Tugas Tuton 1 Bahasa Indonesia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

TUGAS TUTON 1 BAHASA INDONESIA

NAMA : IMAM HADI SANTOSO


NIM : 043389552
PRODI : ILMU KOMUNIKASI
UPBJJ SURAKARTA
1. Jelaskanlah perkembangan (peningkatan) bahasa Indonesia berdasarkan hasil kongres VII s.d. XI
dengan menggunakan peta konsep (mind mapping).

Mind maping perkembangan bahasa Indonesia


Berdasarkan kongres VII s.d. XI

Kongres VII Jakarta


(26-30 Oktober 1998)
1. Mengusulkan dibentuknya badan pertimbangan bahasa indonesia
2. Memperkukuh kedudukan bahasa di era globalisasi
3. Membentuk organisasi profesi
4. Membahas tentang perkembangan iptek

Kongres VIII Jakarta

(14-17 Oktober 2003)

1. Penetapan bulan oktober sebagai bulan bahasa

2. Berlangsung nya seminar bahasa Indonesia

Kongres IX Jakarta

(8 Oktober - 1 November 2008)

1. Memperingati 100 tahun kebangkitan nasional, 80 tahun sumpah

pemuda, 60 tahun pusat bahasa

2. Membahas tentang pembahasan bahasa Indonesia

3. Membahas tentang bahasa daerah

4. Pengajaran bahasa dan sastra

5. Pembahasan bahasa sebagai media masa


Kongres X Jakarta

(28-31 Oktober 2013)

1. Diikuti 1168 peserta dari Indonesia dan luar negeri

2. Membahas usulan tentang pemantapan kedudukan fungsi bahasa

3. Pengoptimalan pembelajaran bahasa Indonesia

4. Penerapan uji kemahiran bahasa Indonesia

5. Peningkatan kegunaan bahasa Indonesia

6. Peningkatan teguran oleh KPI kepada lembaga penyiaran

Kongres XI Jakarta

(28 - 31 Oktober 2018)

1. Membahas pendidikan bahasa dan sastra Indonesia

2. Membahas pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik

3. Bahasa, Sastra, teknologi dan informasi

4. Ragam bahasa sastra dalam berbagai ranah kehidupan

5. Pengelolaan bahasa dan sastra daerah

6. Bahasa dan sastra untuk strategi dan diplomasi

2. Masih perlukah bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia saat ini? Penjelasan Anda harus disertai
dengan alasan yang logis dan disertai contoh.
Bahasa Indonesia untuk Indonesia yang saat ini tentu sangar perlu dan bahkan wajib, sebagai bahasa
nasional,bahasa Indonesia juga adalah bahasa persatuan bahasa yang mempersatukan banyak etnis di
Indonesia tanpa bahasa indone sudah jelas kita tidak akan bisa berkomunikasi antara etnis lain dengan
mudah dengan yang kita ketahui bahwa setiap etnis memiliki bahasa nya sendiri dan bahasa Indonesia ini
menjadi bahasa persatuan agar kita semua bisa berkomunikasi dengan lancar dengan sesama etnis lain di
Indonesia. Berkembang bahasa diera globalisasi ini juga mendukung bahasa Indonesia go internasional
tetapi juga banyak bahasa dari luar yang masuk ke Indonesia dengan itu juga banyak sisi negatif dan positif
yang dapat diambil, misal banyaknya anak muda sekarang yang lebih memilih untuk belajar bahasa
asing,les bahasa asing, memperdalam pengetahuan tentang bahasa asing namun ia lupa jika ia adalah
orang Indonesia bahkan bisa dikatakan dalam penggunaan bahasa Indonesia dia masih kurang tetapi malah
memperdalam bahasa asing tersebut. Ini adalah sisi negatif dari efek globalisasi tersebut tetapi tidak dapat
dipungkiri bahwa sisi positif dari itu juga ada dalam lingkup hal pekerjaan. Bahasa Indonesia masih penting
dan dari itu seharusnya banyak anak muda yang lebih suka belajar bahasa Indonesia daripada belajar
bahasa asing, penting nya bahasa Indonesia juga karena faktor sejarah dimana bahasa Indonesia bisa
terbentuk dan berkembang sampai sekarang, contoh penting nya bahasa Indonesia untuk sekarang adalah
bahasa persatuan yabg dimaksud adalah bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang berfungsi sebagai
bahasa komunikasi antar etnis masyarakat di seluruh Indonesia seperti orang sunda bertemu orang jawa
pasti bahasa yang mereka gunakan didaerahnya berbeda-beda dengan adanya bahasa Indonesia mereka
biaa berkomunikasi dengan satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia tersebut maka dari itu bahasa
Indonesia juga disebut bahasa persatuan.
Tugas 1

3.Bacalah artikel berikut dengan menerapkan teknik SQ3R!

Sisi Positif Parenting Budaya Jepang

Oleh: Buyung Okita

Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih
mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau
sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari.

Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan
terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat gaya asuh tersebut.

Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan kehendaknya tanpa
begitu memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang anak.

Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan yang teladan,
memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan pujian untuk upaya yang telah
putra-putrinya lakukan.

Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan kepada anak-anaknya,
semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak. Memercayakan putra-
putrinya untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung tidak mengintervensi kecuali untuk hal yang
bersifat sangat serius.

Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-putrinya dari segala
hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain. Karena itu banyak membatasi putra-putrinya di
berbagai aspek.

Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan bahwa anak-anak
di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur kompetitif yang muncul
karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat lulus masuk ke sekolah atau kampus yang
bergengsi.

Tentunya unsur kompetitif di satu sisi merupakan hal yang positif, tetapi karena tingkat kompetitif yang
tinggi dari harapan orangtua membuat putra-putri merasa tertekan. Bagaimanakah stereotip mengasuh ala
orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang positif?

1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat dekat

Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun anak tidur bersama
orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya berada.

Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan rumah seperti
menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang telah melahirkan
dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah.
Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini sedikit berbeda
dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja adalah membiarkan anak
berksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan.

Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi role model yang baik. Filosofi ini
menunjukan, dengan anak dibiarkan aktif menandakan bahwa sang anak tumbuh sehat.

Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat sehingga dapat
lebih mengenal saudara dan sosial. Orangtua di Jepang juga beranggapan bahwa sebisa mungkin
menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang orangtuanya.

2. Orang tua adalah cerminan anak

Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana orangtua mengasuh anaknya.
Orangtua di Amerika cenderung bersifat netral dan menunjukan anak cara untuk membuat suatu piramida,
sesudah itu membiarkan anaknya untuk membuat piramida dengan apa yang telah diajarkan atau dengan
caranya sendiri.

Sedangkan orangtua Jepang cenderung mentransmisikan apa yang ia lakukan kepada anaknya, sehingga
orang tua sepenuhnya menjadi role model bagi anaknya.

Setelah fase usia 5 tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu usia 5-15 tahun anak
mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar untuk disiplin, dan
melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua.

Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan cara-cara yang telah dilakukan secara
turun temurun. Fase ini orangtua memberikan batasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban, apa yang
boleh dilakukan atau tidak.

Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral di sekolah juga mulai diajarkan tidak hanya sebagai mata
pelajaran dan diselipkan di mata pelajaran lain, tetapi juga anak diberikan ruang untuk melakukan kegiatan
sosial seperti saling melayani, kegiatan makan siang di sekolah, dan kegiatan lain yang juga kerap dilakukan
di sekolah-sekolah Indonesia.

Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun terkesan monoton merupakan cara Jepang
untuk menbuat anak-anak belajar untuk disiplin.

3. Orangtua dan anak adalah setara

Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang untuk anak dapat lebih mandiri dengan
mengurangi batasan yang diterapkan pada fase sebelumnya.

Hubungan tidak hanya sebagai orangtua dan anak, tetapi juga sebagai teman dan setara. Anak didukung
untuk menjadi pribadi yang mandiri, dapat berpikir dan menentukan pilihan dan lebih bersifat demokratis.

Fase ini untuk mempersiapkan anak melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri dan keluarga
serta belajar bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat Jepang). Anak diajarkan untuk mulai
independen dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang dewasa.

Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya diadakan upacara hari
kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota setempat yang diikuti oleh pemuda berusia 20 tahun.

4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi


Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di komunitas sosial masyarakat yang lebih
luas, anak juga diberikan semangat untuk dapat memahami dan menghormati perasaanya sendiri.

Orangtua mengajarkan anaknya untuk melakukan hal yang tidak mempermalukannya. Contohnya tidak
menegur anaknya atau menasehati anaknya di muka umum ketika melakukan hal yang dirasa kurang
pantas.

Orangtua memilih menunggu situasi dan tempat yang lebih privasi untuk menasehatinya. Anak diajarkan
untuk dapat memiliki sikap empati dan saling menghormati orang lain.

Orangtua di Jepang tidak menggangap gaya asuh mereka menjadi gaya asuh yang terbaik. Begitu pula
dewasa ini nilai budaya barat pun menginsipirasi cara orangtua di Jepang mendidik anaknya. Namun
meskipun terjadi pergeseran dan perubahan, gaya asuh orangtua di Jepang yang menyayangi putra-
putrinya tidak berubah.

Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh orangtua di Jepang, dapat dipahami bahwa gaya asuhnya
merupakan perpaduan antara sedikit gaya permisif, gaya authoritative (berwibawa).

Sumber: https://www.kompasiana.com/buyungokita/%205f22b2a4d541
df59d84bebe2/sisi-positif-parenting-budaya-jepang?page=all#section2
Jawablah pertanyaan berikut ini berdasarkan artikel di atas.
1. Berdasarkan hasil survey (meninjau) Anda, topik/subtopik apa saja yang menurut Anda penting?

Topik : parenting atau gaya asuh orangtua ada 4 jenis yaitu gaya-asuh otoriter, berwibawa,
permisif, dan terlalu protektif.

2. Tuliskan daftar pertanyaan (question) berkaitan dengan informasi yang Anda perlukan pada
bacaan tersebut.

-Yang dimaksud dengan gaya asuh pemisif adalah?

-Bagaimana cara mengajarkan anak lebih disiplin dalam parenting budaye jepang?

-Dengan menyetarakan orang tua dan anak seperti teman, apakah mereka tidak semena mena
dengan orang tua?

3. Berdasarkan hasil membaca (read) Anda, Informasi apa yang Andaperoleh dari bacaan tersebut.

Dari artikel diatas dapat saya ambil kesimpulan bahwa gaya asuh dijepang dibagi menjadi 4 yaitu :

-Gaya asuh otoriter di mana gaya asuh orang tua memaksakan kehendaknya tanpa begitu
memperhatikan dan mempedulikan bagaimana perspektif sang anak

-gaya asuh orang tua berwibawa adalah gaya asuh dimana orangtua menjadi panutan yang teladan,
memberikan batasan yabg cermat untuk putra-putrinya,dan memberi pujian untuk upaya yang
telah putra-putrinya lakukan.
-gaya asuh permisif adalah gaya asuh dimana orangtua tidak memberikan batasan kepada anak
anaknya,semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak.

-gaya asuh over protektif adalag gaya asuh dimana orang tua sangat melindungi putra-putrinya dari
segala hal buruk,rasa saki, pengalaman buruk,dan lain-lain.

Dan juga beberapa stereotipe positif dari gaya asuh orang jepang dapat dilihat dari

-hubungan antara anak dan orang tua yang dekat

-orangtua adalah cerminan anak

-orang tua dan anak setara

-memperhatikan tentang perasaan dan emosi

4. Ceritakan/jelaskan (recite) pengalaman membaca Anda berkaitan dengan bacaan/wacana


tersebut.

Pengalaman membaca yang cukup menyenangkan karena dengan sepenggal artikel tersebut
saja,saya dapat mengerti budaya gaya asuh orang jepang saja berbeda-beda,jauh beda dengan di
Indonesia. Juga artikel diatas memberikan gambaran yang lebih luas akan parenti dari sisi positif
maupun negatif juga beberapa stereotipe yang berkembang dikhalayak umum. Banyak perbedaan
yang dapat dilihat dari artikel tersebut budaya jepang yang lebih menekankan ke sopan santun dan
juga tipe tipe orangtua yang memiliki gaya asuh sendiri sendiri.

5. Berdasarkan langkah akhir dari SQ3R (review), apakah informasi yang Anda perlukan sesuai
daftar pertanyaan sudah cukup?

Tentu sudah sangat cukup mengingat 3 pertanyaan daya dalam tahap (question) dapat terjawab
semua saya rasa untuk informasi yang ada sudak mencakup apa yang saya pertanyakan diawal
membaca.beberaoa pertanyaan saya yang terjawab

-gaya asuh permisif adalah memberikan kebebasan pada anak. Setelah fase usia 5 tahun, anak
boleh bereksplorasi melakukan sesuatu. Dan Fase ini mempersiapkan anak untuk melakukan
kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri dan keluarga serta belajar bertingkah laku yang baik dan
sopan (menurut adat Jepang).

-Bagaimana cara mengajarkan anak lebih disiplin dalam parenting budaya jepang?Di sini anak
diajarkan dan diberikan ruang untuk melakukan kegiatan sosial seperti saling melayani, kegiatan
makan siang di sekolah, dan kegiatan lain yang juga kerap dilakukan di sekolah-sekolah Indonesia.
Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun terkesan monoton merupakan cara
Jepang untuk menbuat anak-anak belajar untuk disiplin.

-Dengan menyetarakan orang tua dan anak seperti teman, apakah mereka tidak semena mena
dengan orang tua? Tidak, justru sebaliknya anak akan merasa tidak canggung dan akan lebih mudah
belajar menjadi pribadi yang lebih baik dapat berpikir dan menentukan pilihan dan lebih bersifat
demokratis

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai