247 Keutamaan Ulama
247 Keutamaan Ulama
247 Keutamaan Ulama
Disusun Oleh:
Yulia Pramita
Putri Septi
Sandi Asnur hadi
Muhardi Gunawan
Dosen :
Dr. Aan Supian, M.Ag
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Karya
Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan,
Sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa yang akan datang. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca, Amin.
Penulis,
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan Masalah................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulama................................................................................ 3
B. Karakteristik Ulama............................................................................. 5
C. Ciri-Ciri Ulama.................................................................................... 6
D. Keutamaan Ulama............................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kita sudah terbiasa atau mendengar kata utama dan keutamaan
terhadap yang dianggap mulia seerti kata ilmu dan ulama, sangat berharga dan
sangat diagungkan oleh banyak orang. Namun memahami kata keutamaan ini
tentu sudah jelas memiliki makna yang bernilai tinggi dibandingkan dengan
padanan-padanan kata yang bermakna lain. Selanjutnya juga pandanan kata
yang sederhana ini banyak sekali dijumpai pada sesuatu yang diyakini
memiliki keutamaan dan keistimewaan jika memang sudah dianggap memiliki
nilai lebih dibandingkan dengan yang lain.
Nilai lebih yang terkandung bisa dilihat dari sejarahnya atau pendapat pula
peristiwa-peristiwa yang menyertainya. Karena sudah dianggap memiliki nilai
yang sangat berharga, maka bermacam cara dilakukan demi menghormati
sesuatu yang diagungkan dan dihormati itu. Adakalanya sesuatu yang
diagungkan tersebut memiliki beragam keistimewaan di dalamnya, sehingga
tidak sedikitpun orang yang dengan sengaja memanfaatkan sesuatu yang
diagungkan itu untuk menjalani ritual-ritual yang menurut keyakinan mereka
akan dapat mendatangkan balasan atau sesuatu yang menguntungkan bagi
mereka.
Melihat adanya keutamaan ilmu dan ulama yang terkandung di dalamnya,
membuat banyak hal dapat dikatakan memiliki keistimewaan. Dalam dua
pokok ajaran Islam yaitu al-Qur‟an dan hadis yang menyebutkan dan
menjelaskan makna kandungan dari ilmu dan ulama dan menguraikan
keutamaanya. Dari penjelasan di atas yang diuraikan dalam dua pokok
pedoman ajaran Islam tersebut, terutama dalam beberapa hadis nabi banyak
menyebutkan prihal tersebut. Dalam beberapa hadis dikatakan bahwa
keutamaan ilmu dan ulama memuat beragam nilai yang tinggi.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Ulama?
2. Bagaimana Karakteristik Ulama?
3. Bagaimana Ciri-Ciri Ulama?
4. Bagaimana Keutamaan Ulama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Ulama
2. Untuk mengetahui Karakteristik Ulama
3. Untuk mengetahui Ciri-Ciri Ulama
4. Untuk mengetahui Keutamaan Ulama
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulama
Ulama adalah bentuk majemuk dari kata dalam bahasa Arab “alim” yang
secara harfiyah yang berarti orang yang berilmu lawan kata ilm ( Ilmu ) adalah
jahi ( bodoh). Latar belakang penegertian ini selalu dihubungkan dengan
istilah ilmu pengetahuan agama, baik dalam pengertian genosis maupun
pengertian eksotis hokum agama. Pada masa-masa paling awal Islam yang
disebut ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang ilmu-ilmu
agama. Pada masa al-Khulafaur-Rasyidin tidak ada pemisahan antara orang
yang memiliki pengetahuan agama, ilmu pengetahuan ke alaman, dan
pemisahan politik praktis. Para sahabat Nabi saw umumnya memiliki
pengetahuan keagamaan, pengetahuan keagamaan dan sekaligus mereka juga
pelaku pelaku politik praktis. Para sahabat terkemuka pada masa itu biasanya
duduk dalam satu dewan pertimbangan yang disebut Ahl al – Halli wa al –
Aqd. Oleh ulama, para sahabat ini kemudian disebut ulama salaf.1
Baru pada masa pemerintahan bani Ummayyah dan sesudahnya, istilah
ulama lebih ditekankan kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan
keagamaan saja. Bahkan karena ada pembidangan ilmu agama, istilah ulama
lebih dipersempit lagi. Misalnya ahli fiqh disebut fuqaha, ahli hadits disebut
muhaddisin, ahli kalam disebut mutakallim, ahli tasauf disebut mutasawwif,
ahli tafsir disebut mufassir. Sementara itu orang yang memiliki ilmu kelaman
tidak lagi disebut dengan ulama, tetapi disebut ahli dalam bidang masing
-masing.
Di Indonesia, istilah ulama atau alim ulama yang semula disebutkan dalam
bentuk jamak berubah pengertiuannya menjadi bentuk tunggal. Pengertian
ulama lebih menjadi sempit , karena diartikan sebagai orang yang memiliki
pengetahuan ilmu keagamaan dalam bidang fiqih, di Indonesia ulama identik
1 Abdullah, Yatimin, Studi Akhlak dalam Perspektif Alquran, (Jakarta: Amzah, 2007) h. 67
3
dengan fuqaha, bahkan dalam pengertian awam sehari – hari ulama adalah
fuqaha dalam bidang ibadah saja.
Ada beberapa macam istilah atau sebutan bagi ulama di Indonesia. Di
Aceh disebut Teungku, di Sumatera Barat disebut tuanku atau Buya di Jawa
Barat disebut Ajengan Jawa tengah, Timur Kiyai Banjar ( Kalimantan
Selatan ) sulawesi dan NTT disebut Tuanku Guru. Ulama bentuk jamak dari
alim “terpelajar” (cendikiawan) orang-orang yang diakui sebagai
cenndikiawan atau sebagai pemegang otoritas pengetahuan agama Islam.
Mereka adalah para imam masjid – masjid besar ( agung) para hakim, guru –
guru agama pada Universitas (PTII) dan secara umumia merupakan lembaga
kelompok terpelajar atau kalangn cendikiawan keIslaman yang memiliki hak
penentu atas permasalahan keagamaan. Khusunya dalam system monarkhis
yang turun menurun. Para penguasa dikukuhkannya melalui keputusan dewan
ulama. Untuk menguatkan kekuasaannya dalam memegang tampuk
pemerintahan. Ulama selalu memegang legitimasi dalam urusan pemerintahan
dan keagaamaan. Dan merupakan ancaman yang terkuat bagi setiap rejim,
dimana posisi dewan ulama tetap bertahan sekalipun sebuah sultan,
penguasa,atau sebuah dinasti telah mengalami kehancuran.2
Ulama dalam arti luas adalah kaum cerdik cendikawan dalam berbagai
cabang ilmu pengetahuan sesuai dengan kekhususannya masing-masing.
Sejalan dengan kelengkapan ajaran al –Qur’an dan sunnah yang mencakup
segala aspek kehidupan manusia. Maka para ulama ( dalam pengertian luas )
dan lebih- lebih ulama dalam pengertia sempit yaitu yang berkecimpung
dalam ilmu-ilmu agama. Secara jama’i dapat memecahkan masalah- masalah
yang dihadapi masyarakat menuju perkembangan hidup yang sehat, sejalan
dengan nilai – nilai ajaran alquran dan sunnah. Betapapun semakin sempit
pengertian ulama dari dahulu sampai sekarang, namun ciri khasnya tetap tidak
bisa dilepaskan, yakni ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu diajarkan dalam
jangka khasyyah ( adanya rasa takut atau tunduk) kepada Allah swt.
4
B. Karakteristik Ulama
Dari pengertian secara harfiyah dapat disimpulkan, ulama adalah:
1. Orang Muslim yang menguasai ilmu agama Islam
2. Muslim yang memahami syariat Islam secara menyeluruh (kaaffah)
sebagaimana terangkum dalam Al-Quran dan As-Sunnah
3. Menjadi teladan umat Islam dalam memahami serta mengamalkannya.
Dewasa ini, yang disebut ulama umumnya adalah mereka yang menguasai
berbagai disiplin ilmu agama (Islam), fasih dan paham (faqih) tetang hukum-
hukum Islam, memiliki pesantren atau mempunyai santri yang berguru
kepadanya, dan diberi gelar ‘kiai’ atau ‘ajengan’ oleh masyarakat. Untuk
menentukan siapa yang termasuk ulama, rujukannya adalah nash Al-Quran
dan Hadits tentang ciri atau sifat ulama, antara lain:
Pertama, paling takut kepada Allah. “Sesungguhnya yang paling takut
kepada Allah adalah ulama” (QS. Fathir: 28) karena ia dianugerahu ilmu,
tahu rahasia alam, hukum-hukum Allah, paham hak dan batil, kebaikan dan
keburukan, dsb.
Kedua, berperan sebagai “pewaris nabi” (waratsatul
ambiya’). “Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi” (HR. Abu
Daud dan At-Tirmidzi)”. Seorang ulama menjalankan peran sebagaimana para
nabi, yakni memberikan petunjuk kepada umat dengan aturan Islam, seperti
mengeluarkan fatwa, laksana bintang-bintang di langit yang memberikan
petunjuk dalam kegelapan bumu dan laut (HR. Ahmad).
Ketiga, terdepan dalam dakwah Islam, menegakkan ‘amar ma’ruf nahyi
munkar, menunjukkan kebenaran dan kebatilan sesuai hukum Allah, dan
meluruskan penguasa yang zhalim atau menyalahi aturan Allah. Imam Al-
Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin mengatakan, “Tradisi ulama adalah
mengoreksi penguasa untuk menerapkan hukum Allah… kerusakan
masyarakat adalah akibat kerusakan penguasa dan kerusakan penguasa itu
akibat kerusakan ulama.”
5
Al-Ghazali bahkan membagi ulama dalam dua kategori, yakni ulama
akhirat dan ulama dunia (ulama su’). Salah satu tanda ulama dunia adalah
mendekati penguasa.3
C. Ciri-Ciri Ulama
Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar)
kepada sebagian muslimin yang telah memberikan gelar ulama kepada orang
yang sebetulnya tidak pantas untuk menyandangnya. Di antara ciri-ciri ulama
adalah:4
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-
orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk
pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” Al-Hasan
mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta
kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam
beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad
kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang
yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam
menyampaikan ilmu Allah.
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang
yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang
pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang
menyelisihi As-Sunnah.”
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang
berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama
salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui
bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau
mendekatinya.”
6
Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti
apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman: “Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa
apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah
kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi
Maha Terpuji.”5
Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan
yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang
dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia
dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan
istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada
rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang mampu
mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil
amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian,
tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.”
Setelah mengetahui ciri-ciri ulama maka ulama pun memiliki beberapa
tugas karena itulah ulama sering dikatakan bahwa ulama adalah ahli waris
nabi karena itu ulama mempunyai tugas sesuai dengan apa yang dikerjakan
nabi. Tugas-tugas tersebut diantaranya adalah :6
1. Menyampaikan ajaran kitab suci itu secara baik dan bijaksana.dengan
tidak mengenal takut dan siap menanggung resiko.
2. Menjelaskan kandungan kitab suci.
3. Member putusan atas problem yang terjadi di masyarakat.
7
D. Keutamaan Ulama
Pernahkah mendengar bahwa orang yang berilmu (ulama) lebih utama
dibandingkan seorang alim atau ahli ibadah? sunan al Darimi meriwayatkan hadits
yang menjelaskan terkait hal ini. Berikut keutamaan orang berilmu dibanding
seorang alim,7
1. Pertama, keutamaan orang berilmu seperti keutamaan Rasulullah Makhul ia
berkata: "Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'keutamaan seorang
yang berilmu dari seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas orang-orang
yang paling rendah diantara kalian, kemudian beliau membaca surat Fathir
ayat 28, "INNAMA YAKHSYALLAHA MIN 'IBADIHIL 'ULAMA`"
(bahwa yang takut kepada Allah dari hamba-hambaNya adalah para ulama).
sesungguhnya Allah, para malaikat, penduduk langit dan bumi, serta ikan di
lautan (selalu) bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada
manusia' ".
2. Kedua, Allah mudahkan jalannya menuju surga. Dari Katsir bin Qais ia
berkata: "Aku sedang duduk bersama Abu Darda` radliallahu 'anhu di Masjid
Damaskus. Tiba-tiba seorang laki-laki datang, dan berkata: "Wahai Abu
Darda`, aku mendatangimu dari Madinah kota Rasulullah sallallahu `alaihi wa
Sallam karena dorongan memperoleh hadits yang datang darimu, yang kamu
ceritakan dari Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam. Abu darda' bertanya:
'Apa sebenarnya yang mendorongmu kemari, dagangkah barangkali?, dia
menjawab: 'tidak'. Abu darda" bertanya lagi: Tidak pula dorongan lain? ', dia
menjawab: 'tidak'.8
Abu darda' berkata: 'Rasulullah sallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
'Siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari untuk mencari ilmu, Allah
memudahkan jalan baginya (menuju) surga, dan Malaikat membentangkan
sayapnya karena ridha terhadap pencari ilmu. Sesungguhnya pencari ilmu,
penghuni langit dan di bumi selalu memintakan ampun kepadanya hingga ikan
paus yang ada di air.
8
Keutamaan pemilik ilmu atas hambaNya (yang lain) seperti
keutamaan bulan atas semua bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris
para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, yang mereka
wariskan hanyalah ilmu, maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah
mengambil bagiannya atau bagian yang melimpah ruah' ".
3. Ketiga, keutamaannya sebanyak 100 derajat yang setiap dua derajatnya
ditempuh 500 tahun dengan kuda, Muhammad bin 'Ajlan dari Az Zuhri ia
berkata: "keutamaan seorang yang berilmu dibandingkan seorang mujtahid
(ahli ibadah) sebanyak seratus derajat, dan setiap dua derajat (jaraknya seperti
antara) lima ratus tahun yang ditempuh dengan menggunakan kuda yang
larinya sangat cepat".9
Ilmu adalah cahaya yang dapat menunjukkan seseorang menuju jalan yang
benar. Di dalam kitab Lubbabul Hadis bab pertama, imam As-Suyuthi (w.
911) menuliskan sepuluh hadis tentang fadhilah atau keutamaan ilmu dan
ulama yang perlu kita perhatikan sebagaimana berikut.
Hadis pertama: Nabi saw. bersabda kepada Ibnu Mas’ud r.a., “Wahai Ibnu
Mas’ud, dudukmu sesaat di dalam suatu majelis ilmu, tanpa memegang pena
dan tanpa menulis satu huruf (pun) lebih baik bagimu dari pada
memerdekakan seribu budak. Pandanganmu kepada wajah seorang yang
berilmu lebih baik bagimu dari pada seribu kuda yang kau sedekahkan di jalan
Allah. Dan ucapan salammu kepada orang yang berilmu lebih baik bagimu
dari pada beribadah seribu tahun.”
Hadis kedua: Nabi saw. bersabda, “Satu orang yang faqih (pandai ilmu
syariat/fiqih) dan wira’i (yang meninggalkan hal-hal yang diharamkan) lebih
berat bagi setan dari pada seribu orang yang giat beribadah (namun) bodoh
(meskipun) wira’i.”
Hadis ketiga: Nabi saw. bersabda, “Keutamaan orang yang berilmu (yang
mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah adalah seperti utamanya
bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya.”
9
Hadis keempat: Nabi saw. bersabda, “Siapa yang berpindah (baik dengan
berjalan kaki atau naik kendaraan) untuk mempelajari ilmu (syariat/agama)
maka ia akan diampuni (dosa-dosa kecilnya yang telah lalu) sebelum ia akan
melangkah (dari tempatnya jika ia berniat karena Allah taala).”
Hadis kelima: Nabi saw. bersabda, “Muliakanlah ulama’ (orang-orang yang
memiliki ilmu syariat/agama dan mengamalkannya, mereka baik ucapan dan
perbuatannya) karena sungguh mereka menurut Allah adalah orang-orang
yang mulia dan dimuliakan (di kalangan malaikat).”10
Hadis keenam: Nabi saw. bersabda, “Siapa yang memandang wajah orang
yang berilmu dengan sekali pandangan, lalu ia bahagia dengan pandangan itu,
maka Allah swt. telah menciptakan pandangan itu seorang malaikat yang akan
memintakan ampun untuknya sampai hari Kiamat.”
Hadis ketujuh: Nabi saw. bersabda, “Siapa yang memuliakan seorang yang
berilmu maka sungguh ia telah memuliakanku, siapa yang memuliakanku,
maka sungguh ia telah memuliakan Allah, dan siapa yang memuliakan Allah,
maka tempatnya adalah surga.”11
Hadis kedelapan: Nabi saw. bersabda, “Tidurnya seorang yang berilmu (yakni
orang alim yang memelihara adab ilmu) lebih utama dari pada ibadahnya
orang yang bodoh (yang tidak memperhatikan adabnya beribadah).”
Hadis kesembilan: Nabi saw. bersabda, “Siapa yang belajar satu bab dari ilmu
baik ia amalkan atau ia tidak maka itu lebih utama dari pada ia melakukan
shalat sunnah seribu rakaat.”
Menurut imam An-Nawawi Al-Bantani ketika mensyarahi kitab ini (yakni
dalam kitabnya Tanqihul Qaul Al-Hatsits Fi Syarah Lubbabil Hadits)
menjelaskan bahwa hadis tersebut menunjukkan bahwa ilmu itu lebih mulia
dari pada ibadah. Meskipun begitu, seorang hamba Allah hendaknya juga
beribadah disertai dengan berilmu, agar ilmunya tidak seperti debu yang
terbang berhamburan kemudian hilang tanpa bekas.
10
Hadis kesepuluh: Nabi saw. bersabda, “Siapa yang mengunjungi seorang yang
berilmu maka seakan-akan ia mengunjungiku, siapa yang berjabat tangan
dengan orang yang berilmu, maka seakan-akan ia berjabat tangan denganku,
siapa yang duduk dengan orang yang berilmu, maka seakan-akan ia duduk
denganku di dunia, dan siapa yang duduk denganku di dunia, maka aku akan
menjadikan ia duduk bersamaku di hari Kiamat.”12
Demikianlah sepuluh hadis yang telah dijelaskan oleh imam As-Suyuthi
tentang keutamaan ilmu dan ulama di dalam kitabnya yang berjudul Lubbabul
Hadits. Di mana di dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan empat puluh bab
dan setiap bab beliau menuliskan sepuluh hadis dengan tidak menyantumkan
sanad untuk meringkas dan mempermudah orang yang mempelajarinya.
Meskipun begitu, di dalam pendahuluan kitab tersebut, imam As-Suyuthi
menerangkan bahwa hadis nabi, atsar, maupun riwayat yang beliau sampaikan
adalah dengan sanad yang shahih (meskipun menurut imam An-Nawawi
ketika mensyarah kitab ini mengatakan ada hadis dhaif di dalamnya, hanya
saja masih bisa dijadikan pegangan untuk fadhailul a’mal dan tidak perlu
diabaikan sebagaimana kesepakatan ulama).
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apresiasi al-quran tidak hanya tergambar dari penyebutan kata ‘a>lim dan
derivasinya yang mencapai 823 kali, tetapi terdapat sekian uangkapan yang
bermuara kesamaan makna seperti al-aql, al-fikr, al-nazhr, al-basyar, al-
tadabbur, al-‘itibar dan al-dzikr. Kata عالمa>lim yang juga merupakan akar
kata dari ulama menurut pakar ahli al-quran Raghib al-ashfahani bermakna
pengetahuan akan hakikat sesuatu.
Ulama secara terminologi berasal dari akar kata يعلم, علمyang berarti
mengetahui, Secara bahasa, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘a>lim
عالم. ‘A<lim adalah isim fail dari kata dasar ‘( علمilmu) . Jadi ‘ عالمa>lim
adalah orang yang berilmu. Dan ‘ علماءulama> adalah orang-orang yang punya
ilmu. kata 'alim bermakna suatu pengaruh/bekas atau kemuliaan yang
membedakannya dengan yang lain adapun kata ulama, dipahami sebagai
orang yg memadukan pengetahuannya dengan pengamalannya.
Allah akan mengangkat derajat orang berilmu dan beriman, berilmu dan
beriman hanya dimiliki secara konsep oleh orang Islam, kenapa secara konsep
dimiliki oleh orang Islam? Karena pada dasarnya Islam menghargaia ilmu dan
sekaligus memberi kepercayaan dan keungulan kepada orang beriman yang
berilmu. Kenapa orang beriman diberi keunggulan karena dengan ilmunya dan
imannya pengetahuan dan keahliannya akan bermanfaat bagi diri dan orang
lain. Kenapa harus bermanfaaat bagi diri dan orang lain? Jawabnya adalah
karena Allah menyuruh untuk yang demikian,. Dengan ilmu dan imanlah
pengetahuandan keahlian seseorang akan berdaya guna. Dengan ilmu dan
imannya banyak orang mengambil manfaat dan sekaligus memberi manfaat
bagi kebaikan dirinya.
12
B. Saran
Sekian informasi yang dapat penulis jelaskan. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis
angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga Dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Amin...
13
DAFTAR PUSTAKA
Hajar, Ibnu, Fathul Bari: Syarah Shahih al-Bukhari, terjemahan Abu Ihsan al-
Atsari, Riyadh: Daar as-Salaam, 2000
Ali, Atabik dan Ahmad Zudi Muhdlor. Al Ashri. Kamus Arab Indonesia,
Yogyakarta :Multi karya Grafika, 1998
14