Makalah Kelompok 8 Bab 8 Dan 9 - Kode Etik Profesi Akuntan Menuju Era Global
Makalah Kelompok 8 Bab 8 Dan 9 - Kode Etik Profesi Akuntan Menuju Era Global
Makalah Kelompok 8 Bab 8 Dan 9 - Kode Etik Profesi Akuntan Menuju Era Global
Oleh:
Universitas Jember
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Era globalisasi pada saat ini banyak terjadi kasus pelanggaran etika, dimana
pelanggaran ini terjadi hampir pada setiap kalangan, baik kalangan atas, menengah
maupun kalangan bawah. Pelanggaran-pelanggaran etika yang terjadi tentunya sangat
beragam baik dari hal yang sepele misalnya seperti membuang sampah sembarangan,
hal ini telah termasuk kedalam kategori pelanggaran etika terhadap lingkungan yang
tentunya berdampak besar bagi masyarakat itu sendiri, hingga pelanggaran-
pelanggaran besar misalnya kasus korupsi, suap, nepotisme dan sebagainya yang
telah marak saat ini, dan sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa setiap
pelanggaran tentu saja memiliki dampak yang dapat merugikan semua pihak
PEMBAHASAN
Pada abad ke-20, dapat dikatakan ada tiga aliran akuntansi dan audit yang
dominan diterapkan oleh perusahaan atau organisasi, yaitu: a) Sistem Anglo-Saxon
yang dimotori oleh AS; b) sistem continental yang berlaku di Belanda, Jerman, dan
beberapa Negara Eropa lainnya; dan c) sistem yang berlaku di Inggris dan Negara-
negara persemakmuran. Perbedaan sistem dan prinsip akuntansi serta audit ini tentu
saja sangat menyulitkan perusahaan multinasional-perusahaan yang telah beroperasi
melampaui batas wilayah Negara-untuk menyusun laporan keuangan gabungan atau
laporan keuangan konsolidasi sebagai satu kesatuan entitas
Ada banyak contoh kode etik profesi akuntan yang berlaku di banyak Negara.
Beberapa kode etik yang berlaku di beberapa Negara, seperti AS, Inggris, Jerman,
Kanada, dan Australia tidak banyak berbeda. Berikut ini salah satu ringkasan etika
yang berlaku di Kanada yang juga dikutip dari buku yang ditulis oleh Brooks (2007).
Berikut Ringkasannya.
Badai skandal keuangan yang mempertontonkan pelanggaran etika secara nyata yang
dilakukan oleh para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan public multinasional
yang berkantor pusat di AS yang juga melibatkan profesi akuntan public ternama,
sempat menggoncang bursa saham dan perekonomian AS. Akibat berbagai skandal
ini, pemerintah dan lembaga legislative AS segera mengeluarkan undang-undang yang
sangat terkenal dengan nama Sarbanes-Oxley Act (SOX).
Pada bulan Juni 2005, organisasi profesi IFAC telah menerbitkan kode etik
seara lengkap dan sangat rinci. Pedoman kode etik ini tersiri atas tiga bagian ; Bagian
A berisi prinsip-prinsip fundamental Etika Profesi yang berlaku untuk seluruh profesi
akuntan dan juga berisi kerangka konsep untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut;
Bagian B berisi penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan kerangka konsep dan
prinsip-prinsip fundamental pada bagian A untuk situasi-situasi khusus, terutama bagi
mereka yang berpraktik sebagai akuntan publik; dan bagian C berisi penjelasan lebih
lanjut mengenai kerangka konsep dan prinsip-prinsip fundamental pada bagian A untuk
diterapkan pada situasi-situasi khusus, terutama bagi profesi akuntan bisnis (akuntan
manajemen).
Menurut Brooks (2007), ada 4 pendekatan cara memahami filosofi Kode Etik
IFAC sebagai berikut: Memahami Struktur Kode Etik, Memahami Kerangka Dasar
Kode Etik untuk melakukan penilaian yang bijak, Proses Menjamin Independensi
Pikiran (independence in mind) dan Independensi Penampilan (independence in
appearance), Pengamanan untuk mengurangi Risiko Situasi konflik Kepentingan.
Kerangka dasar Kode Etik IFAC dijelaskan sebagai berikut:
1. Ciri yang membedakan profesi akuntan yaitu kesadaran bahwa kewajiban akuntan
adalah untuk melayani kepentingan publik.
2. Harus dipahami bahwa tanggungjawab akuntan tidak secara eklusif hanya
melayani klien (dari sudut pandang akuntan publik), atau hanya melayani atasan
(dari sudut pandang akuntan bisnis), melainkan melayani kepentingan public
dalam arti luas.
3. Tujuan (objective) dari profesi akuntan adalah memenuhi harapan
profesionalisme, kinerja, dan kepentingan publik.
4. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan empat kebutuhan dasar, yaitu
kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa tertinggi, dan kerahasiaan.
5. Keseluruhan hal tersebut hanya dapat dicapai bila profesi akuntan dilandasi oleh
prinsip-prinsip perilaku fundamental, yang terdiri atas: integritas, objektivitas,
kompetensi professional dan kehati-hatian, kerahasiaan, perilaku profesional, dan
standar teknis.
6. Namun, prinsip-prinsip fundamental pada butir (5) hanya dapat diterapkan jika
akuntan mempunyai sikap independen, baik independensi dalam pikiran
(independence in mind) maupun independen dalam penampilan (independence in
appearance).
a. Integritas (integrity)
b. Objektivitas (objectivity)
c. Kompetensi profesional kehati-hatian.
d. Kerahasiaan (confidentiality)
e. Perilaku profesional (professional behavior)
Independensi
Independensi dalam pikiran adalah suatu keadaan pikiran yang memungkinkan
pengungkapan suatu kesimpulan tanpa terkena pengaruh yang dapat
mengompromikan penilaian profesional, memungkinkan seorang individu bertindak
berdasarkan integritas, serta menerapkan objektivitas dan skeptisme profesional.
Independensi dalam penampilan adalah penghindaran fakta dan kondisi yang
sedemikian signifikan sehingga pihak ketiga yang paham dan berfikir rasional dengan
memiliki pengetahuan akan semua informasi yang relevan, termasuk pencegahan
yang diterapkan akan tetap dapat menarik kesimpulan bahwa skeptisme profesional,
objektivitas, dan integritas anggota firma, atau tim penjaminan (assurance team) telah
dikompromikan.
Contoh langsung ancaman kepentingan diri untuk akuntan publik, antara lain, namun
tidak terbatas pada:
Kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of
Accountants(IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang
baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC. Jadi
tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan IFAC. Adopsi etika
oleh Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak jago
kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi
adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan
standard harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara
konsisten untuk kepentingan publik. Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh
menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik
ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa
daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.
Gambar 2.1
Model Penalaran Kode Etik Profesi
Kepentingan Tanggung
Umum Jawab
Kompetensi
Proses penalaran atas kode etik BPK-RI ini dengan mengacu pada cirri-ciri
utama suatu profesi. Pasal 2 kode etik BPK mengatur tentang nilai-nilai dasar yang
wajib dimiliki oleh anggota dan pemeriksa BPK. Nilai-nilai dasar ini terdiri atas:
a. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
c. Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan profesionalitas.
d. Menjunnjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
Tabel 2.1
Proses Penalaran Kode Etik BPK
Ada dua kategori kode etik yang diterapkan oleh PAII, yaitu kode etik PAII
dan kode etik Qualified Internal Auditor (QIA).
1. Kode etik PAII berlaku bagi organisasi profesi dan semua anggota PAII yang
bekerja pada departemen/bagian audit internal suatu organisasi/perusahaan.
2. Kode etik QIA adalah kode etik bagi anggota yang telah memperoleh
Sertifikasi QIA melalui suatu pendidikan formal yang diterapkan oleh PAII. Perlu
dipahami bahwa saat ini yang berprofesi pada departemen/bagian audit internal
tidak seluruhnya mempunyai kualifikasi gelar atau sertifikat QIA. Kode etik QIA
ditetapkan oleh Dewan Sertifikasi QIA. Pasal-pasal dalam kode etik QIA adalah
sama dengan kode etik PAII, kecuali dalam kode etik QIA tidak memasukkan Pasal
1 dan 9 dari kode etik PAII.
Kode etik yang berlaku bagi Ilmuwan psikologi dan psikolog dibedakan
berdasarkan latar belakang pendidikan mereka, di mana latar belakang pendidikan
ini menetukan boleh atau tidaknya seseorang melakukan prakyik psikologi. Para
Ilmuwan psikologi dalam batas-batas tertentu dapat memberika jasa psikologi,
tetapi tidak boleh menjalankan praktik psikologi. Prakti psikologi hanya boleh
dilakukan oleh para psikolog.
Tabel 2.3
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Psikologi
3. Kompetensi
Di Indonesia terdapat lebih dari satu organisasi profesi advokat. Kode Etik
Profesi Advokat berlaku sejak tanggal ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002 dan
disepakati berlaku bersama untuk organisasi profesi advokat yang tergabung
dalam Komite Kerja Sama Advokat Indonesia (KKAI), yang terdiri atas tujuh orang
ganisasi, yaitu: Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia
(AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi Konsultan Hukum
Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Serikat
Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia
(HAPI).
Tabel 2.4
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Profesi Advokat Indonesia
Tabel 2.5
Perbandingan Kode Etik
BAB III
KESIMPULAN
Di jaman era globalisasi ini, para pelaku profesi harus menjalankan profesinya
secara profesional. Para pelaku profesi harus bekerja secara profesional untuk
menghadapi persaingan yang cukup ketat di dalam dunia usaha. Para pelaku profesi
harus memiliki kemampuan dan keahlian yang dapat tergolong khusus agar dapat
bersaing dengan para pelaku profesi lainnya. Menjalankan suatu profesi tersebut
tidaklah mudah, mereka harus melewati bangku perkuliahan dan mengikuti banyak
pelatihan terlebih dahulu agar dapat menjalankan suatu profesi. Selain kemampuan
dan keahlian khusus, para pelaku profesi harus memperhatikan etika-etika yang ada.
Dimana etika-etika tersebut merupakan suatu aturan khusus atau aturan main dari
setiap profesi dan semua peraturan tersebut harus ditaati oleh semua pelaku profesi.
Dasar dari semua etika profesi yang berlaku umum adalah tanggung jawab terhadap
pekerjaannya, baik hasil maupun dampak dari pekerjaan yang dilakukan dan harus adil
dalam memenuhi hak-hak orang lain yang harus kita penuhi dalam menjalankan suatu
profesi.
REFERENSI
Agoes, Sukrisno. (2014). Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia.
Jakarta: Salemba Empat.