prakiraan dampak proyek P
terhadap masyarakat Xp. Ilustrasi berikut memperjelas hal dimaksud.

Besar dampak, termasuk yang mempunyai nilai moneter, dapat diukur melalui dua
metode berikut ini:
Metode Formal, antara lain:
Proyeksi penduduk (teknik ekstrapolasi)
Analisis kecenderungan (trend analysis)
Analisis deret waktu (time series analysis)

Metode Informal, antara lain:


Penilaian pakar (professional judgment)
Komparatif antar budaya (cross cultural)
Teknik analogi
Metode delphi

Metode dalam Penyusunan ANDAL


145
Adapun sifat penting dari besar dampak sosial yang akan terjadi ditelaah dengan
mengacu pada Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting (Keputusan Kepala
BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994).

C.3

Metode Evaluasi Dampak Penting

Evaluasi dampak dimaksudkan sebagai penelaahan dampak penting dari rencana usaha
atau kegiatan pembangunan Kawasan secara holistik. Hasil evaluasi ini selanjutnya
menjadi masukan bagi intansi yang berwenang untuk memutuskan kelayakan
lingkungan dari rencana usaha atau kegiatan pembangunan Kawasan, sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999.

Di dalam studi ANDAL, scope analisisnya secara lokal juga secara Kawasan terutama
masalah transportasi, drainase Kawasan sampai ke kawasan sekitarnya, termasuk
imbasnya ke Kota Semarang. Rencana kegiatan/usaha untuk masing-masing aspek
akan dievaluasi dampak pentingnya sehingga dapat tepat guna.

Untuk mengevaluasi dampak penting dilakukan melalui pendekatan secara holistik


antara berbagai komponen lingkungan yang diprakirakan akan mengalami perubahan
mendasar sebagaimana disajikan pada perkiraan dampak, dengan menggunakan
Kriteria Dampak penting sesuai Surat Keputusan Menteri Negara KLH No. 056 tahun
1994 dengan menggunakan “7 Kriteria Dampak Penting”. Beragam komponen
lingkungan yang terkena dampak penting tersebut (baik positif maupun negatif)
ditelaah sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling pengaruh-mempengaruhi,
sehingga diketahui sampai sejauh mana “perimbangan” dampak penting yang bersifat
positif dengan yang bersifat negatif. Dampak-dampak penting yang dihasilkan dari
evaluasi disajikan sebagai dampak-dampak penting yang akan dikelola.

Dalam evaluasi dampak akan dilakukan analisis dengan pendekatan :

Sebab akibat dampak.


Perlu diketahui dari segi sumber dampak dan komponen lingkungan yang terkena
dampak. Komponen lingkungan yang terkena dampak dilakukan identifikasi
dengan diagram alir.

Sifat dan Karakteristik Dampak


Berbagai dampak penting ini perlu dilihat dari sifat karakteristik dampak, baik
positip maupun negatip sifat sinergik dan antaginistik dampak, atau saling
menetralisir.

Pola Persebaran Dampak.


Metode dalam Penyusunan ANDAL
146
Harus diketahui persebaran dampak yang jelas dalam rangka mempermudah
pengelolaan dampak yang bersangkutan.

Evaluasi dampak merupakan kajian yang bersifat holistik, yakni telaahan secara total
terhadap beragam dampak lingkungan. Beragam dampak penting lingkungan tersebut
ditelaah sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling pengaruh-mempengaruhi.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak secara holistik
diantaranya adalah:
USGS Matrik (Matrik Leopold)
Bagan Alir Dampak
Environmental Evaluation System (EES)
Matrik Tiga Tahap Fischer dan Davies
Extended Cost Benefit Analysis

Perlu diketahui, masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan,


sehingga relatif tidak ada metode evaluasi dampak yang bisa digunakan untuk semua
jenis studi ANDAL.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode evaluasi dampak


yang tepat untuk studi ANDAL, adalah:

Bersifat komprehensif, metode tersebut mampu menggambarkan keterkaitan antar


komponen dampak penting lingkungan sebagai akibat dari suatu rencana usaha atau
kegiatan;

Bersifat fleksibel, metode tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai


dampak penting dari rencana usaha atau kegiatan yang ukuran, satuan dan skalanya
berbeda serta dampaknya berbeda;

Bersifat dinamis, metode tersebut sesuai dengan kondisi rona lingkungan dan
karakteristik rencana usaha atau kegiatan yang ditelaah;

Bersifat analitis, metode tersebut memenuhi syarat-syarat ilmiah;


Bila Metode yang dipakai menggunakan skala dan atau bobot maka proses pelabuhan
(amalgamasi) harus dilakukan secara benar, dalam arti proses peleburan nilai-nilai
yang satuannya berbeda harus dilakukan melalui proses yang secara ilmiah dibenarkan.

Disamping itu bila menggunakan bobot atau skala, sejauh mungkin penyusunan aspek
sosial ANDAL memperhatikan atau menghimpun masukan dari masyarakat yang
terkena dampak.

Metode tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi rencana usaha atau kegiatan
untuk pengambilan keputusan.

Hasil evaluasi dampak penting, dituangkan dalam matriks Evaluasi Dampak Penting.
Dari Matriks Evaluasi Dampak Penting akan diketahui komponen kegiatan yang paling

Metode dalam Penyusunan ANDAL


147
banyak menimbulkan dampak penting dan komponen lingkungan yang paling banyak
terkena dampak penting kegiatan. Mengingat komponen kegiatan Pembangunan
Kegiatan Pembangunan dilakukan secara bertahap selama 20 tahun (tiap tahap 5
tahun), maka penentuan dampak penting dari masing-masing komponen kegiatan
terhadap komponen lingkungan akan dievaluasi secara bertahap (per 5 tahun), dan
untuk penentuan dampak kegiatan 5 tahun berikutnya akan dievaluasi juga dampak
kegiatan 5 tahun sebelumnya, demikian seterusnya sehingga untuk dampak masing-
masing kegiatan terhadap komponen lingkungan akan bersifat komulatif dan
berkelanjutan. Penentuan evaluasi dampak semacam ini dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana intensitas dampak dari masing-masing kegiatan pembangunan
Kegiatan Pembangunan mulai di Tahap I - IV dan saat tahap Pra-Konstruksi hingga
Operasi. Selain itu perimbangan dampak untuk tiap tahap pembangunan akan dapat
diketahui sejak awal hingga akhir sehingga kualitas dampak positif di tahap
pembangunan pertama dapat ditingkatkan dampaknya hingga tahap-tahap selanjutnya,
sedangkan dampak negatif yang muncul tahap awal dapat ditekan/diminimalkan untuk
tahap-tahap selanjutnya.

CONTOH MELAKUKAN EVALUASI DAMPAK PENTING

Untuk lebih memberikan kejeasan dalam melakukan evaluasi dampak penting,


berikut ini disajikan evaluasi untuk Rencana Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir
Sampah di Kota Poso Provinsi Sulawesi Tengah.

Evaluasi dampak penting terhadap komponen lingkungan merupakan hasill


kajian atau telaahan secara holistik terhadap beragam dampak penting yang timbul
akibat adanya kegiatan Pembangunan TPA Kota Poso. Beragam dampak penting
tersebut ditelaah sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi,

Metode dalam Penyusunan ANDAL


148
yang didasarkan pada prakiraan dampak penting yang dapat timbul dalam lingkup
ruang dan waktu yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi digunakan sebagai alat
pertimbangan oleh instansi yang bertanggungjawab untuk memutuskan kelayakan
lingkungan hidup dari adanya kegiatan tersebut. Dampak penting yang dihasilkan dari
evaluasi disajikan sebagai dampak penting yang harus dikelola.

D.1 TELAAHAN TERHADAP DAMPAK PENTING


Evaluasi dampak besar dan penting secara holistik dilakukan dengan
menggunakan Teknik Fisher and Davies. Teknik ini sangat cocok digunakan pada
proyek yang sangat dinamis dan cepat mengalami perubahan, terutama di perkotaan.
Prinsip dari teknik ini adalah membandingkan kondisi sekarang dan yang akan datang,
baik tanpa maupun ada proyek dalam bentuk matriks interaksi antara komponen
kegiatan dan komponen lingkungan.
Adapun langkah-langkah Teknik Fisher and Davies adalah sebagai berikut :
Membuat Interpretasi Skala pada Parameter Lingkungan.
Kepentingan parameter lingkungan terhadap proyek (sangat tidak penting
s/d penting dengan skala 1-5).
Keadaan lingkungan / rona lingkungan hidup awal (sangat jelek s/d sangat
baik dengan skala 1-5).
Kepekaan terhadap pengelolaan lingkungan (sangat tidak peka s/d sangat
peka dengan skala 1-5).
Membuat Matriks Evaluasi Dasar Lingkungan.
Skala kepentingan terhadap proyek.
Skala keadaan lingkungan / rona lingkungan hidup awal.
Skala kepekaan terhadap pengelolaan lingkungan.
Membuat Matriks Dampak Lingkungan.
Ditinjau dari ada tidaknya dampak (0 = tidak ada dampak).
Ditinjau dari positif dan negatifnya dampak (+ dan -).
Ditinjau dari skala besaran dampak (1-5).
Ditinjau dari sifat dampak (S = sementara atau P = permanen).
Membuat Matriks Keputusan.
Menentukan kondisi lingkungan tanpa proyek sekarang dan yang akan
datang.
Menentukan kondisi lingkungan dengan tanpa proyek.
Menentukan dampak holistik yang merupakan selisih dari kondisi
lingkungan yang akan datang dengan ataupun tanpa proyek.

Dari hasil perhitungan total, nantinya dapat ditentukan seberapa besar


perubahan kondisi (dampak) lingkungan yang terjadi, baik tanpa maupun dengan
adanya proyek dalam bentuk skala. Apabila dampaknya masih bersifat positif, maka
kegiatan tesebut dapat dikatakan layak dari segi lingkungan dan sebagainya.
Evaluasi dampak penting menggunakan Keputusan Kepala Bapedal Nomor :
056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Pengukuran Dampak Penting, untuk
menilai penting atau tidak pentingnya suatu dampak menggunakan alternatif sebagai
berikut :
Jumlah manusia terkena dampak.
Luas wilayah persebaran dampak.
Metode dalam Penyusunan ANDAL
149
Intensitas lamanya dampak berlangsung.
Banyaknya komponen lingkungan terkena dampak.
Sifat kumulatif dampak.
Berbaliknya atau tidak berbaliknya dampak.

Untuk menentukan bobot dampak digunakan kriteria dampak penting (P) dan
dampak tidak penting (TP), sedangkan sifat dampaknya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
positif (+) dan negatif (-). Dengan hasil evaluasi dampak penting secara parsial
tersebut, dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) maupun Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Untuk
menentukan bobot dampak digunakan kriteria dampak penting dan dampak tidak
penting. Adapun kategori untuk menilai penting
Dampak penting yang harus dikelola berdasarkan hasil evaluasi dampak
penting, dirinci menurut kegiatan penimbul dampak penting dan komponen lingkungan
yang terkena dampak penting, pada tahap pembangunan TPA Kota Poso adalah
sebagai berikut :
a. Komponen lingkungan geofisik-kimia, dampak penting yang harus dikelola
adalah :
Iklim (cuaca), Kualitas udara, Kebisingan, Fisiografi
Hidrologi
Kualitas Air
Penurunan Kapasitas Drainase
Perubahan Limpasan
Permukaan Perubahan Volume
Limpasan
Komponen Transportasi dan Tata Ruang dampak penting yang harus dikelola
adalah :
Komponen Transportasi
Peningkatan Volume Lalu Lintas
Ceceran Tanah di Area Proyek di Badan
Jalan Kerusakan Infrastruktur Jalan Masuk
Tata Ruang
Komponen Biologi
Flora dan Fauna Darat
Biota Air
Komponen Sosekbud
Kesempatan Kerja dan Peluang Berusaha
Mata Pencaharian dan Pendapat Masyarakat
Estetika dan Kenyamanan
Persepsi masyarakat
Tata Nilai Budaya
Kinerja Pengelolaan Sarpras
Kota Keresahan
Komponen Kesmas
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Lingkungan
Metode dalam Penyusunan ANDAL
150
D.2 PEMILIHAN ALTERNATIF TERBAIK
Kajian lingkungan yang tertuang dalam Dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan suatu kegiatan merupakan suatu studi kelayakan bidang lingkungan yang
diharapkan dapat memberikan alternatif-alternatif terbaik dalam pelaksanaan suatu
kegiatan pembangunan. Namun demikian terkait dengan kegiatan pembangunan TPA
Kota Poso ini tidak terdapat alternatif yang diusulkan dalam kajian AMDAL ini. Hal
ini terkait dengan ketersediaan lahan dan penyusunan detail rancangan yang telah
selesai dilakukan. Namun demikian dalam Studi AMDAL ini diupayakan untuk dapat
memberikan alternatif-alternatif pengelolaan lingkungan terbaik, yang tertuang dalam
Dokumen RKL dan RPL, sebagai bentuk upaya minimalisasi damapak negatif dan
optimalisasi dampak positif.

D.3 TELAAHAN HOLISTIK TERHADAP DAMPAK PENTING


Dari hasil prakiraan dampak penting seperti yang diuraikan pada bab
sebelumnya, kegiatan pembangunan TPA Kota Poso akan menimbulkan dampak
penting terhadap komponen geofisik-kimia, transportasi dan tata ruang, biologi,
sosekbud dan kesmas yang bersifat negatif dan positif. Evaluasi dampak penting secara
holistik atau menyeluruh (total) didasarkan pada deskripsi kegiatan, rona lingkungan,
dan prakiraan dampak penting.
Untuk mengevaluasi dampak secara holistik digunakan Metoda Fisher And
Davies. Metoda ini sangat cocok digunakan pada proyek pada daerah yang sangat
dinamis dan cepat mengalami perubahan, terutama di perkotaan. Prinsip dari metode
ini adalah membandingkan kondisi lingkungan sekarang dan yang akan datang, baik
tanpa proyek maupun dengan adanya proyek dalam bentuk matriks interaksi antara
komponen kegiatan dan komponen lingkungan. Hasil evaluasi dampak secara holistik
menurut Metoda Fisher And Davies secara rinci disajikan pada tabel berikut.

Tabel
Interpretasi Skala pada Paramater Lingkungan
SKALA
URAIAN
1 2 3 4 5
Kepentingan parameter terhadap Sangat tidak Tidak Sangat
Sedang Penting
lingkungan penting penting penting
Keadaan lingkungan / rona
Sangat jelek Jelek Sedang Baik Sangat baik
lingkungan awal
Sangat tidak
Kepekaan terhadap lingkungan Tidak peka Sedang Peka Sangat peka
peka
Metode dalam Penyusunan ANDAL
151
Tabel
Matrik Evaluasi Dampak Lingkungan
SKALA
KOMPONEN Kepentingan Lingkungan Kepekaan
NO LINGKUNGAN
terhadap saat ini (rona terhadap
proyek lingkungan) pengelolaan
KOMPONEN LINGKUNGAN GEOFISIK-
KIMIA
1 Iklim (Cuaca) 4 4 3
2 Kualitas Udara 5 4 4
3 Kebisingan 4 4 4
4 Fisiografi 4 4 3
Hidrologi
Kualitas Air 5 4 4
Penurunan Kapasitas Drainase 3 3 3
Perubahan Limpasan Permukaan 4 3 3
Perubahan Volume Limpasan 4 3 3
KOMPONEN TRANSPORTASI DAN TATA RUANG
Transportasi
Peningkatan Volume Lalu Lintas 4 4 4
Ceceran Tanah di Area Proyek di Badan Jalan 3 3 3
Kerusakan Infrastruktur Jalan Masuk 4 4 4
2 Tata Ruang 3 3 3
KOMPONEN LINGKUNGAN BIOLOGI
1 Flora dan Fauna Darat 3 4 3
2 Biota Air 3 4 3
KOMPONEN SOSEKBUD
1 Kesempatan Kerja dan Peluang Berusaha 4 3 4
2 Mata Pencaharian dan Pendapatan Masyarakat 4 3 4
3 Estetika dan Kenyamanan 4 4 4
4 Persepsi Masyarakat 4 4 4
Tata Nilai Budaya
Kinerja Pengelolaan Sarpras Kota 4 4 4
Keresahan 4 4 4
KOMPONEN KESMAS
1 Kesehatan Masyarakat 5 4 4
2 Kesehatan Lingkungan 5 4 4

Sumber: Kajian AMDAL TPA Poso, 2013


Metode dalam Penyusunan ANDAL
152
Contoh
Matrik Kesimpulan Kelayakan Lingkungan Hidup

Metode dalam Penyusunan ANDAL 153


Contoh
Matrik Keputusan Seluruh Lingkungan Hidup

Dengan
Tanpa Proyek Proyek SELISIH KONDISI
DAMPA
NO KOMPONEN LINGKUNGAN Kondisi Kondisi y.a.d Kondisi y.a.d K
Selisih Dengan DP y.a.d - TP y.a.d
Awal Tanpa Proyek Proyek

1 Lingkungan Geofisika kimia 3,625 2,625 (1,000) 3,142 0,517 1,517


Lingkungan Transportasi dan Tata
2 Ruang 3,500 2,500 (1,000) 3,150 0,650 1,650
3 Lingkungan Biologi 4,000 3,000 (1,000) 3,467 0,467 1,467
Lingkungan sosial ekonomi dan
4 budaya 3,667 2,667 (1,000) 3,278 0,611 1,611
Lingkungan kesehatan
5 masyarakat 4,000 3,000 (1,000) 3,067 0,067 1,067
TOTAL SELURUH
KOMPONEN 81,000 59,000 70,467
0,52
RATA-RATA 3,682 2,682 (1,000) 3,203 0,521

Sumber: Kajian AMDAL TPA Poso, 2013


Metode dalam Penyusunan ANDAL 154
Penggunaan metode Fisher & Davis untuk menelaah secara holistik kecenderungan
dampak penting seluruh komponen tahapan dan jenis kegiatan pembangunan dan
operasional TPA Kota Poso terhadap keseluruhan komponen lingkungan, termasuk
parameter-parameter lingkungan di dalamnya merupakan salah satu metode yang
dipergunakan dalam kajian analisis dampak lingkungan pada kondisi lingkungan yang
dinamis dengan banyaknya perubahan lingkungan karena aktivitas manusia. Terkait
dengan hasil analisis Fisher & Davis pada kegiatan pembangunan TPA Kota Poso tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini akan memberikan dampak positif sebesar 52%
(0,52). Sehingga kegiatan pembangunan TPA Kota Poso dapat dikatakan layak secara
lingkungan. Namun demikian proses kegiatan pembangunan ini nantinya perlu
memperhatikan catatan, bahwa pembangunan dan operasional TPA Kota Poso tersebut
akan layak secara lingkungan dengan melaksanakan program-program pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana tertuang di dalam Dokumen Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Metode dalam Penyusunan ANDAL 155


PERHITUNGAN NILAI KERUSAKAN LINGKUNGAN

A.

PEMAHAMAN UMUM

Perhitungan kerusakan lingkungan dimaksudkan untuk memberikan


pemahaman bagaimana dampak dari kerusakan lingkungan oleh aktifitas manusia
bila dihitung dan diuangkan. Kalau kerusakan lingkungan hanya diberikan informasi
secara narasi pada umumnya orang tidak begitu memiliki kepekaan dan perhatian.
Sebaliknya apabila kerusakan tersebut dapat dinominalkan maka besaran kerusakan
dapat dilakukan perhitungan secara cermat.

Perhitungan kerusakan lingkungan dapat dilakukan kalkulasi melalui berbagai


pendekatan. Misalkan dampak terhadap perairan dapat dihitung dengan melihat
besaran volume air yang mengalami kerusakan dan bila dikalikan dengan nilai rupiah
setiap volume air akan dapat dihitung besarnya nilai kerugian bila terjadi pencemaran
air. Begitu pula bila akibat pencemaran menyebabkan terjadinya kesakitan pada
masyarakat. Maka bersarnya kerugian dapat dilakukan perhitungan dengan menjumlah
besarnya biaya untuk pengobatan dan besarnya upah yang hilang akibat sakit. Berikut
disajikan bagaimana melakukan perhitungan kerusakan lingkungan.

Menghitung Nilai Kerusakan Lingkungan


156
B.

DAMPAK KERUSAKAN AKIBAT PENCEMARAN LINGKUNGAN

Dampak terhadap lingkungan secara makro dapat dikelompokkan kedalam


dampak terhadap lingkungan Abiotik (A), Biotik (B) dan Culture (C). Ketiga jenis
lingkungan tersebut saling interaksi dan interdependensi satu dengan yang lain.
Adanya interaksi menyebabkan terjadinya dampak secara langsung yang dirasakan,
sedangkan adanya interdependensi menyebabkan dampak secara tidak langsung.

Dampak Terhadap Ekosistem


Dalam sistem ekologi (Ekosistem) maka terjadi rantai makanan, yaitu rangkaian yang
menunjukkan hubungan makan memakan dalam sebuah lingkungan. Satu organisme
tergantung dari organisme lain yang lebih rendah. Tumbuhan (herbivora) tergantung
pada ketersediaan mineral. Konsumen tergantung produsen. Rantai makanan yang
lebih dari satu akan membentuk jaring-jaring kehidupan. Organisme tertentu dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam kondisi lingkungannya
selama perubahan tersebut tidak melebihi batas toleransinya (Tolerensi Shelford).
Terhadap perubahan lingkungan tersebut maka organisme akan mengalami adaptasi,
mutasi atau kalau jauh diatas toleransinya maka akan mengalami kepunahan.
Pencemaran lingkungan menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan, dimana
makluk hidup melakukan adaptasi atau kepunahan bila diluar batas toleransinya.
Terjadinya ledakan hama, serangga, ulat yang terjadi pada wilayah tertentu, merupakan
akibat terputusnya rantai makanan.

Dampak Terhadap Perairan


Perairan pada suatu wilayah terdiri dari materi dan energi untuk mendukung
kehidupan, yang populer dengan daya dukung lingkungan (Carrying Capacity).
Polutan merupakan materi dan energi asing yang memasuki badan air, sehingga
menurunkan daya dukung lingkungan. Kondisi tercemar terjadi bila perubahan tersebut
menyebabkan badan air berubah dari peruntukannya. Bahan organik merupakan bahan
yang dominan sebagai polutan. Bahan ini mampu menurunkan konsentrasi oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen) hingga menjadi nol, dimana kondisi tersebut kehidupan
aerob seperti ikan, algae, akan mati. Perairan berubah menjadi berwarna hitam dan
menimbulan bau yang menyengat karena menghasilkan H2S, NH3, CH4 dan gas
berbau lain.

Dampak Terhadap Kesehatan


Dampak terhadap kesehatan terjadi akibat perubahan kualitas lingkungan.
Meningkatnya kasus diare, ISPA, penyakit kulit, penurunan IQ akibat Pb atau logam
berat lain, merupakan contoh penyakit yang terjadi akibat pencemaran lingkungan.
Pada umumnya mekanisme terjadi melalui oral (mulut), pernafasan atau iritasi melalui
kulit. Kerugian terhadap kesehatan merupakan kerugian besar akibat kerusakan
lingkungan.
Menghitung Nilai Kerusakan Lingkungan
157
C.

METODE PERHITUNGAN DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN

Perhitungan Kerusakan Lingkungan


Kerusakan Lingkungan akibat pencemaran dapat dihitung dengan beberapa
pendekatan. Beberapa pendekatan pendekatan yang dapat dilakukan. Perhitungan
dilakukan dengan pentahapan sebagai berikut : 1. identifikasi jenis pemanfaatan lahan;
2. menghitung luas wilayah yang terkena dampak cemaran; 3. identifikasi jenis polutan
dan sifatnya; 4. menghitung perubahan lingkungan abiotik(A), biotik(B) dan
Culture(C). Perhitungan kerusakan lingkungan dapat dilakukan dengan explisit cost,
atau implisit cost. Eksplisit cost bila diperhitungkan bahwa seluruh kerusakan
merupakan inves orang lain, dan bukan milik sendiri, sedangkan implisit cost bila
kerusakan diperhitungkan milik sendiri yang nilainya lebih rendah. Terdapat 5
pendekatan dalam perhitungan kerusakan lingkungan, antara lain sebagai berikut.

Nilai pasar pengganti (Surrogate market)


Merupakan nilai kerusakan bila harus mengganti semua kerusakan lingkungan
dengan lingkungan sejenis. Misal pencemaran lingkungan menyebabkan air tanah tidak
dapat dipakai, maka nilai kerusakan sebesar investasi untuk pengadaan air tanah. Misal
air permukaan yang digunakan untuk sumber air baku air minum, kerusakan sebesar
investasi untuk pengadaan air baku, dengan kualitas sama.

Nilai Produktifitas yang hilang


Merupakan nilai yang hilang dengan turunnya produktifitas lahan atau manusia
akibat dampak pencemaran. Bila lahan sawah mampu berproduksi 5 ton/ha, akibat
pencemaran turun menjadi 2 ton/ha, maka nilai kerusakan sebesar 3 ton x Rp/ton x
masa panen/tahun x tahun lama keruskan. Bila cemaran menurunkan produktifitas
manusia, maka nilai kerusakan akan sebesar gaji maksimum tiap bulan x masa selama
tidak bekerja x jumlah manusia.

Nilai Pampasan
Merupakan besar nilai kerusakan yang dikonversi dari besarnya pampasan (ganti
rugi) yang diakibatkan oleh dampak cemaran. Nilai ini tergantung dari proses mediasi
antara masyarakat dan pencemar lingkungan.

Transportation Cost
Merupakan nilai kerusakan yang dihitung dengan besarnya ongkos perjalanan bila
harus memperoleh barang sejenis di tempat lain. Nilai ini akan sangat dominan bila
lingkungan yang mengalami kerusakan merupakan lingkungan yang langka, dimana
lingkungan sejenis ditemukan pada tempat yang berjauhan.

Kemampuan membayar (Willingnes to Pay)


Merupakan nilai yang diperoleh atas dasar kemampuan dari pihak yang
mencemari. Perhitungan metode ini sangat merugikan lingkungan dan masyarakat,
Menghitung Nilai Kerusakan Lingkungan
158
karena bukan dihitung berdasarkan ke empat metode diatas akan tetapi hanya
berdasarkan kemampuan perusak lingkungan.

D.

BESARNYA DENDA BAGI PERUSAK LINGKUNGAN


SESUAI UU NO 32 TAHUN 2009

Besarnya denda bagi setiap badan usaha atau perorangan yang secara sengaja
atau tidak sengaja melakukan perusakan terhadap lingkungan, maka diatur mulai dari
Pasal 98, hingga pasal 115 dalam UU No 32 Tahun 2009. Beberapa petikan besarnya
sangsi pidana dan denda disajikan berikut.

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan


dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang


luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku


mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan


orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang


luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga

Menghitung Nilai Kerusakan Lingkungan


159
Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau
baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat


dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi
atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.

E.

CONTOH KASUS PERHITUNGAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

Kasus
Pada beberapa tahun yang lalu terjadi Pencemaran Oleh Salah Satu Industri
Tapioka di Karang Anyar Jawa Tengah. Dampak dari buangan limbah yang ada
memberikan pengaruh pada perubahan lingkungan yang menyebabkan lahan pertanian
tidak dapat berproduksi secara optimal. Dampak lain adalah sumur penduduk yang
memanfaatkan air tanah ternyata tidak dapat dikonsumsi karena berbau dan berwarna
hitam. Terdapat dua desa yang terkena dampak langsung yaitu desa Sawahan dan desa
Jaten.

Analisis
Lingkungan dusun Sawahan dan Sembungan Jaten yang terkena dampak
pencemaran dapat dikelmpokkan dalam lingkungan Abiotik (air sumur, tanah, air
permukaan, lahan), lingkungan Biotik (flora, fauna, mikroorganisme) dan lingkungan
Culture/Budaya (hubungan sosial, kesehatan, kesejahteraan, ekonomi).

Perhitungan
Bila dihitung dengan pendekatan nilai pasar pengganti, misal untuk air permukaan
yang tercemar, dengan debit aliran sungai 25 liter/detik, maka tiap tahun dihasilkan
788,400 m3. Karena pemulihan tidak mungkin selesai dalam 1 tahun, taruhlah 5 tahun,
maka dalam tahun air yang rusak sebesar 3,942,000 m3, bila 1 m3 dihargai Rp 100,
maka kerugian yang dilakukan senilai Rp. 394,200,000. Bagaimana dengan air tanah,
taruhlah dianggap sebanding dengan air permukaan maka kerugian sebesar Rp.
394,200,000. Kerugian untuk produktifitas lahan pertanian, bila luas lahan pertanian
seluas 25 Ha, dimana produktifitas turun dari 5 ton/ha menjadi 3 ton/ha, maka kerugian
tiap tahun, bila patokan Rp 1000 tiap kg gabah, dengan jeda waktu pemulihan 5 tahun,
sebesar Rp.750,000,000. Bagaimana dengan produktifitas warga yang turun akibat
pencemaran. Bila setiap tahun produktifitas kerja turun dari 311, menjadi 281 hari (30
hari tidak produktif), bila jumlah warga diasumsi 250 jiwa, jumlah kerugian selama
kurun waktu lima tahun sebesar Rp. 1,125,000,000. Dari 4 komponen yang dihitung
sudah mencapai Rp. 2,663,400,000 ( Dua koma enam milyard rupiah). Kerugian
tersebut belum dihitung kerusakan biologi, serangan hama akibat kerusakan ekosistem,
biaya pengobatan dan biaya hilangnya kenyamanan dan kesejahteraan.
Menghitung Nilai Kerusakan Lingkungan
160
MEMAHAMI AMDAL MELALUI TIGA PULUH
LIMA BUTIR PERTANYAAN

Tiga-puluh lima butir pertanyaan tentang AMDAL dapat digunakan untuk


membantu mengetahui seberapa besar pemahaman tentang AMDAL. Pertanyaan
tersebut akan berkembang bila ada perubahan tentang kebijakan pengelolaan
lingkungan hidup. Butir-butir tersebut antara lain sebagai berikut.

Apakah yang dimaksud dengan studi AMDAL, dan bagaimanakah kerangka


berfikirnya, bagaimana sejarah pengelolaan lingkungan didunia dan di
Indonesia?
Mengapa pemahaman ekosistem digunakan sebagai dasar dalam melakukan kajian
lingkungan ?
Apakah yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development) ?
Gangguan terhadap suatu rantai makanan akan berdampak pada rantai makanan yang
lain, berikan pemahaman dan contoh nyata fenomena alam tersebut akibat
terputusnya rantai makanan ?

Tiga-Puluh Limaa Butir Memahami AMDAL 161


Apakah yang dimaksud dengan AMDAL, UKL-UPL DAN SPPL ? Apa perbedaan dari
ketiga bentuk kajian lingkungan tersebut ?
Apakah yang dimaksud dengan pengertian PEL, PIL, dan SEL ?
Apa saja peraturan perundang-undangan yang pernah ada di Indonesia ? Sebutkan
mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri,
Keputusan Kepala, hingga Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota !
Peraturan Perundang-undangan yang ada di No. 6, produk peraturan perundang-
undangan manakah yang masih berlaku untuk dasar penyusunan kajian
lingkungan di Indonesai ?
Bagaimana melakukan penapisan tahap I, untuk mengetahui apakah suatu kegiatan
wajib AMDAL atau kajian lingkungan yang lain, berikut dasar peraturan
perundang-undangannya ?
Apa pengertian dari Pemrakarsa Kegiatan, Penyusun AMDAL, Tim Teknis AMDAL,
dan komisi AMDAL ?
Apakah yang dimaksud dengan Komisi AMDAL, dimana Komisi AMDAL dibentuk,
apa tugas dan wewenang dari Komisi AMDAL, sebutkan peraturan perundang-
undangannya ?
Bila suatu badan usaha akan melakukan kegiatan bagaimana mengarahkan kegiatan
tersebut untuk melengkapi kajian lingkungannya ?
Seluruh dokumen AMDAL terdiri dari KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL, berikan
penjelasan masing-masing dokumen, arti dokumen, isi masing-masing
dokumen, maksud dan tujuan dokumen-dokumen tersebut ?
Dalam KA-ANDAL harus memuat Rona Lingkungan Awal, Tapak Proyek, Batas
Administratif, Batas Ekologis, dan Batas Wilayah Studi. Berikan pemahaman
tersebut !
Sebelum dilakukan penyusunan AMDAL, perlu dilakukan sosialisasi kegiatan kepada
masyarakat, sebutkan berbagai bentuk sosialisasi yang dapat dilakukan!
Legalisasi dokumen AMDAL merupakan syarat utama agar dokumen tersebut legal
dan menjadi acuan bersama. Sebutkan siapa yang berhak untuk melakukan
legalisasi, jelaskan pula siapa pihak yang akan melakukan legalisasi dokumen
UKL dan UPL ?
Berikan penjelasan kurun waktu pnyusunan AMDAL, batas waktu legalisasi dan masa
berlakunya dokumen AMDAL !
Sebutkan dan jelaskan sistematika KA-ANDAL, ANDAL, RKL Dan RPL !
Dalam proses penyusunan KA-ANDAL yang utama adalah merumuskan ISU-ISU
pokok, bagaimana isu-isu pokok dirumuskan ?
Apakah yang dimaksud dengan komponen lingkungan, sumber dampak dan tahap
dalam kegiatan proyek ?
Dalam merumuskan isu pokok dikenal dengan 6 kriteria dampak penting, sebutkan
kriteria tersebut dan jelaskan maksud dari masing-masing !
Dalam kajian AMDAL, kajian tidak hanya bersifat multi disiplin tetapi juga
interdisiplin, jelaskan maksud tersebut, dan sebutkan tenaga ahli yang biasa
terlibat dalam penyusunan AMDAL !
Setiap ahli penyusun AMDAL harus memiliki sertifikasi AMDAL, sebutkan
klasifikasinya dan wewenang dari setiap klasifikais tersebut !
Tiga-Puluh Limaa Butir Memahami AMDAL 162
Dalam ANDAL interaksi antara komponen lingkungan yang terkena dampak dengan
sumber dampak merupakan bentuk identifikasi dampak. Dampak dilakukan
prediksi, evaluasi dan mitigasi, jelaskan maksud dari tahapan tersebut !
Sebutkan komponen lingkungan yang biasanya ditetapkan untuk kajian lingkungan !
Prediksi dampak dapat dilakukan dengan Metode Formal dan Metode Informal.
Jelaskan dan sebutkan metode Formal dan metode Informal tersebut, dan
berikan contoh masing-masing !
Jelaskan berbagai metode untuk melakukan evaluasi dampak lingkungan !
Hasil dari evaluasi dampak akan dikelompokkan kedalam Dampak Penting dan
Dampak Tidak Penting, jelaskan pemahaman tersebut dan jelaskan pula
bagaimana menyikapi kedua kelompok dampak tersebut !
Jelaskan berbagai bentuk mitigasi dampak lingkungan yang dapat diketahui
Dalam menyusun RKL dan RPL pembentukan matrik merupakan kunci, berikan
contoh matrik untuk RKL dan RPL
Sebutkan maksud dan tujuan UKL, UPL dan sebutkan sistematikanya !
Bila seseorang telah menyusun UKL dan UPL dan akan mengembangkan usahanya,
kajian lingkungan apa yang akan dilakukan dan berikan penjelasannya
Bila terjadi konflik dengan masyarakat atau pihak lain, atau dampak dari kegiatan yang
dilakukan, sementara dokumen AMDAL sudah ada, bagaimana menyikapi
kasus tersebut, jelaskan !
Apakah yang dimaksud dengan Ijin lingkungan, jelaskan dan kapan ijin lingkungan
diajukan, jelaskan pula kapan ijin lingkungan dinyatakan tidak berlaku?
Bagaimana melakukan perhitunan kerusakan lingkungan dan regulasi apakah yang
dapat dikenakan bagi pelanggar kerusakan lingkungan.

Tiga-Puluh Limaa Butir Memahami AMDAL 163


Tiga-Puluh Limaa Butir Memahami AMDAL 164
Ir. MURSID RAHARJO, M.Si, Lahir di Sukoharjo-Surakarta-Jawa
Tengah, tanggal 29 September 1966. Menyelesaikan pendidikan
Seklah Dasar Combongan I, 1979, Sekolah Menengah Pertama N II
Sukoharjo, 1982, Sekolah Menengah Atas Sukoharjo, 1985.
Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Teknik Lingkungan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, tahun 1991. Menyelesaikan
Master Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tahun 2003.
Mengikuti pelatihan dalam bidang AMDAL A dan B, di PPLH UNDIP tahun 1998.
Saat ini sebagai Staf pengajar Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan
Masyarakat dan Staf pengajar Magister Kesehatan Lingkungan Pascasarjana
Universitas Diponegoro.
Banyak berperan sebagai ketua tim dalam kajian lingkungan dan studi
kelayakan lingkungan antara lain :
Ketua Tim Penyusun Dokumen UKL dan UPL pembangunan perumahan Bukit
Diponegoro, Semarang (2001)
Ketua Tim Penyusun Dokumen UKL dan UPL pembangunan perumahan Pusat
Perkulakan Hasil Bumi, Pasindra, Semarang (2001)
Ketua Tim Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Pembangunan Masjid Agun Jawa Tengah (2002)
Anggota tim Penyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL
Pembangunan Perumahan Bukit Semarang Baru, 1000 Ha, Semarang,
(1999).
Studi Kelayakan Pengembangan Kampung Nelayan Bandengan Kabupaten
Kendal.
Ketua Tim Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL
Pambangunan Pelabuhan Penyebrangan Kumai-Kendal (2004).
Ketua Tim Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL
Terpadu Pambangunan Pusat Perdagangan, Terminal Bus, Terminal Cargo
Kota Kudus, (2005).
Ketua Tim Penyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Kota Tegal, (2005).
Ketua Tim Penyusun Dokumen UKL dan UPL pembangunan Pasar Sukoharjo
(2006)
Ketua Tim Penyusun AMDAL Terpadu Terminal Kargo, Pusar Perdagangan Kota
Kudus,2010
Ketua Tim Penyusun AMDAL Rehabilitasi Bendung Simongan, Semarang, 2011
Ketua Tim Penyusun AMDAL TPA Kota Poso, 2013

Beberapa buku yang dihasilkan dalam lingkup Fakultas Kesehatan Masyarakat


antara lain : Manajemen Laboratorium Kesehatan Lingkungan, Tahun 2002; Buku
Pedoman Praktikum Laboratorium Kesehatan Lingkungan, tahun 1999; Buku Tentang
Peyimpangan Kualitas Air, tahun 2008. Buku Manajemen Lingkungan (2011). Buku
Memahami AMDAL Edisi-1, Tahun 2007.
MEMAHAMI AMDAL
Lingkungan hidup yang memberikan materi, energi, dan kenyamanan merupakan keinginan
bersama. Keseimbangan antara kepentingan ekonomi, politik dan ekologi merupakan kunci
dalam
perwujudan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Penyelamatan dan
perlindungan lingkungan selelau disuarakan untuk mendapat kesadaran setinggi tingginya
dari seluruh masyarakat. Degradasi kualitas lingkungan harus disadari dan disikapi bersama
melalui tindak lanjut dengan konsep ekologis.

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang dalam pengelolaan lingkungan


hidup. Undang-Undang No 4 tahun 1982, Undang-Undang No 23 Tahun 1997 dan Undang-
Undang No 32 Tahun 2009, merupakan langkah nyata pengelolaan lingkungan. Undang-
Undang No 32 Tahun 2009, telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2012
dan Permen Lingkungan Hidup No 5, No 16 dan No 17 Tahun 2012.

AMDAL sebagai salah satu bentuk kajian lingkungan memiliki peran strategis dalam
pengelolaan setiap kegiatan pembangunan. Kegiatan pembangunan yang selalu diikuti
dampak positip dan dampak negatip, harus dilakukan kajian secara cermat dan komprehensif,
agar dapat dimaksimalkan dampak positip dan diminimumkan dampak negatip. Regulasi
lingkungan yang sangat dinamis membutuhkan Guidance (panduan), yang memudahkan bagi
mereka yang memahami AMDAL. Buku Memahami AMDAL ini disusun untuk memberikan
pencerahan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan AMDAL, baik pemrakarsa,
penyusun, komisi, tim teknis dan masyarakat luas, maupun bagi siapapun yang ingin
memahami AMDAL.

Buku ini menyajikan pengetahuan teoritis dan praktis untuk memudahkan memahami
AMDAL dan penerapanya. Buku ini juga dilengkapi dengan menghitung kerusakan
lingkungan, sebagai wacana tambahan untuk lebih mencintai lingkungan. Pada bagian akhir
buku ini disajikan 35 butir untuk memahami AMDAL, sebagai panduan mengukur
kedalaman pemahaman tentang AMDAL.

IR. MURSID RAHARJO, M.Si, Lahir di Sukoharjo-Surakarta-Jawa Tengah, tanggal 26


Agustus 1966. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Teknik Lingkungan Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, Tahun 1991. Master dalam bidang Ilmu Lingkungan,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Tahun 2003. Kandidat Doktor Ilmu Lingkungan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Mengikuti pelatihan dalam bidang AMDAL A dan B
di PPLH UNDIP, Tahun 1998. Saat ini sebagai Staf Pengajar Magister Kesehatan
Lingkungan, Pascasarjana Universitas Diponegoro dan Staf Pengajar Bagian Kesehatan
Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Undang Undang No. 23 Tahun 1997
Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup

Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Nomor : 23 TAHUN 1997 (23/1997)
Tanggal : 19 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA)
Sumber : LN 1997/68; TLN NO.3699

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam
segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;

bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan


kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan
kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;

bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk


melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi,
selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;

bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan


berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma
hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan
perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang
berkaitan dengan lingkungan hidup;
bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan
lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu
disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup;

bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu
ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:


Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain;
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup;
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan
terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa depan;
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup;
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi
kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak
negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain;
Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap
zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya;
Pelestarian daya tampung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen
lain yang dibuang ke dalamnya;
Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia,
sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, dan sumber daya buatan;
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup;
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya;
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik
dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang;
Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung
atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan
lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
berkelanjutan;
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui
untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan
sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan
ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya;
16 Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi,
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain;
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lain;
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup;
Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup
yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;
Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terbentuk atas kehendak
dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya di
bidang lingkungan hidup;
Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap
persyaratan hukum yang berlaku dan/atau kebijaksanaan dan standar yang
ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;
Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan
hukum;
Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup.

Pasal 2

Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berWawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan,
hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN SASARAN

Pasal 3

Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab


negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pasal 4

Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah :


tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup;
terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap
dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau
kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.

BAB III
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 5

Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan
peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6

Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta


mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan.

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan


informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 7

Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan


dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara:


meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial;
memberikan saran pendapat;
menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

BAB IV
WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 8

Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.

(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), Pemerintah:
mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup;
mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup,
dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya
genetika;
mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subjek
hukum lainnya serta perbuatan hukum
terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber
daya genetika;
mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;
mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 9

Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup


dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat
istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah


sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat,
serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan
perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan
hidup.

Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang,
perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan,
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya,
keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.

Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan


lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordinasi oleh
Menteri.

Pasal 10

Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban:


mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan
hidup;

mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan


hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara
masyarakat, dunia usaha dan Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup;

mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup


yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan


proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup;

memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup;

menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan


hidup;

menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada


masyarakat;

memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan
hidup.

Pasal 11

Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu


oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.

Ketentuan mengenai tugas, fungsi, wewenang dan susunan organisasi serta tata kerja
kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden.

Pasal 12

Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan


nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah berdasarkan
peraturan perundang-undangan dapat:
melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada
perangkat di wilayah;
mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 13

Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah dapat


menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah
tangganya.

Penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

BAB V
PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 14

Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan
dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan


pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Ketentuan mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan


penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan


dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan hidup.

Ketentuan tentang rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan


limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.

Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.

Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan
berbahaya dan beracun.

Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut,


mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.

Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PERSYARATAN PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Pertama Perizinan

Pasal 18

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup
untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan
kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan
hidup.
Pasal 19

Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan:


rencana tata ruang;
pendapat masyarakat;
pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan
usaha dan/atau kegiatan tersebut.

Keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan.

Pasal 20

Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan


limbah ke media lingkungan hidup.

Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah
Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.

Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.

Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.

Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 21

Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 22

Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau


kegiatan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan hidup.
Untuk melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat
menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.

Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala


Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.

Pasal 23

Pengendalian dampak lingkungan hidup sebagai alat pengawasan dilakukan oleh suatu
lembaga yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pemerintah.

Pasal 24

Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22


berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan
dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat
tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi
dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang
bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan.

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta
wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.

Bagian Ketiga Sanksi Administrasi

Pasal 25

Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I berwenang melakukan paksaan pemerintahan


terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan
mengakhiri terjadinya pelanggaran, serta menanggulangi akibat yang
ditimbulkan oleh suatu pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan,
penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada
Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah
Tingkat I.

Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada pejabat


yang berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat


(2), didahului dengan surat perintah dari pejabat yang berwenang.

Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dapat diganti dengan pembayaran sejumlah
uang tertentu.

Pasal 26

Tata cara penetapan beban biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan
ayat (5) serta penagihannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
dibentuk, pelaksanaannya menggunakan upaya hukum menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27

Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau
kegiatan.

Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan
kepada pejabat yang berwenang.

Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang


berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan
kepentingannya.

Bagian Keempat Audit Lingkungan Hidup

Pasal 28

Dalam rangka peningkatan kinerja usaha dan/atau kegiatan, Pemerintah mendorong


penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup.
Pasal 29

Menteri berwenang memerintahkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk


melakukan audit lingkungan hidup apabila yang bersangkutan menunjukkan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperintahkan untuk melakukan audit
lingkungan hidup wajib melaksanakan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).

Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan perintah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat melaksanakan atau
menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakan audit lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas beban biaya penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

Jumlah beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.

Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada


ayat (1).

BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

Bagian Pertama Umum

Pasal 30

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
Undang-undang ini.

Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak
yang bersengketa.

Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup


di Luar Pengadilan

Pasal 31

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk


mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif
terhadap lingkungan hidup.

Pasal 32

Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 31 dapat digunakan jasa pihak ketiga, baik yang tidak memiliki
kewenangan mengambil keputusan maupun yang memiliki kewenangan mengambil
keputusan, untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.

Pasal 33

Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan


penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak.

Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup


diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup


Melalui Pengadilan

Paragraf 1: Ganti Rugi

Pasal 34

Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan


hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup,
mewajibkan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan
tertentu.

Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.

Paragraf 2 :Tanggung Jawab Mutlak

Pasal 35

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan
berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan
beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan,
dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat
terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan dapat
membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
disebabkan salah satu alasan di bawah ini:

adanya bencana alam atau peperangan; atau


adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab
membayar ganti rugi.

Paragraf 3 : Daluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Pasal 36

Tenggang daluwarsa hak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengikuti


tenggang waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan Hukum Acara Perdata
yang berlaku, dan dihitung sejak saat korban mengetahui adanya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ketentuan mengenai tenggang daluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya
dan beracun dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun.

Paragraf 4 : Hak Masyarakat dan Organisasi Lingkungan Hidup


Untuk Mengajukan Gugatan

Pasal 37

Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan


ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang
merugikan perikehidupan masyarakat.

Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau


perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi
perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan
masyarakat.

Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 38

Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai


dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan
gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan
untuk hak melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali
biaya atau pengeluaran riil.

Organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) apabila memenuhi persyaratan :
berbentuk badan hukum atau yayasan;
dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi
tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan
hidup;
telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Pasal 39

Tata cara pengajuan gugatan dalam masalah lingkungan hidup oleh orang,
masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu pada Hukum Acara
Perdata yang berlaku.

BAB VIII
PENYIDIKAN

Pasal 40

Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pengelolaan lingkungan hidup, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara
Pidana yang berlaku.

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang :
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang lingkungan
hidup;
melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti,
pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang lingkungan hidup;
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang lingkungan hidup.

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Penyidikan tindak pidana lingkungan hidup di perairan Indonesia dan Zona Ekonomi
Ekslusif dilakukan oleh penyidik menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 41

Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun dan denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus
lima puluh juta rupiah).

Pasal 42

Barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan


pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana
penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).

Pasal 43

Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku,


sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang
berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau
ke dalam air permukaan,
melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan
bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui
atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), barang siapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu atau
menghilangkan atau menyembunyikan atau merusak informasi yang
diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa
perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang
lain.

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan
orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun dan denda paling banyak Rp450.000.000,00 (empat
ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 44

Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku,


karena kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43,
diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang mati
atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).

Pasal 45

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama
suatu badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain,
ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal 46

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama
badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan
pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan,
perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka
yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang
bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini, dilakukan oleh atau atas nama
badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan
dilakukan oleh orang-orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar
hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan,
perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi
pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak
sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar
hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana
secara sendiri atau bersama-sama.

Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi
lain, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu
ditujukan kepada pengurus di tempat tinggal mereka, atau di tempat pengurus
melakukan pekerjaan yang tetap.

Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau
organisasi lain, yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim
dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendiri di pengadilan.

Pasal 47

Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum


Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat
pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau
perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
Pasal 48

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 49

Selambat-lambatnya lima tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini setiap


usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin, wajib menyesuaikan
menurut persyaratan berdasarkan Undang-undang ini.

Sejak diundangkannya Undang-undang ini dilarang menerbitkan izin usaha dan/atau


kegiatan yang menggunakan limbah bahan berbahaya dan beracun yang diimpor.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 50

Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang


berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang
ini.

Pasal 51

Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982


tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215)
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 52

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

I. UMUM

Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat
dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmatNya yang wajib dilestarikan
dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan
penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta makhluk hidup lainnya
demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Pancasila, sebagai dasar dan falsafah negara, merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh yang memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia
bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan
Yang Maha Esa maupun
manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi,
dalam rangka mencapai kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Antara
manusia, masyarakat, dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik,
yang selalu harus dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan
agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dinikmati generasi masa kini dan
generasi masa depan secara berkelanjutan.
Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber
daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai
kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu,
penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan
fungsi lingkungan hidup.

Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah, baik
wilayah negara maupun wilayah administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup
yang berkaitan dengan pengelolaan harus jelas batas wilayah wewenang
pengelolaannya. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan hidup
Indonesia.
Secara hukum, lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang tempat negara
Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan dan hak berdaulat serta
yurisdiksinya. Dalam hal ini lingkungan hidup Indonesia tidak lain adalah
wilayah, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera
dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alam dan
kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya sebagai tempat rakyat
dan bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dalam segala aspeknya. Dengan demikian, wawasan dalam
menyelenggarakan pengelolaan lingkungan hidup Indonesia adalah Wawasan
Nusantara.

Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem,
yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak
ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup yang berlainan. Keadaan yang demikian memerlukan
pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan
keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga
meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri. Dalam pada itu, pembinaan dan
pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain,
yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup menuntut
dikembangkannya suatu
sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Untuk itu, diperlukan suatu
kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan
secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.

Pembangunan memanfaatkan secara terus-menerus sumber daya alam guna


meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Sementara itu, ketersediaan
sumber daya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah maupun dalam
kualitas, sedangkan permintaan akan sumber daya alam tersebut makin
meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Di pihak lain, daya
dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan hidup
dapat menurun.
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem
yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup itu akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya
masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.
Terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan
rakyat sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran anggota
masyarakat, yang dapat disalurkan melalui orang perseorangan, organisasi
lingkungan hidup, seperti lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat
adat, dan lain-lain, untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan.
Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam,
menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan
bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang untuk
menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi
peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan.

Arah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan


bertumpukan pada pembangunan industri, yang di antaranya memakai berbagai
jenis bahan kimia dan zat radioaktif. Di samping menghasilkan produk yang
bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain
dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke
dalam media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan,
dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Secara global, ilmu
pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada
kenyataannya, gaya hidup masyarakat industri ditandai oleh pemakaian produk
berbasis kimia telah
meningkatkan produksi limbah bahan berbahaya dan beracun. Hal itu merupakan
tantangan yang besar terhadap cara pembuangan yang aman dengan risiko yang
kecil terhadap lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lain. Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan
beracun beserta limbahnya perlu dikelola dengan baik. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas dari
buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah Indonesia.

Makin meningkatnya upaya pembangunan menyebabkan akan makin meningkat


dampaknya terhadap lingkungan hidup. Keadaan ini mendorong makin
diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup sehingga risiko
terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari
tindakan pengawasan agar ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang lingkungan hidup. Suatu perangkat hukum yang bersifat preventif berupa
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan lain. Oleh karena itu, dalam izin harus
dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan lainnya. Apa yang
dikemukakan tersebut di atas menyiratkan ikut sertanya berbagai instansi dalam
pengelolaan lingkungan hidup sehingga perlu dipertegas batas wewenang tiap-
tiap instansi yang ikut serta di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum,
pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup sebagai bagian
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi
dasar hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum
bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup. Dasar hukum itu dilandasi oleh asas
hukum lingkungan hidup dan penaatan setiap orang akan norma hukum
lingkungan hidup yang sepenuhnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 No. 12,
Tambahan Lembaran Negara No. 3215) telah menandai awal pengembangan
perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup
Indonesia sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam kurun waktu lebih dari satu
dasawarsa sejak diundangkannya Undang-undang tersebut, kesadaran lingkungan
hidup masyarakat telah meningkat dengan pesat, yang ditandai antara lain oleh
makin banyaknya ragam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang
lingkungan hidup selain lembaga swadaya masyarakat. Terlihat pula peningkatan
kepeloporan masyarakat dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup sehingga masyarakat tidak hanya sekedar
berperan serta, tetapi juga mampu berperan secara nyata. Sementara itu,
permasalahan hukum lingkungan hidup yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat memerlukan pengaturan dalam bentuk hukum demi menjamin
kepastian hukum. Di sisi lain, perkembangan lingkungan global serta aspirasi
internasional akan makin mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup
Indonesia. Dalam mencermati perkembangan keadaan tersebut, dipandang perlu
untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-undang ini memuat norma hukum lingkungan hidup. Selain itu, Undang-undang
ini akan menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan perundang-
undangan yang memuat ketentuan tentang lingkungan hidup yang berlaku, yaitu
peraturan perundang-undangan mengenai pengairan, pertambangan dan energi,
kehutanan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, industri, permukiman,
penataan ruang, tata guna tanah, dan lain-lain.

Peningkatan pendayagunaan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi,


hukum perdata maupun hukum pidana, dan usaha untuk mengefektifkan penyelesaian
sengketa lingkungan hidup secara alternatif, yaitu penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang bersengketa. Di
samping itu, perlu pula dibuka kemungkinan dilakukannya gugatan perwakilan.
Dengan cara penyelesaian
sengketa lingkungan hidup tersebut diharapkan akan meningkatkan ketaatan masyarakat
terhadap sistem nilai tentang betapa pentingnya pelestarian dan pengembangan
kemampuan lingkungan hidup dalam kehidupan manusia masa kini dan kehidupan
manusia masa depan.
Sebagai penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap
memperhatikan asas subsidiaritas, yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan
apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan
alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat
kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau
perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Dengan mengantisipasi kemungkinan
semakin munculnya tindak pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi, dalam Undang-
undang ini diatur pula pertanggungjawaban korporasi. Dengan demikian, semua
peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat terangkum dalam satu sistem
hukum lingkungan hidup Indonesia.
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1 sampai angka 25


Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3

Berdasarkan asas tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa
pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa
depan. Di lain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah
yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar
wilayah negara. Asas keberlanjutan mengandung makna setiap orang memikul
kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap
sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab
tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya
kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan.

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak
berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas
kerterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan
efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka
peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat.
Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data,
keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan
hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang
terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak
lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik
pemantuan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup, dan
rencana tata ruang.

Ayat (3)
Peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses
pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar
pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup atau perumusan kebijakan lingkungan hidup. Pelaksanaannya
didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat
ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan
keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 6

Ayat (1)
Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak terlepas dari
kedudukannya sebagai anggota masyarakat mencerminkan harkat manusia sebagai
individu dan makhluk sosial. Kewajiban tersebut mengandung makna bahwa setiap
orang turut berperanserta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya,
peranserta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan
penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup.

Ayat (2)
Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a
Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan
kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama
dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya.
Huruf b
Meningkatnya kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas
peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup

Huruf c
Meningkatnya ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin menurunkan
kemungkinan terjadinya dampak negatif.

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Dengan meningkatnya ketanggapsegeraan akan meningkatkan kecepatan pemberian
informasi tentang suatu masalah lingkungan hidup sehingga dapat segera ditindak
lanjuti.

Pasal 8

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Kegiatan yang mempunyai dampak sosial merupakan kegiatan yang berpengaruh
terhadap kepentingan umum, baik secara kultural maupun secara struktural.

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 9

Ayat (1)
Dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan
penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi,
dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya,
perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu pada
sumber daya alam yang terdapat di sekitarnya.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 10

Huruf a
Yang dimaksud dengan pengambil keputusan dalam ketentuan ini adalah pihak-
pihak yang berwenang yaitu Pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan
lainnya.

Huruf b
Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan
dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.

Huruf c
Peran masyarakat dalam Pasal ini mencakup keikutsertaan, baik dalam upaya maupun
dalam proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup. Dalam rangka peran masyarakat dikembangkan kemitraan
para pelaku pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi
keilmuan.

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perangkat yang bersifat preemtif adalah
tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan, seperti
tata ruang dan analisis dampak lingkungan hidup. Adapun preventif adalah tindakan
tingkatan pelaksanaan melalui penataan
baku mutu limbah dan/atau instrumen ekonomi. Proaktif adalah tindakan pada
tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup, seperti ISO
14000.
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif
misalnya adalah pengembangan dan penerapan teknologi akrab lingkungan hidup,
penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara
sukarela oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja.

Huruf f sampai huruf i


Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)
Lingkup pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya meliputi berbagai
sektor yang menjadi tanggung jawab berbagai departemen dan instansi pemerintah.
Untuk menghindari tumpang tindih wewenang dan benturan kepentingan perlu adanya
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi melalui perangkat kelembagaan
yang dikoordinasi oleh Menteri.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)
Huruf a
Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keaneragaman potensi sumber daya alam
hayati dan non-hayati, karakteristik kebhinekaan budaya masyarakat, dan aspirasi dapat
menjadi modal utama pembangunan nasional. Untuk itu guna mencapai keterpaduan dan
kesatuan pola pikir, dan gerak langkah yang menjamin terwujudnya pengelolaan
lingkungan hidup secara berdayaguna dan berhasilguna yang berlandaskan Wawasan
Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan wewenang tertentu dengan
memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi alam maupun kemampuan daerah,
kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas
dekonsentrasi.

Huruf b
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada
Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan.
Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggung
jawab tetap berada pada pemerintah yang menugaskannya.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)
Dengan memperhatikan kemampuan, situasi dan kondisi daerah, Pemerintah Pusat dapat
menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada daerah menjadi wewenang,
tugas, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan asas desentralisasi.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1) sampai ayat (3)


Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi
kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain
merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak
positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan
langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya
digunakan kriteria mengenai :
besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
luas wilayah penyebaran dampak;
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
sifat kumulatif dampak;
berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)
Pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah termasuk
penimbunan hasil pengolahan tersebut.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan dimaksud merupakan upaya untuk
mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, mengingat bahan berbahaya dan beracun
mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)
Contoh izin yang dimaksud antara lain izin kuasa pertambangan untuk usaha di bidang
pertambangan, atau izin usaha industri untuk usaha di bidang industri.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan harus ditegaskan kewajiban yang
berkenaan dengan penaatan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yang harus dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam
melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya. Bagi
usaha dan/atau kegiatan yang diwajibkan untuk membuat atau melaksanakan analisis
mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana pengelolaan dan rencana
pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan harus dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin
melakukan usaha dan/atau kegiatan. Misalnya kewajiban untuk mengolah limbah, syarat
mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam media lingkungan hidup, dan kewajiban yang
berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti kewajiban melakukan swapantau dan
kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau tersebut kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup. Apabila suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diwajibkan
melaksanakan analisis dampak lingkungan hidup, maka persetujuan atas analisis
mengenai dampak lingkungan hidup tersebut harus diajukan bersama dengan
permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan merupakan pelaksanaan atas
keterbukaan pemerintahan. Pengumuman izin melakukan usaha dan/atau kegiatan
tersebut memungkinkan peranserta masyarakat khususnya yang belum menggunakan
kesempatan dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses
pengambilan keputusan izin.

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Suatu usaha dan/atau kegiatan akan menghasilkan limbah. Pada umumnya
limbah ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke media lingkungan
hidup sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup. Dalam hal tertentu, limbah yang dihasilkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku suatu produk. Namun dari
proses pemanfaatan tersebut akan menghasilkan limbah, sebagai residu yang
tidak dapat dimanfaatkan kembali, yang akan dibuang ke media lingkungan
hidup.
Pembuangan (dumping) sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah
pembuangan limbah sebagai residu suatu usaha dan/atau kegiatan dan/atau bahan
lain yang tidak terpakai atau daluwarsa ke dalam media lingkungan hidup, baik
tanah, air maupun udara. Pembuangan limbah dan/atau bahan tersebut ke media
lingkungan hidup akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem. Sehingga
dengan ketentuan Pasal ini, ditentukan bahwa pada prinsipnya pembuangan
limbah ke media lingkungan hidup merupakan hal yang dilarang, kecuali ke
media lingkungan hidup tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dalam hal menetapkan pejabat yang berwenang dari instansi lain untuk
melakukan pengawasan, Menteri melakukan koordinasi dengan pimpinan
instansi yang bersangkutan.

Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini merupakan pelaksanaan

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan memperhatikan situasi dan kondisi tempat
pengawasan adalah menghormati nilai dan norma yang berlaku baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.

Pasal 25
Ayat (1) sampai ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)
Bobot pelanggaran peraturan lingkungan hidup bisa berbeda-beda mulai dari
pelanggaran syarat administratif sampai dengan pelanggaran yang
menimbulkan korban.
Yang dimaksud dengan pelanggaran tertentu adalah pelanggaran oleh
usaha dan/atau kegiatan yang dianggap berbobot untuk dihentikan kegiatan
usahanya, misalnya telah ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya
akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28

Audit lingkungan hidup merupakan suatu instrumen penting bagi penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan dan kinerjanya dalam
menaati persyaratan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan. Dalam pengertian ini, audit lingkungan hidup dibuat secara sukarela untuk
memverifikasi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan hidup yang
berlaku, serta dengan kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan secara internal oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 29
Ayat (1) Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Hasil audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini
merupakan dokumen yang bersifat terbuka untuk umum, sebagai upaya
perlindungan masyarakat karena itu harus diumumkan.

Pasal 30
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak
keperdataan para pihak yang bersengketa.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan
yang berbeda mengenai satu sengketa lingkungan hidup untuk menjamin
kepastian hukum.

Pasal 31

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui perundingan di luar pengadilan


dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang berkepentingan, yaitu para pihak yang
mengalami kerugian dan mengakibatkan kerugian, instansi pemerintah yang terkait
dengan subyek yang disengketakan, serta dapat melibatkan pihak yang mempunyai
kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan hidup.
Tindakan tertentu di sini dimaksudkan sebagai upaya memulihkan fungsi
lingkungan hidup dengan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
setempat.

Pasal 32

Untuk melancarkan jalannya perundingan di luar pengadilan, para pihak


yang berkepentingan dapat meminta jasa pihak ketiga netral yang dapat berbentuk :
pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan.
Pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para
pihak yang berkepentingan sehingga dapat dicapai kesepakatan.
Pihak ketiga netral ini harus :
disetujui oleh para pihak yang bersengketa;
tidak memiliki hubungan keluarga dan/atau hubungan kerja
dengan salah satu pihak yang bersengketa;
memiliki ketrampilan untuk melakukan
perundingan atau penengahan;
tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan
maupun hasilnya.

pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil keputusan


berfungsi sebagai arbiter, dan semua putusan
arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para pihak yang
bersengketa.

Pasal 33

Ayat (1)
Lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini
dimaksudkan sebagai suatu lembaga yang mampu memperlancar pelaksanaan
mekanisme pilihan penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada prinsip
ketidakberpihakan dan profesionalisme. Lembaga penyedia jasa yang
dibentuk Pemerintah dimaksudkan sebagai pelayanan publik.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup
yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi,
pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim
untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk :
memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai
dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; memulihkan fungsi
lingkungan hidup;
menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Ayat (2)
Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan
pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah
demi pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pasal 35

Ayat (1)
Pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur
kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran
ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang
perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang
dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut
Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Yang dimaksudkan sampai batas tertentu, adalah jika menurut penetapan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi
bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana
lingkungan hidup.

Ayat (2)
Huruf a sampai huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tindakan pihak ketiga dalam ayat ini merupakan
perbuatan persaingan curang atau kesalahan yang dilakukan
Pemerintah.

Pasal 36

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)
Yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak
kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah
besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan
tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Gugatan yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat berupa
tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu :
memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk
melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan
pelestarian fungsi lingkungan hidup;
menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum
karena mencemarkan atau merusak lingkungan hidup;
memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk
membuat atau memperbaiki unit pengolah limbah.
Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya
yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh
organisasi lingkungan hidup.

Ayat (3)
Tidak setiap organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan lingkungan
hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan tertentu. Dengan adanya
persyaratan sebagaimana dimaksud di atas, maka secara selektif keberadaan
organisasi lingkungan hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan
gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan, baik ke peradilan umum
ataupun peradilan tata usaha negara, tergantung pada kompetensi peradilan yang
bersangkutan dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1) sampai ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 42 sampai pasal 52

Cukup jelas

______________________________________
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 32 TAHUN 2009

TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi
setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana


diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c. bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan


pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara
Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah
mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan;
e. bahwa pemanasan global yang semakin meningkat
mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah
penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

f. bahwa . . .
-2-

f. bahwa agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan


perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari
perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, perlu dilakukan
pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), serta Pasal
ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.

perlindungan . . .
-3-

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya


sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa depan.
Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang
memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya
perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk
hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.
Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain
yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan
membentuk kesatuan ekosistem.

Kajian . . .
-4-

Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat


KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh,
dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya
disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar


makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau
harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai
unsur lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas


perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat
tetap melestarikan fungsinya.

Perusakan . . .
-5-

Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang


menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau
tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.

Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya


alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan
langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga
menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan
selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah
yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3
adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat,
konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.

Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut


Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang
mengandung B3.

Pengelolaan . . .
-6-

Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang


meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau
penimbunan.
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan
membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah
dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi
tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan
hidup tertentu.
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak
atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau
telah berdampak pada lingkungan hidup.
Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan.
Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang
terorganisasi dan terbentuk atas kehendak sendiri yang tujuan
dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk
menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintah.
Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri
iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi
manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem
alam dan lingkungan hidup.
Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan
mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara
turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena
adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang
kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

Setiap . . .
-7-

Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah,
atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap
lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau
UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.
Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh
instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan


perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah
daerah.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

BABII...
-8-

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan


berdasarkan asas:
tanggung jawab negara;
kelestarian dan keberlanjutan;
keserasian dan keseimbangan;
keterpaduan;
manfaat;
kehati-hatian;
keadilan;
ekoregion;
keanekaragaman hayati;
pencemar membayar;
partisipatif;
kearifan lokal;
tata kelola pemerintahan yang baik; dan
otonomi daerah.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:


a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

b. menjamin . . .
-9-

b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;


menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem;
menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan
hidup;
menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi
masa depan;
menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia;
mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
mengantisipasi isu lingkungan global.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup

Pasal 4

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:


perencanaan;
pemanfaatan;
pengendalian;
pemeliharaan;
pengawasan; dan
penegakan hukum.

BAB III
PERENCANAAN

Pasal 5
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan melalui tahapan:

a.inventarisasi . . .
-10-

inventarisasi lingkungan hidup;


penetapan wilayah ekoregion; dan
penyusunan RPPLH.

Bagian Kesatu
Inventarisasi Lingkungan Hidup

Pasal 6

Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal


5 huruf a terdiri atas inventarisasi lingkungan hidup:
tingkat nasional;
tingkat pulau/kepulauan; dan
tingkat wilayah ekoregion.

Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh


data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi:
potensi dan ketersediaan;
jenis yang dimanfaatkan;
bentuk penguasaan;
pengetahuan pengelolaan;
bentuk kerusakan; dan
konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.

Bagian Kedua
Penetapan Wilayah Ekoregion

Pasal 7
Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf a dan huruf b menjadi dasar dalam penetapan
wilayah ekoregion dan dilaksanakan oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan instansi terkait.

Penetapan . . .
-11-

(2) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan:
karakteristik bentang alam;
daerah aliran sungai;
iklim;
flora dan fauna;
sosial budaya;
ekonomi;
kelembagaan masyarakat; dan
hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Pasal 8

Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregion


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
huruf c dilakukan untuk menentukan daya dukung dan daya
tampung serta cadangan sumber daya alam.

Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 9
RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri
atas:
RPPLH nasional;
RPPLH provinsi; dan
RPPLH kabupaten/kota.

RPPLH nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


disusun berdasarkan inventarisasi nasional.
RPPLH provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
disusun berdasarkan:
RPPLH nasional;
inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
inventarisasi tingkat ekoregion.

.a RPPLH . . .
-12-

(4) RPPLH kabupaten/kota sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun berdasarkan:
RPPLH provinsi;
inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
inventarisasi tingkat ekoregion.

Pasal 10
RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun oleh
Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhatikan:
keragaman karakter dan fungsi ekologis;
sebaran penduduk;
sebaran potensi sumber daya alam;
kearifan lokal;
aspirasi masyarakat; dan
perubahan iklim.

RPPLH diatur dengan:


peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional;
peraturan daerah provinsi untuk RPPLH provinsi; dan
peraturan daerah kabupaten/kota untuk RPPLH
kabupaten/kota.

RPPLH memuat rencana tentang:


pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;
pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi
lingkungan hidup;
pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan
pelestarian sumber daya alam; dan
adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

.a RPPLH . . .
-13-

RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana


pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan
jangka menengah.

Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, penetapan
ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8,
serta RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal
10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PEMANFAATAN

Pasal 12
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan
RPPLH.
Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup dengan memperhatikan:
keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh:
Menteri untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup nasional dan pulau/kepulauan;

.a gubernur . . .
-14-

b. gubernur untuk daya dukung dan daya tampung


lingkungan hidup provinsi dan ekoregion lintas
kabupaten/kota; atau
bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup kabupaten/kota dan ekoregion di
wilayah kabupaten/kota.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan
pemerintah.

BAB V
PENGENDALIAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 13
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

pencegahan;
penanggulangan; dan
pemulihan.

Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran,
dan tanggung jawab masing-masing.

Bagian Kedua . . .
-15-

Bagian Kedua
Pencegahan

Pasal 14
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup terdiri atas:
KLHS;
tata ruang;
baku mutu lingkungan hidup;
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
amdal;
UKL-UPL;
perizinan;
instrumen ekonomi lingkungan hidup;
peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
anggaran berbasis lingkungan hidup;
analisis risiko lingkungan hidup;
audit lingkungan hidup; dan
instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan.

Paragraf 1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Pasal 15
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS
untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam penyusunan
atau evaluasi:

rencana . . .
-16-

a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana


rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP),
dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM)
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan
b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan
hidup.
KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:
pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program
terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,
dan/atau program; dan
rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Pasal 16
KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
untuk pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
kinerja layanan/jasa ekosistem;
efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan
iklim; dan
tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Pasal 17
Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3)
menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah.

Apabila . . .
-17-

Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah
terlampaui,
kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan
tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi
KLHS; dan
segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak
diperbolehkan lagi.

Pasal 18
KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dan
pemangku kepentingan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan
KLHS diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 2
Tata Ruang

Pasal 19
Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang
wilayah wajib didasarkan pada KLHS.
Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup.

Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup

Pasal 20
Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur
melalui baku mutu lingkungan hidup.

Baku mutu . . .
-18-

Baku mutu lingkungan hidup meliputi:


baku mutu air;
baku mutu air limbah;
baku mutu air laut;
baku mutu udara ambien;
baku mutu emisi;
baku mutu gangguan; dan
baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media


lingkungan hidup dengan persyaratan:
memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c,
huruf d, dan huruf g diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf e, dan
huruf f diatur dalam peraturan menteri.

Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup

Pasal 21
Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup,
ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Kriteria . . .
-19-

Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria


baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan
akibat perubahan iklim.
Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:
kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
kriteria baku kerusakan terumbu karang;
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan
dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
kriteria baku kerusakan mangrove;
kriteria baku kerusakan padang lamun;
kriteria baku kerusakan gambut;
kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan


pada paramater antara lain:
kenaikan temperatur;
kenaikan muka air laut;
badai; dan/atau
kekeringan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria baku kerusakan


lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 5 . . .
-20-

Paragraf 5
Amdal

Pasal 22
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan;
luas wilayah penyebaran dampak;
intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan
terkena dampak;
sifat kumulatif dampak;
berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Pasal 23
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas:
pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan
maupun yang tidak terbarukan;

.a proses . . .
-21-

c. proses dan kegiatan yang secara


potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai
potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan
hidup.

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau


kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri.

Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan
lingkungan hidup.

Pasal 25 . . .
-22-

Pasal 25
Dokumen amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan;

d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting


dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi
untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup; dan

f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Pasal 26
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan
masyarakat.
Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip
pemberian informasi yang transparan dan lengkap
serta
diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
yang terkena dampak;
pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses amdal.
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.

Pasal 27 . . .
-23-

Pasal 27
Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat
meminta bantuan kepada pihak lain.

Pasal 28
Penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal.
Kriteria untuk memperoleh sertifikat
kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:

penguasaan metodologi penyusunan amdal;


kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan
evaluasi dampak serta pengambilan keputusan;
dan
kemampuanmenyusunrencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga
sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang
ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria


kompetensi penyusun amdal diatur dengan peraturan
Menteri.

Pasal 29
Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang
dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.

Komisi . . .
-24-

Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi


dariMenteri,gubernur,atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 30
Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur:
instansi lingkungan hidup;
instansi teknis terkait;
pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis
usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan
dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau
kegiatan yang sedang dikaji;
wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena
dampak; dan
organisasi lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal
dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar
independen yang melakukan kajian teknis dan
sekretariat yang dibentuk untuk itu.
Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 31
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai
Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 32 . . .
-25-

Pasal 32
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu
penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan
golongan ekonomi lemah yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup.
Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan
amdal.
Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan
ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 32 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 6
UKL-UPL

Pasal 34
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam
kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.

Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha


dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-
UPL.

Pasal 35
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Penetapan . . .
-26-

Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
kriteria:
tidak termasuk dalam kategori berdampak penting
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
dan

kegiatan usaha mikro dan kecil.


Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat
pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 7
Perizinan

Pasal 36
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal
atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 atau rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam
keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 37
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menolak permohonan izin
lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL.
Izin . . .
-27-

Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36


ayat (4) dapat dibatalkan apabila:
persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin
mengandung cacat hukum, kekeliruan,
penyalahgunaan,
serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data,
dokumen, dan/atau informasi;
penerbitannya tanpa memenuhi syarat
sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi
tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL; atau
kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal
atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 38
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui
keputusan pengadilan tata usaha negara.

Pasal 39
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib mengumumkan setiap
permohonan dan keputusan izin lingkungan.
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh
masyarakat.

Pasal 40
Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan.

Dalam . . .
-28-

Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau


kegiatan dibatalkan.
Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
memperbarui izin lingkungan.

Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 8
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

Pasal 42
(1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup,
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi
lingkungan hidup.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
pendanaan lingkungan hidup; dan
insentif dan/atau disinsentif.

Pasal 43
Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a
meliputi:
neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;

.a penyusunan . . .
-29-

penyusunan produk domestik bruto dan produk


domestik regional bruto yang mencakup
penyusutan sumber daya alam dan kerusakan
lingkungan hidup;
mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup
antardaerah; dan
internalisasi biaya lingkungan hidup.

Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 ayat
(2) huruf b meliputi:
dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
dan pemulihan lingkungan hidup; dan
dana amanah/bantuan untuk konservasi.

Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 42 ayat (2) huruf c antara lain diterapkan dalam
bentuk:
pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan
hidup;
penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan
hidup;
pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar
modal yang ramah lingkungan hidup;
pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan
limbah dan/atau emisi;
pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan
hidup;
pengembangan asuransi lingkungan hidup;
pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup;
dan
sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

.a Ketentuan . . .
-30-

Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumen ekonomi


lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 dan Pasal 43 ayat
sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 9
Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup

Pasal 44
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada
tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan
perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Paragraf 10
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup

Pasal 45
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia serta pemerintah daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan
anggaran yang memadai untuk membiayai:
kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup; dan
program pembangunan yang berwawasan lingkungan
hidup.

Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana alokasi


khusus lingkungan hidup yang memadai untuk
diberikan kepada daerah yang memiliki kinerja
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
baik.

Pasal 46 . . .
-31-

Pasal 46
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan hidup yang
kualitasnya telah mengalami pencemaran dan/atau
kerusakan pada saat undang-undang ini ditetapkan,
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan
anggaran untuk pemulihan lingkungan hidup.

Paragraf 11
Analisis Risiko Lingkungan Hidup

Pasal 47
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan,
dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib
melakukan analisis risiko lingkungan hidup.
Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
pengkajian risiko;
pengelolaan risiko; dan/atau
komunikasi risiko.
Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkungan
hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 12
Audit Lingkungan Hidup

Pasal 48
Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan
hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan
hidup.

Pasal 49 . . .
-32-

Pasal 49
Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada:
usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi
terhadap lingkungan hidup; dan/atau
penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatanyangmenunjukkan
ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
melaksanakan audit lingkungan hidup.
Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan
tertentu yang berisiko tinggi dilakukan secara berkala.

Pasal 50
Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 ayat
(1), Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak
ketiga yang independen untuk melaksanakan audit
lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.

Pasal 51
Audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 dan Pasal 49 dilaksanakan oleh auditor
lingkungan hidup.
Auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memiliki sertifikat kompetensi auditor
lingkungan hidup.

Kriteria . . .
-33-

Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor


lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi kemampuan:
.a memahami prinsip, metodologi, dan tata laksana
audit lingkungan hidup;
.b melakukan audit lingkungan hidup yang meliputi
tahapan perencanaan,
pelaksanaan, pengambilan kesimpulan, dan
pelaporan; dan
.c merumuskan rekomendasi langkah perbaikan
sebagai tindak lanjut audit lingkungan hidup.
Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi auditor
lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal
51 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Penanggulangan

Pasal 53
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan:
pemberianinformasiperingatan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;

.a pengisolasian . . .
-34-

b. pengisolasian pencemaran dan/atau


kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan


pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Pemulihan

Pasal 54
Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
penghentian sumber pencemaran dan pembersihan
unsur pencemar;
remediasi;
rehabilitasi;
restorasi; dan/atau
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 55 . . .
-35-

Pasal 55
Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan
untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan
menggunakan dana penjaminan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 55 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VI
PEMELIHARAAN

Pasal 57
Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
konservasi sumber daya alam;
pencadangan sumber daya alam; dan/atau
pelestarian fungsi atmosfer.

.a Konservasi . . .
-36-

Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a meliputi kegiatan:
perlindungan sumber daya alam;
pengawetan sumber daya alam; dan
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b merupakan sumber daya alam yang
tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.
Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
upaya perlindungan lapisan ozon; dan
upaya perlindungan terhadap hujan asam.
Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi dan
pencadangan sumber daya alam serta pelestarian fungsi
atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
SERTA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Bagian Kesatu
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Pasal 58
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.

Ketentuan . . .
-37-

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Pasal 59
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan
pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1)
telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan
limbah B3.
Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri
pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan
kepada pihak lain.
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup
yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi
pengelola limbah B3 dalam izin.
Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga . . .
-38-

Bagian Ketiga
Dumping

Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau
bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 61
Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat
dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan
dumping limbah atau
bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
SISTEM INFORMASI

Pasal 62
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup
untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan
kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan
secara terpadu dan terkoordinasi
dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat.

(3) Sistem . . .
-39-

Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat


informasi mengenai status lingkungan hidup, peta
rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan
hidup lain.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi lingkungan
hidup diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IX
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

Pasal 63
Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
Pemerintah bertugas dan berwenang:
menetapkan kebijakan nasional;
menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
menetapkandan melaksanakan kebijakan mengenai
RPPLH nasional;
menetapkandan melaksanakan kebijakan mengenai
KLHS;
menetapkandan melaksanakan kebijakan mengenai
amdal dan UKL-UPL;
menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
nasional dan emisi gas rumah kaca;
mengembangkan standar kerja sama;
mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
menetapkandan melaksanakan kebijakan mengenai
sumber daya alam hayati dan nonhayati,
keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan
keamanan hayati produk rekayasa genetik;

.a menetapkan . . .
-40-

j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan


mengenai pengendalian dampak perubahan iklim
dan perlindungan lapisan ozon;
k. menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai B3, limbah, serta
limbah B3;
l. menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai perlindungan
lingkungan laut;
m. menetapkan dan melaksanakan
kebijakan mengenai pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup
lintas batas negara;
n. melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan nasional, peraturan daerah,
dan peraturan kepala daerah;
o. melakukan pembinaan dan
pengawasan ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan
lingkungan dan peraturan perundang-undangan;
p. mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan
penyelesaian
perselisihan antardaerah serta penyelesaian
sengketa;
r. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
pengelolaan pengaduan masyarakat;
menetapkan standar pelayanan minimal;
menetapkan kebijakan mengenai tata
cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum
adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum
adat yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;

mengelola . . .
-41-

mengelola informasi lingkungan hidup nasional;


mengoordinasikan, mengembangkan, dan
menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan hidup;
memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan;
mengembangkan sarana dan standar laboratorium
lingkungan hidup;
menerbitkan izin lingkungan;
menetapkan wilayah ekoregion; dan
aa.melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.

Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,


pemerintah provinsi bertugas dan berwenang:
menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi;
menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
RPPLH provinsi;
menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
amdal dan UKL-UPL;
menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan
emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi;
mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan
kemitraan;
mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
lintas kabupaten/kota;
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan
peraturan kepala daerah kabupaten/kota;
.a melakukan . . .
-42-

melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan


penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan
peraturan
perundang-undangandibidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan
penyelesaian perselisihan
antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian
sengketa;
melakukan pembinaan, bantuan teknis,
dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang
program dan kegiatan;
melaksanakan standar pelayanan minimal;
menetapkan kebijakan mengenai tata
cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum
adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum
adatyangterkaitdengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
pada tingkat provinsi;

mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi;


mengembangkandan
menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan hidup;
memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan
penghargaan;
menerbitkan izin lingkungan pada tingkat provinsi; dan
melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada
tingkat provinsi.

Dalam . . .
-43-

Dalam perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup, pemerintah kabupaten/kota bertugas
dan berwenang:
menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota;
menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
kabupaten/kota;
menetapkandanmelaksanakan
kebijakan mengenai RPPLH kabupaten/kota;
menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
amdal dan UKL-UPL;
menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan
emisi gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota;
mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan
kemitraan;
mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
memfasilitasi penyelesaian sengketa;
melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan
peraturan perundang-undangan;

melaksanakan standar pelayanan minimal;


melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan
keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal,
dan hak masyarakat hukum adat yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup pada tingkat kabupaten/kota;
mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota;
mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem
informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota;

.a memberikan . . .
-44-

n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan


penghargaan;
o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat
kabupaten/kota; dan
p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup
pada tingkat kabupaten/kota.

Pasal 64
Tugas dan wewenang Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 ayat (1) dilaksanakan dan/atau
dikoordinasikan oleh Menteri.

BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN

Bagian Kesatu
Hak

Pasal 65
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan
hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan
terhadap rencana
usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap . . .
-45-

Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan


pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 66
Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana
maupun digugat secara perdata.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban:
memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat,
terbuka, dan tepat waktu;
menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup
dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Bagian Ketiga . . .
-46-

Bagian Ketiga
Larangan

Pasal 69
Setiap orang dilarang:
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup;
memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundang-undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media
lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
membuang limbah ke media lingkungan hidup;
membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan
hidup;
melepaskan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang
bertentangandenganperaturan
perundang-undangan atau izin lingkungan;
melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal; dan/atau
memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar.

.a Ketentuan . . .
-47-

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh
kearifan lokal di daerah masing-masing.

BAB XI
PERAN MASYARAKAT

Pasal 70
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Peran masyarakat dapat berupa:
pengawasan sosial;
pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan;
dan/atau
penyampaian informasi dan/atau laporan.
Peran masyarakat dilakukan untuk:
meningkatkankepeduliandalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
meningkatkankemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan
masyarakat;
menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
dan
mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan
lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan
hidup.

BABXII...
-48-

BAB XII
PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF

Bagian Kesatu
Pengawasan

Pasal 71
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan pengawasan
terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat
mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan
pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang
bertanggung jawab di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas
lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.

Pasal 72
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin
lingkungan.

Pasal 73
Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin
lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika
Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

PASAL 74 . . .
-49-

Pasal 74
(1) Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat
(3) berwenang:
melakukan pemantauan;
meminta keterangan;
membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat
catatan yang diperlukan;
memasuki tempat tertentu;
memotret;
membuat rekaman audio visual;
mengambil sampel;
memeriksa peralatan;
memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi; dan/atau
menghentikan pelanggaran tertentu.

Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas


lingkungan hidup dapat melakukan koordinasi dengan
pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang
menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas
lingkungan hidup.

Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
pejabat pengawas lingkungan hidup dan tata cara
pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (3), Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua . . .
-50-

Bagian Kedua
Sanksi Administratif

Pasal 76
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi
administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan.
Sanksi administratif terdiri atas:
teguran tertulis;
paksaan pemerintah;
pembekuan izin lingkungan; atau
pencabutan izin lingkungan.

Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah
menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak
menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang
serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.

Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.

Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau
pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat
huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan
pemerintah.

Pasal 80 . . .
-51-

Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:

a. penghentian sementara kegiatan produksi;


pemindahan sarana produksi;
penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
pembongkaran;
penyitaan terhadap barang atau alat
yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan
pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa
didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan
menimbulkan:

ancaman yang sangat serius bagi manusia dan


lingkungan hidup;
dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak
segera dihentikan pencemaran dan/atau
perusakannya; dan/atau

kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika


tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau
perusakannya.

Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas
setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.

Pasal 82 . . .
-52-

Pasal 82
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk
memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
dilakukannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
berwenang atau dapat menunjuk pihak

ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup


akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup
yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 84
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh
melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan
secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang
dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.

Bagian Kedua . . .
-53-

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan

Pasal 85
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
bentuk dan besarnya ganti rugi;
tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau
perusakan;
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
terulangnya pencemaran dan/atau perusakan;
dan/atau
tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif
terhadap lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku
terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini.
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau
arbiter untuk
membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.

Pasal 86
Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa
penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat
bebas dan tidak berpihak.
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat
memfasilitasi pembentukan lembaga penyedia jasa
penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat
bebas dan tidak berpihak.

Ketentuan . . .
-54-

Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyedia jasa


penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan

Paragraf 1
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan

Pasal 87
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan perbuatan melanggar hukum berupa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan
tindakan tertentu.

Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan,


pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan
dari
suatu badan usaha yang melanggar
hukum tidak melepaskan tanggung jawab
hukum dan/atau kewajiban badan usaha
tersebut.
(3) Pengadilan dapat menetapkan
pembayaran uang paksa terhadap setiap
hari keterlambatan atas pelaksanaan
putusan pengadilan.
(4) Besarnya uang paksa diputuskan
berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 2 . . .
-55-

Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak

Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau
kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau
mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman
serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak
atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan.

Paragraf 3
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan

Pasal 89
Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukan gugatan ke
pengadilan mengikuti tenggang waktu sebagaimana
diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan dihitung sejak diketahui adanya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsa tidak berlaku
terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan
yang menggunakan dan/atau mengelola B3 serta
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3.

Paragraf 4
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Pasal 90
Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup berwenang
mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.

Ketentuan . . .
-56-

Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.

Paragraf 5
Hak Gugat Masyarakat

Pasal 91
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan
kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau
untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami
kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau
peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara
wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 6
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup

Pasal 92
Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan
hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk
melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan
ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan
apabila memenuhi persyaratan:

berbentuk . . .
-57-

berbentuk badan hukum;


menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa
organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan
anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun.

Paragraf 7
Gugatan Administratif

Pasal 93
Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan
tata usaha negara apabila:
badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin
lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang
wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen amdal;
badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin
lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-
UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen
UKL-UPL; dan/atau
badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan
izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi
dengan izin lingkungan.
Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha
negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara.

BABXIV...
-58-

BAB XIV
PENYIDIKAN DAN PEMBUKTIAN

Bagian Kesatu
Penyidikan

Pasal 94
Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia,
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan
hidup.
Penyidik pejabat pegawai negeri sipil berwenang:
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di
bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang
diduga melakukan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang
berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di
bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;

.a melakukan . . .
-59-

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang


diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan,
dan dokumen lain;
melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam
perkara tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
menghentikan penyidikan;
memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau
membuat rekaman audio visual;
melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian,
ruangan, dan/atau tempat lain yang diduga
merupakan tempat dilakukannya tindak pidana;
dan/atau
menangkap dan menahan pelaku tindak pidana.
Dalam melakukan penangkapan dan penahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf k, penyidik pejabat
pegawai negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik
pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
Dalam hal penyidik pejabat pegawai negeri sipil melakukan
penyidikan, penyidik pejabat pegawai negeri sipil
memberitahukan kepada penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia memberikan bantuan guna
kelancaran penyidikan.
Penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan
dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan
tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara
Republik Indonesia.

.a Hasil . . .
-60-

Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai


negeri sipil disampaikan kepada penuntut umum.

Pasal 95
Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak
pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan
hukum terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil,
kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi
Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penegakan
hukum terpadu diatur dengan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kedua
Pembuktian

Pasal 96
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan
hidup terdiri atas:
keterangan saksi;
keterangan ahli;
surat;
petunjuk;
keterangan terdakwa; dan/atau
alat bukti lain, termasuk alat bukti yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

BAB XV
KETENTUAN PIDANA

Pasal 97
Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan
kejahatan.

Pasal 98 . . .
-61-

Pasal 98
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air,
baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan
manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).

Pasal 99
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air,
baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Apabila . . .
-62-

Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan
manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam
miliar rupiah).
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling
sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan
paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar
rupiah).

Pasal 100
Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku
mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah
dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan
lebih dari satu kali.

Pasal 101
Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk
rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)
huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 102 . . .
-63-

Pasal 102
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 103
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak
melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau
bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 106 . . .
-64-

Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).

Pasal 107
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut
peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).

Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 109 . . .
-65-

Pasal 109
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa
memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).

Pasal 110
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 111
Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin
lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-
UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).

Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang


menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa
dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 112 . . .
-66-

Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-
undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 dan Pasal 72, yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Pasal 113
Setiap orang yang memberikan informasi
palsu, menyesatkan, menghilangkan
informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan
yang tidak benar yang
diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan
penegakan hukum yang
berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

Pasal 114
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 115
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas
pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat
penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 116 . . .
-67-

Pasal 116
Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh,
untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan
sanksi pidana dijatuhkan kepada:
badan usaha; dan/atau
orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak
pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai
pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang
berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan
lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha,
sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah
atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa
memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara
sendiri atau bersama-sama.

Pasal 117
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau
pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa
pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.

Pasal 118
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan
usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili
di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional.

Pasal 119 . . .
-68-

Pasal 119
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan
atau tindakan tata tertib berupa:
perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau
kegiatan;
perbaikan akibat tindak pidana;
pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak;
dan/atau
penempatanperusahaan di bawah pengampuan paling lama 3
(tiga) tahun.

Pasal 120
(1) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 119 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
jaksa berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung
jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup untuk melaksanakan eksekusi.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah berwenang untuk
mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi
penempatan di bawah pengampuan untuk
melaksanakan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap.

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 121
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu
paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau
kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau
kegiatan tetapi belum memiliki dokumen amdal wajib
menyelesaikan audit lingkungan hidup.

Pada . . .
-69-

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu


paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau
kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau
kegiatan tetapi belum memiliki UKL-UPL wajib
membuat dokumen pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 122
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun, setiap penyusun amdal
wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu
paling lama 1 (satu) tahun, setiap auditor lingkungan
hidup wajib memiliki sertifikat kompetensi auditor
lingkungan hidup.

Pasal 123
Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang
telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu)
tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.

BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 124
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699)
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan
Undang-Undang ini.

Pasal 125 . . .
-70-

Pasal 125
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang
-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3699) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

Pasal 126
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Undang-
Undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung
sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Pasal 127
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .
-71-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 140

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,

Setio Sapto Nugroho

Anda mungkin juga menyukai