Resume Materi Pertemuan 10

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

RESUME TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR,

DISLOKASI, AMPUTASI, GIPS, TRAKSI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Oleh

Cyntia Wahyu Nin Tyas

191FK01026

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

FAKULTAS KEPERAWATAN PRODI D3 KEPERAWATAN

2021/2022
TENTANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR, DISKOLASI,
DAN TRAUMA

1. Trauma Muskuloskeletal
Adalah kondisi di mana terjadi suatu cedera atau gangguan sistem gerak
tubuh yang melibatkan kerangka tubuh, otot-otot, termasuk sendi, ligamen,
tendon, dan saraf.
2. Trauma pada Muskuloskeletal
A. Kulit : jejas, luka, skin loss, dll
B. Otot : memar, ruptur, dll
C. Tendon : laserasi, ruptur, dll
D. Syaraf : neuropraksia, neurometsis, dll
E. Tulang : fissure, fraktur, dll
F. Sendi : dislokasi
3. Definisi Diskolasi
Adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan dari letak permukaan tulang
satu terhadap lainnya yang membentuk persendian, bila permukaan sendi tidak
berhubungan satu sama lain disebut dislokasi (luksasi), ila masih ada hubungan
permukaan sendi satu sama lain disebut subluksasi (luksasi inkomplet).
4. Pengkajian
Pengkajian pada kasus ini dibagi menjadi 2 jenis pengkajian, yakni :
A. Primer :
1) Primer : ABCDE bila multiple trauma utamakan ABCnya.
2) Kesadaran, riwayat trauma, pemeriksaan fisik head to toe fokus pada
daerah cidera.
B. Sekunder :
1) Tanda dislokasi : nyeri tekan, nyeri sendi bila digerakan bahkan tdk
bisa digerakan, bengkak pada sendi.
2) Foto rontgen untuk diagnosa pasti.
5. Intervensi Keperawatan

1
A. Pertama kali anggap sebagai fraktur, karena mungkin sulit
membedakan apakan dislokasi atau fraktur, bila cidera sendi pikirkan
bahwa terjadi dislokasi
B. Istirahatkan bagian yg cidera, cari posisi yang nyaman bagi pasien
C. Berikan bantalan yang nyaman pada sendi posisi sesuai posisi yg
nyaman bagi pasien
D. Foto rontgen sesuai dengan advis dokter
E. Persiapkan untuk dilakukan reposisi bila sudah pasti dislokasi
F. Reposisi dilakukan oleh dokter setelah dilakukan anastesi general
G. Berikan analgetika sesuai advis dokter
6. Sprain, strain, ruptur tendon
A. Sprain : cidera pada ligamen ( jaringan ikat yg menyangga tulang tetap
pada posisinya di persendian)
B. Strain : cidera pada otot atau tendon yg mengikat otot ke tulang atau
keduanya,
C. Ruptur tendon : terputusnya kontinuitas jaringan tendon, sering terjadi
karena trauma benda tajam.
7. Pengkajian
A. Pengkajian primer : ABCDE
1) Pada trauma multiple utamakan ABC
B. Pengkajian sekunder :
1) Kesadaran, GCS
2) Riwayat trauma
3) Pemeriksaan fisik head to toe  terutama pada daerah / ektremitas yg
mengalami cidera : bengkak
4) Pemeriksaan penunjang Ro
8. Intervensi Keperawatan
1) Pada strain/sprain :
a) Pertama kali anggap sebagai fraktur/dislokasi, karena mungkin sulit
membedakan apakan sprain atau fraktur
b) Istirahatkan bagian yg cidera, elevasi

2
c) Berikan kompres es, es jangan langsung menempel ke kulit beri alas
kain
d) Pasang elastis verband / spalk
e) Foto rontgen sesuai dengan advis dokter
9. Prinsip penanganan sprain-strain
A. Rice : Rest, ice, compression, and elevation
10. Penanganan ruptur tendon
A. Pada ruptur tendon
B. Besihkan luka wound toilet menggunakan NaCl 0,9%, H2O2
(perhidrol)
C. Tutup luka dengan kasa steril dibasahi NaCl, balut dg kasa steril, spalk
D. Penyambungan tendon oleh dokter
11. Patah tulang/fraktur
A. Kerusakan dari
B. kontinuitas
C. struktur tulang,
D. garis epiphysis
E. atau tulang
F. rawan sendi/terputusnya kontinuitas tulang
12. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur diantaranya adalah:
A. Berdasarkan hubungan dg dunia luar : fraktur terbuka, fraktur tertutup
B. Berdasarkan garis patah : fraktur komplet, fraktur inkomplet
C. Berdasar jml garis patah : simple fraktur, comminutive fraktur, segmental
fraktur
D. Berdasar arah garis patah : fraktur melintang, fraktur miring, fraktur
spiral, fraktur kompresi, fraktur V,T,Y
13. Fraktur berdsar hubungan dengan dunia luar
A. Fraktur Terbuka
B. Fraktur Tertutup
14. Berdasarkan garis patah

3
A. Komplet
B. Inkomplet
15. Berdasarkan jumlah garis patah
A. Simple fraktur
B. Communitiva fraktur
C. Segmental fraktur
16. Komplikasi fraktur
A. Crush injury
B. Pembengkakan rongga muskulo skeletal
C. Emboli lemak
17. Trauma muskuloskeletal dengan potensi mengancam jiwa
A. Kerusakan / fraktur pelvis dengan perdarahan hebat
B. Perdarahan arteri besar  fraktur femur
C. Crush syndrom
18. Fraktur pelvis dengan perdarahan
A. Bengkak , hematoma progresif pada daerah panggul, skrotal, perianal.
Instabilitas mekanik perbedaan panjang ekstremitas, luka daerah pelvis
B. Pengelolaan : resusitasi cairan, penghentian perdarahan :
PASG(pneumatic antisyok garmen), gurita, traksi kulit longitudinal
19. Pengkajian
A. Pengkajian primer: ABCDE
1) Menghentikan perdarahan, fraktur kedua femur perdarahan kelas III
(kehilangan 30-40% darah)
2) Segera resusitasi cairan
3) Hentikan perdarahan
4) Imobilisasi fraktur, traksi sementara, pembidaian
B. Pengkajian sekunder :
1) Riwayat trauma, biomekanik trauma
2) Pemeriksaan fisik head to toe, cari tanda-tanda fraktur:
3) Nyeri
4) Inspeksi: bengkak, deformitas

4
5) Palpasi: nyeri, nyeri sumbu, krepitasi
6) Gerakan: tidak bisa digerakaan, gerakan abnormal

Cara melakukan pemeriksaannya adalah dengan Look/inspeksi,


Feel/palpasi, Move/Gerakan dan ukur.

20. Intervensi keperawatan


A. Hentikan perdarahan bila ada
B. Pemasangan IVFD bila ada tanda perdarahan
C. Immobilisasi  spalk, prinsip spalk meliputi 2 sendi
D. Manajemen nyeri  analgetika
E. Ro: pada daerah yg dicurigai fraktur
21. Pembidaian
Tujuan dari pembidaian ini adalah untuk mencegah pergerakan lebih lanjut,
mengurangi rasa nyeri, mengurangi cedera lebih lanjut dan mengurangi
perdarahan
Sedangkan Prinsip dari pembidaian ini sendiri adalah pastikan bahwa a-b-c
telah ditangani, pada penderita sadar, katakan lebih dahulu apa yg akan dilakukan,
buka daerah yg cedera dan akan dilakukan pembidaian, bila ada luka patah
terbuka, tutup lebih dahulu luka dgn kassa steril, lakukan penarikan ringan pd
ujung tungkai, periksalah PMS, lakukan pembidaian dengan; selalu melewati 1
sendi sebelum patah dan 1 sendi setelah patah, periksa PMS setelah membidai,
dan bila ada tulang menonjol, jangan paksakan untuk masuk.

5
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN AMPUTASI

1. Definisi
Amputasi berasala dari kata ‘Amputare’ yangberarti Pancung. Yaitu Tindakan
memisahkan bagian tubuh Sebagian atau seluruh bagian tubuh melalui
pembedahan. Adapun tujuannya ini adalah untuk menghilangkan gejala,
memperbaiki fungsi dan memperbaiki kualitas hidup.
2. Etiologi
A. Penyakit vaskuler perifer progresif (gejala sisa DM)
B. Ganggren
C. Trauma (cedera remuk, luka bakar)
D. Deformitas kongenital
E. Tumor ganas

Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan yang baik. Biasanya tempat amputasi itu di dasarkan pada 2 faktor
yaitu : peredaran darah pada bagian tersebut dan kegunaan fungsional.

Tempat yang sering dilakukan amputasi itu biasanya pada daerah jari kaki,
syme, bawah lutut, disartikulasi sendi lutut, diatas lutut, dan diasartikulasi sendi
pinggul.

3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostiknya sendiri meliputi :
A. Ro
B. CT-Scan
C. Pemeriksaan flometri doppler
D. Pletismografi
E. Uji PaO2 (tekanan oksigen Partial Perkutan)
F. Angiografi
4. Tindakan amputasi anggota gerak pada indikasi medis

6
A. Teknik Amputasi
Untuk tindakan live saving maka tindakan harus cepat, umumnya
indikasi karena kerusakan yang hebat dan tidak dapat dipertahankan baik
akibat kehilangan darah atau kerena sepsis.
Ditempat saranan yang tidak memadai biasanya dilakukan dengan cara
Guilotine pemotongan ketinggian (level) dipilih yang aman dari infeksi dan
rx zone, kerusakan jaringan lunak, sedangkan ditempat saranan yang
memadai dilakukan dengan cara resusitasi dan dengan memonitor keadaan
klien dalam proses, sehingga bisa dilakukan flat amputasion. Setelah
dilakukan proses tersebut kita harus pilih level yang tepat mengingat tindakan
pasca bedah untuk rehabilitasinya. Pada umumnya menentukan level adalah
sebagai berikut :
A. Panjang puntung
B. Untuk anggota gerak atas pertahankan sepanjang mungkin dan
perhatikan jarak dari proksimal
C. Daerah yang cukup vaskularisasi
D. Sebagai penutup (flat)
E. Satabilitas sendi proksimal
B. Persiapan Amputasi
1) Informed consent
2) Ketinggian/banyaknya yang akan dibuang
3) Kemungkinan tindakan ke 2
4) Rehabilitasi/protesisnya
C. Pelaksanaan Tindakan
1) Lakukan anestesi
2) Tentukan level
3) Pemotongan level yang telah ditentukan
4) Lakukan penutupan/flat
5) Lakukan osteomiodesis untuk penutupan akhir dengan membuat
insersi baru setelah homeostasis baik
6) Lakukan flap/penutupan keseluruhan

7
7) Stump dressing m,engunakan elastik bandage
D. Pasca bedah
1) Stump amputate (puntung) dilakukan perawatan luka
2) Darain dapat diangkat kalau sudah tidak efektif lagi yaitu 2 x 24
jam
3) Jahitan dapat diangkat pada hari ke 10 – 14
5. Penatalaksanaan
A. Tujuan pembedahan
1) Mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas konsisten dg
pembasmian proses penyakit
2) Mencapai penyembuhan luka yang optimal
3) Menghasilkan sisa puntung tidak mengalami nyeri tekan dg kulit yang
sehat untuk penggunaan protesis
B. Penyembuhan dipercepat
1) Penanganan lembut terhadap sisa tungkai
2) Pengontrolan edema dg baluatan kompres lunak/rigid
3) Menggunakan teknik aseptik dlm perawatan luka untuk menghindari
infeksi
6. Penatalaksanaan sisa tungkai
A. Balutan Rigid Tertutup
1) Sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata
2) Menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri
3) Mencegah kontrtaktur
4) Setelah pembedahan gips dipasang + tempat memasang ekstensi
protesis sementara (pylon) dan kaki buatan
5) Gips diganti 10 – 14 hari :
6) Peningkatan suhu tubuh
7) Nyeri hebat
8) Gips longar
B. Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi
1) Inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan

8
2) Pemakaian bidai imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan.
3) Luka dikontrol dg darinase utk meminimalkan infeksi
C. Amputasi bertahap
Dilakukan bila ada ganggren/infeksi :
1) Lakukan amputasi guilotine (terbuka) untuk mengangkat semua
jaringan nekrosis dan sepsis
2) Luka didebridemen dan dibiarkan mengering
3) Apabila sepsis tangani dengan AB
4) Dalam beberapa hari ketika infeksi telah terkontrol dan klien telah
stabil lakukan amputasi definitif dengan penutupan kulit
7. Komplikasi
A. Infeksi, sepsis
B. Hematom, nekrosis
C. Nyeri hebat yang tidak hilang
D. Perdarahan masif
E. Penyembuhan sisa tungkai yang lambat
F. Iritasi akibat protesis kerusakan kulit
8. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian :
1) Kaji status neurovaskuler, fungsional ekstremitas (warna, suhu,
dfenyut nadi, keadaan kulit, respon terhadap pengubahan posisi,
sensasi nyeri, fungsi)
2) Kaji keterbatasan rentang gerak dan adanya kontraktur fleksi pinggul
dan lutut mempengaruhi fungsi dan kesesuaian protesis
3) Kaji status peredaran darah dan fungsi ekstremitas yang sehat, kaji
status nutrisi).
4) Identifikasi masalah kesehatan dan ytangani segera untuk
menghadapi trauma pembedahan (dehidrasi, anemia, jantung, respirasi
kronis, DM)
5) Kajii penggunaan obat-obatan (kortikosteroid, antikoagulan,
vasokonstriktor, vasodilator)

9
6) Kaji status psikologis (rx emosional, sistem pendukung, bantuan
profesional yang mendukung untuk menghadapi keadaan post
amputasi
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri (akut) b.d cedera fisik/jaringan, trauma saraf amputasi, dampak
fisik terhadap kehilangan bagain tubuh
2) Perubahan sensori persepsi : nyeri tungkai b.d amputasi
3) Kerusakan integritas kulit b.d amputasi
4) Resiko perubahan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran darah
vena/arteri, edema jaringan, pembentukan hematom
5) Perubahan penampilan peran : ggn citra tubuh b.d kehilangan anggota
tubuh
6) Berduka disfungsional b.d kehilangan bagian tubuh
7) Kurang perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, berdandan b.d
kehilangan bagian tubuh
8) Gangguan mobilitas fisik b.d kehilangan ekstremitas
C. Intervensi Keperawatan
1) Mandiri
a) Catat lokasi dan intensitas nyeri, selidiki perubahan karakteristik
nyeri (kebas, kesemutan)
b) Berikan tindakan kenyamanan/ubah posisi, pijatan punggung,
teknik manajemen stress, sentuhan terapeutik
c) Tinggikan bagian yang sakit
d) Berikan pijatan lembut pada puntung sesuai toleransi bila balutan
telah dilepas
e) Selidi nyeri ;lokal/kemajuan yang tidak hilang dengan analgetik
2) Kolaborasi
a) Pemberian obat sesuai indikasi : analgetik, relaksan otot
b) Penggunaan TENS
c) Pemanasan lokal
D. Evaluasi

10
1) Klien tidak mengalami nyeri
2) Tampak relaks
3) Mengungkapkan rasa nyaman
4) Mempergunakan upaya dalam meningkatkan rasa nyaman
5) Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan rehabilitasi

11
ASKEP PADA PASIEN DENGAN GIPS DAN TRAKSI

1. Gips

Digunakan untuk mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengoreksi


deformitas, memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak di bawahnya,
memberikan dukungan dan stabilitas bagi sendi yang mengalami kelemahan.
Tujuan dari dipasangnya Gips ini adalah untuk immobilisasi tubuh dalam posisi
tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak
di dalamnya, posisi faal, dan gerakan aktif merupakan syarat mutlak.

2. Jenis-jenis Gips
A. Berdasarkan lokasi dimana gips dipasang
1) Gips Lengan
a) Gips lengan pendek
b) Gips lengan panjang
2) Gips tungkai
a) Gips tungkai pendek
b) Gips tungkai panjang
c) Gips berjalan
3) Gips tubuh atau spika
a) Gips spika
b) Gips spika bahu
c) Gips spika pinggul
B. Berdasarkan bahan
1) Gips plester
2) Gips nonplester
3) Gips nonplester berpori
3. Prosedur pemasangan Gips

12
A. Persiapan Alat
a) Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
b) Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
c) Baskom berisi air hangat
d) Gunting perban
e) Bengkok
f) Perlak dan alasnya
g) Washlap
h) Pemotong gips
i) Kasa dalam tempatnya
j) Alat cukur
k) Sabun dalam tempatnya
l) Handuk
m) Krim kulit
n) Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
o) Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
B. Teknik pemasangan
1) Siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan.
2) Siapkan alat-alat yang akan digunakan untuk pemasangan gips.
3) Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci
dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim
kulit
4) Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
5) Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi
yang di tentukan dokter selama prosedur.
6) Pasang spongs rubs (bahan yang menyerap keringat) pada bagian
tubuh yang akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan
tidak mengikat.
7) Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai
gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya,
diperas untuk mengurangi air dalam gips

13
8) Pasang gips secara merata pada bagian tubuh.
9) Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong, serta bentuk dengan
pemotong gips
10) Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
11) Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak
tangan.
4. Prosedur pelepasan
A. Persiapan Alat
1) Gergaji listrik/pemotong gips
2) Gergaji kecil manual
3) Gunting besar
4) Baskom berisi air hangat
5) Gunting perban
6) Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
7) Sabun dalam tempatnya
8) Handuk
9) Perlak dan alasnya
10) Waslap
11) Krim atau minyak
B. Teknik pelepasan
1) Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan
mengenai kulit.
2) Gips akan di belah dengan menggunakan gergaji listrik
3) Gunakan pelindung mata pada pasien dan petugas pemotong gips
4) Potong bantalan gips dengan gunting
5) Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas
6) Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan
krim atau minyak
7) Ajarkan pasien secara bertahap melakukan aktifitas tubuhsesuai
program terapi

14
8) Ajarkan pasien agar meninggikan ekstremitas atau mengunakan
elastic perban jika perlu untuk mengontrol pembengkakan.
5. Sindrom Gips
A. Immobilisasi => intoleransi aktivitas
B. Respon psikologis
1) ansietas =>perubahan tingkah laku
C. Respon fisiologis
1) penimbunan udara khusus
2) peningkatan penekanan
3) ileus
4) distensi
5) mual dan muntah
6. Pencegahan komplikasi
A. Sindrome kompartemen
1) adanya peningkatan tekanan jaringan dalam rongga yang terbatas
2) nyeri yang tidak dapat diobati, pembengkakan yang berlebihan,
3) respon pengisian kapiler yang buruk,
4) tidak mampu menggerakkan jari tangan dan kaki
5) lakukan bivalve
6) meninggikan ekstremitas yang terpasang gips
7) fasiotomi untuk menurunkan tekanan didalam kompartemen.
8) memantau secara ketat respon klien, respon neurovaskuler harus
dicatat,
9) setiap adanya perubahan harus segera dilaporkan kepada tim medis.
B. Dekubitus
1) Tekanan gips pada jaringan lunak dapat mengakibatkan anoksia
jaringan dan ulkus
2) Tempat paling rentan pada ekstremitas bawah adalah tumit, malleolus,
punggung kaki, kaput fibula, dan permukaan anterior patella.
3) mengeluh nyeri dan rasa kencang
4) Pelepasan gips untuk melihat landsung daerah yang dicurigai

15
5) Bivalving =>
a) ]Dibuat potongan memanjang pada gips dan kapisan bantalan
b) Gips dilonggarkan
c) Bagian anterior dan posterior gips kemudian diikat bersama
dengan pembalut elastis
d) ekstremitas ditinggikan
7. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Pengkajian fisik bagian tubuh yang akan di gips
2) Data obyektif: apakah ada luka di bagian yang akan digips.
B. Implementasi menyesuaikan dengan intervensi yang ada
C. Evaluasi
1) Dx. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan.
- Kriteria evaluasi :
a) Klien secara aktif berpartisipasi dalam program terapi :
b) Meninggikan ekstremitas yang terkena
c) Berlatih sesuai instruksi
2) Dx. Nyeri b.d. gangguan muskuloskeletal.
- Kriteria evaluasi :
a) Klien melaporkan berkurangnya nyeri :
b) Meninggikan ekstremitas yang di gips
c) Merubah posisi
3) Dx. Kerusakan mobilitas fisik b.d. penggunaan gips.
- Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat mobilisasi fisik :
b) Melakukan latihan sendi dan jari-jari kaki
c) Partisipasi aktif dengan perawatan
d) Menggunakan alat bantu dengan aman
4) Dx.Kurang perawatan diri: makan, mandi/hyegene,
berpakaian/berdandan, atau toileting b.d. keterbatasan mobilitas.
- Kriteria evaluasi :

16
a) Klien berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri :
b) Melakukan aktivitas hygiene dan kerapihan secara mandiri
atau dengan bantuan minimal
c) Makan sendiri secara mandiri atau dengan bantuan minimal
5) Dx. Kerusakan integritas kulit b.d. laserasi dan abrasi.
- Kriteria evaluasi :
a) Klien memperlihatkan penyembuhan abrassi dan laserasi :
b) Tidak memperlihatkan tanda dan gejala infeksi sistemik
c) Tidak memperlihatkan tanda infeksi lokal misalnya cairan,
bau, dan ketidaknyamanan lokal
2. Traksi

Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan


utuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya, penyembuhan, mengurangi nyeri,
mengurangi kelainan bentuk atau perubahan bentuk. Tujuan dari dipasangnya
traksi ini sendiri adalah untuk mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi
dislokasi/subluksasi, distraksi interforamina vertebrae, mengurangi rasa nyeri,
mengurangi deformitas.

A. Jenis-jenis traksi
1) Traksi lurus/langsung
2) Traksi suspense seimbang
3) Traksi kulit : rumus pemasangan traksi kulit (1/7 x BB)
4) Traksi buck
5) Traksi russel
6) Traksi dunlop
7) Traksi kulit aksial
8) Traksi skelat
9) Traksi manual
B. Prinsip-prinsip traksi efektif
1) Setiap pemasangan traksi harus dipikirkan adanya kontraksi yaitu
gaya yang bekerja dengan arah berlawanan

17
2) Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur
efektif.
3) Traksi kulit pelvis dan servikssering digyunakan untuk mengurangi
spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
4) Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif,
5) Traksi skelet tidak boleh putus
6) Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur
ketika traksi dipasang
7) Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat
tidur atau lantai.
C. Pencegahan Komplikasi
1) Decubitus
a) Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian
berikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
b) Perubahan posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit
(misalnya pelindung siku) sangat membantu perubahan posisi
c) Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah
kerusakan kulit
d) Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi
dengan dokter atau ahli terapi enterostomal mengenai
penanganannya.
2) Kongesti paru dan pneumonia
a) Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien
b) Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif
c) Konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi
khusus,
d) Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan terapi
sesuai order
3) Konstipasi dan anoreksia
a) Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang
motilitas gaster.

18
b) Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengan dokter
mengenai penggunaan pelunak tinja, laksatif, suposituria, dan
enema.
c) Kaji dan catat makanan yang disukai klien dan masukan dalam
program diet sesuai kebutuhan
4) Stasis dan saluran kemih
a) Pantau masukan dan keluaran berkemih.
b) Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang
cukup, dan berkemih tiap 2-3 jam sekali.
c) Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih,
konsultasikan dengan dokter untuk menanganinya
5) Trombosis vena profunda
a) Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi.
b) Dorong untuk minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi
dan homokonsentrasi yang menyertainya, yang akan
menyebabkan stasis.
c) Pantau klien dari adanya tanda-tanda thrombosis vena dalam
dan melaporkannya ke dokter untuk menentukan evaluasi dan
terapi.
D. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a) Pengkajian fungsi sistem tubuh perlu dilakukan terus menerus
b) karena imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada
kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskular.
c) Pengkajian psikologis perlu dilakukan karena pasien takut melihat
peralatannya dan cara pemasangannya.
d) Pengkajian psikologis perlu dilakukan karena pasien takut melihat
peralatannya dan cara pemasangannya.
e) Pasien sering menunjukkan kebingungan, disorientasi, dan depresi
karena pasien terimobilisasi dalam bagian waktu yang cukup lama.

19
f) Pengkajian dilakukan pada bagian tubuh yang ditraksi meliputi
status neurovaskular
g) neurovaskular (mis., warna, suhu, pengisian kapiler, edema,
denyut nadi, rabaan, kemampuan bergerak) yang dievaluasi dan
dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Selain itu, kaji
adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, pembengkakan, atau
tanda Homan positif ( ketidaknyamanan pada betis ketika didorso
fleksi dengan kuat) karena merupakan tanda trombosis vena
profunda.
2) Diagnosa Keperawatan
a) Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
b) Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat
traksi.
c) Nyeri yang berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
d) Kurang perawatan diri : makan, higiene, atau toileting yang
berhubungan dengan traksi.
e) Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses
penyakit dan traksi.
3) Intervensi menyesuaikan dengan diagnosa
4) Implementasi menyesuaikan dengan diagnosa
5) Evaluasi
a) Dx. Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
- Kriteria evaluasi : Klien menunjukkan pemahaman terhadap
program terapi
 Menjelaskan tujuan traksi.
 Berpartisipasi dalam rencana keperawatan
b) Dx. Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat
traksi.
- Kriteria evaluasi : Klien menunjukkan penurunan ansietas
 Berpartisipasi aktif dalam perawatan
 Mengekspresikan perasaan dengan aktif

20
c) Dx. Nyeri yang berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
- Krieteria evaluasi : Klien menyebutkanpeningkatan kenyamanan
 Mengubah posisi sendiri sesering mungkin
 Kadang kadang meminta analgesik oral
d) Dx. Kurang perawatan diri : makan, higiene, atau toileting yang
berhubungan dengan traksi.
- Kriteria evaluasi : Klien mampu melakukan perawatan diri
 Memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi,
berpakaian, dan toileting
e) Dx. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses
penyakit dan traksi.
- Kriteria evaluasi : Klien menunjukkan mobilitas yang
meningkat
 Melakukan latihan yang dianjurkan
 Menggunakan alat bantu yang aman

21

Anda mungkin juga menyukai