D Nuramalia k012211081 Mid Test

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PERENCANAAN PENANGGULANGAN

PENYAKIT HIV/AIDS

OLEH

NAMA : NURAMALIA
NIM : K012211081
KELAS : D

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
perkenaan-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang epidemioogi
perencanaan penanggulangan penyakit HIV/AIDS. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah epidemiologi lanjut. Makalah ini penulis susun dari berbagai
sumber buku dan jurnal.

Kami harap makalah ini dapat bermanfaat banyak bagi penulis khususnya, dan bagi
pembaca pada umumnya. Selain itu penulis harap makalah ini dapat memberikan tambahan
wawasan pengetahuan bagi para pembaca.

Makalah ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan, masih memiliki berbagai
kekurangan dan atau kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan.

Makassar, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I Pendahuluan 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II Pembahasan 3

A. Gambaran epidemiologi HIV/AIDS....................................................................................3


B. Perencanaan Pengendalian Penyakit HIV/AIDS.................................................................7
BAB III Penutup 11

A. Kesimpulan 11

B. Saran 11

Dafar Pustaka 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menginfeksi sel darah
putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh
yang disebabkan infeksi oleh HIV. Penderita HIV memerlukan pengobatan dengan
Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk
ke dalam stadium AIDS, sedangkan penderita AIDS membutuhkan pengobatan ARV untuk
mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya.
Secara epidemiologi kejadian Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquaired
Immunodeficiency Syndrom (AIDS) masih menjadi masalah serius kesehatan masyarakat
dunia, di negara maju mauun negara berkembang. Populasi terinfeksi HIV terbesar di dunia
adalah di benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di
Amerika (3,5 juta). Sedangkan yang terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang.
Tingginya populasi orang terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan Indonesia untuk
lebih waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini (Infodatin, 2020).
Selama sebelas tahun terakhir jumlah kasus HIV di Indonesia mencapai puncaknya
pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus. Berdasarkan data WHO tahun 2019, terdapat
78% infeksi HIV baru di regional Asia Pasifik. Berdasarkan Laporan Pemodelan Epidemi
dan SIHA, Kemenkes 2020Terdapat lebih dari 260 juta jiwa penduduk yang tersebar di 514
kabupaten/kota dimana 90% diantaranya telah melaporkan kasus HIV dan AIDS sehingga
memiliki tantangan tersendiri dalam Pengendalian HIV. Diperkirakan terdapat 543.100 orang
dengan HIV dan AIDS (ODHA) di tahun 2020.
Tingginya jumlah penderita HIV-AIDS akan berdampak terhadap struktur demografi,
sistem pelayanan kesehatan, ekonomi nasional dan tatanan sosial. Tingginya angka kesakitan
dan kematian pada usia produktif, akan mengakibatkan berkurangnya jumlah penduduk usia
produktif, menurunya produktifitas kerja dan tingginya biaya perawatan akan memberatkan
perekonomian nasional. Tingginya angka kesakitan pada penderita HIV-AIDS juga
menambah beban pelayanan kesehatan, dapat menurunkan mutu pelayanan yang lainya.
Tingginya angka kematian, selanjutnya meningkatkan jumlah anak- anak yang kehilangan

1
orang tua, atau kurang mendapat asuhan yang baik sehingga meningkatkan kerawanan sosial
(Abdul, 2014 dalam Handayani, 2017).
Pemerintah bersama masyarakat memiliki komitmen yang kuat dalam upaya
pengendalian HIV AIDS untuk mencapai eliminasi HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular
Seksual (PIMS) pada tahun 2030. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024, salah satu arah kebijakan dan strategi adalah meningkatkan akses dan
mutu pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta. Peningkatan pengendalian
penyakit, dimana HIV AIDS dan PIMS menjadi bagian dari arah kebijakan tersebut.
Komitmen negara juga tertuang dalam Rencana Strategis bidang kesehatan (Renstra
Kemenkes RI) dengan meningkatkan jumlah orang dengan HIV AIDS (ODHA) yang
mendapatkan pengobatan sebagai salah satu bentuk upaya pencegahan penularan HIV dan
meningkatkan kualitas hidup ODHA. Pemerintah bersama masyarakat mendukung upaya
pencapaian eliminasi HIV AIDS yang telah disepakati di tingkat global bahwa pada tahun
2030 kita dapat mencapai 95-95-95 untuk pengobatan, dimana 95% ODHA mengetahui
status, 95% dari ODHA yang mengetahui status mendapatkan pengobatan, dan 95% dari
ODHA yang diobati virusnya tersupresi. Pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi
menular seksual merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pengendalian HIV
AIDS (Kementerian Kesehatan, 2020).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran epidemiologi penyakit HIV/AIDS itu?
2. Bagaimana perencanaan pengendalian penyakit HIV/AIDS ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran epidemiologi penyakit HIV/AIDS itu?
2. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan pengendalian penyakit HIV/AIDS ?

2
BAB II
PEBAHASAN

A. Gambaran Epidemiologi Penyakit HIV/AIDS


1. Pengertian Penyakit HIV/AIDS

Acuquired Immune Deficiency Sidrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala


penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immuno Deficiency Virus(HIV). Virus HIV
mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia, mengakibatkan penderita
kehilangan daya tahan tubuh, sehingga mudah terinfeksi dan meninggal karena berbagai
penyakit infeksi, kanker dan lain-lain. Jangka waktu antara terkena infeksi dan
munculnya gejala penyakit pada orang dewasa memakan waktu rata-rata 5-7 tahun.
Selama kurun waktu tersebut walaupun masih tampak sehat, secara sadar maupun tidak
pengidap HIV dapat menularkan virusnya pada orang lain (Aleka, 2016).
2. Faktor Risiko Terjadinya Penyakit HIV/AIDS
a) Perilaku Seks Berisiko
Perilaku adalah segala tingkah laku yang dilakukan oleh hasrat seksual, baik
dengan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-
macam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku laku, bercumbu dan
senggama. Obyek seksual dapat berupa orang, baik like maupun lawan jenis, orang
dalam khayalan atau diri sendiri.
Perilaku seksual merupakan salah satu faktor risiko utama dalam penularan
HIV/AIDS. Perilaku seksual yang dimaksud adalah perilaku seksual berisiko, yaitu
pasangan seks yang banyak, dan tidak memakai kondom, serta melakukan seks anal.
Orientasi seksual menjadi penyebab perilaku seksual berisiko.
b) Penggunaan Narkoba Parenteral
Narkoba parenteral adalah semua jenis narkoba yang digunakan dengan cara
disuntikkan pada saluran intravena. Narkoba parenteral juga merupakan faktor risiko
penularan HIV/AIDS. Penggunaan jarum suntik secara bergantian adalah risiko
tinggi dari penyakit fisik melalui darah termasuk HIV. intravena pada pengguna
jarum suntik dan digunakan secara bergantian tanpa sadar memasukkan virus ke
dalam darah. Selain itu, penggunaan narkoba juga mempengaruhi perilaku dalam
berhubungan seksual yang cenderung lebih berisiko untuk terinfeksi penyakit
kelamin.

3
Pengguna narkoba suntik sangat rentan tertularHIV/AIDS karena alat suntik
sering digunakan secara bergantian. Menurut UNAIDS, 10 persen infeksi HIV di
dunia didapat melalui jarum atau jarum suntik. Menggunakan jarum suntik dan
semprit secara bersamaan atau bergantian dengan penderita HIV/AIDS berarti
menyuntikkan virus secara langsung ke dalam darah sehingga ini merupakan cara
penularan yang sangat efektif dibandingkan penularan lain.
c) Riwayat Penyakit IMS Infeksi Menular Seksual
(IMS) adalah penyakit yang penularan utamanya melalui hubungan seksual. Cara
hubungan seksual tidak hanya terbatas secara genito-genital saja, tetapi dapat juga
secara oro-genital, atau secara ano-genital (kelamin ke dubur). IMS merupakan pintu
asuk bagi penularan HIV karena adanya cairan tubuh atau darah pada luka akibat
IMS.
Seseorang yang telah terinfeksi IMS seperti gonore dan klamidia yang
menginfeksi uretra, rektum, atau faring dapat meningkatkan risiko infeksi HIV jika
belum terinfeksi HIV, dan pada orang yang telah terinfeksi HIV akan memudahkan
penularan HIV kepada orang lain (Centres for Disease Control and Prevention, 2012)
. Jenis IMS yang biasa menyerang akibat perilaku berisiko adalah Gonorhae atau
kencing nanah, sifilis atau raja sinidia, herpes, dan trikomoniasis.
3. Cara Penularan Penyakit HIV/AIDS
HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari orang yang
terinfeksi, seperti darah, ASI (Air Susu Ibu), semen dan cairan vagina. HIV juga dapat
ditularkan dari seorang ibu ke anaknya selama kehamilan dan persalinan. Orang tidak
dapat terinfeksi melalui kontak sehari-hari seperti mencium, berpelukan, berjabat tangan,
atau berbagi benda pribadi, makanan, atau air. (WHO, 2019).
4. Cara Menghindari Penularan Penyakit HIV/AIDS
Untuk menghindari penularan HIV, dikenal konsep “ABCDE” sebagai berikut:
1. A (Abstinence): artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang
belum menikah.
2. B (Be Faithful) : artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak
berganti-gantipasangan).
3. C (Condom): artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom.
4. D (Drug No): artinya Dilarang menggunakan narkoba

4
5. E (Education): artinya pemberian Edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV,
cara penularan, pencegahan dan pengobatannya.
5. Distribusi Penyakit HIV/AIDS berdasarkan Tempat, Waktu dan Orang
a. Distribusi Penyakit HIV/AIDS berdasarkan Tempat
1) Data Penyakit HIV/AIDS di Dunia

Sumber: United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), 2019

Pada gambar di atas terlihat bahwa populasi terinfeksi HIV terbesar di dunia adalah
di benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika
(3,5 juta). Sedangkan yang terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang.
Tingginya populasi orang terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan Indonesia
untuk lebih waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini.

2) Data Penyakit HIV/AIDS di Indonesia

Sumber: Ditjen P2P (Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA), Laporan Tahun 2019

5
Pada gambar 7 diketahui bahwa sepuluh provinsi dengan kasus AIDS terbanyak
adalah Jawa Tengah sebanyak 488 orang, Jawa Timur sebanyak 230 orang, DKI Jakarta
sebanyak 152 orang, Kalimantan Timur sebanyak 137 orang, Sumatera Selatan sebanyak
122 orang, Jawa Barat sebanyak 122 orang, Kepulauan Riau sebanyak 90 orang, Bali
sebanyak 83 orang, Sumatera Barat sebanyak 59 orang, dan Kalimantan Barat sebanyak
50 orang.
b. Distribusi Penyakit HIV/AIDS Berdasarkan Waktu

Sumber: Ditjen P2P (Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA), Laporan Tahun 2019

Berdasarkan data Ditjen P2P yang bersumber dari Sistem Informasi HIV, AIDS,
dan IMS (SIHA) tahun 2019, laporan triwulan 4 menyebutkan bahwa kasus HIV dan
AIDS. Kasu HIV tiap tahun mengaami sebagian besar mengalami peningkatan. Terlihat
pada tahun 2019 sebanyak 50.282 orang yang positif HIV dan sebanyak 4.046.812 orang
yang melakukan tes HIV.

c. Distribusi Penyakit HIV/AIDS Berdasarkan Orang


1) Data Penyakit HIV/AIDS berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Ditjen P2P (Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA), Laporan Tahun 2019

6
Berdasarkan data Ditjen P2P yang bersumber dari Sistem Informasi HIV, AIDS,
dan IMS (SIHA) tahun 2019, laporan triwulan 4 menyebutkan bahwa kasus HIV dan
AIDS pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Kasu HIV tahun 2019 sebanyak
64,50% adalah laki-laki, sedangkan kasus AIDS sebesar 68,60% pengidapnya adalah
laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil laporan HIV berdasarkan jenis kelamin sejak tahun
2008-2019, dimana persentase penderita laki-laki selalu lebih tinggi dari perempuan.

2) Data Penyakit HIV/AIDS berdasarkan Umur

Sumber: Ditjen P2P (Sistem Informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA), Laporan Tahun 2019

Berdasarkan data SIHA mengenai jumlah infeksi HIV tahun 2010-2019 yang
dilaporkan menurut kelompok umur, kelompok umur 25-49 tahun pada tahun 2010
sebanyak 72, 25% dan pada tahun 2019 sebanyak 70,4%. Usia produktif merupakan
umur dengan jumlah penderita infeksi HIV terbanyak setiap tahunnya. Sedangkan
kelompok umur 5-14 tahun pada tahun 2019 sebanyak 0,9 %.

B. Perencanaan Pengendalian Penyakit HIV/AIDS


Pemerintah bersama masyarakat memiliki komitmen yang kuat dalam upaya
pengendalian HIV AIDS untuk mencapai eliminasi HIV AIDS dan Penyakit Infeksi
Menular Seksual (PIMS) pada tahun 2030. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2024, salah satu arah kebijakan dan strategi adalah meningkatkan
akses dan mutu pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta. Peningkatan
pengendalian penyakit, dimana HIV AIDS dan PIMS menjadi bagian dari arah kebijakan

7
tersebut. Komitmen negara juga tertuang dalam Rencana Strategis bidang kesehatan
(Renstra Kemenkes RI) dengan meningkatkan jumlah orang dengan HIV AIDS (ODHA)
yang mendapatkan pengobatan sebagai salah satu bentuk upaya pencegahan penularan HIV
dan meningkatkan kualitas hidup ODHA. Pemerintah bersama masyarakat mendukung
upaya pencapaian eliminasi HIV AIDS yang telah disepakati di tingkat global bahwa pada
tahun 2030 kita dapat mencapai 95-95-95 untuk pengobatan, dimana 95% ODHA
mengetahui status, 95% dari ODHA yang mengetahui status mendapatkan pengobatan, dan
95% dari ODHA yang diobati virusnya tersupresi. Pencegahan dan pengendalian penyakit
infeksi menular seksual merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
pengendalian HIV AIDS (Kementerian Kesehatan, 2020).
Beberapa kebijakan program yang paling berpengaruh adalah kebijakan “fast track
initiative 90-90-90” di mana pemerintah memutuskan secara bertahap mencapai target 90-
90-90 mulai dari tingkat kabupaten/kota. Ini sejalan dengan amanat dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menyatakan layanan
kesehatan merupakan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan dan sifatnya wajib serta
merupakan pelayanan dasar bagi Pemerintah Pusat dan Daerah.
Upaya pencapaian 90-90-90 dimulai dari kabupaten/kota yang diformulasikan
sebagaiDistrict Based Intervention (Intervensi tingkat kabupaten/kota). Setiap kabupaten/kota
wajib mengimplementasikan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan PIMS
dan mencapai target yang ditetapkan. Penatalaksanaan HIV tanpa Komplikasi dan Infeksi
Menular Seksual (IMS) yang merupakan kompetensi dasar dokter dengan tingkat kompetensi
IVA mewajibkan setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia tenaga dokter mampu
untuk menemukan dan mengobati HIV tanpa komplikasi. Hal ini sejalan dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Sistem rujukan dapat dilakukan
pada tingkat kabupaten/kota bagi kasus HIV dengan komplikasi maupun kepada kasus IMS
yang memerlukan rujukan untuk tatalaksana lanjutan sebagaimana diamanatkan pada
kompetensi yang harus dimiliki seorang dokter.
Dalam pelaksanaan selama periode 2015-2019, telah banyak terjadi perkembangan dan
kesepakatan baru di tingkat global, regional dan nasional, yang mempengaruhi arah di
Indonesia untuk tahun 2020-2024, seperti:
1. Kebijakan tingkat global: adanya komitmen politik dan penetapan target global untuk
mencapai 95-95-95 pada tahun 2030;

8
2. Bukti ilmiah dari berbagai negara terutama Afrika, pada tahun 2013, WHO
merekomendasikan inisiasi pengobatan anti retroviral (ART) dini untuk menekan angka
kematian terkait AIDS, dan mencegah penularan HIV, (WHO, 2013). Di Indonesia,
rekomendasi WHO ini diadaptasi dan dilakukan akselerasi temuan kasus HIV 3 , dengan
memperluas akses untuk inisiasi dini ART, serta memberikan pengobatan ARV segera
setelah terdiagnosis HIV positif4,5.
3. Kebijakan tingkat regional: disepakatinya “Gettting to Zero” 6 termasuk Universal Access
terhadap pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan terkait HIV dan AIDS pada
pertemuan KTT ASEAN di Bali;
4. RPJMN: adanya komitmen pemerintah bersama masyarakat dalam menekan angka insiden
HIV diantara 1.000 penduduk yang tidak terinfeksi HIV hingga mencapai 0,18 pada tahun
2024;
5. SPM: Skrining HIV wajib dilakukan pada delapan populasi yaitu ibu hamil, pasien TBC,
pasien IMS, WPS, LSL, waria/TG, penasun dan WBP dimana hasil skrining yang reaktif
diharapkan dapat mengakses layanan untuk penegakan diagnosis;
6. Renstra bidang kesehatan (Kementerian Kesehatan): komitmen pemerintah bersama
masyarakat untuk meningkatkan pengobatan ODHA sampai dengan 60% pada tahun 2024;
7. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/514/2015 Tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dan
dengan adanya bukti bahwa pemberian ARV dapat mengendalikan HIV hingga tidak
terdeteksi dan dapat memperbaiki kualitas hidup ODHA serta menurunkan risiko
penularan. Oleh karena itu pemberian ARV dapat dilakukan di tingkat fasyankes primer
oleh dokter sesuai dengan kewenangan dasar melakukan inisiasi dini pengobatan ARV.
Sejalan dengan target global untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030, maka
Indonesia telah menetapkan untuk mencapai 90-90 -90 dan three zero/3.0 HIV AIDS dan
PIMS pada tahun 2020-2024. Terdapat enam strategi pencegahan dan pengendalian HIV
AIDS dan PIMS yaitu:
1. Penguatan komitmen dari kementerian/lembaga yang terkait di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota,
2. Peningkatan dan perluasan akses masyarakat pada layanan skrining, diagnostik dan
pengobatan HIV AIDS dan PIMS yang komprehensif dan bermutu,
3. Penguatan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan PIMS berbasis data dan
dapat dipertanggungjawabkan,

9
4. Penguatan kemitraan dan peran serta masyarakat termasuk pihak swasta, dunia usaha, dan
multisektor lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional,
5. Pengembangan inovasi program sesuai kebijakan pemerintah, dan
6. Penguatan manajemen program melalui monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut.
Adapun tujuan program Pencegahan dan Pengendalian HIV AIDS dan PIMS pada tahun
2020-2024 secara nasional yaitu:
1. Menurunkan infeksi baru HIV
2. Menurunkan kematian yang diakibatkan oleh AIDS
3. Meniadakan diskriminasi terhadap ODHA
4. Menurunkan penularan infeksi baru HIV, Sifilis, dan atau Hepatitis B pada bayi
5. Menurunkan infeksi baru Sifilis
Dalam rangka menuju eliminasi HIV di Indonesia tahun 2030 maka ada tiga target
dampak (impact)yang hendak dicapai pada tahun 2024, yaitu:
1. Infeksi baru HIV berkurang menjadi 0,18 per 1000 penduduk
2. Infeksi baru HIV dan Sifilis pada anak mencapai kurang dari atau sama dengan 50/100.000
pada tahun 2022
3. Infeksi Sifilis menjadi 5,3 per 1.000 penduduk tidak terinfeksi atau penurunan 30% di
tahun 2024.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Acuquired Immune Deficiency Sidrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immuno Deficiency Virus(HIV). Virus
HIV mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia, mengakibatkan
penderita kehilangan daya tahan tubuh, sehingga mudah terinfeksi dan meninggal
karena berbagai penyakit infeksi, kanker dan lain-lain. Upaya pencapaian eliminasi
HIV AIDS yang telah disepakati di tingkat global bahwa pada tahun 2030 kita dapat
mencapai 95-95-95 untuk pengobatan, dimana 95% ODHA mengetahui status, 95%
dari ODHA yang mengetahui status mendapatkan pengobatan, dan 95% dari ODHA
yang diobati virusnya tersupresi. Pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi
menular seksual merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
pengendalian HIV AIDS.
Sejalan dengan target global untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030,
maka Indonesia telah menetapkan untuk mencapai 90-90 -90 dan three zero/3.0 HIV
AIDS dan PIMS pada tahun 2020-2024. Upaya pencapaian 90-90-90 dimulai dari
kabupaten/kota yang diformulasikan sebagai District Based Intervention (Intervensi
tingkat kabupaten/kota). Setiap kabupaten/kota wajib mengimplementasikan program
pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan PIMS dan mencapai target yang
ditetapkan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka perlu adanya peran serta pemerintah dan
masyarakat dalam epidemiologi perencanaan pengendalian penyakit HIVAIDS
melalui beberapa strategi untuk mencapai target eliminasi HIV/AIDS yg telah
disepakati pada tahun 2030.

11
Daftar Pustaka
Abdul Najib, 2014. Pola Kebijakan Penanggulangan Penularan HIV. Diakses dari
http://gemanwyogyakarta.blogspot.com/2014/11/struktur-kami.html, 17 Januari 2016.
Aleka Zulfikar, 2016. Strategi Penanggulangan HIV/AIDSEmail, Dinas Kesehatan Prov.
Bengkulu, Seksi Penelitian dan Informasi Kesehatan. Diakses
http://dinkes.bengkuluprov.go.id/ver1/index.php/127-strategi-penanggulangan-hiv
Aids
Handayani. 2017. Waspada Epidemiologi HIV-AIDS Indonesia. medical and Health Science
Journal. Vol. 1, No. 1
Infodatin Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV, Pusdatin, Kementerian Kesehatan, 2020.
Kementerian Kesehatan. 2020. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pengendalian HIV
AIDS dan PIMS di Indonesia Tahun 2020-2024.
WHO HIV update, Global Summary Web, World Health Organization, 2019.

12

Anda mungkin juga menyukai