10 - Pemantauan Mangrove

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

PEMANTAUAN MANGROVE

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada
mata kuliah “Penginderaan Jauh Kelautan”

Dosen Pengampu :
Dr. Melki S.Pi, M.Si
Ellis Nurjuliasti Ningsih, M.Si

Disusun oleh
1. Ananda Nurul Huda (08051381924087)
2. Angel Christin (08051281924055)
3. Dwi Nuryan Fitri (08051281924051)
4. Nindiyana Br Ginting (08051281924057)
5. Rico Multi Anggara (08051381924063)
6. Saffana Dwiza Susandri (08051381924093)
7. Tria Hainun Al Qur’ani (08051181924119)

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur hanya bagi-Nya
Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam
penyusunan makalah mata kuliah Sistem Informasi Geografis dan Indereja
Kelautan ini. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai tugas mata kuliah Sistem
Informasi Geografis dan Indereja Kelautan. Makalah ini juga menguraikan
beberapa materi mengenai pemantauan mangrove untuk mempermudah
pemahaman kepada kita semua, khususnya mahasiswa ilmu kelautan Universitas
Sriwijaya.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyampaikan terimakasih
kepada yang turut serta membantu dalam penyelasaian makalah ini. Kepada para
orangtua dari kami yang telah memberi support dan motivasi untuk pembuatan
makalah ini. Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing
yang telah membantu dan membimbing kami, kepada teman-teman mahasiswa
yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara
langsung maupun tidak langsung, terkhusus kerjasama yang baik dari teman-
teman kelompok 10 ini.
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I ...................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 6

1.3 Tujuan ..................................................................................................... 6

BAB II .................................................................................................................... 7

2.1 Ekosistem Mangrove .............................................................................. 7

2.2 Zonasi Mangrove .................................................................................... 9

2.3 Fungsi Mangrove .................................................................................. 12

2.4 Penginderaan Jauh ............................................................................... 13

2.5 Pemantauan Mangrove menggunakan Penginderaan Jauh ............ 14

2.6 Studi Kasus ........................................................................................... 15

BAB III ................................................................................................................. 17

3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 17

3.2 Saran ...................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang paling penting di dunia
sebagai pelindung pantai. Mangrove adalah tanaman dengan karakteristik unik
karena perpaduan antara sifat-sifat tanaman daratan dan lautan sehingga akan
memiliki tampilan atau visualisasi yang berbeda dengan vegetasi yang lain
ditampilan citra. Hal ini disebabkan oleh faktor tempat tumbuh mangrove, yaitu di
tempat yang tergenang air sehingga mempengaruhi kanal serta penggunaan kanal
yang sensitif pada objek yang mengandung air (Anneke et al. 2015).
Pemantauan vegetasi mangrove dapat dilakukan dengan teknologi
penginderaan jauh (inderaja). Inventarisasi dan pemetaan vegetasi mangrove, dan
perubahan lahan, identifikasi mengrove berdasarkan intepretasi visual dan index
vegetasi merupakan beberapa hasil penelitian pemantauan mangrove dengan
memanfaatkan data inderaja (Manoppo et al. 2015).
Luasan hutan mangrove di seluruh dunia secara keseluruhan hanya 2 %
dari total luas permukaan bumi karena keunikan tersebut menjadikan mangrove
sebagai ekosistem yang sangat unik sekaligus langka. Salah satu negara yang
memiliki hutan mangrove adalah Indonesia. Luasan hutan mangrove yang dimiliki
oleh Indonesia adalah 3.489.140,68 Ha yang merupakan mangrove terluas di
dunia yang merupakan 23% dari total luas mangrove dunia (farhaby et al. 2020).
Mangrove beradaptasi dengan lingkungan perairan yang dangkal melalui
sejumlah bentuk khusus seperti memiliki akar yang tumbuh dari batang atau
dahan dan berakar pendek yang bersifat atau berfungsi sebagai penyangga.
Mangrove merupakan jenis tumbuhan tersebar dan tumbuh disepanjang garis
pantai di kawasan tropis sampai sub-tropis. Mangrove memiliki kemampuan
fisiologis khusus yang membuatnya mampu beradaptasi disuatu lingkungan yang
mengandung garam dan tanah an-aerob. Kemampuan adaptasi tersebut berfungsi
untuk mengambil udara langsung dengan cara membentuk akar yang keluar dari
dalam tanah (pneumatophore) dimana di perakaran tersebut terdapat butir butir
lentisel selain untuk bernafas juga digunakan untuk menekskresikan garam
berlebih dalam tubuh mangrove tersebut (Mauludin et al. 2018).
Sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan serta keanekaragaman
hutan mangrove terbesar di dunia, Indonesia memegang peran penting dalam
keberlangsungan lingkungan secara global. Dengan luasan 3 juta hektar mangrove
yang berada di sepanjang pesisir Indonesia, jumlah ini bahkan mewakili sekitar
23% dari keseluruhan mangrove. Maka dari itu hutan mangrove di Indonesia
dapat menyimpan lima kali karbon lebih banyak per hektar dibandingkan dengan
hutan tropis dataran tinggi (Giarrastowo dan Nandika, 2019).
Mengingat pentingnya fungsi hutan mangrove, maka perlu dilakukan
kajian mengenai pengelolaan hutan mangrove sebagai langkah pencegahan
deforestasi hutan mangrove di kawasan Indonesia. Pemantauan mengenai deteksi
habitat, sebaran dan luasan dapat menjadi langkah awal untuk pencegahan
kerusakan dan rencana pengelolaan hutan mangrove (Nagendra et al. 2019).
Mangrove adalah ekosistem yang sangat produktif dengan keragaman
flora dan fauna di zona intertidal dari garis pantai tropis dan subtropis. Disamping
itu, mangrove merupakan stabilitas ekologis yang sangat besar dipantai yang
berfungsi untuk, pengu-rangan erosi pantai, sedimen dan retensi hara,
perlindungan badai, banjir dan kontrol aliran, dan kualitas air. Selain itu,
mangrove mempunyai manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat melalui
berbagai hasil hutan. Akan tetapi sayang sekali, pada dekade terakhir ini, situasi
yang berkaitan dengan hutan mangrove semakin memburuk karena terancam oleh
aktivitas manusia seperti meningkatnya permintaan lahan yang akan dialokasikan
untuk makanan, untuk lokasi produksi industri dan untuk pemukiman pedesaan
dan/atau perkotaan dan telah diperkirakan bahwa pada tahun 2030 hutan
mangrove/bakau akan berkurang hingga mencapai 60% (Arief et al. 2013).
Inderaja merupakan integrasi dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat baik dan menjanjikan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
alam yang optimal. Instrumen satelit atau sensor inderaja yang digunakan untuk
tujuan pengamatan bumi merekam informasi yang berada pada spektrum
elektromagnetik, sehingga penentuan kombinasi spektral yang optimal akan
memberikan informasi yang maksimum. Pada dasarnya kombinasi komposit kanal
merupakan salah satu jenis teknik penajaman citra untuk mengidentifikasi suatu
objek (Manoppo et al. 2015).
Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan dalam pemantauan vegetasi
mangrove yang didasarkan atas dua sifat penting yaitu mangrove mempunyai zat
hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh di daerah pesisir. Sifat optik klorofil
sangat khas yaitu bahwa klorofil menyerap spektrum sinar merah dan
memantulkan kuat spektrum infra merah dekat. Identifikasi kerapatan vegetasi
dapat dilakukan dengan cara interpretasi citra secara digital menggunakan indeks
vegetasi (Hendrawan et al. 2018).
Meningkatnya aktivitas manusia pada sektor industri, transportasi,
pembangkit listrik, dan lainnya berdampak pada meningkatnya kadar
karbondioksida (CO2) yang terlepas ke udara dan mengakibatkan pemanasan
iklim secara global. Farahdita et al (2021) menyatakan salah satu usaha yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak tersebut adalah meningkatkan peran
hutan sebagai penyerap CO2 melalui pengelolaan hutan, salah satunya yaitu hutan
mangrove. Kemampuan mangrove dalam menyimpan karbon lebih banyak jika
dibandingkan hutan jenis lainnya

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1. Apa saja yang diperoleh dari kegiatan pemantauan mangrove dalam
rentang waktu tertentu?
2. Bagaimana cara menentukan kondisi hutan mangrove dengan metode
pemantauan mangrove?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengetahui secara mendalam mengenai
pemantauan mangrove dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh
(inderaja) yang dapat mengkaji beberapa metode untuk mengetahui kondisi hutan
mangrove.

.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekosistem Mangrove


Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan
kehidupan secara utuh dan menyeluruh, yang saling mempengaruhi dan saling
tergantung satu dengan yang lainnya. Ekosistem mengandung keanekaragaman
jenis dalam suatu komunitas dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu
satuan interaksi kehidupan dalam alam (Hendrawan et al. 2018).
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu
atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut
tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang
terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut
dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%.
Luasan hutan mangrove di seluruh dunia secara keseluruhan hanya 2 % dari total
luas permukaan bumi karena keunikan tersebut menjadikan mangrove sebagai
ekosistem yang sangat unik sekalgus langka. Luasan hutan mangrove yang
dimiliki oleh Indonesia adalah 3.489.140,68 Ha yang merupakan mangrove
terluas di dunia yaitu 23% dari total luas mangrove dunia (Farhaby et al. 2020).
Mangrove merupakan hutan yang tumbuh di tanah berlumpur dan berpasir
pada daerah pantai atau muara sungai dipengaruhi pasang surut laut. Ekosistem
mangrove tergolong dinamis karena dapat terus berkembang serta mengalami
suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuhnya, juga tergolong labil karena
mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali (Nursalam et al. 2017).
Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan hujan tropis yang
terdapat di sepanjang garis pantai perairan tropis. Karakteristik hutan mangrove
diantaranya yaitu memiliki habitat dengan substrat yang berlumpur, lempung, dan
berpasir. Produsen utama hutan mangrove adalah serasah dari daun atau
rantingnya. Vegetasi mangrove memiliki sistem perakaran yang unik dan kokoh
sehingga cukup handal untuk menahan dan mencegah erosi yang disebabkan oleh
gelombang air laut. Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara
bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang, berperan penting
dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir (Mauludin et al. 2018).
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara
makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir yang mampu tumbuh
dalam perairan asin atau payau. Komunitas mangrove merupakan komunitas
tumbuhan yang memiliki toleransi tinggi terhadap lingkungan berkadar garam
tinggi dan tumbuh di daerah pasang surut berlumpur di daerah tropis dan tempat
makan dan istrirahat banyak jenis hewan air (Hendrawan et al. 2018).
Mangrove beradaptasi dengan lingkungan perairan yang dangkal melalui
bentuk khusus akar yang tumbuh dari batang dan berakar pendek yang berfungsi
sebagai penyangga. Mangrove merupakan jenis tumbuhan tersebar dan tumbuh
disepanjang garis pantai di kawasan tropis sampai sub-tropis. Mangrove memiliki
kemampuan fisiologis khusus yang mampu beradaptasi disuatu lingkungan yang
mengandung garam dan tanah an-aerob. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi
keanekaragaman mangrove yaitu substart, salinitas, pH, pasang surut, gelombang
arus dan suhu. Kemampuan adaptasi tersebut berfungsi untuk mengambil udara
langsung dengan cara membentuk akar yang keluar dari dalam tanah, di perakaran
tersebut terdapat butir-butir lentisel untuk bernafas dan menekskresikan garam
berlebih dalam tubuh mangrove tersebut (Farhaby et al. 2020).
Kata mangrove digunakan untuk dua istilah sebagai kategori tumbuhan,
contohnya Avicennia marina adalah sebuah mangrove, dan sebagai mangal.
Komunitas mangrove adalah umumnya tumbuhan berpembuluh dengan daerah
sebaran terbatas. Total sekitar 55 spesies tumbuhan dalam 20 famili telah dikenal
sebagai anggota mangrove. Komunitas mangrove meliputi tumbuhan pohon dan
semak, terdiri dari 21 famili, 33 genus, dan 75 spesies (Mauludin et al. 2018).
Komunitas mangrove Indonesia meliputi 35 spesies berupa pohon dan
selebihnya berupa terna (5 spesies), perdu (9 spesies), liana (9 spesies), epifit (29
spesies), dan parasit (2 spesies). Vegetasi mangrove Indonesia tercatat 202 jenis
terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis
sikas. Beberapa contoh yang berupa pohon antara lain, bakau (Rhizophora), api-
api (Avicennia), pedada (Sonneratia), tanjang (Bruguiera), nyirih (Xylocarpus),
tengar (Ceriops), buta-buta (Excoecaria), paling tidak salah satu contoh jenis
pohon ini adalah tumbuhan dominan di hutan mangrove (Japa dan Santoso, 2019).
2.2 Zonasi Mangrove
Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya perkembangan
dalam komunitas atau pola zonasi. Zona tersebut sering diinterpretasikan sebagai
tingkat perbedaan dalam suksesi, uatu perubahan yang berjalan lambat, karenanya
pionir mangrove didesak oleh zonasi dari jenis yang kurang toleran terhadap
salinitas sehingga mangrove secara keseluruhan akan meluas ke arah laut.
Beberapa faktor fisik yang mempengaruhi zonasi pada hutan mangrove,
diantaranya bentuk permukaan. Hal ini dapat berupa kemiringan permukaan yang
bisa menentukan lama dan perluasan dari genangan pasang surut, yang
mempengaruhi zonasi mangrove sebagai akibat dari salinitas, aliran air dan aerasi
tanah (Tefarani, 2018).
Selain itu kisaran pasang surut dan iklim juga mempengaruhi presipitasi,
evaporasi dan temperatur yang membatasi jenis mangrove yang menyusun pola
zonasi. Mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada daerah terbuka,
daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar,
serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar. Mangrove terbuka
merupakan mangrove yang berhadapan langsung dengan laut (Arsyad, 2018).
Sonneratia alba dan Avicennia alba merupakan jenis-jenis kodominan
pada areal pantai yang sangat tergenang ini. Komposisi floristik dari vegetasi di
zona terbuka sangat bergantung pada substratnya. S. alba cenderung mendominasi
daerah berpasir, sedangkan Avicennia marina dan Rhizophora mucronata
cenderung mendominasi daerah berlumpur. Karang Agung, Sumatra Selatan,
zonasi hutan mangrove didominasi oleh S. alba yang tumbuh di areal yang betul-
betul dipengaruhi oleh air laut. Meskipun demikian, Sonneratia dapat 7
berasosiasi dengan Avicennia jika tanah lumpurnya kaya akan bahan organic.
Halmahera, Maluku, didominasi oleh S. alba (Pratama, 2018).
Mangrove tengah, merupakan mangrove yang terletak di belakang
mangrove zona terbuka. Di zona ini biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora,
ditemukan zonasi tengah mangrove di Karang Agung didominasi oleh Bruguiera
cylindricadan jenis penting lainnya Bruguieragymnorrhiza, B. eriopetala,
Excoecaria agallocha, R. mucronata, Xylocarpusgranatum dan X. moluccensis.
Mangrove payau, merupakan mangrove yang berada di sepanjang sungai berair
payau hingga hampir tawar. Umumnya didominasi oleh jenis Nypa atau
Sonneratia. Di Karang Agung, N. fruticans terdapat pada jalur yang sempit di
sepanjang sebagian besar sungai (Pratama, 2018).
Di jalur sepanjang sungai sering ditemukan N. fruticans yang bersambung
dengan vegetasi Cerbera sp, Glutarenghas, Stenochlaena palustris dan
Xylocarpus granatum. Ke arah pantai, campuran Sonneratia-Nypa lebih sering
ditemukan. Di Pulau Kaget dan Pulau Kembang di mulut Sungai Barito di
Kalimantan Selatan atau di mulut Sungai Aceh, Sonneratia caseolaris lebih
dominan terutama di bagian estuaria yang berair hampir tawar (Kartin, 2021).
Mangrove daratan merupakan mangrove yang berada di zona perairan
payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya.
Jenis- 8 jenis yang umum ditemukan pada zona ini adalah Ficus microcarpus, F.
retusa, Intsiabijuga, Nypa fruticans, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp. dan
Xylocarpus moluccensis. Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan zona lainnya (Arsyad, 2018).
Perbedaan zonasi dari satu tempat ke tempat yang lain bergantung kepada
kombinasi beberapa faktor yang berpengaruh. Beberapa faktor-faktor lingkungan
yang terdapat pada mangrove antara lain salinitas, berdasarkan pengamatan yang
dilakukannya bahwa beberapa jenis mangrove tidaklah tumbuh pada air asin atau
payau, contohnya Acanthusillicifolius dan Acrostichum aureum. Sedangkan
pertumbuhan mangrove tidak memerlukan kadar garam (Musbihatin, 2020).
Tumbuhan mangrove umumnya bersifat halofit yaitu tumbuhan yang bisa
beradaptasi dengan air asin, karena di dalam cairan selnya mempunyai tekanan
osmosis yang tinggi. Berdasarkan sifat tersebut, mangrove memiliki cara untuk
beradaptasi dalam lingkungan yang berkadar garam tinggi, yaitu secara umum
mangrove dapat toleran dibandingkan tanaman darat karena mempunyai kadar
internal yang tinggi dalam getahnya, mangrove bisa memindahkan garam dengan
cara menyimpan garam dalam daun yang lebih tua. Oleh karena itu konsentrasi
garam dalam daun yang lebih tua relatif lebih tinggi (Tefarani, 2018).
Mangrove mereduksi akumulasi garam-garam internal secara aktif dan
memproses sekresi garam dari akar ke daun serta pengembangan tekanan getah
negatif yang kuat. Proses ini berfungsi untuk mereduksi garam selama masa
pertumbuhan (tunas) yang cepat. Substrat Tanah di hutan mangrove selalu basah,
mengandung garam, kandungan oksigen sedikitdan kaya bahan organik. Bahan
organik yang terdapat di tanah terutama berasal dari perombakan sisa tumbuhan
yang diproduksi oleh mangrove sendiri (Tefarani, 2018).
Serasa secara perlahan hancur dalam kondisi sedikit asam dengan bantuan
bakteri dan jamur. Selain zat organik, tanah mangrove juga mengandung sedimen
halus atau partikel pasir, material kasar seperti potongan-potongan batu dan koral,
pecahan kulit kerang, telur dan siput. Umumnya tanah mangrove membentuk
lumpur berlempung dan warnanya bervariasi dari abu-abu muda sampai hitam.
Tanah ini terbentuk oleh pengendapan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai
ditambah oleh material yang dibawa dari laut pada waktu pasang (Kartin, 2021).
Sedimen halus dan bahan terlarut lainnya yang terbawa oleh aliran sungai
dapat mengendap di dasar perairan mangrove karena melambatnya aliran,
berkurangnya turbulensi dan proses koagulasi yang disebabkan oleh pencampuran
dengan air laut. Walaupun terjadi pengendapan tanah di hutan mangrove yang
meninggikan lapisan lumpur, tanah tersebut tidaklah konstan karena pengaruh
pasang surut air laut (Musbihatin, 2020).
Aliran pasang surung laut ini mempengaruhi terdamparnya bibit-bibit
tumbuhan untuk tumbuh, hal ini ditunjang adanya sistem perakaran jangkung (still
root) yang menggantung dari kebanyakan mangrove ini akan membantu
pertumbuhan semai. Oksigen dalam tanah Kandungan oksigen dalam tanah
mangrove relatif sedikit, dan untuk mencukupi kebutuhan oksigen tersebut, suplai
oksigen ke akar sangat penting bagi pertumbuhan (Pratama, 2018).
Tumbuhan mangrove mempunyai akar nafas (aerial root) yang disebut
pneumatofora, yang mempunyai lentisel berfungsi sebagai jalan masuknya udara
untuk persediaan dalam daun, akar dan bagian-bagian bawah tanaman. Selain itu,
kekurangan oksigen juga dapat dipenuhi karena adanya lubang-lubang dalam
tanah yang dibuat oleh hewan-hewan penggali (Bioturbasi), misalnya kepiting.
Lubang-lubang ini membawa oksigen ke bagian akar mangrove. Tumbuhan
mangrove memiliki sistem perakaran yang khas karena adanya perkembangan
akar udara (pneumatofora), yang dipergunakan untuk menyimpan nutrisi, absorbsi
air, pertukaran gas dan penyokong dalam kekurangan oksigen (Arsyad, 2018).
2.3 Fungsi Mangrove
Mangrove memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting untuk
lingkungan di sekitarnya sehingga pemantauan mangrove sangat perlu dilakukan.
Mengapa pemantauan mangrove perlu dilakukan, pemantauan mangrove perlu
dilakukan karena mangrove sangat penting keberadaanya untuk ekosistem pesisir
serta dapat menjaga ekosistem perairan antara laut, pantai dan darat. Selain
menjadi habitat, tempat untuk mencari makan dan perkembang biakan berbagai
jenis hewan akuatik seperti ikan, udang dan lainnya, mangrove juga memiliki
fungsi penting lainnya.
Selain itu, mangrove juga memberikan kontribusi atau sumbangan penting
bagi ekosistem perairan pesisir melalui jatuhnya daun-daun yang gugur ke dalam
air. Jatuhnya daun daun mangrove merupakan sumber bahan organik penting
dalam rantai makanan di lingkungan perairan, yang dapat mencapai 7 sampai 8
ton perhektar pertahun. Hutan mangrove berfungsi sangat penting bagi ekosistem
laut dan ekosistem daratan, dan sistem perakaran mangrove yang komplek dan
kuat sangat efektif menahan arus sehingga dapat mencegah erosi sedimen laut
atau disebut juga dengan benteng laut (Japa dan Santoso, 2019).
Fungsi fisik penting dari hutan mangrove yaitu menstabilkan atau
melindungi garis pantai agar terhindar dari erosi atau abrasi dan membantu
mengurangi dampak bencana alam seperti tsunami dan angin topan. Mangrove
juga memiliki fungsi ekonomis, sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar),
pertambangan, tempat pembuatan garam dan bahan bangunan. Ekosistem
mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem padang
lamun dan terumbu karang, berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem
pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis (Mauludin et al. 2018).
Selain itu, hutan mangrove juga bermanfaat membantu manusia dalam
mendapatkan iklim dan cuaca yang nyaman untuk mencegah bencana alam.
Kawasan hutan mangrove juga membantu manusia dalam mendapatkan air bersih
dan udara yang segar Meskipun memiliki banyak fungsi dan manfaat, ekosistem
mangrove sangat rentan terhadap gangguan baik secara alami maupun
antropogenik. Oleh karena itu diperlukan suatu metode dan teknologi yang tepat
dalam melakukan pemantauan ekosistem mangrove (Hendrawan et al. 2018).
2.4 Penginderaan Jauh
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang rentan sehingga
membutuhkan pemantauan terus menerus untuk mendeteksi berbagai ancaman
seperti aktivitas manusia dan bencana alam. Pemantauan mangrove perlu
dilakukan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dan juga mengidentifikasi area
yang memerlukan perbaikan. Alat yang sangat efektif untuk digunakan dalam
pemantauan ekosistem mangrove adalah pengindraan jauh dan sistem informasi
geografis (SIG), karena alat tersebut dapat menjangkau daerah yang luas dan
dapat dilakukan sekala berkala (Hendrawan et al. 2018).
Menurut Winarso (2018) dalam Giarrastowo dan Nandika (2019),
Penggunaan teknologi penginderaan jauh ini telah terbukti menjadi metode yang
sangat berguna untuk merangkum informasi biologis suatu lingkungan secara
cepat dan efiseien. Bahkan kajian monitoring lingkungan, khusunya hutan
mangrove telah banyak digunakan oleh banyak peneliti terdahulu.
Salah satu teknik untuk mengetahui kondisi hutan mangrove adalah
penginderaan jarak jauh. Citra Landsat merupakan data yang paling banyak
digunakan untuk memetakan mangrove. Teknologi untuk mengidentifikasi suatu
objek di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan objek tersebut
adalah penginderaan jauh. Saat ini teknologi penginderaan jauh berbasis satelit
menjadi sangat populer dan digunakan untuk berbagai tujuan kegiatan. Teknologi
penginderaan jauh ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah adanya
resolusi temporal (perulangan) sehingga dapat digunakan untuk keperluan
monitoring, cakupannya yang luas dan mampu menjangkau daerah yang terpencil,
bentuk datanya digital (Nursalam et al. 2017)
Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan dalam pemantauan vegetasi
mangrove yang didasarkan atas dua sifat penting yaitu mangrove mempunyai zat
hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh di daerah pesisir. Penginderaan jauh
meliputi seluruh teknik yang berkaitan dengan analisis dan pemanfaatan data dari
satelit lingkungan dan sumberdaya alam, serta dari foto udara. Studi penggunaan
teknologi penginderaan jauh untuk memantau hutan mangrove telah banyak
dilakukan baik yang menggunakan informasi nilai pixel (digital number tiap band
pixels) maupun sekumpulan nilai pixel seperti segmentasi (Arief et al. 2013).
2.5 Pemantauan Mangrove menggunakan Penginderaan Jauh
Pemantauan mangrove dapat dilakukan dengan teknologi penginderaan
jauh. Pemetaan sebaran mangrove dengan menggunakan penggabungan teknologi
penginderaan jauh (remote sensing) dengan Sistem Informasi Geografis (SIG),
karena dapat menjangkau daerah yang luas dan dapat dilakukan secara berkala.
Teknologi penginderaan jauh memiliki sifat synoptic yaitu mengukur objek pada
waktu yang berbeda atau multitemporal secara periodik (Hendrawan et al. 2018).
Metode spasial digunakan dalam pemetaan yang berupa pengukuran,
perhitungan, dan penggambaran sebaran mangrove dengan cara metode tertentu.
Untuk mendapatkan infomasi pengamatan yang dipengaruhi oleh efek ruang atau
waktu merupakan pengertian dari metode spasial. Pemantuan mangrove
pengindaraan jauh banyak menggunakan satelit Landsat. Penginderaan jauh untuk
pemantaun mangrove dengan menggunakan pemanfaatan citra aktif seperti radar
menggunakan ALOS-PALSAR L-band (Vincentius, 2020).
Menurut (Winarso, 2018) data penginderaan jauh yang dapat digunakan
pada pemantauan mangrove yaitu data Landsat 8 karena ketersedian data yang
cukup banyak di pusat penelitian. Data Landsat 8 dapat diperoleh dari LAPAN
dan dapat diperoleh secara online di website USGS. Data Landsat 8 sangat banyak
digunakan oleh peneliti-peneliti karena perubahan panjang gelombang dari data
ini tidak begitu signifikan sehingga memudahkan peneliti. Data Landsat 8 berasal
dari satelit Landsat 8 atau Landsat Data Continuity Mission (LDCM) yang
merupakan satelit milik Amerika Serikat. Satelit ini akan membawa dua sensor
yaitu adanya sensor Operational Land Imager (OLI) dan juga sensor Thermal
Infrared Sensor (TIRS). Sensor tersebut memiliki berbagai macam kegunaan dan
fungsi yang sangat beragam. Sensor termasuk kedalam bagian penting.
Zat hijau daun (klorofil) dan pertumbuhan mangrove di daerah pesisir
merupakan dua sifat yang sangat penting dalam pemantauan vegetasi mangrove
menggunakan penginderaan jauh. Sifat optik klorofil sangat khas yaitu klorofil
menyerap spektrum infrared, dan memantulkan kuat spektrum infrared secara
dekat. Interpretasi citra secara digital dengan menggunakan indeks vegetasi
merupakan cara untuk mengidentifikasi kerapatan vegetasi (Winarso, 2019).
2.6 Studi Kasus
Judul jurnal : Studi Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Berbasis Objek
(OBIA) menggunakan Citra Satelit di Pulau Dompak Provinsi
Kepulauan Riau
Tahun : 2021
Penulis : Robin Saputra, Jonson L. Gaol, dan Syamsul B. Agus
Nama jurnal : Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Vol (nomor) : 13 (1)
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa klasifikasi citra satelit
berbasis objek (OBIA) dengan algoritma support vector machine (SVM). Data
citra satelit yang digunakan adalah SPOT 4 Tahun 2007 yang diperoleh dari
LAPAN, Sentinel 2B Tahun 2018 dengan resolusi spasial 10 x 10 m, citra satelit
Sentinel 2B diunduh pada laman USGS (https://earthexplore.usgs.gov/),

Hasil Penelitian
Setelah menggunakan citra satelit didapatkan hasil dari segmentasi citra
satelit yang mengggunakan optimasi skala segmentasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15 dan 17 dengan nilai shape dan
compactness 0,1 dan 0,5 secara berurutan. Hasil segmentasi dengan skala berbeda
terlihat pada citra Sentinel 2B (gambar a), dan citra SPOT 4 (gambar b). Skala
segmentasi sangat berpengaruh terhadap bentuk segmen yang dihasilkan, semakin
besar nilai skala akan menghasilkan segmen yang besar dan homogenitasnya
tinggi.
Optimasi skala segmentasi selama pengolahan data akan menghasilkan
akurasi terbaik, akurasi terbaik yang diperoleh yaitu pada skala 3 dengan overall
akurasi 89%, dengan nilai shape dan compactness 0,1 dan 0,5 secara berurutan.
Hasil klasifikasi OBIA dengan algoritma SVM menghasilkan tingkat akurasi
sebesar 89%, nilai kappa 0,86 dengan skala segmentasi optimum yang diperoleh
adalah skala 3.

Selanjutnya ada hasil klasifikasi citra SPOT 4 2007 (gambar a), citra
Sentinel 2B 2018 (gambar b). Berdasarkan gambar a citra SPOT 4 tahun 2007
diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu badan air, lahan terbuka, mangrove,
vegetasi dan laut, sedangkan pada citra Sentinel 2B tahun 2018 Gambar b yang
diklasifikasikan menjadi 7 kelas yaitu badan air, jalan, lahan terbuka, mangrove,
pemukiman, vegetasi, dan laut. Hal ini dikarenakan pada citra SPOT 4 tahun 2007
tidak ditemukannya kelas jalan dan pemukiman.

Kesimpulan
Berdasarkan analisis perubahan tutupan lahan mangrove dengan
pendekatan metode OBIA, luas mangrove Pulau Dompak dari tahun 2007 sampai
2018 mengalami penurunan sebesar 34,19% atau sekitar 46,61 ha yang terlihat
dari citra satelit SPOT 4 Tahun 2007, dan citra Sentinel 2B tahun 2018.
Penurunan tutupan lahan mangrove juga disebabkan oleh pembangunan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. Mangrove sangat penting keberadaanya untuk ekosistem pesisir yang
berfungsi sebagai habitat, tempat untuk mencari makan dan perkembang
biakan berbagai jenis hewan akuatik seperti ikan, udang dan lainnya,
mangrove juga memiliki fungsi penting lainnya.
2. Pemantauan mangrove perlu dilakukan karena mangrove sangat penting
keberadaanya untuk ekosistem pesisir serta dapat menjaga ekosistem
perairan antara laut, pantai dan darat.
3. Salah satu teknik untuk mengetahui kondisi hutan mangrove adalah
penginderaan jarak jauh yang menggunakan citra Landsat.
4. Pemantauan mangrove perlu dilakukan untuk mengukur tingkat
pertumbuhan dan juga mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan.
5. Pemetaan sebaran mangrove dengan menggunakan penggabungan
teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG).

3.2 Saran
Saran dari makalah ini yaitu perlu dilakukannya pemantauan mangrove
secara rutin agar ekosistem mangrove terjaga, karena mangrove merupakan
bagian penting dalam ekositem perairan dan daratan. Dilakukannya pemantauan
secara langsung dan mencocokan data dari satelit agar terhindar dari kurang
tepatnya data yang di gunakan dengan data yang ada di lapangan. Dengan
kemajuan teknologi pengindraan jauh di hasilkan tingkat akurasi 89% untuk
pemantauan mangrove, semoga kedepannya tingkat akurasi dapat ditingkatkan
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Arief M, Teguh P, Rossy H. 2013. Metode segmentasi automatis untuk ekstraksi


hutan mangrove menggunakan data satelit avnir-2 studi kasus : Pulau
Lancang. Teknologi Dirgantara Vol. 11(1) : 35-48

Arsyad. 2018. Analisis keanekaragaman jenis mangrove di Mangrove Learning


Center (MLC) Desa Binanga Kecamatan Sendana Kabupaten Majene.
[Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Makassar. Hal 5-
11

Farahdita WL, Nirwani S, Chrisna AS. 2021. Teknologi drone untuk estimasi stok
karbon di area mangrove Pulau Kemujan, Karimunjawa. Marine Research
Vol. 10(2) : 281-290

Farhaby AM, Yuniar S, Meri W. 2020. Kajian awal kondisi kesehatan hutan
mangrove di Desa Mapur Kabupaten Bangka. Ilmu Perikanan Vol. 11(2) :
108-117

Giarratowo G, Muhammad RN. 2019. Pemanfaatan penginderaan jauh untuk


pemantauan rencana zonasi mangrove (studi kasus : Kabupaten Pemalang).
[Seminar Nasional Penginderaan Jauh] Dinas Kelautan : Jawa Tengah

Hendrawan, Johnson LG, Setyo BS. 2018. Studi kerapatan dan tutupan mangrove
menggunakan citra satelit di Pulau Sebatik Kalimantan Utara. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 10(1) : 99-109

Japa L dan Didik S. 2018. Analisis komunitas mangrove di Kecamatan Sekotong


Lombok Barat NTB. Biologi Tropis Vol. 19(1) : 25-33

Kartin TF. 2021. Analisis tingkat ancaman dan kerentanan ekosistem mangrove
terhadap gelombang ekstrem di Desa Labuhan Kecamatan Sepulu
Kabupaten Bangkalan. [Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Hal. 14-16

Mauludin MR, Ria A, Rudhi P, Suryono. 2018. Komposisi dan tutupan kanopi
mangrove di Kawasan Ujung Piring Kabupaten Jepara. Buletin Oseanografi
Marina Vol. 7(1) : 29-36

Musbihatin A. 2020. Keanekaragaman mangrove di kawasan ekowisata hutan


mangrove Petangoran, Gebang, Teluk Pandan, Pesawaran. [Skripsi].
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung. Hal. 41-43

Nagendra IWMD, I Wayan GAK, Ni Luh PRP. 2019. Perbandingan kemampuan


satelit SAR, optic dan kombinaasi SAR dan optic untuk mendeteksi area
mangrove di Teluk Benoa. Marine and Aquatic Sciences Vol 5(2) : 260-272
Nursalam, Muhammad S, Algui SP. 2017. Perubahan kerapatan mangrove
berdasarkan karakteristik citra landsat di pesisir Kabupaten Tanah Laut.
Fish Science Vol. 7(2) : 141-142

Pratama SS. 2018. Analisis vegetasi mangrove di muara Desa Kurau Kecamatan
Koba Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan
Sumbangsihnya pada pembelajaran biologi SMA/MA. [Skripsi]. Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Juniversitas Islam Negeri Raden Fatah.
Palembang. Hal. 20-22

Saputra R, Jonson LG, Syamsul BA. 2021. Studi perubahan tutupan lahan
mangrove berbasis objek (OBIA) menggunakan citra satelit di Pulau
Dompak Provinsi Kepulauan Riau. Ilmu dan teknologi kelautan tropis Vol.
13 (1) : 39-95

Tefarani R. 2018. Keanekaragaman spesies mangrove dan zonasi di wilayah


Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang. [Skripsi]. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang.
Hal. 8

Vincentius A. 2018. Sumber Daya Ikan Eknomis Penting dalam Habitat


Mangrove. Deepublish : Yogyakarta

Winarso G. 2018. Metode cepat pemantauan huatan mangrove menggunakan data


penginderaan jauh. Geomatika Vol. 1 (1) : 901-909

Anda mungkin juga menyukai