Asuhan Keperawatan Gangguan Endokrin Pada Lansia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ENDOKRIN

(DIABETES MELITUS) PADA LANSIA


Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Alih Jenjang Perawat Ahli

Oleh:
Kelud Gandi Erwanto, S.Kep.
Nip. 19750210 200604 1 010

RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI


ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ENDOKRIN (DIABETES
MELITUS) PADA LANSIA

A. Latar Belakang
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Constantanides, 1994
dalam Bandiyah, 2009: 13). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan
merupakan suatu tahapan hidup manusia.
Pada tahun 2000 diperkirakan jumlah lanjut usia meningkat menjadi
9,99% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur
harapan hidup 65-70 tahun dan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi
11,09% dengan harapan hidup 70-75 tahun (Nugroho, 2000: 2). Terkait
dengan semakin meningkatnya umur harapan hidup, maka jumlah lanjut usia
akan semakin meningkat. Hal ini berkaitan pula dengan meningkatnya
penyakit-penyakit degeneratif yang timbul oleh karena perubahan-perubahan
yang dialami lanjut usia.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia meliputi aspek
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Hal yang mendasar adalah adanya
perubahan pada biologis lanjut usia, seperti halnya pada sel, sistem
persyarafan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, gastrointestinal,
genitourinaria, muskuloskeletal, dan juga sistem endokrin. Pada kenyataannya
perubahan-perubahan yang dialami oleh lanjut usia dapat menjadi faktor
pencetus terjadinya gangguan kesehatan pada lanjut usia.
Salah satu gangguan kesehatan yang terjadi pada lanjut usia terkait dengan
sistem endokrin adalah penyakit diabetus mellitus. Diabetes merupakan salah
satu dari lima kondisi paling utama yang mempengaruhi lanjut usia, tidak
dapat disembuhkan (Stanley, 2006: 199).
Uraian latar belakang di atas merupakan gambaran tentang lanjut usia dan
gangguan kesehatan yang terjadi, dimana salah satunya adalah diabetus
mellitus. Sebagai perawat mempunyai peranan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada lanjut usia.

B. Diabetus Mellitus
Prevalensi DM pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan
DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat
mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap
glukosa. Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk diabetes tipe 2.
Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun
(klikclinickink.files.wordpress.com, diakses tanggal 24 Oktober 2010).
Indonesia merupakan negara dengan jumlah diabetisi ke-4 terbanyak di
dunia menurut versi WHO. Pada tahun 2000 di Indonesia terdapat 8,4 juta
diabetisi dan diperkirakan akan menjadi 21, 3 juta pada tahun 2030
(Soegondo, 2008: 2).
1. Definisi
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price, 1995: 1111).
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolik yang melibatkan
berbagai sistem fisiologis, yang paling kritis adalah melibatkan
metabolisme glukosa (Stanley, 2006: 200).
2. Klasifikasi dan Etiologi
Menurut Soegondo (2008), diabetes dapat disebabkan oleh beberapa
keadaan seperti:
a. Diabetes Melitus tipe 1
Kebanyakan diabetisi tipe 1 adalah anak-anak dan remaja yang pada
umumnya tidak gemuk. Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama
sekali tidak menghasilkan insulin.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Umumnya terjadi pada orang dewasa dan disebabkan oleh adanya
kekurangan hormon insulin secara relatif.
c. Diabetes melitus tipe lain
Kelainan pada tipe lain ini adalah akibat kerusakan atau kelainan
fungsi kelenjar pankreas yang dapat disebabkan oleh bahan kimia,
obat-obatan atau penyakit pada kelenjar tesebut.
d. Diabetes Gestasional (kehamilan)
Diabetes hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal
kembali setelah persalinan.
Sedangkan Stanley (2006) menyatakan bahwa terdapat dua tipe diabetes
yang dominan, yaitu:
a. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Disebut diabetes tipe 1, terjadi bila seseorang tidak mampu untuk
memproduksi insulin endogen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh.
b. NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Disebut diabetes tipe 2, merupakan bentuk yang paling sering dan
lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada ketidakmampuan
untuk memproduksi insulin.
Selain itu faktor-faktor resiko lain yang berpengaruh adalah usia
(resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) dan
obesitas (Rasni, 2010: 50).
3. Manifestasi Klinis
Berbagai perubahan karena proses menua dapat mempengaruhi
penampilan klinis DM pada lanjut usia. Gejalanya dapat sangat tidak khas
dan menyelinap. Dikatakan paling sedikit separuh dari populasi lanjut usia
tidak tahu bahwa mereka terkena DM. Keluhan tradisional dari
hiperglikemia seperti polidipsi dan poliuria sering tidak jelas, karena
penurunan respon haus dan peningkatan nilai ambang ginjal untuk
pengeluaran glukosa urin. Penurunan berat badan, kelelahan dan kencing
malam hari dianggap hal yang biasa pada lanjut usia, berakibat
tertundanya deteksi adanya DM. Penampilan klinis seperti dehidrasi,
konfusio, inkontinentia dan komplikasi-komplikasi yang berkaitan DM
merupakan gejala-gejala yang tampak.
Komplikasi mikrovaskuler seperti neuropati dapat berupa kesulitan
untuk bangkit dari kursi atau menaiki tangga. Pandangan yang kabur atau
diplopia juga dapat dikeluhkan, akibat mononeuropati yang mengenai
syaraf kranialis yang mengatur okulomotorik. Proteinuria tanpa adanya
infeksi, harus dicari kemungkinan adanya DM.
Infeksi khusus yang sering berkaitan dengan DM, lebih banyak
dijumpai pada lanjut usia antara lain otitis eksterna maligna dan
kandidiasis urogenital. Sebaliknya adanya penyakit-penyakit akut seperti
bronkopneumoni, infark miokard atau stroke dapat meningkatkan kadar
glukosa sehingga berakibat tercapainya kriteria diagnosis DM, pada
mereka yang telah ada peningkatan kadar intoleransi glukosa. Beberapa
gejala unik yang dapat terjadi pada penderita lanjut usia antara lain adalah:
neuropati diabetika dengan kaheksia, neuropati diabetic akut, amiotropi,
otitis eksterna maligna, nekrosis papilaris dari ginjal dan osteoporosis.
Bila terlambat diketahui adanya penyakit diabetes pada lanjut usia,
penderita mungkin sudah dalam keadaan status dekompensasi dari sistem
metabolik seperti hiperglikemi, hiperosmolaritas, sindroma non ketotik
atau ketoasidosis diabetik. Penderita juga dapat dijumpai gejala-helaja
hipoglikemi, yang biasanya disebabkan oleh obat-obat antidiabetik.
Penampilan klinis hipoglikemia yang khas tampak sebagai perubahan
status mental dan status neurologi seperti penurunan fungsi kognitif,
konfusio, kjang, diaphoresis dan bradikadi.
Keadaan yang menyertai hiperglikemi seperti hiponatremia
(pseudohiponatremi), kondisi dehidrasi dan hipomagnesia (akibat diuresis
osmotik) dapat juga terjadi. Profil lipid pada umunya menunjukkan
peningkatan trigliserid, penurunan HDL sedangkan LDL kolesterol tidak
selalu meningkat tetapi terisi oleh small dense LDL yang lebih banyaj,
yang lebih aterogenik.
4. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus pada usia lanjut belum dapat
diterangkan seluruhnya, namun didasarkan atas faktor-faktor yang muncul
oleh perubahan proses menuanya sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain
perubahan komposisi tubuh, menurunnya aktifitas fisik, perubahan life
style, faktor perubahan neurohormonal khusunya penurunan kadar DHES
dan IGF-1 plasma, serta meningkatnya stres oksidatif. Pada usia lanjut
diduga terjadi age related metabolic adaptation, oleh karena itu munculnya
diabetes pada usia lanjut kemungkinan karena aged related insulin
resistance atau aged related insulin inefficiency sebagai hasil dari
preserved insulin action despite age.
Berbagai faktor yang mengganggu homeostasis glukosa antara lain
faktor genetik, lingkungan dan nutrisi. Berdasarkan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi proses menua, yaitu faktor intrinsik yang terdiri atas faktor
genetikdan biologik serta faktor ekstrinsik seperti faktor gaya hidup,
lingkungan, kultur dan sosial ekonomi, maka timbulnya DM pada lanjut
usia bersifat muktifaktorial yang dapat mempengaruhi baik sekresi insulin
maupun aksi insulin pada jaringan sasaran.
Faktor resiko diabetes melitus akibat proses menua:
 Penurunan aktifitas fisik
 Peningkatan lemak
 Efek penuaan pada kerja insulin
 Obat-obatan
 Genetik
 Penyakit lain yang ada
 Efek penuaan pada sel
Menyebabkan resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin sehingga
terjadi gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2.
Perubahan progresif metabolisme karbohidrat pada lanjut usia
meliputi perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi glukosa dan
hambatan pelepasan glukosa yang diperantarai insulin. Besarnya
penurunan sekresi insulin lebih tampak pada respon pemberian glukosa
secara oral dibandingkan dengan pemberian intravena. Perubahan
metabolisme karbohidrat ini antara lain berupa hilangnya fase pertama
pelepsan insulin. Pada lanjut usia sering terjadi hiperglikemia (kadar
glukosa darah >200 mg/dl) pada 2 jam setelah pembebanan glukosa
dengan kadar gula darah puasa normal (<126 mg/dl) yang disebut Isolated
Postchallenge Hyperglikemia (IPH) .

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi/tidak).
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Diagnosis Keperawatan dan Intervensi
a. Kekurangan volume cairan adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami dehidrasi vaskuler, selular, atau intraseluler sehubungan
dengan gagalnya mekanisme regulasi dan kehilangan yang aktif.
Berhubungan dengan:
- Diuresis osmotik (dari hiperglikemia)
- Diare, muntah
- Masukan dibatasi: mual, kacau mental
Ditandai dengan:
- Edema, suhu meningkat
- Perubahan keadaan mental
- Peningkatan pengeluaran urine, urine encer
- Kelemahan, haus, penurunan berat badan
- Kulit/membran mukosa kering, turgor kulit turun
- Hipotensi, takikardi, perlambatan pengisian kapiler
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
- Mendemonstrasikan hidrasi adekuat yang dibuktikan oleh tanda
vital stabil, nadi perifer teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, pengeluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit
dalam batas normal.
Intervensi:
- Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari
gejala seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
- Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik.
- Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau
pernafasan yang berbau keton.
- Pantau frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu
nafas, adanya periode apnea dan sianosis.
- Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran
mukosa.
- Pantau masukan dan pengeluaran.
- Ukur berat badan setiap hari.
- Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari.
- Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti
klien dengan selimut tipis.
- Kaji adanya perubahan mental atau sensori
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan
dimana individu mengalami asupan nutrisi yang tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Berhubungan dengan:
- Ketidakcukupan insulin (penuruna ambilan dan penggunaan
glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme
protein/lemak).
- Penurunan masukan oral, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri
abdomen, perubahan kesadaran.
- Status hipermetabolisme: pelepasan hormon stres (epineprin,
kortisol, dan hormon pertumbuhan), proses infeksi.
Ditandai dengan:
- Nyeri abdomen dengan atau tanpa kondisi patologis.
- Melaporkan masukan makanan tidak adekuat, kurang minat pada
makanan.
- Penurunan berat badan, kelelahan, tonus otot buruk.
- Diare.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
- Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat.
- Menunjukkan tingkat energi biasanya.
- Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan ke arah
rentang biasanya atau yang diinginkan dengan nilai laboratorium
normal.
Intervensi:
- Timbang berat badan sesuai indikasi.
- Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan klien.
- Auskultasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung,
mual, muntah, dan pertahankan keadaan puasa sesuai indikasi.
- Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit.
Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat.
- Identifikasi makanan yang disukai.
- Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
- Observasi tanda hipogklikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang,
cemas, sakit kepala, pusing).
- Kolaborasi:
- Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick.
- Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton,
pH, HCO3).
- Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui IV.
- Berikan larutan glukosa (dekstrosa, setengah salin
normal).
- Konsultasi dengan ahli gizi.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami peningkatan resiko untuk terserang infeksi.
Faktor resiko meliputi:
- Kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan
sirkulasi.
- Infeksi pernafasan yang ada sebelumnya atau ISK.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko infeksi.
- Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah
terjadinya infeksi.
Intervensi:
- Observasi tanda infeksi dan peradangan (demam, kemerahan, pus,
sputum purulen, warna urine keruh, atau berkabut).
- Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik.
- Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (pemasangan
infus, kateter foley), pemberian perawatan.
- Berikan perawatan kulit dengan teratur, masase daerah tulang yang
tertekan, jaga kulit tetap kering dan tidak berkerut.
- Lakukan perubahan posisi.
- Anjurkan makan dan minum adekuat (sekitar 3000 ml/hari).
- Kolaborasi:
- Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai
indikasi.
- Berikan antibiotik yang sesuai.

d. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-persepsi adalah suatu


keadaan dimana individu mengalami peningkatan resiko perubahan
dalam jumlah atau pola dari penerimaan rangsangan disertai dengan
diminished, eksagregasi, distorsi, atau gangguan berespon terhadap
rangsangan tersebut.
Faktor resiko meliputi:
- Perubahan kimia endogen: ketidakseimbangan glukosa dan
elektrolit.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
- Mempertahankan tingkat mental biasanya.
- Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi:
- Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
- Panggil klien dengan nama, orientasikan sesuai kebutuhan, misal
terhadap tempat, orang, dan waktu. Berikan penjelasan singkat
dengan bicara perlahan dan jelas.
- Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu istirahat
klien.
- Pelihara aktivitas ruitin dengan konsisten, dorong melakukan
kegiatan sehari-hari sesuai kemampuan.
- Lindungi klien dari cedera saat tingkat kesadaran terganggu.
Evalusai lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi.
- Observasi adanya keluhan parestesia, nyeri, kehilangan sensori
pada kaki/tangan. Lihat adanya ulkus, kemerahan, tempat-tempat
tertekan, kehilangan denyut nadi perifer.
- Berikan tempat tidur yang lembut. Pelihara kehangatan
kaki/tangan, hindari terpajan terhadap air panas/dingin.
- Bantu klien ambulasi atau perubahan posisi.
- Kolaborasi:
- Berikan pengobatan sesuai indikasi.
- Pantau nilai laboratorium, seperti glukosa darah,
osmolalitas darah, Hb/Ht, ureum kreatinin.
e. Kelelahan/keletihan adalah keadaan penenalan diri dimana seorang
individu mengalami perasaan kelelahan yang berlebihan secara terus
menerus dan penurunan kapasitas kerja fisik dan kerja mental yang
tidak dapat dihilangkan dengan istirahat.
Berhubungan dengan:
- Kelemahan otot.
- Ketidakadekuatan oksigenasi jaringan.
- Penurunan produksi energi metabolik.
- Perubahan kimia darah: insufisiensi insulin.
- Peningkatan kebutuhan energi: status hipermetabolik/infeksi.
Ditandai dengan:
- Mengungkapkan kekurangan energi yang tidak kunjung habis dan
berlebihan.
- Kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk
mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja,
kecenderungan kecelakaan.
- Meningkatnya keluhan fisik.
- Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
- Mengidentifikasi pola keletihan setipa hari.
- Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit
yang memengaruhi toleransi aktivitas.
- Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
Intervensi:
- Diskusikan kebutuhan akan akativitas. Buat jadwal perencanaan
dan identifikasi yangmenimbulkan kelelahan.
- Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan
efisiensi tidur, peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.
- Bantu mengidentifikasi pola energi, seperti:
- Modifikasi lingkungan.
- Rencanakan makan sedikit tapi sering.
- Pendelegasian pekerjaan rumah.
- Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup
atau tanpa diganggu.
- Pantau nadi, frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan
setelah melakukan aktivitas.
- Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah
tempat.
- Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kebutuhan.
- Anjurkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang
menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit dan mengurangi
aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan, keletihan makin
memburuk.

f. Ketidakberdayaan adalah suatu persepsi atau pandangan dimana


seseorang merasa bahwa tindakan yang dilakukan tidak akan
mempunyai pengaruh yang berarti terhadap hasil yang akan dicapai,
merasa kurang dapat mengontrol situasi atau keadaan atau kejadian
yang tiba-tiba.
Berhubungan dengan:
- Lingkungan perawatan kesehatan.
- Interaksi interpersonal.
- Keputusan terhadap gaya hidup.
- Penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati.
- Ketergantungan pada orang lain.

Ditandai dengan:
- Mengekspresikan secara verbal bahwa tidak memiliki kontrol atau
pengaruh terhadap situasi, tujuan, dan perawatan diri.
- Penolakan untuk mengekspresikan perasaan sebenarnya, ekspresi
tentang pengalaman situasi tidak terkontrol.
- Depresi, apatis, menarik diri, marah.
- Tidak memantau kemajuan, tidak berpartisipasi dalam
perawatan/pembuatan keputusan.
- Penekanan terhadap penyimpangan atau komplikasi fisik,
meskipun klien bekerja sama.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
- Mengalami peningkatan pengertian tentang kontrol terhadap situasi
dan aktivitas kehidupan.
- Mengakui perasaan putus asa.
- Mengidentifikasi cara sehat menghadapi perasaan.
- Membantu merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri
mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi:
- Bersama klien mengeksplorasi kebutuhan, nilai, sikap pribadi.
Membantu memperlihatkan kesiapan untuk memulai dan
mempertahankan perilaku sehat.
- Anjurkan klien mengekspresikan perasaannya tentang perawatan
dan penyakitnya secara keseluruhan.
- Akui normalitas dari perasaan.
- Kaji bagaimana klien menangani masalahnya di masa lalu.
- Identifikasi perilaku koping yang lalu atau saat ini yang positif dan
berguna untuk dipakai.
- Beri kesempatan keluarga mengeksprsikan perhatiannya dan
diskusikan cara mereka membantu klien.
- Tentukan tujuan atau harapan dari klien atau keluarga.
- Tentukan apakah ada perubahan yang berhubungan dengan
keluarga.
- Anjurkan klien membuat keputusan sehubungan dengan
perawatannya, seperti ambulasi, waktu beraktivitas.
- Berikan dukungan klien untuk ikur berperan dalam perawatan diri
dan berikan umpan balik positif sesuai usaha yang dilakukan.
g. Kurang pengeatahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
prognosis, dan pengobatan adalah suatu keadaan dimana informasi
khusus sangat kurang.
Berhubungan dengan:
- Kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
- Tidak mengenal sumber informasi
Ditandai dengan:
- Pertanyaan atau meminta informasi, mengungkapkan masalah.
- Ketidakakuratan mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang
dapat dicegah.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
- Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
- Mengidentifkasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit
dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
- Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan
rasional tindakan.
- Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan.
Intervensi:
- Ciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan
penuh perhatian dan selalu ada untuk klien.
- Bekerja dengan klien dalam menata tujuan belajar yang
diharapkan.
- Diskusikan tentang kadar glukosa normal dan bandingkan dengan
kadar glukosa darah klien, tipe DM yang dialami, hubungan antara
kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi.
- Rasionalkan terjadinya serangan ketoasidosis.
- Terangkan komplikasi penyakit akut dan kronis meliputi gangguan
penglihatan (retionopati), perubahan neurosensori dan
kardiovaskuler, perubahan fungsi ginjal/hipertensi.
- Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan
menggunakan finger stick dan beri kesempatan klien
mendemonstrasikan.
- Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat
dan cara melakukan makan.
- Tinjauan ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak, dan
lamanya dosis insulin yang diresepkan, bila disesuaikan dengan
klien.
3. Evaluasi
Dengan adanya asuhan keperawatan pada lanjut usia dengan diabetes
melitus diharapkan lanjut usia dapat:
a. mempertahankan kesehatan dan kemampuannya dalam melakukan
perawatan dan pencegahan;
b. mempertahankan semangat hidupnya;
c. mematuhi dan menerapkan pola hidup sehat pada penderita diabetes
(nutrisi, olahraga, pengobatan, dan pencegahan hipoglikemia).

D. Kesimpulan dan Saran


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia merupakan faktor
pencetus terjadinya gangguan kesehatan pada lanjut usia tersebut. Perubahan
multisistem dapat menurunkan kualitas hidup lanjut usia. Salah satu gangguan
kesehatan pada lanjut usia yaitu penyakit diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan salah satu manifestasi dari adanya gangguan
sistem endokrin pada lanjut usia, biasanya tipe yang sering dialami adalah tipe
2 (NIDDM). Hal ini bukan saja akan mempengaruhi lanjut usia secara fisik,
tetapi juga psikologis dan sosial.
Untuk melangsungkan tahap kehidupan lanjut dengan berbagai
keterbatasan, lanjut usia memerlukan dukungan, termasuk salah satunya dari
perawat. Peran perawat dalam ini sebagai fasilitator terhadap lanjut usia yang
mengalami diabetes. Oleh karena itu perlu kiranya selalu dikembangkan baik
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk melakukan asuhan keperawatan,
Penatalaksanaan yang fokus pada lanjut usia dengan diabetes melitus adalah
penatalaksanaan diet, olahraga, pengobatan, dan pemantauan untuk mencegah
komplikasi).
Selain itu perlu pula untuk membentuk suatu perkumpulan lanjut usia
dengan diabetes, dimana diharapkan terbentuknya sikap saling mendukung
dan saling memberikan informasi mengenai pola hidup sehat pada lanjut usia
dengan diabetes, dan perawat kembali mempunyai peranan dalam hal ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2. klikclinickink.files.wordpress.com/
2010... /dm-pada-lansia.doc. [24 Oktober 2010].
Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC.
Hiswani. 2010. Penyuluhan Kesehatan Pada Penderita Diabetes Melitus.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3665/1/fkm-hiswani3.pdf.
[24 Oktober 2010].
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:
Salemba Medika.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia. 1995. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
bahasa Peter Anugerah. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Rasni, Hanny. 2010. Buku Pedoman Kuliah dan Praktikum Asuhan Keperawatan
Gerontik. Jember: PSIK Universitas Jember.
Soegondo, Sidartawan dan Sukardji, Kartini. 2008. Hidup Secara Mandiri dengan
Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih bahasa Nety
Juniarti. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai