Tugas 1 Hukum Dan Etika Pariwisata - Gabie Annisa Putrikusumo
Tugas 1 Hukum Dan Etika Pariwisata - Gabie Annisa Putrikusumo
Tugas 1 Hukum Dan Etika Pariwisata - Gabie Annisa Putrikusumo
JURUSAN PARIWISATA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NASIONAL (UNAS) TAHUN 2020
Jl. Sawo Manila, RT.14/RW.3, Ps. Minggu, Kec. Ps Minggu, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12520.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat allah swt, karena atas rahmat dan hidayah nya
saya mampu menyelesaikan tugas ini. Dalam penyusunan makalah ini saya mendapat
banyak bantuan berupa informasi melalui media internet, baik berupa jurnal, skripsi, dan
materi lainnya dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini saya
menyampaikan terimakasih yang tulus kepada dosen pembimbing mata kuliah hukumdan
etika pariwisata. Saya berharap materi ini dapat membantu menambah wawasan saya dan
pembaca. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Terimakasih.
DAFTAR ISI
1
Anak Agung Aldi Lestar dan Ni Putu Noni Ruharyanti. Jurnal. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam
Pengembangan. Hlm. 1
konsumen, destinasi, juga jenis-jenis pariwisata. Salah satunya adalah ekowisata. Safuridar
dkk dalam (Wibowo 2007) menjelaskan bahwa pengembangan ekowisata seharusnya
memperhatikan keadaan lingkungan agar ekowisata yang ada di suatu daerah bisa
berkelanjutan di masa yang akan datang. Menurut organisasi The Ecotorism Society,
ekowisata merupakan bentuk perjalanan wisata ke daerah alami yang dilakukan dengan
tujuan konservasi lingkungan, melestarikan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat
setempat. Oleh karena itu sepatutnya ekowisata layak untuk dikeloloa dan dikembangkan,
agar keberlangsungan ekowisata akan tetap berlangsung dan tetap ada di masa yang akan
datang 2. Aspek-aspek hukum juga harus diperhatikan dalam pengembangan ekowisata itu
sendiri. Sebab itu, dalam penulisan makalah ini, penulis mengambil judul “Kebijakan
Hukum Pariwisata di Bidang Ekowisata”.
2
Safuridar, dkk. 2020. Jurnal. Dampak Pengembangan Ekowisata Hutan Magrove terhadap Sosial dan Ekonomi
Masyarakat di Desa Kuala Langsa, Aceh. Hlm. 2.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Ayu dan Irda. 2017. Jurnal. Implementasi Kebijakan Pembangunan Pariwisata Melalui Program Ecotourism
(Ekowisata) (Studi Pada Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kota Batu)
Undang Nomor 9 Tahun 2015 (selanjutnya disebut UU Pemerintahan Daerah) 10.
UndangUndang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (selanjutnya disebut
UU Penyandang Disabilitas) 11. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan (selanjutnya disebut UU Pemajuan Kebudayaan).
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun
20052025, semua sektor pembangunan di Indonesia harus menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks pariwisata, paradigma pembangunan
kepariwisataan telah mengalami evolusi, dari bentuk mass tourism menjadi sustainable
tourism. Berdasarkan Deklarasi Quebec, secara spesifik menyebutkan bahwa ekowisata
hakikatnya merupakan bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata
berkelanjutan. Berdasarkan analisis TIES (2000) pertumbuhan pasar ekowisata berkisar
antara 10-30 persen per tahun sedangkan pertumbuhan wisatawan secara keseluruhan
hanya 4 persen. Tahun 1998, WTO memperkirakan pertumbuhan ekowisata sekitar 20%.
Di kawasan Asia Pasifik sendiri angka pertumbuhan tadi berkisar antara 10-25% pada
pertengahan tahun 1990an. 4
Dalam pengembangan ekowisata nasional, sesungguhnya aspek regulasi dan
kebijakan menjadi sangat penting untuk dikaji sebagai dasar orientasi para pihak dalam
mengimplementasikan pembangunan pariwisata di berbagai daerah. Kegagalan
pengembangan ekowisata terjadi karena terjadinya tumpang tindih pengelolaan, disharmoni
kebijakan dan peraturan perundang-undangan dan ego sektoral pada setiap kementerian
selaku penanggungjawab pembangunan ekowisata. Dalam pengembangan ekowisata,
terdapat empat instansi yang memiliki wewenang dalam pengelolaan dan membuat
kebijakan dan perundangundangan tentang ekowisata. Kementerian tersebut, meliputi:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pariwisata, Kementerian
Dalam Negeri dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun demikian, dalam
dinamika regulasi kepariwisataan dan ekowisata di Indonesia, dapat dikatakan belum
mampu mengedepankan ruang objektivitas ilmu dan penerapan visi yang terarah. Selain
itu, adanya indikasi aspek politis dalam perumusan konsep-implementasi pembangunan
ekowisata juga menjadi hal penting yang perlu ditelaah secara kompeherensif. 5
4
R. Hendrik Nasution. Dkk. 2018. Jurnal. Analisis Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Ekowisata di
Indonesia. Hlm 2
5
Ibid. Hlm 2
Sehubungan dengan itu, masalah utama yang harus dikaji dengan mendalam yakni
bagaimana pengembangan industri pariwisata dapat harmonis dengan pelestarian fungsi
lingkungan disekitar kawasan pariwisata. Sehingga harus dipikirkan oleh pengambil
kebijakan mengenai harmonisasi antara pembangunan kawasan pariwisata dengan
pelestarian fungsi lingkungan disekitarnya agar tidak terdampak negatif. Pembangunan
industri pariwisata haruslah berorientasi pada sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat
sebagaimana termuat dalam ketentuan pasal 33 UUD NRI Tahun 19455 sehingga
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan terkait dengan pembangunan industri pariwisata harus
dilakukan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. 6
Atas berbagai dinamika yang telah dipaparkan, maka menjadi sangat esensial untuk
menganalisis kebijakan dan peraturan perundang-undangan terkait ekowisata demi
terwujudnya pembangunan kepariwisataan berkelanjutan. Tujuan dalam penelitian ini
yaitu: 1) menganalisis postur rantai kebijakan dan peraturan perundang-undangan serta
harmonisasi antar peraturan perundang-undangan di bidang ekowisata; 2) melakukan
analisis isi substansi materi perundangundangan ditinjau dari landasan yuridis dalam
kaitannya dengan tujuan ekowisata; 3) melakukan analisis rentang waktu ditetapkannya
undang-undang dan peraturan pelaksanaannya sehingga pembangunan ekowisata dapat
berjalan efektif dan efisien dan analisis isi kebijakan dan peraturan perundang-undangan
ekowisata.
Berdasarkan hasil penelusuran terhadap ketentuan yang mengatur pembangunan
ekowisata, telah ditetapkan undang-undang, yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan; 2) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya; 3) Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan; 4) UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan 5) UndangUndang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Secara umum, hasil studi menunjukan bahwa kelengkapan postur kebijakan dan
peraturan dalam peraturan perundang-undangan ekowisata, khususnya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990, terdapat tujuh Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan. Dalam
amanat undang-undang, sedangkan saat ini amanat peraturan tersebut baru ditetapkan
empat Peraturan Pemerintah. Dalam berbagai kriteria, isi substansi materi seluruh
6
Sri Karyati. 2021. Model Kebijakan Pengembangan Ekowisata di Nusa Tenggara Barat. Hlm 3.
kebijakan dan peraturan perundang-undangan ekowisata di Indonesia menunjukan skor 5
atau bermakna agak baik. Nilai yang belum optimal tersebut dapat dikatakan tidak memiliki
kejelasan tujuan yang kompeherensif dan terstruktur sehingga dinamika susbtansi yang
terkandung dan/ atau tertuang dalam undang-undang tersebut masih bersifat parsial.
Berdasarkan hasil penelusuran terhadap dokumen peraturan perundang-undangan meliputi
(UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri)
ditemukan bahwa antara peraturan yang mengamanatkan dengan peraturan pelaksananya
tidak ditetapkan dalam jangka waktu ± 2 tahun sebagaimana mestinya atau belum dilakukan
perencanaan dalam penyusunan tindak lanjut dalam amanat peraturan perundang-
undangan. 7
7
R. Hendrik Nasution. Dkk. 2018. Jurnal. Analisis Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan Ekowisata di
Indonesia. Hlm 15.
ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan keagamaan masyarakat di
sekitar kawasan, dan (7) Menampung kerarifan lokal.
Untuk memperkuat konsep pengembangan tersebut perlu dilakukan kegiatan
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ekowisata. Perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian ekowisata telah dijabarkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33
Tahun 2009 Sedangkan perencanaan pengembangan ekowisata dimulai dari : (i)
Merumuskan kebijakan pengembangan ekowisata Provinsi dengan memperhatikan
kebijakan ekowisata Nasional; (ii) Mengoordinasikan penyusunan rencana pengembangan
ekowisata sesuai dengan kewenangan provinsi; (iii) Memberikan masukan dalam
merumuskan kebijakan pengembangan ekowisata Provinsi dengan memperhatikan
kebijakan ekowisata Nasional (iv) Mengintegrasikan dan memadu serasikan rencana
pengembangan ekowisata Provinsi dengan rencana pengembangan ekowisata kabupaten /
kota, rencana pengembangan ekowisata nasional. 8
Dampak pengembangan ekowisata bersifat positif maupun negatif terhadap
perekonomian maupun sosial masyarakat di sekitar kawasan. Sedangkan pembangunan
berkelanjutan hanya dapat dicapai jika dampak sosial dan lingkungan seimbang dengan
tujuan ekonomi yang dharapkan. Pariwisata dalam hal ini, tidak adanya dampak (zero
impact) sebagai akibat dari wisatawan berupa level pencapaian minimum dari dampak
negatif perlu direncanakan. 9
Peningkatan dari penilaian potensi ekowisata sendiri dapat menimbulkan dampak
yang lebih kompleks. Oleh karena itu diperlukan konsep pengembangan yang tepat untuk
meminimalisir dampak-dampak yang tidak inginkan bagi pengembangan ekowisata
Kawasan Riam Pangar. Adapun beberapa dampak yang dapat ditimbulkan akibat
pengembangan kawasan ekowisata tersebut sesuai dengan harapan yang dimaksud dalam
UU No 10 Tahun 2009 yaitu; (1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (2) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, (3) menghapus kemiskinan, (4), mengatasi pengangguran, (5)
melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, (6) memajukan kebudayaan. Selain itu,
perlu diperhatikan baik pihak pemerintah masyarakat dan pengelola jika melihat beberapa
pengalaman pengembangan ekowisata sebelumnya, diperkirakan pengembangan kawasan
ekowisata juga dapat berdampak pada tatanan budaya sekitar kawasan. Budaya yang
8
Pramushinta Arum Pynanjung dan Reny Rianti . Jurnal. Dampak Pengembangan Ekowisata Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Bengkayang: Studi Kasus Kawasan Riam Pangar. Hlm 5
9
Ibid. Hlm. 13
dibawa oleh wisata domestik maupun wisatawan mancanegara dapat beralkulturasi dengan
budaya setempat. Hal ini menjadi sangat penting dalam perencanaan pengembangan
ekowisata dengan tetap melindungi unsur-unsur budaya setempat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dasar hukum yang berkaitan dengan kepariwisataan sendiri terdiri dari:
UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (selanjutnya disebut UU
Penataan Ruang) 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disebut UU Pengelolaan Wilayah Pesisir) 3.
UndangUndang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (selanjutnya disebut UU
Penerbangan) 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (selanjutnya disebut UU LLAJ) 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus (selanjutnya disebut UU Kawasan Ekonomi Khusus) 6.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (selanjutnya disebut UU
Cagar Budaya) 7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (selanjutnya
disebut UU Keimigrasian) 8. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(selanjutnya disebut UU Desa) 9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 (selanjutnya disebut UU Pemerintahan Daerah) 10.
UndangUndang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (selanjutnya disebut
UU Penyandang Disabilitas) 11. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan (selanjutnya disebut UU Pemajuan Kebudayaan).
Ekowisata sendiri dapat menimbulkan dampak yang lebih kompleks. Oleh karena itu
diperlukan konsep pengembangan yang tepat untuk meminimalisir dampak-dampak yang
tidak inginkan bagi pengembangan ekowisata Kawasan Riam Pangar. Adapun beberapa
dampak yang dapat ditimbulkan akibat pengembangan kawasan ekowisata tersebut sesuai
dengan harapan yang dimaksud dalam UU No 10 Tahun 2009 yaitu; (1) meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, (2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (3) menghapus
kemiskinan, (4), mengatasi pengangguran, (5) melestarikan alam, lingkungan dan sumber
daya, (6) memajukan kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA