Akulturasi
Akulturasi
Akulturasi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Budha dan Islam di
Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal/memiliki budaya cukup
maju. Unsur kebudayaan asli Indonesia telah tumbuh dan berkembang
dalam kehidupan masyarakat yang disebut dengan “local genius”
(kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur kebudayaan asing dan
mengolahnya sesuai dengan kepribadian bangsa).
Masuknya budaha Hindu-Budha dan Islam di Indonesia tidak
diterima begitu saja tapi pengaruh budaya Hindu-Budha dan Islam ke
Indonesia telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akulturasi Kebudayaan Lokal Indonesia
dengan Budaya Hindu-Budha?
2. Apa saja Seni Rupa dan Seni Ukir Hindu-Budha?
3. Bagaimana akulturasi Hindu Budha Dalam Bidang Seni Rupa?
C. Tujuan
1. Mengetahui Akulturasi Kebudayaan Lokal Indonesia dengan Budaya
Hindu-Budha
2. Mengetahui Seni Rupa dan Seni Ukir
3. Mengetahui Akulturasi Hindu Budha Dalam Bidang Seni Rupa
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
1. Pengertian Akulturasi Menurut Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu
Antropologi yang mengemukakan bahwa pengertian akulturasi adalah
proses sosial yang timbul ketika suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur dari
kebudayaan asing tersebut lambat laun diterima dan diolah kedalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian budaya
itu sendiri.
2. Pengertian Akulturasi Menurut Soyono
Menurut Suyono, dalam Rumondor (1995:208) bahwa
pengertian akulturasi adalah pengambilan atau penerimaan satu atau
beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau
beberapa unsur kebudayaan yang saling berhubungan atau saling
bertemu.
3. Pengertian Akulturasi Menurut Nardy
Menurut Nardy bahwa pengertian akulturasi
(acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul
jika suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan sedemikian rupa,
sehingga unsur kebudayaan asing lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan sendiri.
4. Pengertian Akulturasi Menurut Hasyim
Menurut Hasyim (2011) yang ikut memberikan definisi
mengenai akulturasi, menjelaskan bahwa pengertian akulturasi adalah
perpaduan antara kedua budaya yang terjadi dalam kehidupan serasi
dan damai.
5. Pengertian Akulturasi Menurut John W. Berry (2005: 698)
Menurut seorang professor, John Berry memberikan
definisinya tentang akulturasi bahwa menurutnya pengertian
akulturasi adalah proses perubahan budaya dan psikologis yang terjadi
3
sebagai akibat kontrak antara dua atau lebih kelompok dan anggota
masing-masing kelompok.
6. Pengertian Akulturasi Menurut Dwi Hayudiarto (2005: 37)
Menurut Dwi bahwa pengertian akulturasi bahwa akkulturasi
memiliki berbagai arti di antara para sarjana antropologi akan tetapi
semua sepaham bahwa konsep demikian mengenai proses sosial yang
timbul ketika suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa sehingga unsur kebudayaan asing tersebut
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan kepribadian kebudayaan hilang.
4
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan
media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini
diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, bentuk, volume,
warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika.
1. Seni Rupa Pada Tradisi Lokal
Secara umum, menurut para ahli, seni rupa pada zaman pra sejarah
Indonesia memiliki tiga corak, yaitu monumental, dongson dan chow
akhir.
Pada corak monumental, terutama yang berkembang di zaman
neolitikum, karya seni rupanya memiliki ciri:
a. Bentuk tiga dimensional yang menggambarkan atau mewujudkan
tokoh nenek moyang secara frontal.
b. Banyak memunculkan motif simbilik, seperti tanduk kerbau, pohon
hayat dan kedok.
c. Memiliki irama garis yang bersudut – sudut, sederhana serta kaku.
2. Karya Seni Bangunan
Bangunan yang paling tua diketemukan pada zaman batu
menengah (Mesolitikum) berupa gua-gua yang terdapat di daerah pantai
seperti di pantai-pantai Sulawesi Selatan. Peninggalan yang berupa
bukit kerang diketemukan di daerah Sumatera selatan, berdasarkan
bukti-bukti berupa sisa-sisa sampah maka dapat dipastikan pada zaman
batu menengah sudah didirikan rumah panggung.
Pada zaman Neolitikum kebudayaan masyarakatnya mulai
berkembang dengan dibuatnya rumah dari kayu dan bambu yang
sampai sekarang masih tersisa di beberapa daerah di wilayah Indonesia.
Selain bangunan dari bahan kayu dan bambu, pada zaman batu besar
dikenal pula bangunan yang terbuat dari batu untuk keperluan
keagamaan dan kepercayaan, seperti :
Dolmen (bangunan makam)
Punden (bangunan berundak)
Menhir (bangunan tugu)
Dalam bentuk perabot seperti : meja batu, kursi batu, tahta batu, dsb.
5
3. Karya Seni patung
Karya seni patung Indonesia pada zaman pra-sejarah mulai
dikenal pada zaman Neolitikum berupa patung-patung nenek moyang
dan patung penolak bala. Gaya patungnya disesuaikan dengan bahan
baku yang digunakan, yaitu batu, kayu serta bahan lainnya, selain itu
patungnya juga banyak dipengaruhi seni ornamentik. Hasil-hasil
peninggalan di Jawa Barat menunjukan bahwa patung-patung memiliki
ukuran besar dengan gaya statis, frontal dan bersifat monumentalis.
4. Seni lukis
Nenek moyang melukis pada dinding goa dimana mereka
tinggal. Contoh di gua leang-leang, lukisan cap-cap tangan diperkirakan
berumur 4.000 tahun. ada tradisi purba masyarakat setempat yang
menyebutkan, gambar tangan dengan jari lengkap bermakna sebagai
penolak bala, sementara tangan dengan empat jari saja berarti
ungkapan berdukacita. Gambar itu dibuat dengan cara menempelkan
tangan ke dinding gua, lalu disemprotkan dengan cairan berwarna
merah. Sat pewarna ini mungkin dari mineral merah (hematite) yang
banyak terdapat di sekitar gua (di batu-batuan dan di dasar sungai di
sekitar gua), ada pula yang mengatakan dengan batu-batuan dari getah
pohon yang dikunyah seperti sirih. Selain itu ada lukisan babi hutan
yang sedang diujudkan dengan garis-garis merah, terdapat bekas
tonjokan benda tajam di lehernya. Motif yang lain adalah gajah, ular
dan kerbau(tetonisme). Hal ini dianggap oleh nenek moyang kita dapat
menimbulkan kekuatan magis(dynamisme).
Lukisan Babi Hutan - Lukisan Rusa - dan Lukisan Cap Jari yang
terdapat di Gua Leang-leang Maros Sulawesi Selatan
5. Seni hias
Pada zaman prasejarah seni hias banyak digunakan sebagai
jimat dan sebagai alat upacara adat. Motif-motifnya diyakini
mempunyai kekuatan magis. Pola hias geometris (garis, titik, bidang ke
ilmu ukuran) adalah pola yang paling banyak digunakan. Pola yang lain
6
adalah tumpal, meader, pilin berganda, swastika, pola-pola ini dinggap
mengandung arti social, religious dan geografis.
6. Seni kriya
a. Gerabah
Banyak ditemukan pada zaman neolithicum. Pembuatan gerabah
masih sederhana dengan pola hiasan anyaman, toheran, garis-
garis sejajar dan lingkaran. Perkembangan selanjutnya, masa
perundagian, pola hias berkembang dari lingkaran memusat
menjadi titik dan lengkungan, pola anyaman, tumpaldan tangga
maupun meader.
b. Benda Perunggu
Zaman perunggu berlangsung kurang lebih 500 tahun SM.
Teknik pembuatannya adalah
1. Seni kriya logam perunggu:
Kapak corong/ kapak sepatu
Kapak corong
Nekara
Nekara adalah sejenis genderang perunggu tertutup
bagian sisi atasnya, berpinggang tengah dan bertangkai.
Nekara dianggap suci dan dipuja karena merupakan
bagian bulan yang jatuh dari langit. Nekara yang
ditemukan di Indonesia tidak semua berasal dari daratan
Asia,tetapi ada pula yang berasal dari Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan penemuan cetakan nekara yang terbuat
dari batu di desa Manuaba, Bali. Dan cetakan tersebut
kini disimpan di dalam pure desa tersebut. Seni Kriya
Lainnya Seni kriya zaman perunggu diantarannya; gelang,
biggel, anting-anting, kalung, cincin dan bejana.
2. Seni Bangun Megalithicum Kemunculan seni bangun pada
masa itu dipengaruhi oleh adat pemujaan roh nenek moyang,
maka agar dapat berkomunikasi dengan roh nenek moyang
yang dipujanya dibuat lambang-lambang tertentu seperti
7
gambar, patung, kedok, menhir, dolmen, sakofah, keranda,
punden berundak, kubur batu dan manik-manik.
8
dan tengkorak, kendaraannya lembu, (nadi) dsb, Dalam agama Budha
yang dipatungkan adalah sang Budha, Dhyani Budha, Dhyani
Bodhidattwa dan Dewi Tara. Setiap patung Budha memiliki tanda
tanda kesucian, yaitu:
Rambut ikal dan berjenggot (ashnisha)
Diantara keningnya terdapat titik (urna)
Telinganya panjang (lamba-karnapasa)
Terdapat juga kerutan di leher
Memakai jubah sanghati
c. Seni hias Hindu Budha
Bentuk bangunan candi sebenarnya hasil tiruan dari gunung Mahameru
yang dianggap suci sebagai tempatnya para Dewa oleh sebab itu Candi
selalu diberi hiasan sesuai dengan suasana alam pegunungan, yaitu
dengan motif flora dan fauna serta makhluk azaib. Bentuk hiasan candi
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Hiasan Arsitektural ialah hiasan bersifat 3 dimensional yang
membentuk struktur bangunan candi, contohnya:
- Hiasan mahkota pada atap candi
- Hiasan menara sudut pada setiap candi
- Hiasan motif kala (Banaspati) pada bagian atas pintu
- Hiasan makara, simbar filaster,dll 2)
2. Hiasan bidang ialah hiasan bersifat 2 dimensional yang terdapat
pada dinding / bidang candi, contohnya :
- Hiasan dengan cerita, candi Hindu ialah Mahabarata dan
Ramayana: sedangkan pada candi Budha adalah Jataka,
Lalitapistara
- Hiasan flora dan fauna - Hiasan pola geometris
- Hiasan makhluk khayangan
Ukir umumnya berupa hiasan-hiasan dinding candi dengan tema
suasana Gunung Mahameru, tempat kediaman para dewa.
Hiasan yang terdapat pada ambang pintu atau relung adalah
kepala kala yang disebut Banaspati (raja hutan).
9
Kala yang terdapat pada candi di Jawa Tengah selalu dirangkai
dengan makara, yaitu sejenis buaya yang menghiasi bagian bawah
kanan kiri pintu atau relung.
Pola hiasan lainnya berupa daun-daunan yang dirangkai dengan
sulur-sulur melingkar menjadi sulur gelung. Pola ini menghiasi bidang
naik horizontal maupun vertikal. Ada juga bentuk-bentuk hiasan berupa
bunga teratai biru (utpala), merah (padam), dan putih (kumala). Pola-
pola teratai ini tidak dibedakan berdasarkan warna, melainkan detail
bentuknya yang berbeda-beda.
Beberapa candi memiliki relief yang melukiskan suatu cerita.
Cerita tersebut diambil dari kitab kesusastraan ataupun keagamaan.
Gaya relief tiap-tiap daerah memiliki keunikan. Relief di Jawa Timur
bergaya mayang dengan objek-objeknya berbentuk gepeng (dua
dimensi). Adapun relief di Jawa Tengah bergaya naturalis dengan
lekukan-lekukan yang dalam sehingga memberi kesan tiga dimensi.
Pada masa Kerajaan Majapahit, relief di Jawa Timur meniru
gaya Jawa Tengah dengan memberikan latar belakang pemandangan
sehingga tercipta kesan tiga dimensi.
Relief-relief yang penting sebagai berikut.
Relief candi Roro Jongrang
Yang Mengisahkan Cerita Ramayana
a. Relief candi Borobudur menceritakan Kormanibhangga,
menggambarkan perbuatan manusia serta hukum-hukumnya sesuai
dengan Gandawyuha (Sudhana mencari ilmu).
b. Relief candi Roro Jonggrang menceritakan kisah Ramayana dan
Kresnayana. Seni patung yang berkembang umumnya berupa
patung atau arca raja pada sebuah candi. Raja yang sudah
meninggal dimuliakan dalam wujud arca dewa.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui budaya lokal yang mendapat pengaruh dari Hindu-
Budha
2. Dapat membandingkan konsep kekuasaan di Kerajaan Hindu-Budha
3. Dapat mendeskripsikan proses percampuran kebudayaan lokal, Hindu-
Budha dalam kehidupan masyarakat Indonesia
B. Saran
Mungkin dari kesimpulan diatas dapat dipetik salah satu yang paling
penting adalah bahwa perlunya kita menjaga warisan budaya kita agar tidak
diakui oleh negara lain karena budaya merupakan identitas dan kekayaan
suatu bangsa.
Karena penulisan makalah ini jauh dari sempurna dan demi
kemajuan karya tulis kami ini, kami mengharap kritik dan saran. Apabila
ada kesalahan dalam penulisan bahasa, penyusunan makalah ini kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Abdul, et.al. Sejarah Umum Untuk SMA. Jakarta: Depdikbud, 1981.
Idris, ZH dan Tugiyono. Sejarah Umum Untuk SMA. Jakarta: Penerbit Mutiara
Sumber Widya, 1980.
Kartodirjo, Sartono. Sejarah Nasional, Jakarta: Depdikbud, 1975.
Jamil, A. Sejarah Islam, Semarang: Toha Putera. 1978.
12