Tgs Filsafat Pendidikan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

“Perbedaan Filosofi Pancasila Dari Ketiga Tokoh Ki

Hajar Dewantara/Indonesia,Paolo Freire/Brazil, Jhon


Dewey/Amerika Menurut Pandangan Mahasiswa”

Nama: DIANA LESTARI


NIM : A40121187
Kelas: F
Fakultas: FKIP
Prodi: PGSD

“FILSAFAT PENDIDIKAN”
DOSEN PENGAMPUH
RIZAL S.Ag,M.Pd
SURAHMAN S.Pd,M.Pd

Menurut pandangan saya sebagai mahasiswa antara ketiga filosofi


pendidikan pancasila ini memang memiliki perbedaan yang sangat jauh
bisa kita lihat dari sisi karakteristik dari ketiga ahli ini berbeda dan
negara asal yang mereka tempati sangat berbeda jauh.
Pertama disini saya akan menjelaskan pandangan saya sebagai
mahasiswa terhadap filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
Ki Hadjar Dewantara mungkin tepat dipandang sebagai seorang
pendidik yang
humanis. Rentang hidupnya sarat dengan aktivitas politik, jurnalistik
dan pendidikan.
Ia berambisi untuk membangun dan memajukan dimensi-dimensi
kemanusiaan
(kecerdasan generasi) Indonesia. Pendidikan adalah bidang yang
dipandangnya tepat
dijadikan landasan pembangunan kemanusiaan di Indonesia. Refleksi
mendasar
seputar menjadi manusia bermartabat diupayakannya dalam dan
melalui kerangka
yang sangat strategis untuk Indonesia pada jamannya, yakni pendidikan
dan
pengajaran. Dalam konteks itu pula, meski ia berkecimpung pada
wilayah politik dan
jurnalistik, ia kerap dipandang dan diakui orang-orang pada masanya
sebagai
pendidik sejati. Suatu julukan yang tidak salah kalau kita cermati
gagasan-gagasannya
yang tertuang dalam karya-karyanya. Ki Hajar Dewantara bahwa
pendidikan yang baik adalah yang sesuai dengan tumbuh kembang
anak. Driyakarya juga berpendapat bahwa fungsi dari pendidikan
yaitu memanusiakan manusia. Artinya manusia dibekali ilmu
pengetahuan agar dia menyadari kodratnya sebagai manusia
yakni memiliki hak dan kewajiban dan mampu mempertanggung
jawabannya. Pembekalan yang diberikan tidak hanya kemampuan
pengetahuan semata tetapi juga attitude (berkelakuan baik sesuai
dengan norma dan nilai) serta soft skill. Itulah
fungsi dari pendidikan.Merujuk dari esensi dan fungsi pendidikan, maka
tujuan dari adanya pendidikan yaitu manusia di didik agar dia
terdidik dan mampu mendidik manusia lainnya. Sehingga tidak
melupakan kodratnya sebagai manusia seutuhnya yang berbudi pekerti
baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dengan demikian
pendidikan yang baik tidak hanya sebatas melibatkan pengelolaan
kurikulum semata di sekolah, tetapi perlu ditekankan
bahwa pendidikan juga wajib ditanamkan sedini mungkin di lingkungan
keluarga dan

2
juga masyarakat. Untuk mendapatkan sistem
pendidikan yang bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
maka sistem pendidikan yang diterapkan haruslah relevan dengan
keadaan yang akan dihadapi oleh bangsa ini. Maka dari itu sebagai
pendidik haruslah memahami bagaimana sifat dan perilaku masyarakat
yang sedang dihadapi, agar nantinya sistem pendidikan yang sedang
diterapkan dapat berjalan dengan baik (Dewantara, 2013) guru perlu
didorong untuk menerapkan berbagai model pembelajaran inovatif
yang memungkinkan siswa belajar lebih merdeka sesuai
kemampuan dan potensinya. Terlebih model pembelajaran yang
memanfaatkan perkembangan TIK yang sudah sangat
berkembang pesat dan dapat dimanfaatkandalam pembelajaran.
Dengan TIK proses pembelajaran akan terjadi dengan mudah dan sangat
memungkinkan siswa untuk belajar mandiri dan pastinya belajar lebih
membahagiakan karena pastinya anak-anak lebih termotivasi belajar
dengan teknologi terutama internet dan gadget. Oleh karenanya, untuk
mewujudkan hal ini, guru harus memiliki kemampuan
mengintegrasikan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pembelajaran.
Pada tahun mendatang, sistem
pembelajaran akan berubah dari yang
awalnya bernuansa tatap muka atau secara
langsung
akan berubah menjadi
pembelajaran jarak jauh. Nuansa
pembelajaran akan lebih menyenangkan,
karena peserta didik
tidak hanya
mendengarkan penjelasan guru, tetapi

3
peserta didik juga dapat mencari sendiri
pengetahuan baru yang akan diperolehnya.
Hasil pembelajaran tidak
hanya
mengandalkan sistem rangking yang menurut
beberapa survei hanya meresahkan anak
dan orang tua , karena sebenarnya setiap
anak memiliki bakat dan kecerdasannya
dalam bidang masing-masing. Suatu saat
nanti akan terbentuk para pelajar yang
siap kerja, kompeten.
Sumber yang saya dapatkan dari membaca sebuah artikel dan saya
sebagai mahasiswa dapat mengambil pelajaran dan nilai yang
terkandung dalam filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara ini.
2020. Filosofi Ki Hadjar
Dewantara jadi Inspirasi Merdeka
Belajar.
https://www.jawapos.com/nasional/
pendidikan/14/07/2020/filosofikihadjardewantara-jadi-
inspirasimerdeka-belajar.
Kemendikbud. 2019. “Merdeka Belajar:
Pokok-Pokok Kebijakan Merdeka
Belajar”. Jakarta: Makalah Rapat
Koordinasi Kepala Dinas
Pendidikan Seluruh Indonesia
Kuswandi, Dedi. 2005. Pengejawantahan
Konsep-konsep Pendidikan Ki
Hadjar Dewantara di Lingkungan

4
Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Yogyakarta. Disertasi tidak
diterbitkan.
Mustaghfiroh, Siti. 2020.
Konsep
“Merdeka Belajar “Perspektif
Aliran Progresivisme John Dewey.
Diunduh dari:
https://ejournal.unuja.ac.id/.

Pandangan saya yang kedua sebagai mahasiswa Filosofi pendidkan yang


di kemukakan paolo Freire memang sangat menarik untuk di telusuri
agar mendapatkan pandangan sebagai mahasiswa yang baik.
Yang dikemukakan oleh beliauPanggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku yang
sadar, yang bertindak mengatasi dunia serta realitas yang menindas atau mungkin
menindasnya.” (Paulo Freire)
Penindasan di dunia pendidikan sulit berakhir sebagaimana terlihat dengan munculnya
berbagai problem pendidikan yang tidak terselesaikan. Kebijakan Ujian Nasional,
komersialisasi pendidikan yang tersistematis, hingga masalah kekerasan dalam
pendidikan adalah bentuk ketertindasan. Sepertinya dunia pendidikan kita menutup
mata akan adanya konsep pendidikan Paulo Freire. Dia adalah salah satu tokoh
pendidikan Brazil  yang diakui dunia karena prestasinya. Melalui karya pemikirannya
tentang pendidikan, Freire mampu mengangkat dunia pendidikan Brazil yang sempat
terpuruk. Oleh karena itu, sangat relevan jika buku karya Dennis Collins ini menjadi
bahan renungan bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Pada bab pertama, penulis banyak mengulas tentang hidup Paulo Freire sebagai
seorang pendidik yang selalu optimis akan usahanya meski dalam kemiskinan dan
pembuangan. Freire lahir di sebuah kota pelabuhan di timur laut Brazil tanggal 19
September 1921. Walaupun lahir dan besar dari kalangan kelas menengah, Freire
sempat mengalami langsung kemiskinan pada masa Depresi Besar 1929. Pada waktu
itu, Brazil merupakan negara yang bergejolak akibat krisis politik yang terjadi.
Akibatnya, kondisi sosial-ekonomi negara ini menjadi terpuruk dalam kemiskinan.

5
Keadaan yang demikian membentuk keprihatinan Freire terhadap kaum miskin dan
ikut membangun dunia pendidikan di Brazil. Oleh karena kondisi tersebut, Freire
mendedikasikan diri sebagai kepala lembaga Cultural Extention Service. Lembaga itu
bertujuan untuk memberikan bantuan pendidikan, terutama program melek huruf
bagi masyarakat buta aksara. Saat itu, penduduk Brazil berjumlah sekitar 34,5 juta
jiwa, namun hanya 15,5 juta orang saja yang bisa membaca dan menulis. Dalam
metode pengajarannya, ia menggunakan pendekatan kultural dan proses dialogis.
Misalnya dalam penerapan metode baca dan tulis, Freire menggunakan media
komunikasi yang generatif. Maksudnya, Freire mengajar dengan  menunjukkan
realitas kontekstual masyarakat yang menjadi anak didiknya. Selain itu, dalam
pengajarannya, ia menemukan bahwa masyarakat buta huruf sangat antusias
memahami realitas kehidupan di sekitarnya. Pada tahap ini, Freire percaya bahwa
pendidikan yang dialogis dengan rakyat yang tertindas dapat menuntun pada dunia
yang lebih manusiawi.

Freire menyebutkan, bahwa sistem pendidikan yang pernah ada dan mapan selama ini
dapat diibaratkan sebagai sebuah “bank”. Dalam sistem ini, anak didik adalah objek
investasi dan sumber deposito peotensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditas
ekonomis lainnya yang lazim dikenal. Depositor atau investornya adalah para guru
yang mewakili lembaga kemasyarakatan yang berkuasa, sementara depositonya
berupa pengetahuan yang diajarkan kepada anak didik. Freire percaya bahwa tugas
utama sistem pendidikan itu adalah reproduksi ideologi kelas dominan sebagai alat
mempertahankan kekuasaan mereka. Anak didik pun lantas diperlakukan sebagai
”bejana kosong” yang akan diisi sebagai sarana tabungan atau penanaman “modal ilmu
pengetahuan” yang akan dipetik hasilnya kelak. Jadi, guru adalah subjek aktif, sedang
anak didik adalah objek pasif yang penurut. Pendidikan akhirnya bersifat negatif di
mana guru memberi informasi yang harus diingat dan dihafalkan. Akibatnya, para
murid diperlakukan sebagai objek teori pengetahuan yang tidak berkesadaran pada
realitas di sekelilingnya.

Sistem yang demikian berdampak pada “dehumanisasi pendidikan”. Oleh Freire,


dehumanisasi diartikan sebagai pelanggeng hegemoni kaum dari kelompok sosial
tertentu untuk menindas kaum dari kelompok sosial lainnya. Menindas juga dapat
diartikan menafikan ide-ide tentang kemanusiaan. Oleh karena itu, Freire begitu
bergairah untuk menggagas ide tentang bagaimana membangun sebuah sistem
pendidikan yang progresif terhadap permasalahan kehidupan.

6
Pada uraian selanjutnya, buku ini banyak membahas filsafat Freire tentang pendidikan
sebagai praktik pembebasan. Pendidikan yang ideal, seharusnya berorientasi kepada
nilai-nilai humanisme. Humanisme pendidikan yang dimaksud Freire adalah
mengembalikan kodrat manusia menjadi pelaku atau subyek, bukan penderita atau
objek. Freire berharap sistem pendidikan ini menjadi kekuatan penyadar dan
pembebas umat manusia dari kondisi ketertindasan.

Selain itu, Freire menginginkan proses belajar sebagai bentuk investigasi kenyataan.
Maksudnya, proses pendidikan itu melibatkan indentifikasi permasalahan yang terjadi
di masyarakat. Konteks pendidikan negara agraris misalnya, kurikulum pendidikannya
juga harus melibatkan realitas permasalahan pertanian di dalamnya. Selain itu, Freire
juga mencontohkan sistem pengajaran idealnya antara guru dan murid. Proses ini
merupakan investigasi bersama-sama yang terus dilakukan oleh para murid. Para
murid diharuskan memahami bahwa kegiatan mengetahui adalah suatu proses yang
tidak pernah berakhir. Sedangkan bagi para guru, mereka harus memposisikan diri
juga sebagai murid yang tidak pernah berhenti untuk belajar. Dalam tahap ini, Freire
percaya bahwa pendidikan yang dialogis dengan rakyat yang tertindas dapat
menuntun pada dunia yang lebih manusiawi.

Saya sangat senang dengan filosofi pendidikan yang di kemukakan beliau karena
pentingnya pendidikan yang harus kita jalani dengan baik agar mencapai kesuksesan
yang memiliki satu arah dan satu tujuan

Sumber yang saya baca dan saya ambil Judul Buku : Paulo Freire: Kehidupan, Karya
dan Pemikiran
Penulis     : Denis Collins
Penerjemah : Henry Heyneardhi, Anastasia P.
Penerbit  : Yogyakarta, Komunitas Apiru dan Pustaka Pelajar
Cetakan    : III, Oktober 2011

http://pustaka.ariabima.com/index.php?p=show_detail&id=649

Selanjutnya saya akan mengeluarkan pendapat atau pandangan saya sebagai


mahasiswa dalam filosofi pendidikan yang dikemukakan Jhon Dewey/Amerika

Menurut beliau bahwa pendidikan filosofi adalahDewey menekankan pentingnya

7
pertemuan masyarakat di mana orang berbagi

keprihatinan dan masalah secara umum. Visi

demokrasi Dewey terbentuk melalui

pertemuan kota New England, di mana orang-orang datang untuk memecahkan


masalah

bersama mereka sendiri melalui proses

diskusi, debat, dan membuat keputusan secara

damai. Di kemudian hari, konsep filsafat

sosial dan pendidikan Dewey tentang kontrol

sosial menggunakan kedua semangat tersebut

yaitu partisipasi masyarakat dan penerapan

metode ilmiah.

Deweypertama kali mengenyam

pendidikan tinggi di Universitas Vermona pada

tahun 1875 dan mendapatkan gelar B.A. Ia

kemudian melanjutkan kuliahnya di

Universitas Jons Hopkins, dan meraih gelar

doktor dalam bidang filsafat paa tahun 1884.

Tahun 1884-1894, Dewey mengajar filsafat

8
dan psikologi di Universitas Michigan. Tahun

1894, ia pindah ke Universitas Chicago yang

membawa banyak pengaruh pada pandangan-pandangannya tentang pendidikan


sekolah di

kemudian hari. Di Universitas Chicago ini

Dewey menjabat sebagai kepala departemen

filsafat, psikologi, dan pendidikan. Mulai

tahun 1902 hingga 1904, ia adalah direktur

University School of Education. Diasinilah Ia

kemudian mendirikan Sekolah Laboratorium

yang kelak dikenal dengan nama The Dewey

School.

Sekolah laboratorium yang didirikan

Dewey diperuntukkan bagi anak-anak usia

empat tahun hingga empat belas tahun dengan

tujuan

memberikan pengalaman dalam

kerjasama dan hidup yang saling bermanfaat.

Tujuan tersebut dicapai melalui metode

9
aktivitas meliputi bermain, konstruksi, studi

alam, dan ekspresi diri. Metode aktivitas

dirancang untuk menghasilkan peserta didik

yang aktif merekonstruksi pengalamannya

sendiri. Melalui kegiatan

tersebut,

spiritsekolah diperbarui yang nantinya menjadi

sebuah miniatur komunitas dan embrio

masyarakat.

Di sekolah laboratorium,

individual anak diorganisasi dan diarahkan

untuk hidup bekerjasama dalam komunitas

sekolah. Kerja Dewey di sekolah laboratorium

lebih

mengarahkan perhatiannya pada

persoalan pendidikan dan ia kemudian

mengungkapkan pandangan pendidikannya

dalam karya “The School and Society”. Dewey

10
dibantu istrinya Alice mengemudikan sekolah

melalui perairan yang terkadang sangat2615-2789

Siti Sarah; Pandangan Filsafat Pragmatis John Dewey dan Implikasinya dalam
Pendidik …

..

mempengaruhi teori dan praktek pendidikan

Amerika.

Dari seluruh tulisan filsafat dan

pendidikan, Deweymenentang terhadap

konsep dualistik dari alam semesta.

Menurutnya, manusia memiliki kemampuan

untuk berdalil teoritis bahwa alam tidak

berubah, lengkap, dan pasti sempurna. Banyak

filosofi traditonal idealis, realis, dan thomis

yang berdasarkan

pada proposisi

substantifmetafisik yang membumirealitas di

dunia ide-ide yang tidak berubah untuk idealis

11
atau struktur untuk realis. Berdasarkan

konsepsi ini, manusia Barat telah merancang

sebuah konsepsi bipolar tentang realitas. Filsuf

tradisional mengadakan konsepsi dualistik

tentang realitas di mana ada yang ideasional,

atau teoretis dan yang dunia material.

Sementara ide, semangat, dan pikiran lebih

tinggi dalam rantai menjadi kerja dan tindakan

yang terletak lebih rendah dalam hierarchy.

Dari dualisme penting ini: hidup dan

pendidikan terlihat pada dua tingkat yang

terpisah. Prioritas diberikan, bagaimanapun,

dengan immaterial dan tidak berubah. Dengan

demikian, dualisme klasik seperti spirit-materi,

pikiran-tubuh dan jiwa-tubuh datang

menembus pemikiran Barat.

Dualisme metafisik memiliki dampak

pada kehidupan dan pendidikan yang mana

12
mereka menciptakan perbedaan antara teori

dan praktek, liberal dan pendidikan kejuruan,

seni halus dan terapan, serta pikir dan aksi.

Pencabangan/pemisahan antara teori dan

praktek tidak hanya materi filsafat spekulasi,

tapi juga menerobos ke dalam pendidikan.

Dualisme filsafat menyebabkan prinsip hirarki

dalam kurikulum di mana subyek yang teoretis

kuat diberi prioritas lebih di atas yang praktis.

Selanjutnya,kurikulum tradisional mewajibkan

pelajar terlebih dahulu harus menguasai

simbolik dan keterampilan sastra seperti

membaca, menuliskan aritmatika.

Pembelajaran tentang alat ketrampilan

menyiapkan siswa untuk belajar sistematis

mengenai

materi sejarah, geografi,

matematika, dan sains di level kedua dan lebih

13
tinggi. Di dalam subyek kurikulum tradisional,

disiplin diselenggarakan secara deduktif

sebagai tubuh dari prinsip, teori, konteks

faktual, dan contoh. Pendidikan formal sering

menjadi hal yang bersifat teoritis dan

membosankan

karena kurang memiliki

hubungan

antara

pribadi siswa dan

pengalaman sosial.

1. Sumber yang saya ambil Harun Hadiwijono. 1983. Sari Sejarah Filsafat


Barat 2. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 133-135.
2. ^ a b c d (Inggris)C.F. Delaney. 1999. "Dewey, John". In The Cambridge Dictionary
of Philosophy. Robert Audi, ed. 229-231. London: Cambridge University Press.
3. ^ a b c d e f (Indonesia)Sarlito Sarwono. 2002. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan
Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Hal. 87-90.

Artikel bertopik biografi tokoh ini adalah


sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia
dengan mengembangkannya.

Dari semua pandangan filosofi pendidikan yang


sangat menarik di bahas dan dipelajari secara
mendalam mengenai pendidikan pada masa saat ini
saya sebagai mahasiswa sangat bangga karena bisa
mengetahui filosofi pendidikan ini agar bisa saya
lakukan di lapangan nanti dan sangat membantu.

Dalam pembahasan kali ini saya Zulfikran

14
Laabani_A40121270 dari kelas F Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Prodi PGSD dalam
mata kuliah filsafat pendidikan. Maaf apabila
didalam penulisan kata ataupun gelar yang tidak
sesuai dengan nama yang bersangkutan saya
memohon maaf karena manusia tidak akan pernah
luput dari kesalahan dan dalam penulisan pendapat
atau pandangan saya memohon maaf karna saya
masih dalam proses pembelajaran yang di mana dari
belajar pasti kita bisa akan menjadi lebih baik.

“Do Your Best


And God Will
Bring You
Successs”

15
16

Anda mungkin juga menyukai