Bab Ii Fix
Bab Ii Fix
Bab Ii Fix
PEMBAHASAN
5
2. Menggunakan metode persediaan LIFO (jika diasumsikan harga-harga
mengalami peningkatan)
3. Cadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debts) relatif tinggi terhadap piutang
dan kerugian kredit dimasa lalu.
4. Menggunakan metode penyusutan dipercepat (accelerated methods) dan
umur yang singkat.
5. Penghapusan yang cepat terhadap Goodwill dan Aktiva tidak berwujud
lainnya.
6. Kapitalisasi yang minimal terhadap bunga dan biaya overhead.(Wajib
dihapuskan konsep bunga)
7. Kapitalisasi yang minimal terhadap biaya piranti lunak komputer
(Computer Shofware)
8. Membebankan langsung biaya awal (start-up costs) untuk operasi-
operasibaru.
9. Menggunakan metode kontrak penuh (completed contract method)
dalamakuntansi pekerjaan dalam jangka panjang.
10. Menggunakan asumsi-asumsi yang konservatif dalam rencana manfaat
untukkaryawan (employee benefit plans).
11. Penghapusan yang cepat terhadap Goodwill dan Aktiva tidak berwujud
lainnya.
12. Kapitalisasi yang minimal terhadap bunga dan biaya overhead.(Wajib
dihapuskan konsep bunga)
13. Kapitalisasi yang minimal terhadap biaya piranti lunak komputer
(Computer Shofware)
14. Membebankan langsung biaya awal (start-up costs) untuk operasi-
operasibaru.
15. Menggunakan metode kontrak penuh (completed contract method)
dalamakuntansi pekerjaan dalam jangka panjang.
16. Menggunakan asumsi-asumsi yang konservatif dalam rencana manfaat
untukkaryawan (employee benefit plans)
17. Menyediakan provisi yang memadai terhadap tuntutan hukum dan
kerugiankontijensi (Contingency Losses).
6
18. Meminimalkan penggunaan tehnik-tehnik pembiayaan off-balance sheet.
19. Tidak memperhitungkan keuntungan yang tidak berulang (non-recurring
gains)
20. Tidak memperhitungkan laba yang bukan kas (non-cash earenings).
21. Pengungkapan (disclosure) yang jelas dan memadai.
7
2.1.2 Analisis QOE pada Income Statement
Pengeluaran yang fleksibel (discretionary expenditures) merupakan
pengeluaran yang dapat dipindahkan antar periode untuk membuat cadangan
dan atau mempengaruhi laba. Untuk alasan tersebut pengeluaran ini memerlukan
perhatian khusus. Pengeluaran ini seringkali disajikan pada income statement
atau catatan atas laporan keuangan,oleh karena itu evaluasi pengeluaran ini
mengacu pada analisis QOE pada income statement. Dua contoh pengeluaran ini
yaitu :
1. Beban Iklan. Sebagian besar pengeluaran untuk iklan memiliki dampak
yang melampui periode saat ini. Hal ini merupakan penyebab lemahnya
hubungan antara beban iklan dengan kinerja jangka pendek perusahaan.
Manajer dalam kasus tertentu dapat mengurangi beban iklan tanpa
menimbulkan pengaruh langsung terhadap penjualan. Namun tindakan ini
akan berdampak buruk tehadap penjualan jangka panjang. Analis harus
memperhatikan perubahan beban iklan setiap tahun untuk menilai
dampaknya tehadap penjualan di masa yang akan dating dan QOE.
2. Beban penelitian dan pengembangan. Biaya penelitian dan pengembangan
atau litbang (R&D) merupakan pengeluaran dalam laporan keuangan yang
paling sulit untuk dianalisis dan diinterpretasikan. Beban litbang ini penting,
tidak hanya karenajumlahnya tetapi juga karena dampaknya terhadap
kinejera di masa yang akang datang. Terdapat berbagai kasus aktivitas
penelitian dan pengembangan yang berhasil pada bidang genetika, kimia,
elektronik, fotografi, dan biologi tetapi setiap proyek yang berhasil juga
diiringi oleh sejumlah kegagalan. Kegagalan penelitian ini mencerminkan
sejumlah besar beban atau penghapusan beban yang tidak memiliki manfaat
yang dapat diukur. Tujuan analisis adalah untuk menentukan jumlah biaya
litbang saat ini yang mempunyai manfaat masa depan. Manfaat ini
seringkali diukur dengan menghubungkan pengeluaran litbang dengan
pertumbuhan penjualan dan pengembangan produk baru.
Beberapa pengeluaran yang fleksibel lainnya yang berdampak pada
kinerja di masa yang akan datag adalah biaya pelatihan, penjualan,
pengembangan kemampuan manajer, serta perbaikan dan pemeliharaan.
8
Meskipun biaya ini biasanya dibebankan pada periode terjadinya, biaya ini
seringkali memiliki manfaat masa depan.
Analisis QOE pada Balance Sheet :
a. Konservatisme dalam pelaporan asset
Relevansi nilai asset yang dilaporkan kecuali kas, held-to maturity
investments, dan tanah terkait dengan pengakuan akhir sebagai beban. Kita
dapat menyatakan melalui pernyataan sebagai berikut :
Jika aset dinyatakan terlalu tinggi (overstated), maka laba kumulatif
dinyatakan terlalu tinggi (overstated).
Contoh : Pengakuan penurunan nilai aset,persediaan yang usang, fasilitas
dan peralatan yang tidak produktif, saldo allowance for bad debt.
b. Konservatisme dalam pelaporan Provisi dan Kewajiban
Jika provisi dan kewajiban dinyatakan terlalu rendah, maka laba kumulatif
dinyatakan terlalu tinggi.
Contoh : cadangan garansi produk dan kewajiban terhadap
lingkungan,estimasi biaya PHK yang terlalu rendah.
9
2.1.3 Penilaian dan Pengukuran Kualitas Laba
Kualitas Laba tidak mempunyai ukuran yang mutlak, maka penilaian
kualitas laba yang dapat dilakukan sesuai Hawkins (1998, 178) adalah:
1. Mengukur dengan menggunakan skala:
Baik atau tinggi dan buruk atau rendah, yang perlu diingat bahawa seberapa
baik dan seberapa buruk adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi jika harus
dikuantifikasi dalam angka-angka.
2. Perubahan kualitas laba dari waktu ke waktu:
Lebih baik atau lebih buruk, dimana juga perlu diingat bahwa seberapa
banyak menjadi lebih baik atau buruk tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Schipper dan Vincent (2003) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan
pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba. Pertama,
berdasarkan sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi,
prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas. Kedua, kualitas.
10
dikatakan berkualitas jika laba dapat mencerminkan kinerja keuangan
perusahaan yang sesungguhnya.
Menurut Dechow dan Schrand (2004), laba yang berkualitas merupakan
laba yang memiliki 3 karakteristik berikut ini :
1. Mampu mencerminkan kinerja operasi perusahaan saat inidengan akurat.
2. Mampu memberikan indikator yang baik mengenai kinerja perusahaan di
masa depan.
3. Dapat menjadi ukuran yang baik untuk menilai kinerja perusahaan (Tong
dan Miao, 2011). Menurut Penman (2007 : 631), laba yang berkualitas dapat
mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan.
11
2.2.2 Pola Manajemen Laba
Menurut Scoot (2009 : 405), pola manajemen laba dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
Taking a Bath
Taking a bath terjadi selama periode tekanan organisasi atau pada saat
terjadinya reorganisasi, seperti pergantian CEO baru. Taking a bath adalah pola
manajemen laba yang dilakukan dengan cara menjadikan laba perusahaan pada
periode berjalan menjadi sangat ekstrim rendah (bukan rugi) atau sangat ekstrim
tinggi dibandingkan dengan laba pada periode sebelumnya atau sesudahnya.
Teknik taking a bath mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan
datang dan kerugian pada periode berjalan ketika terjadi keadaan buruk yang
tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan.
Konsekuensinya, manajemen menghapus beberapa aktiva, membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang. Akibatnya laba pada periode berikutnya
akan lebih tinggi dari seharusnya
Income Minimization
Cara ini mirip dengan taking a bath, tetapi lebih halus. Income
minimization biasanya dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat
tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan
yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak
berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, pengeluaran penelitian dan
pengembangan, dan lain-lain.
Income Maximization
Income maximization dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan, dan untuk menghindari dari
pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. Income maximization
dilakukan dengan cara mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya
dan memindahkan biaya untuk periode lain. Dilakukan pada saat laba menurun.
Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income
12
yang tinggi untuk tujuan bonus yang besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan
yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
Income Smoothing
Income smoothing atau perataan laba merupakan salah satu bentuk
manajemen laba yang dilakukan dengan cara membuat laba akuntansi relative
konsisten (rata atau smooth) dari periode ke periode. Dalam hal ini, pihak
manajemen dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk
mengurangi gejolak dalam pelaporan laba sehingga perusahaan terlihat stabil
atau tidak berisiko tinggi. Pihak manajer dengan efektif akan menabung
penghasilannya saat sekarang untuk kemungkinan penggunaan di masa
mendatang. Perusahaan melakukannya dengan cara meratakan laba yang
dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena
pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Bonus Scheme
Banyak perusahaan yang berusaha memacu dan meningkatkan kinerja
karyawan dalam hal ini manajer dengan cara menetapkan kebijakan pemberian
bonus. Setelah mencapai target yang telah ditetapkan, laba sering dijadikan
sebagai indikator penilaian manajer perusahaan dengan cara menetapkan tingkat
laba yang harusdicapai dalam periode tertentu.
13
Political Motivations
Untuk mengurangi political cost dan pengawasan dari pemerintah,
pemerintah biasanya memberikan perhatian khusus pada perusahaan yang
menjadi sorotan publik, misalnya karena memiliki banyak karyawan,
menguasai sebagian besar dalam pangsa pasar dalam pemasaran produk
industri tertentu, dan lain-lain. Dalam kasus ini, manajemen laba dilakukan
dengan cara menaikkan laba. Selain itu, untuk memperoleh kemudahan dan
fasilitas dari pemerintah, misalnya subsidi, perlindungan dari pesaing luar
negeri dan meminimalkan tuntutan serikat buruh. Dalam kasus ini, manajemen
laba dilakukan dengan cara menurunkan laba.
Taxation Motivations
Manajer juga melakukan manajemen laba untuk mempengaruhi
besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini, manajer
berusaha untuk menurunkan laba untuk mengurangi beban pajak yang harus
dibayarkan. Berkenaan dengan masalah perpajakan, biasanya manajer
membuat lebih dari satu macam laporan keuangan untuk tujuan yang berbeda.
Change of CEO
Manajer melakukan manajemen laba salah satunya agar kinerjanya
dinilai baik. Dalam kasus pergantian manajer biasanya diakhiri tahun tugasnya,
manajer akan melaporkan laba yang tinggi sehingga CEO yang baru akan
merasa sangat berat mencapai tingkat laba tersebut.
14
dilakuka dengan tujuan agar laba yang dilaporkan tidak bergejolak (income
smoothing) sehingga menimbulkan persepsi pada pasar bahwa perusahaan telah
stabil atau tidak berisiko tinggi.
DuPont Formula :
“Multiplies the Firm’s net profit margin by it’s total asset turnover to calculate
the firm’s return on total asset (ROA).”
15
1. Perputaran Total Aktiva atau TATO (Total Asset Turn Over)
Ratio ini menunjukan kemampuan perusahaan dalam mengelola
seluruh asset / investasi untuk menghasilkan penjualan. Menurut Lyn
M.Fraser & Ailen Ormiston dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan,
Prentice Hall, (2001 : 184). Umumnya, semakin tinggi rasio ini, semakin
kecil investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan penjualan dan dengan
demikian lebih menguntungkan bagi perusahaan”
Penjualan Bersih
Total Asset Turnover =
Total Aktiva
Laba Bersih
Net Profit Margin =
Penjualan Bersih
16
Jika perusahaan mempunyai rasio 4,88% artinya perusahaan mampu
mengelola setiap asset Rp 1,- untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp
0,05 atau 4,88%. Semakin tinggi ROA, berarti perusahaan mampu
mendayagunakan asset dengan baik untuk memperoleh keuntungan.
4. Asset Leverage
Sering juga disebut dengan pengganda ekuitas (equity multiplier),
menggambarkan seberapa besar ekuitas atau modal dibandingkan dengan
total aktiva perusahaan atau pengukuran atas efektivitas perusahaan dalam
menggunakan modal untuk membiayai aktivanya.
Total Aktiva
Equity Multiplier =
Total Ekuitas
17
Laba Bersih Laba Bersih Total Aktiva
= x
Total Ekuitas Total Aktiva Total Ekuitas
ROI dan ROE adalah dua rasio yang mengukur efisiensi menyeluruh
perusahaan dalam mengelola total investasi dan menghasilkan
pengembalian (return) bagi para pemegang saham. ROI dan ROE
memberikan indikasi jumlah laba yang diperoleh dihubungkan dengan
tingkat investasi di total aktiva. Hubungan ROI dan ROE tercermin melalui
DuPont System dimana melalui Du Pont diharapkan dapat diketahui kualitas
dari laba dan penyebab dari tidak efisiennya suatu perusahaan yang
bersumber pada laporan keuangannya. System ini juga memiliki keunggulan
lain seperti membagi Return on Equity (ROE) menjadi tiga bagian, yaitu:
18
bersih.
b. Komponen efisiensi aktiva (Total Asset Turn Over) menunjukan kinerja
operasi
Dapat ditingkatkan dengan meningkatkan penjualan dan
mengurangi investasi pada masa aktiva yang kurang produktif. Dalam
peningkatan penjualan sebaiknya dijaga jangan sampai mengorbankan
tingkat laba bersih. Analisis efisiensi aktiva (Assets utilization) terkait
erat dengan analisis profitabilitas. Rasio pemanfaatan aktiva, yang
mengaitkan penjualan dengan berbagai kategori aktiva, merupakan
penentu penting ROI atau ROA. Melalui komponen ini, laba yang
dihasilkan dapat diketahui kualitasnya melalui pemanfaat aktiva yang
efisien.
19
2.2.5 Deteksi Manipulasi Laba (The Detection of Earnings Manipulation)
Sebuah model matematika di ciptakan untuk menemukan apakah sebuah
perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan atau tidak, yaitu di sebut
dengan Beneish Model atau M-Score. yang didasarkan atas 8 indikator, yaitu :
20
adalah rasio kualitas aset di tahun yang diukur (t), terhadap kualitas aset di
tahun sebelumnya (t-1). AQI merupakan ukuran agregat dari perubahan
dalam analisis risiko realisasi aset (Siegel, 1991). AQI lebih besar dari 1
menunjukkan peningkatan potensi terjadinya penangguhan biaya.
4. SGI (Sales Growth Index), pertumbuhan penjualan yang tidak wajar dapat
teridentifikasi dengan rasio ini. SGI adalah rasio penjualan pada tahun t
terhadap penjualan pada tahun t-1. Pertumbuhan tidak mengindikasikan
adanya manipulasi, akan tetapi perusahaan yang tengah berkembang memiliki
kecenderungan lebih untuk melakukan kecurangan dalam laporan keuangan
yang disebabkan posisi keuangan dan kebutuhan akan modal (ACFE, 1993).
5. DEPI (Depreciation Index), untuk mengidentifikasi penurunan nilai
depresiasi yang terlalu besar. DEPI lebih besar dari 1 mengindikasikan
penyusutan aset yang melambat, yang mana meningkatkan potensi bahwa
perusahaan telah merevisi dengan menambah estimasi masa manfaat aset atau
memberlakukan metode penyusutan baru yang cenderung meningkatkan
pendapatan.
6. SGAI (Selling, General & Administrative Expense Index), peningkatan beban
administrasi dapat mengindikasikan terjadinya penurunan prospek di masa
datang. Rasio beban Selling, General and Administrative (SGA) terhadap
penjualan pada tahun t dengan beban SGA terhadap penjualan tahun t-1.
Peningkatan penjualan yang tidak proporsional merupakann sinyal negatif
tentang prospek perusahaan di masa depan.
7. LVGI (Leverage Index), untuk mengukur ketergantungan pada pembiayaan
berbasis hutang yang akan meningkatkan risiko finansial perusahaan dan
potensi manipulasi pendapatan terkait dengan limitasi yang diatur pada
perjanjian hutang. LVGI adalah rasio total hutang terhadap total aset pada
tahun t relatif terhadap rasio serupa pada tahun sebelumnya (t-1). LVGI lebih
besar dari 1 menunjukkan peningkatan leverage.
8. TATA (Total Accruals to Total Assets), Total akrual dihitung sebagai
perubahan dalam akun-akun modal kerja selain kas dikurangi penyusutan.
Total akrual terhadap total aset dipergunakan sebagai proxy sejauh mana
kas yang mendasari laba yang dilaporkan, dan akrual yang tinggi / uang tunai
21
yang sedikit, menggambarkan potensi manipulasi pendapatan yang lebih
tinggi.
Kemudian dari 8 variable tersebut di kombinasikan dan di hasilkan suatu
score di sebut dengan M-Score. Apabila nilai M-Score di bawah -2.22
maka kemungkinan perusahaan tersebut prudent, tetapi apabila M-Score lebih
besar dari -2.22 maka kemungkinan perusahaan tersebut melakukan
manipulasi pada laporan keuangannya. Perhitungan (M-Score) menggunakan
data-data dari laporan keuangan perusahaan dua tahun berturut-turut. Data yang
dibutuhkan adalah :
1. Net Sales
2. Cost of Goods
3. Net Receivables
4. Current Assets
5. Property, Plant and Equipment
6. Depreciation
7. Total Assets
8. Selling, General and Administrative Expenses,
9. Net Income
10. Cash Flow from Operations
11. Current Liabilities
12. Long-Term Debt
Model M-Score dalam penelitian Beneish, Lee and Nichols (2012) yang
telah dilakukan oleh Benesih pada tahun (1999) dengan judul “The Detection of
Earning Manipulations”. Penelitian yang dilakukan Beneish et al., (2012) adalah
untuk mendeteksi fraud pada kasus-kasus fraud yang terkenal dari tahun 1998-
2002 salah satunya adalah Enron. Fakta menunjukkan model yang digunakan
tersebut dapat mendeteksi adanya fraud yang terjadi pada Enron sebelum menuju
ke masa kehancurannya atau mampu mendeteksi adanya fraud yang terjadi pada
sebagian besar perusahaan sebelum kasusnya diungkapkan ke publik. Setelah
nilai M-score diperoleh, pada penelitian ini kemudian akan dilakukan pengujian
faktor-faktor yang dinilai mempengaruhi pemanipulasian laba yaitu dengan
pendekatan teori fraud triangle. Meskipun tidak terungkap ke publik dan tidak
22
terdeteksi oleh auditor, tetap terdapat kemungkinan bahwa suatu perusahaan
kemungkinan melakukan manipulasi laba terhadap laporan keuangannya.
2.3 Kasus Manajemen Laba Pada PT. Garuda Indonesia, Tbk Tahun 2018
PT Garuda Indonesia, Tbk., merupakan satu-satunya perusahaan
penerbangan nasional Indonesia yang sudah listed di Bursa Efek Indonesia. Sebagai
flag carrier Indonesia, di samping dimiliki publik, perusahaan ini sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Laporan Keuangan PT Garuda
Indonesia, Tbk. Tahun 2018, tercatat membukukan laba bersih USD 809 ribu, yang
mana berbeda jauh dengan kinerja di tahun sebelumnya, di mana perusahaan
mengalami kerugian sebesar USD 216,58 juta. Hal ini menarik perhatian publik,
termasuk dalam hal ini pemegang saham, pemerintah, pihak regulator maupun
23
pengawas serta masyarakat umum. Makalah ini mencoba untuk melihat apakah
terdapat potensi manipulasi pendapatan pada laporan keuangan Garuda Indonesia
pada tahun 2018 tersebut.
Dalam menganalisa apakah adanya potensi manipulasi pendapatan pada
laporan keuangan Garuda Indonesia, tentu diperlukan laporan keuangan PT Garuda
Indonesia, Tbk., tahun 2018, yang termasuk di dalamnya informasi mengenai posisi
keuangan di tahun 2017, yang terdiri atas Neraca dan laporan Laba Rugi.
24
Laporan Posisi Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018
(Continued)
25
Laporan Laba Rugi PT Garuda Indonesia (Persero)
Tahun 2017 dan 2018
26
Berdasarkan laporan keuangan tersebut, dapat kita lakukan analisis
apakah terdapat potensi manipulasi laba pada laporan keuangan tahun 2018
tersebut dengan menggunakan model Beneish M-Score. Setelah dilakukan
perhitungan berdasarkan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
didapatlah hasil sebagai berikut :
M = -4.84 + 0.92 DSRI + 0.528 GMI + 0.404 AQI + 0.892 SGI + 0.115DEPI
– 0.172 SGAI + 4.679 TATA – 0.327 LVGI
Interpretasi dari model ini didasarkan pada perbandingan nilai m-score dengan
nilai acuan 2.22. Apabila m-score lebih tinggi dari 2.22 (m-score > 2.22), maka
terdapat potensi manipulasi pada laporan keuangan perusahaan.
27
Table 2.3 : Hasil Perhitungan Beneish M-Score
- SGI, memperlihatkan bahwa rasio penjualan tahun ini dengan tahun lalu
tidak meningkat secara signifikan, hanya 4,69%, jika dibandingkan dengan
peningkatan biaya-biaya yang terjadi.
28
- DEPI, rasio tingkat depresiasi memperlihatkan adanya peningkatan
depresiasi tahun ini dibanding tahun lalu.
- SGAI, mengindikasikan terjadinya peningkatan biaya terkait penjualan
(10,9%) yang tidak linier dengan nilai penjualan yang hanya meningkat
sebesar 4,7%.
- LVGI, memperlihatkan bahwa rasio total hutang terhadap total aset
mengalami peningkatan sebesar 4% pada kurun waktu satu tahun terakhir.
- TATA, menunjukkan nilai akrual yang tidak sigfinikan dibandingkan
dengan nilai total aset perusahaan.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer
dari Standar Akuntansi Keuangan yang ada dan secara alamiah dapat
memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Praktik
manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi karena di dalam
manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan laba
menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan.
Dalam kasus PT. Garuda Indonesia, Tbk tahun 2018, laporan
keuangannya dianalisa dengan Model Beneish M-Score untuk mengidentifikasi
potensi manipulasi pendapatan pada laporan keuangan perusahaan dengan
menggunakan 8 indikator. Hasil perhitungan Beneish m-score untuk laporan
keuangan PT Garuda Indonesia Tbk adalah 0,49, yang mana lebih besar dari
- 2,22, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat potensi manipulasi
pendapatan pada laporan keuangan PT Garuda Indonesia, Tbk untuk periode
tahun buku 2018.
Penggunaan model Beneish m-score pada laporan keuangan perusahaan
dapat memberikan manfaat bagi pemegang saham, investor, maupun
kreditur, sebagai alternatif berbiaya relatif rendah untuk membaca kondisi
berbagai perusahaan dan mengidentifikasi potensi adanya manipulasi guna
investigasi lebih lanjut.
3.2 Saran
1. Para praktisi, akademisi akuntansi dan keuangan harus lebih serius dalam
menghadapi praktik manajemen laba. Sebab praktik manajemen laba dapat
menghancurkan tatanan perekonomian, etika dan moral. Selain itu kegagalan
dalam mendeteksi praktik menajemen laba dapat menghancurkan
kepercayaan publik terhadap perusahaan serta diragukannya kredibilitas dan
integritas akuntan. Praktik menajemen laba dapat diminimalisasi dengan
perbaikan struktur kepemilikan, penerapan Good Corporate Govarnance,
30
perbaikan komposisi hutang, rendahnya asimetri informasi dan peningkatan
kualitas audit.
2. Pengguna laporan keuangan (khusunya investor, kreditor, regulator dan
pemerintah) harus lebih waspada dalam membaca dan menggunakan
informasi dalam laporan keuangan agar tidak mengalami kesalahan dalam
mengambilan keputusan ekonomi.
3. Pada masa krisis, perusahaan-perusahaan memiliki kecenderungan untuk
melakukan penurunan laba sehingga menyebabkan para pengguna laporan
keuangan salah dalam mengambil keputusan. Dengan demikian diharapkan
manajemen sebagai pihak yang menyusun laporan keuangan memberikan
informasi perusahaan secara lebih objektif, lengkap, transparan, relefan, dan
tepat waktu. Selain itu diharapkan manajemen dapat memilih kebijakan
akuntansi yang lebih tepat terkait manajemen laba.
31