05 Bab 2 222015229
05 Bab 2 222015229
05 Bab 2 222015229
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lereng
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horisontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi
contohnya lereng yang membentuk bukit atau lereng-lereng yang terdapat di tebing
sungai. Lereng juga dapat terbentuk karena buatan manusia antara lain yaitu lereng galian
dan lereng timbunan yang diperlukan untuk membangun sebuah konstruksi jalan raya dan
jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal serta tambang terbuka.
Kemiringan lereng dapat disebabkan oleh gaya-gaya endogen dan eksogen bumi
sehingga menyebabkan perbedaan titik ketinggian di bumi. Kemiringan lereng
merupakan ukuran kemiringan lahan terhadap bidang datar yang biasa dinyatakan dalam
satuan persen atau derajat. Adanya perbedaan kemiringan pada setiap lereng
menyebabkan lereng diklasifikasikan tertentu. Menurut van Zuidam (1985) klasifikasi
lereng bedasarkan ciri dan kondisi lapangan adalah seperti pada Tabel 2.1 berikut:
Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan struktur
geologi yang hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan dan bidang
perlapisan (Sulistianto, 2001 dalam Diah 2007). Struktur-struktur tersebut, selain lipatan,
selanjutnya disebut sebagai bidang lemah. Disamping struktur geologi, adanya muka air
tanah dan karakteristik fisik-mekanik juga dapat mempengaruhi kestabilan lereng.
Pada dasarnya untuk meningkatkan stabilitas lereng terdapat dua pendekatan yang
dapat diterapkan untuk penanganan longsoran, dengan cara menaikan angka keamanan,
diantaranya yaitu:
1. Memperkecil gaya penggerak / momen penggerak.
7
Gaya dan momen penggerak dapat diperkecil dengan merubah bentuk lereng,
yaitu dengan membuat geometri lereng menjadi lebih datar dan mengurangi sudut
kemiringan dengan memperkecil ketinggian lereng.
2. Memperbesar gaya penahan / momen penahan.
Untuk memperbesar gaya penahan, dapat dilakukan dengan cara menerapkan
beberapa metode perkuatan tanah, diantaranya dipasang konstruksi penahan
seperti dinding penahan tanah, tiang, atau menambahkan timbunan pada kaki
lereng.
2.1.3 Analisa Stabilitas Lereng Metode Limit Equilibrium dan Metode Finite
Elemen
Analisa stabilitas perlu dilakukan karena hampir setiap perkerjaan konstruksi
sering kali melibatkan pembuatan lereng, contohnya: pekerjaan galian, pekerjaan
timbunan dan konstruksi di atas lereng. Metode yang dipakai untuk analisa stabilitas
lereng umumnya adalah metode Limit Equilibrium menggunakan dengan program
SlopeW dari Geostudio 2007. Seiring dengan perkembangan teknologi, berkembang pula
aplikasi metode Finite Element untuk analisa kestabilan lereng dengan menggunakan
program Plaxis 3D.
𝜏𝑓 𝑅𝑀
𝑆𝐹 = 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑆𝐹 = .............................................................................................(2.1)
𝜏 𝐷𝑀
metode elemen hingga dibuat dan dicari solusinya dengan sebaik mungkin untuk
menghindari kesalahan pada hasil akhirnya. Jaring (mesh) terdiri dari elemen - elemen
yang dihubungkan oleh node seperti pada Gambar 2.10. Node merupakan titik - titik
pada jaring di mana nilai dari variabel primernya dihitung. Misal untuk analisa
displacement, nilai variabel primernya adalah nilai dari displacement. Nilai - nilai nodal
displacement diinterpolasikan pada elemen agar didapatkan persamaan aljabar untuk
displacement, dan regangan, melalui jaring - jaring yang terbentuk.
𝑐 tan 𝜙
Σ𝑀𝑆𝐹 = 𝐶 = 𝑡𝑎𝑛𝜙 ...................................................................................(2.2)
𝑟𝑒𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑 𝑟𝑒𝑑𝑢𝑐𝑒𝑑
Dengan faktor keamanan, Creduced dan øreduced yang merupakan nilai kohesi
dan sudut geser dalam tanah terendah yang didapat pada saat program Plaxis menyatakan
tanah mengalami keruntuhan (Soil body Collapse). Proses keruntuhan ini dalam program
Plaxis disebut ”Phi-c reduction”.
10
𝑁𝑖 + 𝑈𝑖 = 𝑊𝑖 × cos 𝜃𝑖 .............................................................................................(2.3)
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ, maka momen dari massa
tanah yang akan longsor adalah:
∑ 𝑀𝑑 = 𝑅 ∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑊𝑖 × sin 𝜃𝑖 ......................................................................................(2.5)
Dengan:
R = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)
N = jumlah irisan
Wi = berat massa tanah irisan ke-I (kN)
𝜃𝑖 = Sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.4
Besarnya momen penahan longsor dapat di definisikan sebagai berikut:
∑ 𝑀𝑟 = 𝑅 ∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑐 𝑎𝑖 + Ni tan 𝜃 ..................................................................................(2.6)
Bila pada lereng tersebut terdapat muka air tanah, maka akibat pengaruh tekanan air pori
persamaan menjadi:
∑𝑖=𝑛
𝑖=1 𝑐 𝑎𝑖( 𝑊𝑖𝑐𝑜𝑠𝜃𝑖−𝑈𝑖𝑎𝑖) tan 𝜃)
𝐹= ∑𝑖=𝑛
..................................................................................(2.7)
𝑖=1 𝑊𝑖 ×sin 𝜃𝑖
dengan:
F = faktor aman c = kohesi tanah (kN/m2)
𝜃 = sudut gesekan dalam tanah (o)
ai = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat irisan tanah ke-i (kN)
12
dengan:
W = Berat total pada irisan
El, Er = Gaya antar irisan yang bekerja secara horizontal pada penampang kiri dan kanan
13
Xl, Xr = Gaya antar irisan yang bekerja secara vertikal pada penampang kiri dan kanan
P = Gaya normal total pada irisan
T = Gaya geser pada dasar irisan
b = Lebar dari irisan
l = Panjang dari irisan
α = Sudut Kemiringan lereng
2.2 Longsoran
Kelongsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah ataupun massa batuan
dengan arah miring dari kedudukan semula sehingga terjadi pemisahan dari massa yang
mantap karena pengaruh gravitasi dan rembesan (seapage). Definisi longsoran (landslide)
menurut Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984), adalah luncuran atau gelinciran (sliding)
atau jatuhan (falling) dari massa batuan/tanah atau campuran keduanya.
2.2.1 Klasifikasi Longsoran
Para peneliti umumnya mengklasifikasikan jenis-jenis longsoran berdasarkan
pada jenis gerakan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC, Highway
Research Board Landslide Committee (1978), mengacu kepada Varnes (1978) yang
berdasarkan kepada:
4. Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau
kadar air tanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor antara
material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Termasuk dalam jenis
gerakan aliran kering adalah sandrun (larian pasir), aliran fragmen batu, aliran
loess. Sedangkan jenis gerakan aliran basah adalah aliran pasir-lanau, aliran
tanah cepat, aliran tanah lambat, aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan
seperti pada Gambar 2.5.
5. Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua atau tiga
jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam, tetapi
biasanya ada salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih dominan.
Menurut Pastuto & Soldati (1997), longsoran majemuk diantaranya adalah
bentangan lateral batuan, tanah maupun bahan rombakan.
17
6. Rayapan (creep) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal kecepatan
gerakannya yang secara alami biasanya lambat (Zaruba & Mencl, 1969;
Hansen, 1984). Untuk membedakan longsoran dan rayapan, maka kecepatan
gerakan tanah perlu diketahui (Tabel 2.2). Rayapan (creep) dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu: rayapan musiman yang dipengaruhi iklim, rayapan
bersinambungan yang dipengaruhi kuat geser dari material, dan rayapan melaju
yang berhubungan dengan keruntuhan lereng atau perpindahan massa lainnya
(Hansen, 1984).
b. Larutnya bahan pengikat butir alami yang membentuk batuan oleh air,
contohnya perekat yang terdapat dalam batu pasir yang dilarutkan air
sehingga ikatannya hilang.
c. Naiknya muka air tanah, muka air dapat naik abikat rembesan yang masuk
pada pori antar butir tanah yang mengakibatkan tekanan air pori naik
sehingga kekuatan gesernya turun.
d. Pengembangan tanah, rembesan air dapat menyebabkan tanah mengembang
terutama untuk tanah lempung.
e. Pengaruh Geologi
Proses geologi dalam pembentukan lapisan kulit bumi dengan cara
pengendapan sedimen ternyata memungkinkan terbentuknya suatu lapisan
yang potensial mengalami kelongsoran. Contohnya adalah pembentukan
lapisan tanah sebagai berikut, sungai yang mengalirkan air ke laut membawa
partikel-partikel halus yang jumlahnya tergantung dari volume dan kecepatan
alirannya, kemudian partikel-partikel tersebut mengendap di dasar laut
membentuk lapisan tanah, dimana penyebaran pengendapannya bisa merata
atau tidak merata tergantung arus air laut biasanya membentuk sudut
kemiringan lapisan 5o-10o. Karena pembentukan tiap lapisan terjadi di air,
maka dasar tiap lapisan adalah air yang bisa dilihat seringkali sebagai lapisan
tipis (thin film) pada zona pemisah antara lapisan lempung dan lanau
kepasiran atau sebagai aliran laminer pada lapisan pasir yang lebih
permeabel. Dengan keadaan demikian bila banyak air memasuki lapisan pasir
tipis, sedangkan pengeluaran air sedikit sehingga keadaan lapisan menjadi
jenuh, maka tekanan air akan bertambah dan tekanan air inilah yang sering
menyebabkan kelongsoran. Lain halnya bila air memasuki lapisan pasir tebal
sehingga keadaan lapisan tidak sepenuhnya jenuh air, maka lapisan tersebut
bahkan bisa berfungsi sebagai drainase alamiah.
f. Pengaruh Morfologi
Variasi bentuk permukaan bumi yang meliputi daerah pegunungan dan
lembah dengan sudut kemiringan permukaannya yang cenderung besar,
maupun daerah dataran rendah yang permukaannya cenderung datar, ternyata
memiliki peranan penting dalam menentukan kestabilan daerah tersebut
20
dan ditingkatkan. Sudah hampir 200 pengaplikasian metode siphon drain ini, terutama di
Prancis (Mrvik,2011). Metode ini juga sudah diaplikasikan di Inggris, Italy dan Romania
(Mrvik and Bomont, 2010). Inovasi metode ini pertama kali diaplikasikan di Eropa
Tengah pada tahun 2008. Drainase ini digunakan untuk stabilitas lereng yang sebelumya
digunakan untuk galian tambang batu bara di Bohemia Utara, Republik Cheko (Mrvik
and Bomont, 2009).
aliran dalam pipa. Jika gaya apung dominan, gelembung-gelembung kecil akan
berkumpul di puncak pipa dan menjadi satu gelembung besar yang akan memecah aliran
siphon. Kejadian tersebut dapat dihindari dengan menggunakan sistem pembilas yang
secara otomatis mengeluarkan gelembung oleh aliran turbulen.
2.4 Plaxis 3D
Plaxis merupakan salah satu program aplikasi komputer yang berdasarkan pada
metode elemen hingga dua dimensi dan tiga dimensi yang digunakan secara khusus
untuk menganalisis deformasi dan stabilitas untuk berbagai aplikasi dalam bidang
geoteknik, seperti daya dukung tanah dan stabilitas lereng. Kondisi sesungguhnya dapat
dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan
metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan
cepat membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari
kondisi yang ingin dianalisis. Program ini terdiri dari empat buah sub-program yaitu
masukan, perhitungan, keluaran, dan kurva.
Kondisi di lapangan yang akan disimulasikan ke dalam program Plaxis ini
bertujuan untuk mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam
tahapan pengerjaan program, dengan tujuan untuk pelaksanaan di lapangan dapat
mendekati sedekat mungkin dengan program, sehingga hasil yang dihasilkan dari
program dapat diasumsikan sebagai cerminan dari kondisi yang sebenarnya terjadi di
lapangan. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak dilakukan, tetap program ini
tidak dapat dijamin bahwa program PLAXIS bebas dari kesalahan.
Simulasi permasalahan geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga
sendiri telah secara implisit melibatkan kesalahan pada saat pemodelan dan kesalahan
numeric yang tidak dapat dihindari. Akurasi dari keadaan sebenarnya sangat bergantung
pada keahlian dari pengguna terhadap pemodelan permasalahan, pemahaman terhadap
model tanah serta keterbatasannya, penentuan parameter model, dan kemampuan untuk
melakukan interpretasi dari hasil komputer. Oleh karena itu, PLAXIS hanya digunakan
oleh para professional yang memiliki keahlian seperti yang telah disebutkan. Pengguna
harus sadar dengan tanggung-jawabnya saat menggunakan hasil komputasi untuk tujuan
desain geoteknik. Organisasi PLAXIS tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas
kesalahan desain yang didapat pada keluaran dari perhitungan PLAXIS. metode
antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat
membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari
kondisi yang ingin dianalisis.
Problema stabilitas lereng umumnya terjadi bila terdapat gangguan pada
keseimbangan lereng tersebut, yang mungkin diakibatkan oleh berbagai kegiatan
25
manusia maupun alam. Permasalahan yang sering dijumpai pada stabilitas lereng atau
timbunan adalah kecilnya kestabilan tanah dan daya dukung yang rendah pada tanah
dasarnya. Kekuatan geser suatu tanah tidak mampu memikul suatu kondisi beban kerja
yang berlebihan. Dengan kata lain, keruntuhan suatu lereng sering diakibatkan oleh
meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya kekuatan geser
suatu massa tanah. Masalah yang lain dari stabilitas lereng atau timbunan adalah
konsolidasi yang besar dan jangka waktu yang lama setelah selesainya suatu konstruksi.
Untuk mendapatkan suatu solusi yang optimal dari permasalahan tersebut diatas, maka
dibutuhkan suatu analisis yang andal dari suatu lereng dengan perbaikan dan perkuatan
tanah.
2.5 Parameter Tanah Pasir
Tanah adalah suatu benda padat berdimensi tiga terdiri dari panjang lebar dalam
yang merupakan bagian dari kulit bumi. Kata tanah seperti banyak kata umumnya
mempunyai beberapa pengertian. Pengertian tradisional, tanah adalah medium alami
untuk pertumbuhan tanaman dan merupakan daratan. Pengertian lain, tanah berguna
sebagai pendukung pondasi bangunan dan sebagai bahan bangunan itu sendiri, seperti
batu bata, paving blok. Faktor yang mempengaruhi daya dukung tanah antara lain : jenis
tanah, tingkat kepadatan, kadar air, dan lain-lain. Tingkat kepadatan tanah dinyatakan
dalam presentase berat volume (γd) terhadap berat volume kering maksimum (γdmaks).
(Afrenia, 2014).
Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan udara,
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.11
2.4.1 Kohesi
Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut
geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan
tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa
gerakan lateral tanah. Deformasi ini terjadi akibat kombinasi keadaan kritis pada tegangan
normal dan tegangan geser yang tidak sesuai dengan faktor aman dari yang direncanakan.
Nilai ini didapat dari pengujian Direct Shear Test. Nilai kohesi secara empiris dapat
ditentukan dari data sondir (qc) yaitu sebagai berikut:
𝑞𝑐
𝐾𝑜ℎ𝑒𝑠𝑖 (𝑐) = ⁄20.......................................................................................(2.3)
2.4.2 Permeabilitas
Kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori adalah suatu
sifat teknis yang disebut permeabilitas (Bowles, 1991). Permeabilitas juga dapat
didefinisikan sebagai sifat bahan yang memungkinkan aliran rembesan zat cair mengalir
melalui rongga pori (Hardiyatmo, 2001). Satuan permeabilitas adalah m². Pada umumnya
pada reservoir panas bumi, permeabilitas vertikal berkisar antara 10 - 14 m², dengan
permeabilitas horizontal dapat mencapai 10 kali lebih besar dari permeabilitas vertikalnya
(sekitar 10 - 13 m²).
Permeabilitas tanah adalah kecepatan air menembus tanah pada periode tertentu
dan dinyatakan dalam cm/jam (Foth, 1978). Sedangkan menurut Hakim dkk. (1986)
permeabilitas tanah adalah menyatakan kemampuan tanah melalukan air yang bisa diukur
dengan menggunakan air dalam waktu tertentu. Nilai permeabilitas penting dalam
menentukan penggunaan dan pengelolaan praktis tanah. Permeabilitas mempengaruhi
penetrasi akar, laju penetrasi air, laju absorpsi air, drainase internal dan pencucian unsur
hara (Donahue, 1984).
pekerjaan galian tanah pondasi yang dipengaruhi air tanah, karena tebing galian menjadi
mudah longsor. Lagi pula, aliran yang terlalu cepat dapat merusak struktur tanah dengan
menimbulkan rongga-rongga yang dapat mengakibatkan penurunan pondasi
(Hardiyatmo, 2001). Permeabilitas suatu massa tanah penting untuk :
Nilai permeabilitas untuk tanah jenis pasir dapat dilihat pada Tabel 2.3
Besarnya sudut geser dalam tanah atau yang biasa disebut dengan phi untuk jenis
tanah pasir dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.5 Hubungan Antara Jenis Tanah dan Poisson Ratio (Das, 1996)
Dengan menggunakan data sondir, booring dan grafik triaksial dapat digunakan
untuk mencari besarnya nilai elastisitas tanah. Nilai yang dibutuhkan adalah nilai qc atau
cone resistance. Yaitu dengan menggunakan rumus :
E = 2.qc kg/cm²
Tanah dengan jenis pasir memiliki nilai modulus elastisitas yang berkisar antara
50 sampai dengan 2000 seperti pada Tabel 2.6
30
Penelitian tersebut menghasilkan efek dari drain siphon jelas tergantung pada laju
kenaikan muka air. Penurunan muka air terjadi secara signifikan pada laju kenaikan muka
air yang lambat. Lebih lanjut, saluran siphon dapat memiliki efek yang signifikan pada
permukaan air tanah ketika mereka dipasang di lereng di mana aliran air tanah cenderung
permukaan piezometrik. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengevaluasi
pengaruh posisi dan jumlah pengeringan siphon pada pengurangan level air di lereng
melalui lab eksperimen dan analisis numerik.
Dalam penelitian ini, penyelidikan ke dalam metode untuk desain metode siphon
untuk memastikan stabilitas lereng dilakukan dengan menggunakan eksperimen model
lereng dan analisis numerik. Temuan utama adalah:
1. Hubungan kuantitatif antara drainase volume dan level air dapat ditentukan
dengan menggunakan gradien ketinggian air dekat pipa siphon.
2. Level air di sisi model di siphon percobaan dapat direproduksi menggunakan
2-D analisis aliran rembesan.
3. Meskipun penelitian ini hanya dilakukan pada tingkat model, jarak siphon
yang ideal dan target level air di lubang siphon untuk memastikan stabilitas
lereng mampu akurat ditentukan.
2.5.3 Rekayasa Hidraulika Kestabilan Lereng Dengan Sistem Siphon: Studi Kasus
Di Daerah Karangsambung, Jawa Tengah
Riset dengan judul Rekayasa Hidraulika Kestabilan Lereng Dengan Sistem
Siphon: Studi Kasus Di Daerah Karangsambung, Jawa Tengah ditulis oleh Arifan Jaya,
Adrin Tohari, Khori Sugiant, Nugroho Aji dan Sunarya Wibowo1 selaku peneliti
geoteknologi LIPI Bandung serta Sueno Winduhutomo dari UPT BIKK Karangsambung.
32
Hasil riset tersebut dipublikasikan pada bulan Desember 2014 di Pusat Penelitian
Geoteknologi LIPI.
1. Persimpangan pipa drainase dengan jalan layang dan jalan layang dengan
menggunakan pipa fleksibel dengan diameter kecil dan tanpa kemiringan,
ruang bawah tanah sebagai tingginya bisa mencapai 150 mm
2. Perlengkapan saluran pipa perangkap Perangkap dengan kekuatan segel besar
dapat dibentuk untuk menyedot yang diinduksi dengan menyimpan air pipa
drainase fixture.
3. Karakteristik beban buangan kecil
Adopsi pipa drainase dengan diameter kecil dan aliran vertikal kecepatan
tinggi Teknologi mengurangi aliran beban buangan hingga setengahnya.
4. Sistem tumpukan drainase
Dengan menggabungkan teknologi aliran vertikal kecepatan tinggi
berdiameter kecil menggunakan nozel vertikal dengan karakteristik beban
yang kecil dari tumpukan drainase, sistem stack drainase baru dengan pipa
bundar sederhana dapat dibuat, dan kapasitas pemakaian yang sama dengan
sistem drainase yang ada dipertahankan tanpa fitting drainase khusus.
33
Jurnal ini berisi tentang metode inovatif drainase dalam oleh saluran siphon.
metode ini merupakan cara drainase yang dalam dari tanah lunak. sistem drainase
membuktikan fungsionalitas jangka panjang, kemungkinan untuk mengamati efisiensi
aktual, pilihan untuk pemeliharaan rutin dan adaptasi sepanjang masa.
sumur juga dapat menyelesaikan masalah dengan batas area konstruksi atau batas lain
yang diberikan oleh pemilik swasta atau perwakilan negara.