Makalah Urgensi Sejarah, Fungsi Dan Hikmahnya Dalam Al Qur'an Kelompok 1-New
Makalah Urgensi Sejarah, Fungsi Dan Hikmahnya Dalam Al Qur'an Kelompok 1-New
Makalah Urgensi Sejarah, Fungsi Dan Hikmahnya Dalam Al Qur'an Kelompok 1-New
NOVEMBER 2021
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT,karena berkat rahmat
dan nikmat-nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Studi Al-Qur'an dan Tafsir Historis
yang diampu oleh bapak Muhammad Faiz,M.A.
Makalah yang kami buat ini berjudul "Urgensi Sejarah Serta Fungsi Dan Hikmahnya
Dalam Al-Qur'an"dibuat berdasarkan hasil penyusunan data- data yang diperoleh dari berbagai
buku referensi serta berbagai informasi dari berbagai literarur yang berkaitan dengan mata kuliah
Studi Al-Qur'an dan Tafsir Hiatoris.Dalam pembuatan makalah ini, kami mengucapkan Terima
Kasih kepada bapak Muhammad Faiz,M.A, selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Studi Al-qur'an
dan Tafsir Historis dimana beliau telah memberikan bimbingan dan arahan serta masukan dalam
penulisan ini, selain itu kami selaku penulis tidak lupa mengucapkan kepada seluruh pihak yang
telah mendukung dan bekerja sama dalam penyelesaian makalah ini, sehingga pembaca dapat
membaca makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis dan seluruh pembaca. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini menuju
lebih baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN ..................................................................................................................... 13
B. SARAN ................................................................................................................................. 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejarah bagi sebagian orang hanyalah peristiwa masa lalu yang tidak ada kaitannya
dengan peristiwa masa kini. Di sekolah atau di perguruan tinggi, sejarah sering kali
dianggap mata pelajaran atau mata kuliah tambahan bukan primer. Ia sebatas hafalan
(memorie-vak) tentang peristiwa yang pernah terjadi dan tentunya tidak akan terulang
kembali.
Perihal sejarah juga, sebagian lain menegaskan bahwa realitas kehidupan selalu baru
dan sangat tergantung kepada sang pembaharu yang menciptakannya. Yang dimaksud
dengan “baru” dalam perspektif ini bukan “lama” atau bukan lahir dari yang sebelumnya.
Apa yang terjadi di masa sekarang, bukan produk masa lalu dan terlepas dari peristiwa
yang pernah terjadi sebelumnya.1
Posisi sejarah di mata umat islam pun terpinggirkan, dia hanya dianggap sebagai ilmu
pelengkap, bahkan posisi sejarah di ranah keilmuan islam dipandang sebelah mata.
Mempelajarinya tidak mendapatkan pahala meninggalkannya pun bukan sebuah dosa,
sungguh ungkapan yang miris.Padahal sejarah mendapatkan posisi khusus di dalam al-
Qur‟an, dia tidak hanya melulu tentang masa lalu, sejarah di dalam al-Qur‟an dapat
menjadi uswah, ibrah, sumber kebenaran dan peneguh hati bagi umat islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana urgensi sejarah dalam Al-qur'an?
2. Apakah fungsi sejarah dalam Al-qur'an?
3. Jelaskan hikmah sejarah dalam Al-qur'an?
1
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui urgensi sejarah dalam Al-qur'an.
2. Untuk mengetahui fungsi sejarah dalam Al-qur'an.
3. Untuk mengetahui hikmah sejarah dalam Al-qur'an.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3 Mohammed Arkoun, Berbagai Pembacaan terj. Machasin, (Jakarta: INIS, 1997), h.9.
4M. Abed al-Jabiri, Madkhal ila al-Qur‟an al-Karim: Al-Juz Al-Awwal Fi Al-Ta‟rif Bi Al-Qur'an( Beirut:Markaz dirasat al-Wihdah
al-Arabiyah,2006),h.259.
3
kitab dakwah sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Jabiri dalam karya pengantar
tafsirnya “sesungguhnya al-Qur‟an bukanlah kitab cerita, dalam pengertian
kesusastraan kontemporer, dan bukan pula kitab sejarah dalam pengertian sejarah
kontemporer. Sekali lagi, bahwa alQur‟an adalah kitab dakwah keagamaan (da‟wah
diniah). karena tujuan dari kisah al-Qur‟an adalah memberikan bentuk perumpamaan
(darb al-masal) dan pengambilan inti sejarah, maka tidak ada artinya mengajukan
problem kebenaran (fakta) sejarah. Karena kebenaran yang diajuakan oleh kisah
alQur‟an adalah pelajaran, yakni pelajaran yang harus diambil intinya.
Setiap perbuatan tentu nantinya akan dipertanggungjawabkan oleh masing-
masing individu (manusia) kelak di yaumul hisab (hari pembalasan). Oleh karena itu,
kita sebagai umat manusia khususnya umat islam yang sudah barang tentu telah
mengetahui hal itu, maka hendaknya dapat mengambil pelajaran/hikmah terhadap apa
yang telah kita perbuat agar esok bisa lebih baik lagi dan kita nantinya dibalas oleh
Allah dengan balasan yang baik pula. Allah menurunkan al-Qur‟an kepada Nabi
Muhammad SAW melalui Jibril As sebagai mukjizat yang terbesar. Salah satu isi
pokok ajarannya adalah mengenai sejarah dan kisah umat terdahulu. Keterangan
tentang sejarah dan kisah umat terdahulu didalam kitab tentunya memiliki tujuan. yaitu
merupakan sebagai petunjuk/pelajaran bagi umat islam yang selanjutnya agar dapat
mengambil hikmah dari peristiwa yang sudah terjadi dimasa lalu. Sehingga dimasa
sekarang umat manusia khususnya umat islam tidak terjerumus kedalam lembah hitam
yang menyesatkan, lebih-lebih dapat mendatangkan azab Allah SWT.
Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur‟an diturunkan lima belas abad yang lalu,
itu persis di tengah-tengah masyarakat arab jahiliyah. Karena itu, misi suci wahyu ini
adalah memperbaiki moralitas masyarakatnya yang rusak itu dengan berdialog secara
argumentatif dan bijak, seraya mengajak umat yang “tak beradab” (jahiliyah) ini ke
jalan yang berkeadaban (madaniyah).
Al-Qur’an juga menyebut kehadirannya sebagaimana misi universal yang
diemban Nabi Muhammad SAW, sebagai rahmat bagi semesta alam.5 Itu berarti al-
Qur‟an instrinsik (hakiki) ingin berdialog secara interaktif sambil menebar rahmatnya
4
kepada masyarakat dalam berbagai dimensi dan corak sosialnya, baik di masa lampau,
kini maupun mendatang; baik sebagai orang Arab, Eropa, Amerika, Afrika maupun
Asia. Bahkan, umat Islam tidak hanya dituntut untuk memahami al-Quran secara
kontekstual (selaras dengan waktu dan manusia), tetapi juga secara profetik (melintas
batas ruang dan waktunya sendiri).
Salah satu faktor yang diperlukan yang diperlukan dalam menafsirkan secara
al-Qur‟an adalah asbabun nuzul suatu ayat. Asbabun nuzul itu sendiri ialah apa ayang
menyebabkan satu ayat atau beberapa ayat al-Qur‟an diturunkan sebagai pemberi
informasi (jawaban) atau memberikan penjelasan hukum atas hal-hal yang terjadi di
masyarakat.6
2. Urgensi Mempelajari Sejarah Dalam Al-Qur'an
Al-Qur‟an merupakan pedoman utama bagi umat Islam. Dalam alQur‟an, surat
yang pertama adalah surat al-Fatihah. Surat ini merupakan surat utama yang paling
sering dibaca, bahkan surat ini biasanya dihapal terlebih dahulu oleh masyarakat. Surat
ini mengandung do‟a yang paling sering dipanjatkan, setidaknya tujuh belas kali sehari
semalam, yakni pada saat melakukan shalat fardhu.
Siratan perintah untuk belajar sejarah sangat kuat terlihat dalam surat al-Fatihah
ini. Maka sangat penting untuk memperhatikan kandungan surat yang paling akrab ini.
Hal tersebut tampak pada ayat 6-7 yang artinya sebagai berikut:
ا ٧ صراط الذين انعمت عليهم غيرالمغضوب عليهم والالضالين٦ اهدناالصراط المستقيم
Inilah do'a yang paling sering dipanjatkan dalam keseharian kehidupan seorang
Muslim. Surat al-Fatihah, awal surat dalam al-Qur‟an itu ternyata menyiratkan perintah
untuk belajar sejarah. Mungkin banyak yang tidak sadar, walaupun setiap hari setiap
Muslim pasti mengucapkannya, tetapi banyak yang tidak memiliki kesadaran untuk
membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam.7
Pada ayat yang ketujuh dari surat al-Fatihah ini perintah tersirat untuk belajar
sejarah itu bisa kita dapatkan. Ada tiga kelompok yang disebutkan dalam ayat terakhir
5
ini: (1) Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah;(2) Kelompok yang dimurkai
Allah (3) Kelompok yang sesat. Ketiga kelompok ini adalah generasi yang telah berlalu,
generasi di masa lalu yang telah mendapatkan satu dari ketiga hal tersebut.
Ada banyak kisah yang dipaparkan al-Qur‟an dengan tujuan untuk mendidik,
bukan semata untuk bercerita, untuk memberikan pelajaran moral, untuk mengajarkan
bahwa di masa lalu Tuhan selalu memberikan balasan pahala kepada orang-orang baik
dan menghukum orang-orang jahat. Keragaman kisah itu misalnya tentang kisah Nabi
Yusuf as yang merupakan kisah yang paling menarik dan paling realistis, atau jawaban
Nabi Ibrahim as dalam mengajak kaumnya untuk menyembah Tuhan yang Esa.8
Dalam al-Qur‟an setidaknya ada 159 ayat yang menceritakan tentang sejarah
dan kisah-kisah perjalanan umat terdahulu serta pelajaran dari sejarah bangsa-
bangsa.9Hal ini menunjukkan betapa pentingnya belajar sejarah sebagai cerminan bagi
kehidupan di masa yang akan datang.
3. Al-Qur'an Mendidik Melalui Sejarah
Al-Qur'an mengintroduksikan sebagai “pemberi perunjuk kepada (jalan) yang
lebih lurus”. 10
Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberikan kesejahteraan dan
kebahagian bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu
ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut. Rasulullah
SAW., yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima al-Qur‟an, bertugas untuk
menyampaikan petunjukpetunjuk tersebut, menyucikan dan mengajarkan manusia.
Menyucikan dapat diidentikan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain
kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam
metafisika serta fisika.11
8 Philip K. Hitti, History of the Arabs. (terjemah), (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010),H.157.
11
Amal Hamzah Al-Marzuqi, Nazhariyyat Al-Tarbiyah Al-Islamyyah Bayn Al-Fard Wa Al-Mujtama‟, (Makkah: Syarikat Syarikat
Makkah, 1400 H), h.1.
6
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian, dan pengajaran
tersebut adalah pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan manusia yang di
tegasakan oleh al-Qur‟an dalam surah al-Dzariyat ayat 56.12
7
pada pribadi beliau, yang selanjutnya mendorong mereka untuk meyakini
keistimewaan dan mencontoh pelaksanaannya.
8
yang menggelegar dan meluluh lantakkan kaum Tsamud. Namun menariknya, Allah
SWT masih menyisakan bangunan-bangunan tersebut sebagai pengajaran kepada
manusia yang hidup setelahnya bahwa dahulu, sebelum masehi, perkembangan
arsitektur manusia sudah berkembang pesat. Sebuah simbol peradaban manusia pada
zaman lampau yang dicatat oleh al-Qur’an sebagai pengajaran bagi manusia hari ini.
3. Sejarah berfungsi sebagai peringatan
Banyak kisah masa lalu dalam al-Qur’an yang bisa diambil pelajaran. Kisah
Fir’aun yang menentang Nabi Musa AS hingga akhirnya ditenggelamkan ke dalam
Laut Merah salah satunya. Keangkuhan Fir’aun tidak hanya dalam penentangannya
atas Nabi Musa AS. Lebih dari itu, dia mengaku menjadi Tuhan yang bisa
menghidupkan dan mematikan manusia. Hingga hari ini, jasad Fir’aun atau Pharaoh
yang menjadi raja Mesir ketika itu masih bisa disaksikan disemayamkan di bawah
Piramid di daerah Giza, Mesir. Melalui sejarah tentang Fir’aun yang termaktub dalam
al-Qur’an, Allah SWT ingin memberi peringatan kepada manusia agar tidak sombong
dan ingkar kepada peringatan Allah SWT yang disampaikan melalui Nabi dan Rasul.
Terlebih lagi mengaku dirinya lebih hebat ataupun setara dengan Allah SWT, ataupun
menuhankan Tuhan lain selain Allah SWT.
4. Sejarah sebagai sumber kebenaran
Jaminan kebenaran al-Qur’an telah termaktub tegas dalam ¹surat al-Baqarah
ayat 2, “Kitab ini tidak ada keraguan di dalamnya. Petunjuk bagi orang-orang yang
bertakwa.” Jadi, kisah-kisah sejarah yang termaktub dalam kitab ini mutlak kebenaran
dan keabsahannya. Sejarah yang ditulis al-Qur’an bukanlah sejarah yang penuh
rekayasa 14dan syarat kepentingan seperti halnya sejarah-sejarah yang ada sekarang.
Fakta-fakta sejarah dalam al-Qur’an sangat bisa dijadikan sumber sejarah. Historiografi
dalam al-Qur’an bisa dijadikan contoh bagaimana seharusnya sejarah ditulis.
9
buruk untuk dijauhi dan tidak diulang.Rasulullah bersabda, "Hikmah itu adalah barang
yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah".
(HR at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Misbah, Al-Biqa'i mengatakan, hikmah adalah mengetahui yang
paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu
amaliah dan amal ilmiah, artinya ia adalah ilmu yang didukung oleh amal dan amal yang
tepat yang didukung oleh ilmu.
Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya' Ulumiddin, memahami kata hikmah dalam
arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama. Ilmu yang paling utama dan wujud
yang paling agung adalah Allah. Jika demikian, tulis al-Ghazali, Allah adalah hakim yang
sebenarnya. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran, Bukankah Allah hakim yang seadil-
adilnya? (QS at-Tin [95]: 8).
Allah SWT mendorong kita untuk mengambil hikmah dari masa lalu dengan
membaca sejarah, baik dan buruknya. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, Katakanlah
(wahai Muhammad) kepada orang-orang kafir, berjalanlah kalian semua di muka bumi,
kemudian lihatlah, bagaimana akibat buruk yang menimpa umat-umat pendosa di masa
lalu. (QS an-Naml [27]: 69).
Ayat ini turun berkenaan dengan kelakuan orang kafir Makkah yang dihadapi Nabi
Muhammad yang tidak mau melihat atau menengok kembali kejadian di masa lalu untuk
diambil hikmahnya. Misalnya, melihat negeri-negeri para nabi, seperti Yaman, Syam, dan
Hijaz. Di tempat-tempat tersebut, ada banyak kaum seperti Ad, Tsamud, dan lainnya yang
dihancurkan Allah karena durhaka kepada-Nya dan berbuat kerusakan. Tujuannya, agar
mereka tidak melakukan hal yang sama hingga berakibat sama pula dengan mereka.
Orang kafir Makkah sebetulnya sering kali melewati tempat-tempat bersejarah itu
untuk berdagang. Namun, mereka tidak merenungkan apa yang mereka lihat di perjalanan
itu. Mereka terlalu sibuk dengan urusan dunia, hingga lupa urusan akhirat, berkaitan
dengan aspek ketuhanan (tauhid). Akibatnya, seruan Nabi untuk kembali mengingat Allah
dan beragama secara benar, dianggap angin lalu. Bahkan mereka malah mengejeknya, dan
mencurigainya akan merongrong kedudukan sosial-ekonominya di Makkah.
Belajar sejarah untuk diambil hikmahnya adalah bagian penting untuk
meningkatkan kualitas hidup kita. Dengan belajar sejarah, kita tidak akan mengulangi
10
kesalahan yang sama yang berakibat negatif bagi kita. Nabi pernah mengatakan bahwa
seorang mukmin sejati itu tidak akan pernah jatuh pada lubang yang sama untuk kedua
kalinya (HR Muslim).Ini artinya, seorang mukmin akan selalu berhati-hati dalam berbicara
dan bertindak. Serta selalu mengintrospeksi dan mengevaluasi diri. Hal ini sebagaimana
ditegaskan Nabi, Hisablah (introspeksilah) diri kalian, sebelum kalian dihisab (di akhirat).
(HR al-Bukhari).
Ibnu Hajar dalam kitabnya, Fath al-Bari, mengatakan, Rasulullah menyuruh setiap
mukmin berhati-hati dalam kehidupan ini, jangan sampai lalai, dan hendaklah mengambil
pelajaran dari kejadian yang telah berlalu. Keutamaan orang beriman terletak pada
kemampuannya mengambil manfaat dan pelajaran dari setiap nasihat dan pengalaman.
Muawiyah pernah mengatakan, Tidak ada orang yang bijaksana kecuali telah memiliki
pengalaman. (HR al-Bukhari).
Hikmah dari kisah-kisah yang diceritakan dalam al Quran sangat banyak sekali, di
antaranya yang paling penting adalah: Pertama, sebagaimana yang Allah sebutkan dalam
firmanNya
“Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir” (QS. Al A’raf:
176).
Kedua, untuk menguatkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman
Allah15
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran
serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS. Huud: 120).
Peneguhan hati dengan kisah Al Quran ini selain untuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, juga untuk selain beliau. Betapa banyak para ulama dan orang-orang
11
beriman memetik manfaat dari kisah para nabi dan yang lainnya. Betapa banyak kisah-
kisah Quran tersebut menjadi penerang yang memberikan petunjuk kepada manusia.
Ketiga, dalam kisah-kisah al Quran terdapat hikmah bagi orang-orang yang berfikir.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal” (Yusuf: 111)
Keempat, mengambil hikmah dan pesan dari kondisi umat-umat sebelumnya. Jika mereka
adalah orang-orang yang binasa, maka umat ini pun perlu diberitahu dan diminta waspada
terhadap apa yang membuat umat-umat terdahulu binasa. Jika mereka termasuk orang-
orang yang sukses, maka umat ini pun perlu mengambil pelajaran dengan meniti jejak
kesuksesan mereka.
Keenam, mengenal penegakkan hujjah kepada manusia dengan diutusnya para Rasul, dan
diturunkannya kitab-kitab. Mengenal bagaimana para umat terdahulu menghadapi Rosul
mereka, apa yang terjadi ketika mereka ingkar kepada para Rasul dan apa yang terjadi
ketika mereka menerima seruan para Rasul. Sebagaimana yang Allah firmankan setelah
menceritakan sejumlah RasulNya:
“Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang
mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (Mereka Kami utus)
selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak
ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. An Nisaa: 164-165).
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi pengetahuan
terkait tentang Urgensi Sejarah serta Fungsi dan Hikmahnya dalam Al-quran,terutama
dalam proses pengumpulan dan penyusunannya terkhusus kepada penulis sendiri.
Penulis menyadari bahwasannya tulisan yang sederhana ini banyak sekali terdapat
kekurangan,semuanya itu dikarenakan keterbatasan ilmu yang penulis miliki.Oleh karena
itu saran dan kritikan yang membangun sangat penulis butuhkan untuk perbaikan
kedepannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abed al-Jabiri, Muhammad, Madkhal ila al-Qur‟an al-Karim: Al-Juz Al-Awwal Fi Al-Ta‟rif Bi
Al- Qur‟an, Beirut: Markaz dirasat al-Wihdah al-Arabiyyah, 2006.
Hamzah Al-Marzuqi, Amal, Nazhariyyat Al-Tarbiyah Al-Islamyyah Bayn Al-Fard K. Hitti, Philip,
History of the Arabs. (terjemah), (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010).
14